Bab Ii Kajian Pustaka
Bab Ii Kajian Pustaka
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tes
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tes berarti ujian tertulis, lisan
informasi maka akhirya tes digunakan dalam berbagai bidang sepertti tes minat,
tes bakat, tes kemampuan dasar, tes ingatan dan sebagainya. Dalam dunia
Ada beberapa istilah yang berhubungan dengan tes yaitu testing, tester dan
adalah penguji atau orang yang diberikan tugas untuk melaksanakan tes terhadap
responden. Sedangkan testee adalah peserta atau pihak atau responden yang
“Tes adalah cara atau prosedur dalam rangka pengukuran dan penilaian di
bidang pendidikan yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas
(baik berupa pertanyaan-pertanyaan) yang harus dijawab, atau perintah-
perintah (yang harus dikerjakan) oleh testee, sehingga dapat dihasilkan nilai
yang melambangkan tingkah laku atau prestasi testee, nilai mana yang dapat
dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh testee yang lain atau
dibandingkan dengan nilai standar tertentu”.
Tujuan dari tes itu sendiri adalah untuk mengumpulkan informasi tentang
4
mendorong guru agar mengajar lebih baik dalam rangka mencapai tujuan yang
dasar.
selain itu tes juga mempunyai fungsi yang sangat penting. Sehubung hal itu,
Sudijono (2005: 67) mengemukakan, “Secara umum, tes memiliki dua fungsi
yaitu sebagai alat ukur terhadap peserta didik dan sebagai alat pengukur
(2005) juga menjelaskan beberapa fungsi tes dalam proses pembelajaran, yaitu:
Menyusun tes yang baik merupakan pekerjaan yang sulit bagi seorang
guru, guru harus memperhatikan dengan cermat dan tepat untuk tes yang akan
dibuat mulai dari menyusun, melaksanakan dan memeriksa atau menilai jawaban
tes yang telah dijawab oleh siswa. Dalam menyusun tes, guru hendaknya mampu
5
mempertimbangkan tentang aspek yang diukur baik kognitif (pengetahuan),
yang akan disajikan kepada siswa pada saat berlangsungnya tes. Sebelum
menyusun tes diharuskan membuat kisi-kisi yang memuat ruang lingkup materi
agar tidak terjadi kesalahan dalam membuat soal. Jadi kisi-kisi ini merupakan
penjabaran dari materi dan sesuai dengan indikator berdasarkan kompetensi dasar
dan standar kompetensi. Dengan demikian peeran tes sebagai salah satu alat
Sebuah tes dikatakan baik sebagai alat ukur harus memenuhi syarat tes yaitu:
a. Validitas, sebuah tes dikatakan valid apabila tes itu dapat mengukur apa
yang hendak diukur.
b. Reliabilitas, sebuah tes dikatakan reliabel apabila hasil tes tersebut
menunjukkan ketetapan.
c. Objektifitas, dikatakan objektif apabila dalam pelaksanaan tes itu tidak
ada faktor atau unsur pribadi yang mempengaruhi hal ini terutama terjadi
pada skornya.
d. Praktibilitas, sebuat tes dikatakan mempunyai praktibilitas yang tinggi
apabila tes tersebut bersifat praktis, mudah diaksanakan dan efisien dari
segi biaya dan tenaga.
6
e. Ekonomis, yang dimaksud dengan ekonomis di sini pelaksanaan tes
tersebut tidak membutuhkan biaya yang mahal dan waktu yang banyak.
keterampilan dalam menyusun tes agar butir-butir soal yang disusunnya dapat
bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik, kurang baik dan
soal yang jelek”. Jadi dengan adanya analisi butir soal maka pendidik dapat
mengetahui kualitas butir soal yang digunakannya dan dapat melakukan tindakan
selanjutnya, misalnya bagi soal-soal yang kurang baik dapat direvisi kembali
sedangkan bagi soal yang jelek lebih baik dibuang sehingga perangkat soal
2.2.1 Validitas
Validitas berasal dari kata vali yang berarti tepat atau benar, jadi validitas
diartikan sebagai perangkat tes yang berguna dalam mengambil keputusan yang
konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai.
