Anda di halaman 1dari 12

Journal Reading

Penyalahgunaan Minyak Tanah pada Anak Berumur 10 Tahun

dengan Retardasi Mental : Laporan Kasus

Disusun oleh:

Aristya Rahadiyan B P.2858.A

Ikmah Fauzan P.2859.A

Pembimbing:

Dr. dr. Amel Yanis,Sp.KJ(K)

BAGIAN ILMU PSIKIATRI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M. DJAMIL – RSJ PROF. HB SAANIN

PADANG

2019
ABSTRAK

Penyalahgunaan inhalan merupakan topik yang meningkat di India. Onset umur

biasanya dimulai dari masa kanak – kanak. Penyalahgunaan inhalan minyak tanah jarang

dilaporkan pada anak dengan deficit intelektual. Kami melaporkan sebuah kasus

ketergantungan terhadap bensin pada anak berumur 10 tahun dengan retardasi mental.

Efek yang mungkin terjadi pada kebiasaan dan pemikiran akan di diskusikan nanti

KATA KUNCI

Ketergantungan bensin, inhalan, retardasi mental.

1. Pendahuluan

Gangguan penyalahgunaan inhalan merupakan topik yang mengalami peningkatan

minat pada era ini, meskipun literature pada India mengenai subjek ini masih sedikit.

Inhalan merupakan substansi yang mudah menguap dan dapat dihirup untuk menghasilkan

efek psikoaktif dan mengubah pikiran1. Golongan inhalansia ini dikelompokan menjadi

kelompok pelarut (bensin, lem, pengencer cat, pengapus cat kuku), aerosol (cat semprot,

semprotan rambut), gas (nitrooksida, helium), dan nitirt (amil dan nitrit butil)2. Inhalan

paling sering digunakan di Amerika pada anak – anak adalah lem, semir sepatu, toluene,

cat semprot, bensin, dan cairan korek api.3

Penyalahgunaan inhalansia telah menjadi permasalahan di India pada beberapa decade

terakhir ini.4 Penyalahgunaan inhalan seperti produk minyak bumi,4-7cairan korektor,6-9

dan cairan perekat7 telah dilaporkan ada di India. Penelitian tentang penyalahgunaan

inhalan di India berjumlah sedikit dan kebanyakan adalah laporan kasus dan seris. Data

pengenai inhalansia yang paling sering disalahgunakan di India beragam. Minyak bumi
(bensin) adalah inhalan yang paling jarang disalahgunakan (menurut dua penelitian

<5%).7,10

TInjauan literature menunjukkan bahwa kelompok usia paling sering menggunakan

berumur 12 – 25 tahun, dengan rata – rata usia onset berumur 14 tahun. Usia

penyalahgunaan menurun setelah melewati usia 18 tahun.7,10-14 Walaupun jarang, tetapi

usia 5 – 6 tahun juga pernah didokumentasikan. Sekitar 0,4% dari penduduk Amerika

berusia 12 – 17 tahun memiliki pola yang memenuhi criteria penyalahgunaan inhalan pada

12 bulan terakhir.11 Pada sebuah tinjauan yang dipublikasikan oleh jurnal Kanada,

penyalahgunaan inhalansia dalam populasi India yang diisolasikan ditemukan terjadi pada

tingkat 10% dari total populasi dan 25% pada kelompok usia 5 – 15 tahun.15 Alasan yang

sering muncul sebagai awalan penyalahgunaan inhalansia adaalah; rasa ingin merasakan

rasa ‘high’, rasa ingin tahu, dorongan teman sebaya, sebagai trend dalam pertemanan, dan

untuk melupakan permasalahan di sekolah. Alasan yang paling sering dikemukakan adalah

rasa ingin tahu yang tinggi dan untuk merasakan rasa ‘high’.7,.10,12

Inhalansia memiliki uap yang dapat diserap melalui hidung atau secara dalam melalui

mulut untuk mengalami efeknya. Hal ini berlanjut ke absorbsi transpulmonar dengan akses

substansi yang sangat cepat ke otak. Efek dapat muncul mulai dari lima menit dan dapat

bertahan dari 30 menit sampai beberapa jam, tergantung dari dosis inhalan. Efek akut dari

inhalan dapat menunjukan efek yang mirip dengan depresan system saraf pusat (CNS),

khususnya alkohol. Pada dosis – dosis awal kecil, inhalansia dapat memproduksi euphoria

dan sensasi seperti melayang, efek yang dicari oleh orang yang menggunakan zat tersebut.

