Anda di halaman 1dari 63

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kelompok dapat menyelesaikan makalah
ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada By.D Usia 21 Hari (Infant) dengan
BBLR + Asfiksia di Ruang Perinatologi RSUD Cibabat Kota Cimahi Tahun
2017” dengan baik dan tepat waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini kelompok menyadari banyak mendapatkan
bantuan dan masukan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu, mendukung serta
membimbing penulis dalam penyusunan makalah ini, antara lain kepada :
1. Gunawan Irianto, dr.,M.kes selaku Ketua STIKES Jenderal Ahmad Yani Cimahi
2. Dr. H. Iping Suripto. W. SpA., M. H. Kes Selaku Direktur RSUD Cibabat Kota
Cimahi
3. Hj. E. Susilawati, SKM,S,Kep,Msi selaku Kepala Bidang Keperawatan RSUD
Cibabat Kota Cimahi
4. Nuh Ali Azkha, S.Kep selaku Kepala Seksi Keperawatan Rawat Inap RSUD
Cibabat Kota Cimahi
5. Dr. H. Budi Risjadi., Sp,A.,M.Kes selaku Kepala Diklat RSUD Cibabat Kota
Cimahi
6. Fauziah R, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.An selaku Koordinator Profesi Keperawatan Anak
7. Sri Suhartini, Amd Kep selaku Kepala Perinatologi RSUD Cimahi Kota Cimahi
Tim penyusun juga memohon maaf apabila dalam makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat
penulis harapkan dan semoga makalah ini dapat dimanfaatkan oleh berbagai
pihak.Akhir kata, kelompok ucapkan terima kasih sebesar-besarnya semoga
bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT, Aamiin

Cimahi, Oktober 2017

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bayi lahir dengan berat lahir rendah (BBLR) merupakan masalah kesehatan yang

sering dialami pada sebagian masyarakat yang ditandai dengan berat lahir kurang dari

2500 gram. Kejadian BBLR pada dasarnya berhubungan dengan kurangnya

pemenuhan nutrisi pada masa kehamilan ibu dan hal ini berhubungan dengan banyak

faktor dan lebih utama pada masalah perekonomian keluarga sehingga pemenuhan

kebutuhan konsumsi makanan pun kurang. Namun, kejadian BLR juga dapat terjadi

tidak hanya karena aspek perekonomian, dimana kejadian BBLR dapat saja tejadi pada

mereka dengan status perekonomian yang cukup. Hal ini dapat berkaitan dengan jarak

kelahiran, kadar hemoglobin dan pemanfaatan pelayanan antenatal (Djitowiyono, 2010).

BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan

diabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap

kehidupannya di masa depan. BBLR adalah bayi baru lahir dengan berat badan Lahir

kurang dari 2500 gram (Djitowiyono, 2010). BBLR yang tidak ditangani dengan baik

dapat mengakibatkan timbulnya masalah pada semua sistem organ tubuh salah satunya

yaitu gangguan pada pernafasan (aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum). Asfiksia

neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan

teratur, sehingga dapat menurunkan oksigen dan makin meningkatkan karbon

dioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba,

2007).

Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada

4
tahun pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama. Dua

pertiga dari yang meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu

pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada minggu pertama, meninggal pada

hari pertama. Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah

komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis dan komplikasi berat lahir

rendah. Kurang lebih 99% kematian ini terjadi di negara berkembang dan sebagian

besar kematian ini dapat dicegah dengan pengenalan dini dan pengobatan yang

tepat (Proverawati & Ismawati, 2010). Diperkirakan sekitar 23% seluruh angka kematian

neonatus di seluruh dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir

mati yang lebih besar.

Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/ WHO)

menyebutkan bahwa sejak tahun 2000-2003 asfiksia menempati urutan ke-6, yaitu

sebanyak 8%, sebagai penyebab kematian anak di seluruh dunia setelah

pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan kelahiran prematur. Diperkirakan 1 juta

anak yang bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir kini hidup dengan morbiditas

jangka panjang seperti cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan belajar. Menurut

hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, tiga penyebab utama kematian perinatal

di Indonesia adalah gangguan pernapasan atau respiratory disorders (35,9%),

prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum (12.0%) (Sofyan, 2010).

Berdasarkan data diatas, tim penyusun tertarik mengambil kasus “Asuhan

Keperawatan Pada By.D Usia 21 Hari (Infant) dengan BBLR + Asfiksia di Ruang

Perinatologi RSUD Cibabat Kota Cimahi Tahun 2017”.

5
B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana penatalaksanaan “Asuhan Keperawatan Pada By.D Usia 21 Hari (Infant)

dengan BBLR + Asfiksia di Ruang Perinatologi RSUD Cibabat Kota Cimahi Tahun

2017?”.

C. TUJUAN

1. TUJUAN UMUM

Tujuan tim penyusun adalah untuk mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan

Pada By.D Usia 21 Hari (Infant) dengan BBLR + Asfiksia di Ruang Perinatologi

RSUD Cibabat Kota Cimahi Tahun 2017

2. TUJUAN KHUSUS

a) Mampu memahami tentang BBLR dan Asfiksia yang terjadi pada bayi baru

lahir.

b) Mampu memberikan asuhan keperawatan pada bayi dengan BBLR dan

Asfiksia

D. MANFAAT

1. Manfaat Teoritis

Makalah ini diharapkan dapat menjadi masukan dan memberi informasi tentang

asuhan keperawatan pada bayi baru lahir dengan BBLR dan Asfiksia. Perawat dapat

lebih berperan aktif dalam memberikan asuhan keperawatan pada bayi dengan BBLR

dan Asfiksia.

2. Manfaat Aplikatif

Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi perawat dan mahasiswa

keperawatan mengenai pemberian asuhan keperawatan pada bayi baru lahir dengan

BBLR dan Asfiksia. Bagi rumah sakit, makalah ini dapat dijadikan acuan dalam

pelayanan untuk mengatasi permasalahan bronkopneumonia serta mengurangi

komplikasinya.

6
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. BBLR

1. Definisi

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang dari

2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR

umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru sehingga dapat

mengakibatkan pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat

menggangu kelangsungan hidupnya (Prawirohardjo, 2006). Bayi berat lahir rendah

(BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang

usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (< 37 minggu) atau pada

bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction) (Pudjiadi, dkk., 2010).

Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi yang lahir dengan berat

badan kurang dari 2.500 gram saat lahir. Bayi BBLR sebagian besar dikarenakan

retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR) dengan usia kehamilan kurang dari 37

minggu. Bayi BBLR memiliki risiko empat kali lipat lebih tinggi dari kematian neonatal

dari pada bayi yang berat badan lahir 2.500-3.499 gram (Muthayya, 2009). Bayi berat

badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang berat badannya kurang dari 2500 gram,

tanpa memperhatikan usia gestasi. Bayi BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan

(kurang dari 37 minggu usia kehamilan) atau pada usia cukup bulan (intrauterine

growth retriction) (Wong, 2008).

Dapat disimpulkan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir

dengan berat di bawah normal (< 2500 gr) yang disebabkan oleh banyak faktor tanpa

melihat usia gestasi.

7
2. Etiologi
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah (Proverawati dan

Ismawati, 2010), yaitu:

a. Faktor ibu

1) Penyakit

a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan antepartum,

preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.

b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi,

HIV/AIDS, TORCH(Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV) dan

Herpes simplex virus), danpenyakit jantung.

c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.

2) Ibu

a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20

tahun atau lebih dari 35 tahun.

b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).

c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.

3) Keadaan sosial ekonomi

a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini dikarenakan

keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.

b) Faktor janin Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik

(inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.

c) Faktor plasenta Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta

previa, solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik),

ketuban pecah dini.

d) Faktor lingkungan. Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal

di dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.

8
b. Faktor janin

Faktor janin meliputi: kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi sitomegali,

rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.

c. Faktor plasenta

Faktor plasenta disebabkan oleh: hidramnion, plasenta previa, solutio plasenta,

sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.

d. Faktor lingkungan

Lingkungan yang berpengaruh antara lain: tempat tinggal di dataran tinggi, terkena

radiasi, serta terpapar zat beracun.

3. Klasifikasi
a. Ada beberapa pengelompokan dalam BBLR (Mitayani, 2009) :

1) Prematuritas murni

Bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan

sesuai dengan gestasi atau yang disebut neonatus kurang bulan sesuai dengan

masa kehamilan.

2) Baby small for gestational age (SGA)

Berat badan lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan. SGA terdiri dari tiga

jenis.

a) Simetris (intrauterus for gestational age)

Gangguan nutrisi pada awal kehamilan dan dalam jangka waktu yang lama.

b) Asimetris (intrauterus growth retardation)

Terjadi defisit pada fase akhir kehamilan.

c) Dismaturitas

Bayi yang lahir kurang dari berat badan yang seharusnya untuk masa

gestasi, dan si bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri, serta

merupakan bayi kecil untuk masa kehamilan.

9
b. Pengelompokan BBLR menurut ukuran (Wong, 2008) :

1) Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi yang berat badannya

kurang dari 2500 gram, tanpa memperhatikan usia gestasi.

