Anda di halaman 1dari 10

BAB IV

ANALISIS JURNAL

4.1. Profil Jurnal Resiko Jatuh


4.4.1. Judul
The Incidence Of Falls In Intensive Care Survivors

4.4.2. Penulis
Shane M. Patman PhD, MSc, Grad Cert Uni Teaching, BAppSc(Physio) a,∗,
Diane Dennis BAppSc(Physio)b, Kylie Hill PhD, BSc(Physiotherapy)c,d

4.4.3. Afiliasi
(a) School of Physiotherapy and Institute for Health and Rehabilitation
Research, The University of NotreDame Australia, Fremantle, Western
Australia, Australia
(b) Physiotherapy Department, Sir Charles Gairdner Hospital, Perth, Western
Australia, Australia
(c) School of Physiotherapy and Curtin Health Innovation Research Institute,
Curtin University, Perth, Western Australia, Australia
(d) Lung Institute of Western Australia and Centre for Asthma, Allergy and
Respiratory Research, University of Western Australia, Perth, Western
Australia, Australia

4.4.4. Tahun Publikasi


Tahun : 2011

4.4.5. Jurnal Penerbit


Australian Critical Care (2011) 24, 167—174
School of Physiotherapy, The University of Notre Dame Australia, 19 Mouat
Street

4.4.6. Abstrak
Background: Kejadian jatuh di antara orang dewasa dalam perawatan
akut adalah masalah penting dengan tingkat penurunan di rumah sakit tersier
mulai dari 2% hingga 5%. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko jatuh,
seperti usia lanjut, perubahan status mental, obat-obatan yang bekerja pada
sistem saraf pusat dan mobilitas yang buruk, sering menjadi ciri individu yang
bertahan dalam perawatan ICU dalam waktu lama.
Purpose: Untuk mengukur kejadian jatuh dan menggambarkan
karakteristik pasien resiko jatuh di antara para pasien perawatan intensif.
Methods: Tinjauan grafik retrospektif yang komprehensif dilakukan
terhadap 190 orang dewasa yang diintubasi dan berventilasi selama ≥168 jam
dan selamat dari perawatan akut mereka. Menggunakan formulir standar,
beberapa variabel diekstraksi termasuk jatuh selama rawat inap dan faktor
risiko seperti usia, tingkat keparahan penyakit, dan lama tinggal di perawatan
intensif dan rumah sakit.
Findings: Tiga puluh dua (17%, interval kepercayaan 95% 11,5-22,2%)
pasien jatuh setidaknya satu kali di ruang rawat inap setelah tinggal di ICU.
Dibandingkan dengan resiko rendah-pasien jatuh, pasien jatuh berusia lebih
muda (53,2 ± 17,9 vs 44,1 ± 18,3 tahun; p = 0,009) dan memiliki durasi
dukungan inotropik yang lebih pendek di ICU (84 ± 112 vs 56 ± 100 jam; p =
0,040). Mayoritas pasien jatuh berusia di bawah 65 tahun (84%). Baik resiko
tinggi dan rendah memiliki skor APACHE II yang sama (20 ± 8 vs 21 ± 7; p =
0,673), lama tinggal di perawatan intensif (14,2 ± 8,7 vs 14,0 ± 9,7 hari; p =
0,667) dan panjang rumah sakit tinggal (43,9 ± 33,1 vs 41,0 ± 38,8 hari; p =
0,533).

4.2. Analsis PICOT


Population 190 adults patients in ICU Sir Charles Gairdner Hospital (SCGH)
Intervention Tinjauan grafik retrospektif yang komprehensif dilakukan terhadap 190
orang dewasa yang diintubasi dan berventilasi selama ≥168 jam dan selamat
dari perawatan akut mereka.

Menggunakan formulir standar, beberapa variabel diekstraksi termasuk


jatuh selama rawat inap dan faktor risiko seperti usia, tingkat keparahan
penyakit, dan lama tinggal di perawatan intensif dan rumah sakit.
Comparation Untuk variabel kategori, karakteristik faller dan non-faller dibandingkan
dengan menggunakan uji Chi-square. Untuk variabel kontinu parametrik
dan non-parametrik, karakteristik faller dan non-faller dibandingkan
masing-masing dengan menggunakan uji T-independen atau uji Mann-
Whitney U. Nilai probabilitas (p) kurang dari 0,05 diambil untuk mewakili
signifikansi statistik.
Outcome Tiga puluh dua pasien jatuh setidaknya satu kali di ruang rawat inap setelah
tinggal di ICU (17%, interval kepercayaan 95%, 11,5-22,2%). Mayoritas
faller berusia di bawah 65 tahun (84%). Baik faller dan non-faller memiliki
skor APACHE II yang sama (20 ± 8 vs 21 ± 7; p = 0,673), lama tinggal di
perawatan intensif mempengaruhi skor resiko jatuh.
Time Dua Tahun sejak 10 December 2010

