Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Vitamin dan mineral adalah bagian yang penting dari makanan sehat. Bila seseorang
mengkonsumsi berbagai variasi makanan, maka kemungkinan untuk mengalami
kekurangan vitamin dan mineral adalah sangat kecil. Orang-orang yang menjalani diet
ketat mungkin tidak mendapatkan cukup vitamin atau mineral tertentu. Contohnya
seorang vegetarian yang sangat ketat bisa mengalami kekurangan vitamin B12, yang
hanya bisa diperoleh dari makanan yang berasal dari hewan. Sebaliknya, mengkonsumsi
sejumlah besar vitamin dan mineral tambahan tanpa pengawasan medis, dapat
menimbulkan efek yang berbahaya.
Semua orang tua pastilah tahu mengenai manfaat atau peran aneka vitamin dan
mineral bagi tubuh, terutama untuk pertumbuhan dan sistem pertahanan tubuh. Unsur-
unsur penting tersebut banyak terkandung dalam berbagai bahan makanan yang mudah
ditemui sehari-hari.
Menurut berbagai hasil penelitian ilmiah, aneka vitamin dan mineral ini memberi
efek nyata dalam melindungi sel-sel tubuh, terutama sel-sel otak dari berbagai penyebab
kerusakan yang akan menurunkan fungsi-fungsinya. Akan tetapi, tentu saja perlu
diperhatikan agar asupan unsur-unsur tersebut tidak berlebihan. Mungkin belum banyak
yang tahu, dampak buruk dari kelebihan vitamin dan mineral.
1.2. Identifikasi Masalah

a. Apa pengertian vitamin dan mineral ?


b. Apa fungsi macam-macam vitamin dan macam-macam mineral dalam tubuh ?
c. Apa saja sumber-sumber vitamin dan mineral ?
d. Apa akibat kekurangan vitamin dan mineral ?

1.3. Maksud dan Tujuan

a. Mengetahui pengertian vitamin dan mineral

b. Mengetahui fungsi dari macam-macam vitamin dan mineral dalam tubuh

c. Mengetahui sumber-sumber vitamin dan mineral


d. Mengetahui akibat kekurangan vitamin dan minera

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Vitamin dan beberapa mineral penting untuk metabolisme. Vitamin merupakan


senyawa organik yang diperlukan tubuh dalam jumlah kecil untuk mempertahankan
kesehatan dan seringkali bekerja sebagai kolaktor untuk enzim metabolisme. Vitamin
yang terdapat dalam lebih dari satu bentuk kimia (misalnya piridoksin, piridoksal,
piridoksamin) atau terdapat sebagai suatu prekursor (misalnya karoten untuk vitamin
A) kadang-kadang dinamakan vitamer. Mineral merupakan senyawa anorganik yang
merupakan bagian penting dari enzim, mengatur berbagai fungsi fisiologis, dan
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan termasuk tulang. Sumber
vitamin dan mineral yang paling baik ialah makanan sehingga orang sehat yang
makanannya bermutu baik, sudah mendapat jumlah vitamin dan mineral yang cukup.
Akan tetapi individu dengan diet rendah kalori (kurang dari 1200 kalori/hari)
seringkali asupan vitaminnya kurang dan memerlukan tambahan. Selain terdapat dalam
makanan, vitamin juga dapat diberikan dalarn bentuk murni sebagai sediaan tunggal
atau kombinasi. Sediaan untuk tujuan profilaktik harus dibedakan dari sediaan untuk
tujuan pengobatan defisiensi.

Vitamin dibagi menjadi 2 golongan, yaitu

a. Vitamin larut lemak : vitamin A, D, E, dan K;


b. Vitamin larut air : vitamin B kompleks dan vitamin C.

Vitamin larut air disimpan dalam tubuh hanya dalam jumlah terbatas dan
sisanya dibuang, sehingga untuk mempertahankan saturasi jaringan vitamin larut air
perlu sering dikonsumsi. Meskipun demikian, pemberian vitamin larut air dalam
jumlah berlebihan selain merupakan pemborosan, juga mungkin menimbulkan efek
yang tidak diinginkan. Sebaliknya vitamin larut lemak dapat disimpan dalam jumlah
banyak, sehingga kemungkinan terjadinya toksisitas jauh lebih besar daripada vitamin
larut air.

Beberapa vitamin baru aktif setelah mengalami aktivasi in vivo. Aktivasi


vitamin larut air dapat berupa fosforilasi (tiamin, riboflavin, niasin, piridoksin) dan
dapat juga membutuhkan pengikatan dengan nukleotida purin atau pirimidin
(riboflavin, niasin). Vitamin larut air berperan sebagai kofaktor untuk enzirn tertentu,
sedangkan vitamin A dan D mempunyai sifat lebih menyerupai hormon dan
mengadakan interaksi dengan reseptor spesifik intraselular pada jaringan target.

2
Mineral dalam tubuh dibedakan atas mineral yang terdapat dalam jumlah relatif
banyak (kalsium, fosfor, magnesium, kalium, natrium, klorida, sulfur) dan trace
elements (fluor, seng, selenium, iodium, besi, kromium, kobalt, tembaga, mangan,
molibdenum).

Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianiurkan (AKG = Recommended


Dietary Allowances, RDA). Penggunaan vitamin dan mineral berlebih dapat
menimbulkan gejala keracunan, sebaliknya bila kekurangan dapat menimbulkan gejala
defisiensi. Oleh karena itu banyak negara telah mengadakan penelitian dan
mengevaluasi kebutuhan vitamin dan mineral serta zat gizi lainnya per hari pada
masyarakatnya. Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan (AKG) adalah suatu
kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan
umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas untuk mencapai derajat kesehatan
yang optimal.

Di lndonesia sejak tahun 1978 setiap 5 tahun sekali secara nasional dibuat
angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan yang disebarluaskan melalui Widya
Karya Nasional Pangan dan Gizi. Dalam menentukan kecukupan gizi yang dianjurkan
telah diperhitungkan faktor variasi kebutuhan individual. Angka tersebut adalah angka
kebutuhan rata-rata ditambah 2 kali simpang baku. Dengan demikian angka kecukupan
yang dianjurkan merupakan jumlah yang dibutuhkan oleh 97,5 % populasi. Untuk
vitamin dan mineral AKG sudah mencakup pula untuk cadangan zal gizi tersebut di
dalam tubuh. AKG didasarkan pada patokan berat badan untuk masing-masing
kelompok umur dan jenis kelamin. Patokan berat badan didasarkan pada berat badan
yang mewakili sebagian besar penduduk yang digolongkan mempunyai derajat
kesehatan optimal.

3
Angka kecukupan berbagai zat gizi rata-rata yang dianjurkan hasil Widya Karya
Nasional Pangan dan Gizi 1993 tertera pada Tabel 49-1

Asupan Vitamin yang Berlebihan. Asupan (intake,) vitamin yang berlebihan


dapat disebabkan karena:

a. Penggunaan vitamin dalam jumlah besar, baik untuk tujuan pencegahan maupun
pengobatan penyakit yang tidak jelas berhubungan dengan defisiensi vitamin;
b. Penggunaan vitamin secara rutin dengan jumlah yang jauh melebihi AKG karena
adanya anggapan bahwa vitamin dapat memberikan tambahan energi dan
membuat seseorang lebih sehat; dan
c. Banyaknya sediaan yang mengandung satu macam vitamin atau beberapa macam
vilamin (multivitamin) dalam jumlah yang besar yang dinyatakan sebagai
suplementasi makanan dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Sediaan multivitamin
seringkali diperlukan untuk pengobatan karena defisiensi vitamin seringkali
bersilat multipel, tetapi sediaan ini seyogyanya dibedakan dengan sediaan
multivitamin untuk suplementasi/profilaksis. Sediaan multivitamin untuk
pengobatan penyakit defsiensi mengandung vitamin dalam jumlah lebih besar
dan hanya boleh diberikan oleh dokter.

Menurut Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat sediaan


multivitamin digolongkan sebagai suplementasi makanan atau untuk profilaksis bila

4
mengandung 50-150% U.S.RDA (kecuali untuk vitamin D dan asam folat yang tidak
boleh melebihi U.S. RDA). Sediaan ini mungkin diperlukan selama kebutuhan
meningkat (misalnya masa hamil dan laktasi), selama sakit di mana terdapat gangguan
absorpsi makanan, dan pada pasien yang makanannya kurang baik. Selama masa hamil
dan laktasi, sediaan multivitamin yang diberikan sebaiknya mengandung asam folat,
sianokobalamin dan besi, karena zat-zat tersebut mungkin tidak cukup didapatkan dari
makanan. Tambahan vitamin D tidak diperlukan bila pajanan terhadap sinar matahari
sudah cukup atau bila diet normal.

Sediaan vitamin untuk pengobatan hanya diperlukan untuk terapi penyakit


defisiensi vitamin dan terapi suportif pada keadaan patologik di mana kebutuhan
makanan sangat meningkat misalnya pada alkoholisme dan kaheksia pascabedah.
pemberiannya memerlukan pengawasan dokter. Sediaan ini dapat mengandung vitamin
sampai 5 kali U.S.RDA, kecuali vitamin D yang tidak boleh melebihi U.S.RDA. Selain
itu asupan vitamin A harus dibatasi untuk mencsgah hipervitaminosis A. Bila
kebutuhan akan satu jenls vitamin melebihi 5 kali RDA, maka vitamin tersebul
diberikan secara terpisah.

Asupan Vitamin yang Kurang. Asupan vitamin yang kurang dapat terjadi
sebagai akibat:

a. Asupan makanan yang tidak mencukupi;


b. Gangguan absorpsi vitamin; dan
c. Meningkatnya kebutuhan tubuh.

Asupan makanan yang tidak mencukupi dapat disebabkan oleh anoreksia, diet
rendah kalori, diet khusus misalnya pada diabetes melitus dan nilai gizi makanan yang
rendah karena keadaan ekonomi atau kurangnya pengetahuan mengenai nilai gizi
makanan. Gangguan absorpsi vitamin dapat terjadi misalnya pada penyakit hati dan
saluran empedu, diare kronik, macam-macam gangguan sistem pencernaan dan pada
penggunaan antibiotik jangka lama. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan vitamin terjadi
selama masa pertumbuhan, hamil, laktasi, haid, kerja fisik yang berat, stres dan pada
penyakit yang disertai peningkatan metabolisme, misalnya hipertiroidisme dan demam,
Selain itu kelainan genetik juga dapat meningkatkan kebutuhan tubuh akan vitamin.
Tambahan vitamin diperlukan pada keadaan-keadaan tersebut di atas untuk mencegah
terjadinya defisiensi vitamin.

2.2 Vitamin Larut Air

Vitamin larut air terdiri dari vitamin B kompleks dan vitamin C. Vitamin B
kompleks mencakup sejumlah vitamin dengan rumus kimia dan efek biologik yang
sangat berbeda yang digolongkan bersama karena dapat diperoleh dari sumber yang
sama, antara lain hati dan ragi. yang termasuk dalam golongan vitamin ini ialah :
tiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), asam nikotinat (niasin), piridoksin (vitamin
B6), asam pantotenat, biotin, kolin, inositol, asam paraamino benzoat, asam folat dan
sianokobalamin (vitamin B12). Asam paraamino benzoat (PABA) merupakan bahan unluk

5
sintesis asam folat, tetapi ini hanya terjadi pada bakteri. Manusia memperoleh asam
folat langsung dari makanan, sehingga PABA tidak esensial untuk manusia atau
mamalia pada umumnya. Vitamin C (asam askorbat) terutama didapatkan pada buah
jeruk.

Flavonoid (misalnya rutin dan hesperidin) juga merupakan senyawa larut air
dan semula dinyatakan mempunyai aktivitas sebagai vitamin yang bermanfaat untuk
beberapa jenis penyakit perdarahan. Ternyata hal ini tidak jelas terbukti. Pangamic
acid dan letril yang dipromosikan sebagai "Vitamin B15" dan "Vitamin B17" sebetulnya
tidak memperlihatkan aktivitas vitamin, dan juga bukan merupakan makanan. Kedua
senyawa tersebut bersifat toksik. Pangamic acid atau asam pangamat mungkin bersifat
mutagenik sedangkan letril mengandung sianida sebanyak 6% sehingga dapat
menyebabkan keracunan sianida menahun dan kematian.

2.2.1 Vitamin B Kompleks

2.2.1.1 Tiamin

Sejarah. Sejak akhir abad ke 19 telah diketahui bahwa insiden penyakit beri-
beri dapat diturunkan dengan suatu perubahan diet. Kemudian Eijkman, seorang dokter
dari Jawa menyatakan bahwa penyakit beri-beri dapat disembuhkan dengan pemberian
bekatul beras. Ternyata vitamin inijuga ditemukan dalam ragi, sayur- mayur, kacang-
kacangan, susu, kuning telur dan hati.

Kimia. Tiamin (vitamin B1) merupakan kompleks molekul organik yang


mengandung satu inti tiazol dan pirimidin. Dalam badan zat ini akan diubah menjadi
tiamin pirofosfat (tiamin-PP), dengan reaksi sebagai berikut :

Tiamin + ATP → Tiamin-PP + AMP

Rumus bangun tiamin dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Farmakodinamik Dan Fisiologi. Pada dosis kecil atau dosis terapi tiamin tidak
memperlihatkan elek farmakodinamik yang nyata. Pada pemberian IV secara cepat
dapat terjadi efek langsung pada pembuluh darah periler berupa vasodilatasi ringan,
disertai penurunan tekanan darah yang bersifat sementara. Meskipun tiamin berperan
dalam metabolisme karbohidrat, pemberian dosis besar tidak mempengaruhi kadar gula

6
darah. Dosis toksik pada hewan coba adalah 125-350 mg/kgBB secara lV dan kira-kira
40 kalinya untuk pemberian oral. Pada manusia reaksi toksik setelah pemberian
parenteral biasanya terjadi karena reaksi alergi.

Tiamin pirofosfat adalah bentuk aktil tiamin yang berfungsi sebagai koenzim
dalam karboksilasi asam piruvat dan asam ketoglutarat. Peningkatan kadar asam piruvat
dalam darah merupakan salah satu landa defisiensi tiamin.