Pada dosis tinggi inhalansia dapat menyebabkan rasa takut, ilusi, halusinasi auditori/visual,

dan distorsi dari ukuran tubuh.2

Penyalahgunaan bensin jangka panjang dikaitkan dengan perubahan di otak dan

neurobehavioral yang meliputi; iritabilitas, emosi labil, gangguan daya ingat, penurunan
kemampuan berkonsentrasi, bicara tidak jelas, penurunan kecepatan berbicara, gangguan

pendengaran, neuropati perifer, nyeri kepala, tanda – tanda serebral, gangguan motorik,

parkinsonisme, dan apatis. Perubahan substansia alba pada pemeriksaan magnetic resonant

imaging (MRI) telah dikaitkan dengan penurunan intellingence quotient (IQ). IQ verbal

lebih terganggu dibandingkan dengan IQ performance.16 Berkenaan dengan memori,

memori yang berfungsi juga fungsi eksekutif, termasuk pengambilan memori, terganggu

secara signifikan.16,17 Penyalahgunaan bensins dalam jangka panjuang juga dikaitkan

dengan komplikasi dari keracunan timbal, termasuk gangguan palsy yang disebabkan oleh

timbale dan ensefalopati timbal. Sejarawa dari ensefalopati timbale dan beban yang besar

diakibatkan oleh timbal berkaitan secara independen dengan gangguan neurologis lebih

berat lainnya.18-20 Selain itu, derajat keparahan dari penyalahgunaan berkaitan dengan

tingkat gangguan neurobehavioral.18 Subjek tanpa riwayat ensefalopati timbale, ketika

mereka berhenti dari penyalahgunaan bensin, memiliki gangguan ringan dari memori

pengenalan namun fungsi lainnya dapat kembali normal. Bukti dari pemulihan

neurobehavioral pada penghirup non-ensefalopatik menunjukkan bahwa disrupsi terhadap

ganglia kortikal dan basal dari otak yang disebabkan oleh penghirupan bensin secara

kronis dapat diperbaiki dengan pemberhentian kebiasaan tersebut.19,20 Inhalansia juga

dikaitkan dengan efek – efek yang berpotensi lebih serius, dengan komplikasi terberat

dapat berujung ke kematian (disebabkan oleh depresi respirasi, aritmia jantung, asfiksia,

aspirasi dari muntah, atau kecelakaan atau cidera).

Sindroma withdrawal jarang terjadi. Ketika terjadi, sindorma withdrawal dapat

berbentuk gangguan tidur, iritabilitas, kegelisahan, berkeringat, mual muntah, takikardia,

rasa keinginan terhadap inhalansia, rasa cemas, kesemutan, nyeri kepala, konsenstrasi

buruk, nyeri pada tubuh, dan terkadang delusi dan halusinasi.2,7,21


Literatur tentang penyalahgunaan inhalansia pada golognan retardasi mental sangatlah

jarang. Terdapat satu laporan kasus dan dependensi inhalansia pada ada dengan latar

belakang retardasi mental. Laporan kasus menggambarkan gangguan kognitif sangat berat

yang terjadi akibat inhalasi dari bensin jangka panjang pada pasien berusia 19 tahunyang

memiliki retardasi mental ringan sebelum penyalahgunaan bensin. Hal ini menunjukkan

bahwa penyalahgunaan bensin secara kronik dapat memperburuk fungsi intelektual.22

