Anda di halaman 1dari 17

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan


yang perananya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai
penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara (Marwati dkk, 2012).
Selain itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan
pengembangan agroindustri (Maswadi, 2011). Kualitas mutu biji kakao sangat
dipengaruhi oleh metode pengolahannya, yakni mulai dari proses pemetikan buah,
fermentasi, hingga pengemasan biji. Fermentasi yang optimal, pengemasan, dan
penyimpanan yang tepat dapat menghasilkan biji kakao yang bermutu tinggi yang
sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.Tanaman kakao dikelompokkan menjadi
tiga jenis yaitu kakao Forastero atau kakao lindak atau bulk cacao, kakao Criollo atau
kakao mulia atau edel cacao, dan kakao Trinitario yang merupakan hibrida dari kakao
Forastero dan Criollo. Kakao Criollo jarang tumbuh karena rentan terhadap penyakit
dan jumlah produksi sekitar ± 7%.

Persyaratan atau ketentuan yang digunakan untuk menentukan mutu biji


kakao di Indonesia tertulis dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang biji
kakao. SNI mengatur penggolongan mutu biji kakao kering maupun persyaratan
umum dan khususnya guna menjaga konsistensi mutu biji kakao yang dihasilkan.
Klasifikasi atau penggolongan mutu biji kakao kering menurut SNI 2323-2008 yaitu,
menurut jenis tanaman, biji kakao digolongkan menjadi dua, yaitu biji kakao mulia
dan biji kakao lindak. Standar mutu biji kakao Indonesia diatur dalam standar
nasional indonesia biji kakao yang mempersyaratkan kadar air biji kakao kering
maksimal 7,5%.
Menurut Poedjiwidodo (1996), proses pemanenan dan pascapanen kakao
merupakan kegiatan yang penting, karena berpengaruh terhadap mutu biji kakao
(cokelat) yang dihasilkan. Produktivitas yang tinggi tanpa diikuti cara panen dan
pascapanen yang benar tidak akan menjamin pendapatan yang tinggi. Saat proses
panen buah kakao harus diperhatikan tingkat kemasakan buah dan cara panennya
sedangkan pada pascapanen kakao proses yang fermentasi, pengeringan atau
penjemuran dan penyimpanan. Oleh karena itu dilakukan praktikum ini untuk
menentukan mutu biji kakao berdasarkan SNI 2323-2008 agar layak dikonsumsi
masyarakat.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk menentukan mutu biji kakao
berdasarkan SNI 2323-2008.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Kakao

Theobroma cacao adalah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao
oleh Linnaeus pada tahun 1753. Tempat alamiah dari genus Theobroma adalah di
bagian hutan tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban tinggi, dan teduh
(Spillane dalam Situmorang, 2010). Kakao merupakan tumbuhan tahunan (perennial)
berbentuk pohon, di alam dapat mencapai ketinggian 10 meter. Meskipun demikian,
dalam pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari 5 meter tetapi dengan tajuk
menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak cabang produktif
(Afrizal, 2014).

Berikut merupakan klasifikasi tanaman kakao:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Malvales

Famili : Sterculiaceae

Genus : Theobroma

Spesies : Theobroma cacao, L. (Poedjiwidodo dalam Situmorang, 2010).

Tanaman kakao termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam kelompok


tanaman caulofloris, yaitu tanaman yang berbunga dan berbuah pada batang dan
cabang. Tanaman ini pada garis besarnya dapat dibagi atas dua bagian, yaitu bagian
vegetatif yang meliputi akar, batang serta daun dan bagian generatif yang meliputi
bunga dan buah (Lukito, 2010). Buah kakao berupa buah buni yang daging bijinya
sangat lunak. Kulit buah mempunyai sepuluh alur dan tebalnya 1-2 cm. Bentuk,
ukuran, dan warna buah kakao bermacam-macam serta panjangnya sekitar 10–30 cm.
Umumnya ada tiga macam warna buah kakao, yaitu hijau muda sampai hijau tua
waktu muda dan menjadi kuning setelah masak, warna merah serta campuran antara
merah dan hijau (Aji, 2013).