2) Bayi berat badan lahir ekstrem rendah (BBLER) merupakan bayi yang berat

badannya kurang dari 1000 gram.

3) Bayi berat badan lahir sangat rendah (BBLRR) merupakan bayi yang berat

badannya kurang dari 1500 gram.

4) Bayi berat badan lahir moderat (BBLM) merupakan bayi yang berat badannya

1501 sampai 2500 gram.

5) Bayi berat badan sesuai usia gestasinya merupakan bayi yang berat badannya

antara persentil ke-10 sampai ke-90 pada kurva pertumbuhan intrauterin.

6) Berat badan kecil untuk usianya atau kecil untuk usia gestasinya merupakan bayi

yang laju pertumbuhan intrauterinnya lambat dan yang berat badan lahirnya

kurang dari persentil ke-10 pada kurva pertumbuhan intrauterin.

7) Retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR) ditemukan pada bayi yang

pertumbuhan intrauterinnya mengalami retardasi (terkadang digunakan istilah

pengganti yang lebih deskritif untuk bayi kecil untuk usia gestasinya).

8) Bayi besar untuk usia gestasinya merupakan bayi yang berat badan lahirnya

diatas persentil ke-90 pada kurva pertumbuhan intrauterin.

4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang dapat ditemukan dengan bayi berat lahir rendah (Mitayani, 2009):

a. Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm, lingkar dada

kurang dari 30 cm, dan lingkar kepala kurang dari 33cm.

b. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.

c. Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan amat sedikit.

d. Osofikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutura lebar.

10
e. Genitalia imatur, labia minora belum tertutup dengan labia miyora.

f. Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering

mendapatkan serangan apnea.

g. Lebih banyak tidur dari pada bangun, reflek menghisap dan menelan belum

sempurna.

5. Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum

cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir

cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil dari

masa kehamilannya, yaitutidak mencapai 2.500 gram. Masalah ini terjadi karena adanya

gangguanpertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit

ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang

menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang. Gizi yang baik diperlukan seorang

ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan

melahirkan bayi denganberat badan lahir normal. Kondisi kesehatan yang baik, sistem

reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra

hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat dari

pada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi

kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan

kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia. Ibu hamil umumnya

mengalami deplesi atau penyusutan besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada

janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Kekurangan zat besi dapat

menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun

sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus,

cacat bawaan, dan BBLR. Hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan

11
kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi, sehingga kemungkinan melahirkan

bayi BBLR dan premature juga lebih besar (Nelson, 2010).

6. Masalah Yang Terjadi Pada BBLR

Masalah yang dapat terjadi pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)

terutama pada prematur terjadi karena ketidakmatangan sistem organ pada bayi

tersebut. Masalah pada BBLR yang sering terjadi adalah gangguan pada sistem

pernafasan, susunan saraf pusat, kardiovaskular, hematologi, gastrointerstinal, ginjal,

termoregulasi (Maryunani, dkk, 2009).

a. Sistem Pernafasan

Bayi dengan BBLR umumnya mengalami kesulitan untuk bernafas segera setelah

lahir oleh karena jumlah alveoli yang berfungsi masih sedikit, kekurangan surfaktan

(zat di dalam paru dan yang diproduksi dalam paru serta melapisi bagian alveoli,

sehingga alveoli tidak kolaps pada saat ekspirasi). Luman sistem pernafasan yang

kecil, kolaps atau obstruksi jalan nafas, insufisiensi klasifikasi dari tulang thorax, dan

pembuluh darah paru yang imatur. Kondisi inilah yang menganggu usaha bayi untuk

bernafas dan sering mengakibatkan gawat nafas (distress pernafasan).

b. Sistem Neurologi (Susunan Saraf Pusat)

Bayi lahir dengan BBLR umumnya mudah sekali terjadi trauma susunan saraf pusat.

Kondisi ini disebabkan antara lain: perdarahan intracranial karena pembuluh darah

yang rapuh, trauma lahir, perubahan proses koagulasi, hipoksia dan hipoglikemia.

Sementara itu asfiksia berat yang terjadi pada BBLR juga sangat berpengaruh pada

sistem susunan saraf pusat (SSP), yang diakibatkan karena kekurangan oksigen

dan kekurangan perfusi.

c. Sistem Kardiovaskuler

12
Bayi dengan BBLR paling sering mengalami gangguan/kelainan janin, yaitu paten

ductus arteriosus, yang merupakan akibat intrauterine kehidupan ekstrauterine

berupa keterlambatan penutupan ductus arteriosus.

d. Sistem Gastrointestinal

Bayi dengan BBLR saluran pencernaannya belum berfungsi seperti bayi yang cukup

bulan, kondisi ini disebabkan karena tidak adanya koordinasi mengisap dan menelan

sampai usia gestasi 33–34 minggu sehingga kurangnya cadangan nutrisi seperti

kurang dapat menyerap lemak dan mencerna protein.

e. Sistem Termoregulasi

Bayi dengan BBLR sering mengalami temperatur yang tidak stabil, yang disebabkan

antara lain:

1) Kehilangan panas karena perbandingan luas permukaan kulit dengan berat

badan lebih besar (permukaan tubuh bayi relatif luas).

2) Kurangnya lemak subkutan (brown fat / lemak cokelat).

3) Jaringan lemak dibawah kulit lebih sedikit.17

4) Tidak adanya refleks kontrol dari pembuluh darah kapiler kulit.

f. Sistem Hematologi

Bayi dengan BBLR lebih cenderung mengalami masalah hematologi bila

dibandingkan dengan bayi yang cukup bulan. Penyebabnya antara lain adalah:

1) Usia sel darah merahnya lebih pendek.

2) Pembuluh darah kapilernya mudah rapuh.

3) Hemolisis dan berkurangnya darah akibat dari pemeriksaan laboratorium yang

sering.

g. Sistem Imunologi

Bayi dengan BBLR mempunyai sistem kekebalan tubuh yang terbatas, sering kali

memungkinkan bayi tersebut lebih rentan terhadap infeksi.

13
h. Sistem Perkemihan

Bayi dengan BBLR mempunyai masalah pada sistem perkemihannya, di mana ginjal

bayi tersebut karena belum matang maka tidak mampu untuk menggelola air,

elektrolit, asam-basa, tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme dan obat-

obatan, dengan memadai serta tidak mampu memekatkan urin.

i. Sistem Integumen

Bayi dengan BBLR mempunyai struktur kulit yang sangat tipis dan transparan

sehingga mudah terjadi gangguan integritas kulit

j. Sistem Pengelihatan

Bayi dengan BBLR dapat mengalami retinopathy of prematurity (RoP) yang

disebabkan karena ketidakmatangan retina.

7. Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul pada bayi dengan berat lahir rendah (Mitayani, 2009) :

a. Sindrom aspirasi mekonium

Sindrom aspirasi mekonium adalah gangguan pernapasan pada bayi baru lahir yang

disebabkan oleh masuknya mekonium (tinja bayi) ke paru-paru sebelum atau sekitar

waktu kelahiran (menyebabkan kesulitan bernafas pada bayi).

b. Hipoglikemi simptomatik

Hipoglikemi adalah kondisi ketidaknormalan kadar glokosa serum yang rendah.

Keadaan ini dapat didefinisikan sebagai kadar glukosa dibawah 40 mg/dL.

Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa rendah ,terutama

pada laki-laki.

c. Penyakit membran hialin yang disebabkan karena membrane surfaktan belum

sempurna atau cukup, sehingga alveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan aspirasi,

tidak tertinggal udara dalam alveoli, sehingga dibutuhkan tenaga negative yang

tinggi untuk pernafasan berikutnya.

14
d. Asfiksia neonatorum. Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang

gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.

e. Hiperbilirubinemia (gangguan pertumbuhan hati). Hiperbilirubinemia (ikterus bayi

baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler,

sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning.

8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada bayi BBLR (Mitayani, 2009) :

a. Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb (normal: 12- 24gr/dL), Ht (normal: 33 -

38% ) mungkin dibutuhkan.

b. Dektrosik: menyatakan hipoglikemi (normal: 40 mg/dL).

c. Analisis Gas Darah (AGD): menentukan derajat keparahan distres pernafasan bila

ada. Rentang nilai normal:

1) pH : 7,35-7,45

2) TCO2 : 23-27 mmol/L

3) PCO2 : 35-45 mmHg

4) PO2 : 80-100 mmHg

5) Saturasi O2 : 95 % atau lebih20

d. Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia.

e. Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia. Bilirubin normal :

1) Bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl.

2) Bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.

f. Urinalisis: mengkaji homeostatis.

g. Jumlah trombosit (normal: 200000 - 475000 mikroliter): Trombositopenia mungkin

menyertai sepsis.

h. EKG, EEG, USG, angiografi: defek kongenital atau komplikasi.

15
9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada bayi BBLR yaitu dengan menerapkan

beberapa metode Developemntal care yaitu :

a. Pemberian posisi

Pemberian posisi pada bayi BBLR sangat mempengaruhi pada kesehatan dan

perkembangan bayi. Bayi yang tidak perlu mengeluarkan energi untuk mengatasi

usaha bernafas, makan atau mengatur suhu tubuh dapat menggunakan energi ini

untuk pertumbuhan dan perkembangan. Posisi telungkup merupakan posisi terbaik

bagi kebanyakan bayi preterm dan BBLR yang dapat menghasilkan oksigenasi yang

lebih baik, lebih menoleransi makanan, dan pola tidur istirahatnya21lebih teratur.