4.3. Kritik Jurnal


4.3.1. Topik Penelitian
Topik penelitian yang dipilih sudah ditulis dengan baik, tujuan
penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui seberapa sering kejadian jatuh
di ruang ICU, dan membandingkannya antara pasien dengan resiko jatuh dan
pasien yang tidak beresiko jatuh. Topik disajikan secara koherens mulai dari
judul, pendahuluan, metode, hasil dan kesimpulan. Peneliti juga menjelaskan
mengapa topik tersebut diangkat sebagai sebuah penelitian. Akan tetapi
peneliti lebih mengutamakan pasien dengan penggunaan inotropic support
sebagai pasien kelolaan, padahal ada beberapa pasien yang seharusnya ikut
diobservasi, seperti pasien dengan seizure convulsive dengan resiko jatuh lebih
tinggi dan memerlukan restrain.

4.3.2. Literatur Review


Literatur dalam penelitian ini cukup kurang lengkap untuk menguatkan
data statistik terkait kejadian pasien jatuh di ruang ICU. Beberapa sumber
referensi yang digunakan sudah melebihi rentang waktu 10 tahun yang lalu.
Namun demikian, secara umum literatur yang digunakan dalam penelitian ini
sudah cukup lengkap dan memiliki rentang waktu yang dekat dengan waktu
penelititan (sekitar 2 – 5 tahun) sehingga dapat mendukung penulisan artike
ini. literatur yang digunakan telah mencakup referensi tentang keamanan
pasien, pelayanan di intensiv care unit, geriatri, dan konsekuensi dari kejadian
jatuhnya pasien di ICU.

4.3.3. Metode
Desain: Tinjauan retrospektif komprehensif diselesaikan dari catatan medis
yang berkaitan dengan 190 pasien secara berurutan dirawat di ICU28 Level 3
23 tempat tidur di rumah sakit tersier metropolitan [Rumah Sakit Sir Charles
Gairdner (SCGH)]. Sampel diidentifikasi dengan menyaring semua pasien yang
dirawat di ICU selama periode dua tahun. Kriteria penelitian: Kriteria inklusi
meliputi: (i) diterima di ICU di SCGH antara 1 Januari 2007 dan 31 Desember
2008, (ii) intubasi dan ventilasi selama ≥7 hari (168 jam) di ICU, dan (iii)
selamat dari ICU dan rawat inap. Pasien dikeluarkan dari penelitian jika peneliti
tidak dapat mengakses catatan medis mereka. Untuk variabel kategori,
karakteristik faller dan non-faller dibandingkan dengan menggunakan uji Chi-
square. Untuk variabel kontinu parametrik dan non-parametrik, karakteristik
faller dan non-faller dibandingkan masing-masing dengan menggunakan uji T-
independen atau uji Mann-Whitney U. Nilai probabilitas (p) kurang dari 0,05
diambil untuk mewakili signifikansi statistik.