Pada dasarnya buah kakao terdiri atas 4 bagian yakni: kulit, plasenta, pulp,
dan biji. Buah kakao masak berisi 30-40 biji yang diselubungi oleh pulp dan plasenta.
Pulp merupakan jaringan halus yang berlendir yang membungkus biji kakao, keadaan
zat yang menyusun pulp terdiri dari 80-90% air dan 8-14% gula sangat baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi (Bintoro dalam
Situmorang, 2010).

2.2 Penggolongan Kakao

2.2.1 Jenis Tanaman

Menurut Billqis (2008) berdasarkan nilai ekonomisnya yang dapat


dibedakan dalam bentuk buah, warna buah, dan warna biji terdapat tiga varietas
kakao yaitu:

a. Criollo, merupakan varietas unggul, hampir seluruh bijinya berwarna putih dengan
waktu fermentasi singkat. Kulit buah tipis dan mudah diiris, warna buah merah ketika
muda dan kuning setelah masak dengan aroma khas, tidak tahan terhadap hama dan
penyakit serta kurang produktif. Menurut Hatta dalam Sitanggang (2014) biji kakao
criollo berbintik bulat telur dan berukuran besar dengan kotiledon berwarna putih
pada waktu basah.

b. Forastero, merupakan varietas yang produktivitasnya lebih tinggi dan lebih tahan
terhadap hama. Buah muda berwarna hijau, setelah matang berwarna kuning dengan
aroma yang lebih lemah dan rasa agak pahit. Kulit buah keras dan sulit diiris, biji
gepeng dan berwarna ungu.

c. Trinitario, merpakan hibrida dari kakao varietas Criollo dan Forastero memiliki
sifat diantara keduanya. Jenis trinitario bentuknya heterogen, buahnya berwarna hijau
merah dan bentuknya bermacam-macam. Biji buahnya juga bermacam-macam
dengan kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah (Hatta
dalam Sitanggang, 2014).

Kakao Criollo dan Trinitario menghasilkan cokelat dengan aroma khas,


disebut edel cacao atau kakao murni, sedangkan varietas Forastero menghasilkan
coklet dengan aroma yang biasa dan dikenal sebagai bulk cacao, kakao curah, atau
kakao lindak. Kurang lebih 93% kakao dunia adalah kakao curah dihasilkan oleh
Afrika Barat, Brazil, dan Dominika sedang kurang 7% kakao mulia dihasilkan
Equador, Venezuela, Trinidad, Grenade, Jamaica, Srilanka, Indonesia, dan Samoa
(Minifie dalam Billqis, 2008).

2.2.2 Jenis Mutu

Mutu biji kakao menurut (SNI 01-2323-2000) sebagai berikut : I Bentuk biji
: bulat, lonjong penuh, tebal 1 cm, panjang 1,5 cm dan lebar 1,5 cm, warna: cokelat
rata dan cerah, bau : khas coklat, % ka (b/b) maksimal : 8% , kadar lemak (b/b) min
55%. II. Bentuk biji : sedikit berlekuk-lekuk, warna : cokelat rata dan cerah atau
coklat muda, bau : khas cokelat, %ka (b/b) maksimal : 8 %, kadar lemak (b/b)
minimal 55%. III. Bentuk biji : keriput, warna : cokelat rata dan cerah, bau : khas
coklat, % ka (b/b) maksimal 8%, kadar lemak (b/b) minimal 55%.

Aspek mutu kakao dapat dibagi menjadi dua macam kategori. Pertama,
adalah faktor-faktor yang mempengaruhi diterimanya kemasan kakao biji oleh
pengolah. Faktor-faktor ini meliputi aroma (flavour), kemurnian (purity) dan grade
yang erat kaitannya dengan standar grading dan peraturan-peraturan bahan makanan
dan kekerasan lemak kakao. Kedua adalah karakteristik fisik yang mempengaruhi
kuantitas kakao biji yang dapat dimanfaatkan (Spillane, 1995)

2.3 Cacat Pada Biji Kakao

Pemanenen buah kakao harus dilakukan pada saat buah tepat masak. Buah
yang tepat masak mempunyai kondisi fisiologis yang optimal dalam hal pembentukan
senyawa penyusun lemak di dalam biji. Panen buah yang terlalu tua akan
menurunkan rendemen lemak dan menambah persentase biji cacat (biji
berkecambah), sedangkan panen buah muda akan menghasilkan biji yang bercitarasa
cokelat rendah, rendemen yang rendah, presentase biji pipih (flat bean) tinggi dan
kadar kulit biji yang cenderung tinggi (Departemen Pertanian, 2004). Biji cacat
adalah biji yang berjamur, biji slaty, biji berserangga, biji pipih, biji
berkecambah. Apabila pada suatu biji terdapat lebih dari pada satu jenis cacat,
maka biji tersebut dianggap mempunyai jenis cacat yang terberat sesuai
dengan tingkat resiko yang ditimbulkan, tingkatan tersebut adalah : jamur, serangga,
kecambah, dan biji yang slaty.

Wahyudi dkk. (2008) menyatakan bahwa persyaratan mutu biji kakao yang
dikehendaki di pasar internasional antara lain ukuran berat biji > 1 g, kadar air biji
maksimal 7,5%, kadar biji tidak terfermentasi maksimal 3%, kadar biji berjamur dan
berserangga (biji cacat).

2.4 Syarat Mutu Biji Kakao

Biji kakao adalah biji yang dihasilkan oleh tanaman kakao (Theobroma
cacao Linn) yang telah difermentasi, dibersihkan, dan dikeringkan. Biji kakao yang
diekspor dikelompokkan berdasarkan jenis tanaman, kategori mutu, dan ukuran serta
berat biji. Berdasarkan jenis tanaman, biji kakao dikelompokkan menjadi dua, yaitu
jenis kakao mulia (Fine Cocoa) dan jenis kakao lindak (Bulk Cocoa) (Elisabeth, dkk.,
2007).
a. Menurut jenis mutunya, biji kakao digolongkan dalam 3 jenis mutu :
1) mutu I;
2) mutu II;
3) mutu III.
b. Menurut ukuran berat bijinya, yang dinyatakan dengan jumlah biji per 100 g
contoh, biji kakao digolongkan dalam 5 golongan ukuran dengan penandaan:
AA : maksimum 85 biji per seratus gram;
A : 86 -100 biji per seratus gram;
B : 101 - 110 biji per seratus gram;
C : 111 - 120 biji per seratus gram;
S : lebih besar dari 120 biji per seratus gram.

Penentuan standar mutu diklasifikasikan dalam dua syarat mutu, yaitu syarat
umum dan syarat khusus. Syarat umum adalah syarat yang harus dipenuhi oleh setiap
bagian biji kakao yang akan diekspor, dan syarat khusus merupakan syarat yang harus
dipenuhi dalam setiap klasifikasi jenis mutu (Wahyudi, 2008).
Syarat mutu umum biji kakao dapat dilihat pada Tabel 1 dan syarat mutu
khusus biji kakao dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Persyaratan umum mutu biji kakao

No. Jenis uji Satuan Persyaratan


1. Serangga hidup - Tidak ada
2. Kadar air % fraksi massa Maks 7,5
3. Biji berbau asap dan atau berbau - Tidak ada
4. asing - Tidak ada
Kadar benda asing
Tabel 2. Persyaratan khusus mutu biji kakao

Kakao Kakao Biji Biji slaty Biji Kotoran Biji


Mulia lindak berjamur Maksimum berserangga maksimum berkecambah
maksimum (%biji/biji) maksimum (%biji/biji) maksimum
(%biji/biji) (%biji/biji) (%biji/biji)

IF IB 2 3 1 1,5 2
II F II B 4 8 2 2 3
III F III B 4 20 2 3 3
Sumber: SNI 2323-2008, 2008

Keterangan:
I : biji kakao mutu I
II : biji kakao mutu II
III : biji kakao mutu III
F : Fine cacao (kakao mulia)
B : Bulk cacao (kakao lindak)
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain:


1. Pisau
2. Telenan
3. Neraca
4. Ayakan
5. Botol Timbang
6. Mortar
7. Kaca Arloji
3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain:
1. Biji Kakao Fermentasi
2. Plastik
3. Tisu
3.2 Skema dan Fungsi Perlakuan

3.2.1 Penentuan Kadar Biji Cacat pada Kakao

300 keping kakao

Pemotongan memanjang

Pengamatan berbagai jenis biji cacat

Pemisahan sesuai jenis cacat

Perhitungan (satuan)

Pertama-tama biji kakao disiapkan sebanyak kurang lebih 300 keping.


Selanjutnya, biji kakao dipotong memanjang agar dapat diamati secara jelas. Setelah
itu, biji yang te;lah dipotong, diamati sesuai dengan jenis biji cacat. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui perbedaan antara biji kakao yang sehat dengan biji kakao yang
cacat. Lalu, setelah dilakukan pengamatan, biji kakao yang sehat dan cacat
dipisahkan sesuai dengan jenis cacat dan yang terakhir dilakukan perhitungan
jumblah biji kakao cacat yang diperoleh.
3.2.2 Penentuan Biji Berbau Asap dan Sebagainya

100 keping biji

Pengamatan secara
organoleptik

Perhitungan

Pertama-tama biji kakao disiapkan sebanyak 100 keping biji. Setelah itu,
biji yang telah disiapkan dipotong melintang dan diamati secara organoleptik agar
dapat ditemukan biji yang berbau asap atau berbau lainnya. Selanjutnya, biji yang
berbau dipisahkan dan dihitung jumlahnya.

3.2.3 Penentuan Kadar Kotoran

100 gram biji

Pemisahan berbagai jenis


kotoran

Penimbangan jenis kotoran

Perhitungan

Langkah pertama yang dilakukan pada praktikum ini yaitu sampel biji
kakao disiapkan sebanyak 100 gram. Kemudian dilakukan pemisahan biji
berkotoran. Selanjutnya biji kakao dipisahkan sesuai jenis kotoran agar dapat
diketahui jenis-jenis kotoran yang ada pada biji kakao. Lalu, biji kakao yang telah
dipisah ditimbang agar didapatkan berat biji kakao dengan berbagai macam kotoran.
Langkah terakhir yaitu dilakukan perhitungan.
3.2.4 Penentuan Biji Kakao per 100 gram

Biji kakao

Penimbangan 100 gram

Perhitungan Jumlah biji

Klasifikasi

Langkah pertama yang dilakukan pada praktikum ini yaitu biji kakao
disiapkan. Setelah itu dilakukan penimbangan biji kakao sebanyak 100 gram
menggunakan neraca. Lalu, biji kakao yang ditimbang dilakukan perhitungan
jumlahnya, langkah terakhir yaitu jumlah biji kakao per 100 gram diklasifikasi
menururut SNI 01-2323-2008.
BAB 4. DATA PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Data Pengamatan


4.1.1 Persyaratan Umum
No. Pengamatan Hasil (biji)
1 Serangga hidup -
2 Benda asing -
3 Biji berbau asap -
4 Biji berbau asing 32
4.1.2 Kotoran
No. Pengamatan Hasil (gram)
1 Plasenta 6,00
2 Biji dempet 92,83
3 Pecahan biji 8,44
4 Pecahan kulit 1,27
5 Biji pipih 27,04
6 Ranting -
Jumlah 135,58
4.1.3 Persyaratan Khusus
No. Pengamatan Hasil (biji)
1 Biji berjamur -
2 Biji slaty 21
3 Biji berserangga -
4 Biji berkecambah -
4.2 Hasil Perhitungan
No. Pengamatan Kadar (%)
1 Serangga hidup -
2 Benda asing -
3 Biji berbau asap -
4 Biji berbau asing 32,000
5 Kotoran 13,558
No. Pengamatan Kadar (%)
6 Biji berjamur -
7 Biji slaty 7,000
8 Biji berserangga -
9 Biji berkecambah -
BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum yang dilakukan yaitu penentuan mutu


biji kakao dapat dilihat menurut SNI 01-2323-2008 mengenai standar umum dan
standar khusus biji kakao. Pada persyaratan umum, biji kakao yang diamati terdapat
hasil yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan seperti adanya biji
berbau asap dan berbau asing. Selain itu, biji kakao memiliki kadar kotoran yang
melebihi batas yang ditentukan oleh SNI 01-2323-2008 yaitu 13.558% yang terbagi
atas adanya plasenta, biji dempet, pecahan kulit, pecahan biji, biji pipih. Selain itu,
pada persyaratan khusus kadar biji cacat yang terbagi dalam biji slaty ditemukan 21
sampel biji, sedangkan biji berjamur, biji berserangga, dan biji berkecambah tidak
ditemukan pada sampel biji kakao. Hal tersebut menunjukkan bahwa mutu biji kakao
yang diamati kali ini termasuk rendah.

6.2 Saran

Adapun saran dari praktikum yang dilakukan yaitu


1. Saat praktikum sebaiknnya dilakukan dengan lebih teliti ketika proses
pengamatan dan agar praktikum lebih efektif setiap praktikan diharapkan
lebih serius dalam melakukan praktikum.
2. Agar kakao tidak hancur ketika dipotong maka pemotongan biji kakao
hendaknya menggunakan pisau yang tajam.
DAFTAR PUSTAKA

Afrizal. 2014. Perancangan Sistem Informasi Perawatan Tumbuhan Kakao Dengan


Menggunakan Pemrograman PHP Dan MYSQL. Medan: Universitas
Sumatera Utara.

Aji, Soni. 2013. Pengaruh Penyimpanan Biji dan Pemberian Ekstrak Rebung
(Dendrocalamus Asper Backer) Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao
(Theobroma Cacao L.) Pada Media Gambut (Skripsi). Pekanbaru: UIN Sultan
Syarief Kasim Riau.

Amraini, Said Zul, N. Kurniawan, H. Rionaldo, dan Z. Muchtar. 2011. Teknologi


Proses Pengolahan Kakao. Review. Pekanbaru: Universitas Riau.

Arief, Ratna Wylis dan Asnawi, R. 2011. Karakterisasi Sifat Fisik dan Kimia
Beberapa Jenis Kakao Lindak di Lampung. Buletin RISTRI. 2(3): 325-330.

Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 01-2323-2008. Kakao. Jakarta: Badan


Standarisasi Nasional.

Billqis, M. 2008. Formation Poyencial Of Acetic Acid As Intermediate Compound


From Acidogenesis Process Of Cocoa Sweatings For Recovery Purpose
(Thesis). Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Elisabeth, D.A.A., Suharyanto, dan Rubiyo. 2007. Pengaruh Fermentasi Biji


Kakao Terhadap Mutu Produk Olahan Setengah Jadi Cokelat. Denpasar:
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.

Lukito, Mulyono, Tetty, Hadi dan Nofiandi. 2010. Budidaya Kakao. Jakarta: Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Marwati, H. Suprapto., dan Yulianti. 2012. Pengaruh Tingkat Kematangan Terhadap
Mutu Biji Kakao (Theobroma cacao L.) yang Dihasilkan Petani Kakao di
Teluk Kedondong Bayur Samarinda. Jurnal Teknologi Pertanian 8(1):6-10.

Maswadi. 2011. Agribisnis Kakao dan Produk Olahannya Berkaitan dengan


Kebijakan Tarif Pajak di Indonesia. Jurnal Teknologi Perkebunan dan
PSDL Volume 1, hal 23-30.

Poedjiwidodo, M. S. 1996. Sambung Samping Kakao. Jogjakarta : Trubus Agriwidya.

Sitanggang, M. 2014. Aspek Teknis dan Finansial Produksi Dodol Coklat (Skripsi).
Lampung: Universitas Lampung.

Situmorang, P. 2010. Mempelajari Pengaruh Lama Fermentasi Dan Penyangraian


Biji Kakao (Theobroma Cacao L.) Terhadap Mutu Bubuk Kakao. Medan:
Universitas Sumatera Utara.

Spillane, J. 1995. Komoditi Kakao, Peranannya dalam Perekonomian Indonesia.


Yogyakarta : Kanisius.

Wahyudi, T., T.R Panggabean, Pujianto, A.A. Prawoto, 2008. Panduan Langkap
Kakao Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta: Penebar
Swadaya,

Wahyudi, T., T.R Panggabean, Pujianto, A.A. Prawoto. 2013. Panduan Langkap
Kakao Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta: Penebar
Swadaya,

Anda mungkin juga menyukai