Defisiensi Tiamin. Delisiensi berat menimbulkan penyakit beri-beri yang


gejalanya terutama lampak pada sistem saral dan kardiovaskular. Gangguan saraf dapat
berupa neuritis perifer dengan gejala rasa berat dan lemah pada tungkai, gangguan sen-
sorik seperti hiperestesia, anestesia, rasa nyeri dan rasa terbakar. Kekuatan otot
semakin berkurang dan pada keadaan berat dapat terjadi kelumpuhan tungkai. Kelainan
pada SSP dapat berupa depresi, kelelahan, lekas tersinggung, serta menurunnya ke-
mampuan konsentrasi dan daya ingat. Gejala yang timbul pada sistem kardiovaskular
dapat berupa gejala insulisiensi jantung antara lain sesak napas setelah kerja jasmani,
palpitasi, takikardi, gangguan ritme serta pembesaran jantung dan perubahan
elektrokardiogram. Pada saluran cerna gangguan dapat berupa konstipasi, nafsu makan
berkurang, perasaan tertekan dan nyeri di daerah epigastrium. Beri-beri basah adalah
bentuk defisiensi tiamin yang disertai udem. Bengkak ini terjadi karena hipo-
protrombinemia dan gangguan fungsi jantung.

Kebutuhan Sehari. Karena tiamin penting untuk metabolisme energi, terutama


karbohidrat, maka kebutuhan akan tiamin umumnya sebanding dengan asupan kalori.
Kebutuhan minimum adalah 0,3 mg/1000 kcal, sedangkan AKG di lndonesia ialah 0,3-
0,4 mg/hari untuk bayi, 1,0 mg/hari untuk orang dewasa dan 1,2 mg/hari untuk wanita
harnil.

Farmakokinetik. Setelah pemberian paren- teral absorpsi berlangsung cepat dan


sempurna. Absorpsi per oral berlangsung dalam usus halus dan duodenum, maksimal 8-
15 mg/hari yang di- capai dengan pemberian oral sebanyak 40 mg.

Dalam satu hari sebanyak 1 mg tiamin mengalami degradasi di jaringan tubuh.


Jika asupan jauh melebihi jumlah tersebut, maka zat ini akan dikeluarkan melalui urin
sebagai tiamin atau pirimidin.

Efek Samping. Tiamin tidak menimbulkan efek toksik bila diberikan per oral
dan bila kelebihan tiamin cepat diekskresi melalui urin. Meskipun jarang reaksi
anafilaktoid dapat terjadi setelah pemberian IV dosis besar pada penderita yang
sensitif, dan beberapa di antaranya bersifat fatal.

Sediaan dan Indikasi. Tiamin HCl (vitamin B1, aneurin HCI) tersedia dalam
bentuk tablet 5-500 mg, larutan steril 100-200 mg untuk penggunaan parenteral, dan
eliksir mengandung 2-25 mg tiamin tiap ml.

Tiamin diindikasikan pada pencegahan dan pengobatan defisiensi tiamin dengan


dosis 2-5 mg/ hari untuk pencegahan defisiensi dan 5-10 mg tiga kali sehari untuk
7
pengobatan defisiensi. Dosis lebih besar parenteral dianjurkan untuk kasus berat akan
tetapi respons tidak meningkat dengan dosis lebih dari 30 mg/hari. Tindakan
pencegahan dilakukan pada penderita dengan gangguan absorpsi, misalnya pada diare
kronik, atau pada keadaan dengan kecepatan metabolisme yang meningkat.

Tiamin berguna untuk pengobatan berbagai neuritis yang disebabkan oleh


defisiensi tiamin, misalnya pada :

a. neuritis alkoholik yang terjadi karena sumber kalori hanya alkohol saja;
b. wanita hamil yang kurang gizi; atau
c. penderita emesis gravidarum.

Pada trigeminal neuralgia, neuritis yang menyettai anemia, penyakit infeksi dan
pema- kaian obat tertentu, pemberian tiamin kadang-kadang dapat memberikan
perbaikan. Tiamin juga digunakan untuk pengobatan penyakit jantung dan gangguan
saluran cerna yang dasarnya defisiensi tiamin.

2.2.1.2 Riboflavin

Sejarah dan Kimia. Riboflavin (vitamin B2) dikenal pertama kali pada tahun
1879 sebagai suatu zal berwarna kuning yang terdapat dalam susu, dan dinamakan
laktokrom. Ternyata zatyang sama ditemukan juga dalam daging, hati, ragi, telur dan
berbagai sayuran, dan selanjutnya disebut sebagai flavin. Oleh peneliti di lnggris
disebut vitamin B2 setelah faktor antiberi-beri dinamakan vitamin B1. Nama riboflavin
diberikan karena adanya ribosa dalam rumus kimianya seperli terlihat pada gambar di
bawah ini :

Dalam badan riboflavin diubah menjadi koenzim riboflavin fosfat atau flavin
mononukleotida (FMN) dan flavin adenosin dinukleotida (FAD), melalui reaksi berikut:

Riboflavin + ATP → FMN + ADP

FMN + ATP → FAD + PP (pirofosfat).

Keduanya merupakan bentuk aktif riboflavin dan berperan sebagai koenzim


dalam berbagai proses metabolisme.

8
Farmakodinamik. Pemberian riboflavin baik secara oral maupun parenteral
tidak memberikan efek farmakodinamik yang jelas.

Defisiensi Riboflavin. Keadaan ini ditandai dengan gejala sakit tenggorok dan
radang di sudut mulut (stomatitis angularis), keilosis, glositis, lidah berwarna merah dan
licin. Timbul dermatitis seboroik di muka, anggota gerak dan seluruh badan. Gejala-
gejala pada mata adalah fotofobia, lakrimasi, gatal dan panas. Pada pemeriksaan
tampak vaskularisasi kornea dan katarak. Anemia yang menyertai defisiensi riboflavin
biasanya bersifat normokrom normositer.

Kebutuhan Sehari. Kebutuhan tiap individu akan riboflavin berbanding lurus


dengan energi yang digunakan, minimum 0,3 mg/1000 kcal. AKG di lndonesia lihat
tabel.

Farmakokinetik. Pemberian secara oral atau parenteral akan diabsorpsi dengan


baik dan didistribusi merata ke seluruh jaringan. Asupan yang berlebihan akan
dikeluarkan melalui urin dalam bentuk utuh. Dalam tinja ditemukan riboflavin yang
disintesis oleh kuman di saluran cerna, tetapi tidak ada bukti nyata yang menjelaskan
bahwa zat tersebut dapdt diabsorpsi melalui mukosa usus.

Indikasi. Penggunaannya yang utama adalah untuk pencegahan dan terapi


defisiensi vitamin B2 yang sering menyertai pelagra atau defisiensi vitamin B kompleks
lainnya, sehingga riboflavin sering diberikan bersama vitamin lain. Dosis untuk
pengobatan adalah 5-10 mg/hari.

2.2.1.3 Asam Nikotinat

Sejarah dan Kimia. Asam nikotinat atau niasin dikenal juga sebagai laktor PP
(pellagra preven- tive), karena dapat mencegah penyakit pelagra pada manusia atau
penyakit lidah hitam pada hewan. Sumber alami vitamin ini adalah hati, ragi dan
daging. Rumus bangun asam nikotinat dapat dilihat di bawah ini:

Farmakodinamik Dan Efek Nonterapi. Bentuk amida dari asam nikotinat


yaitu niasinamid juga berelek antipelagra. Dalam badan asam nikotinat dan niasinamid
diubah menjadi bentuk aktil NAD (nikotinamid adenin dinukleotida) dan NADF
(Nikotinamid adenin dinukleotida foslat). Keduanya berperan dalam metabolisme
sebagai koenzim unluk berbagai protein yang penting dalam respirasi jaringan.

9
Asam nikotinat merupakan suatu vasodilator yang terutama bekerja pada
blushing area yaitu di muka dan leher. Kemerahan di tempat tersebut dapat
berlangsung sampai dua jam disertai rasa panas dan gatal. Pada dosis besar asam
nikolinat dapat menurunkan kadar kolesterol dan asam lemak bebas dalam darah.
Kedua efek ini tidak diperlihatkan oleh niasinamid.

Efek samping umumnya timbul pada dosis besar yang dapat menurunkan
toleransi terhadap glukosa sampai terjadi hiperglikemia. Selain itu terjadi kenaikan
kadar asam urat dalam darah, gangguan lungsi hati, gangguan lambung berupa mual
sampai muntah serta peningkatan motilitas usus. Reaksi anafilatik dilaporkan terjadi
pada pennberian secara IV.

Defisiensi Niasin. Pelagra adalah penyakit defisiensi niasin dengan kelainan


pada kulit, saluran cerna dan SSP. Kulit mengalami erupsi eritematosa, bengkak dan
merah, pada saluran cerna terjadi lidah membengkak, merah, stomatitis, mual, muntah
dan enteritis, Gejala gangguan SSP berupa sakil kepala, insomnia, bingung, dan
kelainan psikis seperti halusinasi, delusi dan demensia pada keadaan lanjut.

Kebutuhan Sehari. Kebutuhan minimal asam nikotinat untuk mencegah pelagra


rata-rata 4,4 mg/1 000 kcal, pada dewasa asupan minimal 13 mg.

Farmakokinetik. Niasin dan niasinamid mudah diabsorpsi melalui semua bagian


saluran cerna dan didistribusi ke seluruh tubuh. Ekskresinya melalui urin sebagian kecil
dalam bentuk utuh dan sebagian lainnya dalam bentuk berbagai metabolitnya anlara lain
asam nikotinurat dan bentuk glisin peptida dari asam nikotinat.

Sediaan Dan Posologi. Tablet niasin mengandung 25-750 mg. Sediaan untuk
injeksi mengandung 50 atau 100 mg niasin/ml. Tablel niasinamid 50-1000 mg, dan
larutan untuk injeksi umumnya mengandung 100 mg/ml. Untuk pengobatan pelagra
pada keadaan akut dianjurkan dosis oral 50 mg diberikan sampai 10 kali sehari, atau
25 mg niasin 2-3 kali sehari secara intravena. Hasil terapi umumnya sangat drarnatis,
dalam 24 jam gejala pada kulit dan mulut dapat hilang, rasa mual dan diare juga
segera teratasi.

Sebagai vasodilator obat inl tidak terbukti efektif.

2.2.1.4 Piridoksin

Sejarah dan Kimia. Piridoksin yang oleh Biroh dan kawan-kawan dinamakan
vitamin B6 diketemukan kira-kira 40 tahun yang lalu. Kekurangan vitamin ini dapat
menyebabkan timbulnya dermatitis pada hewan percobaan. Sumbernya adalah ragi, biji-
bijian (gandum, jagung dan lain-lain) dan hati. Dalam alam vitamin initerdapat dalam
tiga bentuk yaitu piridoksin yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, serta piridoksal dan
piridoksamin yang terutama berasal dari hewan. Ketiga bentuk piridoksin tersebut
dalam tubuh diubah menjadi piridoksalfoslat.

Rumus bangun piridoksin dapat dilihat di bawah ini.

10
Farmakodinamlk Dan Fisiologi. Pemberian piridoksin secara oral dan
parenteral tidak menunjukkan efek farmakodinamik yang nyala. Dosis sangat besar
yaitu 3-4 g/kgBB menyebabkan kejang dan kematian pada hewan coba, letapi dosis
kurang dari ini umumnya tidak menimbulkan elek yang jelas. Piridoksal fosfat dalam
tubuh merupakan koenzim yang berperan penting dalam metabolisme berbagai asam
amino, di anlaranya dekarboksilasi, transaminasi, dan rasemisasi triptolan, asam-asam
amino yang bersullur dan asam amino hidroksida.

Defisiensi Piridoksin. Pada hewan coba defisiensi vitamin ini menimbulkan


akrodinia, dermatitis dan penebalan cakar, telinga, hidung dan lain-lain. Pada manusia
dapat timbul (1) kelainan kulit berupa der- matitis seboroik dan peradangan pada
selaput len- dir mulut dan lidah; (2) kelainan SSP berupa perangsangan sampai
timbulnya kejang; dan (3) gangguan sistem erilropoetik berupa anemia hipo- krom
mikrositer.

Kebutuhan Sehari. Kebutuhan manusia akan piridoksin berhubungan dengan


konsumsi protein yaitu kira-kira 2 mg/100 mg protein.

Farmakokinetik. Piridoksin, piridoksal dan piridoksamin mudah diabsorpsi


melalui saluran cerna. Metabolit terpenting darl ketiga bentuk tersebut adalah 4-asam
piridoksat. Ekskresi melalui urin terutama dalam bentuk 4-asam piridoksat dan
piridoksal.

Efek Samping. Piridoksin dapat menyebabkan neuropati sensorik atau sindrom


neuropati dalam dosis antara 50 mg-2 g per hari untuk iangka panjang. Gejala awal
dapat berupa sikap yang tidak stabil dan rasa kebas di kaki, diikuti pada tangan dan
sekitar mulut. Gejala berangsur-angsur hiiang setelah beberapa bulan bila asupan
piridoksin dihentikan.

Sediaan Dan indikasi. Piridoksin tersedia sebagai tablet piridoksin HCI 10-100
mg dan sebagai larutan steril 100 mg/ml piridoksin HCI untuk injeksi.

Selain untuk mencegah dan mengobati deli- siensi vitamin B6, vitamin inijuga
diberikan bersama vitamin B lainnya atau sebagai multivitamin untuk pencegahan dan
pengobatan delisiensi vitamin B kompleks. lndikasi lain untuk mencegah atau

11
mengobati neuritis perifer oleh obat misalnya isoniazid, sikloserin, hidralazin,
penisilamin yang bekerja sebagai antagonis piridoksin dan/atau meningkatkan
ekskresinya melalui urin. Piridoksin dapat diberikan secara profilaksis sejumlah 300%-
500% AKG selama terapi dengan antagonis piridoksin. Pemberiannya pada wanita
yang menggunakan kontrasepsi oral yang mengandung estrogen juga dibenarkan, karena
kemungkinan terjadinya def isiensi piridoksin pada wanita-wanita tersebut. Piridoksin
juga dila- porkan dapat memperbaiki gejala keilosis, derma- titis seboroik, glositis dan
stomatitis yang tidak memberikan respons terhadap tiamin, ribollavin dan niasin serta
dapat mengurangi gejala-gejala yang menyertai tegangan prahaid (premenstrrual tension).
Piridoksin diindikasikan untuk anemia yang responsif terhadap piridoksin yang biasanya
sideroblastik dan mungkin disebabkan kelainan genetik, Sebaliknya pemakaian
piridoksin hendaknya dihindarkan pada penderita yang mendapat levodopa.