7
3. Prinsip suatu tes valid, tidak universal. Validitas suatu tes yang perlu
diperhatikan oleh para peneliti adalah bahwa ia hanya valid untuk suatu
tujuan tertentu saja. Tes valid untuk bidang studi metrologi industri belum
tentu valid untuk bidang lain misalnya bidang mekanika teknik.
ketetapan alat ukur dengan objek yang dinilai, serta diukur. Suatu tes dikatakan
mempunyai validitas yang baik jika suatu alat ukur tepat digunakan, harus sesuai
dengan apa yang diujikan. Sudjana (2005) menyatakan bahwa ada empat jenis
validitas yang sering digunakan yaitu validitas isi, validitas bangun pengertian,
a. Validitas isi adalah validitas yang menunjukkan isi tes sebagai sampel
diberikan. Tes dikatakan valid dari segi isi jika materi tes sesuai dengan
kurikulum.
soal.
untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.
lain yang dilaksanakan pada saat itu, dengan alat ukur yang berbeda.
8
Koefisien validitas tes dapat ditemukan dengan menganalisa keseluruhan
tes apabila ditemukan koefisien validitas rendah, maka perlu dicari validitas butir
soal tes. Dengan demikian dapat ditemukan butir soal mana yang memuat
2.2.2 Reliabilitas
penilaian adalah ketetapan atau keajengan alat tersebut dalam menilai apa yang
hasil yang relatif sama (Sudjana, 2005). Tes hasil belajar dapat dikatakan reliabel
hasil. Hasil pengukuran berupa skor itulah yang seharusnya tidak berubah-ubah.
Artinya peserta tes yang sama seharusnya memperoleh skor yang hampir sama
pula seandainya ia kembali mengerjakan tes yang sama, pada kesempatan yang
berbeda.
pengukuran yang dapat diandalkan akan mengukur secara konsisten, tapi belum
tentu mengukur apa yang seharusnya diukur. Sehingga dapat dikatakan bahwa
9
Penafsiran reliabilitas dapat dilakukan dengan menghitung harga r dan
seperangkat tes yang dapa diketahui dengan berbagai cara atau metode.
sekelompok siswa dalam periode waktu singkat. Kedua skor tes yang
b. Metode tes ulang, satu tes diberikan dua kali kepada satu kelompok
peserta tes. Kemudian hasil dari kedua kali tes tersebut dihitung
c. Metode belah dua, tes diberikan hanya satu kali. Kemudian hasil yang
menjawab soal yang diberikan dengan benar. Bermutu atau tidaknya butir-butir
soal tersebut dapat diketahui dari derajat kesukaran yang dimililki oleh masing-
masing butir soal dan yang harus diperhatikan jangan sampai tes itu sangat sukar
atau sangat mudah, dalam hal ini Arikunto (2005: 214) mengemukakan:
“Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar,
soal yang mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha untuk
memecahkannya, sebaliknya soal yang terlalu sukar menyebabkan siswa
10
menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena
di luar jangkauannya”.
kesukaran. Besarnya tingkat kesukaran antara 0.00 sampai dengan 1.0. Semakin
besar indeks kesukaran berarti semakin mudah soal tersebut dan sebaliknya.
Fungsi tingkat kesukaran butir biasanya dikaitkan dengan tujuan tes. Misalnya
untuk ujian akhir semester digunakan soal dengan tingkat kesukaran sedang,
untuk keperluan seleksi digunakan soal dengan tingkat kesukaran tinggi, dan
(2005):
Untuk kelompok kecil (kurang dari 100 orang), maka seluruh kelompok tes
dibagi atas dua kelompok yang sama besarnya, yaitu kelompok bawah 50%
dan kelompok atas 50%. Seluruh pengikut tes dideretkan mulai dari skor
tertinggi sampai terendah, lalu dibagi dua. Sedangkan untuk kelompok yang
besarnya (100 orang ke atas), maka diambil 27% skor tertinggi sebagai
kelompok atas dan 27% skor terendah sebagai kelompok bawah.
Butler (2018) mengemukakan beberapa penyebab soal menjadi mudah atau sukar,
yaitu:
a. Soal mudah:
- Pengecoh butir soal tidak berfungsi
- Siswa telah memahami materi yang ditanyakan
b. Soal sukar:
- Butir soal itu mungkin salah kunci
- Butir soal itu mempunyai lebih dari dua jawaban yang benar
- Materi yang ditanyakan belum diajarkan atau belum tuntas
pembelajarannya
- Tidak cocok alat tesnya
- Kalimat soal mungkin terlalu komplek dan panjang
11
2.2.4 Daya Beda
Daya beda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara
siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang pandai
(berkemampuan rendah). Soal yang dapat dijawab benar oleh siswa yang
berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah maka soal itu tidak baik.
rendah tidak dapat menjawab soal dengan benar, maka soal tersebut tidak baik
karena tidak mempunyai daya pembeda butir soal. Jadi soal yang baik adalah soal
yang dapat dijawab oleh siswa yang berkemampuan tinggi saja. Sebagaimana
“Daya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan
butir soal tersebut mampu membedakan antara testee yang mengetahui
jawabannya dengan benar dengan testee yang tidak dapat menjawab soal
tersebut (testee yang menjawab soal salah). Dengan perkataan lain daya
pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk
membedakan testee (siswa) yang pandai dengan siswa yang kurang pandai”.
Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks daya pembeda
(DP). Semakin tinggi indeks daya pembeda soal berarti semakin mampu soal yang
materi. Indeks daya pembeda berkisar antara -1.00 sampai dengan +1.00. Semakin
tinggi daya pembeda suatu soal maka semakin baik soal tersebut. Jika daya
pembeda negatif berarti lebih banyak kelompok siswa yang belum memahami
High Order Thinking Skill merupakan suatu proses berpikir peserta didik
dalam level kognitif yang lebih tinggi yang dikembangkan dari berbagai konsep
12
dan metode kognitif dan taksonomi pembelajaran seperti metode problem solving,
(Saputra, 2016). High order thinking skills ini meliputi di dalamnya kemampuan
dan kreatif, sedangkan menurut Widodo (2013) dengan high order thinking
peserta didik akan dapat membedakan ide atau gagasan secara jelas, berargumen
Menurut Vui (dalam Kurniati, 2014) high order thinking skills akan terjadi ketika
meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik pada level yang lebih tinggi,
terutama yang berkaitan dengan kemampuan untuk berpikir secara kritis dalam
dalam situasi-situasi yang kompleks (Saputra, 2016). Konsep dari high order
thinking skills didasari oleh beberapa pendapat, seperti bisa dilihat pada tabel
berikut:
13
Tabel 1. Dasar Konsep High Order Thinking Skills
enam level berpikir yaitu, (1) knowledge atau pengetahuan tentang mengingat
kembali infomasi yang telah dipelajari, (2) comprehension atau memahami makna
dari materi, (3) application, menggunakan pengetahuan pada situasi baru dan
situasi yang belum pernah dialami sebelumnya atau menerapkan aturan atau
membentuk keseluruhan yang baru, dan (6) evaluation, memeriksa atau menilai
lebih berfokus pada bagaimana domain kognitif lebih hidup dan aplikatif bagi
yang efisien. Ketiga konsep di atas yang menjadi dasar high order thinking skills
14
untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi menganalisis yaitu
berdasarkan norma, kriteria atau patokan tertentu, dan mencipta yaitu kemampuan
memadukan unsur-unsur menjadi sesuatu bentuk baru yang utuh dan luas, atau
mengendalikan baik digital maupun analog teknik pengujian dan evaluasi kualitas
proses penskoran otomatis, media audio, video dan interaktif serta autorun.
Menurut Sri Lestari, CBT adalah suatu metode administrasi tes yang dilakukan
sistem CBT disebut di atas meliputi kemasan soal lebih menarik karena
15
biaya, uji penghitungan skor valid, menghemat waktu, lebih cepat dalam
ketentuan memenuhi sebagai tools atau alat pelaksana tes hasil belajar.
16