Bayi memperlihatkan aktifitas fisik dan penggunaan energi lebih sedikit bila

diposisikan telungkup. Akan tetapi ada yang lebih menyukai postur berbaring miring

fleksi. Posisi telentang lama bagi bayi preterm dan BBLR tidak disukai, karena

tampaknya mereka kehilangan keseimbangan saat telentang dan menggunakan

energi vital sebagai usaha untuk mencapai keseimbangan dengan mengubah

postur. Posisi telentang jangka lama bayi preterm dan BBLR dapat mengakibatkan

abduksi pelvis lebar (posisi kaki katak), retraksi dan abduksi bahu, peningkatan

ekstensi leher dan peningkatan ekstensi batang tubuh dengan leher dan punggung

melengkung. Sehingga pada bayi yang sehat posisi tidurnya tidak boleh posisi

telungkup (Wong, 2008).

b. Minimal handling

1) Dukungan Respirasi

Banyak bayi BBLR memerlukan oksigen suplemen dan bantuan ventilasi, hal ini

bertujuan agar bayi BBLR dapat mencapai dan mempertahankan respirasi. Bayi

dengan penanganan suportif ini diposisikan untuk memaksimalkan oksigenasi.

Terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi.

16
2) Termoregulasi

Kebutuhan yang paling krusial pada bayi BBLR adalah pemberian kehangatan

eksternal setelah tercapainya respirasi. Bayi BBLR memiliki masa otot yang

lebih kecil dan deposit lemak cokelat lebih sedikit untuk menghasilkan panas,

kekurangan isolasi jaringan lemak subkutan, dan control reflek yang buruk pada

kapiler kulitnya. Pada saat bayi BBLR lahir mereka harus segera ditempatkan

dilingkungan yang dipanaskan hal ini untuk mencegah atau menunda terjadinya

efek stres dingin.

3) Perlindungan terhadap infeksi

Perlindungan terhadap infeksi merupakan salah satu penatalaksanaan asuhan

keperawatan pada bayi BBLR untuk mencegah terkena penyakit. Lingkungan

perilindungan dalam inkubator yang secara teratur dibersihkan dan diganti

merupakan isolasi yang efektif terhadap agens infeksi yang ditularkan melalui

udara. Sumber infeksi meningkat secara langsung berhubungan dengan jumlah

personel dan peralatan yang berkontak langsung dengan bayi.

4) Hidrasi

Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan tambahan

kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting pada bayi preterm,

karena kandungan air ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi cukup bulan

dan sampai 90% pada bayi preterm). Hal ini dikarenakan permukaan tubuhnya

lebih luas dan kapasitas osmotik dieresis terbatas pada ginjal bayi preterm yang

belum berkembang sempurna, sehingga bayi tersebut sangat peka terhadap

kehilangan cairan.

5) Nutrisi

Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR, tetapi

terdapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena berbagai

17
mekanisme ingesti dan digesti makanan belum sepenuhnya berkembang.

Jumlah, jadwal, dan metode pemberian nutrisi ditentukan oleh ukuran dan

kondisi bayi. Nutrisi dapat diberikan melalui parenteral ataupun enteral atau

dengan kombinasi keduanya. Kebutuhan bayi untuk tumbuh cepat dan

pemeliharaan harian harus dipenuhi dalam keadaan adanya banyak kekurangan

anatomi dan fisiologis. Meskipun beberapa aktivitas menghisap dan menelan

sudah ada sejak sebelu lahir, namun koordinasi mekanisme ini belum terjadi

sampai kurang lebih 32 sampai 34 minggu usia gestasi, dan belum sepenuhnya

sinkron dalam 36 sampai 37 minggu.

Pemberian makan bayi awal (dengan syarat bayi stabil secara medis)

dapat menurunkan insidens faktor komplikasiseperti hipoglikemia, dehidrasi,

derajat hiperbilirubinemia bayi BBLR dan preterm yang terganggu memerlukan

metode alternatif, air steril dapat diberikan terlebih dahulu. Jumlah yang

diberikan terutama ditentukan oleh pertambahan berat badan bayi BBLR dan

toleransi terhadap pemberian makansebelum dan ditingkatkan sedikit demi

sedikit sampai asupan kalori yang memuaskan dapat tercapai. Bayi BBLR dan

preterm menuntut waktu yang lebih lama dan kesabaran dalam memberikan

makan dibandingkan pada bayi cukup bulan, dan mekanisme oral-faring dapat

terganggu oleh usaha pemberian makan yang terlalu cepat. Penting untuk tidak

membuat bayi kelelahan atau melebihi kapasitas mereka dalam menerima

makanan.

c. Perawatan Metode Kanguru (Kangaroo Mother Care)

Perawatan metode kanguru (PMK) merupakan salah satu alternatif cara

perawatan yang murah, mudah, dan aman untuk merawat bayi BBLR. Dengan

PMK, ibu dapat menghangatkan bayinya agar tidak kedinginan yang membuat bayi

BBLR mengalami bahaya dan dapat mengancam hidupnya, hal ini dikarenakan

18
pada bayi BBLRbelum dapat mengatur suhu tubuhnya karena sedikitnya lapisan

lemak dibawah kulitnya. PMK dapat memberikan kehangatan agar suhu tubuh pada

bayi BBLR tetap normal, hal ini dapat mencegah terjadinya hipotermi karena tubuh

ibu dapat memberikan kehangatan secara langsung kepada bayinya melalui kontak

antara kulit ibu dengan kulit bayi, ini juga dapat berfungsi sebagai pengganti dari

inkubator.

PMK dapat melindungi bayi dari infeksi, pemberian makanan yang sesuai

untuk bayi (ASI), berat badan cepat naik, memiliki pengaruh positif terhadap

peningkatan perkembangan kognitif bayi, dan mempererat ikatan antara ibu dan

bayi, serta ibu lebih percaya diri dalam merawat bayi (Perinansia, 2008)

19
Faktor janin Faktor plasenta Faktor ibu

 Kelainan kromosom  Hidramnion  Penyakit, usia ibu


 Infeksi janin kronik  Plasenta previa  Keadaan gizi ibu
(inklusi sitomegali, rubella  Solutio plasenta  Kondisi ibu saat hamil
bawaan)  Kehamilan kembar  Keadaan sosial dan
 Gawat janin ekonomi

BBLR

Komplikasi BBLR Manifestasi klinis BBLR

 Sindrom aspirasi mekonium  Berat Badan kurang dari 2500


 Asfiksia neomatum  Masa gestasi kurang dari 37 m
 Penyakit membrane hialin  Kulit tipis, transparan, lanugo
 Hiperbiliruninemia subkutan amat sedikit
 Pergerakan kurang dan le
pernafasan belum teratur dan
serangan apnea

Organ pencernaan imatur Pertumbuhan dinding dada Sedikitnya lemak dibawah


belum sempurna jaringan kulit

Peristaltik belum sempurna Vaskuler paru imatur Kehilangan panas


melalui kulit

Kurangnya kemampuan untuk mencerna Peningkatan


Peningkatan kebutuhan
makanan kerja nafas
kalori

Reflek menghisap dan menelan belum Tidak efektifnya pola Sistem termoregulasi yang
berkembang dengan baik pernafasan imatur

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan Termoregulasi tubuh tidak


efektif

20
10. Masalah Keperawatan Yang Perlu Dikaji
a. Fokus Pengkajian

Pada saat kelahiran bayi baru harus menjalani pengkajian cepat namun seksama

untuk menentukan setiap masalah yang muncul dan mengidentifikasi masalah yang

menuntut perhatian yang cepat. Pemeriksaan ini terutama ditujukan untuk

mengevaluasi kardiopulmonal dan neurologis. Pengkajian meliputi penyusunan nilai

APGAR dan evaluasi setiap anomaly congenital yang jelas atau adanya tanda gawat

neonatus (Wong, 2008).

1) Pengkajian umum

a) Timbang bayi tiap hari, atau lebih bila ada permintaan dengan menggunakan

timbangan elektronik.

b) Ukur panjang badan, dan lingkar kepala secara berkala.

c) Jelaskan bentuk dan ukuran tubuh secara umum, postur saat istirahat,

kemudian bernafas, dan adanya lokasi edema.

d) Observasi adanya deformitas yang tampak.

e) Observasi setiap tanda kegawatan, warna yang buruk, hipotonia, tidak

responsive, dan apnea.

2) Pengkajian respirasi

a) Observasi bentuk dada (barrel, konkaf), simetri, adanya insisi, slang dada,

atau devisiasi lainnya.

b) Observasi adanya penggunaan otot penapasan tambahan cuping hidung atau

retraksi substernal, interkostal atau subklavikular.

c) Tentukan frekuensi pernapasan dan keteraturannya.

d) Lakukan auskultasi dan jelaskan suara napas (stridor, krepitasi, mengi, suara

basah berkurang, daerah tanpa suara, grunting), berkurangnya masukan

udara, dan kesamaan suara napas.

21
e) Tentukan apakah diperlukan pengisapan.