2.2.1.5 Asam Pantotenat

Sejarah dan Kimia. Asam pantotenat dikenal sejak tahun 1933 sebagai suatu
zat yang esensial untuk pertumbuhan ragi. Selanjutnya diteliti bahwa suatu dermatitis
akibat defisiensi suatu faktor pada makanan hewan coba ternyata dapat disembuhkan
dengan ekstrak hati. Ternyata zat antidermatitis tersebut adalah asam pantotenat
dengan rumus bangun sebagai berikut:

Dalam tubuh asam pantotenat membentuk ko-enzim A yang sangat penting


dalam metabolisme, karena berlindak sebagai katalisator pada reaksi- reaksi translerasi
gugus asetil.

Farmakodinamik. Pada hewan coba asam pan- totenat tidak menyebabkan efek
farmakodinamik yang penting dan bersifat nontoksik. Delisiensinya pada manusia belum
dikenal, letapi dapat ditimbul- kan dengan memberikan diet yang mengandung antagonis
asam pantotenat yaitu omega-metil asam pantotenat. Sindroma yang teriadi berupa:
kelelahan, rasa lemah, gangguan saluran cerna, gangguan otot berupa kejang pada
ekstremitas dan parestesia.

Kebutuhan sehari. Kebutuhan manusia akan asam pantotenat sehari adalah 5-10
mg.

12
Farmakokinetik. Pada pemberian oral, pantotenat akan diabsorpsi dengan baik
dan didistribusi ke seluruh tubuh dengan kadar 2-45 mcg/g. Dalam tubuh tidak
dimetabolisme, dan diekskresi dalam bentuk utuh 70 % melaluiurin dan 30 %
melaluitinia.

Sediaan. Walaupun indikasinya belum jelas, asam pantotenat tersedia sebagai


Ca-pantotenat dalam bentuk tablet 10 atau 30 mg dan dalam bentuk larutan steril untuk
injeksi dengan kadar 50 mg/ml.

2.2.1.6 Biotin

Biotin dikenal juga sebagai vitamin H (Haut) yang berarti kulit, karena dianggap
dapat melindungi tubuh terhadap suatu sindrom yang disebut egg white iniury Sindrom
ini timbul pada hewan coba yang hanya mendapat putih telur (agg white) mentah
sebagai dietnya dengan geiala berupa gangguan neuromuskular, darmatitis hebat dan
rambut rontok.

Pada manusia belum ditemukan adanya defisiensi spontan. Keadaan defisiensi


baru timbul bila diet hanya terdiri dari putih telur mentah sebagai sumber protein, atau
jika diberikan antimetabolit biotin misalnya biotin sulfon, destobiotin, atau avidin.
Gejala yang timbul pada manusia antara lain dermatitis, sakit otot, rasa lemah,
anoreksia, anemia ringan dan perubahan EKG.

Dalam tubuh biotin berfungsi sebagai koenzim pada berbagai reaksi karboksilasi.
Jumlah biotin yang diperlukan sehari berkisar antara 150-300 µg, dan sumbernya
terutama kuning telur, hati, dan ragi. Penggunaan biotin dalam terapi belum jelas.

2.2.1.7 Kolin

Kolin mempunyai fungsi fisiologi penting dalam tubuh, diantaranya sebagai


prekursor asetilkolin, suatu neurotransmitor. Dalam metabolisme lemak, kolin berkhasiat
lipotropik, yaitu dapat menurunkan kadar lemak dalam hati. Fungsi lain dari kolin
adalah dalam metabolisme intermedier yaitu sebagai donor metil dalam pembentukan
berbagai asam amino esensial. Akan tetapi beberapa silat kolin dianggap bertentangan
dengan sifat-sifat vitamin umumnya. Dalam jaringan tubuh ditemukan kadar kolin jauh
lebih besar dibandingkan kadar vitamin-vitamin lain. Ternyata zat ini dapat disintesis
dalam badan dari serin dengan metionin sebagai donor metil.

Efek farmakologi kolin mirip dengan asetilkolin tetapidengan potensi lebih kecil.
Kebutuhan tubuh akan kolin sehari-hari belum dapat ditentukan, tetapi dalam makanan
sehari-hari rata-rata terdapat 500-900 mg. Penggunaan per oral cukup aman dengan
LD50 200-400 g.

Defisiensi kolin baru timbul bila pemasukan kolin dan protein termasuk
metionin dibatasi. Gejala yang timbul berupa kenaikan kadar lemak dalam hati dan
sirosis hepatis, kelainan ginjal degeneratif. Pada kulit limbul kelainan, juga pada otot
terjadi kelemahan dan distrofi.

13
Penggunaan kolin terutama sebagai zat lipotropik dalam pengobatan penyakit
hati seperti sirosis hepatis, hepatitis. Akan tetapi, efektivitasnya diragukan.

Sediaan yang digunakan berupa kolin, kolin bitartrat, kolin dehidrogen sitrat dan
kolin klorida.

2.2.1.8 Inositol

Sudah sejak lama diketahui bahwa penderita diabetes mengekskresi inositol


dalam urin dengan kadar tinggi. lnositol merupakan isomer glukosa dan dalam badan
mudah berubah menjadiglukosa, sebaliknya glukosa pun mudah berubah menjadi
inositol, Zat akil inositol adalah mioinositol. Menurut Eagle dkk mioinositol esensial
untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup 18 jenis sel, mungkin karena peranannya
pada pembentukan membran sel.

Pemberian inositol tidak menimbulkan elek farmakodinamik yang nyata,


sedangkan lungsinya dalam tubuh belum diketahui, lnositol merupakan bagian dari
fosfolipid dan fosfatidilinositol.

Gejala defisiensi inositol yang terlihat pada hewan coba adalah gangguan
pertumbuhan, alopesia dan gangguan laktasi.

Pernah dikemukakan bahwa inositol mempunyai khasiat lipotropik dan


antiskorbut, tetapi pendapat tersebut tidak mendapatkan dukungan lagi. Dalam terapi,
inositol kadang-kadang digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit yang disertai
gangguan transport dan metabolisme lemak, akan tetapi ternyata tidak didapatkan bukti
yang mendukung efektivitasnya.

2.2.2 Asam Askorbat (Vitamin C)

Sejarah Dan Kimia. Defisiensi vitamin C yang dinamakan skorbut alau scurvy
telah dikenal semenjak tahun 1720. Diketahui pula bahwa penyakit tersebut dapat
dicegah dengan pemberian sayur- mayur alau buah-buahan segar terutama golongan
jeruk yang lernyata mengandung vitamin C, Asam askorbat mula-mula dikenal sebagai
asam heksuronat dengan rumus C6H8O6. Karena berkhasiat antiskorbut maka dinamakan
asam askorbat atau vitamin C dengan rumus bangun berikut ini:

14
Vitamin C bekerja sebagai suatu koenzin dan pada keadaan tertentu merupakan
reduktor dan antioksidan. Vitamin ini dapat secara langsung atau tidak langsung
memberikan elektron ke enzim yang membutuhkan ion-ion logam tereduksi, dan
bekerja sebagai kofaktor untuk prolin dan lisin hidroksilase dalam biosintesis kolagen.
Zat ini berbentuk kristal dan bubuk putih kekuningan, stabil pada keadaan kering.
Dalam bentuk larutan di wadah terbuka, zat ini cepat rusak.

Fisiologi Dan Farmakodinamik. Vitamin C berperan sebagai suatu kofaktor


dalam sejumlah reaksi hidroksilasi dan amidasi dengan memindahkan elektron ke
enzim yang ion metalnya harus berada dalam keadaan tereduksi; dan dalam kondisi
tertentu bersifat sebagai antioksidan. Dengan demikian vitamin C dibutuhkan untuk
mempercepat perubahan residu prolin dan lisin pada prokolagen menjadi hidroksiprolin
dan hidroksilisin pada sintesis kolagen. Selain itu juga diperlukan untuk perubahan
asam folat menjadi asam folinat, metabolisme obat oleh mikrosom dan hidroksilasi
dopamin menjadi norepinelrin. Asam askorbat meningkatkan aktivitas enzim amidase
yang berperan dalam pembentukan hormon oksitosin, hormon antidiuretik. Dengan
mereduksi ion feri menjadi fero dalam lambung, vitamin C meningkatkan absorpsi
besi. Selain itu vitamin C juga berperan pada pembentukan steroid adrenal.

Pada jaringan fungsi utama vitamin C ialah dalam sintesis kolagen, proteoglikan
dan lain zat organik matriks antarsel misalnya pada tulang, gigi, endotel kapiler. Dalam
sintesis kolagen selain berperan dalam hidroksilasi prolin vitamin C juga nampaknya
berperan untuk menstimulasi langsung sintesis peptida kolagen. Pada penderita skorbut
gangguan siniesis kolagen terlihat sebagai kesulitan penyembuhan luka, gangguan
pembentukan gigi dan pecahnya kapiler yang menyebabkan perdarahan seperti petekie
dan ekimosis. Perdarahan tersebut disebabkan oleh kebocoran kapiler akibat adhesi sel-
sel endotel yang kurang baik dan mungkin juga karena gangguan pada jaringan ikat
perikapiler sehingga kapiler mudah pecah oleh penekanan.

Pemberian vilamin C pada keadaan normal tidak menunjukkan efek


farmakodinamik yang jelas. Tetapi pada keadaan defisiensi, pemberian vitamin C akan
menghilangkan gejala penyakii dengan cepat.

15
Defisiensi vitamin C. Gejala awal hipovitaminosis C adalah malaise, mudah
ltrsinggung, gangguan emosi, artralgia, hiperkeratosis folikel rambut, perdarahan hidung
dan petekie. Skorbut terlihat bila kadar vitamin C pada leukosit dan trombosit < 2
mg/dl dan ini terjadi setelah mendapat diet yang tidak mengandung vitamin C selama
3-5 bulan. Orang tua, alkoholisme, penderita penyakit menahun sangat peka terhadap
timbulnya skorbut. Gangguan terlihat pada sebagian besar jaringan terutama yang
berasal dari mesodermal seperti kolagen, tulang yang sedang tumbuh dan pembuluh
darah. Pada tulang yang sedang tumbuh dapat terjadi gangguan pertumbuhan,
pembengkakan pada ujung tulang panjang akibat perdarahan subperiosteum serta
osteoporosis pada orang dewasa. Gigi geligi mengalami resorpsi dan. atroli dentin serta
terjadi gangguan pada alveoli gigi yang mengakibatkan gigi mudah lepas. Gusi
melunak, mudah berdarah dan membengkak hingga menutupi bagian gigi. Gangguan
pada dinding pembuluh darah mengakibatkan iragilitas pembuluh darah meningkat,
sehingga trauma ringan mudah rnenimbulkan perdarahan kulit, otot, gusi dan tulang.
Anemia normositik atau makrositik (sebabnya dapat multifaktorial) sering didapatkan.
Bila skorbut tidak diobati dapat terjadi kejang, koma dan kematian,

Farmakokinetik. Vitamin C mudah diabsorpsi melalui saluran cerna. Pada


keadaan normal tampak kenaikan kadar vitamin C dalam darah setelah diabsorpsi.
Kadar dalam leukosit dan trombosit lebih besar daripada dalam plasma dan eritrosit.
Distribusinya luas ke seluruh tubuh dengan kadar tertinggi dalam kelenjar dan terendah
dalam otot dan jaringan lemak. Ekskresi melalui urin dalam bentuk utuh dan bentuk
garam sulfatnya terjadi jika kadar dalam darah melewati ambang rangsang ginjal 1,4
mg%.

Kebutuhan sehari. AKG vitamin C ialah 35 mg untuk bayi dan meningkat


sampai kira-kira 60 mg pada dewasa. Elisiensi absorpsi akan berkurang dan kecepatan
ekskresi meningkat bila digunakan jumlah lebih besar. Kebutuhan akan vitamin C
meningkat 300%-500% pada penyakit infeksi, tuberkulosis, tukak peptik, penyakit
neoplasma, pasca bedah atau trauma, pada hipertiroid, kehamilan dan laktasi. Beberapa
obat diduga dapat mempercepat ekskresi vitamin C misalnya tetrasiklin, fenobarbital
dan salisilat.

Perokok diperkirakan membutuhkan tambahan vilamin C 50% untuk


mempertahankan kadar normal dalam serum. Wanita yang menggunakan kontrasepsi
oral juga mempunyai kadar vitamin C dalam serum yang rendah, akan tetapi pengaruh
kliniknya tidak diketahui, Pada masa hamil dan laktasi diperlukan tambahan vitamin C
10-25 mg/hari.

Efek Samping. Vitamin C dengan dosis lebih dari 1 g/hari dapat menyebabkan
diare. Hal ini terjadi karena efek iritasi langsung pada mukosa usus yang
mengakibatkan peningkatan peristaltik. Efek iritasi juga dapat menyebabkan uretritis
nonspesilik terutama pada uretra distal. Dosis besar tersebut juga meningkatkan bahaya
terbentuknya batu ginjal, karena sebagian vitamin C dimetabolisme dan diekskresi
sebagai oksalat. Penggunaan kronik vitamin C dosis sangat besar dapat menyebabkan

16
ketergantungan, dimana penurunan mendadak kadar vitamin C dapat menimbulkan
rebound scutvy. Hal ini dapat dihindari dengan mengurangi asupan vitamin C secara
bertahap. Vitamin C mega dosis parenteral dapat menyebabkan oksalosis yang meluas,
aritmia jantung, dan kerusakan ginjal berat.

Dosis vitamin C 1 g/hari dilaporkan meningkatkan kadar etinil estradiol plasma.


lnteraksi ini dapat mengakibatkan break through bleeding dan kegagalan kontrasepsi,
bila pemakai kontrasepsi oral yang mengandung etinil estradiol tersebut menghentikan
penggunaan vitamin C secara tiba-tiba. Vitamin C meningkatkan absorpsi besi,
sehingga dosis besar dapat berbahaya pada penderita hemokromatosis, talasemia dan
anemia sideroblastik. Hemolisis ringan dilaporkan terjadi pada penderita dengan
defisiensi GOPD. Hemolisis akut dapat mengakibatkan koagulasi intravaskular
diseminata dan gagal ginjal akut yang dapat menyebabkan kematian. Vitamin C mega
dosis juga dapat mengakibatkan krisis Sickle cell.

