Laporan SNH
Laporan SNH
OLEH :
Puji syukur khadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat-Nya
sehingg saya dapat menyelesaikan pembuatan laporan ini. Di laporan ini
memaparkan beberapa hal terkait “ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. M
DENGAN DIAGNOSA MEDISSTROKE NON HEMORAGIK ( SNH ) DALAM
PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA DI RUANG NUSA INDAH
RSUD DR DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA”. Tidak lupa saya juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak telah memberikan
motivasi baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan saya semoga laporan ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi laporan agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, saya yakin masih
banyak kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan laporan
ini ke depannya.
Penyusun
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Aktivitas
1.1.1 Definisi
Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang
melakukan aktivitas, seperti berdiri, berjalan dan bekerja. Kemampuan aktivitas
seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan
muskuloskeletal.Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana
manusia memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup
Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.Salah satu tanda kesehatan
adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri,
berjalan, dan bekerja. Dengan beraktivitas tubuh akan menjadi sehat, sistem
pernapasan dan sirkualsi tubuh akan berfungsi dengan baik, dan metabolisme
tubuh dapat optimal. Kemampuan aktifitas seseorang tidak terlepas dari
keadekuatan sistem pernafasan dan musculoskeletal.Aktifitas fisik yang kurang
memadai dafat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem musculoskeletal
seperti atrofi otot, sendi menjadi kaku dan juga menyebabkan ketidakefektifan
organ internal lainnya.
1.1.2 Anatomi Fisiologi Muskuloskeletal
Muskuloskeletal terdiri dari kata Muskulo yang berarti otot dan kata
Skeletal yang berarti tulang.Sistem muskuloskeletal merupakan sistem otot rangka
atau otot yang melekat pada tulang yang terdiri atas otot-otot serat lintang yang
sifat gerakannya dapat diatur (volunter) yang secara umum berfungsi sebagai
berikut :
1.1.2.1 Otot ( Muskulus / Muscle )
Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah
energi kimia menjadi energi mekanik/gerak sehingga dapat berkontraksi untuk
menggerakkan rangka, sebagai respons tubuh terhadap perubahan
lingkungan.Otot disebut alat gerak aktif karena mampu berkontraksi, sehingga
mampu menggerakan tulang.Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu
untuk berkontraksi.
1.1.2.2 Fungsi Sistem Otot
a) Pergerakan
b) Penopang tubuh dan mempertahankan postur
c) Produksi panas
1.1.2.3 Jenis-Jenis Otot
a) Otot Rangka (Otot Lurik)
Otot rangka merupakan otot lurik, volunter (secara sadar atas perintah dari
otak), dan melekat pada rangka, misalnya yang terdapat pada otot paha,
otot betis, otot dada.Kontraksinya sangat cepat dan kuat.
b) Otot Polos
Otot polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter (bekerja secara
tak sadar). Jenis otot ini dapat ditemukan pada dinding berongga seperti
kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba, seperti pada sistem
respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi darah.
Kontraksinya kuat dan lamban.
c) Otot Jantung
Otot Jantung juga otot serat lintang involunter, mempunyai struktur yang
sama dengan otot lurik. Otot ini hanya terdapat pada jantung.Bekerja
terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot jantung juga mempunyai
masa istirahat, yaitu setiap kali berdenyut.
d) Otot Antagonis,
yaitu hubungan antara otot yang cara kerjanya bertolak
belakang/tidaksearah, menimbulkan gerak berlawanan.
e) Otot Sinergis,
Yaituhubungan antar otot yang cara kerjanya saling
mendukung/bekerjasama, menimbulkan gerakan searah. Contohnya
pronator teres dan pronator kuadrus.