3) Pengkajian kardiovaskuler

a) Tentukan denyut jantung dan iramanya.

b) Jelaskan bunyi jantung, termasuk adanya bising.

c) Tentukan titik intensitas maksimal (point of maximum intensity/PMI), titik

ketika bunyi denyut jantung paling keras terdengar dan teraba (perubahan

PMI menunjukkan adanya pergeseran imediastinum).

d) Jelaskan warna bayi ( bisa karena gangguan jantung, respirasi atau

hematopoetik), sianosis pucat, plethora, jaundis, dan bercak-bercak.

e) Kaji warna dasar kuku, membran mukosa, dan bibir.

f) Tentukan tekanan darah, dan tunjukkan ekstermitas yang dipakai.33

4) Pengkajian gastrointestinal

a) Tentukan adanya distensi abdomen, adanya edema dinding abdomen,

tampak pelistaltik, tampak gulungan usus, dan status umbilicus.

b) Tentukan adanya tanda regurgitasi dan waktu yang berkaitan dengan

pemberian makanan, karakter dan jumlah residu jika makanan keluar, jika

terpasang selang nasogastrik, jelaskan tipe penghisap, dan haluaran

(warna, konsistensi, pH).

c) Palpasi batas hati (3 cm dibawah batas kosta kanan).

d) Jelaskan jumlah, warna, dan konsistensi feses, periksa adanya darah.

e) Jelaskan bising usus.

5) Pengkajian genitourinaria

a) Jelaskan setiap abnormalitas genitalia.

b) Jelaskan jumlah (dibandingkan dengan berat badan), warna pH, temuan

lab-stick, dan berat jenis kemih (untuk menyaring kecukupan hidrasi).

22
c) Periksa berat badan (pengukuran yang paling akurat dalam mengkaji

hidrasi).

6) Pengkajian neurologis-muskuloskeletal

a) Jelaskan gerakan bayi, kejang, kedutan, tingkat aktivitas terhadap

rangsang, dan evaluasi sesuai masa gestasinya.

b) Jelaskan posisi bayi atau perilakunya (fleksi, ekstensi).

c) Jelaskan refleks yang ada ( moro, rooting, sucking, plantar, tonick neck,

palmar).

d) Tentukan tingkat respons dan kenyamanan.

7) Suhu tubuh

a) Tentukan suhu kulit dan aksilar.

b) Tentukan hubungan dengan suhu sekitar lingkungan.

8) Pengkajian kulit

a) Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah, tanda

iritasi, melepuh, abrasi, atau daerah terkelupas, terutama dimana

peralatan pemantau infus atau alat lain bersentuhan dengan kulit.

Periksa juga dan catat preparat kulit yang dipakai (misal plester,

povidone-jodine).

b) Tentukan tekstur dan turgor kulit kering, lembut, bersisik, terkelupas dan lain-

lain.

c) Terangkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir.

11. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada bayi dengan

BBLR (NANDA, 2011):

a. Tidak efektifnya pola pernafasan dengan maturitas pusat pernafasan, keterbatasan

perkembangan otot, penurunan energi/kelelahan, ketidakseimbangan metabolik.

23
b. Termoregulasi tubuh tidak efektif; hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang

imatur dan penurunan lemak tubuh subkutan

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak

mampuan mencerna nutrisi karena imaturitas.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, tidakadekuat pertahanan

tubuh primer ( kulit tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh

statis, perubahan sekresi pH, perubahan peristaltik), ketidakadekuatan pertahanan

tubuh sekunder.

12. Intervensi Keperawatan


NO. Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi (NIC)
Keperawatan (NOC)
1. Tidak efektifnya pola Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tingkat
pernafasan. keperawatan pernapasan,kedalaman
selama 3x24 jam, , dan kemudahan
diharapkan pasien mampu bernafas.
: Rasional: Membantu
1. Status Pernapasan: dalam membedakan
Kepatenan periode perputaran
jalannapas. pernapasan normal dari
2. Status Pernapasan: seranganapnetik sejati,
Ventilasi. terutama sering terjadi
3. Status tanda-tanda pada gestasi minggu
vital. ke-30.
Dengan kriteria hasil : 2. Perhatikan pola nafas
1. Menunjukkan pola klien.
pernapasan yang Rasional: mengetahui
mendukung hasil gas jika terdapat tanda-
darah dalam tanda yang
parameter atau menyebabkan dispneu.
kisaran normal. 3. Tentukan apakah klien
2. Pasien melaporkan dispneu fisiologis atau

24
bernafas dengan psikologis.
nyaman. Rasional: Studi
3. Mendemonstrasikan menemukan bahwa
kemampuan untuk ketika penyebabnya
melakukan adalah fisiologis
pernapasan dengan memiliki tanda gejala
pursed lip kecemasan dan
(mengerutkan bibir) kesemutan pada
dan pernapasan extremitas, sedangkan
dapat terkontrol. bila dipsneu itu
4. Mengidentifikasi dan psikologisl tanda
menghindari faktor- gejalanya mengi terkait,
faktor spesifik yang batuk, dahak dan
dapat memperburuk palpitasi.
pola nafas. 4. Berikan terapi
oksigenasi (Atur
peralatan oksigenasi,
monitor aliran
oksigen, pertahankan
posisi pasien).
Rasional: Perbaikan
kadar oksigen dan
karbondioksida dapat
meningkatkan funsi
pernapasan.
5. Monitor Tekanan
darah, nadi, suhu, dan
Respiration rate
(pernafasan).
Rasional: memantau
tanda vital klien.
2. Termoregulasi tubuh Setelah dilakukan tindakan 1. Ukur suhu setiap 2
tidak efektif. keperawatan selama 3x24 jam, gunakan
jam, diharapkan pasien termometer elektronik

25
mampu: Termoregulasi di ketiak pada bayi di
menjadi efektif sesuai bawah usia 4
dengan perkembangan. minggu.
Dengan kriteria hasil: Rasional: memantau
1. Dapat apakah adanya
mempertahankan suhu peningkatan atau
tubuh dalam kisaran penurunan suhu
normal. tubuh.
2. Menjelaskan langkah- 2. Catat apakah ada
langkah yang tanda-tanda
diperlukan untuk hipertermi dan
mempertahankan suhu hipotermi.
tubuh agar dalam Rasional: Hipertermi
batas normal. dengan peningkatan
3. Menjelaskan gejala laju metabolisme
hipotermia atau kebutuhan oksigen
hipertermia. dan glukosa serta
kehilangan air dapat
terjadi bila suhu
lingkungan terlalu
tinggi.
3. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi.
Rasional: untuk
mencegah terjadinya
dehidrasi.
4. Lakukan tepid
sponge.
Rasional: dapat
menurunkan suhu
tubuh bayi.
3. Perubahan nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Perhatikan gejala
kurang dari kebutuhan keperawatan selama 3x24 kekurangan gizi
tubuh. jam diharapkan pasien termasuk perawakan

26
mampu: pendek, lengan kurus
1. Intake nutrien normal. dan kaki.
2. Intake makanan dan Rasional: sebagai
cairan normal. langkah awal
3. Berat badan normal. pengkajian untuk
4. Massa tubuh normal. melaksanakan
5. Pengukuran biokimia intervensi selanjutnya.
normal. 2. Perhatikan adanya
Dengan kriteria hasil: penurunan berat
1. Berat badan badan. Rasional:
bertambah. Mengidentifikasikan
2. Berat badan dalam adanya resiko derajat
kisaran normal dan resiko terhadap
untuk tinggi dan usia. pola pertumbuhan.
3. Mengenali faktor yang Bayi SGA (Baby small
berkontribusi for gestational age)
terhadap berat badan dengan kelebihan
dibawah normal. cairan ekstrasel yang
4. Mengidentifikasi kemungkinan
kebutuhan gizi. kehilangan 15% BB
5. Bebas dari kekurangan lahir. Bayi SGA (Baby
gizi. small for gestational
age) mungkin telah
mengalami penurunan
berat badan dalam
uterus atau mengalami
penurunan simpanan
lemak atau glikogen.
3. Kaji kulit apakah
kering, monitor turgor
kulit dan perubahan
pigmentasi. Rasional :
untuk mengetahui
adanya tanda-tanda

27
dehidrasi.
4. Berikan makanan yang
terpilih.(sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi).
Rasional: membantu
dalam rencana diet
untuk memenuhi
kebutuhan individual
5. Monitor kalori dan
intake nutrisi.
Rasional: mengawasi
masukan nutrisi dan
kalori dalam tubuh.
4. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya fluktuasi
keperawatan suhu tubuh, letargi,
selama 3x24 jam apnea, malas minum,
diharapkan pasien gelisah dan ikterus.
mampu: Terhindar dari Rasional: suhu tubuh
resiko infeksi. meningkat dan nadi
Dengan kriteria hasil: cepat mmerupakn
1. Pengetahuan: Kontrol awal terjadinya infeksi.
infeksi. Indikator : 2. Kaji riwayat ibu,
a. Menerangkan cara- kondisi bayi selama
cara penyebaran. kehamilan, dan
b. Menerangkan epidemi infeksi diruang
faktor-faktor yang perawatan.
c. berkontribusi Rasional: mengetahui
dengan adanya riwayat
penyebaran. infeksi selama
d. Menjelaskan tanda- kehamilan.
tanda dan gejala. 3. Ambil sampel darah.
e. Menjelaskan Rasional: untuk
aktivitas yang sampel pada

28
dapat pemeriksaan
meningkatkan laboratorium seperti
resistensi terhadap eritrosit, leukosit,
infeksi. diferensiasi, dan
2. Status Nutrisi. immunoglobulin.
Indikator: 4. Upayakan pencegahan
a. Asupan nutrisi infeksi dari lingkungan.
b. Asupan makanan Misalnya : cuci tangan
dan cairan sebelum dan sesudah
c. Energi memegang bayi.
d. Masa tubuh Rasional: untuk
e. Berat badan mencegah
berpindahnya
mikroorganisme dari
jari tangan ke tubuh
bayi.

B. ASFIKSIA

1. Anatomi Sistem Pernapasan

Organ pernafasan berguna bagi transportasi gas-gas dimana organ-organ pernafasan

tersebut dibedakan menjadi bagian dimana udara mengalir yaitu rongga hidung,

pharynx, larynx, trakhea, dan bagian paru-paru yang berfungsi melakukan pertukaran

gas-gas antara udara dan darah.

a) Saluran nafas bagian atas, terdiri dari:

1) Hidung yang menghubungkan lubang-lubang sinus udara paraanalis yang masuk

kedalam rongga hidung dan juga lubang-lubang naso lakrimal yang menyalurkan

air mata kedalam bagian bawah rongga nasalis kedalam hidung

2) Parynx (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tenggorokan sampai

persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan krikid maka

29
letaknya di belakang hidung (naso farynx), dibelakang mulut(oro larynx), dan

dibelakang farinx (farinx laryngeal)

b) Saluran pernafasn bagian bawah terdiri dari :

1) Larynx (Tenggorokan) terletak di depan bagian terendah pharnyx yang

memisahkan dari kolumna vertebra, berjalan dari farine-farine sampai ketinggian

vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya.

2) Trachea (Batang tenggorokan) yang kurang lebih 9 cm panjangnya trachea

berjalan dari larynx sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis ke lima dan

ditempat ini bercabang menjadi dua bronchus (bronchi).

3) Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira

vertebralis torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea yang

dilapisi oleh jenis sel yang sama. Cabang utama bronchus kanan dan kiri tidak

simetris. Bronchus kanan lebih pendek, lebih besar dan merupakan lanjutan

trachea dengan sudut lancip. Keanehan anatomis ini mempunyai makna klinis

yang penting.Tabung endotracheal terletak sedemikian rupa sehingga terbentuk

saluran udara paten yang mudah masuk kedalam cabang bronchus kanan. Kalau

udara salah jalan, maka tidak dapat masuk kedalam paru-paru akan kolaps

(atelektasis).Tapi arah bronchus kanan yang hampir vertical maka lebih mudah

memasukkan kateter untuk melakukan penghisapan yang dalam. Juga benda

asing yang terhirup lebih mudah tersangkut dalam percabangan bronchus kanan

ke arahnya vertikal.

Cabang utma bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi segmen

lobus, kemudian menjadi segmen bronchus.Percabangan ini terusmenerus sampai

cabang terkecil yang dinamakan bronchioles terminalis yang merupakan cabang

saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveolus.Bronchiolus terminal

kurang lebih bergaris tengah 1 mm. Bronchiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang

30
rawan, tetapi di kelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah, semua

saluran udara dibawah bronchiolus terminalis disebut saluran pengantar udara

karena fungsi utamanya dalah sebagai pengantar udara ketempat pertukaran gas

paru-paru.Diluar bronchiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit

fungsional paru-paru, tempat pertukaran gas.Duktus alveolaris yang seluruhnya

dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris terminalis merupakan struktur akhir

paru-paru.

4) Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam rongga

toraks atau dada. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum central yang

mengandung jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar.Setiap paru

mempunyai apeks (bagian atas paru) dan dasar. Pembuluh darah paru dan

bronchial, bronkus, saraf dan pembuluh limfe memasuuki tiap paru pada bagian

hilus dan membentuk akar paru.Paru kanan lebih banyak daripada kiri,paru kanan

dibagi menjadi tiga lobus dan paru kiri dibagi menjadi dua lobus. Lobus-lobus

tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen

bronchusnya. Paru kanan mempunyai 3 buah segmen pada lobus inferior, 2 buah

segmen pada lobus medialis, 5 buah pada lobus superior kiri. Paru kiri mempunyai

5 buah segmen pada lobus inferior dan 5 buah segmen pada lobus superior.Tiap-

tiap segmen masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.

Didalam lobulus, bronkhiolus ini bercabang- cabang banyak sekali, cabang ini

disebut duktus alveolus.Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang

diameternya antara 0,2- 0,3mm. Letak paru dirongga dada dibungkus oleh selaput

tipis yang bernama selaput pleura.

Pleura dibagi menjadi dua :1) pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu

selaput paru yang langsung membungkus paru; 2) pleura parietal yaitu selaput

yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga

31
(kavum) yang disebut kavum pleura.Pada keadaan normal, kavum pleura ini

vakum (hampa udara)sehingga paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat

sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura),

menghindarkan gesekan antara paru dan dinding sewaktu ada gerakan bernafas.

Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, sehingga

mencegah kolpas paru kalau terserang penyakit, pleura mengalami peradangan,

atau udara atau cairan masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkan paru

tertekan atau kolaps.

Gambar 1 Anatomi Pernafasan

Gambar 1. Anatomi Saluran Pernapasan

32
2. Definisi Asfiksia
Asfiksia neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat bernafas

spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan oksigen dan makin meningkatkan

karbon dioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut

(Manuaba, 2007). Asfiksia neonaturum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak

dapat bernapas spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer,2005).

Asfiksia pada bayi baru lahir adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur

pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013).

Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur

segera setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin

akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan

dengan keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah

persalinan (Depkes RI, 2009). Dapat disimpulkan asfiksia adalah keadaan gawat nafas

pada bayi yang tidak dapat bernafas secara spontan pada saat baru lahir.

3. Klasifikasi
Menurut Mochtar (2008), klasifikasi klinis asfiksia dibagi dalam 2 macam, yaitu sebagai

berikut :

a. Asfiksia Livida yaitu asfiksia yang memiliki ciri meliputi warna kulit kebiru-

biruan, tonus otot masih baik, reaksi rangsangan masih positif, bunyi jantung

reguler, prognosis lebih baik.

b. Asfiksia Pallida yakni asfiksia dengan ciri meliputi warna kulit pucat, tonus otot

sudah kurang, tidak ada reaksi rangsangan, bunyi jantung irreguler, prognosis

jelek.

Table.1 APGAR score untuk menentukan Asfiksia

Nilai 0 1 2

33
Nafas Tidak ada Tidak Teratur Teratur

Denyut Jantung Tidak ada < 100x/ menit > 100x/meit

Warna Kuit Biru/ pucat Tubuh dan kaki merah Merah muda

muda

Gerakan/ Tonus Tidak ada Tangan biru Fleksi

Otot

Refleks Tidak ada Sedikit fleksi/ lemah, Kuat

(menangis) lambat

Sumber : Ghai, 2010

Menurut Mochtar (2008) setiap bayi baru lahir dievaluasi dengan nilai APGAR,

tabel tersebut di atas dapat digunakan untuk menentukan tingkat atau derajat asfiksia,

apakah ringan, sedang, atau asfiksia berat dengan klasifikasi sebagai berikut:

1) Asfiksia berat (nilai Apgar 0-3)

Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung 100X/menit, tonus otot

buruk, sianosis berat, dan terkadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.

2) Asfiksia sedang (nilai Apgar 4-6)

Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernapas

kembali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung lebih dari

100X/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada.

3) Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai Apgar 7-10)

Bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.

4. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain :

a. Faktor ibu

1) Preeklampsia dan eklampsia

34
2) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)

3) Partus lama atau partus macet

4) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

5) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

b. Faktor Tali Pusat

1) Lilitan tali pusat

2) Tali pusat pendek

3) Simpul tali pusat

4) Prolapsus tali pusat.

c. Faktor bayi

1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi

vakum, ekstraksi forsep)

3) Kelainan bawaan (kongenital)

4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan). (DepKes RI, 2009).

5. Patofisiologi
Pernapasan spontan bayi baru lahir tergantung pada keadaan janin pada

masa hamil dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia

ringan yang bersifat sementara. Proses ini sangat perlu untuk merangsang

hemoreseptor pusat pernapasan untuk terjadinya usaha pernapasan yang pertama

yang kemudian akan berlanjut menjadi pernapasan yang teratur. Pada penderita

asfiksia berat usaha napas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya dalam periode

apneu. Pada tingkat ini disamping penurunan frekuensi denyut jantung (bradikardi)

ditemukan pula penurunan tekanan darah dan bayi nampak lemas (flasid). Pada

asfiksia berat bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukan upaya

bernapas secara spontan. Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas/transport

35
O2 (menurunnya tekanan O2 darah) mungkin hanya menimbulkan asidosis

respiratorik, tetapi bila gangguan berlanjut maka akan terjadi metabolisme anaerob

dalam tubuh bayi sehingga terjadi asidosis metabolik, selanjutnya akan terjadi

perubahan kardiovaskuler. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler dalam tubuh

berakibat buruk terhadap sel-sel otak, dimana kerusakan sel-sel otak ini dapat

menimbulkan kematian atau gejala sisa (squele) (Depkes RI, 2005).

6. Manifestasi Klinis
Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tanda-tanda

klinis pada janin atau bayi berikut ini :

a. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur

b. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala

c. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ lain

d. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen

e. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-otot

jantung atau sel-sel otak

f. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan

darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan

selama proses persalinan

g. Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau nafas

tidak teratur/megap-megap

h. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah

i. Penurunan terhadap spinkters

j. Pucat . (Depkes RI, 2007)

7. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari hipoksia

janin. Menurut Saifuddin (2002) diagnosis hipoksia dapat dibuat ketika dalam

36
persalinan yakni saat ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu

mendapat perhatian antara lain :

a. Denyut jantung janin

Frekuensi normal denyut jantung janin adalah antara 120 sampai 160x/menit.

Selama his frekuensi tersebut bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada

keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak

banyak artinya, namun apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 per menit di

luar his dan terlebih jika tidak teratur, hal tersebut merupakan tanda bahaya.

b. Mekonium dalam air ketuban

Pada presentasi kepala mungkin menunjukan gangguan oksigenasi dan harus

menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi

kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal tersebut

dapat dilakukan dengan mudah.

c. Pemeriksaan darah janin

Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan melalui servik yang dibuat

sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah

tersebut diperiksa pH nya, adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila

pH turun sampai 7.2 hal tersebut dianggap sebagai tanda bahaya. Kelahiran yang

telah menunjukan tanda-tanda gawat janin dimungkinkan akan dissertai dengan

asfiksia neonatorum. Oleh karena itu perlu diadakan persiapan untuk

menghadapi keadaan tersebut jika terdapat asfiksia. Tingkatannya perlu

diketahui untuk melakukan tindakan resusitasi yang sempurna. Hal tersebut

diketahui dengan penilaian menurut APGAR.

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan secara umum pada bayi baru lahir dengan asfiksia menurut

Wiknjosastro (2005) adalah sebagai berikut:

37
a. Pengawasan suhu

Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan

suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga

kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan

suhu bayi baru lahir dengan:

1) Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.

2) Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.

3) Bungkus bayi dengan kain kering.

b. Pembersihan jalan nafas

Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion, kepala

bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lendir.

c. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan

Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki

bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan vitamin K. Hal ini

berfungsi memperbaiki ventilasi. Menurut Perinasia (2006), Cara pelaksanaan

resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara lain:

1) Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10). Caranya :

a) Bayi dibungkus dengan kain hangat

b) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian

mulut

c) Bersihkan badan dan tali pusat.

d) Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam

inkubator.

2) Asfiksia sedang (Apgar score 4-6). Caranya :

a) Bersihkan jalan napas.

b) Berikan oksigen 2 liter per menit.

38
c) Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belu ada

reaksi, bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).

d) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium

bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan

melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan

intra kranial meningkat.

3) Asfiksia berat (Apgar skor 0-3). Caranya:

a) Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag.

b) Berikan oksigen 4-5 liter per menit.

c) Bila tidak berhasil lakukan ETT.

d) Bersihkan jalan napas melalui ETT.

e) Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan

natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc, Dextrosa 40% sebanyak 4cc.

9. Pencegahan

a. Pencegahan secara Umum

Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau

meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya

ibu

hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus

dihindari. Upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan

dengan satu intervensi saja karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita

adalah akibat banyak faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah,

kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan kerjasama

banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait (Perinasia, 2006).

b. Pencegahan saat persalinan

39
Pengawasan bayi yang seksama sewaktu memimpin partus adalah penting, juga

kerja sama yang baik dengan Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Hal yang harus

diperhatikan adalah :

1) Hindari forceps tinggi, versi dan ekstraksi pada panggul sempit, sertapemberian

pituitarin dalam dosis tinggi.

2) Bila ibu anemis, perbaiki keadaan ini dan bila ada perdarahan berikan oksigen

3) Jangan berikan obat bius pada waktu yang tidak tepat, dan jangan menunggu

lama pada kala II (Perinasia, 2006)

40
10. Pathway Asfiksia

Faktor Ibu
Faktor Persalinan Faktor Bayi
1. Umur
2. Hipertensi pada 1. Perabdominam 1. Prematuritas
kehamilan (SC) (letak 2. BBL bayi
3. Pendarahan sungsang) 3. Kelainan bawaan
antepartum 2. Pervaginam 4. Air ketuban
4. Infeksi berat (letak sungsang) campur
5. Kehamilan lewat 3. Partus lama/ mekoneum
waktu (post date)
macet 5. Ketuban pecah
6. Amnionitis
7. Anemia 4. Ketuban pecah dini dini
8. paritas

ASFIKSIA

Faktor Neonatus Faktor Plasenta


1. Trauma 1. Lilitan tali pusat
persalinan 2. Tali pusat
2. Penggunaan pendek
obat analgesik 3. Simpul tali
3. Kelainan pusat
kongenital bayi 4. Prolapsus tali
pusat

Sumber : (Farrer, 2001; Bobak, 2005; Prawirohardjo, 2005; Aminullah, 2005,


Saifuddin, 2006; Manuaba, 2007; Mochtar, 2008;)

41
13. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian data dasar utama proses keperawatan yang tujuannya untuk memberikan

gambaran secara terus menerus mengenai keadaan kesehatan klien yang

memungkinkan perawat asuhan keperawatan kepada klien.

a. Identitas Klien

Mencakup nama pasien, umur, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan, suku, tanggal masuk, no \RM, identitas keluarga dll

b. Keluhan Utama

Biasanya bayi setelah partus akan menunjukkan tidak bisa bernafas secara spontan

dan teratur segera setelah dilahirkan keadaan bayi ditandai dengan sianosis,

hipoksia, hiperkapnea, dan asidosis metabolik

c. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

1) Prenatal

Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik, keracunan

karena obat-obatan bius, uremia, toksemia, gravidarum, anemia berat, bayi

mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan dan terjadi trauma pada

waktu kehamilan.

2) Intranatal

Biasanya asfiksia neonatus dikarenakan kekurangan O2 sebab partus lama,

rupture uteri yang memberat, tekanan terlalu kuat dari kepada anak pada

placenta, prolaps fenikuli tali pusat, pemberian obat bius terlalu banyak dan

tidak tepat pada waktunya, perdarahan banyak, placenta previa, sulotio

plasenta, persentase janin abnormal, lilitan tali pusat, dan kesulitan lahir.

3) Postnatal

Biasanya ditandai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolik,

perubahan fungsi jantung, kegagalan system multi organ

42
d. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Dahulu

Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik, keracunan

karena obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, bayi

mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan dan terjadi trauma pada

waktu kehamilan

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya bayi akan menujukkan warna kulit membiru, terjadi hipoksia,

hiperkapnea, asidosis metabolik, usaha bernafas minimal atau tidak ada,

perubahan fungsi jantung, kegagalan system multi organ, kejang,

nistagamus dan menangis kurang baik atau tidak menangis.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Biasanya faktor ibu meliputi amnionitis, anemia, diabetes, hipertensiyang

diinduksi oleh kehamilan dan obat-obat infkesi.

e. Pemeriksaan Fisik

1) Kulit

Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada bayi

preterm terdapat lanugo dan verniks

2) Kepala

Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephalhaematom ubun-

ubun besar cekung atau cembung

3) Mata

Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleedingkonjungtiva,

warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya

4) Hidung

Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir

43
5) Mulut

Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak

6) Telinga

Perhatikan kebersihan, dan adanya kelainan

7) Leher

Perhatikan adanya peningkatan JVP atau tidak

8) Thorax

Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara weezhing dan

ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari 100x\menit

9) Abdomen

Bentul silindris, hepar bayi terletah 1-2cm dibawah arcus costae pada garis

papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asistes/tumor,

perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1-2 jam setelah

masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum

sempurna

10) Umbilikus

Tali pusat layu, perhatikan adanya perdarahan/tidak, adanya tanda-tanda

infeksi pada tali pusat

11) Genitalia

Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adanya kelainan letak muara

uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat labia mayora dan

labia minora, adanya sekresi mucus keputihan kadang perdarahan

12) Anus

Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna

dari faeces

13) Ekstremitas

44
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang

atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya

14) Refleks

Pada neonatus preterm post asfiksia berat refleks moro dan sucking lemah.

Refle moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan saraf

pusat atau adanya patah tulang

11. Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus banyak

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi/ hiperventilasi

c. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan kurangnya suplai O2

dalam darah

12. Intervensi Keperawatan

NO. Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi (NIC)


Keperawatan (NOC)
1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan kebutuhan
tidak efektif keperawatan selama 3x24 oral/suction trancheal
berhubungan dengan jam diharapkan jalan nafas Rasional:
produksi mukus yang lancar dengan kriteria : Pengumpulan data
banyak 1. Rata-rata respirasi untuk perawatan
dalam batas normal optimal
2. Pengeluaran 2. Auskultasi suara nafas
sputum melalui sebelum dan sesudah
jalan nafas suction
3. Tidak ada suara Rasional : Membantu
nafas tambahan mengevaluasi
keefektifan upaya
untuk klien
3. Bersihkan daerah
bagian tranchea

45
setelah suction selesai
dilakukan
Rasional :
meminimalisasi
penyebaran
mikroorganisme
4. Monitor status oksigen
pasien, status
hemodinamik segera
sebelum, selama dan
sesudah suction.
Rasional : untuk
mengetahui efektifitas
dari suction
2. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam kepatenan jalan nafas
hipoventilasi/ diharapkan pola nafas dengan melakukan
hiperventilasi menjadi efekfit dengan pengisapan lendir
kriteria hasil : Rasional : untuk
1. Pasien membersihkan jalan
menunjukkan pola nafas
nafas yang efektif 2. Pantau status
2. Ekspansi dada pernafasan dan
simetris oksigenasi sesuai
3. Tidak ada bunyi dengan kebutuhan
nafas tambahan Rasional : guna
4. Kecepatan dan meningkatkan kadar
irama respirasi oksigen yang
dalam batas normal bersirkulasi dan
memperbaiki status
kesehatan
3. Auskultasi jalan nafas
untuk mengetahui
adanya penurunan

46
ventilasi
Rasional : membantu
mengevaluasi
kefektifan upaya batuk
klien
4. Kolaborasi dengan
dokter pemeriksaan
AGD dan pemakaian
alat bantu nafas
Rasional : perubahan
AGD dapat
mencetuskan distrimia
5. Berikan oksigenasi
sesuai kebutuhan
Rasional : terapi
oksigen dapat
membantu mencegah
gelisah bila klien
menjadi dispneu, dan
ini juga membantu
mencegah edema paru
3. Resiko Setelah dilakukan tindakan 1. Hindarkan pasien dari
ketidakseimbangan keperawatan 3x24 jam kedinginan, tempatkan
suhu tubuh diharapkan suhu tubuh pada lingkungan yang
berhubungan dengan normal dengan kriteria hangat
kurangnya suplai O2 hasil : Rasional : untuk
dalam darah 1. Temperatur dalam menjaga suhu tubuh
batas normal agar stabil
2. Tidak terjadi 2. Monitor gejala yang
disstres pernafasan berhubungan dengan
3. Tidak gelisah hipotermi
4. Perubahan warna Rasional : untuk
kulit mendeteksi lebih awal
5. Bilirubin dalam perubahan yang terjadi

47
batas normal guna mencegah
komplikasi
3. Monitor TTV
Rasional : peningkatan
suhu tubuh dapat
menunjukkan adanya
tanda-tanda infeksi
4. Monitor adanya
bradikardi
Rasional : penurunan
frekuensi nadi
menunjukkan
terjadinya asidosis
respiratori karena
kelebihan retensi CO2.

48
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BY.USIA 21 HARI (NEONATUS) DENGAN BBLR DAN

ASFIKSIA DI RUANG PERINATOLOGI C4 RSUD CIBABAT KOTA CIMAHI

A. PENGKAJIAN

1. Pengumpulan Data

a. Identitas Klien

1) Nama : By. Ny. D

2) Umur : 21 hari

3) Tanggal/Jam Lahir : 21 September 2017

4) Jenis Kelamin : Laki-laki

5) Agama : Islam

6) Anak ke : 1 (pertama)

7) Tanggal Masuk RS : 21 September 2017

8) No. RM : 981377

9) Dx. Medis : BBLR (Bayi Baru Lahir Rendah) + Asfiksia

b. Orang tua

1) Nama : Ny. D

2) Umur : 20 tahun

3) Agama : Islam

4) Pendidikan : SMP

5) Pekerjaan : Ibu rumah tangga

6) Suku Bangsa : Sunda

7) Alamat : Desa Cihanjuang – Cimahi

8) Hub. dengan klien : Ibu kandung

49
2. Identitas Saudara kandung : Klien anak satu-satunya.

3. Riwayat Kesehatan :

a. Keluhan utama :

1) Keluhan utama pada tanggal : berat badan kurang dari batas normal

2) Keluhan utama pada tanggal 19 Oktober 2017: ibu klien mengatakan

berat badan bayi masih rendah.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang (PQRST dari keluhan utama)

Ibu klien mengatakan berat badan badan bayi dari saat lahir sampai sekarang

masih dibawah normal. Penyebab kurang berat badan pada anak karena ibu

melahirkan pada saat usia kehamilan 6 bulan, berat badan pada saat lahir

1100gr, ibu mengatakan penyebab adanya kontraksi dini tidak diketahui tetapi

saat ada kontraksi tidak bisa tahan sehingga terjadi persalinan di RSUD

Cibabat. Skala nyeri saat terjadi kontraksi 8 (0-10) atau skala berat,

c. Riwayat Kesehatan yang lalu :

Ibu klien mengatakan belum pernah di rawat di rumah sakit sebelumnya

karena ini merupakan persalinan pertama dan anak pertama.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

1) Struktur Internal

2)

50
Keterangan :

: Perempuan

: Laki-laki

: Klien

3) Struktur eksternal

a) Budaya : Keluarga pasien berbudaya sunda

b) Agama : Keluarga pasien beragama Islam dan taat

kepada agama yang di anutnya.

c) Sosial : Menengah

d) Lingkungan : Keluarga pasien sering berinteraksi dengan

lingkungan sekitar, lingkungan rumah padat

penduduk.

4. Riwayat Kehamilan

a. Pre Natal

1) HPHT : 12-03-2017, usia gestasi ( usia kehamilan 24-25

minggu)

2) Kehamilan : Ibu klien mengatakan ini merupakan kelamilan

yang diharapkan dan keluarga menerima kehamilan dengan bahagia.

3) Kesehatan ibu selama mengandung : ibu mengatakan sering pusing

dan mual pada kehamilan minggu-minggu pertama, tidak pernah di

rawat di RS saat hamil.

4) Gizi ibu selama mengandung : ibu mengatakan saat hamil makan-

makanan bergizi.

51
5) Penambahan BB selama hamil : 20 kg

6) Masalah selama kehamilan : mual dan pusing pada awal

kehamilan.

7) Imunisasi TT : Iya (2x)

8) Pemeriksaan kehamilan : Bidan (4x)

b. Natal

1) Tempat Melahirkan : RSUD Cibabat

2) Jenis Persalinan : Spontan

3) Lama Persalinan : ± 50 menit

4) Penolong Persalinan : Dokter dan bidan

5) BB Lahir : 1100 gr

6) PB Lahir : 40 cm

7) Posisi Janin : kepala dibawah

8) Cara Untuk persalinan : diberi terapi obat

c. Post Natal

1) Kondisi bayi : Meringis

2) APGAR score : 1 menit : 5, 5 menit : 7

5. Pola Kebutuhan Sehari-hari

a. Nutrisi

1) ASI/PASI : Susu formula untuk BBLR

2) Frekuensi : Setiap 3 jam sekali

3) Jumlah : 10 cc

4) Cara memberikan : Melalui OGT (sonde)

b. Eliminasi

1) Kemih : BAK

2) Jumlah BAK : ½ diapers, kurang lebih 50 cc.

52
3) Warna Urine : kuning

4) Feses : BAB

5) Bau Feses : Bau khas feses

6) Warna Feses : Kuning

7) Konsistensi Feses : Lunak

c. Istirahat dan Tidur

1) Tidur malam : Baik

2) Tidur siang : Baik

6. Riwayat Imunisasi

1) Jenis Imunisasi : Vit. K

7. Pemeriksaan Fisik

1) Penampilan umum (tanggal ) : Bayi tampak berbaring lemah, bersih

Penampilan umum (tanggal 19 Oktober 2017) : bayi tampak lemah, tidak

menggunakan baju, menggunakan diapers, perawatan incubator.

2) Pengukuran Antropometri

Tanggal Pengukuran Antropometri


2017 BB: 1300 gr
PB : 40 cm
LLA : 8 cm
LD : 24 cm
LK : 28 cm

19 Oktober BB : 1350 gr
2017 PB : 42 cm
LLA : 9 cm
LD : 26cm
LK: 29 cm

3) Pengukuran tanda-tanda vital tanggal 19 Oktober 2017

Nadi : 148 x/menit

Suhu : 36,50C

53
RR : 55 x/menit

4) Head to Toe

a) Kepala

Bentuk simetris, lingkar kepala 28cm, kebersihan rambut dan kulit

bersih, tidak ada lesi, tidak ada oedema, warna rambut hitam,

fontanel anterior dan interior teraba lembek dan terbuka, sutura (+),

tidak ada hydrochepalus.

b) Wajah

Tidak ada pembengkakan daerah wajah, tidak ada lesi.

c) Mata

Letak kedua mata simetris kiri dan kanan, Konjungtiva anemis, sklera

putih, keadaan mata bersih, bentuk simetris kiri dan kanan, reflex

mata menutup/mengedip (+), reflek cornea positif, refleks glaberal

positif, dan refleks doll eye rolling positif.

d) Telinga

Bentuk simetris, bersih, reflek moro (+), reflek startle (-), tidak ada

pembengkakan ke elastisan pina kurang, tidak ada pengeluaran

cairan.

e) Hidung

Terdapat mukosa epitalia, lubang hidung simetris kiri dan kanan,

hidung bersih, bentuk simetris, mukosa hidung berwarna merah

muda, tidak terdapat pengeluaran cairan, tidak ada epistaksis, tidak

ada oedema, bersih, PCH (-), pernafasan irregular 60 x/menit, tidak

ada secret.

f) Mulut

54
Mukosa bibir kering, tidak terdapat kelainan labioskizis atau

labiopalatoskizis, tidak terdapat oedema, tidak terdapat lesi,

kebersihan terjaga, sucking reflek (-), rooting reflek (+),reflek bite

nepis (+), reflex swallowing (+), reflex chewing (+), terpasang OGT

g) Leher

Bentuk leher pendek, ROM (+), pergerakan aktif, keadaanya bersih

tidak ada sisa dari vernick kaseosa, tidak terdapat pembesaran

kelenjar, tidak terdapat kaku kuduk, tidak mengalamu fraktur clavical,

tidak terdapat lesi atau kemerahan, refelkes tonick neck (+), tidak

terdapat benjolan, tidak ada pembengkakan `KGB, tidak ada

peningkatan JVP.

h) Dada

Lingkar dada (LD) 24 cm, areola sejajar kiri dan kanan, saat bernafas

pengembangan dada simetris, terlihat jelas tulang-tulang klavikula,

bentuk simetris, terdapat retraksi dada, irama nafas vesikuler, bunyi

jantung lup dup, tidak ada suara nafas tambahan, pernafasan

irregular, RR 60x/menit, ictus cordis teraba di ICS 5, frekuensi Nadi

148x/menit.

i) Perut

Lingkar perut 23 cm, bentuk abdomen datar, tidak ada distensi, tidak

ada benjolan, terdapat bising usus 4x/menit,turgor kulit kurang elastis,

keadaan umbilical sudah terlepas, tidak tampak adanya tanda-tanda

infeksi,tidak ada kelainan umbilical, tidak ada perdarahan, tidak ada

pembengkakan.

j) Punggung da bokong

55
Tidak ada kelainan tulang belakang, terdapat bercak biru Mongolia

diatas bokong, tidak adanya dislokasi panngil, tidak terdapat lengkung

sacral, tidak terdapat spina bifida, kebersihan terjaga, tidak ada lesi

atau pun benjolan, refleks galand positif, refleks peres positif.

k) Genetalia laki-laki

Ukuran penis tampak kecil, scrotum ada, testis sudah turun, tidak

ada lesi.

l) Anus

Tampak adanya lubang anus,tidak ada tanda-tanda prolapsus, tidak

ada polip, tidak ada kelainan atresia ani, tidak ada tanda-tanda

infeksi, tidak ada ruam.

m) Ekstremitas atas

Kekuatan otot 5, akral dingin, ROM (+), tidak ada oedema, CRT < 2

detik, grap reflek (+), jumlah jari kanan dan kiri 5, kuku pendek dan

lunak, tidak ada oedema, akral dingin, tidak terdapat polidaktil atau

sindaktil, keadaan kuku pendek dan lunak.

n) Ekstremitas bawah

Kekuatan otot 3, akral hangat, reflek babinski (+), tidak ada benjolan,

akral dingin.

o) Kuku dan Kulit

Lembab, akral dingin, warna kulit kemerahan, turgor < 2 detik, tidak

ada lesi, tidak ada ruam popok, lanugo tidak ada, bentuk kuku pendek

dan lunak.

8. Pemeriksaan Diagnostik tanggal 06-10-2017 :

Nama Test Hasil Nilai Normal


Hemoglobin 11,5 g/dl 10-16 g/dl

56
Lekosit 13.500 /mm3 5000-19.500/mm3
Hematokrit 32 % 31-55%
Trombosit 354.000 /mm3 150.000-440.000/
mm3
Hitung Jenis Leukosit
Basofil - 0-1%
Eosinofil 1% 1-3 %
Mielosit - -
Metamielosit - -
Batang 1% 1-4 %
Segmen 60 % 17-60%
Lymfosit 36 % 20-40 %
Monosit 2% 2-8 %
Kimia Klinik (darah)
Glukosa Darah 113 mg % <140 mg %
Sewaktu

9. Therapi

Nama obat Dosis Frekuensi


Meropenem 40 mg 3x, jam 02:00, 10:00,
18:00
Fluconazole 8 mg 1x, jam 22:00 WIB
Amikacyn 20 mg 1x, jam 22:00 WIB
Aminophylin 2,4 mg 3x, jam 02:00, 10:00,
18:00

57
B. Analisa Data
Data yang muncul dari pengkajian tanggal ….

Data Etiologi Masalah


DS : - BBLR Gangguan
DO : pemenuhan nutrisi
- BB 1300 Fungsi organ belum baik kurang dari
- Terpasang OGT kebutuhan
- Reflek sucking (-) Imarutis setrum
- Reflek swallowing (-)
- Mukosa bibir kering Reflek swallowing belum
sempurna

Gangguan pemenuhan nutrisi


kurang dari kebutuhan
DS : - ibu mengatakan ibu Kekhawatiran orang tua Kecemasan orang
cemas dengan keadaan tua berhubungan
bayi Kurangnya informasi dengan kurangnya
DO : informasi tentang
- Ibu tampak gelisah
Kecemasan penyakit yang
- Ibu tampak
kebingungan diderita anaknya

C. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak

mampuan mengobservasi makanan

2. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit

yang diderita anaknya

58
D. Intervensi Keperawatan
No Tujuan Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan 1. Memonitoring 1. Memgetahui
tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi masukan nutri
selama 3x24 jam pasien
diharapkan kebutuhan 2. Memberikan susu ASI 2. Untuk mencukupi
nutrisi pasien trpenuhi dan PASI untuk BBLR kebutuhan nutrisi
dengan kriteria hasil : setiap 2 jam pasien
- BB > 2500 gram 3. Memonitoring BB 3. Untuk mengetahui
- Fungsi setiap hari apakah ada
menghisap dan peningkatan atau
menelan baik tidak
- Tidak ada tanda-
tanda mal nutrisi
- Tidak terjadi
penurunan BB
2 Keadaan kulit bayi 1. Monitor warna dan
membaik dalam waktu keadaan kulit setiap 4
3x24 jam dengan – 8 jam
Kriteria hasil : 2. Ubah posisi miringatau
- Kulit tidak tengkurap.
berwarnakemera 3. Perubahan posisisetiap
han 2 jamberbarengan
- Daya isap denganperubahan
bayimeningkat posisi, lakukan
- Pola BAB dan massage danmonitor
BAKNormal keadaan kulit.
4. Jaga kebersihan dan

59
E. Implementasi

Dx Kep Hari/Tgl/Jam Implementasi Evaluasi Paraf


1 Kamis, 11-10-
2017

08.00 Mencuci tangan S:-


sebelum kontak
dengan pasien O:
- TTV bayi
08.10 Memandikan bayi normal
Respon : - Tidak ada
Bayi menangis tanda-tanda
infeksi
08.20 Mengganti popok
bayi A : Masalah teratasi
Respon: sebagian
Bayi menangis
P : Lanjutkan
08.30 Menimbang berat intervensi
badan
Respon : Bayi
menangis
Hasil :
1150 gr

08.50 Membersihkan
lingkungan
inkubator bayi

09.00 Memberikan susu


40 cc melalui OGT

60
10.00 Memberikan obat
menonepem dan
amikacin

12.00 Memberikan susu


40 cc melalui OGT

13.00 Melakukan TTV


S : 36,7 oC
N : 145 x/menit
R : 50x/menit
Respon : Bayi
tampak tenang

14.00 Memberikan susu


40 cc melalui OGT
DX 2
14.30 Mengganti popok
bayi
Respon : bayi
menangis
Hasil : Bayi BAK
dan BAB

14.50 Inspeksi kulit


Hasil :
Kulit sedikit
kemerahan

15.30 Posisikan bayi


dengan nyaman
Hasil : bayi
tampak nyaman

61
F. Catatan Perkembangan

Tanggal/Jam Dx Catatan Perkembangan Paraf

14-10-2017 1 S:-

O:

- Bayi sudah tidur dipasang NGT

- Reflek menelan dan meghisap

sudah ada

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan Intervensi

I:

- Memberikan susu sesuai

kebutuhan nutrisi

- Berikan susu setiap 2 jam

- Monitoring BB setiap hari

E : Pantau BB

R : Beri susu setiap 2 jam sekali agar

kebutuhan nutrisi terpenuhi

62
BAB IV

PEMBAHASAN

63
DAFTAR PUSTAKA

Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : salemba Medika

Maryunani. (2009). Neonatus dan Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika

Nelson. (2010). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC

Perinansia. (2008). Manajemen IMD dan ASI. Jakarta : Salemba Medika

Prawirohardjo. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Nuha Medika

Pudjiadji, dkk. (2010). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : IDAI

Wong. (2008). Buku Ajar Pediatrik. Vol. I Edisi 6. Jakarta : EGC

Note : untuk BAB III, IV, V serta tambahan daftar pustaka menyusul yah ibu revisannya

64

Anda mungkin juga menyukai