Sebuah penelitian yang dilakukan di suatu klinik di India Selatan melaporak bahwa 16%

persemn dari populasi grup yang menyalahgunakan inhalansia memiliki tingkat intelek

dibawah rata – rata dan 60% memiliki gangguan impulsifitas, hiperaktifitas, dan gejala

konduksi. Tingkat fungsi intelek tidak dilaporakan, dan apakah gejala diatas yang ada

terjadi setelah atau sebelum penggunanaan inhalansia tidak dijelaskan.10

Kami melaporkan kasus ketergantungan pada bensin pada anak berumur 10 tahyn

dengan retardasi mental dan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) dengan onsen

ketergantungan bensin dua tahun belakangan. Persetujuan tertulis dari publikasi ini telah

ditandatangani oleh orang tua dari anak.

2. Laporan Kasus

Seorang anak berumur 10 tahun, tinggal di desa dekat distrik Kota di

Rajasthan, India, datang ke poliklinik departemen psikiatri dengan orangtuanya.

Kedua orang tua pasien melaporkan anak dilahirkan dengan persalinan normal

cukup bulan dan tidak terjadi komplikasi antepartum/peripartum, Pada usia satu

bulan, anak memiliki satu episode kejang demam umum tonik – klonik. Kemudian,

anak mulai menunjukkan gangguan perkembangan. Anak mulai berbicara kata

tunggal seperti mama dan papa pada usia tiga tahun. Pada usia lima tahun pasien
baru dapat berkata dua atau tiga kata dan tidak adanya perkembangan bermakna

sampai sekarang ini. Perkataan dari pasien tidak jelas dan sulit dimengerti, bahkan

oleh kedua orang tua pasien sendiri. Keterampial dan penilaian social pasien juga

tidak adekuat pada golongan usia pasien. Perkembangan motorik pasien sesuai

dengan usia pasien.

Pada saat berumur 5 tahun, kedua orang tua pasien memperhatikan anak

menjadi lebih gelisah, berlarian seharian, bermain, dan memiliki kesulitan untuk

tenang dan duduk. Anak akan merusak apapun yang berada di tangannya. Seiring

perkembangannya, orang tua pasien memperhatikan bahwa anak kurang atentif dan

tidak mau mendengarkan instruksi apapun, selalu bergerak aktif dan berlalu lalang.

Anak tidak dapat menyelesaikan satu tugas secara tuntas, dan mudah untuk

teralihkan fokusnya dan terus berganti permainan. Apabila pasien ditahan, pasien

akan gelisah, berteriak, menjerit, melempar atau memukul, dan menghancurkan

barang, dan akan memanjat atau melompat – lompat. Tidak ada yang dapat

mengontrol anak, walaupun anak dapat tidur cukup pada malam hari. Anak juga

dilihat memasukan benda asing ke mulutnya speerti gundu, pasir, atau pakaian, atau

akan menggigit tangannya sendiri dan menghisap jempolnya apabila dia tidak

menemukan barang/makanan yang dapat dimasukkan ke mulutnya. Kebiasaan ini

terus menerus ada sepanjang kehidupan anak, dan tingkat hiperaktivitasnya

meningkat sejajar dengan pertambahan usia.

Saat anak berumur delapan tahun, salah satu tetangga keluarga melaporkan

anak sedang menghirup bensin dari tanki kendaraan. Kedua orang tua menjadi lebih

kawatir dan mulai memonitor anak secara rutin. Anak dilihat menghirup bensin dari

tangki kendaraan secara regular dua atau tiga kali sehari. Setelah menghirup bensin,

akan terjadi perubahan signifikan dari tingkah – laku anak, kegelisahan dan
hiperaktivitas dari anak akan berkurang selama dua atau tiga jam dan pasca durasi

tersebut anak akan kembali gelisah dan hiperaktif. Ayah dari pasien menyatakan

bahwa ketika anak menghirup bensin pada durasi yang lebih lama, mata anak akan

tertarik keatas, anak akan mengantuk, dan cara berjalan anak akan menyerupai orang