1.1.2.4 Mekanisme Kontraksi Otot
Dari hasil penelitian dan pengamatan dengan mikroskop elektron dan
difraksi sinar X, Hansen dan Huxly (1995) mengemukakan teori kontraksi
otot yang disebut model Sliding Filamens. Model ini menyatakan bahwa
kontraksi terjadi berdasarkan adanya dua set filamen didalam sel otot
kontraktil yang berupa filamen aktin dan miosin.Ketika otot berkontraksi,
aktin dan miosin bertautan dan saling menggelincir satu sama lain, sehingga
sarkomer pun juga memendek.Dalam otot terdapat zat yang sangat peka
terhadap rangsang disebut asetilkolin.Otot yang terangsang menyebabkan
asetilkolin terurai membentuk miogen yang merangsang pembentukan
aktomiosin.Hal ini menyebabkan otot berkontraksi sehingga otot yang
melekat pada tulang bergerak.
Sistem rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi, dan
tulang rawan (kartilago) sebagai tempat menempelnya otot dan
memungkinkan tubuh untuk mempertahankan sikap dan posisi.Tulang
sebagai alat gerak pasif karena hanya mengikuti kendali otot. Akan tetapi
tulang tetap mempunyai peranan penting karena gerak tidak akan terjadi
tanpa tulang.
a) Fungsi Rangka
1) Penyangga; berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligamen-ligamen,
otot, jaringan lunak dan organ.
2) Penyimpanan mineral (kalsium dan fosfat) dan lipid (yellow marrow)
3) Produksi sel darah (red marrow)
4) Pelindung; membentuk rongga melindungi organ yang halus dan
lunak.
5) Penggerak; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat
bergerak karena adanya persendian.
b) Jenis Tulang
1) Tulang Rawan (kartilago)
a) Tulang Rawan Hyalin: kuat dan elastis terdapat pada ujung
tulangpipa.
b) Tulang Rawan Fibrosa: memperdalam rongga dari cawan-cawan (tl.
Panggul) dan rongga glenoid dari skapula.
c) Tulang Rawan Elastik: terdapat dalam daun telinga, epiglotis dan
faring.
2)Tulang Sejati (osteon)
Tulang bersifat keras dan berfungsi menyusun berbagai sistem
rangka.Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum).
Lapis tipis jaringan ikat (endosteum) melapisi rongga sumsum dan
meluas ke dalam kanalikuli tulang kompak.
3) Organisasi Sistem Rangka
Sistem skeletal dibentuk oleh 206 buah tulang yang membentuk suatu
kerangka tubuh.Rangka digolongkan kedalam tiga bagian sebagai berikut :
a) Rangka Aksial
Rangka Aksial terdiri dari 80 tulang yang membentuk aksis panjang tubuh
dan melindungi organ-organ pada kepala, leher, dan dada.
1. Tengkorak (cranium), yaitu tulang yang tersusun dari 22 tulang; 8
tulang kranial dan 14 tulang fasial.
2. Tulang Pendengaran (Auditory) terdiri dari 6 buah
3. Tulang Hioid, yaitu tulang yang berbentuk huruf U, terdapat diantara
laring dan mandibula, berfungsi sebagai pelekatan beberapa otot mulut
dan lidah 1 buah
4. Tulang Belakang (vertebra), berfungsi menyangga berat tubuh dan
memungkinkan manusia melakukan berbagai macam posisi dan
gerakan, misalnya berdiri, duduk, atau berlari. Tulang belakang
berjumlah 26 buah
5. Tulang Iga/Rusuk (costae), yaitu tulang yang bersama-sama dengan
tulang dada membentuk perisai pelindung bagi organ-organ penting
yang terdapat di dada, seperti paru-paru dan jantung. Tulang rusuk juga
berhubungan dengan tulang belakang, berjumlah 12 ruas
b) Rangka Apendikular
Rangka apendikuler merupakan rangka yang tersusun dari tulang-tulang
bahu, tulang panggul, dan tulang anggota gerak atas dan bawah terdiri atas
126 tulang.
Secara umum rangka apendikular menyusun alat gerak, tangan dan
kaki.Tulang rangka apendikular dibagi kedalam 2 bagian yaitu ekstrimitas atas
dan ekstrimitas bawah.
