Kejang atau bangkitan adalah suatu keadaan akibat gangguan fungsi otak secara
intermiten yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron
neuron secara paroksismal dan disebabkan oleh berbagai etiologi.
I. Etiologi
Pasien dengan kejang biasanya disebabkan oleh lesi primer neurologik :
a. Neurovaskular (stroke, malformasi arteri-vena, perdarahan)
b. Tumor (primer, metastasis)
c. Infeksi sistem saraf pusat (abses, meningitis, ensefalitis)
d. Penyakit inflamasi (vasculitis, acute disseminated enphalomyelitis)
e. Trauma kapitis (kontusio, perdarahan)
f. Epilepsi Primer
Dan lesi non primer neurologic :
1. Hiposia/ iskemia
2. Toksisitas obat/zat (antibiotic, antidepresan, antipsikotik, bronkodilator,
anestesi local, obat imunosupresif, kokain, amfetamin)
3. Putus obat/zat (barbiturate, benzodiazepine, opioid, alcohol)
4. Demam/infeksi (febrile seizures)
5. Gangguan metabolic (hyponatremia, hipofosfatemia, hipoglikemia , gangguan
ginjal/hati, kraniotomi)
II. Patofisiologi
Akut iskemik stroke ditandai oleh glutamate yang menginduksi eksitotoksik dimana
menyebabakan kelebihan ion kalsium dan natrium yang masuk kedalam sel dimana
hal ini mengaktifkan beberapa enzim sel dan meningkatkan depolarisasi potensial
membran. Glutamate selalu menjadi menginduksi gelombang epileptiform.
Aktivitas kejang pada keadaan akut pada keadaan iskemik cerebral mungkin
menjadi effek dari peningkatan kebutuhan metabolic pada jaringan yang hipoksik.
III. Manajemen
Umum :
Prinsip utama pengelolaan kejang pada kejadian stroke harus menjadi suatu
kegawatdaruratan, dimana pengelolaan umum adalah bantuan hidup dasar yang
mencakup menjaga jalan nafas dan pernapasan dan menjaga sirkulasi yang adekuat.
Dalam kondisi kejang jalan napas harus dijaga mulai dari tahap awal dan intubasi
trakea akan dibutuhkan bila kejang jatuh kedalam suatu status epilepsy sehingga
ventilasi yang adekuat dapat dipastikan dan aspirasi pulmonal dapat dicegah.
Khusus :
- Benzodiazepin
Obat ini bekerja sebagai antagonis dari reseptor GABA, dan secara potensial
menghambat aktivitas neuron. Obat ini bekerja dengan ceoat dan karenanya
mempunyai tempat untuk mengontrol kejang. Lorazepam 0.1mg/kg intravena
sangat diperhitungkan untuk penatalaksanaan akut. Tapi karena lorazepam tidak
tersedia di Indonesia, Diazepam 0.2ng/kg dipertimbangkan untuk menjadi obat
pilihan utama di negara Indonesia. Diazepam mempunyai awitan kerja yang
cepat dengan durasi kerja yang sangat pendek karena cepat diredsitribusi ke
cadangan lemak tubuh. Diazepam dapat diberikan melalui rektal. Semua
Benzodiazepin menyebabkan sedasi dan depresi pernapasan dan dosis yang
berulang mempunya efek akumulasi. Efek sedasi dapat menurunkan pemulihan
kesadaran setelah kejang berhenti.
- Hidartoin
Apabila diazepam tidak berhasil menghentikan aktivitas bangkitan dalam waktu
10 menit, atau apabila bangkitan intermiten dan berlangsung selama 20 menit
atau lebih maka harus ditambahkan obat lain. Fenitoin (atau fosfofenitoin)
masih menjadi obat pilihan untuk terapi lini kedua untuk kejang yang tidak
berespon terhadap diazepam. Fenitoin sangat larut dalam lemak dan mencapai
puncaknya dalam waktu 15 menit setelah pemberian IV. Loading dose fenitoin
(20mg/kg) harus diberikan berdasarkan berat badan dan menggunakan vena
besar untuk pemberiannya karena tingginya pH larutan. Pemberiannya harus
dengan cairan garam fisiologis dan pemberian Bersama obat lain harus
dihindarkan, karena adanya risiko presipitasi. Infus fenitoin merupakan faktor
risiko signifikan kejadian hipotensi, aritmia, pemanjangan gelombang QT. Oleh
karena itu pemantauan EKG dan tekanan darah sangat diperlukan.
