Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

MASA DEPAN BUMI

ASTROFISIKA

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4

1. HALIMA PULU
2. ELSA SOUHOKA
3. YUSTIN WALALAYO
4. DEWI NAULI
5. ERWIN CHRISTIAN KDISE

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2019
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan bagi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan
berkat dan hidayatnya, sehingga kami boleh menyelesaikan tugas makalah ini . Untuk
memenuhi tugas “Astrofisika” dengan judul “Masa Depan Bumi” .

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan
keterbatasan sehingga kami sangat membutuhkan kritik, saran dan masukan yang
membangun sehingga kami dapat memperbaikinya pada makalah berikutnya.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi manfaat dan menambah wawasan
dari para pembaca serta untuk memenuhi tugas perkuliahan . Terima kasih
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .....................................................................................................i

Daftar Isi .............................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan

Latar Belakang .........................................................................................1

Rumusan Masalah ....................................................................................2

Tujuan Penulisan ......................................................................................3

BAB II Pembahasan

Asal Mula Bumi ........................................................................................4

Struktur Bumi ...........................................................................................5

Gejala – Gejala Alam yang Mempengaruhi Sistem Bumi ..........................6

Memprediksi Keadaan Bumi Untuk Ribuan Tahun Yang Akan Datang ....7

BAB III Penutup

Kesimpulan ..............................................................................................8

Saran ........................................................................................................9

Daftar Pustaka ....................................................................................................iii


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan panet terpadat dan
terbesar kelima dari 8 planet dalam tata surya. Bumi juga merupakan planet terbesar
dari 4 planet kebumian tata surya, bumi terkadang disebut dengan dunia atau planet
biru. Bumi merupakan pusat segalanya yaitu pusat yang disekelilingnya berputar
matahari, bulan, bintang – bintang, dan planet – planet .

Bumi mempunyai atmosfer yang terdiri dari 78% N2, 21% O2 sedangkan
sisanya terdiri dari Argon 0,9%, Karbondioksida 0,03% dan gas-gas mulia termasuk
Ozon 0,07%. Permukaan Bumi sebagian besar tertutup air hingga 71%, komposisi
dalam bumi merupakan selubung yang sebelah luarnya terdiri dari campuran Silisium
dan Aluminium (Si Al), yang sebelah dalam terdiri dari campuran Silisium dan
Magnesium (Si Ma). Bagian inti lebih banyak mengandung Nikel dan Ferum. Bumi
hanya memiliki satu satelit yaitu Bulan atau Luna. Di Bulan tidak terdapat atmosfer,
tekanannya hanya 10 –9atm.

Teori geosentris atau “ berpusat kepada bumi” ini sudah lama ditinggalkan
sekarang diketahui bahwa bumi hanyalah suatu planet kecil beserta planet – planet
tetangganya, mengelilingi sebuah bintang yang disebut matahari.

Diketahui juga bahwa matahari hanya merupakan salah sat dari beribu juta
bintang yang ada di kepulauan jagat raya yang dikenal sebagai galaxy bima sakti ,
galaxy ini pun hanyalah satu dari beribu juta kepulauan jagat raya.

Maka sudah jelas planet bumi ini bukanlah pusat jagat raya tetapi hanyalah suatu
titik tidak berarti yang berada didalamnya. Namun, meskipun sangat kecil, bumi
sangat berarti bagi kita, sebagai makhluk hidup, karena bumi merupakan rumah
diruang angkasa bagi manusia.

Banyak teori telah dikemukakan untuk menerangkan asal mula bumi, masa depan
bumi dan planet – planet lain. semua, teori ini hanyalah sedikit lebih baik dari pada
suatu rekaan yang cerdik karena tidak didasarkan atas data yang mencukupi, hasil
prediksi ini menerangkan bahwa bumi akan memiliki masa hingga 5 miliar tahun lagi.
1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan isi dari makalah ini maka ada beberapa permasalahan yang akan di bahas
Diantaranya :

1) Menjelaskan Asal Mula Bumi ...?


2) Menjelaskan Struktur Bumi ....?
3) Menjelaskan Gejala-Gejala Alam yang Mempengaruhi Sistem Bumi....?
4) Menjelaskan Prediksi Masa Bumi Untuk Ribuan Tahun yang Akan Datang ?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan membuat makalah ini adalah :

1) Mengetahui Asal Mula Bumi


2) Mengetahui Struktur Bumi
3) Mengetahui Gejala-Gejala Alam yang Mempengaruhi Sistem Bumi
4) Mengetahui Prediksi Keadaan Bumi Untuk Ribuan Tahun yang Akan Datang
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Asal Mula Bumi

Bagaimana bumi itu terjadi ? Sejak zaman purba sudah banyak diadakan usaha
beberapa diantaranya malahan sangat gemilang dalam memberi jawab yang memuaskan
kepada pertanyaan yang diatas. Namun, baru pada abad XVIII muncul sebuah hipotesis sahih
yang cukup bermanfaat untuk diperbincangkan oleh para ahli ilmu pengetahuan modern

Pada tahun 1755. Filsuf besar jerman Immanuel Kant menyarankan bahwa system tata
surya (yaitu matahari, planet, bulan, komet, dan lain – lainnya ) terbentuk dari suatu nebula
(yaitu massa gas tipis seperti kabut yang luas). Teori Kant ini tidak begitu menggemparkan
dunia ilmu pengetahuan.