Pengaruh Terhadap Hasil Uji Laboratorium. Vitamin C dosis besar dapat


memberikan hasil negatil semu pada uji untuk glikosuria (enzymedip tesf) dan uji
adanya darah pada tinja penderita karsinoma kolon. Selain itu hasil positif semu dapat
terjadi pada clinitest dan tes glikosuria dengan larutan Benedict.

Sediaan. Vitamin C terdapat dalam berbagai preparat baik dalam bentuk tablet
yang mengandung 50-1500 mg maupun dalam bentuk larutan. Kebanyakan sediaan
multivitamin mengandung vitamin C. Untuk sediaan suntik didapatkan larutan yang
mengandung vitamin C 100-500 mg. Air jeruk mengandung vitamin C yang tinggi
sehingga dapat digunakan untuk terapi menggantikan sediaan vitamin C.

Kalsium askorbat dan natrium askorbat didapatkan dalam bentuk tablet dan
bubuk untuk penggunaan per oral.

Indikasl. Vitamin C diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan skorbut.


Selain itu vitamin C digunakan untuk berbagai penyakit yang tidak ada hubungannya
dengan defisiensi vitamin C dan seringkali digunakan dengan dosis besar. Akan tetapi
ternyata elektivitasnya tidak jelas atau tidak terbukti. Vitamin C tidak mengurangi
insidens common colds meskipun dapat sedikit mengurangi beratnya sakit dan lamanya
masa sakit. Juga terbukti vitamin C tidak bermanfaat untuk kanker lanjut. Vitamin C
mega dosis tidak terbukti elektif untuk aterosklerosis, penyembuhan luka, dan
skizofrenia.

Karena sifat reduktornya vitamin C digunakan untuk mengatasi


methemoglobinemia idiopatik, meskipun kurang efektif dibandingkan dengan biru
metilen. Dosis yang dianjurkan minimal 150 mg.

2.3 Vitamin Larut Lemak

Vitamin larut lemak (vitamin A, D, E dan K) diabsorpsi dengan cara yang


kompleks dan sejalan dengan absorpsi lemak. Dengan demikian keadaan-keadaan yang
menyebabkan gangguan absorpsi lemak seperti delisiensi asam empedu, ikterus dan
17
enteritis dapat mengakibatkan delisiensi satu atau mungkin semua vitamin golongan ini.
Vitamin larut lemak mempengaruhi permeabilitas atau transport pada berbagai membran
sel dan bekerja sebagai oksidator atau reduktor, koenzim atau inhibitor enzim. Vitamin
A dan D mempunyai aktivitas mirip hormon. Vitamin-vitamin ini disimpan terutama di
hati dan diekskresi melalui feses. Karena meta- bolismenya sangat lambat, dosis yang
berlebihan dapat menimbulkan elek toksik.

2.3.1 Vitamin A

Sejarah Dan Kimia. Beberapa gejala defisiensi vitamin A seperti xeroftalmia


dan keratomalasia mulai dikenal pada pertengahan abad ke 19. Timbulnya gejala
tersebut disebabkan asupan makanan yang tidak mencukupi. Selanjutnya lernyata
xeroftalmia yang ditimbulkan pada hewan coba dapat diatasi dengan menambahkan
mentega atau telur pada makanan.

Vitamin A terutama terdapat pada mentega, telur, hati dan daging, dan terdapat
dalam beberapa bentuk misalnya retinol (vitamin Ar) dan 3-dehidro- retinol (vitamin
A2). Asam retinoat (tretinoin, isotretinoin) merupakan hasil oksidasi group alkohol dari
retinol.

Vitamin A dapat juga berasal dari karoten yang merupakan pigmen tumbuh-
tumbuhan, Karoten, yang disebut juga provitamin A, banyak terdapat pada sayuran
berwarna hijau atau kuning dan buah- buahan seperti pada wortel, pepaya, tomat.
Terdapat beberapa jenis karoten yaitu karoten alfa, beta dan gama, dan bentuk yang
paling aktif ialah beta karoten. Hanya 113 karoten diubah menjadi vitamin A pada
dinding usus halus.

Farmakodinamik. Vitamin A dosis kecil tidak menunjukkan efek farmakodinamik


yang berarti. Sebaliknya pemberian dosis besar vitamin A menimbulkan keracunan.

Vitamin A diperlukan untuk regenerasi pigmen retina mata dalam proses


adaptasi gelap. Pigmen retina yang fotosensitif yaitu rodopsin dan iodopsin, bila terkena
cahaya, akan memutih, terurai dan menimbulkan impuls. Pada penguraian ini akan
terjadi kehilangan sebagian vitamin A. Sebaliknya, pada tempat gelap akan terjadi
regenerasi pigmen yang memerlukan vitamin A. Pada delisiensi vitamin A, regenerasi
pigmen terutama rodopsin yang penting untuk melihat dalam keadaan gelap akan
terhalang atau berlangsung lebih lambat, sehingga kemampuan untuk adaptasi gelap
akan berkurang dan timbul keadaan yang disebut buta senja atau niktalopia. Defisiensi
vitamin A yang sangat berat dapat menyebabkan kebutaan.

Retinol (vitamin A1) memegang peranan penting pada kesempurnaan fungsi dan
sruktur sel epitel, karena retinol berperan dalam diferensiasi sel dan proliferasi epitel.
Dengan adanya retinol sel epitel basalis distimulasi untuk memproduksi mukus.
Kelebihan retinol akan menyebabkan pembentukan mukus yang berlebihan dan
menghambat keratinisasi. Bila tidak ada retinol, sel goblet mukosa hilang dan terjadi
atrofi epitel yang diikuti oleh proliferasi sel basal yang berlebihan. Sel-sel baru yang

18
terbentuk ini merupakan epitel berkeratin dan menggantikan epitel yang mensekresi
mukus. Penekanan sekresi mukus menyebabkan mudah terjadi iritasi dan inleksi.

Selain fungsi-fungsi tersebut di atas vitamin A iuga diperlukan untuk


pertumbuhan tulang, alat reproduksi dan perkembangan embrio. Hambatan reproduksi
pada defisiensi vitamin A mungkin disebabkan oleh peran vitamin A pada
interkonversi steroid. Asam retinoat mempercepat pertumbuhan, diferensiasi serta
memperlahankan epitel jaringan. Akan tetapi asam retinoat tidak memperbaiki fungsi
penglihatan, pendengaran atau reproduksi. Pada hewan coba yang kekurangan vitamin
A, sintesis RNA inti berkurang dan dapat distimulasi oleh retinol atau asam retinoat.
Retinol dapat mengatur sintesis protein termasuk keratin.

Dewasa ini banyak penelitian ditujukan untuk mengetahui apakah retinol


mempengaruhi karsinogenesis. Bjelke (1975) berpendapat bahwa defisiensi vitamin A
agaknya dapat meningkatkan kepekaan terhadap karsinogenesis termasuk pada manusia;
didapatkan hiperplasia yang jelas dan peningkatan sintesis DNA oleh sel basal berbagai
epitel dan pengurangan diferensiasi sel. Penggunaan retinol atau retinoid lain pada
binatang dapat mengatasi perubahan-perubahan ini. Menurut Hill dan Grubbs (1 982)
pada hewan coba perubahan sel premaligna menjadi sel maligna diperlambat,
dihentikan atau bahkan dilawan. Efek antitumor terlihat pada keganasan yang
disebabkan antara lain oleh zat kimia, virus dan radiasi. Mekanisme antikarsinogenik
belum dikelahui jelas, Akan tetapi, berbagai kemungkinan dikemukakan antara lain
karena induksi diferensiasi sel maligna meniadi sel normal, penekanan terhadap fenotip
maligna yang sebelumnya ditimbulkan oleh suatu karsinogen dan perbaikan mekanisme
pertahanan tubuh.

Meskipun penelitian epidemiologis menunjukkan adanya hubungan antara asupan


vitamin A yang rendah dengan terjadnya kanker, hubungannya dengan asupan retinol
yang rendah tidak konsisten, Oleh karena itu saat ini perhatian ditujukan pada efek
biologik beta karoten dan karotenoid lain. Salah satu dugaan ialah karena beta karoten
bekerja sebagai antioksidan, sehingga dengan demikian dapat mempengaruhi efek
mutagenik karsinogen tertentu atau akibat radiasi dan juga meningkatkan efek sitotoksik
leukosil PMM yang aktif.

Defisiensi Vitamin A. Delisiensivitamin A terjadi bila kesanggupan tubuh


untuk menyimpan vitamin A terganggu (misalnya pada sirosis hati), bila terdapat
defisiensi protein untuk transport dan bila absorpsi di usus terganggu atau asupan
vitamin A yang kurang. Defisiensi ini lebih sering terjadi pada penyakit menahun
dengan gangguan absorpsi lemak, seperti pada penyakit obstruksi saluran empedu,
sariawan dan fibrosis kistik. Defisiensi vitamin A bersama dengan penyakit Protein
Caloic Malnutrition (PCM) masih merupakan penyakit gangguan gizi yang sangat
penting di lndonesia serta negara berkembang lainnya, dan terutama sering ditemukan
pada anak.

19
Pada orang dewasa sehat terdapat persediaan vitamin A, sehingga gejala
defisiensi baru timbul 2 atau 3 tahun setelah orang tersebul tidak mendapat vitamin A
dalam dietnya. Gejala yang paling dini dan paling mudah dikenal ialah buta senja,
Defisiensi lebih berat menyebabkan gangguan pada mata yang berupa xeroftalmia,
timbulnya bercak Bitot, keratomalasia, dan akhirnya kebutaan.

Defisiensi vitamin A dilaporkan meningkatkan kepekaan jaringan epitel terhadap


karsinogenesis. Pada umumnya, jaringan yang berproliferasi cepat lebih sensitil terhadap
keadaan defisiensi retinol. Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan perubahan epitel,
dan ini dapat menyebabkan meningkatnya insidens infeksi saluran napas; terbentuknya
batu saluran kemih di sekitar sisa-sisa epitel yang rusak; kulit menjadi kering dengan
penebalan lapisan tanduk disertai timbulnya papel-papel terutama pada lengan dan
tungkai. Gangguan indra penciuman, perabaan dan pendengaran dapat terjadi akibat
keratinisasi. Kadang-kadang timbul diare yang mungkin disebabkan oleh perubahan-
perubahan pada epitel usus dan duktus pankreatikus.

Hipervitaminosis A. Hipervitaminosis A biasanya terjadi akibat penggunaan


vitamin A lebih dari 700-3000 IU/kg/hari untuk beberapa bulan sampai beberapa tahun.
Akan tetapi kerusakan hati pada anak dapat timbul sebagai akibat penggunaan vitamin
A dengan dosis yang sesuai AKG untuk orang dewasa selama beberapa tahun dan
dengan dosis 5 kali AKG selama 7-10 tahun pada orang dewasa. Gejalanya pada anak
antara lain pseudotumor serebri, tinitus, pelebaran Sutura dan ubun-ubun menonjol,
meningkatnya tekanan intrakranial, nyeri tulang, letargi, dermatitis eksfoliativa, pruritus;
stomatitis angular, hiperostosis dan paronikia. Dapat terjadi diplopia dan papiludem dan
selaniutnya atrofin optikus dan kebutaan. Gejala yang umum pada orang dewasa ialah
muntah, perubahan kulit, iritabel, sakit kepala, hipermenore dan kelemahan. Gejala
psikiatrik mungkin terlihat seperti depresi berat atau skizofrenia. Dapat terjadi
gangguan fungsi hati yang mungkin disertai hepatosplenomgali. Selain itu hiperkalsemia
berat dan asites juga dilaporkan terjadi. Hipervitaminosis A pada anak dan dewasa
dapat menyebabkan kekeringan kulit dan .membran mukosa, alopesia, anoreksia, brittle
narls, mialgia, ostealgia, artralgia, nyeri perut, splenomegali, anemia hipoplastik dengan
leukopenia. Kebanyakan gejala hilang bila obat dihentikan. Terhambatnya pertumbuhan
karena penutupan epifisis yang terlalu cepat dapat terjadi pada anak.

Teratogenisitas. Dosis berlebihan vitamin A pada binatang menimbulkan


malformasi pada SSP, mata, palatum dan saluran kemih. Oleh karena itu, dosis
melebihi AKG tidak dianjurkan selama kehamilan normal. Dilaporkan lerjadinya
delormitas pada bayi yang ibunya mendapat 25000 lU vitamin A segera sebelum dan
beberapa bulan pertama kehamilan.

Kebutuhan Manusia. Kebutuhan vitamin A yang dianjurkan per hari untuk


wanita 500 RE dan untuk pria 600 RE. Dosis karoten yang diperlukan kurang lebih 2
kali dosis vitamin A.

20
Farmakokinetik. Vitamin A diabsorpsi sempurna melalui saluran cerna dan
kadarnya dalam plasma mencapai puncak setelah 4 jam, tetapi absorpsi dosis besar
vitamin A kurang efisien. Gangguan absorpsi lemak akan menyebabkan gangguan
absorpsi vitamin A, maka pada keadaan ini dapat digunakan sediaan vitamin A yang
larut dalam air. Absorpsi vitamin A berkurang bila diet kurang mengandung protein,
atau pada penyakit infeksi tertentu, dan pada penyakit hati seperti hepatitis, sirosis
hati atau obstruksi biliaris. Berkurangnya absorpsi vitamin A pada penyakit hati
berbanding lurus dengan derajat insufisiensi hati. Sebelum diabsorpsi, sebagian retinol
akan mengalami hidrolisis dan reesterilikasi terutama menjadi palmitat, sedangkan
sebagian lain akan langsung diabsorpsi.

Dalam darah retinol terutama diikat oleh α1-globulin yang disebut Retinol
Binding Protein (RBP). RBP dalam sirkulasi membentuk kompleks dengan protein
prealbumin, sehingga liltrasi vitamin A melaluiginjaldapat dicegah dan jumlah vitamin
A berlebihan yang moncapai organ terbatas. Vitamin A terutama disimpan di dalann
hati sebagai palmitat, dalam jumlah kecil ditemukan juga diginjal, adrenal, paru, lemak
intraperitoneal dan retina. Vitamin A sukar melalui sawar uri dan jumlahnya dalam
ASI sangat bergantung pada jumlah diet si ibu. Metabolis vitamin A diekskresi melalui
urin dan tinja.