1.1.3 Etiologi
Penyebab utama Aktivitas adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab
utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada
demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan
imobilisasi.Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orangusia
lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah
sakit (Setiati dan Roosheroe, 2007).
Penyebab secara umum:
1. Kelainan postur
2. Gangguan perkembangan otot
3. Kerusakan system saraf pusat
4. Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
5. Kekakuan otot
1.1.5 Patofisiologi
Aktivitas atau kemampuan seseorang untuk bergerak bebas merupakan
salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi.Tujuan mobilisasi
adalah memenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktifitas hidup sehari-
hari dan aktifitas rekreasi), mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma),
mempertahankan konsep diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non
verbal.Immobilisasi adalah suatu keadaan di mana individu mengalami atau
berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik.Mobilisasi dan immobilisasi berada
pada suatu rentang.Immobilisasi dapat berbentuk tirah baring yang bertujuan
mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh, mengurangi nyeri, dan
untuk mengembalikan kekuatan. Individu normal yang mengalami tirah baring
akan kehilangan kekuatan otot rata-rata 3% sehari (atropi disuse).
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf.Otot Skeletal mengatur
gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan
isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot
memendek.Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja
otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya,
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep.Gerakan volunter adalah kombinasi
dari kontraksi isotonik dan isometrik.
Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun
pemakaian energy meningkat.Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi
(peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah)
karena latihan isometrik.Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit
(infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik).Postur dan Gerakan Otot
merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran
skeletal dan perkembangan otot skeletal.Koordinasi dan pengaturan dari
kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan,
sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.Tonus otot adalah suatu keadaan
tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot.Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh
dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.Immobilisasi menyebabkan
aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.Skeletal adalah rangka pendukung
tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler
(tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ
vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan
sel darah merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang. Ligamen adalah ikatan jaringan
fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu
sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Tendon adalah jaringan ikat
fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot dengan
tulang.Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai
vaskuler, terutama berada di sendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga.
Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh
tertentu dan aktifitas otot.
Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh secara
berkesinambungan.Misalnya proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk
memberi postur yang benar ketika berdiri atau berjalan.Saat berdiri, ada
penekanan pada telapak kaki secara terus menerus.Proprioseptor memonitor
tekanan, melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.
Patway
Mobilisasi
Kelemahan otot
Dekubitus
kemunduran infek
defekasi
Stress terjadi
Konstipasi
Peningkatan asam lambung
TINGKAT KATEGORI
AKTIVITAS/ MOBILITAS
0 Mampu merawat sendiri secara
penuh
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau
pengawasan orang lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan
orang lain, dan peralatan
a) Mobilitas penuh
Kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan ineraksi sosial dan menjalankan peran
sehari-hari.
b) Mobilitas sebagian
Kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak
mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh ganguan syaraf
motorik dan sensorik.
c) Mobilitas sebagian temporer
Mobilitas Sebagian Temporer merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Kemungkinan
disebabkan oleh trauma pada muskuloskeletal, Contoh: adanya
dislokasi sendi dan tulang.
d) Mobilitas sebagian permanen
Mobilitas Sebagian Permanen merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut
disebabkan rusaknya sistem syaraf yang reversibel, contoh: hemiplegia
akibat stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang.
b. Keletihan
Definisi : kondisi dimana seseorang mengalami perasaan letih yang
berlebihan secara terusmenerus dan penurunan kapasitas kerja fisik dan
mental yang tidak dapat hilang dengan istirahat.
Kemungkinan berhubungan dengan:
1) Menurunnya produksi metabolism
2) Pembatasan diet
3) Anemia
4) Ketidak seimbangan glukosa dan elektrolit
Kemungkinan yang ditemukan
1) Kurangnya energy
2) Ketidak mampuan melakukan aktivitas
3) Menurunnya penampilan
4) Lethargi
Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada:
1) Anemia
2) Kanker
3) Depresi
4) Diabetes militus
Tujuan yang diharapkan
1) Pasien mengatakan keletihannya berkurang
2) Meningkatnya tingkat energy
3) Pasien dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuannya secara
bertahap.