Pada waktu yang hamper bersamaan, seorang naturalis Prancis George-Louis Lecrec,
Comte de Buffon, menjawab sendiri pertanyaan bagaimana bumi dilahirkan ?. dia percaya
bahwa berabad – abad yang lalu matahari berbenturan dengan sebuah komet dan sebab
akibatnya, sejumlah besar materi dipaksa menghambur keluar dari matahari. Materi ini
kemudian mejadi dingin dan berkembang menjadi planet – planet. Pilihan Buffon bahwa
komet merupakan penyebab benturan adalah tidak tepat karena komet sangat tidak berarti
dibandingkan dengan matahari sehingga komet tidak mungkin dapat mempengaruhi matahari.
Namun, teori yang dicetuskannya dapat digunakan sebagai prototype beberapa hipotesis
modern yang berdasarkan ide perbenturan benda – benda angkasa.

Hipotesis Nebula Pierre Simon, Marquis de Laplace, seorang astronom matematika


Prancis menolak teori Buffon dan mengajukan teorinya sendiri pada taun 1796. Teori ini
disebut hipotesis nebula dan secara luas diterima sampai akhir abad XIX. Hipotesis ini
menerangkan tentang berbagai seluk – beluk Hipotesis Nebula Kant walaupun Laplace
mungkin tidak mengetahui sumbangan Kant.
Menurut Laplace anggota keluarga tata surya pernah suatu saat berbentuk massa gas besar
yang bercahaya dan berputar perlahan – lahan. Massa ini berangsur - angsur mendingin,
mengecil, dan makin mendekati bentuk bola. Karena rotasi yang kecepatannya makin lama
makin tinggi, massa tersebut menggelembung disekitar garis khatulistiwa. Akhirnya,
lingkaran materi terlempar dari daerah ini. Lingkaran ini menjadi dingin, mengecil, dan
akhirnya menjadi planet dengan orbit pada bidang yang semula ditempatinya. Lalu sebuah
lingkaran dan sebuah lagi terlempar keluar dari pusat massa dan masing – masing menjadi
planet akhirnya, semua planet terbentuk . massa yang berada ditengah menjadi matahari kita.
Selanjutnya, planet – planet itu sendiri melontarkan lingkaran keruang angkasa dan berubah
menjadi satelit atau bulan.

Hipotesis Planetesimal. Sekitar tahun 1900 seorang astronom yang bernama Forest
Ray Moulton dan seorang ahli geologi yang bernama T.C. Chamberlin, keduanya dari
Universitas Chicago, mengemukakan suatu teori baru yang dinamakan Hipotesis
Planatesimal. Planetesimal adalah suatu benda padat kecil yang mengelilingi suatu inti yang
bersifat gas. Menurut Moulto dan Chamberlin sebuah bintang yang menembus ruang angkasa
dengan cepat berada dekat sekali dengan matahari kita. Daya tarik yang makin meninggi
antara kedua bintang itu menyebabkan bintang yang satu menaikan pasang besar dibagian gas
panas bintang yang lain.

Pada saat pasang matahari yang disebabkan oleh tarikan bintang yang lewat menjadi
bertambah besar, massa gar terlempar dari matahari dan mulai mengorbit. Beberapa
diantaranya mengikuti bintang lain ketika bintang itu meluncur keruang angkasa, sedangkan
yang lain tertahan oleh daya tarik matahari, yang mulai bergerak mengelilingi benda alam itu.
Pasang matahari menurun kembali bila bintang lain itu menjauh. Massa gas yang terlempar
dari matahari mapan pada suatu jalan yang teratur disekeliling matahari. Ketika massa gas
menjadi dingin, gas itu berubah bentuk menjadi cairan yang lama kelamaan menjadi massa
padat kecil. Pecahan – pecahan yang di sebut planetesimal – tarik menarik dan akhirnya
membentuk planet.
Teori Pasang, pada tahun 1918, Sir James Jeans dan Sir Harold Jeffreys, keduanya
ilmuan Inggris, menyusun apa yang disebut teori pasang. Teori ini juga didasarkan atas ide
benturan. Berbeda dengan Moulton dan Chamberlin, kedua ilmuan itu tidak percaya bahwa
planet berasal dari sejumlah besar benda alam kecil – kecil atau planetelisme. Mereka
berpendapat bahwa planet itu langsung terbentuk dari massa gas asli yang ditarik dari
matahari oleh bintang yang lewat dan bukan oleh penyusunan benda alam yang besar dan
padat dari berbagai unsure kecil. Menurut teori pasang, ketika bintang mendekat atau bahkan
menyempret matahari, tarikan gravitasinya menyedot filamen yang membesar pada bagian
tengahnya dan mengecil pada kedua ujungnya.