Kadar normal vitamin A dalam plasma ialah 100-230 unit/100 ml. Selama
cadangan vitamin A di hati cukup, kadar normal akan dipertahankan. Bila terjadi
penurunan kadar vitamin A berarti persedia- an vitamin A dalam hati sudah berkurang.
Gejala defisiensi vitamin A timbul bila kadar plasma di bawah 10-20 µg/100 ml. (0,3
µg-1 unit).

Absorpsi karoten tidak sebaik dan semudah absorpsi vitamin A. Proses ini juga
tergantung dari adanya empedu dan lemak yang diabsorpsi. Di dinding usus halus
karoten diubah menjadi vitamin A. Satu molekul B-karoten akan diubah menjadi 2
molekul retinal, sedangkan satu molekul alfa dan B-karoten masing-masing hanya
diubah menjadi satu molekul retinal. Sebagian besar retinal direduk- si menjadi retinol
untuk selanjutnya mengalami esterifikasi, sedangkan sebagian kecil retinal dioksidasi
menjadi asam retinoat.

Asupan karoten yang terlalu banyak dapat menyebabkan hiperkarotenemia yang


mengakibatkan kulit berwarna kuning. Berbeda dari ikterus, warna kuning pada kulit
ini tidak disertai warna kuning pada sklera.

Indikasi. Vitamin A diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan delisiensi


vitamin A. Untuk pencegahan tambahan vitamin A dapat dianjurkan untuk kebutuhan
meningkat misalnya pada bayi. Akan tetapi retinol sejumlah 20.000 IU/hari selama 1
atau 2 bulan pada bayi atau anak sehat dengan makanan yang baik mungkin dapat
menimbulkan gejala keracunan. Pada masa hamil dan laktasi dianjurkan untuk
meningkatkan asupan vitamin A meskipun hal ini juga tergantung pada jenis makanan
yang dimakan. Tambahan vitamin A juga diperlukan untuk penderita steatore, obstruksi

21
biliaris, sirosis hati, setelah gastrektomi total dan pada penyakit inleksi yang disertai
peningkatan ekskresi vitamin A mela- lui urin seperti pada nelritis menahun. Untuk
suplementasi makanan umumnya diperlukan vitamin A 5000 unit.

Buta senja yang disebabkan defisiensi vitamin A memberikan respons yang baik
terhadap vitamin A, tetapi keadaan defisiensi lebih lanjut ternyata sulit diobati. Hasil.
penelitian pada anak lndonesia (dibagian llmu Kesehatan Anak FKUI), menunjukkan
bahwa gejala defisiensi vitamin A dapat diatasi dengan pemberian vitamin A secara
suntikan sebanyak 100.000 unil untuk satu kali pemberian dan dilanjutkan dengan
pemberian oral. Tambahan suntikan 20,000 unit tiap minggu dapat dianiurkan.

Pemberian vitamin E bersama dengan vitamin A nannpaknya dapat


meningkatkan elektivitas vitamin A dan mencegah atau mengurangi kemungkinan
terjadinya hipervitaminosis A.

Vitamin A juga digunakan secara topikal untuk pengobatan berbagai infeksi


kulit, luka atau luka bakar, meskipun manfaatnya masih diragukan. Vitamin A juga
digunakan untuk pengobatan penyakit kulit tertentu seperti akne, psoriasis, dan iktiosis.
Tretinoin rnemberikan hasil baik untuk pengobatan penyakil kulit misalnya akne dan
iktiosis. Obat ini efektif dan aman bila digunakan topikal. lsotretinoin sama elektifnya
dengan tretinoin pada penyakit kulit.

Meskipun pada saat ini sedang diteliti kemungkinan manfaat vitamin A untuk
mencegah tumor kulit, kandung kemih, payudara dan lain jaringan epitel, penggunaan
vitamin A secara rutin untuk prolilaktik kanker tidak dianjurkan mengingat
toksisitasnya.

Interaksi. Jika tidak ada indikasi yang spesifik, dosis besar vitamin A
sebaiknya dihindarkan pada pasien yang mendapat pengobatan antikoagulan. Pada
beberapa pasien terlihat peningkatan respons hipoprotrombinemik terhadap warlarin
yang diberikan bersama vitamin A dosis besar (25.000 IU/hari).

Posologi. Vitamin A terdapat dalam berbagai sediaan untuk penggunaan secara


oral, suntikan dan topikal.Untuk penggunaan oral terdapat bentuk tablet, kapsul ataupun
larutan/sirup yang mengandung vitamin A saja atau dengan kombinasi vitamin D
ataupun vitamin lain dalam berbagai kombinasi dosis. Absorpsi vitamin A dalam
sediaan larutan air paling cepat dibandingkan bentuk emulsi dan larutan minyak (paling
lambat). Sediaan vitamin A dalam larutan air memberikan kadar plasma lebih tinggi
daripada vitamin A dalam minyak. Sebaliknya sediaan yang larut dalam minyak
menyebabkan penimbunan dalam hati lebih banyak dibandingkan dengan sediaan dalam
larutan air.

Vitamin A kapsul mengandung 3-15 mg retinol (10.000-50.000 IU) per kapsul,


Juga didapatkan sediaan tetes per oral. Sediaan suntikan dalam bentuk larutan yang
mengandung 50,000 IU vitamin A/ml dapat diberikan secara IM untuk penderita
malabsorbsi, mual, muntah dan gangguan mata yang berat. Dosis lebih dari 25.000

22
IU/hari hanya dapat diberikan pada pasien defisiensi berat. Peng- gunaan oral lebih
baik daripada parenteral, tetapi pemberian secara IM mungkin diperlukan unluk (1)
terapi jangka pendek bila absorpsi sangat tergang- gu; (2) adanya gangguan mata; atau
(3) bila penggunaan secara oral tidak memungkinkan.

Dosis pada defisiensi berat. Pemberian IM pada orang dewasa dan anak
berusia lebih dari 8 tahun: 50.000 - 100.000 IU/hari selama 3 hari diikuti dengan
50.000 IU/hari untuk 2 minggu. Pada anak 1- 8 tahun diberikan dosis 5000 - 15.000
lU/hari untuk 10 hari dan bayi 5000 - 10,000 IU/hari untuk 10 hari.

Dosis oral pada orang dewasa dan anak lebih dari 8 tahun ialah 100.000
IU/hari selama 3 hari di- ikuti dengan 50.000 IU/hari selama 2 minggu, dilanjutkan
dengan 10.000-20.000 IU/hari untuk 2 bulan. Dosis suplementasi tergantung makanan
dan tidak melebihiAKG.

Tretinoin, untuk penggunaan topikal dalam bentuk larutan 0,05%, krem 0,025-
0,1%, gel 0,025- 0,01%. Sediaan ini bersilat iritatil menyebabkan penglupasan kulit dan
digunakan untuk pengobatan akne dan lain penyakit kulit.

lsotretinoin, kapsul mengandung 1O, 20, 40 mg isotretinoin. Untuk pengobatan


akne biasanya dimulai dengan dosis 0,5-1 mg/kg/hari dibagi 2 dosis, maksimum 2
mg/kg. Lama terapi biasanya 15-20 minggu, bila diperlukan dapat diulangi dengan
interval 2 bulan. Dosis lebih rendah mungkin sama elektif tetapi kekambuhan lebih
sering teriadi lsotretinoin iuga digunakan untuk berbagai keadaan keratinisasi tetapi
mungkin diperlukan dosis lebih besar.

Etretinat, kapsul mengandung 10 dan 25 mg etretinat, Untuk pengobatan


psoriasis dosis awal biasanya 0,75-1 mg/kg, maksimum 1,5 mg/kg.

2.3.2 Vitamin D

Sejarah Dan Kimia. Vitamin D, senyawa yang larut dalam lemak, terbukti
berguna untuk mencegah dan mengobati rakitis yaitu penyakit yang banyak terdapat
pada anak, terutama di daerah yang kurang mendapat sinar matahari. Pada tahun 1920
Mellanby dan Huldschinsky mendapatkan bahwa rakitis dapat dicegah ataupun diobati
dengan minyak ikan atau dgngan sinar matahari yang cukup. Ternyata slerol yang
terdapat pada hewan ataupun tumbuh-tumbuhan merupakan provitamin D yang dengan
penyinaran ultraviolet akan diubah menjadi vitamin D.

Provitamin yang terutama didapatkan pada jaringan hewan, ialah 7-


dehidrokolesterol yang akan diubah menjadi vitamin D3 (kolekalsiferol). Provitamin D
yang terdapat pada ragi dan jamur ialah ergosterol yang akan diubah menjadi vitamin
D2 (kalsiferol). Selain itu, 7-dehidrokolesterol juga disintesis pada kulit. Potensi vitamin
D2 dan D3 pada manusia praktis tidak berbeda.

Farmakodinami. Fisiologi. Vitamin D mempunyai 2 fungsi fisiologi sebagai


pengatur homeostatik kalsium plasma. Pengaturan ini diperlukan untuk

23
mempertahankan kadar kalsium dan Fosfat plasma yang penting untuk mineralisasi
tulang dan untuk mempertahankan lungsi normal neuromuskular serta lungsi lain yang
bergantung pada kalsium.

Pengaturan homeostatik kalsium plasma. Vitamin D berefek meningkatkan


absorpsi kalsium dan fosfat melalui usus halus, sehingga menjamin kebutuhan kalsium
dan fosfat yang cukup untuk tulang, Selain itu, vitamin D memperlihatkan efek
mobilisasi kalsium lulang dari tulang tua ke dalam plasma (resorpsi tulang) untuk
selanjutnya mungkin digunakan pada mineralisasi tulang baru. Namun, pengaruhnya
langsung pada mineralisasi tulang belum pernah dibuktikan, hanya laju pembentukan
tulang yang normal agaknya lerjadi pada kadar kalsium dan fosfat yang adekuat dan
transfer kalsium yang berjalan timbal-balik antara tulang dan plasma merupakan hal
yang penting pada pengaturan kadar kalsium plasma.

Selain oleh vitamin D, pengaturan kadar kalsium plasma dipengaruhi juga oleh
hormon paratiroid (HPT) dan kalsitonin. HPT berefek meningkatkan absorpsi kalsium
dari usus halus, mempercepat transfer kalsium dari tulang dan meningkatkan reabsorpsi
kalsium oleh ginjal, sedangkan kalsitonin menurunkan kadar ion kalsium plasma. HPT
disekresi bila kadar ion kalsium menurun, sebaliknya kalsitonin dirangsang sekresinya
bila kadar ion kalsium plasma meningkat. Turunnya kadar ion kalsium disebabkan
terutama oleh berkurangnya resorpsi kalsium dari tulang.

Peran vitamin D pada pengaturan ekskresi kalsium dan fosfat oleh ginjal masih
belum jelas. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa elek langsung dari dosis
fisiologik ialah meningkatkan reabsorpsi kalsium dan fosfat di tubuli proksimal.

Defisiensi Vitamin D. Pada defisiensi vitamin D terjadi penurunan kadar


kalsium plasma, selanjutnya merangsang sekresi HPT yang berakibat meningkatnya
resorpsi tulang. Pada bayi dan anak hal ini mengakibatkan gangguan pertumbuhan
tulang yang dikenal sebagai penyakit rakitis. Berkurangnya kalsifikasi menyebabkan
deformitas tulang seperti kifosis, skoliosis, tulang tasbeh pada dada, kraniotabes pada
anak usia di bawah satu tahun dan genu varus atau genu valgus pada anak yang sudah
dapat berjalan. Pada orang dewasa, defisiensi vitamin D menyebabkan osteomalasia
yang ditandai oleh berkurangnya densitas tulang, sedangkan deformitas tulang hanya
terjadi pada kasus yang lanjut.

Hipervitaminosis D. Hipervitaminosis D dapat timbul akibat asupan vitamin D


yang berlebihan, Terdapat variasi yang besar dari jumlah vitamin D yang dapat
menyebabkan hipervitaminosis D. Secara kasar diperkirakan 50.000 unit vitamin D tiap
hari terus menerus, dapat mengakibatkan keracunan, tetapi pada anak-anak keracunan
dapat timbul dengan dosis yang relatif kecil.

Gejala hipervitaminosis D berupa hiperkalsemia, kalsilikasi ektopik pada


jaringan lunak (misalnya ginjal, pembuluh darah, jantung dan paru), anoreksia, mual,
diare, sakit kepala, hipertensi dan hiperkolesterolemia. Hiperkalsemia dapat
menyebabkan gangguan fungsi ginjal dengan gejala poliuria, polidipsia, nokturia.

24
Mobilisasi kalsium dari tulang menyebabkan osteoporosis lokal atau umum yang terlihat
pada pemeriksaan radiologik. Perubahan yang khas ialah terdapatnya peningkatan kadar
kalsium dan nitrogen nonprotein plasma. Asupan vitamin D yang berlebihan pada ibu
hamil dihubungkan dengan timbulnya stenosis aorta supravalvular kongenital
nonfamilial pada fetus yang dilahirkan. Selain ilu, hiperkalsemia pada ibu hamil dapat
menekan lungsi paratiroid bayi yang dilahirkan, sehingga dapat menimbulkan
hipokalsemia dan tetani.

Hipervitaminosis D diatasi dengan penghen- tian pemberian vitamin D, diet


rendah kalsium, minum banyak dan pemakaian glukokortikoid untuk mengurangi
absorPsi kalsium.

Kebutuhan Sehari. Bayi memerlukan 400 unit/ hari. Jumlah tersebut juga
diperkirakan cukup untuk anak, orang dewasa, pada masa hamil dan laktasi.

Farmakokinetik. Absorpsi vitamin D melalui saluran cerna cukup baik. Vitamin


D3 diabsorpsi lebih cepat dan lebih sempurna. Gangguan lungsi hati, kandung empedu
dan saluran cerna sepeni steatore akan mengganggu absorpsi vitamin D. Dalam
sirkulasi vitamin D diikat oleh α-globulin yang khusus dan selanjutnya disimpan pada
lemak tubuh untuk waktu lama dengan masa paruh 19-25 jam. 25-hidrok-
sikolekalsiferol (25-HCC) mempunyai alinitas yang lebih besar terhadap protein
pengikat sehingga masa paruh dapat mencapai 19 hari.

