Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PENDIDIKAN ETIKA DAN KEARIFAN LOKAL

“ASAL - USUL LAMPUNG”

DISUSUN OLEH:
SONA ERLANGGA (1915041016)

Dosen Pembimbing :
Ir. Azhar, M. T.

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
A. Asal Nama Lampung

Menurut Sayuti Ibrahim (1995:4-7) dalam buku handak II, apabila diselusuri baik berdasarkan
penyelidikan ahli sejarah ataupun berdasarkan cerita-cerita rakyat, maka ada lima pendapat tentang
asal usul adanya nama Lampung, yaitu:

1. Menurut hasil penyelidikan Residen Lampung yang pertama, orang Belanda yang berkuasa di
Lampung tahun 1829 sampai 1834 Masehi. Ia mengatakan asal usul nama Lampung,
mengambil dari sebuah sebutan Puyang si Lampung. Puyang si Lampung adalah ratu Belalau
di Sekala Beghak disekitar Gunung Pesagi. Tercatat dalam buku sejarah majapahit bahwa :
Sang Dewa Senembahan dan pengantin perempuannya Widodari Sinuhun mempunyai tiga
anak bersaudara. Si Jawa memerintah Kerajan Majapahit, Si Pasundan memerintah Kerajaan
Pajajaran dan Si Lampung memerintah keratuan Belalau di Sekala Beghak.

2. Lampung berasal pubalahan dari Lambung, dimana hal ini menunjukkan bahwa nenek moyang
kita Lampung berasal dari daerah yang tinggi atau daerah pegunungan. Daerah tinggi atau
daerah pegunungan yang dimaksud, tidak lain yaitu dari daerah Sekala Beghak, sekitar kaki
Gunung Pesagi, yang sekarang Masuk dalam dua Kecamatan yaitu Kecamatan Belalau dan
Kecamatan Balik Bukit.

