Pembimbing:
dr. Sugiarto, SpB.KBD
Disusun oleh:
Dela Nabila – 11 2016 217
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. ER Jenis kelamin : Perempuan
Tempat / tanggal lahir : 37 tahun Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SMA
Alamat : Diketahui Masuk RS 05 Juni 2018, Jam 10.00
II. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal: 06 Juni 2018 Jam: 08.00 WIB
1
Pasien tidak sedang mentruasi, setiap bulannya mentruasi lancar siklus setiap sekitar
28-30 hari. Pasien sudah minum paracetamol selama nyeri berlangsung dan tidak ada
perbaikan. Pasien belum berobat ke dokter sebelumnya. BAK dan BAB pasien normal.
Pasien tidak merokok dan tidak minum-minuman beralkohol.
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, E4 M6 V5
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Suhu : 37, 8 oC
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Pemeriksaan Sistem
Kepala
2
Kulit kepala normal;
Rambut warna hitam terdistribusi merata;
Tidak mudah dicabut.
Mata
Kelenjar getah bening submandibular, leher, axilla, dan inguinal tidak ada
pembesaran,
Nyeri tekan (-)
Leher
3
Auskultasi : S1 dan S2 normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Tidak diperiksa
Ekstremitas
Akral hangat,
Capillary refill < 2 detik
Tidak tampak edema
Kesan : tampak target sign diameter 0,8 cm di abdomen kanan bawah yang
mencurigakan apendisitis akut. Hepar, kandung empedu, pancreas, lien, ginjal, vesika
urinaria, uterus : dalam batas normal.
- Foto thorax PA tanggal 05 Juni 2018
4
Laboratorium
Lab. Darah tanggal 05 Juni 2018
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,7 g/dL
Hematokrit 37%
Jumlah Leukosit 7.400/dL
Jumlah Trombosit 360.000/dL
MCV 82 fL
MCH 28 pg/mL
MCHC 34 g/dL
Eritrosit 4.550.000/dL
HEMOSTASIS
PT (Pasien) 9,8 detik
PT (Kontrol) 10 detik
APTT (Pasien) 44,5 detik
APTT (Kontrol) 33,0 detik
5
Bilirubin -
Nitrit -
Leukosit esterase -
Leukosit 2 LPB / HPF
Eritrosit 8 LPB / HPF
Sel epitel 1+
Bakteri -
Kristal -
Silinder
Granular 0
Hyaline 0
Trichomonas -
Darah samar -
Urobilinogen Normal mg/dL
Resume
Telah diperiksa wanita berusia 37 tahun di rawat di Rumah Sakit Husada pada tanggal
02 Mei 2017 pukul 09.00 WIB dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari SMRS
dan semakin nyeri sejak satu hari yang lalu. Nyeri dirasakan terus menerus dan tidak
menjalar ke pinggang atau ke bahu. Nyeri yang dirasakan semakin hebat bila pasien batuk
dan berjalan sehingga pasien tidak bisa beraktivitas. Nyeri berkurang bila pasien berbaring.
Pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bawah disertai dengan demam yang terus menerus
sepanjang hari, badan terasa lemas dan penurunan nafsu makan. Dan sudah sering dirasakan
nyeri perut kanan bawah 3 bulan terakhir.
Pemeriksaan fisik: tanda-tanda vital dalam batas normal, pada pemeriksaan abdomen
tidak terdapat defans muscular di perut kanan bawah, supel pada bagian perut lainnya, nyeri
tekan dan lepas pada perut kanan bawah, mcburney (+), Blumberg (+), obturator(+), rovsing
(+), psoas(-). Dan bising usus (+).
Pemeriksaan penunjang: pada hasil pemeriksaan USG ditemukan target sign diameter 0,8cm
yang mencurigakan appendik.