mabuk selama 10 – 15 menit. Awalnya, anak sering menghirup atau menghisap

dalam bensin tiga atau empat hari sehari, frekuensinya meningkat hingga tujuh

sampai delapan kali sehari selama dua tahun belakangan ini. Apabila anak tidak

mendapatkan bensin dan ditahan oleh kedua orangtua pasien. Anak akan menjadi

lebih gelisah dan marah – marah, mulai memukuli kedua orangtua anak dan

menrusak barang, berteriak, menjerit, dan bahkan kesulitan untuk tidur. Kondisi ini

akan hilang apabila anak menghirup bensin. Anak sering menghilang, kabur dari

rumah, dan bersembunyi dari kedua orang tuanya untuk mencari dan menghirup

bensin. Kedua orang tua anak sudah mencoba teknik konvensional untuk melatih

anak namun tidak berdampak banyak. Pasien juga sudah berobat ke dokter umum

pada rumah sakit umum local, namum kedua orang tua pasien tidak puas dengan

hasil dair tatalaksananya yang menyebabkan pasien berobat ke poliklinik departemen

psikiatri ini, yang merupakan bagian lebih tinggi dari rumah sakit umum daearah

pasien.

Pada saat pasien datang ke klinik kami, anak sedang gelisah, tidak dapat duduk

dengan tenang, meletakkan kakinya di atas meja, berdiri dan melompat di tempat

tidur, terus berlari, menghisap jempolnya, berbicara berulang kata singkat yang tidak

dapat dimengerti, dan sulit mengikuti perintah sederhana. Dapat dilihat banyak bekas

gigitan pada ibu jari pasien. Pemeriksaan IQ awal pasien dilakukan oleh psikolog

klinis menggunakan tes Seguin Form Board (SFB). Hasil tes IQ pasien 40 – 45,

dikategorikan sebagai retardasi mental moderat (disabilitas intelek modeart menurut


DSM 5). Orang tua pasien diminta untuk mengisi kuestioner ADHD Conners untuk

orang tua pasien dan menghasilkan skor 64 dari 81. Kadar timbal serum pasien

diperiksa untuk menghilangkan kemungkinan keracunan timbale berkaitan dengan

penggunaan bensin timbale atau memakan benda yang tidak lazim dimakan seperti

pasir. Kadar timbal yang diukur oleh LeadCare II Analyzer kurang dari 3.3µg/dL,

dalam kadar normal.

Pasien datang saat berumur 10 tahun. Mengingat bahwa bensin memiliki sifat

depresan system saraf pusat (SSP) dikarenakan komponennya yang mirip alcohol

dan carbamazepin memiliki efek mengurangi kecenderungan impusif, pasien

diberikan clonazepam (golongan benzodiazepine) 0,5 mg tiga kali sehari dan

carbamazepin 100 mg tiga kali sehari. Orang tua pasin melaporkan pengurangan

penghirupan bensin bertahap, dan anak dapat bebas dari penyalahgunaan bensin

selama tiga bulan. Anak tidak lagi mencari bensin seperti sebelumnya namun

hiperaktivitas dari anak belum menurun pada tingkat setelah pemakaian bensin.

Kuesioner ADHD Conners versi singkat yang direvisi diisi lagi oleh kedua orang tua

pasien tiga bulan kemudian, dan hasilnya 60. Dengan demikian, ada perkembangan

minim dari gejala ADHD.

3. Diskusi

Ketergantungan inhalansia sekarang makin sering dilaporkan sebagai

substansu yang sering disalahgunakan pada golongan remaja, yang selalu penasaran

terhadap pengalaman baru. Namun, penelitian tentang penggunaan substansi pada

anak berumur dibawah 10 tahun merupakan skenario yang tidak biasa. Tidak ada

penelitian lain yang melaporkan penggunaan inhalan pada anak yang memiliki

retardasi mental.