3. Lampung berasal dari kata-kata Lappung (bahasa Batak), yang artinya lebar. Menurut cerita,
di daerah yang kini disebutTapanuli, meletuslah sebuah gunung berapi. Karena letusannya
sangat hebat, banyak penduduk mati akibat semburan api, lahar, dan batu-batuan dari
gunung berapi itu. Akan tetapi, banyak juga yang berhasil menyelamatkan diri. Meletusnya
gunung berapi di Tapanuli itu, menurut cerita membentuk sebuah danau yang sekarang
disebut Danau Toba. Ada empat bersaudara di antaranya yang berhasil selamat dari letusan
gunung berapi itu. Mereka menyelamatkan diri dan meninggalkan Tapanuli menuju ke arah
tenggara. Mereka naik sebuah rakit menyusuri pantai bagian barat Pulau Swarnadwipa,
sekarang bernama Pulau Sumatra. Keempat bersaudara itu bernama Ompung Silitonga,
Ompung Silamponga, Ompung Silatoa, dan Ompung Sintalaga. Berhari-hari mereka berlayar
dengan rakit, terus menyusuri pantai. Berbulan-bulan mereka terombang-ambing di laut
karena perjalanan mereka tanpa tujuan. Persediaan makanan yang dibawa makinlama makin
menipis. Beberapa kali empat bersaudara itu singgah dan mendarat di pantai untuk mencari
bahan makanan. Entah karena apa, pada suatu hari ketiga saudara Ompung Silamponga tidak
mau melanjutkan perjalanan, padahal Ompung Silamponga saat itu sedang sakit. Mereka
turun ke darat dan menghanyutkan Ompung Silamponga dengan rakit yang mereka tumpangi
sejak dari Tapanuli. Berhari-hari Ompung Silamponga tidak sadarkan diri di atas rakitnya.
Akhirnya pada suatu hari, Ompung Silamponga terbangun karena ia merasakan rakitnya
menghantam suatu benda keras. Setelah membuka mata, Ompung Silamponga kaget.
Rakitnya sudah berada di sebuah pantai yang ombaknya tidak terlalu besar. Anehnya,
Ompung Silamponga merasa badannya sangat segar. Segera ia turun ke pasir, melihat
sekeliling pantai. Dengan perasaan senang, ia tinggal di pantai itu. Kebetulan di sana
mengalirsebuah sungai berair jernih. Ompung berpikir, disitulah tempatnya yang terakhir,
aman dari letusan gunung berapi. Ia tidak tahu sudah berapa jauh ia berlayar. Ia juga tidak
tahu di mana saudara-saudaranya tinggal. Cukup lama Ompung tinggal di daerah pantai,
tempatnya terdampar. Menurut cerita, tempat terdamparnya Ompung Silamponga dulu itu
kini bernama Krui, terletak di Kabupaten Lampung Barat, tepatnya di pantai barat Lampung
atau disebut dengan daerah pesisir. Setiap hari Ompung bertani, yang bisa menghasilkan
bahan makanan. Tidak disebutkan apa jenis tanaman yang ditanam Ompung saat itu. Karena
sudah lama tinggal di daerah pantai, ingin rasanya Ompung berjalan-jalan mendaki
pegunungan di sekitar tempat tinggalnya. Semakin jauh Ompung masuk ke hutan, semakin
senang ia melakukan perjalanan seorang diri. Pada suati hari, sampailah Ompung di suatu
bukit yang tinggi. Dengan perasaaan senang, ia memandang ke arah laut, lalu ke arah timur
dan selatan. Ia sangat kagum melihat keadaaan alam sekitar tempatnya berdiri, apalagi di
kejauhan tampat dataran rendah yang sangat luas. Karena hatinya begitu gembira, tidak
disadarinya ia berteriak dari atas bukit itu, ”Lappung … Lappung … Lappung!” Kata lappung
berarti luas dalam bahasa Tapanuli. Dalam hati Ompung, pasti di sekitar dataran rendah yang
luas itu ada orang. Dengan tergesa-gesa, ia menuruni bukit dan menuju dataran rendah yang
ia lihat dari atas bukit. Ompung pun sampai di tempat yang ia tuju, Ia bertekad untuk tinggal
di dataran itu selamanya dan akan membangun kampung baru. Setelah sekian tahun
menetap, barulah Ompung bertemu dengan penduduk daerah itu yang masih terbelakang
cara hidupnya. Meskipun demikian, mereka tidak mengganggu Ompung, bahkan sangat
bersahabat. Akhirnya, Ompung pun meninggal dunia di daerah yang ia sebut Lappung, kini
bernama Sekala Berak atau Dataran Tinggi Belalau di Lampung Barat. Menurut cerita rakyat
di daerah itu, bahkan ahli sejarah tentang Lampung, nama Lampung itu sendiri berasal dari
nama Ompung Silamponga. Akan tetapi, ada juga yang mengatakan bahwa nama Lampung
berasal dari ucapan Ompung Silamponga ketika berada dia atas bukit, setelah melihat adanya
dataran yang luas. Perlu diketahui, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Lampung,Prof.
Hilman Hadikusuma, SH, memasukkan legenda Ompung Silamponga sebagai teori ketiganya
tentang asal-usul Lampung. Beliau menyebutkan bahwa Sekala Berak adalah perkampungan
pertama orang Lampung. Penduduknya disebut orang Tumi atau Buay Tumi. Berdasarkan
hikayat di Lampung, maka besar kemungkinan bahwa: nenek moyang orang Lampung berasal
dari suku Batak. Diantara Lampung dan Batak banyak persamaan, terutama dalam bahasa,
misalnya Lampung menggunakan tulisan Ka-Ga-Nga, Batak menggunakan tulisan Ka-Ga-Nga
pula. Lampung mempunyai salah satu kebuayan yang bernama Buay Manik, Batak mempunyai
Marga Manik, disamping itu orang batak mengakui bahwa mereka adalah satu keturunan dari
orang Lampung.

4. Menurut penelitian ahli sejarah Belanda Prof. Dr. Krom, ia mengatakan istilah Lampung
berasal dari bahasa Cina. Menurut dialek bahasa Cina Lampohwang yang maksudnya adalah
Lampung. Hal ini dapat kita baca yang tercatat dalam buku susunan Prof. Dr. Krom yang
berjudul Zaman Hindu halaman 48. Menurut Prof. Dr. Krom pada abad ke-4 Masehi, Kerajaan
Tulang Bawang di Lampung mengirimkan utusan ke Kerajaan Cina tepatnya dikota Kwancou.
Kota Kwancou selain merupakan kota dagang yang ramai dan maju, keamanan dikota itu
cukup terjamin. Oleh sebab itu kota Kwancou ramai didatangi para pedagang dari berbagai
negara, termasuk pedagang dari Indonesia.