Teori Lytteleton. Seorang astronom yang bernama R. A . Lyttleton memperkenalkan


suatu gagasan yang juga merupakan modifikasi dari teori benturan. Dia mengemukakan
bahwa matahari asalnya adalah suatu bintang kembar dan kedua bintang itu mengelilingi
suatu pusat gravitasi. Sebuah bintang lewat mendekati salah satu matahari ini dan mungkin
telah manghancurkannya dan mengubah bentuknya menjadi massa gas besar yang berputar –
putar. Bintang yang bertahan akan menjadi matahari, sedangkan korban benturan itu dalam
selang waktu tertentu telah berkembang menjadi planet – planet. Dalam beberapa hal,
hipotesis Leyttleton ini memberikan penjelasan yang lebih baik tentang asal tata surya versi
teori benturan lain.
Banyak astronom modern sendrung mengabaikan teori yang berdasarkan terjadinya
benturan antara matahari dan bintang yang lewat. Mereka beryakinkan bahwa jagat raya
secara keseluruhan telah berkembang dengan bertahap dan dengan cara yang teratur dan
bukan dengan melalui peristiwa dahsyat diluar cara yang normal.

Berbagai modifikasi hipotesis nebula. Astronom Jerman C. Von Weizsaecker


memperkenalkan hipotesis nebulanya dalam tahun 1940-an. Dia berpendapat bahwa suatu
lapisan materi bersifat gas pernah muncul keluar sampai jauh sekali dari sekitar garis
khatulistiwa matahari zaman purba. Sebagian besar lapisan terdiri dari unsure ringan
hydrogen dan helium. Akhirnya tekanan panas dan radiasi matahari menghilangkan sebagian
besar hydrogen dan helium serta meninggalkan unsur – unsur yang lebih berat. Unsur – unsur
yang berat itu secara bertahap berkumpul dalam suatu deretan konsentris yang berbentuk
seperti ginjal. Deretan massa ini menarik bahan – bahan lain yang terdapat di ruang angkasa
dan berkembang menjadi planet.

Suatu hipotesis nebula lain diajukan oleh astronom Belanda-Amerika Gerard P.


Kuiper. Dia menganggap bahwa dulu pernah ada suatu nebula yang berbentuk piringan yang
luas sekali dengan protomatahari, berada di tengah – tengahnya. Komposisi keseluruhan
nebula itu seragam. Suhunya rendah karena protomatahari itu belum mulai memancarkan
sinarnya.. Nebula dingin ini mulai pecah dan berkonsentrasi dalam massa – massa yang
terpisah yaitu protoplanet atau calon planet. Materi yang ditengah yaitu protomatahari juga
berkonsentrasi dibawah daya grafitasi. Sambil menyusut, materi itu semakin panas. Panas
yang dipancarkan oleh protomatahari menghalau hamper semua unsure ringan dan
protoplanet sebagian besar unsur berat akan berkonsentrasi ditengah.

Teori awan debu. Suatu teori awan debu tentang jagat raya diperkenalkan oleh
astronom Amerika Serikat Fred L. Whippel . Menurut Whippel, calon sistem tata surya
semula merupkan alam luas yang terdiri atas debu dan gas kosmos yang diperkirakan
berbentuk piring. Ketidakteraturan dalam awan ini menyebabkan terjadinya perputaran. Debu
dan gas yang berputar dan berkumpul menjadi satu dan hilangnya awannya. Partiekl –
partikel keras didalamnya saling beraturan, melekat, dan kemudian menjadi planet. Berbagai
gas yang terdapat ditengah awan berkembang menjadi matahari.

Ini halnya sebagian dari banyak teori yang telah diajukan tentang terjadinya bumi.
Tidak satu pun diantara berbagai teori itu yang dianggap benar – benar memuaskan dan
sampai sekarang tidak satupun dapat diterima secara luas oleh seluruh dunia.
Puncak Ship Rock, New Mexico, merupakan sisa batuan gunung berapi zaman purba
2.2. Struktur Bumi

A.Lapisan Bumi

Gambar 1.1 struktur lapisan bumi

Menurut komposisi (jenis dari materialnya), bumi dapat dibagi menjadi lapisan-
lapisan sebagai berikut :
1. Kerak Bumi (crust) Merupakan kulit bumi bagian luar (permukaan bumi)
dengan massa 0,3% dari massa keseluruhan bumi. Tebal lapisan kerak
bumi mencapai 70 km dan merupakan lapisan batuan yang terdiri dari
batu-batuan basa dan masam. Lapisan ini menjadi tempat tinggal bagi
seluruh mahluk hidup. Suhu di bagian bawah kerak bumi mencapai
1.100°C.