Pasien anak ini memiliki onset awal yang tidak biasa yaitu dibawah 8 tahun,
dibandingkan pada onset rata – rata yaitu 14 tahun. Walaupun literature melaporkan

onset dapat terjadi bahkan saat anak berumru lima atau enam tahun, rincian dari

polanya tidak dapat ditemukan di literature.2,7,10,12,13,23

Laporan peningkatan penggunaan substansi diantara pasien ADHD telah

diketahui dengan baik.24 Pasien memiliki riwayat hiperaktivitas sebelum penggunaan

substansi, dan juga telah diperkisakan oleh orang tua pasien menurut riwayat medis

dan observasi saat wawancara klinis. Kondisi hiperaktivitas pasien memburuk

setelah penggunaan bensint. Walaupun DSM 5 tidak menyatakan gejala withdrawal,

beberapa laporan kasus/series telah menggambarkan gejala withdrawal seperti

iritabilitas, retardasi psikomotor, anhedonia, mulut kering, gangguan tidur, rasa

craving, dan peningkatan lakrimasi.21 gejala withdrawal seperti kegelisahan,

inatensi, iritabilitas, gangguan tidur, rasa craving (penyulit penatalaksanaan pada

anak untuk menjauhi penggunaan substansi), dilaporkan pada pasien ini. Adanya

gejala gelisah, inatensi, iritabilitas, telah ada sebelum penggunaan bensin. Oleh

karena itu, sulit ditentukan apakah gejala tersebut disebabkan oleh penyalahgunaan

bensin. Namun, gejala ini memburuk setelah penghirupan bensin, dan perburukan

walaupun berkurang tidak sepenuhnya pulih setelah telah penggunaan berhenti,

menunjukkan kemungkinan perubahan perilaku setelah pemakaian bensin jangka

panjang.

4. Kesimpulan

Kehadiran hiperaktif sebelum penggunaan narkoba dan peningkatan yang sama

setelah penggunaan bensin memperumit gambaran dan membuatnya sulit bagi dokter

untuk menilai perjalanan penyakit. Ini juga menunjukkan bahwa ketergantungan zat

juga harus dianggap sebagai bagian dari presentasi kompleks pada anak. ADHD dan

retardasi mental (MR) bisa menjadi prediktor awal penggunaan narkoba.


Penggunaan zat dalam ADHD lebih mungkin karena fenomena impulsif,

menunjukkan bahwa peran impulsif dalam penggunaan zat termasuk bensin perlu

eksplorasi lebih lanjut dan studi berbasis bukti.

5. Kontribusi penulis

Membayangkan dan mengobservasi kasus : MJ, GKV. Penganalisis data L MJ,

GKV. Penulis draft pertama naskah: MJ. Setuju tentang kesimpulan naskah: MJ,

GKV. Bersama-sama mengembangkan struktur dan argumen untuk makalah ini: MJ,

GKV. Membuat revisi kritis dan menyetujui versi final: MJ, GKV. Kedua penulis

meninjau dan menyetujui naskah final. .