5. Menurut cerita rakyat, khususnya orang-orang tua kelompok Lampung Peminggir/ Saibatin,
nama Lampung berasal dari salah satu peristiwa yang terjadi dilaut. Pada waktu nenek
moyang kelompok Lampung peminggir berlayar menyisiri pesisir laut, mereka mencari
permukiman baru yang tanahnya subur yang dapat untuk bercocok tanam. Ditengah
pelayaran, perahu yang dinaiki mereka terselam dan kadang-kadang terapung. Laut dengan
kejadian tersebut dinamai mereka Lampung yang berasal dari katimat terselam dan terapung.
Berkemungkinan kejadian tersebut dilaut antara Kalianda dan laut Teluk Betung sehingga
timbulnya nama Teluk Lampung.

B. Sejarah Lampung

Provinsi Lampung lahir pada tanggal 18 Maret 1964 dengan ditetapkannya Peraturan
Pemerintah Nomor 31964 yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 14 tahun 1964.
Sebelum itu Provinsi Lampung merupakan Karesidenan yang tergabung dengan Provinsi
Sumatera Selatan.
Kendatipun Provinsi Lampung sebelum tanggal 18 maret 1964 tersebut secara
administratif masih merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan, namun daerah ini jauh
sebelum Indonesia merdeka memang telah menunjukkan potensi yang sangat besar serta corak
warna kebudayaan tersendiri yang dapat menambah khasanah adat budaya di Nusantara yang
tercinta ini. Oleh karena itu pada zaman VOC daerah Lampung tidak terlepas dari incaran
penjajahan Belanda.

Tatkala Banten dibawah pimpinan Sultan Agung Tirtayasa (1651-1683) Banten berhasil
menjadi pusat perdagangan yang dapat menyaingi VOC di perairan Jawa, Sumatra dan Maluku.
Sultan Agung ini dalam upaya meluaskan wilayah kekuasaan Banten mendapat hambatan
karena dihalang-halangi VOC yang bercokol di Batavia. Putra Sultan Agung Tirtayasa yang
bernama Sultan Haji diserahi tugas untuk menggantikan kedudukan mahkota kesultanan
Banten.

Dengan kejayaan Sultan Banten pada saat itu tentu saja tidak menyenangkan VOC, oleh
karenanya VOC selalu berusaha untuk menguasai kesultanan Banten. Usaha VOC ini berhasil
dengan jalan membujuk Sultan Haji sehingga berselisih paham dengan ayahnya Sultan Agung
Tirtayasa. Dalam perlawanan menghadapi ayahnya sendiri, Sultan Haji meminta bantuan VOC
dan sebagai imbalannya Sultan Haji akan menyerahkan penguasaan atas daerah Lampung
kepada VOC. Akhirnya pada tanggal 7 April 1682 Sultan Agung Tirtayasa disingkirkan dan
Sultan Hajidinobatkan menjadi Sultan Banten.

Dari perundingan-perundingan antara VOC dengan Sultan Haji menghasilkan sebuah


piagam dari Sultan Haji tertanggal 27 Agustus 1682 yang isinya antara lain menyebutkan
bahwa sejak saat itu pengawasan perdagangan rempah-rempah atas daerah Lampung
diserahkan oleh Sultan Banten kepada VOC yang sekaligus memperoleh monopoli
perdagangan di daerah Lampung.

Pada tanggal 29 Agustus 1682 iring-iringan armada VOC dan Banten membuang sauh di
Tanjung Tiram. Armada ini dipimpin oleh Vander Schuur dengan membawa surat mandat dari
Sultan Haji dan ia mewakili Sultan Banten. Ekspedisi Vander Schuur yang pertama ini ternyata
tidak berhasil dan ia tidak mendapatkan lada yag dicari-carinya. Agaknya perdagangan
langsung antara VOC dengan Lampung yang dirintisnya mengalami kegagalan, karena
ternyata tidak semua penguasa di Lampung langsung tunduk begitu saja kepada kekuasaan
Sultan Haji yang bersekutu dengan kompeni, tetapi banyak yang masih mengakui Sultan
Agung Tirtayasa sebagai Sultan Banten dan menganggap kompeni tetap sebagai musuh.

Sementara itu timbul keragu-raguan dari VOC apakah benar Lampung berada dibawah
Kekuasaan Sultan Banten, kemudian baru diketahui bahwa penguasaan Banten atas Lampung
tidak mutlak.

Penempatan wakil-wakil Sultan Banten di Lampung yang disebut "Jenang" atau


kadangkadang disebut Gubernur hanyalah dalam mengurus kepentingan perdagangan hasil
bumi (lada).

Sedangkan penguasa-penguasa Lampung asli yang terpencar-pencar pada tiap-tiap desa


atau kota yang disebut "Adipati" secara hirarkis tidak berada dibawah koordinasi penguasaan
Jenang Gubernur. Jadi penguasaan Sultan Banten atas Lampung adalah dalam hal garis pantai
saja dalam rangka menguasai monopoli arus keluarnya hasil-hasil bumi terutama lada, dengan
demikian jelas hubungan Banten-Lampung adalah dalam hubungan saling membutuhkan satu
dengan lainnya.

Selanjutnya pada masa Raffles berkuasa pada tahun 1811 ia menduduki daerah Semangka
dan tidak mau melepaskan daerah Lampung kepada Belanda karena Raffles beranggapan
bahwa Lampung bukanlah jajahan Belanda. Namun setelah Raffles meninggalkan Lampung
baru kemudian tahun 1829 ditunjuk Residen Belanda untuk Lampung.

Sejak tahun 1817 posisi Radin Inten semakin kuat, dan oleh karena itu Belanda merasa
khawatir dan mengirimkan ekspedisi kecil di pimpin oleh Assisten Residen Krusemen yang
menghasilkan persetujuan bahwa :

1. Radin Inten memperoleh bantuan keuangan dari Belanda sebesar f. 1.200 setahun.

2. Kedua saudara Radin Inten masing-masing akan memperoleh bantuan pula sebesar f.
600 tiap tahun.

3. Radin Inten tidak diperkenankan meluaskan lagi wilayah selain dari desa-desa yang
sampai saat itu berada dibawah pengaruhnya.

4. Tetapi persetujuan itu tidak pernah dipatuhi oleh Radin Inten dan ia tetap melakukan
perlawananperlawanan terhadap Belanda.

Oleh karena itu pada tahun 1825 Belanda memerintahkan Leliever untuk menangkap Radin
Inten, namun dengan cerdik Radin Inten dapat menyerbu benteng Belanda dan membunuh
Liliever dan anak buahnya. Akan tetapi karena pada saat itu Belanda sedang menghadapi
perang Diponegoro (1825 - 1830), maka Belanda tidak dapat berbuat apa-apa terhadap
peristiwa itu. Tahun 1825 Radin Inten meninggal dunia dan digantikan oleh Putranya Radin
Imba Kusuma.

Setelah Perang Diponegoro selesai pada tahun 1830 Belanda menyerbu Radin Imba
Kusuma di daerah Semangka, kemudian pada tahun 1833 Belanda menyerbu benteng Radin
Imba Kusuma, tetapi tidak berhasil mendudukinya. Baru pada tahun 1834 setelah Asisten
Residen diganti oleh perwira militer Belanda dan dengan kekuasaan penuh, maka Benteng
Radin Imba Kusuma berhasil dikuasai.

Radin Imba Kusuma menyingkir ke daerah Lingga, namun penduduk daerah Lingga ini
menangkapnya dan menyerahkan kepada Belanda. Radin Imba Kusuma kemudian di buang ke
Pulau Timor.

Saat itu rakyat dipedalaman tetap melakukan perlawanan, "Jalan Halus" dari Belanda
dengan memberikan hadiah-hadiah kepada pemimpin-pemimpin perlawanan rakyat Lampung
ternyata tidak membawa hasil. Belanda tetap merasa tidak aman, sehingga Belanda membentuk
tentara sewaan yang terdiri dari orang-orang Lampung sendiri untuk melindungi kepentingan-
kepentingan Belanda di daerah Telukbetung dan sekitarnya. Perlawanan rakyat yang
digerakkan oleh putra Radin Imba Kusuma sendiri yang bernama Radin Inten II tetap
berlangsung terus, sampai akhirnya Radin Inten II ini ditangkap dan dibunuh oleh tentara-
tentara Belanda yang khusus didatangkan dari Batavia.
Sejak itu Belanda mulai leluasa menancapkan kakinya di daerah Lampung. Perkebunan
mulai dikembangkan yaitu penanaman kaitsyuk, tembakau, kopi, karet dan kelapa sawit. Untuk
kepentingan-kepentingan pengangkutan hasil-hasil perkebunan itu maka tahun 1913 dibangun
jalan kereta api dari Telukbetung menuju Palembang.

Hingga menjelang Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 dan periode perjuangan
fisik setelah itu, putra Lampung tidak ketinggalan ikut terlibat dan merasakan betapa pahitnya
perjuangan melawan penindasan penjajah yang silih berganti. Sehingga pada akhirnya sebagai
mana dikemukakan pada awal uraian ini pada tahun 1964 Keresidenan Lampung ditingkatkan
menjadi Daerah Tingkat I Provinsi Lampung.

C. Letak Geografis Lampung

Provinsi Lampung secara geografis terletak antara 3⁰ 45′- 6⁰ 45′ Lintang Selatan dan 103⁰
40‘–105⁰ 40’ Bujur Timur. Wilayah Provinsi Lampung meliputi area daratan dan perairan
seluas 51.991 Km2, terletak diarah tenggara sebelah ujung pulau Sumatera yang dibatasi oleh:

1. Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, di Sebelah Utara

2. Selat Sunda, di Sebelah Selatan

3. Laut Jawa, di Sebelah Timur

4. Samudra Hindia, di Sebelah Barat

Panjang garis pantai sekitar 1.105 km. Terdapat 2 teluk di Lampung yaitu Teluk Semaka
dan Teluk Lampung dengan sekitar 132 pulau yang berhadapan langsung dengan ALKI (Alur
Laut Kepulauan Indonesia) Selat Sunda. Beberapa pulau yang termasuk dalam wilayah
Provinsi Lampung di antaranya Pulau Condong, Pulau Legundi, Pulau Tegal, Pulau Sebuku,
Pulau Kelagian, Pulau Sitiga, Pulau Sebesi, Pulau Puhawang, Pulau Tangkil, Pulau Krakatau,
Pulau Tanjung Putus, Pulau Balak, Pulau Loh, Pulau Lunik, Pulau Tabuan dan Pulau Pisang.

D. Daftar Kabupaten dan Kota di Provinsi Lampung

Secara Adminitratif, Provinsi Lampung dibagi menjadi 13 Kabupaten dan 2 Kota. Berikut
ini adalah daftar 13 Kabupaten dan 2 Kota di Provinsi Lampung beserta Luas wilayah dan
Ibukotanya.

1. Kabupaten Lampung Barat


a) Pusat Pemerintahan : Liwa
b) Bupati/Wali Kota : Parosil Mabsus
c) Luas Wilayah (km2) : 2.142,78
d) Jumlah Penduduk (2017) : 301.131
e) Kecamatan : 15
f) Kelurahan/Desa : 5/131

2. Kabupaten Lampung Selatan


a) Pusat Pemerintahan : Kalianda
b) Bupati/Wali Kota : Nanang Ermanto
c) Luas Wilayah(km2) : 700,32
d) Jumlah Penduduk (2017) : 1.269.262
e) Kecamatan : 17
f) Keluarahan/desa : 4/256

3. Kabupaten Lampung Tengah


a) Pusat Pemerintahan : Gunung Sugih
b) Bupati/Wali Kota : Loekman Djoyosoemarto
c) Luas Wilayah(km2) : 3.802,68
d) Jumlah Penduduk (2017) : 1.468.875
e) Kecamatan : 28
f) Keluarahan/desa : 10/301

4. Kabupaten Lampung Timur


a) Pusat Pemerintahan : Sukadana
b) Bupati/Wali Kota : Zaipul Bukhori
c) Luas Wilayah(km2) : 5.325,03
d) Jumlah Penduduk (2017) : 1.113.976
e) Kecamatan : 24
f) Keluarahan/desa : -/264

5. Kabupaten Lampung Utara


a) Pusat Pemerintahan : Kotabumi
b) Bupati/Wali Kota : Agung Ilmu Mangkunegara
c) Luas Wilayah(km2) : 2.725,87
d) Jumlah Penduduk (2017) : 885.591
e) Kecamatan : 23
f) Keluarahan/desa : 15/232

6. Kabupaten Mesuji
a) Pusat Pemerintahan : Mesuji
b) Bupati/Wali Kota : Saply TH
c) Luas Wilayah(km2) : 2.184,00
d) Jumlah Penduduk (2017) : 315.813
e) Kecamatan :7
f) Keluarahan/desa : -/105

7. Kabupaten Pesawaran
a) Pusat Pemerintahan : Gedong Tataan
b) Bupati/Wali Kota : Dendi Ramadhona
c) Luas Wilayah(km2) : 2.243,51
d) Jumlah Penduduk (2017) : 546.160
e) Kecamatan : 11
f) Keluarahan/desa : -/144

8. Kabupaten Pesisir Barat


a) Pusat Pemerintahan : Krui
b) Bupati/Wali Kota : Agus Istiqlal
c) Luas Wilayah(km2) : 2.907,23
d) Jumlah Penduduk (2017) : 155.964
e) Kecamatan : 11
f) Keluarahan/desa : 2/116

9. Kabupaten Pringsewu
a) Pusat Pemerintahan : Pringsewu
b) Bupati/Wali Kota : Sujadi Saddat
c) Luas Wilayah(km2) : 625,00
d) Jumlah Penduduk (2017) : 421.180
e) Kecamatan :9
f) Keluarahan/desa : 5/126

10. Kabupaten Tanggamus


a) Pusat Pemerintahan : Kota Agung
b) Bupati/Wali Kota : Dewi Handajani
c) Luas Wilayah(km2) : 3.020,64
d) Jumlah Penduduk (2017) : 640.588
e) Kecamatan : 20
f) Keluarahan/desa : 3/299

11. Kabupaten Tulang Bawang


a) Pusat Pemerintahan : Menggala
b) Bupati/Wali Kota : Winarti
c) Luas Wilayah(km2) : 3.466,32
d) Jumlah Penduduk (2017) : 419.427
e) Kecamatan : 15
f) Keluarahan/desa : 4/147

12. Kabupaten Tulang Bawang Barat


a) Pusat Pemerintahan : Tulang Bawang Tengah
b) Bupati/Wali Kota : Umar Ahmad
c) Luas Wilayah(km2) : 1.201,00
d) Jumlah Penduduk (2017) : 268.119
e) Kecamatan :9
f) Keluarahan/desa : 3/93

13. Kabupaten Way Kanan


a) Pusat Pemerintahan : Blambangan Umpu
b) Bupati/Wali Kota : Raden Adipati Surya
c) Luas Wilayah(km2) : 3.921,63
d) Jumlah Penduduk (2017) : 479.256
e) Kecamatan : 14
f) Keluarahan/desa : 6/221

14. Kota Bandar lampung


a) Pusat Pemerintahan : Bandar Lampung
b) Bupati/Wali Kota : Herman HN
c) Luas Wilayah(km2) : 296,00
d) Jumlah Penduduk (2017) : 1.175.397
e) Kecamatan : 20
f) Keluarahan/desa : 126/-
15. Kota Metro
a) Pusat Pemerintahan : Metro
b) Bupati/Wali Kota : A. Pairin
c) Luas Wilayah(km2) : 61,79
d) Jumlah Penduduk (2017) : 165.368
e) Kecamatan :5
f) Keluarahan/desa : 22/-

E. Kebudayaan Lampung

Lampung merupakan salah satu nama provinsi Indonesia yang terletak di pulau Sumatera.
Letak provinsi Lampung berada di bagian paling selatan pulau Sumatera dengan ibukota
Bandar Lampung. Lampung memiliki potensi alam yang sangat beragam. Selain sumber daya
alam yang begitu melimpah, letaknya yang berbatasan langsung dengan lautan membuat
Lampung memiliki potensi kekayaan laut yang sangat melimpah. Selain kekayaan alam yang
melimpah, Lampung juga memiliki kekayaan budaya yang tidak kalah tersohor bila
dibandingka dengan provinsi-provinsi lain di pulau Sumatera. Kebudayaan Lampung meliputi
rumah adat, berbagai tarian tradisional, pakaian adat, juga berbagai kuliner khas.

Kebudayaan di Lampung merupakan perpaduan kebudayaan Arab, Cina, dan India. Hal
tersebut tidak terlepas dari sejarah yang menyebutkan Lampung sebagai jalur perdagangan
dunia, sehingga banyak budaya dari luar Indonesia yang mempengaruhi kebudayaan Lampung.

1. Rumah Adat

Lampung memiliki rumah adat tradisioal Lampung yang disebut Nuwo Sesat. Rumah adat
Nuwo Sesat memiliki bentuk arsitektur yang umum digunakan pada rumah-rumah di pulau
Sumatera, yakni bentuk rumah panggung. Bentuk rumah panggung tersebut tidak lepas dari
kegunaannya untuk mencegah jika sewaktu-waktu ada serangan hewan buas.