- Fenobarbital
Penggunaan fenobarbital intravena 10-20mg/kg cenderung terbatas pada
penanganan status refrakter. Mekanisme kerjanya dengan memperpanjang
inhibisi potensial pascasinaps melalui kerja kanal GABA Cl. Fenobabital.
Fenobarbital tidak memasuki otak secepat obat-obatan yang lipoiflik, akan
tetapi kadar terapetik dicapai dalam 3 menit dan dipertahankan untuk jangka
waktu yang Panjang. Efek samping fenobarbital adalah sedasi dalam, depresi
napas, hipotensi.
- Anestesi umum
Ini merupakan terapi definitf apabila kejang masuk ke dalam status epileptikus
dan harus dilakukan di unit rawat intensif. Pengobatan anti epilepsy kerja jangka
panjang, seperti fenitoin dan fenobarbital, harus dipertahankan selama fase ini.
Pengawasan kadar obat dan dipertahankan pada batas atas dari kisaran normal.
Thiopental
Barbiturat intravena kerja cepat yang digunakan untuk menangani kejang yang
masuk kedalam status epileptikus. Thiopental meninbulkan hipotensi.
Barbiturat juga imunosupresif poten dan penggunaan jangka panjang
meningkatkan risiko infeksi nosocomial. Propofol dapat digunakan sebagai
alternative. Propofol memiliki efek seperti barbiturate dan benzodiazepine pada
reseptor GABA dan bekerja sebagai antikonvulsan poten pada dosis klinis.
Bolus awal sebesar 1 mg/kg diberikan dalam waktu 5 menit dan diulang jika
aktivitas bangkitan belum dapat dikendalikan. Infus pemeliharaan harus
disesuaikan antara 2-10 mg/kg/jam sampai didapatkan kecepatan pemberian
yang paling kecil yang dapat menekan aktivitas epileptiform pada EEG.
Penghentian tiba-tiba harus diihindarkan karena berisiko menyebabkan
terjadinya presipitasi bangkitan akibat penghentian obat.
Sodium Valproat
Beberapa penelitian membuktikan sodium valproate intravena cukup efektif
dan memiliki profil efek samping yang minimal. Penelitian di Eropa
melaporkan 80-83% kasus status epileptikus dapat dikendalikan dengan dosis
12-15mg/kg
Manajemen Peninggian Tekanan Intrakranial
A. Pendahuluan
Hukum Monro-Kellie mengatakan bahwa kandungan intrakranial ditentukan
oleh tiga komponen yakni jaringan otak, sistem vascular dan cairan serebrospinal. Oleh
karena itu, tekanan intrakranial dapat berpengaruh apabila satu dari ketiga komponen
tadi mengalami gangguan, keadaan yang dikenal dengan peningkatan tekanan
intrakranial. Jika peningkatan terjadi berlebihan maka timbul kelainan pada jaringa otak
dan stretching berlebihan sehingga menimbulkan herniasi.
Pada keadaan normal CBF adalah 50cc/100gr jaringan otak/ menit. Pada
keadaan sehat (mekanisme autoregulasi utuh), CBF 50cc/100gr jaringan otak/ menit
tersebut dapat dipenuhi dengan rentang CPP antara 40-140 mmHg. Kerusakan jaringan
otak irreversibel akan terjadi apabila CBF < 18cc/100 jaringan otak/ menit. Pada
keadaan emergensi neurologi seperti infeksi akan terjadi peningkatan tekanan
intrakaranial (TIK) akibat edema otak. Oleh karena CPP merupakan selisih antara MAP
dengan TIK maka adalah sangat penting menjaga tekanan darah optimal dan
mengendalikan (menurunkan) TIK.
B. Etiologi
Beberapa kelainan yang dapat menyebabkan tinggi tekanan intrakranial antara lain:
1. Massa serebral atau ekstraserebral seperti tumor otak, infark luas disertai edema,
kontusio luas, hematoma parenkim/subdural/epidural dan abses.
2. Edema otak difus. Dapat terjadi pada keadaan iskemik-anoksik, gagal hati akut,
ensefalopati hipertensif dan hiperkarbia.
3. Peningkatan tekanan vena karena trombosis sinus venosus, gagal jantung atau
obstruksi vena superior mediastinal atau jugular.
4. Obstruksi aliran dan absorpsi cairan serebrospinal, seperti pada infeksi, keganasan,
perdarahan.
5. Proses yang meningkatkan volume cairan serebrospinal misalnya tumor pleksus
koroideus.