DAFTAR PUSTAKA

1. National Institute on Drug Abuse. Research Report Series-Inhalants, NIH


Publication Number 12–3818, Printed May 1999, Revised July 2012.
Available
from: http://www.drugabuse.gov/sites/default/fles/inhalantsrrs.pdf; Accessed
September 13, 2014.
2. Sadock BJ, Sadock VA editors. Substance-related disorders, inhalant-related
disorders. In: Kaplan and Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioural
Sciences/Clinical
Psychiatry. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007:436–8.
3. Substance Abuse and Mental Health Services Administration, Ofce of Applied
Studies. Inhalant use across the adolescent years. 2008b. Te NSDUH Report.
March 2013.
4. Mahal AS, Nair MC. Dependence on petrol – a clinical study. Indian J Psychiatry.
1978;20:15–9.
5. Pahwa M, Baweja A, Gupta V, Jiloha RC. Petrol-inhalation dependence: a case
report. Indian J Psychiatry. 1998;40:92–4.
6. Basu D, Jhirwal OP, Singh J, Kumar S, Mattoo SK. Inhalant abuse by adolescents:
a new challenge for Indian physicians. Indian J Med Sci. 2004;58:245–9.
7. Narayanaswamy JC, Viswanath B, Ravi M, Muralidharan K. Inhalant dependence:
data from a Tertiary Care Center in South India. Indian J Psychol Med.
2012;34:232–6.
8. Kumar S, Grover S, Kulhara P, et al. Inhalant abuse: a clinic-based study. Indian
J Psychiatry. 2008;50:117–20.
9. Praveen D, Maulik PK, Raghavendra B, Khan M, Guggilla RK, Bhatia P.
Determinants of inhalant (whitener) use among street children in a South Indian
city. Subst Use Misuse. 2012;47:1143–50.
10. Akoijam BS, Jamir MN, Phesao E, Senjam GS. Inhalant use among
schoolchildren in Northeast India: a preliminary study. Subst Abuse.
2013;7:185–90.
11. American Psychiatric Association. Inhalant use Disorder. Diagnostic and
Statistical Manual. 5 ed. 0000 Arlington: American Psychiatric Association;
2013:535–6.
12. Balhara Y, Verma R, Deshpande SN. A comparative study of treatment-seeking
inhalant abusers across two cohorts from a tertiary care center in India. Indian J
Psychol Med. 2011;33:129–33.
13. Romanelli F, Smith KM, Tornton AC, Pomeroy C. Poppers: epidemiology and
clinical management of inhaled nitrite abuse. Pharmacotherapy. 2004;24:69–78.
14. Maruff P, Burns CB, Tyler P, Currie BJ, Currie J. Neurological and cognitive
abnormalities associated with chronic petrol snifng. Brain. 1998;121:1903–17.
15. Remington G, Hoffman BF. Gas snifng as a form of substance abuse. Can J
Psychiatry. 1984;29:31–5.
16. Takagi M, Yücel M, Cotton SM, et al. Verbal memory, learning, and executive
functioning among adolescent inhalant and cannabis users. J Stud Alcohol Drugs.
2011;72:1–10.
17. Yucel M, Takagi M, Walterfang M, Lubman DI. Toluene misuse and long-term
harms: a systematic review of the neuropsychological and neuroimaging literature.
Neurosci Biobehav Rev. 2008;32:910–26.
18. Rosenberg N, Grigsby J, Dreisbach J, Busenbark D, Grigsby P.
Neuropsychologic impairment and MRI abnormalities associated with chronic
solvent abuse.
Clin Toxicol. 2002;40:21–34.
19. Cairney S, Maruff P, Burns CB, Currie J, Currie BJ. Neurological and cognitive
recovery following abstinence from petrol snifng. Neuropsychopharmacology.
2005;30:1019–27.
20. Cairney S, O’ Connor N, Dingwall KM, et al. A prospective study of
neurocognitive changes 15 years after chronic inhalant abuse. Addiction.
2013;108:1107–14.
21. Shah R, Vankar GK, Upadhyay HP. Phenomenology of gasoline intoxication
and withdrawal symptoms among adolescents in India: a case series. Am J Addict.
1999;8:254–7.
22. Leona YIP, Mashhood A, Naudé S. Low IQ and gasoline hufng: the perpetuation
cycle. Am J Psychiatry. 2005;162:1020–1.
23. Verma R, Balhara IPS, Deshpande SN. Inhalant abuse: a study from a tertiary
care de-addiction clinic. East Asian Arch Psychiatry. 2011;21:157–63.
24. Kaye S, Gilsenan J, Young JT, et al. Behaviours among substance use disorder
treatment seekers with and without adult ADHD symptoms. Drug Alcohol
Depend. 2014;2:557–8.
25. Mattes JA. Oxcarbazepine in patients with impulsive aggression: a double-blind,
placebo-controlled trial. J Clin Psychopharmacol. 2005;25:575–9.
26. Jones RM, Arlidge J, Gillham R, Reagu S, Bree M, Taylor PJ. Efcacy of mood
stabilisers in the treatment of impulsive or repetitive aggression: systematic
review and meta-analysis. Br J Psychiatry. 2011;198:93–8.

Anda mungkin juga menyukai