4.3.4. Hasil
Hasil yang disajikan oleh peneliti cukup jelas dan sesuai dengan
permasalahan penelitian. Jumlah 190 pasien dan metode penelitian yang baik
dan valid dapat dijadikan dasar bahwa hasil penelitian ini dapat
digeneralisasikan bagi populasi. Tiga puluh dua (17%, interval kepercayaan
95% 11,5-22,2%) pasien jatuh setidaknya satu kali di ruang rawat inap setelah
tinggal di ICU. Dibandingkan dengan resiko rendah-pasien jatuh, pasien jatuh
berusia lebih muda (53,2 ± 17,9 vs 44,1 ± 18,3 tahun; p = 0,009) dan memiliki
durasi dukungan inotropik yang lebih pendek di ICU (84 ± 112 vs 56 ± 100
jam; p = 0,040). Mayoritas pasien jatuh berusia di bawah 65 tahun (84%). Baik
resiko tinggi dan rendah memiliki skor APACHE II yang sama (20 ± 8 vs 21
± 7; p = 0,673), lama tinggal di perawatan intensif (14,2 ± 8,7 vs 14,0 ± 9,7
hari; p = 0,667) dan panjang rumah sakit tinggal (43,9 ± 33,1 vs 41,0 ± 38,8
hari; p = 0,533).
4.3.5. Pembahasan
Pembahasan dan hasil penelitian ini telah menjelaskan bahwa Kejadian
buruk di rumah sakit merupakan 41% insiden keselamatan pasien. Resiko jatuh
di rumah sakit telah dikaitkan dengan konsekuensi negatif lainnya termasuk
cedera pada sebanyak 30% kasus, kecemasan, kehilangan kepercayaan dan
depresi, peningkatan lama rawat inap dan biaya, hasil rehabilitasi yang lebih
buruk, dan risiko lebih besar memerlukan perawatan di rumah. Kejadian jatuh
dalam perawatan akut adalah masalah penting dengan tingkat penurunan di
rumah sakit tersier mulai dari 2% hingga 5%. Faktor-faktor yang
meningkatkan risiko jatuh, seperti usia lanjut, perubahan status mental, obat-
obatan yang bekerja pada sistem saraf pusat dan mobilitas yang buruk, sering
menjadi ciri individu yang bertahan dalam perawatan ICU.
Insiden jatuh di antara mereka yang membutuhkan ventilasi mekanis di
ICU selama setidaknya tujuh hari dan selamat dari perawatan akut adalah 17%
atau 3,8-4,1 jatuh per 1000 tempat tidur-hari. Semua rekaman jatuh terjadi di
luar ICU. Setengah dari orang-orang yang jatuh selama rawat inap mereka
masih dipulangkan langsung ke rumah dan lama rawat inap mereka mirip
dengan yang tidak jatuh. Pasien yang memerlukan perawatan di ICU yang
berkepanjangan mungkin memiliki profil risiko yang berbeda daripada pasien
rawat inap dan oleh karena itu setidaknya kita dapat mengambil manfaat dari
penilaian keseimbangan dan risiko jatuh oleh tim multidisiplin.

4.3.6. Implikasi Hasil Penelititan


Implikasi penemuan bagi praktek assessment The Incidence Of Falls
In Intensive Care Survivors telah dicantumkan oleh penulis dengan jelas, yaitu:
Insiden jatuh di antara mereka yang membutuhkan ventilasi mekanik di ICU
selama setidaknya tujuh hari dan selamat dari perawatan akut adalah 17% atau
3,8-4,1 jatuh per 1000 tempat tidur-hari. Semua rekaman jatuh terjadi di luar
ICU. Dibandingkan dengan non-faller, faller lebih muda dan membutuhkan
durasi dukungan inotropik yang lebih pendek. Ada kecenderungan penebang
memiliki kondisi komorbid yang lebih sedikit dan lebih mungkin dirawat di
ICU dengan penghinaan neurologis. Distribusi usia penebang pasca ICU
berbeda dengan yang telah ditunjukkan di rumah sakit dan masyarakat, dan
memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Setengah dari orang-orang yang jatuh
selama rawat inap mereka masih dipulangkan langsung ke rumah dan lama
rawat inap mereka mirip dengan yang tidak jatuh. Pasien yang memerlukan
perawatan di ICU yang berkepanjangan mungkin memiliki profil risiko yang
berbeda untuk pasien rawat inap dan karenanya dapat mengambil manfaat dari
penilaian keseimbangan dan risiko jatuh oleh tim multidisiplin. Studi masa
depan harus memeriksa efektivitas strategi perlindungan jatuh khusus pada
populasi pasien ini.

4.4. Profil Jurnal Terapi Dzikir


4.4.1. Judul
Pengaruh terapi zikir terhadap tingkat depresi pada pasien gagal ginjal yang
menjalani haemodialisa

4.4.2. Penulis
Fatchurrozak Himawan, Suparjo, Cuciati

4.4.3. Afiliasi
Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi D-3 Keperawatan Kota Tegal

4.4.4. Tahun Publikasi


Tahun : 2020

4.4.5. Jurnal Penerbit


Journal of holistic nursing science

4.4.6. Abstrak
Hemodialisa bagi pasien gagal ginjal kronik dapat menimbulkan rasa
khawatir yang dapat berubah setiap waktu dan bisa berakhir menjadi depresi.
Berdzikir memberikan rasa ketenangan, menghilangkan kesedihan dan
menimbulkan motivasi untuk hidup lebih baik serta mampu mengurangi
kecemasan maupun depresi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh
dzikir pagi dan sore terhadap tingkat depresi pada pasien gagal ginjal yang
menjalani hemodialisa di RSU Kardinah Tegal
Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kuantitatif
dengan desain Quasi experiment with (Non Equivalent Control Group) Pretest
Posttest. Jumlah sampel 40 responden terdiri dari 20 responden kelompok
kontrol dan 20 responden kelompok intervensi. Pengambilan sampel
menggunakan teknik Purposive Sampling. Instrumen untuk mengukur depresi
dengan Beck depression Inventory (BDI) II.
Hasil penelitian ada penurunan tingkat depresi kelompok intervensi
dengan uji beda pre-post Wilcoxon nilai 0,007. dengan rata-rata penurunan
score 4,95 point. Dari 20 responden terdapat 15 responden terjadi penurunan
score dengan rata-rata penurunan score 11,83 point dan 5 responden
mengalami peningkatan rata-rata 5 point. Tidak ada pengaruh penurunan
tingkat depresi pada kelompok kontrol dengan uji beda pre-post Wilcoxon nilai
0,268. Terdapat peningkatan score depresi 10 responden dan 9 responden
mengalami penurunan dengan rata-rata penurunan 6.75 point. Dapat
disimpulkan terapi dzikir pagi-sore bukan satu-satunya faktor yang dapat
menurunkan tingkat depresi pada responden hemodialisa dengan gagal ginjal.

4.5. Analsis PICOT


Population Jumlah sampel 40 responden
Intervention 20 responden kelompok kontrol dan 20 responden kelompok
intervensi.
dibagi dua berdasar tingkat depresi berdsarkan score BDI II.

Kelompok perlakuan diberi intervensi dzikir pagi sore selama 2


kali tatap muka dalam 1 minggu. Tiap pertemuan dilaksanakan
dengan durasi 30 menit berdasarkan waktu yang disepakati
bersama responden.
Comparation Hasil dari kelompok perlakuan atau treatment (A) dibandingkan
dengan hasil dari kelompok kontrol (B). Kelompok perlakuan (A)
dan kelompok kontrol (B), keduanya dilakukan pretest dan posttest
untuk mengetahui tingkat depresi dengan instrument BDI II.
Outcome Tidak ada pengaruh penurunan tingkat depresi pada kelompok
kontrol dengan uji beda pre-post Wilcoxon nilai 0,268. Terdapat
peningkatan score depresi 10 responden dan 9 responden
mengalami penurunan dengan rata-rata penurunan 6.75 point.
Time 2 minggu yaitu pada tanggal 29 Juli sampai dengan 12 Agustus
2019
4.6. Kritik Jurnal
4.6.1. Topik Penelitian
Topik penelitian yang dipilih sudah ditulis dengan baik, mudah
dimengerti dan dipahami. Tujuan dari pemilihan topik ini dituliskan oleh
peneliti untuk untuk mengetahui pengaruh dzikir pagi dan sore terhadap
tingkat depresi pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa di RSU
Kardinah Tegal, dikarenakan menurut penelitian varherlen, beberapa
penelitian baru-baru ini mengidentifikasikan hubungan yang signifikan antara
depresi dan kematian. karena tingginya prevalensi depresi dan dampak
potensial pada kelangsungan hidup, diperlukan invertigasi yang baik. Topik
disajikan secara koherens mulai dari judul, pendahuluan, metode, hasil dan
kesimpulan. Peneliti juga menjelaskan mengapa topik pengaruh dzikir pagi
dan sore diperlukan.

4.6.2. Literatur Review


Literatur dalam penelitian ini sudah cukup lengkap, akan tetapi belum
cukup kuat untuk menguatkan data statistik terkait terapi dzikir pagi sore,
referensi lebih banyak dari jurnal-jurnal sebelumnya dan sedikit dari beberapa
buku dengan sumber referensi yang digunakan sudah melebihi rentang waktu
10 tahun yang lalu.

4.6.3. Metode
Metode Penelitian dituliskan secara jelas oleh peneliti mulai dari
jumlah sampel, kriteria inklusi dan ekslusi yang digunakan. Penelitian ini
dilakukan dengan desain Quasi experiment with (Non Equivalent Control
Group) Pretest Posttest. Sampel diambil dari RSUD Kardinah Kota Tegal
selama 2 minggu yaitu pada tanggal 29 Juli sampai dengan 12 Agustus 2019
yang sedang menjalankan terapi haemodialisa dua kali dalam seminggu,
beragama islam, bisa membaca dan terindikasinya adanya depresi dengan BDI
II.. Sampel berjumlah 40 responden ditentukan dengan rumus slovin, dengan
teknik dalam pengambilan sampel yang digunakan yaitu purposive sampling.
Berdasarkan kejelasan metode penelitian yang telah digambarkan tampak
bahwa peneliti berusaha melakukan penelitian ini dengan sungguh-sungguh
sehingga dapat dipertanggungjawabkan skemanfaatannya.
4.6.4. Hasil
Hasil yang disajikan oleh peneliti sudah jelas dan sesuai dengan api
permasalahan penelitian. Akan tetapi mungkin hasil yang didapatkan kurang
maksimal dikarenakan faktor-faktor yang berpengaruh lainnya kurang
dikontrol sepenuhnya. Hasil penelitian ada penurunan tingkat depresi
kelompok intervensi dengan uji beda pre-post Wilcoxon nilai 0,007. dengan
rata-rata penurunan score 4,95 point. Dari 20 responden terdapat 15 responden
terjadi penurunan score dengan rata-rata penurunan score 11,83 point dan 5
responden mengalami peningkatan rata-rata 5 point. Tidak ada pengaruh
penurunan tingkat depresi pada kelompok kontrol dengan uji beda pre-post
Pembahasan dan hasil penelitian ini telah menjelaskan bahwa ada pengaruh
pemberian terapi dzikir terhadap penurunan tingkat depresi pada pasien yang
menjalani HD di RSUD Kardinah Kota Tegal.
Wilcoxon nilai 0,268. Terdapat peningkatan score depresi 10
responden dan 9 responden mengalami penurunan dengan rata-rata penurunan
6.75 point. Dapat disimpulkan terapi dzikir pagi-sore bukan satu-satunya
faktor yang dapat menurunkan tingkat depresi pada responden hemodialisa
dengan gagal ginjal.

4.6.5. Pembahasan
Tingkat depresi pada pasien dengan hemodialisa dipengaruhi banyak
faktor, pendekatan spiritual dengan dzikir sebagai salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi penurunan tingkat depresi. Pasien yang mendapat perlakuan
dzikr dari 20 pasien 15 orang mengalami penurunan tingkat depresi namun
terdapat 5 pasien justru mengalami peningkatan depresi sedangkan pada
kelompok kontrol dari 20 pasien 10 pasien mengalami peningkatan dan 9
mengalami penurunan tingkat depresi dan 1 orang tetap pada tingkat depresi
yang sama. Apabila dilihat dari dua kelompok maka dzikir pagi dan sore
memiliki pengaruh terhadap tingkat depresi pasien gagal ginjal namun
keterbatasan pada penelitian ini terletak pada tindakan tersebut bukanlah satu-
satunya faktor yang mempengaruhi penurunan tingkat depresi. Sehingga
banyak hal yang bisa terjadi dan mempengaruhi hasil oleh karena dipengaruhi
seperti contoh usia, jenis kelamin maupun lama hemodialisis
4.6.6. Implikasi Hasil Penelititan
Implikasi penelitian ini dengan menggunakan terapi dzikr pada pasien
ESRD diharapkan untuk meminimalkan semua hal atau faktor perancu yang
bisa mempengaruhi hasil penelitian. Dengan demikian hasil yang diharapkan
menjadi maksimal dalam arti dapat memperoleh hasil murni dari tindakan
dzikir tersebut terhadap penurunan tingkat depresi. Apabila dilihat dari dua
kelompok maka dzikir pagi dan sore memiliki pengaruh terhadap tingkat
depresi pasien gagal ginjal namun bukan satu-satunya faktor yang
mempengaruhi penurunan tingkat depresi.
Usia, agama dan keyakinan, lalu jenis kelamin, dan lama hemodialisis
adalah yang hal perlu di pertimbangkan dikarenakan pada kondisi adanya
penurunan fungsi fisiologis tubuh secara umum dan perbedaan keyakinan
dapat menyebabkan seseorang lebih rentan mengalami kecemasan, depresi,
dan kekhawatiran berlebih terhadap kondisinya saat ini.

Anda mungkin juga menyukai