Kerak bumi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu :


 Kerak Benua, merupakan benda padat yang terdiri dari batuan granit
di bagian atasnya dan batuan beku basalt di bagian bawahnya. Kerak
ini menempati sebagai benua.
 Kerak Samudera, merupakan benda padat yang terdiri dari endapan
di laut pada bagian atas, kemudian di bawahnya batuan batuan
vulkanik dan yang paling bawah tersusun dari batuan beku gabro dan
peridolit. Kerak ini menempati dasar samudra.Memiliki massa jenis
yang lebih besar dari pada kerak benua.
B. Selimut atau Selubung (mantle)

aliran arus konveksi pada lapisan mantel bumi Lapisan bumi selanjutnya
adalah selimut bumi yang terletak tepat dibawah kerak bumi. Lapisan ini disebut juga
dengan selubung bumi dengan ketebalan mencapai 2.900 km. Bagian atas dari lapisan
ini merupakan lapisan batuan padat dan di bagian bawah merupakan lapisan batuan
yang likuid (cair-cair padat). Suhu di lapisan ini dapat mencapai 3000 derajat Celsius.
Lapisan ini berfungsi sebagai pelindung bagian dalam Bumi.

C.Inti Bumi(barisfer atau core)

Merupakan bahan padat yang tersusun dari lapisan nife (niccolum = nikel dan
ferrum = besi). Disebut barisfer karena inti bumi mempunyai massa jenis yang besar
yaitu 10,7 gram/cc dibandingkan dengan kulit bumi (litosfer). Jari-jari ± 3.470 km dan
batas luarnya ± 2.900 km di bawah permukaan bumi. Temperatur di inti bumi
diperkirakan tidak lebih dari 30000C. Adanya bahan
nikel dan besi ini yang menyebabkan bumi mempunyai sifat kemagnetan yang luar
biasa. Lapisan inti dibedakan menjadi inti luardan inti dalam. Inti luar tebalnya sekitar
2.000 km dan terdiri atas besi cair yang suhunya mencapai 2.200°C. Inti dalam
merupakan pusat bumi berbentuk bola dengan diameter sekitar 2.700 km. Inti dalam
ini terdiri dari nikel dan besi yang suhunya mencapai 4.500°C
2.3. Gejala-Gejala Alam yang Mempengaruhi Sistem Bumi

Bumi sangat dipengaruhi oleh gejala – gejala alam yang berupa gangguan
yang akan mengganggu sistem bumi ini. Gejala – gejala diantaranya :

1. Gempa bumi
Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi
yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, akitivitas
gunung api atau runtuhan batuan.

2. Letusan gunung api


Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal
dengan istilah "erupsi". Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan panas,
lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir
lahar.

3. Tsunami
Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan ("tsu"
berarti lautan, "nami" berarti gelombang ombak). Tsunami adalah serangkaian
gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar
laut akibat gempa bumi.

4. Tanah longsor
Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,
ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng.

5. Banjir
Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau
daratan karena volume air yang meningkat.

6. Banjir bandang
Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air yang
besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur sungai.

7. Kekeringan
Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk
kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Adapun yang
dimaksud kekeringan di bidang pertanian adalah kekeringan yang terjadi di lahan
pertanian yang ada tanaman (padi, jagung, kedelai dan lain-lain) yang sedang
dibudidayakan.

8. Kebakaran hutan
Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana hutan dan lahan
dilanda api, sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang
menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan. Kebakaran hutan dan
lahan seringkali menyebabkan bencana asap yang dapat mengganggu aktivitas
dan kesehatan masyarakat sekitar.
9. Angin puting beliung
Angin putting beliung adalah angin kencang yang datang secara tiba-tiba,
mempunyai pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan 40-50
km/jam hingga menyentuh permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu singkat
(3-5 menit).

10. Gelombang pasang atau badai


Gelombang pasang adalah gelombang tinggi yang ditimbulkan karena efek
terjadinya siklon tropis

11. Abrasi
Adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang
bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis
pantai akibat abrasi ini dipicu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah
pantai tersebut.

Gejala alam yang akan membuat Bumi menjadi rusak yaitu Global Warning

Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan


suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33
± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, “sebagian besar peningkatan suhu rata-
rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh
meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia” melalui
efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30
badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-
negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju
dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut

Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu
permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara
tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh
penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di
masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun
sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan
kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu
tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan
besarnya kapasitas panas dari lautan.

Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-


perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas
fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi.
Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian,
hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah
pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana
pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari
satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik
dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk
mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi
terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan
negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto,
yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.

 Penyebab pemanasan global

1. Efek rumah kaca

Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian
besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya
tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi
panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian
panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi
infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap
terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca
antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap
gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi
gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan
di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan
suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.

Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan


semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas
yang terperangkap di bawahnya.

Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di
bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur
rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C
(59 °F)dari temperaturnya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi
hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi
sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan
mengakibatkan pemanasan global.

2. Efek umpan balik

Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses


umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada
kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2,
pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap
ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan
terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu
kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih
besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini
meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir
konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan
balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang
panjang di atmosfer.
umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini.
Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke
permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat
dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah
ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya
menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail
tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit
direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila
dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim
(sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan
Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada
peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif
(menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan
Pandangan IPCC ke Empat.

Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan


cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di
dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan
melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan
maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila
dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi
Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi
es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.

Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah
beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap
pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga
menimbulkan umpan balik positif.

Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia


menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona
mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang
merupakan penyerap karbon yang rendah.[5]

3. Variasi Matahari

Variasi Matahari selama 30 tahun terakhir. Terdapat hipotesa yang


menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh
umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini.
Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca
adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya
efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian
bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila
aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan
lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan
tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari
dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek
pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak
tahun 1950.[8][9]
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari
mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke
University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi
terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900-
2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya
mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat
estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan
pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari
debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun
demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan
sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar
pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas
rumah kaca.

Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss
menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat
“keterangan” dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya
memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat “keterangannya” selama
30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan
global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak
ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985,
baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.

 Mengukur pemanasan global

Pada awal 1896, para ilmuan beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil
akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan temperatur rata-rata
global. Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja
pada program penelitian global yaitu International Geophysical Year, mengambil
sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai.

Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karbon


dioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus diukur dengan
cermat. Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang terjadi
peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di atmosfer.

Para ilmuan juga telah lama menduga bahwa iklim global semakin
menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang tepat.
Temperatur terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang satu ke
lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh data-
data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada
akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi
data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.

Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah perkotaan sehingga
pengukuran temperatur akan dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan oleh
bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh material bangunan
dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca yang terpercaya
(terletak jauh dari perkotaan), serta dari satelit. Data-data ini memberikan
pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70 persen permukaan planet yang
tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini menunjukkan bahwa
kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benar-benar terjadi. Jika dilihat
pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun terhangat selama seratus
tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga tahun terpanas terjadi setelah
tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas.

Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental Panel on


Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa temperatur udara global telah
meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju
bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas manusia yang
menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi peningkatan
temperatur rata-rata global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F)
antara tahun 1990 dan 2100.

IPCC panel juga memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi gas di


atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus menghangat
selama periode tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya. karbon
dioksida akan tetap berada di atmosfer selama seratus tahun atau lebih sebelum
alam mampu menyerapnya kembali. [22]

Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, para ahli memprediksi,
konsentrasi karbondioksioda di atmosfer dapat meningkat hingga tiga kali lipat
pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era industri. Akibatnya,
akan terjadi perubahan iklim secara dramatis. Walaupun sebenarnya peristiwa
perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang sejarah Bumi, manusia
akan menghadapi masalah ini dengan risiko populasi yang sangat besar.

 Model iklim

Para ilmuan telah mempelajari pemanasan global berdasarkan model-model


computer berdasarkan prinsip-prinsip dasar dinamikan fluida, transfer radiasi, dan
proses-proses lainya, dengan beberapa penyederhanaan disebabkan keterbatasan
kemampuan komputer. Model-model ini memprediksikan bahwa penambahan
gas-gas rumah kaca berefek pada iklim yang lebih hangat. Walaupun digunakan
asumsi-asumsi yang sama terhadap konsentrasi gas rumah kaca di masa depan,
sensitivitas iklimnya masih akan berada pada suatu rentang tertentu.

Dengan memasukkan unsur-unsur ketidakpastian terhadap konsentrasi gas


rumah kaca dan pemodelan iklim, IPCC memperkirakan pemanasan sekitar 1.1 °C
hingga 6.4 °C (2.0 °F hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Model-model
iklim juga digunakan untuk menyelidiki penyebab-penyebab perubahan iklim
yang terjadi saat ini dengan membandingkan perubahan yang teramati dengan
hasil prediksi model terhadap berbagai penyebab, baik alami maupun aktivitas
manusia.

Model iklim saat ini menghasilkan kemiripan yang cukup baik dengan
perubahan temperature global hasil pengamatan selama seratus tahun terakhir,
tetapi tidak mensimulasi semua aspek dari iklim. Model-model ini tidak secara
pasti menyatakan bahwa pemanasan yang terjadi antara tahun 1910 hingga 1945
disebabkan oleh proses alami atau aktivitas manusia; akan tetapi; mereka
menunjukkan bahwa pemanasan sejak tahun 1975 didominasi oleh emisi gas-gas
yang dihasilkan manusia.

Sebagian besar model-model iklim, ketika menghitung iklim di masa depan,


dilakukan berdasarkan skenario-skenario gas rumah kaca, biasanya dari Laporan
Khusus terhadap Skenario Emisi (Special Report on Emissions Scenarios / SRES)
IPCC. Yang jarang dilakukan, model menghitung dengan menambahkan simulasi
terhadap siklus karbon; yang biasanya menghasilkan umpan balik yang positif,
walaupun responnya masih belum pasti (untuk skenario A2 SRES, respon
bervariasi antara penambahan 20 dan 200 ppm CO2). Beberapa studi-studi juga
menunjukkan beberapa umpan balik positif.

Pengaruh awan juga merupakan salah satu sumber yang menimbulkan


ketidakpastian terhadap model-model yang dihasilkan saat ini, walaupun sekarang
telah ada kemajuan dalam menyelesaikan masalah ini. Saat ini juga terjadi
diskusi-diskusi yang masih berlanjut mengenai apakah model-model iklim
mengesampingkan efek-efek umpan balik dan tak langsung dari variasi Matahari.

 Dampak pemanasan global

Para ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan
sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut,
para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global
terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan
kesehatan manusia.

 Iklim Mulai Tidak Stabil

Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian


Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari
daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan
akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut.
Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan
mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju
akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang
di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung
untuk meningkat.

Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap
dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan
meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan
karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan
meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak
juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya
matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses
pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan,
secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah
hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir
ini)[29]. Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari
tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin
akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai
(hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih
besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat
dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.

 Peningkatan permukaan laut

Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat,


sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut.
Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland,
yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah
meningkat 10 – 25 cm (4 – 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC
memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 – 35 inchi) pada abad ke-21.

Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah


pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda,
17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan
bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat
air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana
yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara
miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.

Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem
pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa
pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area
perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi
sebagian besar dari Florida Everglades.

 Suhu global cenderung meningkat

Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih
banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa
tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan
dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan
pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh.
Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh
dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi
sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam.
Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang
lebih hebat.
2.4. Prediksi Masa Bumi Untuk Ribuan Tahun yang Akan Datang

 Masa Bumi untuk ribuan tahun yang akan datang menurut beberapa pendapat

1) Stephen Hawking

Stephen William Hawking adalah fisikawan teoretis, kosmologi,


pengarang, dan Direktur Penelitian Centre for Theoretical Cosmology di
Universitas Cambridge. Hawking adalah orang pertama yang memaparkan
teori kosmologi yang dijelaskan dengan menggabungkan teori relativitas
umum dan mekanika kuantum. Ia adalah pendukung interpretasi
multidunia mekanika kuantum.

Dia sangat terkenal dengan teorinya tentang masa depan bumi atau
keadaan bumi untuk ribuan tahun yang akan datang.

Beberapa prediksi tentang bumi

1. Bumi Bola Api

Hawking mengungkapkan teori akan kemusnahan dunia yang diakibatkan


oleh bola api. Ia percaya bahwa populasi bumi akan makin bertambah
sehingga energi yang digunakan oleh manusia akan membakar Bumi itu
sendiri.

Untuk menghindari hal ini, manusia disarankan untuk pergi ke tempat


yang belum pernah dijamah sebelumnya dan mengembangkan teknologi
agar dapat berpindah dengan kecepatan cahaya.

2. Robot Ambil Alih Dunia

Hawking mengungkapkan rasa takutnya akan AI (Artificial Inteligent)


akan menggantikan manusia. Dalam sebuah wawancara oleh Wired.co.uk,
Hawking berkata: "Kita perlu bergerak maju dalam pengembangan
Artificial Inteligent tetapi kita juga perlu memperhatikan bahaya yang
sangat nyata."
"Saya khawatir AI dapat menggantikan seluruh umat manusia. Jika
seseorang bersedia untuk mengembangkan virus komputer, maka akan ada
orang yang bersedia membuat AI dari replika dirinya sendiri."

3. Teknologi Nuklir

"Saya khawatir dalam evolusi mengandung keserakahan dan agresi yang


luar biasa terhadap umat manusia"

"Tidak ada tanda-tanda akan menurunnya jumlah konflik yang terjadi dan
pengembangan pada teknologi militer dan senjata pemusnah massal dapat
mengakhiri hidup dunia."

"Harapan terbaik untuk kelangsungan hidup umat manusia mungkin akan


adanya koloni independen di luar angkasa."

4. Hidup Selain di Bumi

Hawking berkata bahwa manusia harus mengembangkan kemampuan


teknologi semaksimal mungkin agar dapat mencegah kepunahan.

Jika kita tidak memenuhi planet lain yang dapat di hidupi, maka
perubahan iklim, populasi yang berlebihan, pandemik, dan peperangan
akan mengakibatkan kemusnahan umat manusia.

Hal ini dijelaskan lebih jauh pada dokumentari BBC Two yang berjudul
"Expedition New Earth", di mana Hawking mendaftarkan salah satu
insinyur andal yang bernama Christophe Galfard agar dapat
mengembangkan kemampuan untuk berpindah ke planet yang lain.

5. Invasi Alien

Stephen Hawking percaya bahwa ada kehidupan lain di luar angkasa


selain manusia. Hawking mengatakan terdapat lebih dari satu semesta,
alias semesta paralel. Semesta kita tercipta atas Ledakan Besar sekitar 13
miliar tahun yang lalu, begitu juga dengan semesta lain yang tercipta dari
Ledakan Besar mereka sendiri.
Meskipun begitu, belum ada bukti kuat adanya makhluk cerdas di
angkasa luar sana. Namun, melihat banyaknya jumlah planet, galaksi, dan
semesta, diperkirakan ada makhluk lain yang bisa saja memutuskan
singgah di planet kita. Sayangnya, para alien diperkirakan tidak datang
dengan damai. Mereka bisa saja menghancurkan manusia atau menjadikan
kita objek percobaan mereka
6. Akhir Usia Semesta

Gambar ilustrasi bintang – bintang di bima sakti

Stephen Hawking juga memprediksi bahwa semesta kita nantinya akan


menjadi gelap setelah semua bintang kehabisan energi. Hawking juga
memperingatkan manusia untuk mencari dan pindah ke semesta lain untuk
bisa bertahan hidup dari kejadian ini.
Memprediksi tentang keadaan bumi untuk ratusan tahun yang akan
datang diantaranya:

1. Bumi Makin Dingin

Vladimir Putin menyusuri jurang di gletser kepulauan Arktik Franz Josef


Land di Arctic Rusia, (29/3). Rusia berupaya memperkuat wilayah di
Kutub Utara tengah untuk mengintensifkan persaingan sumber daya
alam. (Alexei Druzhinin/Pool Photo via AP)

Suhu Bumi makin dingin saat memasuki tahun 2030. Prediksi suhu
ekstrem ini dikatakan oleh sejumlah ilmuwan. Seorang Profesor
bernama Valentina Zharkova memperingatkan manusia bila zaman es
akan kembali membekukan Bumi. Ini diakibatkan kacaunya siklus
Matahari.

Perlu diketahui, Matahari mempunyai siklus 11 tahunan di mana saat


siklus itu terjadi, aktivitas Matahari mencapai puncaknya atau
sebaliknya 'tertidur'.

Di siklus Matahari ke-26 yang akan terjadi di antara tahun 2030-2040,


aktivitas matahari akan mencapai titik terendahnya, sama seperti 370
tahun silam. Fenomena pasifnya Matahari itu disebut 'Maunder
Minimum'.

Menurut Profesor Valentina, kacaunya siklus Matahari itu disebabkan


oleh tidak 'seiramanya' gerakan lapisan luar Matahari dan lapisan
dalamnya. Ketika Maunder Minimum terjadi di tahun 2030-an, dua
lapisan Matahari itu diprediksi saling mengganggu gerakan satu sama
lain. Imbasnya, Matahari tidak bisa menghasilkan energi penuh seperti
biasa.
2. Jumlah Karbon Dioksika Bertambah

di sini adalah konsensus ilmiah yang tidak mengurangi emisi karbon


pada tahun 2100
menghasilkan dampak lokal, regional dan global risiko terhadap
masyarakat manusia dan ekosistem alami
Meskipun demikian sensus, upaya internasional untuk mengatasi
tantangan klien global perubahan pasangan telah dan masih terbatas
cakupannya

Perubahan iklim jangka pendek dan perubahan iklim mereka


ketidakpastian. Secara khusus, para ilmuwan menekankan pada yang
diharapkan perubahan iklim pada tahun 2100, yang pada awalnya
didorong oleh komitmen masa lalu kemampuan putational, telah
menciptakan kesan menyesatkan dalam arena publik - kesan bahwa
manusia menyebabkan perubahan iklim adalah masalah abad ke-20,
dan perubahan pasca-2100 adalah masalah dari kepentingan sekunder,
atau dapat dibalik dengan pengurangan emisitions pada waktu itu.
Sosial ekonomi dan diskusi kebijakan mengenai perubahan iklim juga
berfokus terutama pada dampak jangka pendek akhir abad ini.
Pandangan bahwa jangka pendek adalah yang paling kerangka waktu
yang relevan berkenaan dengan dampak sosial ekonomi dan adaptasi
tation mencerminkan diskon implisit dampak masa depan, serta dengan
asumsi bahwa tindakan mitigasi yang berhasil dapat membalikkan
dampak negatif dari perubahan iklim selama beberapa ratus tahun ke
depan.

Peningkatan antropogenik pada CO2 Namun, memiliki efek itu


melampaui 2100; sebagian kecil dari mobil-bon dipancarkan sampai
saat ini dan dalam 100 tahun berikutnya akan tetap ada di atmosfer
selama puluhan hingga ratusan ribu tahun 4–9 . Sudah lama waktu
tinggal CO2 antropogenik gangguan di atmosferphere, dikombinasikan
dengan kelembaman sistem iklim, menyiratkan hal itu emisi masa lalu,
saat ini, dan masa depan mengikat planet ini untuk jangka panjang

Kepala Iklim dan Lingkungan di Laboratorium Fisika Nasional Inggris,


Jane Burston, mengatakan Tiongkok menjadi negara penyumbang polusi
di dunia pada 2017. Ini dikarenakan banyaknya pembuangan bahan bakar
fosil.

Sementara di Eropa, dia memprediksikan banyaknya perdagangan panel


surya murah di pusat perdagangan, karena energi terbarukan di dunia
turun tajam. Tentu ini mempengaruhi kondisi Bumi di masa depan.

3. Bumi Akan Mengering

Di masa depan, Bumi diprediksikan akan mengering karena pemanasan


global. Lebih dari 25 persen permukaan Bumi diprediksi mulai mengalami
dampak aridifikasi pada 2050.

Studi lingkungan yang diterbitkan oleh The Journal Nature Climate Change
mengungkapkan dampak aridifikasi tersebut bisa terjadi apabila manusia tidak
mengikuti perubahan yang diusulkan oleh Kesepakatan Iklim Paris. Studi
tersebut mengklaim, apabila suhu rata-rata bumi naik dua derajat Celcius
maka dalam 32 tahun mendatang, Bumi bisa menjadi padang pasir.

Peneliti The Journal Nature Climate Change Manoj Joshi memprediksi bahwa
aridifikasi akan muncul sekitar 20 hingga 30 persen permukaan Bumi.
Aridifikasi tersebut terjadi pada saat perubahan suhu rata-rata global mencapai
dua derajat Celcius.

Cara untuk mengurangi pemanasan global juga mereka jelaskan. Caranya


dengan mengurangi emisi gas rumah kaca. Pengurangan emisi tersebut dapat
mengurang potensi terjadinya aridifikasi.
4. Es Mencair

pada 10 ribu tahun mendatang, keseluruhan benua Antartika bagian


timur akan sepenuhnya hilang. Bagian ini adalah barisan lapisan es terpanjang
di planet bumi saat ini. Dari pemodelan, para ilmuwan memprediksi jika
cekungan subglasial Wilkes runtuh, diperlukan 5 ribu hingga 10 ribu tahun
untuk bongkahan es raksasa tersebut menghilang dari lautan. Dampaknya,
permukaan laut nakin 3 hingga 4 meter.

Lapisan es Greenland. Lapisan es Greenland menyimpan yang setara


sekitar 7m kenaikan GMSL

Kontribusi permukaan laut jangka panjang dari lapisan es Greenland


didasarkan pada hasil dari lapisan es model digabungkan dengan model
keseimbangan energi-kelembaban regional . Untuk skenario emisi 1.280PC,
mencairnya lapisan es Greenland yang tidak lengkap menghasilkan hingga 4m
permukaan laut naik lebih dari 10.000 tahun. Untuk 2.560, 3.840 dan
5.120PgC skenario emisi, Greenland menjadi bebas es sekitar 6.000, 4.000
dan 2.500 tahun dari sekarang, masing-masing
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan panet terpadat dan
terbesar kelima dari 8 planet dalam tata surya. Bumi juga merupakan planet terbesar
dari 4 planet kebumian tata surya, bumi terkadang disebut dengan dunia atau planet
biru. Bumi merupakan pusat segalanya yaitu pusat yang disekelilingnya berputar
matahari, bulan, bintang – bintang, dan planet – planet .

Banyak hal yang akan terjadi di ratusan bahkan ribuan tahun yang akan datang
Yaitu :

a) Bumi Makin Dingin


b) Jumlah Karbon Dioksika Bertambah
c) Bumi Akan Mengering
d) Es Mencair

Bumi akan sangat rusak akibat ulah manusi dalam segala bidang dan aspek misalnya
industri, konstruksi, dan sebagainya, tapi bumi akan punya cara sendiri untuk dapat
membuat semuanya kembali normal. Karna bumi akan melakukan sesuatu yang
berbalik ada apa yang manusia pikirkan.

Manusia memprediksi sesuatu untuk mengetahui bagaimana dan apa yang terjadi
untuk bumi ini di ratusan bahkan ribuan tahun yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, B., dkk.. (1978). Bumi dan Antariksa 1.Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Tjasyono, B. HK.. (2006). Ilmu Kebumian dan Antariksa.Bandung: PT Remaja Rosdakarya


Bekerja Sama dengan Program PascasarjanaUPI.

Peter U. Klark , Jeremy D. Shakun , Shaun A. Marcott . 2016 . Consequences of twenty-first-


century policy for multi-millennial climate and sea-level change. Nature Climate Change. 6.
8 februari 2016

Anda mungkin juga menyukai