Anda di halaman 1dari 4

1.

Analisa PICOT
A. Problem
Peneliti menggunakan desain penelitian pre-eksperimental dengan
pendekatan one group pra-post test design. Teknik sampling yang
digunakan adalah Non Probability Sampling dengan pendekatan Purposive
Sampling. Dalam penelitian ini, cara menyelesaikan sampel dengan cara
mengobservasi luka diabetik sebelum dan sesudah terapi madu.
B. INTERVENTION

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan alat ukur


secara langsung kepada responden penelitian untuk mencari perubahan
atau hal-hal yang akan diteliti. berat badan. Responden diberikan
intervensi rawat luka menggunakan madu 2 kali sehari selama 2 minggu
kemudian membandingkan hasil sebelum dan sesudah diberikan intervensi

C. COMPARATION
pada penelitian yang berjudul efektivitas penggunaan madu
campuran terhadap proses penyembuhan luka kaki diabetik di Poli Kaki
Diabetik Rumah Sakit Ulin Banjarmasin yang dilakukan oleh Subhannur
Rahman, Dini Rahmayani pada tahun 2016 .dengan jumlah sampel 15
orang menunjukan hasil rata-rata granulasi pada luka kaki diabetik grade II
dan grade III dengan perawatan madu campuran tumbuh pada hari ke 14
sampai dengan 21 hari perawatan
pada penelitian yang mengidentifikasi perbedaan keefektifan
penyembuhan luka menggunakan balutan madu dan balutan normal salin-
povidone iodine pada pasien trauma dengan luka terbuka yang dirawat di
salah satu RS di Bukittinggi yang dilakukan oleh Zulfa, Elly Nurachmah,
Dewi Gayatri pada tahun 2008 dalam Jurnal Keperawatan Indonesia,
Volume 12, No. 1, Maret 2008; hal 34-39 dengan jumlah sampel 6
responden (3 responden untuk masing-masing kelompok intervensi madu
serta normal salin-povidone iodine). Hasil penelitian menunjukkan
Perawatan luka dengan madu membuat responden tidak merasa nyeri,
tidak terjadi perlengketan serta perdarahan saat membuka balutan ketika
dibersihkan, sedangkan dengan normal salin-povidone iodine, responden
merasakan sebaliknya
D. OUTCOME
sebagian besar responden di RW 011 Kelurahan Pegirian Surabaya
mengalami perubahan derajat luka setelah dilakukan terapi madu. Dari
hasil tersebut dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden di RW 011
Kelurahan Pegirian Surabaya mengalami perubahan derajat luka setelah
dilakukan terapi madu. Berdasarkan hasil uji statistik Wilcoxon
menunjukkan p=0,023 yang berarti p <0,05 dan demikian dapat diartikan
bahwa HO ditolak yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh madu
terhadap penyembuhan luka diabetik.
E. TIME

Penelitian dilakukan selama 2 minggu dengan pemberian madu 2 kali


sehari.
2. Terapi madu terhadap luka kaki diabetic
Madu cocok untuk di gunakan merawat luka karena madu membunuh
bakteri dan bisa menjaga kelembaban luka. Selain itu kandungan glukosa
dalam madu dapat menutrisi jaringan atau sel luka untuk sembuh. Selain itu
Basal et al (2009) menyatakan bahwa madu memiliki kandungan air 18,25%:
kelembaban/aktivitas air (AW) sebesar 0,58%: Hidrogen peroksida sebesar
0,038 mmol/L: Keasaman (pH) sebesar 3,95: kandungan protein sebesar
0,29%: Fruktosa sebesar 38,87%: glukosa sebesar 29,98% dan mineral
sebesar 0,20%. Rata-rata kandungan air pada madu sekitar 17% dengan AW
sebesar 0,56-0,62 hal ini tidak mendukung pertumbuhan kebanyakan bakteri
yang membutuhkan AW sebesar 0,94-0,99 pertumbuhan bakteri dihambat
oleh hydrogen peroksida, selain itu bakteri pathogen hanya bisa hidup pada
pH antara 4,0-4,5

Menurut Anik Maryunani, (2015:) dimana madu dapat membunuh bakteri


karena
a. Mekanisme unik dalam madu
a. Madu mengandung sekitar 70-80% gula, dan berarti kandungan
airnya sangat rendah.
b. Jika madu diencerkan, enzim ‘glucpse oxidase’ di dalamnya
membuat gula (seperti minuman), yang kemudian akan
menghasilkan ‘hydrogen peroksida; yang merupakan zat
antibacterial
c. Proses penyembuhan ditingkatkan dalam lingkungan dalam
lingkung yang lembab dan madu tidak menyebabkan kerusakan
jaringan.
d. Madu mempunyai efek nutrisi pada luka, yang menyuplai gula ke
sel darah putih yang memerangi infeksi
e. Madu juga membunuh bakteri, yang menyuplai zat-zat nutrisi ke
sel-sel dengan menarik serum keluar melalui jaringan dengan cara
osmosis
b. Osmolaritas yang tinggi
a. Madu merupakan larutan yang mengalami supersaturasi dengan
kadar gula yang tinggi dan memunyai interaksi kuat dengan
molekul air sehiingga akan dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dan mengurangi aroma pada luka
b. Cooper et al (1999) madu memiliki efek antri bakteri pada
beberapa jenis luka infeksi. Misalnya bakteri staphylococcus
aureus.
c. Efem dan iwara (1992) madu alam dapat membunuh bakteri
pseudomonas aeruginosa dan clostritidium.
d. Aksi osmolitik menimbulkan film cairan/liquid antara jaringan dan
balutan, yang memungkinkan balutan terangkat dengan mudah
tanpa menimbulkan kerusakan pada sel-sel yang baru terbentuk.
e. Madu dapat mengurangi pembengkakan pada jaringan luka yang
bengkak serta mengurangi nyeri
c. Madu ph rendah
a. Madu sangat asam ( ph 3.9-4,5) dimana dapat menghentikan
pertumbuhan sebagian besar bakteri
b. Ph yang rendah dari madu dapat mencegah terjadinya penetrasi dan
kolonisasi kuman
c. Apabila terjadi kontak dengan cairan luka khususnya luka kronis,
cairan luka akan terlarut akibat kandungan gula yang tinggi pada
madu sehingga menjadi lembab dan hal ini dianggap baik untuk
proses penyembuhan luka
d. Kandungan air yang terdapat dalam madu akan memberikan
kelembaban pada luka
d. Hydrogen peroksida
a. Bila madu dilarutkan dengan cairan (eksudat) pada luka, hydrogen
peroksida akan di produksi
b. Hal ini terjadi akibat adanya reaksi enzim glukosa oksidasi yang
terkandung di dalam madu yang memiliki sifat anti bakteri
c. Proses ini tidak menyebabkan kerusakan pada luka dan juga akan
mengurangi bau yang tidak enak pada luka khususnya luka kronis.
d. Hydrogen peroksida dihasilkan dalam jumlah yang rendah dan
tidak panas sehingga tidak membahayakan kondisi luka

Anda mungkin juga menyukai