Aktivasi vitamin D. Vitamin D disimpan dalam bentuk inert di dalam tubuh,


untuk menjadi bentuk aktif vitamin D harus dimetabolisme lebih dahulu melalui
serangkaian proses hidroksilasi di ginial dan hati. Metabolit terpenting ialah 25-HCC
yang dibentuk di hati dan 1,25-dihidroksikofekalsiferol (1,25-DHCC) yang dibentuk dari
25-HCC di ginjal. 1,2s-DHCC jauh lebih efektif daripada 25-HCC dalam meningkatkan
absorpsi dan mobilisasi kalsium. Hidroksilasi ini diatur oleh mekanisme umpan balik
negatif dari kadar ion kalsium plasma.

Ekskresi vitamin D terutama melalui empedu dan dalam jumlah kecil ditemukan
dalam urin. Pada pasien yang mendapat antikonvulsi misalnya fenitoin dan fenobarbital
untuk jangka lama didapatkan insidens rakitis dan osteomalasiayang tinggi meskipun
kadar 1,25 DHCC pada pasien yang mengalaminya tetap normal. Selanjutnya beberapa
peneliti mendapatkan bahwa terapi antikonvulsi menyebabkan target organ menjadi
lebih resisten terhadap vitamin D sehingga absorpsi kalsium melalui usus halus dan
resorpsi tulang berkurang. Hal inilah yang menjadi penyebab terjadinya rakitis dan
osteomalasia pada pasien tersebut di atas.

Sediaan Dan Indikasi. Vitamin D terdapat dalam beberapa macam bentuk


sediaan, misalnya dalam minyak ikan yang biasanya juga mengandung vitamin A,dalam
sediaan multivitamin, dalam sediaan yang mengandung campuran dengan kalsium dan
sediaan yang hanya mengandung vitamin D saja. Selain itu, terdapat sediaan yang
mengandung metabolit vitamin D misalnya 25-HCC dan 1,25-DHCC dan yang
mengandung dihidrotakisterol, suatu analog vitamin D hasil reduksi vitamin D2 atau

25
D3, yang pada dosis besar lebih efektif daripada vitamin D dalam mobilisasi kalsium
tulang. Jumlah vitamin D yang dikandung pada sediaan bervariasi antara 200-1.000
IU.

Selain untuk pencegahan dan pengobatan rakitis, vitamin D antara lain


digunakan untuk osteomalasis, hipoparatiroidisme dan tetani infantil, dan untuk keadaan
lain dengan alasan penggunaan yang belum atau tidak diketahui misalnya pada
psoriasis, artritis dan hay-fever. Vitamin D juga diguna kan untuk hipofosfatemia pada
pasien sindrom Fanconi dan pasien osteoporosis. Pemberian dosis besar vitamin D
untuk pasien osteoporosis masih diragukan hasilnya dan dapat berbahaya.

Rakitis. Dosis vitamin D 1.000 unit per hari akan mengembalikan kadar
kalsium dan fosfat plasma menjadi normal setelah kurang lebih 10 hari, sedangkan
hasil pemeriksaan radiologik akan menunjukkan penyembuhan dalam waktu 3 minggu.
Untuk mempercepat penyembuhan kadang-kadang digunakan dosis 3.000-4.000 unit per
hari. Pada keadaan tertentu diperlukan dosis besar yaitu 20.000- 60.000 unit per hari
untuk rakitis metabolik yang vitamin D dependent; 50.000-200.000 unit per hari untuk
rakitis yang resisten terhadap vitamin D; dan 20.000-200.000 unit per hari untuk
osteodistrofi ginjal.

Tetani infantil. Gejala penyakit ini paling cepat diatasi dengan pemberian
kalsium, sedangkan pemberian vitamin D berguna untuk menjamin absorpsi kalsium
yang cukup.

Hipoparatiroidisme. Pada keadaan ini diperlukan vitamin D dosis besar yaitu


50.000-250.000 unit sebagai dosis penunjang. Selain itu, dapat juga digunakan
dihidrotakisterol yang mula kerjanya lebih cepat dan masa kerjanya lebih singkat.
Untuk mencegah hiperkalsemia maka kadar kalsium darah harus sering diperiksa.

Profilaksis. Pemberian vitamin D untuk tuiuan pencegahan antara lain


diperlukan untuk penyakit dengan ganguan absorpsi vitamin D seperti diare steatore,
obstruksi biliaris. Tambahan vitamin D mungkin diperlukan pada masa hamil, laktasi
dan pada orang tua agar asupan vitamin D per hari 400 IU. Bila dosis lebih besar
digunakan untuk jangka lama, kadar kalsium darah dan dalam urin 24 jam harus sering
dimonitor. Kalsium darah harus diper tahankan pada kadar 9-10 mg/dl. Pada bayi
prematur atau bayi yang mendapat ASI dalam jumlah yang tidak cukup diperlukan
dosis pencegahan 400 IU/hari. Bayi yang kemungkinan besar mengalami rakitis
(misalnya pada sindrom malabsorpsi, lahir dari ibu yang mengalami defisiensi vitamin
D) memerlukan sampai 30.000 IU/hari.

2.3.3 Vitamin E

Sejarah Dan Kimia

Pada tahun 1922 Evans dan Bishop menyatakan bahwa tikus betina
membutuhkan bahan makanan penting untuk mempertahankan kehamilan. Kekurangan
zat tersebut dapat menyebabkan kematian dan resorpsi janin, sedangkan pada tikus
26
jantan dapat menyebabkan sterilitas. Karena itu dahulu vitamin E disebut juga vitamin
antisterilitas, tetapi kemudian ternyata bahwa defisiensi vitamin E menimbulkan efek
yang lebih luas.

Vitamin E antara lain didapatkan pada telur, susu, daging, buah-buahan, kacang-
kacangan dan sayur-sayuran misalnya selada dan bayam. Terdapat 8 jenis tokoferol
alam yang mempunyai aktivitas vitamin E. Alla-tokoferol merupakan bentuk yang
paling penting karena merupakan 90% dari tokoferol yang berasal dari hewan dengan
aktivitas biologik yang paling besar. Bentuk d-lebih aktif dari bentuk I. Struktur α-
tokoferol hampir sama dengan koenzim Q yang terdapat di dalam jaringan tubuh.
Tokoferol bersilat antioksidasi dan akan rusak bila terkena udara atau sinar ultraviolet.

Farmakodinamik. Mengenai efek dan mekanisme kerja vitamin E masih banyak


pertentangan pendapat. Diduga aktivitasnya berhubungan dengan sifat antioksidasi yang
dimilikinya. Sebagai antioksidan, vitamin E agaknya mencegah oksidasi bagian sel
yang penting atau mencegah terbentuknya hasil oksidasi yang toksik, misalnya hasil
peroksidasi asam lemak tidak jenuh. Pada hewan coba diet yang kaya akan asam
lemak tidak jenuh membutuhkan vitamin E lebih banyak. Beberapa zat yang terdapat
pada makanan misalnya selenium, asam amino yang mengandung sulfur, koenzim Q
dapat menggantikan vitamin E. Sebagian gejala defisiensi vitamin E pada hewan dapat
dicegah atau diatasi oleh zat-zat tersebut. Kelihatannya vitamin E juga memegang
peran penting dalam sintesis heme. Fungsi lain adalah meningkatkan utilisasi dari
vitamin A, absorpsi, kadar di hati dan sel lain. Vitamin E menghambat produksi
prostaglandin, dan merangsang kolaktor yang penting pada metabolisme steroid.
Vitamin E juga membantu mernpertahankan fungsi dan struktur saraf.

Defisiensi vitamin E. Vitamin E banyak terdapat pada makanan, maka


detisiensi vitamin E biasanya lebih sering disebabkan oleh gangguan absorpsi misalnya
steatore, obstruksi biliaris dan penyakit pankreas. Tidak dikenal gejala defisiensi
vitarnin E yang khas pada orang dewasa. Bayi prematur dengan makanan yang kaya
akan asam lemak tidak jenuh ganda dan kurang akan vitamin E mengalami lesi kulit,
anemia hemolitik dan udem. Pada hewan, defisiensi vitamin E dapat menyebabkan
gangguan reproduksi seperti sterilitas dan resorpsi fetus, distrofia otot, nekrosis
miokard, payah jantung dan anemia. Anemia terjadi karena gangguan hematopoiesis
dan penghancuran eritrosit yang terlalu cepat. Agaknya tokoferol melindungi lemak
pada membran eritrosit dari peroksidasi yang menyebabkan kerusakan membran dan
hemolisis. Atas dasar gejala yang timbul akibat defisiensi vitamin E pada hewan,
seringkali vitamin E digunakan untuk pengobatan penyakit dan gejala yang mirip
dengan keadaan tersebut pada manusia.

Hipervitaminosis E. Pemakaian vitamin E dosis besar untuk waktu lama dapat


menyebabkan kelemahan otot, gangguan reproduksi dan gangguan saluran cerna.
Gejala-gejala ini hilang dalam beberapa minggu setelah asupan yang berlebihan
dihentikan.

27
Kebutuhan Sehari. Pada orang lndonesia kebutuhan ini belum diketahui.
Diperkirakan asupan 10-30 mg vitamin E cukup untuk mempertahankan kadar normal
di dalam darah. Kebutuhan vitamin E umumnya sudah dipenuhi oleh makanan sehari-
hari. Diet yang kaya akan asam lemak tidak jenuh akan meningkatkan kebutuhan
vitamin E per hari. Akan tetapi makanan yang mengandung asam lemak tidak jenuh
misalnya margarin, minyak sayur juga kaya akan vitamin E. Diet yang mengandung
antioksidan, selenium dan asam amino yang mengandung sulfur akan mengurangi
kebutuhan vita min E. Kebutuhan vitamin E mungkin meningkat bila lingkungan kaya
oksigen atau pada penderita yang mendapat terapi sediaan besi atau mendapat dosis
besar hormon tiroid. Lesi kulit, perubahan hematologik dan edema terjadi pada bayi
prematur yang mendapat makanan/susu formula yang kaya asam lemak tak jenuh dan
rendah vitamin E; defisiensi vitamin E dapat diperberat oleh suplementasi besi dosis
besar. Penyembuhan terjadi bila diberikan α-tokoferol 25-50 mg/hari atau pengurangan
suplementasi besi dan jumlah asam lemak tak jenuh.

Farmakokinetik. Vitamin E diabsorpsi baik melalui saluran cerna. Dalam darah


terutama terikat dengan beta-lipo-protein dan didistribusi ke semua jaringan. Vitamin E
sukar melalui sawar uri, sehingga bayi yang baru lahir hanya mempunyai kadar
tokoferol plasma kurang lebih 1/5 kadar tokoferol plasma ibunya, tetapi ASI
mengandung α-tokoferol yang cukup untuk bayi. Gudang vitamin E di jaringan tubuh
dapat merupakan sumber vitamin E untuk waktu larna. Kebanyakan vitamin E
diekskresi secara lambat ke dalam empedu, sedangkan sisanya diekskresi melalui urin
sebagai glukuronida dari asam tokoferonat atau metabolit lain.

Sediaan Dan Indikasi. Vitamin E terdapat dalam bentuk d atau campuran d


dan I isomer dari tokoferol, α-tokoferol asetat, α-tokoferol suksinat. Sediaan oral, antara
lain dalam bentuk tablet dan kapsul, mengandung 30-1.000 IU, Untuk suntikan tersedia
larutan yang mengandung 100 atau 200 IU/ml. Selain itu vitamin E juga terdapat
dalam sediaan campuran dengan vitamin lain. Penggunaan vitamin E hanya
diindikasikan pada keadaan defisiensi yang dapat terlihat dari kadar serum yang rendah
dan atau peningkatan fragilitas eritrosit terhadap hidrogen peroksida. Hal ini dapat
terjadi pada bayi prematur dengan berat badan yang rendah, pada penderita-penderita
dengan sindrom malabsorpsi dan steatore, dan penyakit dengan gangguan absorpsi
lemak. Penggunaan vitamin E untuk penyakit-penyakit yang mirip dengan keadaan
yang timbul sebagai akibat defisiensi vitamin E pada hewan, misalnya distrofia otot,
abortus habitualis, sterilitas, toksemia gravidarum, penyakit jantung dan penyakit
pembuluh darah perifer, ternyata hasilnya mengecewakan.

Juga tidak didapatkan bukti-bukti yang menyokong manfaatnya untuk profilaksis


terhadap kanker, kerusakan paru akibat polusi udara atau proses penuaan,
arteriosklerosis. Vitamin E tidak efektif untuk radang kulit, sindrom menopause, tukak
peptik, luka bakar dan porfiria. Selain itu masih diperlukan penelitian lebih lanjut
mengenai manfaat vitamin E dosis besar untuk mengurangi insidens dan beratnya
retinopati pada prematur.

28
Beberapa penelitian melaporkan adanya respons yang baik terhadap α-tokoferol
pada anemia megaloblastik makrositer yang terdapat pada anak PCM, anemia hemolitik
pada bayi prematur, anemia hemolitik pada sindrom akantositosis dan anemia hemolitik
pada sindrom malabsorpsi yang ditandai oleh steatore. Untuk anemia hemolitik pada
bayi prematur, digunakan dosis 200-800 mg α-tokoferol asetat/hari, dan untuk anemia
hemolitik pada sindrom akantositosis digunakan dosis 100 mg/hari α-tokoferol asetat
secara parenteral.

2.3.5 Vitamin K

Sejarah Dan Kimia

Tahun 1929 Dam mendapatkan perdarahan spontan pada ayam dengan diet yang
tidak sempurna. Selanjutnya ternyata perdarahan tersebut dapat diatasi dengan
memberikan suatu zat yang larut dalam lemak yang diberi nama vitamin K
(koagulation vitamin).

Dikenal 2 jenis vitamin K alam, yaitu vitamin K1 (filokuinon=fitonadion) dan


vitamin K2 (senyawa menakuinon), dan 1 jenis vitamin K sintetik. Vitamin K1, yang
digunakan untuk pengobatan, terdapat pada kloroplas sayuran berwarna hijau dan buah-
buahan. Vitamin K2 disintesis oleh bakteri usus terutama oleh bakteri Gram-positif.
Vitamin K sintetik yaitu vitamin K3 (menadion) merupakan derivat naftokuinon, dengan
aktivitas yang mendekati vitamin K alam. Derivatnya yang larut dalam air, menadion
natrium difosfat, didalam tubuh diubah menjadi menadion.

Farmakodinamik. Pada orang normal vitamin K tidak mempunyai aktivitas


farmakodinamik (tetapi pada penderita defisiensi vitamin K, vitamin ini berguna untuk
meningkatkan biosintesis beberapa faktor pembekuan darah yaitu protrombin, faktor
VII (prokonvertin), faktor IX (faktor Christmas) dan faktor X (faktor Stuqrt) yang
berlangsung dihati. Mekanisme kerja vitamin K ini masih belum diketahui dengan
pasti.

Kebutuhan Manusia. Jumlah kebutuhan manusia akan vitamin K tidak


diketahui dengan jelas, tetapi rupanya kebutuhan tersebut sangat kecil. Pada orang
dewasa sehat, kebutuhan akan vitamin K biasanya sudah terpenuhi dari makanan dan
hasil sintesis oleh bakteri usus. Sintesis vitamin K oleh bakteri usus sekitar 50% dari
kebutuhan vitamin K per hari.

Defisiensi Vitamin K. Defisiensi vitamin K menyebabkan hipoprotrombinemia


dan menurunnya kadar beberapa faktor pembekuan darah, sehingga waktu pembekuan
darah memanjang dan dapat terjadi perdarahan spontan seperti: ekimosis, epistaksis,
hematuria, perdarahan saluran cerna, perdarahan intrakranial, perdarahan pascabedah
dan kadang-kadang hemoptisis.

lntoksikasi. Pemberian filokuinon secara IV yang terlalu cepat dapat


menyebabkan kemerahan pada muka, berkeringat, bronkospasme dan sianosis, sakit pada
dada, dan kadang-kadang dapat menyebabkan kematian. Akan tetapi belum diketahui
29
dengan jelas apakah memang disebabkan oleh vitamin K atau bahan lain yang
terdapat pada sediaan tersebut. Juga dilaporkan timbulnya hiperbilirubinemia pada bayi
yang mendapat filokuinon.

Menadion bersilat iritatif pada kulit dan saluran napas. Larutan menadion dapat
menyebabkan kulit melepuh. Pada bayi terutama bayi prematur, menadion dan
derivatnya dapat menyebabkan anemia hemolitik, hiperbilirubinemia dan ikterus.
Menadion juga menimbulkan hemolisis pada penderita yang eritrositnya kurang
mengandung glukosa-6-fosfat- dehidrogenase. Pada penderita dengan penyakit hati yang
berat,pemberian dosis besar filokuinon atau menadion dapat lebih memperberat
hipoprotrombinemia.

Farmakokinetik. Absorpsi vitamin K melalui usus sangat tergantung dari


kelarutannya. Absorpsi filokuinon dan menakuinon hanya berlangsung baik bila terdapat
garam-garam empedu, sedangkan menadion dan derivatnya yang larut air dapat
diabsorpsi walaupun tidak ada empedu. Berbeda dengan filokuinon dan menakuinon
yang harus melalui saluran limfe lebih dahulu, menadion dan derivatnya yang larut air
dapat langsung masuk ke sirkulasi darah. Vitamin K alam dan sintetik diabsorpsi
dengan mudah setelah penyuntikan IM. Bila terdapat gangguan absorpsi vitamin K akan
terjadi hipoprotrombinemia setelah beberapa minggu, sebab persediaan vitamin K di
dalam tubuh hanya sedikit.

Metabolisme vitamin K di dalam tubuh tidak banyak diketahui. Pada empedu


dan urin hampir tidak ditemukan bentuk bebas, sebagian besar dikonyugasi dengan
asam glukuronat. Pemakaian antibiotik sangat mengurangi jumlah vitamin K dalam
tinja, yang terutama merupakan hasil sintesis bakteri usus.

Sediaan Dan Indikasi. Tablet fitonadiort (vitamin K1) 5 mg. Emulsi fitonadion
yang mengandung 2 atau 10 mg/ml, untuk parenteral.

Tablet menadion 2,5; dan 10 mg, Larutan menadion dalam minyak yang
mengandung 2, 10, dan 25 mg/ml, untuk pemakaian IM.

Tablet menadion natrium bisulfit 5 mg. Larutan menadion natrium bisulfit yang
mengandung 5 dan 10 mg/ml, untuk pemakaian parenteral.

Tablet menadiol natrium difosfat 5 mg. Larutan menadiol natrium difosfat yang
mengandung 5 dan 10 mg/ml, untuk pemakaian parenteral.

Vitamin K berguna untuk mencegah atau mengatasi perdarahan akibat defisiensi


vitamin K. Defisiensi vitamin K dapat terjadi akibat gangguan absorpsi vitamin K,
berkurangnya bakteri yang mensintesis vitamin K pada usus dan pemakaian
antikoagulan tertentu yang dapat mempengaruhi aktivitas vitamin K. Defisiensi vitamin
K akibat asupan yang tidak mencukupi jarang terjadi, karena vitamin K terdapat pada
banyak jenis makanan dan juga disintesis oleh bakteri usus. Gangguan absorpsi vitamin
K dapat terjadi pada penyakit obstruksi biliaris dan gangguan usus seperti sariawan,
enteritis, enterokolitis dan reseksi usus. Pemakaian obat seperti antibiotik dan
30
sulfonamid untuk waktu lama dapat mengurangi bakteri yang mensintesis vitamin K di
usus.

Pada bayi baru lahir hipoprotrombinemia dapat terjadi terutama karena belum
adanya bakteri yang mensintesis vitamin K di usus dan tidak adanya depot vitamin K.
Karena itu dianjurkan untuk memberikan profilaksis vitamin K secara rutin pada bayi
yang baru dilahirkan. Filokuinon yang rupanya kurang toksik merupakan obat terpilih
unluk tindakan pencegahan tersebut dan diberikan sejumlah 0,5-1 mg IM atau IV
segera setelah bayi dilahirkan. Dosis ini dapat ditambah atau diulangi setelah 1 minggu
bila si ibu mendapat pengobatan antikoagulan atau antikonvulsi, atau bila terdapat
kecenderungan timbulnya perdarahan. Tindakan pencegahan ini dilakukan juga pada
bayi prematur atau bayi aterm yang dilahirkan dengan bantuan forseps atau ekstraksi
vakum, dan diberikan dengan dosis 2,5 mg untuk 3 hari berturut-turut. Untuk
pengobatan perdarahan pada bayi dapat diberikan 1 mg IM atau IV dan bila perlu
dapat diulangi setelah 8 jam.

Antikoagulan, misalnya derivat kumarin, mengadakan hambatan bersaing dengan


vitamin K sehingga dapat menyebabkan hipoprotrombinemia dan perdarahan.
Hipoprotrombinemia berat dan perdarahan ini dapat diatasi dengan vitamin K dalam
beberapa jam, dalam hal ini fjauh lebih efektif daripada menadion dan derivatnya.
Keadaan yang ringan dapat diatasi dengan menghentikan atau mengurangi dosis
antikoagulan tersebut, atau dengan pemberian dosis tunggal 1-5 mg filokuinon. Bila
perdarahan hebat, diperlukan 20-40 mg filokuinon yang diberikan dengan segera di
samping transfusi darah segar. Bila perlu setelah 4 jam diberikan lagi filokuinon.

Vitamin K mungkin bermanfaat pada hipoprotrombinemia yang disebabkan oleh


pemakaian salisilat dosis besar, racun ular yang menginaktivasi protrombin atau asupan
vitamin A yang berlebihan.

Pada penyakit hepatoselular, misalnya hepatitis dan sirosis hati, dapat terjadi
hipoprotrombinemia karena sel hati tidak dapat membentuk faktor-faktor pembekuan
darah. Pada keadaan ini pemberian vitamin K biasanya tidak akan memberikan hasil
yang baik, bahkan dosis yang besar pada hepatitis dan sirosis yang berat dapat
memperberat hipoprotrombinemia. Dengan memanfaatkan respons hipoprotrombinemia,
pemberian vitamin K parenteral dapat digunakan untuk membedakan ikterus akibat
obstruksi biliaris atau akibat penyakit hepatoselular.

2.4 Mineral Yang Dibutuhkan Dalam Jumlah Relatif Banyak

2.4.1 Kalsium

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak didapatkan di dalam tubuh.


Untuk absorpsinya diperlukan vitamin D. Kebutuhan kalsium meningkat pada masa
pertumbuhan, selama laktasi dan pada wanita pascamenopause. Bayi yang mendapat
susu buatan memerlukan tambahan kalsium. Selain itu asupan kalsium juga perlu
ditingkatkan bila makanan banyak mengandung protein dan/ atau fosfor. Banyak peneliti

31
yang menganjurkan asupan sekitar 1,2 g/hari untuk pasien alkoholik, sindrom
malabsorpsi dan pasien-pasien yang mendapat kortikosteroid, isoniazid, tetrasiklin atau
antasid yang mengandung aluminium.

2.4.2 Fosfor

Mineral ini terlibat dalam penggunaan vitamin B kompleks di dalam tubuh.


Fosfor terdapat pada semua jaringan tubuh dan di dalam tulang dan gigi didapatkan
dalam jumlah yang hampir sama dengan kalsium. Fosfor sangat penting sebagai bufer
cairan tubuh. Lemak, protein, karbohidrat dan berbagai enzim yang berperan dalam
transfer energi mengandung mineral ini. Makanan dengan komposisi yang baik sudah
mengandung fosfor yang cukup. Perbandingan kandungan kalsium dan fosfor dalam
makanan dianjurkan 1 : 1. Pada orang dewasa defisiensi umumnya tidak terjadi kecuali
pada alkoholisme, penggunaan antasid yang tidak dapat diabsorpsi untuk jangka lama,
muntah berkepanjangan, pasien penyakit hati atau hiperparatiroidisme.

2.4.3 Magnesium

Magnesium mengaktivasi banyak sistem enzim (misalnya alkali fosfatase, leusin


aminopeptidase) dan merupakan kofaktor yang penting pada fosforilasi oksidatif,
pengaturan suhu tubuh, koniraktilitas otot dan kepekaan saraf. Pada orang sehat dengan
makanan yang bervariasi defisiensi magnesium jarang teriadi. Kebutuhan akan
magnesium tergantung pada jumlah protein, kalsium dan fosfor yang dimakan.

Hipomagnesemia meningkatkan kepekaan saraf dan transmisi neuromuskuler.


Pada keadaan defisiensi berat mengakibatkan tetani dan konvulsi. Hipomagnesemia
dapat teriadi pada pasien alkoholik, kwashiorkor, tetani infantil, diabetes, sindrom
malabsorpsi, hiper atau hipoparatiroidisme, penyakit ginjal, selama terapi diuretik, pada
pasien yang hanya mendapat makanan secara parenteral, pasca bedah.

Hipermagnesemia menyebabkan vasodilatasi perifer dan hilangnya refleks tendon,


mempunyai efek seperti kurare pada sambungan saraf-otot dan menghambat penglepasan
katekolamin dari kelenjar adrenal. Kegagalan pernapasan dan henti jantung dapat
terjadi selelah dosis sangat besar.

2.4.4 Kalium

Perbedaan kadar kalium (kation utama dalam cairan intrasel) dan natrium
(kation utama dalam cairan ekstrasel) mengatur kepekaan sel, konduksi impuls saraf
dan keseimbangan dan volume cairan tubuh.

Meskipun defisiensi jarang terjadi pada individu yang mendapat makanan yang
cukup, hipokalemia dapat terjadi pada anak-anak yang makanannya tidak mengandung
protein. Penyebab hipokalemia yang paling sering adalah terapi diuretik terutama
tiazid. Lain penyebab hipokalemia adalah diare yang berkepanjangan terutama pada
anak, hiperaldosteronisme, terapi cairan parenteral yang tidak tepat atau tidak

32
mencukupi, penggunaan kortikosteroid atau laksan jangka lama. Aritmia jantung dan
gangguan neuromuskular merupakan akibat hipokalemia yang paling berbahaya.

Hiperkalemia paling sering disebabkan gangguan ekskresi kalium oleh ginjal


yang dapat terjadi pada pasien dengan insulisiensi korteks adrenal, gagal ginjal akut,
gagal ginjal kronik terminal, suplementasi vitamin K yang tidak sesuai dosis atau
indikasinya, atau penggunaan antagonis aldosteron. Aritmia jantung dan gangguan
konduksi merupakan gejala sisa yang paling berbahaya. Lain manifestasi hiperkalemia
termasuk kelemahan dan parestesia.

2.4.5 Natrium

Natrium, penting untuk membantu mempertahankan volume dan keseimbangan


cairan lubuh. Kadarnya dalam cairan tubuh diatur oleh mekanisme homeostatik. Banyak
individu mengkonsumsi natrium melebihi dari yang dibuluhkan. Pembatasan natrium
seringkali dianjurkan pada pasien gagal jantung kongestif, sirosis hati dan hipertensi.
Asupan yang kurang dari normal yang dimulai sejak masa kanak-kanak dan berlanjut
sampai dewasa dapat membantu pencegahan hipertensi pada individu tertentu. Akan
tetapi pembatasan natrium pada wanita sehat selama kehamilan tidak dianjurkan.

Hipernatremia jarang ditemui pada individu sehat tetapi dapat terjadi setelah
diare atau muntah yang lama terutama pada bayi, pada gangguan ginjal, librosis kistik
atau insulisiensi korteks adrenal, atau pada penggunaan diuretik tiazid. Keringat yang
berlebihan dapat mengakibatkan kehilangan natrium yang banyak dan perlu diganti
dalam bentuk air dan NaCl.

2.4.6 Klorida

Klorida merupakan anion yang paling penting dalam mempertahankan


keseimbangan elektrolit. Alkalosis metabolik hipokloremik dapat terjadi setelah muntah
yang lama atau penggunaan diuretik berlebihan. Kehilangan klorida berlebihan dapat
menyertai kehilangan berlebihan natrium. Kemungkinan terjadinya hiperkalemia perlu
dipertimbangkan bila terpaksa menggunakan KCI sebagai pengganti klorida yang
hilang.

2.4.7 Sulfur

Beberapa asam amino, tiamin dan biotin mengandung sulfur. Meskipun sulfur
esensial untuk manusia fungsinya yang tepat selain sebagai komponen tersebut di atas
tidak diketahui. Demikian pula sampai saat ini belum diketahui kebutuhannya per hari.

2.5 Unsur Hara (Trace Elements)

2.5.1 Fluor

Fluor terdapat pada gigi dan bermanfaat untuk menurunkan insidens karies
dentis terutama pada anak. Selain itu fluor juga membantu retensi kalsium pada tulang.

33
Akan tetapi bukti-bukti yang menunjukkan bahwa suplementasi fluor bermanfaat untuk
mencegah atau memperbaiki penyakit tulang seperti osteoporosis masih kontroversial.

Fluoridasi air minum dengan kadar optimum 0,7-1 ,2 ppm merupakan cara yang
paling efisien dan ekonomis untuk menjamin asupan fluor yang cukup. Dengan
fluoridasi air minum dan penggunaan pasta gigi yang mengandung fluor maka
prevalensi karies dentis menurun 30% - 60% pada 2O tahun terakhir ini. Suplementasi
fluor hanya dibutuhkan bila kandungan fluor dalam air minum kurang dari 0,7 ppm
dan dosis yang diperlukan tergantung dari kandungan fluor dalam air tersebut (Tabel
4s-2).

Toksisitas menahun (fluorosis) biasanya akibat pajanan jangka lama dengan


insektisida atau debu industri atau meminum air yang mengandung fluor > 4 ppm
untuk jangka lama. Fluorosis gigi (Mottled enamel) dapat terjadi pada gigi yang
sedang tumbuh dan pada orang yang lebih tua dapat menyebabkan osteomalasia dan
osteosklerosis. Gangguan yang nyata pada gigi dan tulang terjadi bila air mengandung
fluor lebih dari 8 ppm atau akibat kombinasi suplementasi dan asupan fluor melalui
air. SENG (Zn) Zn merupakan kofaktor lebih dari 100 enzim dan penting untuk
metabolisme asam nukleat dan sintesis protein. Mineral ini diperlukan untuk
pertumbuhan, fungsi dan maturasi alat kelamin, nafsu makan dan ketajaman rasa, serta
penyembuhan luka.

Absorpsi Zn dipercepat oleh ligand berat molekul rendah yang berasal dari
pankreas. Kurang lebih 20-30% Zn peroral diabsorpsi terutama pada duodenum dan usus
halus bagian proksimal. Jumlah Zn yang diabsorpsi tergantung pada berbagai faktor
termasuk sumbernya. Zn yang berasal dari hewan umumnya diabsorpsi lebih baik
daripada yang berasal dari tumbuh-lumbuhan. Mungkin hal ini disebabkan oleh adanya
fitat dan serat tumbuhan yang mengikat Zn pada usus sehingga tidak dapat diabsorpsi.
Fosfat, besi, Cu, Pb, kadmium dan kalsium juga menghambat absorpsi Zn. Sebaliknya
absorpsi Zn ditingkatkan pada masa kehamilan, oleh kortikosteroid dan endotoksin.

34
Zn didistribusi ke seluruh tubuh dan kadar ter- tinggi didapatkan pada koroid
mata, spermatozoa, rambut, kuku, tulang dan prostat. Di dalam plasma sebagian besar
Zn terikat pada protein terutama pada albumin, a-2- makroglobulin dan transferin. ASI
mengandung 3 mg/L Zn pada saat setelah melahirkan, tetapi selanjutnya menurun.

Ekskresinya terutama melalui feses sejumlah kurang lebih 2/3 dari asupan Zn.
Hanya sekilar 2% diekskresi melalu urin. Kehilangan Zn dalam jumlah besar dapat
terjadi akibat diare atau keluarnya cairan dari fistula.

Defisiensi Zn dapat terjadi sebagai akibat asupan yang tidak cukup misalnya
pada orang tua, alkoholisme dengan sirosis dan gizi buruk; absorpsi yang kurang
misalnya pada sindrom malabsorpsi, librosis kistik; meningkatnya ekskresi Zn misalnya
pada anemia sickle cell, luka bakar yang luas, fistula yang mengeluarkan cairan; atau
pada pasien dengan gangguan metabolisme bawaan misalnya akrodermatitis enteropatik.
Defisiensi Zn pada ibu hamil mungkin dapat menimbulkan efek teratogenik, karena
malformasi dan gangguan tingkah laku terjadi pada janin hewan coba.

Manifestasi kulit akibat defisiensi Zn yang mirip dengan akrodermatitis


enteropatik dilaporkan terjadi setelah pemberian makanan parenteral jangka panjang.
Oleh karena itu pasien yang mendapat seluruh makanan secara parenteral selama
kurang lebih satu bulan harus mendapat tambahan Zn. Bila sumber makanan satu-
satunya adalah makanan formula maka perlu diberikan Zn 100% AKG.

Disfungsi kelamin dan impoten yang terjadi pada pasien penyakit ginjal kadang-
kadang sebagian dapat diatasi dengan pemberian Zn. Selama dialisis ZnCl2 mungkin
dapat ditambahkan pada dialisat dengan jumlah yang cukup (400 Fg/L) untuk
mempertahankan kadar plasma 100-150 mg/dl.

Bukti yang menunjukkan bahwa Zn dapat mempercepat penyembuhan luka atau


tukak kronik masih kontroversial. Percepatan penyembuhan luka setelah penggunaan Zn
mungkin terjadi hanya pada pasien yang mengalami defisiensi. Banyak pasien rawat
inap dan usia lanjut mengalami defisiensi Zn yang sangat ringan, untuk mereka
tambahan Zn mungkin bermanfaat bila mengalami penyembuhan luka yang lambat Zn
mempunyai batas keamanan yang relatif lebar. Dengan dosis 1 mg/kg/hari untuk
mengobati defisiensi hampir tidak menimbulkan efek samping, meskipun dosis
berlebihan jangka lama tidak dianjurkan. Kadar Zn yang tinggi dapat menghambat
respons imun dengan menghambat migrasi neutrofil dan mengakibatkan terjadinya
akumulasi. Asupan Zn yang berlebihan juga dapat menyebabkan defisiensi Cu dan
besi, karena dapat mempengaruhi absorpsi dan penggunaannya serta dapat menyebabkan
mual, muntah, sakit kepala, menggigil, demam, malaise, dan nyeri abdomen.

2.5.2 Elenium

Selenium merupakan unsur enzim glutation peroksidase yang terdapat pada


sebagian besar jaringan tubuh. Dan hal ini menerangkan sebagian aktivitas biologik
yang ditimbulkannya. Selain itu terdapat hubungan erat antara vitamin E dan selenium.

35
Bukti yang menunjukkan bahwa selenium merupakan mineral yang penting
untuk manusia terlihat pada penelitian penyakit Keshan yaitu kardiomiopati yang fatal,
yang terjadi pada anak dan wanita muda di Cina. lnsidens penyakit ini ternyata tinggi
pada anak-anak yang hidup di daerah dimana kadar selenium pada makanan utamanya
rendah. Dengan tambahan selenium secara masal maka praktis penyakit tersebut tidak
terjadi. Kardomiopati sejenis juga ditemukan pada beberapa pasien yang mendapat
makanan parenteral jangka panjang, mungkin sekurang-kurangnya sebagian hal ini
disebabkan oleh defisiensi selenium. Akan tetapi masih diperlukan informasi lebih
lanjut mengenai kebutuhannya.

Diperkirakan asupan selenium melalui makanan telah mencukupi kebutuhan.


Selenium 0,05- 0,2 mg/hari nampaknya aman untuk orang dewasa. Penggunaannya
untuk memperpanjang hidup atau pencegahan kanker dan penyakit jantung iskemik
tidak disokong oleh data yang ada. Selenium dosis besar bersifat toksik dan dapat
menyebabkan alopesia, lepasnya kuku, lemah, mual, dan muntah.

2.5.3 Yodium

Yodium merupakan bagian dari hormon tiroid: tetrayodotironin (tiroksin) dan


triyodotironin. Keadaan defisiensi mengakibatkan terjadinya hiperplasia dan hipertroli
kelenjar tiroid (goiter endemik). Penyakit ini terjadi di daerah dimana tanahnya kurang
mengandung yodium dan sering terjadi sebelum tersedianya garam meja beryodium.
Garam meja beryodium merupakan sumber yodium yang murah dan efisien. Selain itu
yodium juga banyak didapatkan pada makanan laut.

Mineral ini dibutuhkan sejumlah 100-300 pg/ hari dan sampai dengan 1 mg/hari
mungkin dapat dikonsumsi dengan aman. Kebutuhan yodium meningkat pada anak
yang sedang tumbuh dan wanita pada masa hamil dan laktasi. Akan tetapi penggunaan
jumlah besar jangka lama selama kehamilan dapat mengakibatkan pembesaran tiroid
neonatus, hipotiroidisme atau kretinisme.

Manifestasi intoksikasi yodium akut terlihat pada kelenjar tiroid, kelenjar saliva,
mata dan dapat menyebabkan edema, demam, konyungtivitis. Edema laring dapat
mengakibatkan obstruksi jalan nafas yang bisa fatal. Reaksi lokal pada saluran cerna
seperti nyeri abdomen, muntah dan diare yang kadang-kadang berdarah dapat terjadi
dan dapat mengakibatkan terjadinya dehidrasi dan syok.

lntoksikasi kronik yodium (yodisme) lebih sering terjadi. Sensitivitas terhadap


yodium bervariasi antar individu, dan yodium 6 mg atau lebih per hari dapat
menghambat aktivitas tiroid dan mengakibatkan terjadinya hipotiroidisme. Gejala yang
timbul antara lain reaksi hipersensitivitas misalnya ruam kulit dan dermatoses (yang
nampaknya tergantung dosis), mual, edema muka dan mata, sakit kepala, batuk dan
iritasi lambung.

2.5.4 Kromium

36
Kromium trivalen berperan sebagai kompleks kofaktor untuk insulin dan karena
itu berperan pada penggunaan glukosa secara normal di dalam tubuh. Kromium bentuk
organik terdapat pada kompleks dinikotinoglutation pada makanan dan nampaknya
diabsorpsi lebih baik daripada bentuk anorganik.

Defisiensi pernah dilaporkan pada penderita yang hanya mendapat makanan


secara parenteral selama 5 bulan-3 tahun. Penderita-penderita tersebut mengalami
neuropati perifer dan atau ensefalopati yang membaik dengan penggunaan kromium
150 pg/hari. Gejala defisiensi lain seperti diabetes dengan gangguan penggunaan
glukosa. Akan tetapi pada orang normal tambahan kromium tidak menimbulkan elek
hipoglikemik.

2.5.5 Mangan

Mineral ini terdapat pada mitokondria sel, terutama pada kelenjar hipolisis, hati,
pankreas,ginjal dan tulang.Mangan mempengaruhi sintesis mukopolisakarida, menstimulasi
sintesis kolesterol hati dan asam lemak, dan merupakan kofaktor banyak enzim seperti
arginase dan alkali fosfatase di hati. Banyak jenis makanan mengandung mangan
dalam jumlah besar. Pada orang dewasa asupan sejumlah 2-5 mg aman dan cukup
jumlahnya. Bila makanan hanya diberikan secara parenteral untuk jangka panjang maka
diperlukan suplementasi mangan.

Pada daerah tambang dan industri dapat terjadi intoksikasi mangan menahun
akibat inhalasi mangan. Gejala Parkinson dapat timbul dan berlanjut, kecuali bila
pajanan dihindarkan. Rigiditas dan distonia dapat diatasi dengan levodopa.

2.5.6 Molibden

Molibden merupakan konstituen penting dari banyak enzim. Mineral ini


diabsorpsi baik dan terdapat dalam tulang,hati,ginjal. Defisiensi jarang terjadi.Molibden
0,15-0,5 mg/hari diperkirakan cukup dan aman untuk orang dewasa dan nampaknya
dapat dipenuhi oleh makanan sehari-hari.

Asupan sebesar 10-15 mg/hari disertai dengan gejala seperti pirai, sedangkan
kelebihan ringan mungkin disertai dengan keluarnya Cu secara bermakna melalui urin.

37
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Vitamin merupakan nutrisi penting yang dibutuhkan tubuh untuk tumbuh dan
menjalankan fungsinya dengan baik. Berbeda dengan mineral yang tidak mudah rusak,
vitamin mudah rusak dan berubah bentuk jika terkena panas atau asam. Struktur vitamin akan
berubah ketika masuk ke dalam tubuh. Tubuh tidak menyerap vitamin dalam bentuk awal,
melainkan diserap dalam bentuk provitamin (vitamin yang belum aktif). Vitamin memiliki
sifat mudah larut dalam air dan lemak, namun tidak dengan mineral. Fungsi vitamin dalam
tubuh berbeda-beda tergantung jenisnya.

Mineral adalah senyawa alami yang terbentuk melalui proses geologis. Istilah mineral
termasuk tidak hanya bahan komposisi kimia tetapi juga struktur mineral. Mineral termasuk
dalam komposisi unsur murni dan garam sederhana sampai silikat yang sangat kompleks
dengan ribuan bentuk yang diketahui (senyawaan organik biasanya tidak termasuk).

Vitamin dan mineral dua unsur yang saling kerjasama dalam tubuh untuk memenuhi
kesehatan tubuh. Kekurangan vitamin dan mineral akan menyebabkan kesehatan tubuh
menurun.

3.2 Saran

Dengan adanya makalah ini aku harapkan para pembaca dapat mengetahui lebih
banyak lagi tentang vitamin dan mineral guna menambah wawasan untuk pembelajaran.

38
DAFTAR PUSTAKA

Ganiswarna, S., 1995, Farmakologi dan terapi, edisi IV, 271-288 dan 800-810, Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Poedjiadi, Anna. 2005.Dasar-dasar Biokimia.UI press.Jakarta

Dewoto HR 2007. Vitamin dan Mineral. dalam Farmakologi dan Terapi edisi

kelima.Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Percetakan Gaya Baru, Jakarta.p.769-92.

Dewoto HR dan Wardhini S 2007. Antianemia Defisiensi dan Eritropoietin. Dalam

Farmakologi dan Terapi edisi kelima.Departemen Farmakologi dan Terapeutik

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Percetakan Gaya Baru, Jakarta.p.800-2.

Kamiensky M, Keogh J 2006. Vitamins and Minerals.In: Pharmacology

Demystified.Mc.GrawHill Companies Inc.,USA.p.137-54.

39

Anda mungkin juga menyukai