Patologi Primer Contoh
Massa Otak Tumor, hematoma, udara, abses, benda asing
Akumulasi CSF Hidrosefalus: obstruksi atau komunikans (tumor, IVH,
ventrikulitis/meningitis, kompresi langsung drainase ventrikuler),
produksi berlebihan (papilloma)
Vaskular Kegagalan input (peningkatan CBF atau CBV akibat disfungsi
autoregulasi) atau kegagalan output (kongesti vena atau thrombosis sinus)
Edema serebri
Vasogenik Kerusakan pembuluh darah karena tumor, infeksi/abses, kontusio
Kegagalan membrane sel/pompa, iskemia
Sitotoksik Tekanan transmural akibat hidrosefalus
Interstiel Contoh pada hiponatremi
Hipoosmolar
D. Diagnosis
Diagnosis pasien dengan tinggi tekanan intrakranial dibuat berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
- Apakah manifestasi klinis yang terjadi berlangsung cepat (perdarahan, hidrosefalus
akut, trauma) atau progresif perlahan (tumor, asbes)?
- Nyeri kepala yang terjadi apakah memburuk pada pagi hari dan diperberat oleh
aktivitas (batuk/mengejan)?
- Apakah muntah yang terjadi tidak didahului muntah (proyektil)?
- Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran?
- Apakah terdapat riwayat keganasan, hilangnya berat badan, penggunaan obat-
obatan, merokok, koagulopati, trauma dan penyakit sistemik?
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Perubahan tanda-tanda vital. Trias Cushing (peninggian tekanan darah sistolik,
bradikardi, bradypnea), peningkatan suhu, ocular signs seperti pelebaran pupil akibat
tekanan pada N.III dan perlambatan refleks pupil. Adanya gangguan pola pernafasan
dapat membantu menentukan level kerusakan.
Status Neurologis
Pemeriksaan lengkap status neurologis mulai dari GCS hingga fungsi keseimbangan.
Perubahan GCS bervariasi mulai dari somnolen sampai koma. Dapat dijumpai
kelumpuhan N.III, VI dan papiledema.
Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi mulai dari pemeriksaan laboratorium
seperti darah perifer lengkap untuk mencari kecurigaan infeksi, hingga radiologis untuk
mencari penyebab gangguan struktural.
TATALAKSANA KHUSUS
Mengurangi Efek Massa
Pada kasus tertentu seperti hematoma epidural, subdural, maupun perdarahan
intraserebral spontan maupun traumatika serta tumor maupun abses tentunya akan
menyebabkan peninggian TIK dengan segala konsekuensinya. Sebagian dari keadaan
tersebut memerlukan tindakan pembedahan untuk mengurangi efek massa.
Dosis
Menurut beberapa literature dosis berkisar antara 0,25 - 1 gr/kgBB diberikan cepat
dalam 20 menit setiap 4-6 jam. Lama pemberian 3 - 5 hari selang waktu 3 - 6 G.
Indikasi
1. Impending herniasi/herniasi
2. Tinggi intraktranial akut, bila dapat diukur lebih 25 - 30 mmHg
3. Bila terjadi kegagalan hiperventilasi dan drainase likuor
Beberapa hal yang mesti diperhatikan selama pemberian manitol
1. Waktu maksimum 5 hari, dianjurkan 3 hari
2. Kemungkinan terjadi efek rebound
3. Perdarahan akut atau kronis (hati-hati rebleeding)
4. Pada atrofi dengan hidrosefalus pengaruh manitol sangat kecil
Kontraindikasi
1. Penyakit paru kongestif
2. Gagal jantung
3. Gagal ginjal
4. Syok
Efek Samping Manitol
1. Hipersensitif
2. Haus, demam, pusing
3. Dehidrasi
4. Mual, muntah
5. Urtikaria
6. Takikardi
F. Kesimpulan
Peninggian TIK merupakan keadaan emergensi yang mengancam nyawa
sehingga harus segera ditangani. Ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan dalam
penatalaksanaan peninggian TIK yaitu tatalaksana umum (mengusahakan keadaan
fisiologis) dan tindakan khusus seperti evakuasi massa termasuk hematoma,
mengurangi CSS (drainase CSS), menurunkan volume darah intravaskular
(“hiperventilasi”, hemodilusi, hipotermia, terapi barbiturat) dan mengurangi cairan
interstisial/edema dengan cairan hipertonis serta pemakaian glukokortikoid.