Rumah adat Nuwo Sesat dibangun menggunakan kayu. Sedangkan bagian atap dibuat
menggunakan daun ilalang. Penggunaan kayu sebagai bahan baku pembuatan rumah, tidak
lepas dari warisan nenek moyag masyarakat Lampung. Sejarah telah mencatat bahwa Lampung
telah mengenal bencana gempa bumi sejak dahulu. Pembuatan rumah panggung dengan bahan
baku kayu akan mempertahankan posisi rumah dari bencana gempa bumi. Selain itu,
pemanfaatan daun ilalang sebagai atap rumah juga menunjukkan bagaimana masyarakat
Lampung menghargai hasil sumber daya alam yang ada.
2. Pakaian Adat

Provinsi Lampung memiliki kain yang sangat khas yakni kain tapis. Kain ini berkesan
sangat mewah karena pembuatannya dipadupadankan dengan penggunaan benang emas
sehingga menimbulkan warna berkilauan yang indah pada kain tapis. Kain tapis ini oleh
masyarakat Lampung bias digunakan dalam upacara-upacara adat atau ketika menghadiri
acara-acara formal.

Dalam kesehariannya, laki-laki menggunakan kikat sebagai pengikat kepala. Untuk


menutupi badan para lelaki menggunakan baju berbentuk teluk belanga belah buluh yang
disebut kawai. Sedangkan untuk perempuan, sehari-hari mereka menggunakan
kanduk/kakambut atau kudung untuk penutup kepala. Sedangkan untuk menutupi badan,
mereka menggunakan Lawai.

Dalam menghadiri upacara-upacara adat atau acara yang sifatnya formal, masyarakat
Lampung, terutama para wanita sangat menghargai keindahan berpakaian. Mereka sering
menggunakan kain tapis yang berkilau karena dihiasi benang emas. Kemewahan kain tapis
tersebut makin indah ketika para wanita menambahkan berbagai aksesoris untuk dipakai,
seperti gelang dan kalung. gelang dan kalung tersebut terbuat dari emas, senada dengan warna
kain yang mereka pakai. Pada kebanyakan pakaian adat di berbagai daerah, biasanya pakaian-
pakaian tersebut tidak dilengkapi dengan sepatu. Pakian adat Lampung merupakan pakaian
adat yang tergolong lengkap dengan adanya tambahan penggunaan sepatu yang tepat yakni
penggunaan selop beludru berwarna hitam untuk laki-laki dan perempuan. Penggunaan selop
beludru tersebut biasanya dipakai oleh pengantin perempuan dan laki-laki yang sedang
melangsungkan pernikahan.

3. Tarian Adat

Lampung memiliki lebih dari satu tarian adat. Seperti halnya di daerah lain, tarian
tradisional Lampung ini dilakukan saat acara-acara tertentu. Tarian-tarian tradisional Lampung
tersebut meliputi:

a. Tari Sembah atau Tari Sigeh Pengunten


Tari Sigeh Pengunten sebenarnya merupakan pengembangan dari Tari Sembah. Tari
Sembah atau tari Sigeh Pengunten disajikan oleh remaja-remaja putri atau anak-anak.
Tarian ini bersifat suka ria dan biasanya disajikan untuk menyambut tamu-tamu penting
dalam suatu acara tertentu. Tarian ini menunjukkan sikap ramah masyarakat Lampung
dalam menyambut para tamunya. Selain itu esensi dari tari Sigeh Pengunten ini adalah
suatu bentuk penghormatan kepada para tamu yang hadir. Masyarakat Lampung terbagi
menjadi dua adat yang mendominasi yaitu Pepadun dan Peminggir. Keduanya merasa
memiliki hak besar untuk memperlihatkan kebuadayaan yang selanjutnya menjadi
identitas kebudayaan Lampung. Tari Sigeh Pengunten merupakan perpaduan antara
adat Pepadun dan Peminggir sehingga terciptalah sebuah tarian yang harmonis yang
mampu menunjukkan identitas kedua adat tersebut, sekaligus mampu menjadi identitas
kebudayaan Lampung.
Seperti namanya, yaitu tari Sigeh Pengunten, tarian ini menggunakan aksesoris utama
yakni siger. Siger merupakan aksesoris yang dipakai sebagai mahkota. Mahkota
tersebut berwarna emas, menunjukkan identitas asli masyarakat Lampung. Selain
aksesoris kepala yang khas, tarian ini juga menggunakan aksesoris penutup jari yang
berbentuk kerucut dan berwarna emas. Aksesoris penutup jari ini mirip dengan
aksesoris yang digunakan dalam tarian asal Sumatera Selatan, yaitu tari Tanggai yang
juga merupakan tarian untuk menyambut tamu.

b. Tari Melinting
Tari Melinting merupakan tarian tradisional yang berasal dari Lampung Timur. Tarian
ini merupakan peninggalan Ratu Melinting, yang sekaligus menggambarkan
keperkasaan dan keagungan Keratuan Melinting. Tahun 1958, tarian ini
disempurnakan. Sebelum tahun tersebut, tari Melinting mutlak milik Keratuan
Melinting. Di mana tari tersebut hanya boleh dilakukan dalam upacara Keagungan
Keratuan Melinting. Penarinya pun hanya berasal dari putra dan putri Keratuan
Melinting.
Saat ini, tari Melinting tidak hanya ditampilkan di lingkup Keratuan Melinting. Tari
Melinting kini telah beralih fungsi sebagai tarian yang ditampilkan sebagai hiburan atau
sebagai persembahan untuk menyambut tamu dari luar Lampung. Selain sebagai
hiburan dan penyambutan tamu, tari Melinting merupakan penggambaran bentuk
pergaulan yang membahagiakan dari pasangan muda-mudi. Dalam tarian ini, gerakan
laki-laki sifatnya lebih dinamis, sedangkan untuk perempuan gerakannya relatif lebih
lembut sesuai dengan sifat mereka.

4. Makanan Khas

Kebudayaan di lampung juga tidak terlepas dari makanan khasnya yang luar biasa enak.
Beberapa jenis kuliner khas Lampung di antaranya adalah Seruit, Tempoyak, Sambal
Lampung, dan Lapis Legit. Semua jenis kuliner tersebut hampir pernah didengar oleh
masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Bahkan Lapis Legit, makanan asli Lampung ini
sering dijadikan oleh-oleh meskipun tidak di wilayah Lampung itu sendiri.

Seruit merupakan sajian kuliner berupa ikan yang digoreng kemudan disajikan bersama
sambal terasi atau makanan-makanan lain seperti tempoyak atau sambal Lampung. Esensi dari
Seruit bukan berada pada jenis masakan tetapi dari cara memakannya. Makan seruit biasanya
dilakukan bersama-sama orang lain. Cara makan seperti itu menunjukkan rasa kebersamaan
yang tinggi.

Tempoyak adalah salah satu jenis bahan makanan yang berasal dari fermentasi durian.
tempoyak sering dibuat menjadi sambal dan disajikan dengan berbagai jenis ikan. Makanan
khas Lampung lainnya adalah sambal Lampung dan lapis legit. Kedua makanan ini hampir
setiap orang mengetahui. Bahkan salah satu merek produk saus sambal kenamaan Indonesia
menjadikan sambal Lampung sebagai salah satu rasa dalam saus sambalnya.
5. Bahasa
Masyarakat Lampung yang plural menggunakan berbagai bahasa, antara lain: bahasa
Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Bali, bahasa Minang dan bahasa setempat yang
disebut bahasa Lampung.

F. Komposisi Masyarakat Lampung

Lampung merupakan provinsi multietnis dengan 3 besar suku mayoritas, yaitu Jawa,
Lampung, dan Sunda, dimana Lampung merupakan suku asli di provinsi ini.

Suku di Lampung
Suku Persen
Jawa   62%
Lampung   25%
Sunda   9%
Keturunan Sumatra Selatan   5.4%
Keturunan Banten   2.3%
Bali   1.4%
Minangkabau   0.9%
Batak 0.7%
Keturunan Tionghoa   0.5%
Keturunan Sumatra Lainnya   0.4%
Bugis   0.28%
Asal Luar Negeri   0.0153%
Lain-lain 0.88%
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/reki_fahlevi/5561c8b8c423bd41538d6dd3/buku-handak-ii-
pendapat-sayuti-ibrahim-tentang-nama-lampung

http://bloggbebass.blogspot.com/2014/01/asal-usul-nama-lampung.html

http://lampungprov.go.id/page/detail/sejarah-lampung.html

https://ilmuseni.com/seni-budaya/kebudayaan-lampung
https://id.wikipedia.org/wiki/Lampung

Anda mungkin juga menyukai