No Intervensi Rasional
Monitor keterbatasan Merencankan intervensi
1 aktivitas, kelemahan tepat
saat aktivitas
Bantu pasien dalam Pasien dapat memilih dan
2 melakukan aktivitas merencanakan sendiri
sendiri
Catat tada vital sebelum Mengkaji sejauh mana
3
dan sesudah aktivitas perbedaan peningkatan
selama aktifitas
Kolaborasi dengan Meningkatkan kerjasama tim
4 dokter dan fisioterapi dan perawatan holistic
dalam latihan aktivitas
Istirahat yang adekuat Membantu mengembalikan
5
setelah latihan sendiri energy
Berikan diet yang Metabolisme membutuhkan
6 adekuat dengan energy
kolaborasi ahli diet
Berikan pendidikan Meningktkan pengetahuan
tentang: dalam perawatan diri
1) Perubahan gaya hidup
7 untuk menyimpan
energy
2) Penggunaan alat bantu
gerak
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
Menurut Price, SA dan Wilson (2007), stroke biasanya diakibatkan dari
salah satu tempat kejadian, yaitu:
1) Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
2) Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian otak atau dari bagian tubuh lain).
3) Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan
ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah gangguan
suplai darah ke otak , menyebabkan kehilangan gerak, pikir, memori, bicara,
atau sensasi baik sementara atau permanen.
Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah:
1) Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan atheroma (endapan
lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Selain dari endapan
lemak, aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan
dinding arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian
mengakibatkan bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atau tanpa
mengecilnya pembuluh darah.
2) Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama
yang menuju ke otak.
3) Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke
seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh
darah ke otak.
4) Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa
terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.
Sedangkan faktor resiko pada stroke (Muttaqin (2008):
1) Hipertensi merupakan faktor resiko utama.
2) Penyakit kardiovaskuler (Embolisme serebral mungkin berasal dari
jantung).
3) Kadar hematokrit normal tinggi (yang berhubungan dengan infark cerebral),
4) Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia di atas 35
tahun dan kadar esterogen yang tinggi.
5) Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang dapat
menyebabkan iskhemia serebral umum.
6) Penyalahgunaan obat tertentu pada remaja dan dewasa muda.
7) Konsultan individu yang muda untuk mengontrol lemak darah, tekanan
darah, merokok kretek dan obesitas.
8) Mungkin terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan stroke.
2.1.4 Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme
vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan
jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak.
Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi
(Muttaqin, 2008). Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah.
Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak, yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area
edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.
Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi
berada pada pembuluh darah yang tersumbat maka menyebabkan dilatasi
aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika
aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskular,
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk
serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral:
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-
6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral
dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung
(Muttaqin, 2008).
Pathway
2.1.5 Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1) Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi.
2) Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas,
terjatuh.
3) Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4) Hidrosefalus
2.1.6 Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer, Suzanne C (2002), penatalaksanaan stroke dapat dibagi
menjadi dua, yaitu :
1) Phase Akut
a) Pertahankan fungsi vital seperti: jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan
sirkulasi.
b) Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation: Nimotop. Pemberian ini
diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.
c) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
d) Mengurangi edema cerebral dengan diuretic.
e) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala
tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang.
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan
fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik
steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh,
adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif
untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada keadaan lanjut
tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada
beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca)
didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan
berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh
paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti
terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
9) Saraf XII
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.
2.1.1 Evaluasi
Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap
ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat
berhasil atau gagal.(Alfaro-LeFevre, 1994). Perawat menemukan reaksi klien
terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan dan menetapkan apa yang
menjadi sasaran dari rencana keperawatan dapat diterima.Perencanaan merupakan
dasar yang mendukung suatu evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pesyarafan. Jakarta: Salemba Medika
Price, SA dan Wilson. 2007. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
ed. 6 vol.1. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC