Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

ANOMALI REFRAKSI

(MIOPIA & ASTIGMATISME)

Pembimbing:

dr. Hasri Darni, Sp. M

Oleh: Syifa Aulia Ahmad

2015730126

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT MATA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

RSIJ PONDOK KOPI

2019
BAB I
STATUS LAPORAN KASUS

1. Identifikasi
Nama : An. R
Umur : 13 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Sekolah Dasar
Alamat : Jakarta Timur
Tanggal berobat : 18 Oktober 2019

2. Anamnesis (Autoanamnesis)

Keluhan Utama:
Mata kanan dan kiri buram sejak 1 bulan SMRS.

Riwayat Perjalanan Penyakit:


Os datang ke Poli Mata Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi
dengan ibunya dengan keluhan mata kanan dan kiri terasa buram sejak 1
bulan SMRS. Keluhan mata buram dirasakan saat sedang belajar di
sekolah, dan pasien tidak mampu membaca tulisan di papan tulis dengan
jelas. Keluhan buram sudah sering dirasakan pasien sebelumnya, namun
diabaikan olehnya. Keluhan mata buram tidak disertai adanya mata merah
dan gatal. Pasien mengaku sesekali matanya berair apabila pasien terlalu
lama bermain handphone. Pasien mengaku tidak ada kesulitan dalam
membaca tulisan dekat, seperti membaca buku. Pasien menyangkal adanya
riwayat trauma sebelumnya, dan juga menyangkal penggunaan kontak
lensa.
Riwayat Penyakit Dahulu:
 Riwayat memakai kacamata (-)
 Riwayat diabetes melitus (-)
 Riwayat dengan keluhan yang sama (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
 Keluhan mata serupa (+) ibu pasien memakai kacamata spheris -1
ODS
 Riwayat katarak pada keluarga (-)
 Riwayat hipertensi (+) pada orang tua
 Riwayat diabetes melitus (-)

Riwayat Psikososial
 Os keseharian bersekolah
 Sering kali membaca dan main handphone sambil tiduran
 Main handphone dalam waktu yang lama
 Makan di jaga dan terpantau (suka makan sayur-sayuran hijau)
 dan tidur cukup

Riwayat Pengobatan
 Os belum memberikan obat apapun

Riwayat Alergi
Tidak mempunyai alergi terhadap obat, makanan, dan cuaca.

3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
• Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
• Kesadaran : Composmentis

Status Oftalmologi
OCULAR DEXTRA PEMERIKSAAN OCULAR SINISTRA

1/60 VISUS 6/20f

Ortoforia KEDUDUKAN BOLA Ortoforia


MATA

Baik ke segala arah PERGERAKAN BOLA Baik ke segala arah


MATA

Edema (-), PALPEBRA Edema (-),


SUPERIOR
Hiperemis (-), Hiperemis (-),

Nyerti tekan (-) Nyeri tekan (-)

Ptosis (-) Ptosis(-)

Edema (-) PALPEBRA Edema(-)


INFERIOR
Hiperemis (-) Hiperemis(-)

Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)

Hiperemis (-), CONJUNGTIVA Hiperemis (-),


TARSALIS
Papil (-) Papil (-),
SUPERIOR
Folikel (-) Folikel (-)

Massa(-) Massa(-)
Hiperemis (-), CONJUNGTIVA Hiperemis (-),
TARSALIS INFERIOR
Papil (-) Papil (-),

Folikel (-) Folikel (-)

Massa(-) Massa (-)

Injeksi Konjungtiva (-), CONJUNGTIVA Injeksi Konjungtiva (-),


BULBI
Injeksi Siliar (-) Injeksi Siliar (-)

Sekret(-) Sekret(-)

Anikterik, SKLERA Anikterik,

Injeksi episklera (-) Injeksi episklera (-)

Jenih, KORNEA Jenih,

Edema (-), Edema (-),

Infiltrat (-) Infiltrat (-)

Hipopion (-) KAMERA OKULI Hipopion (-)


ANTERIOR
Hifema (-) Hifema (-)

Dalam normal Dalam normal

Warna cokelat, IRIS Warna cokelat,

Sinekia anterior (-), Sinekia anterior (-),

Sinekia posterior (-) Sinekia posterior (-)

Bulat, PUPIL Bulat,

Isokor, Isokor,

Reflex cahaya (+) Reflex Cahaya (+)


jernih, LENSA jernih,

Shadow test (-) Shadow test(-)

4 Resume
Os datang ke Poli Mata Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi
dengan ibunya dengan keluhan mata kanan dan kiri terasa buram sejak 1
bulan SMRS. Keluhan mata buram dirasakan saat sedang belajar di
sekolah, dan pasien tidak mampu membaca tulisan di papan tulis dengan
jelas. Keluhan buram sudah sering dirasakan pasien sebelumnya, namun
diabaikan olehnya. Keluhan mata buram tidak disertai adanya mata merah
dan gatal. Pasien mengaku sesekali matanya berair apabila pasien terlalu
lama bermain handphone. Pasien mengaku tidak ada kesulitan dalam
membaca tulisan dekat, seperti membaca buku. Pasien menyangkal adanya
riwayat trauma sebelumnya, dan juga menyangkal penggunaan kontak
lensa.
Pada pemeriksaan oftamologi didapatkan VOD 1/60 dan VOS
6/20f. Pemeriksaan pergerakan bola mata dalam batas normal. Tidak ada
riwayat pemakaian kacamata sebelumnya.

5 Diagnosis
Anomali Refraksi (Miopia sedang dengan Astigmatisme) atau Compound
Myopic Astigmatism

6 Penunjang
 Pemeriksaan Plasido Test

7 Penatalaksanaan
 Edukasi ; untuk tidak membaca buku dan main handphone sambil tiduran
atau dalam cahaya yang kurang. Mengurangi durasi main handphone
 Terapi non-medikamentosa ; Kacamata selalu dipakai, kecuali mandi dan
tidur
 Pemakaian kacamata
Spheris Cylindris Axis Add
OD - 4.00 - 1.00 180 -
OS - 1.50 - 0.50 180 -

8 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

KELAINAN REFRAKSI
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola mata.
Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya
bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda selalu melalui media
penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea.¹¹

Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada


retina. Secara umum, terjadi ketidak seimbangan sistem penglihatan pada mata
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada
retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu
titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan
kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata.¹

Gambar 2.2 Pembiasaan cahaya pada mata normal dan mata dengan kelainan
refraksi

Ametropia
Dalam Bahasa Yunani ametros berarti tidak sebanding atau tidak
seimbang, sedang ops berarti mata. Sehingga yang dimaksud dengan ametropia
adalah suatu keadaan pembiasan mata dengan panjang bola mata yang tidak
seimbang. Hal ini akan terjadi akibat kelainan kekuatan pembiasan sinar media
penglihatan atau kelainan bentuk bola mata.¹²

Ametropia dalam keadaan tanpa akomodasi atau dalam keadaan istirahat


memberikan bayangan sinar sejajar pada focus yang tidak terletak pada retina.
Pada keadaan ini bayangan pada selaput jala tidak sempurna terbentuk.¹²

Dikenal berbagai bentuk ametropia, seperti :

a. Ametropia aksial
Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang, atau lebih
pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau di belakang retina.
Pada myopia aksial focus akan terletak di depan retina karena bola mata lebih
panjang dan pada hipermetropia aksial focus bayangan terletak dibelakang
retina.¹
b. Ametropia refraktif
Ametropia akibat kelainan sistem pembiasan sinar di dalam mata. Bila daya
bias kuat maka bayangan benda terletak di depan retina (miopia) atau bila
daya bias kurang maka bayangan benda akan terletak di belakang retina
(hipermetropia refraktif).¹

Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk-bentuk kelainan :


 Miopia
 Hipermetropia
 Astigmat
MIOPIA
Definisi
Miopia adalah suatu kelainan refraksi, yaitu berkas sinar sejajar yang
masuk ke dalam retina, pada keadaan tanpa akomodasi, dibiaskan di suatu titik
fokus di depan retina. Miopia disebut juga dengan rabun jauh, nearsightedness
atau shortsightedness.¹⁴

Epidemiologi
Prevalensi miopia di dunia masih tinggi. Di Amerika Serikat, berdasarkan
data yang dikumpulkan oleh National Health and Nutrition Examination Survey
pada tahun 1999-2004, dari 7.401 orang berumur 12-54 tahun didapatkan
prevalensi miopia sebanyak 41,6%.³
Asia merupakan daerah yang memiliki prevalensi miopia yang lebih tinggi
jika dibandingkan dengan Amerika. Hasil survei yang dilakukan di Taiwan pada
tahun 2000 mendapatkan prevalensi miopia pada siswa sekolah menengah ke atas
sebesar 84%. Di Singapura, kira-kira lebih dari 80% populasi dewasa menderita
miopia. Terdapat insidens miopia yang tinggi pada tenaga profesional dan murid
sekolah, biasanya termasuk dalam miopia rendah yang disebabkan oleh faktor
lingkungan, misalnya membaca terlalu lama dan pekerjaan dengan penglihatan
jarak dekat.¹

Di Indonesia, angka kejadian miopia juga tinggi. Di Lamongan diketahui


bahwa miopia merupakan penyebab terbanyak kelainan refraksi tidak terkoreksi
sebesar 50% dan sebagian besar dengan tajam penglihatan lebih dari 6/18 pada
usia 6-60 tahun.¹
Prevalensi miopia menunjukkan penurunan dengan meningkatnya usia
(44-50 tahun). Pola ini menunjukkan peningkatan prevalensi pada generasi yang
lebih muda mungkin oleh karena peningkatan paparan penglihatan dekat atau
penurunan prevalensi miopia memang berhubungan dengan bertambahnya usia. ¹⁶

Etiologi
Miopia disebabkan karena terlalu kuat pembiasan sinar di dalam mata
untuk panjangnya bola mata yang diakibatkan oleh: kornea terlalu cembung; lensa
mempunyai kecembungan yang kuat sehingga bayangan dibiaskan kuat; dan bola
mata terlalu panjang.¹⁰

Klasifikasi¹
Dikenal beberapa bentuk miopia seperti :
a) Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti pada
katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga
pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau myopia indeks,
myopia yang terjadi akibat pembiasan nedia penglihatan kornea dan lensa
terlalu kuat.
b) Miopia aksial : akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan
kornea dan lensa yang abnormal.
Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam :
 Miopia ringan : dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri
 Miopa sedang : dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri
 Miopia berat/ tinggi : dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri
Sedangkan menurut perjalanan penyakitnya, miopia dikenal dalam bentuk:

a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa


b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan
ablasi retina dan kebutaan. Miopia ini dapat juga disebut miopia pernisiosa
atau miopia maligna atau miopia degeneratif. Disebut miopia degeneratif atau
miopia maligna, bila miopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan fundus okuli
dan pada panjangnya bola mata sampai membentuk stafiloma postikum yang
terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina. Atrofi
retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang
terjadi ruptur membran Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk
terjadinya neovaskularisasi subretina.
Manifetasi klinik⁸
1. Keluhan utama penderita miopia adalah penglihatan jauh yang kabur.
Perlu di ingat bahwa pada anak kadang hal ini diabaikan dan mereka baru
menyadari setelah membandingkan apa yang dapat dilihatnya dengan apa
yang dapat dilihat temannya.
2. Nyeri kepala lebih jarang dikeluhkan daripada pada hipermetropia
3. Terdapat kecenderungan penderita untuk memicingkan mata saat melihat
jauh. Hal ini ditujukan untuk mendapat efek pinhole dengan makin
kecilnya fissura interpalpebralis.
4. Umumnya penderita miopia suka membaca. Hal ini diduga karena untuk
membaca mereka tidak mengalami gangguan penglihatan.
5. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata
selalu dalam keadaan konvergensi. Hal ini yang menimbulkan keluhan
astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita
akan terlihat juling kedalam atau esotropia. Apabila terdapat miopia pada
satu mata jauh lebih tinggi daripada mata yang lain, dapat terjadi
ambliopia pada mata yang miopianya lebih tinggi. Mata ambliopia akna
menggulir ke temporal yang disebut strabismus divergen (eksotropia).
Diagnosa⁸
Pemeriksaan untuk miopia dapat dilakukan secara subyektif dan obyektif.
Secara subyektif dengan metode trial and error dengan menggunakan kartu
Snellen. Pada prosedur ini, pasien duduk pada jarak 5 m, 6 m, atau 20 feet dari
kartu Snellen dengan pencahayaan yang cukup. Pemeriksaan dilakukan bergantian
dengan menutup salah satu mata. Umumnya mata kanan diperiksa terlebih dahulu
dan mata kiri ditutup. Pasien diminta untuk membaca huruf pada kartu Snellen.
Jika pasien tidak dapat membaca hingga 6/6 maka dicoba dilakukan koreksi
secara trial and error dengan lensa sferis negatif atau minus hingga mencapai
tajam penglihatan yang terbaik. Sebagai pedoman untuk mengetahui bahwa
koreksi telah melampaui koreksi seharusnya. Pasien umumnya akan mengatakan
bahwa lensa sebelumnya lebih jelas, perubahan lensa tidak membuat tulisan lebih
jelas atau tulisan tampak lebih kecil dan gelap. Pemeriksaan kemudian dilanjutkan
untuk mata kiri.
Pemeriksaan secara obyektif dapat dilakukan dengan alat retinoskopi atau
autorefraktometer.
Tata laksana⁹
Penatalaksanaan miopia masih merupakan kontra diantara dokter mata.
Sejauh ini yang dilakukan adalah mencoba mencari bagaimana mencegah
kelainan refraksi pada anak atau mencegah jangan sampai menjadi parah.

a. Kacamata
Koreksi miopia dengan kacamata dapat dilakukan dengan menggunakan
lensa konkaf (cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu lensa
cekung akan menyebar. Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias
terlalu tinggi atau bila bola mata terlalu panjang seperti pada miopia, keadaan ini
dapat dinetralisir dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. Lensa
cekung yang akan mendivergensikan berkas cahaya sebelum masuk ke mata,
dengan demikian fokus bayangan dapat dimundurkan ke arah retina.⁴
Gambar: 2.3 Koreksi Miopia dengan lensa Konkaf

b. Lensa kontak
Lensa kontak yang biasanya digunakan ada 2 jenis yaitu, lensa
kontak keras yang terbuat dari bahan plastik polymethacrylate (PMMA)
dan lensa kontak lunak terbuat dari bermacam-macam plastik hydrogen
hydroxymethylmethacrylate (HEMA). Lensa kontak keras secara spesifik
diindikasikan untuk koreksi astigmatisma ireguler, sedangkan lensa kontak
lunak digunakan untuk mengobati gangguan permukaan kornea.²
Salah satu indikasi penggunaan lensa kontak adalah untuk koreksi
miopia tinggi, dimana lensa ini menghasilkan kualitas bayangan lebih baik
dari kacamata. Namun komplikasi dari penggunaan lensa kontak dapat
mengakibatkan iritasi kornea, pembentukan pembuluh darah kornea atau
melengkungkan permukaan kornea. Oleh karena itu, harus dilakukan
pemeriksaan berkala pada pemakai lensa kontak.²

Gambar 2. Koreksi dengan lensa kontak


c. Visual hygiene⁴
1. Beristirahat dari membaca atau bekerja dengan jarak dekat setiap 30
menit. Selama istirahat ini usahakan untuk dapat berdiri, berkeliling
ruangan dan melihat jauh keluar jendela.
2. Gunakan penerangan yang cukup saat membaca
3. Jarak baca yang baik adalah sepanjang lengan hingga siku.
d. Bedah Refraksi⁴
Ketidaknyamanan memakai kacamata bagi banyak pemakai dan
komplikasi yang berkaitan dengan lensa kontak mendorong pencarian solusi
bedah bagi masalah gangguan refraksi.

Laser excimer merupakan laser yang paling populer, tetapi laser


femtosecond juga terbukti bermanfaat. Pada LASIK, suatu mikrotom bermotor
atau laser femtosecond (all laser LASIK, Intra Lasik) digunakan untuk memotong
lapisan tipis kornea berbentuk diskus yang kemudian dilipat ke belakang.
Tindakan laser pada dasar stroma menghasilkan pembentukan ulang (reshaping)
kornea yang terprogram dengan cermat sesuai keinginan, dan kemudian flap
diposisikan kembali. Teknik-teknik ablasi permukaan, yaitu keratektomi
fotorefraktif (PRK), laser epithelial keratectomy (LASEK), dan epi-LASIK. Pada
PRK, hanya epitel kornea yang diangkat sebelum terapi laser. Pada LASEK dan
epi LASEK, epitel diagkat, dengan alkohol encer kemudian mikrokeratom, dan
diposisikan kembali setelah terapi laser. Bila perlu, pengantar pada semua teknik
ini dapat lebih diperhalus dengan teknologi wavefront guided dengan
mempertimbangkan aberasi optik setiap mata.

Bedah refraktif laser kebanyakan digunakan untuk miopia. Secara umum


PRK digunana untuk miopia rendah (-6PD atau kurang) dan LASIK untuk miopia
sedang , sedangkan pengangkatan lensa jernih dianjurkan untuk miopia tinggi.
LASIK menghasilkan perbaikan yang paling cepat baik penglihatan maupun rasa
nyaman. Teknik ablasi permukaan terutama diindikasikan pada kornea-kornea
tipis dan pasien dengan trauma kornea.

Komplikasi bedah refraktif laser kornea, antara lain hasil refraksi yang
diluar dugaan, refraksi yang fluktuatif, astigmatisme irreguler, regresi, masalah-
masalah pada epitel, flap, dan pertautan, kekeruhan stroma, ektasia kornea, dan
infeksi. Bedah refraksi laser kornea terdahulu menimbulkan keulitan-kesulitan
tertentu saat menetukan kekuatan lensa intraokular pada bedah katarak.3
Komplikasi
a. Ablasio retina
b. Strabismus esotropia
c. Ambliopia

ASTIGMATISME
Definisi³
Terminologi astigmatisme berasal dari bahasa Yunani yang bermaksud
tanpa satu titik. Kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang masuk ke
dalam mata, pada keadaan tanpa akomodasi, dibiaskan pada lebih dari satu titik
focus. Hal ini terjadi karena adanya kelainan kelengkungan permukaan kornea.
Pada keadan ini pembiasan dari berbagai meridian tidak sama.

Epidemiologi
Astigmatisme merupakan kelainan refraksi yang sering terjadi. 5% dari
pasien yang memakai kaca mata mempunyai kelainan astigmatisme. Sebanyak 3%
dari populasi mempunyai kelainan astigmatisme yang melebihi 3.00 D. Di
Indonesia, diperkirakan sebanyak 40 juta populasinya mempunyai kelainan
astigmatisme. Tidak ada perbedaan frekuensi terjadinya astigmatisme pada lelaki
dan perempuan. Prevalensi astigmatisme meningkat dengan usia.

Etiologi
Penyebab dari astigmatisme adalah kelainan bentuk kornea atau lensa,
kelainan posisi lensa dan kelainan indeks refraksi lensa. Kelainan bentuk kornea
sebagian besar bersifat kongenital, yang tersering adalah kurvatura vertikal lebih
besar dari horisontal. Pada saat lahir bentuk kornea umumnya sferis. Astigmat
baru timbul 68% pada saat anak berusia 4 tahun dan 95% pada usia 7 tahun.
Dengan bertambahnya usia dapat hilang dengan sendirinya atau berubah
sebaliknya kurvatura horisontal lebih besar dari vertikal. Kelainan yang didapat
misalnya pada berbagai penyakit kornea seperti ulkus kornea, trauma pada kornea
bahkan trauma bedah pada operasi katarak. Kelainan posisi lensa misalnya
subluksasi yang menyebabkan efek decentering. Sedangkan kelainan indeksi
refraksi lensa dapat merupakan hal yang fisiologis di mana terdapat sedikit
perbedaan indeksi refraksi pada beberapa bagian lensa, namun hal ini dapat makin
berat jika kemudia didapatkan katarak.²
Klasifikasi
Ada banyak tipe astigmatisme, tergantung dari kondisi optik.¹
1. Simple hyperopic astigmatism – Satu meridian prinsipal adalah emetropik;
yang satu lagi hiperopik

Gambar. Simple hyperopic astigmatism

2. Simple miopic astigmatism – Satu meridian prinsipal adalah emetropik;


yang satu lagi miopik

Gambar. Simple miopic astigmatism


3. Compound hyperopic astigmatism – Kedua meridian prinsipal hiperopik
pada derajat yang berbeda

Gambar. Compound hyperopic astigmatism

4. Compound miopic astigmatism – Kedua meridian prinsipal miopik pada


derajat yang berbeda

Gambar. Compound miopic astigmatism

5. Mixed astigmatism – Satu meridian prinsipal adalah hiperopik, yang satu


lagi miopik

Gambar. Mixed astigmatism


Terdapat beberapa bentuk dari astigmatisme:
1. Regular – Meridian-meridian prinsipal bersudut tegak antara satu dengan
yang lainnya. Kondisi ini bisa dikoreksi dengan lensa silinder
2. Irregular – Meridian-meridian prinsipal tidak bersudut tegak antara satu
dengan yang lainnya, biasanya disebabkan oleh ketidakrataan kurvatura
kornea. Tidak bisa dikoreksi dengan sempurna dengan lensa silinder
3. With-the-rule astigmatism – Kelengkungan pada kornea bidang vertikal
bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek dibanding dengan
jari-jari kelengkungan kornea di bidang horizontal. Pada keadaan astigmat
lazim ini diperlukan lensa silindris negatif dengan sumbu 180 derajat
untuk memperbaiki kelainan refraksi yang terjadi.
4. Against-the-rule astigmatism – Keadaan kelengkungan kornea pada
meridien horizontal lebih kuat dbandingkan kelengkungan kornea vertikal.
Pada keadaan ini dikoreksi dengan silinder negatif dengan sumbu tegak
lurus (60-120 derajat) atau dengan silinder positif sumbu horizontal (20-
150 derajat).
Manifestasi Klinis⁴
Pada astigmatisme yang ringan, keluhan yang sering timbul adalah mata
lelah khususnya jika pasien melakukan satu pekerjaan terus menerus pada jarak
yang tetap; transient blurred vision pada jarak penglihatan dekat yang hilang
dengan mengucek mata; nyeri kepala di daerah frontal. Atigmatisme against the
rule menimbulkan keluhan lebih berat dan koreksi terhadap astigmat jenis ini
lebih sukar untuk diterima oleh pasien.
Pada astigmat yang berat dapat timbul keluhan mata kabur; keluhan
asthenopia atau nyeri kepala jarang didapatkan tapi dapat timbul setelah
pemberian koreksi astigmatisme yang tinggi; memiringkan kepala, umumnya
pada astigmatisme oblik; memutar kepala biasanya pada astigmatisme yang
tinggi; memicingkan mata seperti pada miopia untuk mendapatkan efek pinhole,
tetapi pada astigmat dilakukan saat melihat jauh dan dekat; dan penderita
astigmatisme sering mendekatkan bahan bacaan ke mata dengan tujuan
mendapatkan bayangan yang lebih besar meskipun kabur.
Diagnosa
Pemeriksaan dapat dilakukan secara subyektif dan obyektif. Seperti halnya
miopia dan hipermetropia, pemeriksaan subyektif dilakukan dengan kartu Snellen.
Bila tajam penglihatan kurang dari 6/6 dikoreksi dengan silinder negatif atau
positif dengan aksis diputar 0-180⁰. Kadang-kadang perlu dikombinasi dengan
lensa sferis negatif atau positif. Dan dilakukan pemeriksaan juring atau kipas
astigmat: garis berwarna hitam yang disusun radial dengan bentuk semisirkular
dengan dasar yang putih, dipergunakan untuk pemeriksaan subyektif.
Pemeriksaan secara obyektif dapat dilakukan dengan retinoskopi,
autorefraktometer, tes Placido untuk mengetahui permukaan kornea yang ireguler,
teknik fogging.
Penatalaksanaan
Koreksi astigmatisme dapat dilakukan dengan pemberian kacamata, lensa
kontak atau dengan bedah refraktif. Pemberian kacamata untuk astigmatisme
reguler diberikan koreksi sesuai kelainan yang didapatkan yaitu silinder negatif
atau positif. Untuk astigmatisme irregular, jika ringan dapat diberikan lensa
kontak keras, dan untuk yang berat dapat dilakukan keratoplasti.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S.Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke – 4. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2013

2. Budiono,Sjamsu. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya: Airlangga


University.

3. Eva, Paul Riordan dkk. 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai