Anda di halaman 1dari 18

Daftar isi

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2


BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 3
1.2 Rumus masalah ................................................................................................. 4
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 4
BAB II................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 5
2.1 Pngertian dimensi budaya ................................................................................... 5
2.2 Uraian masing-masing dimensi................................................................................... 6
2.3 Konsep sehat sakit menurut antropologi kesehatan. ........................................... 9
2.4 Konsep Sehat ................................................................................................... 10
2.5 Konsep sakit .................................................................................................... 12
2.6 Konsep sehat sakit menurut budaya masyarakat ........................................ 14
2.7 Perilaku sehat sakit menurut antropologi kesehatan .................................. 15
BAB III ............................................................................................................................. 17
PENUTUP ........................................................................................................................ 17
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 18
KATA PENGANTAR

Puji syukur skami panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah
memberi rahmat serta karunia-NYA sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul”dimensi budaya dan konsep sehat sakit” dari makalah ini semoga
dapat memberikan informasi atau pemahaman lebih.
Ucapan terima kasih tak lupa kami ucapkan kepada ibu dosen pengajar
kami pada mata kuliah sosio antropologi kesehatan ini. dan semua pihak yang
telat membantu kami untuk menyelesaikan tugas dengan baik. Kami menyadari
atas kekurangan dalam menyelesaikan makalah ini, sehingga menjadi sebuah
kehormatan bagi kami jika mendapat kritikan dan saran sehingga untuk
kedepannya kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Demikian akhir serta kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua
pihan dan pembelajaran khususnya dalam segi teoritis sehingga dapat membuka
wawasan ilmu untuk masa yang akan datang.

Penyusun

Kelompok 8
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Antropologi kesehatan di pandang oleh para dokter sebagai disiplin


biobudaya yang memberikan perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial
budaya dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi keduanya
sepanjang kehidupan manusia, yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit.

Hofstede (2010) mendefinisikan budaya sebagai berikut:“The collective


programming of the mind that distinguishes the members of one groupor category
of people from another.” Artinya pemrograman kolektif pikiran yang
membedakan anggota dari satu kelompok atau kategori orang dari yang lain.
Pernyataan di atas dapat dipahami bahwa budaya merupakan suatu pemrograman kolektif dari
pikiran yang membedakan anggota suatu kelompok atau kategori orang, dari yang
lain.Hofstede menganalisis budaya dari beberapa bangsa dan mengelompokkannya kedalam
beberapa dimensi.

Dimensi budaya menurut Hofstede (2010) adalah:“Dimension of culture is


The comparison of cultures presupposes that there is something to be
compared, that each ulture is not so unique that any parallel withanother culture
is meaningless,” Artinya dimensi budaya adalah perbandingan budaya
mengandaikan bahwa ada sesuatu untuk dibandingkan, bahwa setiap budaya tidak
begitu unik sehingga setiap paralel dengan budaya lain tidak ada artinya.
Pengertian di atas dapat dipahami bahwa perbandingan budaya mengandaikan
bahwa ada sesuatu yang harus dibandingkan dan bahwa setiap budaya sebenar nya
tidaklah begitu unik, bahwa setiap budaya yang paralel dengan kebudayaan lain
tidakmemiliki makna yang begitu berarti.

Ilmu ini juga mempelajari dan memahami masyarakat dengan melakukan


penelitian mengenai masalah kesehatan masyarakat. Penelitiannya untuk
mengetahui konsepsi dan sikap penduduk tentang kesehatan, tentang sakit, dukun,
obat-obatan, tradisional, kebiasaan dan pantangan untuk memakan sesuatu.
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak telalu mutlak dan universal karna ada
faktor-faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya. Kedua
pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat di pahami
dalam kontek pengertian yang lain (soejoeti,2009).

1.2 Rumus masalah


1. Apa pengertian dari dimensi budaya.
2. Mengetahui uraian masing-masing dimensi.
3. Apa yang dimaksud dengan konsep sehat sakit menurut antropologi
kesehatan.
4. Apa yang dimaksud dengan perilaku sehat sakit menurut antropologi
kesehatan.

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumus masalah di atas, maka tujuan dari makalah ini adalah:

1. Mengetahui pengertian dimensi budaya.


2. Mengetahui uraian masing-masing dimensi.
3. Mengetahui konsep sehat sakait menurut antropologi kesehatan.
4. mengetahui perilaku sehat sakit menurut antropologi kesehatan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pngertian dimensi budaya

Hofstede (2008) mendefinisikan budaya sebagai berikut:“The collective


programming of the mind that distinguishes the members of one groupor category
of people from another.” Artinya pemrograman kolektif pikiran yang
membedakan anggota dari satu kelompok atau kategori orang dari yang lain.

Pernyataan di atas dapat dipahami bahwa budaya merupakan suatu pemrograman


kolektif dari pikiran yang membedakan anggota suatu kelompok atau kategori
orang, dari yang lain.Hofstede menganalisis budaya dari beberapa bangsa dan
mengelompokkannya kedalam beberapa dimensi.

Dimensi budaya menurut Hofstede (2001) adalah:“Dimension of culture is


The comparison of cultures presupposes that there is something to be
compared, that each culture is not so unique that any parallel withanother culture
is meaningless,” Artinya dimensi budaya adalah perbandingan budaya
mengandaikan bahwa ada sesuatu untuk dibandingkan, bahwa setiap budaya tidak
begitu unik sehingga setiap paralel dengan budaya lain tidak ada artinya.

Pengertian di atas dapat dipahami bahwa perbandingan


budaya mengandaikan bahwa ada sesuatu yang harus dibandingkan dan bahwa
setiap budaya sebenar nya tidaklah begitu unik, bahwa setiap budaya yang paralel
dengan kebudayaan lain tidakmemiliki makna yang begitu berarti. Berikut ini
adalah enam dimensi budaya yang dibangun oleh Hofstede dan beberapa peneliti
lain:
1. Power Distance : Terkait kepada solusi-solusi yang berbeda terhadap
masalah dasar dari ketidak setaraan manusia.
2. Uncertainty Avoidance : Terkait dengan tingkat dari stres dalam lingkungan
sosial menghadapi masa depan yang tidak diketahui.
3. Individualism versus Collectivism :Terkait dengan integrasi dari individu
ke dalam kelompok-kelompok utama.
4. Masculinity versus Feminimity : Terkait dengan pembagian dari peran
emosi antara wanita dan laki-laki.
5. Long Term versus Short Term Orientation : Terkait kepada pilihan dari
fokus untukusaha manusia: masa depan, saat ini, atau masa lalu.
6. Indulgence versus Restraint : Terkait kepada gratifikasi dibandingkan
kendali darikebutuhan dasar manusia untuk menikmati hidup.

2.2 Uraian masing-masing dimensi.


1. Jarak Kekuasaan ( power distance )
Hofstede mendefinisikan Power Distance sebagai berikut:
Jarak kekuasaan antara bos B dan bawahan S dalam hierarki adalah
perbedaan antara sejauh mana B dapat menentukan perilaku S dan sejauh mana S
dapat menentukan perilaku B (Hofstede, 2001).
Power distance atau jarak kekuasaan adalah sejauh mana anggota dari suatu
organisasiatau lembaga yang berada dalam posisi yang kurang kuat menerima dan berharap
kekuasaan didistribusikan secara tidak merata. Dimensi budaya yang mendukung
jarak kekuasaan rendah (Small Power Distance) mengharapkan dan menerima hubungan
kekuasaan secara lebih konsultatif atau demokratis. Orang berhubungan satu sama
lain terlepas dari posisi formalitas mereka. Bawahan merasa lebih nyaman serta menuntut hak
untuk berkontribusi dalam pengambilan keputusan. Di negara-negara dengan
jarak kekuasaan tinggi (large power distance) cenderung menggunakan hubungan
kekuasaan yang lebih otokratis dan paternalistik. Bawahan mengakui kekuatan orang
lain hanya berdasarkan dimana mereka berada dalam struktur formal atau posisi
hirarki tertentu. Dengan demikian, indeks jarak kekuasaan didefinisikan oleh Hofstede
(2001) bukan mencerminkan perbedaan obyektif dalam distribusi daya, melainkan
cara orang memandang perbedaan-perbedaan kekuasaan.
2. Penghindaran Ketidakpastian (uncertainty avoidance’)
Dijelaskan oleh Hofstede (2001) sebagai berikut:
Ketidakpastian tentang masa depan adalah fakta dasar kehidupan manusia
yang dengannya kita mencoba mengatasi domain teknologi, hukum, dan agama.
Dalam organisasi, ini mengambil bentuk teknologi, aturan, dan ritual.
Penghindaran ketidakpastian tidak harus dibingungkan dengan penghindaran
risiko (Hofstede, 2001).
Penghindaran ketidakpastian adalah bentuk toleransi masyarakat untuk ketidakpastian
dalam biguitas. Hal ini menggambarkan sejauh mana anggota organisasi atau
lembaga berusaha untuk mengatasi perasaan cemas dan mengurangi
ketidakpastian yang mereka hadapi. pemahaman ini menjelaskan bahwa penghindaran
ketidakpastian bukan berarti penghindaran risiko. Orang-orang yang memiliki
dimensi budaya penghindaran ketidakpastian tinggi cenderung lebih emosional.
Mereka mencoba untuk meminimalkan terjadinya keadaan yang tidak diketahui atau tidak
biasa. Saat terjadi perubahan mereka menjalaninya dengan hati-hati, langkah demi
langkah dengan perencanaan dan menerapkan hukum serta peraturan yang berlaku.
Sebaliknya, dimensi budaya penghindaran ketidakpastian rendah menerima dan merasa
nyaman dalam situasi yang tidak terstruktur atau lingkungan yang kerap kali mengalami
perubahan. Mereka mencoba untuk memiliki beberapa aturan dalam
aktifitas mereka. Orang-orang dalam dimensi budaya ini cenderung lebih
pragmatis, mereka jauh lebih toleran terhadap perubahan.

3. Individualisme vs collectivitas
Hofstede (2001) menjelaskan dimensi individualisme sebagai sisi yang
berlawanan dari collectivism sebagai berikut:
Ini menggambarkan hubungan antara individu dan kolektivitas yang
berlaku dalam masyarakat tertentu. Itu tercermin dalam cara orang hidup bersama.
- misalnya, dalam keluarga nuklir, atau suku. dan itu memiliki banyak implikasi
untuk nilai-nilai dan perilaku(Hofstede,2001).
Ciri organisasi atau lembaga Individualisme dengan Collectivitas adalah
sejauh mana individu di integrasikan ke dalam organisasi atau lembaga tersebut.
Dalam masyarakat yang individualistik, tekanan atau stres diletakkan dalam
permasalahan pribadi, serta menuntut hak-hak individu. Orang-orangdiharapkan
untuk membela diri sendiri dan keluarga mereka. Selain itu juga mereka
diharapkan untuk memilih afiliasi sendiri. Sebaliknya dalam masyarakat kolektifis,
individu bertindak terutama sebagai anggota kelompok seumur hidup. Daya
kolesifitas yang tinggi tercipta di dalam kelompok mereka (kelompok di sini tidak
mengacu kepada politik atau negara). Orang-orang memiliki keluarga besar, yang
dijadikan sebagai perlindungan bagi dirinya sehingga loyalitasnya tidak
diragukan.

4. Maskulinitas vs Feminimitas
Hofstede menjelaskan Maskulinitas dan Feminimitas sebagai berikut:
Pola peran gender dominan di sebagian besar tradisional dan modern masyarakat.
(Saya akan menggunakan 'seks' ketika merujuk pada fungsi biologis dan 'gender'
kapan merujuk pada fungsi sosial) (Hofstede, 2001).
Maskulinitas berkaitan dengan nilai perbedaan gender dalam masyarakat,
atau distribusi peran emosional antara gender yang berbeda. Nilai-nilai dimensi
maskulinitas terkandung nilai daya saing, ketegasan, materialistik, ambisi dan
kekuasaan. Dimensi feminin menempatkan nilai yang lebih terhadap hubungan dan
kualitas hidup. Dalam dimensi maskulinitas, perbedaan antara peran gender nampak lebih
dramatis dan kurang fleksibel dibandingkan dengan dimensi feminin yang melihat pria dan
wanita memiliki nilai yang sama, meningkatkan kesederhanaan serta kepedulian.
Penggunaan terminologi feminin dan maskulin yang mengacu terhadap perbedaan
gender yang jelas tersirat melahirkan kontroversial. Sehingga beberapa peneliti
yang menggunakan perspektif Hofstede (2011) mengganti terminologi tersebut,
misalnya “Kuantitas Hidup” dengan “Kualitas Hidup”.

5. Jangka panjang vs Orientasi jangka pendek

Dimensi ini dikembangkan oleh Hostede bersama Michael Harris Bond di


Hongkong(Hofstede, 2001). Dimensi ini sangat dipengaruhi oleh ajaran Confucian.
Dimensi ini akan membingungkan orang yang hidup di wilayah Barat, karena merasa hal ini
tidak diperlukan. Empat elemen ajaran yang mempengaruhi terbentuknya dimensi
ini adalah:
1. Stabilitas sosial berdasarkan atas ketidak setaraan hubungan antara
orang. Contoh junior memberikan penghormatan dan kepatuhan kepada senior,
dan senior memberikan perlindungan kepada junior.
2. Keluarga adalah bentuk dasar dari seluruh organisasi sosial. Budaya
Cina memiliki keyakinan bahwa kehilangan martabat keluarga sama
saja kehilangan satu mata, hidung, dan mulut. Menunjukkan
penghormatan kepada orang disebut “memberi wajah” dalam budaya
mereka
3. Perilaku berbudi luhur kepada orang lain mengandung makna tidak
memperlakukan orang lain seperti dirimu tidak ingin diperlakukan
seperti itu oleh orang lain.
4. Berbuat baik adalah salah satu tugas hidup dengan cara menambah
pengetahuan, keterampilan, bekerja keras, tidak boros, sabar,
dan memelihara.
Dimensi ini diistilahkan kemudian sebagai “Konghucu Dinamisme”
(Hofstede, 2011).
Masyarakat yang berorientasi jangka panjang lebihmementingkan masa depan.
Mereka mendorong nilai-nilai pragmatis berorientasi pada penghargaan, termasuk
ketekunan, tabungan dan kapasitas adaptasi. Masyarakat yang memiliki dimensi
orientasi hubungan jangka pendek nilai dipromosikan terkait dengan masa lalu dan
sekarang, termasuk kestabilan, menghormati tradisi, menjaga selalu penampilan di muka umum,
dan memenuhi kewajiban-kewajiban sosial.

2.3 Konsep sehat sakit menurut antropologi kesehatan.

Dalam kenyataan. Antropologi mempelajari semua makluk manusia yang


pernah hidup pada waktu dan semua tempat dimuka bumi ini. makluk manusia ini
hanyalah satu dari sekian banyka bentuk hidup yang ada dibumi ini yang di
perkirakan muncul lebih dari 4 milyar tahun lalu( Siregar,2002). Pengertian
antropologi kesehatan yang diajukan foster/anderson merupakan konsep yang
tepat karna termasuk dalam pengertian ilmu antropologi seprti disampaikan
koetajaraningrat diatas. Menurut foster/anderson, antropologi kesehatan mengkaji
maslah –masalah kesehatan dan penyakit dari dua kutup yang berbeda yaitu kutub
biologi dan kutub budaya(Djhot,2002).

2.4 Konsep Sehat


Konsep “sehat” dapat diintegrasikan orang berbeda-beda, berdasarkan
komunitas. Sebagaimana dikatakan bahwa orang papua terdiri dari
keanekaragaman kebudayaan maka secara kongkrit akan mewujudkan perbedaan
pemahaman terhadap konsep sehat yang dilihat secara emik dan etik. Sehat dilihat
berdasarkan pendekatan etik, sebagaimana yang dikemukakan oleh Linda Ewles
dan Ina Simmet(1992). Adalah sebagai berikut :
1. Konsep sehat dilihat darisegi jasmani yaitu dimensi sehat yang paling
nyata karna pengertiannya pada fungsi mekanisme tubuh.
2. Konsep sehat dilihat dari segi mental yaitu kemampuan berpikir
dengan jernih dan koheren, istilah mental dibedakan dengan emosional
dan sosial walaupun ada hubungan yang dekat diantara ketiganya.
3. Konsep sehat dilihatdari segi emosional yaitu kemampuan untuk
mengenal emosi seperti takut, kenikmatan, kedukaan, dan kemarahan,
dan untuk mengekspresikan emosi-emosi secara tepat.
4. Konsep sehat dilihat dari segi sosial berarti kemampuan untuk
membuat dan mempertahankan hunungan dengan orang lain.
5. Konsep sehat dilihat dari aspek spiritual yaitu terkait dengan
kepercayaan dan praktek keagamaan, berkaitan dngan perbuatan baik,
secara pribadi, prinsip-prinsip tingkah laku, dan cara
mencapaikedamaian dan merasa damai dalam kesendirian.
6. Konsep sehat dilihat dari segi social yaitu berkaitan dengan kesehatan
pada tingkah individual yang terjadi karna kondisi-kondisi sosial,
politik, ekonomi, dan budaya yang melingkupi individual tersebut
adalah tidak mungkin menjadi sehat dalam masyarakat yang “sakit”
yang tidak dapat menyediakan sumber untuk pemenuhan kebutuhan
dasar dan emosional.(Dumatubun,2002).
Konsep sehat tersebut bila dikaji lebih mendalam dengan pendekatan etik
yang dikemukakan oleh wold health organization(WHO) maka itu berarti bahwa :
Merely the absence of disease or infirmity(WHO,1981:38) dalam dimesi ini jelas
terlihat bahwa shat itu tidak hanya menyangkut kondisi fisik, melainkan juga
kondisi mental dan sosial seseorang. Rumusan yang relativistik mengenai konsep
ini dihubungkan dengan kenyataan akan adanya pengertian dalam masyarakat
bahwa ide kesehatan adalah sebagai kemampuan fungsional dalam menjalankan
peranan-peranan sosial dalam kehidupan sehari-hari(Wilson,1970:12) dalam
kalangie(1994:38).
Jadi hal ini berarti bahwa seseorang berdasarkan kebudayaan dapat
menentukan sehat secara berbeda seperti pada kenyataan pendapat di bawah ini
sebagai berikut:
Adalah kenyataan bahwa seseorang dapat menentukan kondisi
kesehatannya baik “sehat” bilamana ia tidak merasakan terjadinya suatu kelainan
fisik maupun psikis, walaupun ia menyadari akan adanya kelainan tetapu tidak
terlalu menimbulkan perasaan sakit atau tidak dipersepsikan sebagai kelainan
yang memerlukan perhatian medis sewaktu khusus atau kelainan ini tidak
dianggap sebagai sesuatu oenyakit dasar utama penetuan tersebut adalah bahwa ia
tetap dapat menjalankan peranan-peranan sosialnya setiap hari seperti biasa.
Standar apa yang dapat dianggap “sehat” juga bervariasi. Seorang usia lanjut
dapat mengatakan bahwa ia dalam keadaan sehat pada hari ketika browncitis
kronik berkurang sehingga ia dapat berbelanja dipasar, ini berarti orang menilai
kesehatannya secara subjektif sesuai dengan norma dan harapan-harapannya,
inilah salah satu harapan mengapa upaya untuk mengukur ksehatan adalah sangat
sulit, gagasan orang tentang sehat dan merasa sehat adalah sangat
bervariasigagasan-gagasan itu dibentuk oleh pengalaman, pengetahuan, nilai,
norma dan harapan(Dumantun,2009)
2.5 Konsep sakit
Sakit dapat diinterpretasikan secara berbeda berdasarkan pengetahuan
secara ilmiah dan dapat dilihat berdasarkan pengetahuan secara budaya dari
masing-masing penyandang kebudayaannya. Hal ini seperti dapat dilihat
berdasarkan pemahaman secara “etik” dan “emik”. Secara konsepsual dapat
disajikan berdasarkan sakit dilihat secara “etik” yang di kutip dari
Djekky(2001:15) sebagai berikut:
Secara ilmiah penyakit(disease) diartikan sebagai gangguan fungsi
fisiologis dari suantu organisme sebagai akibat terjadi infeksi atau tekanan dari
lingkungan, penyakit jadi penyakit itu bersfat objektif, sebaliknnya sakit (illness)
adalah penilaian individual terhadap pengalaman menderita suatu penyakit
(Sarwono,1993:31).
Sedangkan secara “emik” sakit dapat dilihat berdasarkan pemahaman
konsep kebudayaan masyarakat penyandang kebudayaanya sebagaimana
dikemukakan: fosterdan anderson (1986) menemukan konsep penyakit (diasese)
pada masyarakat tradisional yang mereka telusuri di kepustakaan mengenai
etnomedis, bahwa konsep penyakit masyarakat non barat dibagi atas dua kategori
umum yaitu:
1. Personalistik, munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intergerasi
dari suatu agen yang aktif yang dapat berupa makluk supranatural
(makluk gaib atau dewa), makluk yang bukan manusia( hantu,
rohleluhur, atau roh jahat) maupun makluk manusia ( tukang sihir,
tukang tenun).
2. Naturalistik, penyakit (illness) dijelaskan dengan istilah yang
sistematik dan bukan pribadi, naturalistik mengakui adanya suatu
model keseimbangan, sehat terjadi karna unsur-unsur yang tetap dalam
tubuh seperti panas, dingin, cairan tubuh berada dalam keadaan
seimbang menurut usia dan kondisi individu dalam lingkungan
alamiah dan lingkungan sosialnya, apabila keseimbangan terganggu
maka hasilnya adalah penyakit(1986,63-70)
Sehat dapat didefinisikan kemampuan seseorang dalam memggerakkan
sumber daya baik fisik mental maupun spiritual untuk memelihara dan
keuntungan dirinya sendri dimasyarakat manapun dia berada. WHO mengatakan
bahwa healty is not everything but without it, everything is nothing. Memang kita
perlu memelihara keksehatan kita masing-masing, sehat dilihat berdasarkan etik
sebagaimana yang dikemukakan oleh Linda Ewles dan Ina Simmet(1992) adalah
sebagai berikut:
1. Konsep sehat dilihat dari segi jasmani yaitu dimensi sehat yang paling
nyata karna perhatiannya pada fungso mekanisme tubuh.
2. Konsep sehat dilihat dari segi mental, yaitu kemampuan berfikir
dengan jernih dan koheren, istilah mental dibedakan dengan emosional
dan sosial walaupun ada hubungan yang dekat diantara ketiganya.
3. Konsep sehat dilihatdari segi emosional yaitu kemampuan untuk
mengenal emosi seperti takut, kenikmatan, kedukaan, dan kemarahan,
dan untuk mengekspresikan emosi-emosi secara tepat.
4. Konsep sehat dilihat dari segi sosial berarti kemampuan untuk
membuat dan mempertahankan hunungan dengan orang lain.
5. Konsep sehat dilihat dari aspek spiritual yaitu terkait dengan
kepercayaan dan praktek keagamaan, berkaitan dngan perbuatan baik,
secara pribadi, prinsip-prinsip tingkah laku, dan cara
mencapaikedamaian dan merasa damai dalam kesendirian.
6. Konsep sehat dilihat dari segi social yaitu berkaitan dengan kesehatan
pada tingkah individual yang terjadi karna kondisi-kondisi sosial,
politik, ekonomi, dan budaya yang melingkupi individual tersebut
adalah tidak mungkin menjadi sehat dalam masyarakat yang “sakit”
yang tidak dapat menyediakan sumber untuk pemenuhan kebutuhan
dasar dan emosional.(Dumatubun,2002).
2.6 Konsep sehat sakit menurut budaya masyarakat
Istilah sehat menggandung banyak muatan kultural, sosial dan pengertian
profrsional yang seragam. Dulu dari sudut pandang kedokteran, sehat sangat erat
kaitannya dengan kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya tindakan
sesederhana itu sehat harus dilihat dari berbagai aspek(Endra,2005).
Oleh para ahli kesehantan antropologi kesehatan dipandang sebagai suatu
disiplin budaya yang memberi perhatian pada aspek biologis dan sosial budaya
dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanta
sepanjang sejarah kehidupan manusia yang mempengaruhi kesehatn dan penyakit.
Penyakit sendiri ditemukan oleh budaya : halini karena penyakit merupakan
pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat menjalankan peran normalnya
secara wajar(Endra,2005).
Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat
dikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit, selain itu hasil berbagai
kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit. Masyarakat dan pengobatan
tradisional menganut dua konsep penyebab sakit yaitu : naturalistik dan
personalistik. Penyebab bersifat naturalistil yaitu seseorang menderita penyakit
akibat pengaruh lingkungan, makanan( salah makan), kebiasaan hidup ketidak
seimbang dalam tubuh termasuk kepercayaan panas dingin seperti masuk anggin
dan penyakit bawaan.
Konsep sehat sakit yang dianut pengobatan tradisional sama dengan yang
dianut masyarakat setempat yakni suatu keadaan yang berhubungan dengan
keadaan badan atau kondisi tubuh kelainan-kelainan serta gejala yang dirasakan.
Sehat bagi seseorang suatu keadaan yang normal. Wajar, nyaman dan dapat
melakukan aktifitas sehari-hari dngan gairah. Sedangkan sakit dianggap sebagai
suatu keadaan badan yang kurang nyaman dan bahkan dirasakan sebgai siksaan
sehingga menyebabkna seseorang tidak dapat menjalankan aktifitas sehari-hari
halnya orang sehat.(Endra,2005).
Sedangkan konsep personalistikmenganggap menculnya penyakit
disebabkan oleh intervensi suatu angen aktif yang dapat berupa makluk bukan
manusia( hantu, roh leluhur atau roh jahat), atau makluk manusia ( tukang
sihir)(Endra,2005).

2.7 Perilaku sehat sakit menurut antropologi kesehatan

2.7.1 Perilaku sehat dan perilaku sakit


Penelitian-penelitian dan teori-teori yang dikembangkan oleh para
antropog seperti perilaku sehat( health behavior), perilaku sakit (illniss behavior)
perbedaan antara illness dan disease, model penjelasan penyakit. Peran dan karir
seorang yang sakit, ineraksi dokter-perawat, dokter-pasien,pasien-perawat, pasien-
penyakit dilihat dari sudut pasien, membuka mata para dokter bahwa kebenaran
ilmu kedokteran modern tidak lagi dapat dianggap kebenaran absolute dakam
proses penyembuhan.
2.7.2 Perilaku sakit
Diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu
yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan , sedangkan perilaku sehat
adalah tindakan yang dilalukan individu untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri, penjagaan
kesuburan melalui olahraga dan makanan bersih.
2.7.3 Perilaku sehat
Diperlihatkan oleh individual yang merasa dirinya sehat meskipun secara
medis belum tentu mereka betul-betul sehat. Sesuai dengan persepsi tenyang sakit
dan penyakit maka perilaku sakit dan sehat pun subjektif sifatnya. Persepsi
masyarakat tentang sehat sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur pengalaman
masa lalu disamping unsur sosial budaya. Sebaliknya petugas kesehatan berusaha
sedapat mungkin menerapkan ktriteria medis yang objektif berdasarkan gejala
yang tamoak guna mendiagnosis kondisi fisik individua( Endra, 2005).
Penilaian tentang kondisi kesehatan individual dapat dibedakan dalam 8
golongan sebagai berikut.
Dimensi Sosial
Tingkat Psikologi Medis Sosial
Normally well Baik Baik Baik
Pessimistic Sakit Baik Baik
Socially ill Baik Baik Sakit
Hypoehondrical Sakit Baik Sakit
Medically Baik Sakit Baik
Martyr Sakit Sakit Baik
Optimistic Baik Sakit Sakit
Seriously ill Sakit Sakit Sakit

Pengolonggan status kesehatan diatas menunjukkan bahwa penilaian


medis bukanlah merupakan satu- satunya kriteria yang menentukan tingkat
kesehatan seseorang, banyak kebedaan dimana individu dapat melakukan fungsi
sosialnya secara normal padahal secara medis menderita penyakit. Sebaliknya
tidak jarang pula individu merasa terganggu secara sosial psikologis. Adalah
secara medis mereka tergolongg sehat. Penilaian individu terhadap status
kesehatannya ini merupakan salah satu faktor yang menentukan perilaku nya,
perilaku sehat jika menganggap dirinya sehat dan perilaku sakit jika menganggap
dirinya sakit ( endra,2005).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengertian di atas dapat dipahami bahwa perbandingan
budaya mengandaikan bahwa ada sesuatu yang harus dibandingkan dan bahwa
setiap budaya sebenar nya tidaklah begitu unik, bahwa setiap budaya yang paralel
dengan kebudayaan lain tidakmemiliki makna yang begitu berarti. Berikut ini
adalah enam dimensi budaya yang dibangun oleh Hofstede dan beberapa peneliti
lain.
Konsep sehat sakit menurut antropologi kesehatan dipandang sebagai
suatu disiplin budaya yang memberi perhatian pada askes biologis dan sosial
budaya dari tingkah laku manusia. Sifat dari perilaku sehatsakit sendiri adalah
subjektif sehingga tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan
meningkatkan mutu kehidupan dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu
disamping unsur soail budya yang dapat mempengaruhi kesehatannya.
DAFTAR PUSTAKA

Hofstede, G. (2010). Culture’s Consequences – Comparing


Values, Behaviors,Institution, and Organizations Across Nations.
California: Sage Publications, Inc.

Hofstede, G. (2011). Dimensionalizing Cultures: The Hofstede Model in


Context.Netherlands: Universities of Mastricht and Tilburg.

Hofstede, G., Hofstede, G. J., & Minkov, M. (2010). Cultures and


Organizations:Software ofthe Mind (Rev. 3rd ed.). New York: McGraw-
Hill.

Siregar. 2002. Antropologi dan Konsep Keubdayaan. Dalam Jurnal Antropologi


Papua. Vol 1. Laboratorium Antropologi Jurusan Antropologi Fakultas I
lmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Cendrawasih.

Djoht. 2002. Tentang Ilmu Antropologi Kesehatan dalam Pembagunan Kesehatan


Papua. Dalam Jurnal Antropologi Papua. Vol 1. No 1. Laboratorium
Antropologi Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Cendrawasih.

Dumatubun. 2002. Kebudayaan Kesehatan Orang Papua dalam Perpektif


Antropologi Kesehatan. Dalam Jurnal Antropologi Papua. Vol 1. No 1.
Laboratorium Antropologi Jurusan Antropologi Fakiltas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas cendrawasih.

Endra. 2005. Paradigma Sakit. (online). (


http://ejournal.umma.ac.id/indek.php/sainmed/srticle/download/1012/1125
,diakes 8 september 2014)
.
Soejati. 2005. Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit dalam Konteks Sosial Budaya.
Jakarta: pusat Penelitian Eksologi Kesehatan, badan Penelitian
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.

Anda mungkin juga menyukai