Diagnosis Kerja
Appendicitis kronik eksaserbasi akut
6
Diagnosis Banding
1. Kelainan ovulasi
2. Infeksi panggul
Pemeriksaan Anjuran
Tes kehamilan
Appendikogram
Penatalaksanaan
Appendektomi dengan cara laparatomi
1. Biasanya dilakukan menggunakan anestesi umum, posisi pasien supinasi.
3. Jika tidak ada perforasi, insisi dilakukan di titik mcburney (1/3 distal dari umbilicus
ke sias). Insisi secara transversal atau oblique
c. M. oblikus eksternus
d. M. oblikus internus
f. M. transversus abdominis
g. Fascia transversalis
h. Lemak ekstraperitoneal
7
7. Lalu dapat dilakukan inversi ke sekum
Hasil PA
Kesan : appendicitis kronik disertai radang akut ringan
Medikamentosa
1. IVFD RL 20 tpm
2. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
3. Ranitidine 50 mg IV 2 x 1 amp
4. Ondansentron 4 mg IV 3 x 1 amp
5. Ketoprofen
Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam
8
Pembahasan Umum
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung seperti umbai cacing, panjangnya kira –
kira 10 cm dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di
bagian distal. Secara histologis struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar mukosa
dan submukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Di antaranya berjalan pembuluh darah
dan pembuluh limfe.
Letak apendiks paling banyak adalah di ruang retrocaecal, di belakang dari ileum
terminal atau sekum. Namun demikian, ada beberapa variasi letak apendiks. 65% dari posisi
apendiks terletak intraperitoneal dan sisanya terletak retropreritoneal. Variasi posisi apendiks
menentukan gejala yang akan muncul saat terjadi peradangan. Beberapa variasi posisi
apendiks terhadap sekum adalah retrocaecal (65%), pelvinal, antecaecal, preileal, postileal
Apendiks dibungkus oleh peritoneum viseralis yang terbentuk dari lapisan serosa.
Mesenterium dari apendiks atau mesoapendiks berasal dari lapisan bagian posterior dari
mesenterium yang mengelilingi ileum terminal.
Apendiks dipersarafi oleh persarafan simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis
berasal dari T10. Oleh karena itu nyeri visceral dari apendisitis bermula pada sekitar
umbilicus. Persarafan parasimpatis apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang
mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis.
Perdarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan arteri tanpa
kolateral. Sehingga jika arteri ini tersumbat maka apendiks akan mengalami
gangguan/gangrene.
9
Apendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke dalam sekum. Hambatan aliran lendir di muara
apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.
Immunoglobulin sekretoar yang diasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid
Tissue) yang terdapat di sepanang saluran cerna, termasuk apendiks, ialah IgA.
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks yang paling sering menyebabkan
keadaan “acute abdomen” (Mansjoer 2000). Sementara menurut Smeltzer C. Suzanne,
apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah dari
rongga abdomen dan merupakan keadaan untuk bedah abdomen darurat. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa apendisitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi pada apendiks dan
merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi.
Klasifikasi apendiks terbagi menjadi 2, yaitu:
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak dari apendiks yang disertai atau tidak disertai dengan rangsangan
peritoneum local/setempat. Gejala apendisitis akut adalah nyeri tumpul yang
merupakan nyeri visceral di epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini sering
disertai mual dan muntah. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kuadran
kanan bawah (titik McBurney). Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
sehingga merupakan nyeri somatic setempat.1
2. Apendisitis kronis
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu dan nyeri yang dirasakan hilang
timbul.1 Apendisitis kronis adalah keadaan dimana apendiks telah mengalami fibrosis
dan pembentukan jaringan parut.
Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix sehingga
terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Appendicitis
umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling sering adalah
fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan appendicitis. Penyebab lain dari
obstruksi appendiks meliputi: Hiperplasia folikel lymphoid Carcinoid atau tumor lainnya
Benda asing (pin, biji-bijian) Kadang parasit 1 Penyebab lain yang diduga menimbulkan
Appendicitis adalah ulserasi mukosa appendix oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies
10
bakteri yang dapat diisolasi pada pasien appendicitis yaitu7: Bakteri aerob fakultatif Bakteri
anaerob Escherichia coli Viridans streptococci Pseudomonas aeruginosa Enterococcus
Bacteroides fragilis Peptostreptococcus micros Bilophila species Lactobacillus species
Laboratorium Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak
dengan appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara
12.000- 18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan
jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang
normal jarang ditemukan pada pasien dengan appendicitis. Pemeriksaan urinalisis membantu
untuk membedakan appendicitis dengan pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian,
hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter.
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang
diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%.
Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah appendix
dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya
cairan atau massa periappendix. False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder
appendix sebagai hasil dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif juga
dapat muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak
udara yang menghalangi appendix.
CT-Scan CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis
appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-
98%. Pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess,
maka CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik. Diagnosis appendicitis
dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya.
Pada wanita usia muda Diagnosis banding appendicitis pada wanita usia muda lebih
banyak berhubungan dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic inflammatory
disease (PID), kista ovarium, dan infeksi saluran kencing. Pada PID, nyerinya bilateral dan
dirasakan pada abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur
ataupun torsi. · Pada usia lanjut Appendicitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis.
Diagnosis banding yang sering terjadi pada kelompok usia ini adalah keganasan dari traktus
gastrointestinal dan saluran reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus, dan kolesistitis.
Keganasan dapat terlihat pada CT Scan dan gejalanya muncul lebih lambat daripada
appendicitis.
11
Tatalaksana terbaik dari appendicitis adalah apendektomi. Antibiotik diperlukan pada
kasus appendicitis gangrenosa atau appendicitis perforata. Apendektomi dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu laparatomi atau laparaskopi. Jika dilakukan dengan cara laparatomi,
biasanya titik mcburney yang paling banyak dipilih.
Komplikasi dari appendicitis yang paling membahayakan adalah perforasi. Pada masa
periapendikuler dengan pembentukan dinding yang belum sempurna, dapat terjadi
penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis purulens
generalisata.
Adanya fekalit di dalam lumen dan keterlambatan diagnosis merupakan faktor terjadinya
perforasi appendiks. Perforasi appendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang
ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut, dan perut
menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muscular terjadi di seluruh perut.
Peristalsis usus dapat menurun sampai menghilang karena adanya ileus paralitik.
Abses rongga peritoneum dapat terjadi bila pus terlokalisasi di satu tempat, paling sering di
pelvis atau subdiagfragma. USG dapat membantu menetukan lokasi kantong nanah. Jika
sudah terjadi kondisi ini, perlu dilakukan laparatomi dengan insisi yang panjang, supaya
dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus. Tindakan dengan cara laparaskopi
juga dapat dilakukan dengan hasil yang terbilang sama dengan laparatomi. Tetapi
keuntungnya adalah lama rawat yang lebih pendek.
Daftar Pustaka
1. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2011.Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3, Jakarta : EGC; 776-82
2. Anthony Fauci, Eugene Braunwald, Dennis Kasper, Stephen Hauser, Dan Longo, J. Jameson,
Joseph Loscalzo Harrison's Principles of Internal Medicine, 17th Edition, : Mcgraw-hill,
2008.
12
Pembahasan Khusus
Nyeri perut yang dikeluhkan pasien termasuk dalam gejala klasik appendicitis.
Nyerinya bermula dari epigastrium lalu turun ke umbilicus dan berakhir di perut kanan
bawah sekitar titik mcburney. Hasil pemeriksaan fisik tidak terdapat defans muscular di perut
kanan bawah, supel pada bagian perut lainnya, nyeri tekan dan lepas pada perut kanan bawah,
mcburney (+), Blumberg (+), rovsing (+), obturator (+). Hasil ini memperkuat diagnosis
appendicitis. Namun untuk membuktikannya tetep perlu dilakukan pemeriksaan penunjang
berupa USG dan darah rutin.
Pemeriksaan penunjang menunjukan Pemeriksaan penunjang: leukositosis dan pada
hasil pemeriksaan USG ditemukan target sign diameter 0,8 cm di abdomen kanan bawah
yang mencurigakan apendisitis akut.
Pasien mengeluhkan 3 bulan lalu pernah mengalami gejala serupa namun membaik
dengan sendirinya. Jadi beberapa bulan lalu sebenarnya pasien ini sudah mengalami
appendicitis, namun sembuh dengan sendirinya tanpa mengalami komplikasi berupa
perforasi. Appendiks yang sudah pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi
membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini
dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Suatu saat, organ ini dapat
meradang lagi dan dinyatakan sebagai eksaserbasi akut. Maka dari pada itu diagnosis pasien
ini adalah appendicitis kronik dengan eksaserbasi akut.
13