1. Pengertian
Lanjut Usia Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses
perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. Usia lanjut merupakan
tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia
lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari (Notoatmodjo, 2007).
Lansia merupakan dua kesatuan fakta sosial dan biologi. Sebagai suatu fakta sosial,
lansia merupakan suatu proses penarikan diri seseorang dari berbagai status dalam suatu
struktur masyarakat. Secara fisik pertambahan usia dapat berarti semakin melemahnya
menusia secara fisik dan kesehatan (Prayitno, 2000)
Menurut Undang Undang RI No 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 19 ayat 1
bahwa manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan
biologis, fisik, kejiwaan dan sosial. Perubahan ini akan memberikan pengaruh pad seluruh
aspek kehidupan (Khoiriyah, 2011).
2. Batasan Lansia
WHO dalam Kunaifi (2009) membagi lansia menurut usia ke dalam empat kategori,
yaitu:
1. Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun
2. Lansia (elderly) : 60-74 tahun
3. Usia tua (old) : 75-89 tahun
4. Usia sangat lanjut (very old) : lebih dari 90 tahun
3. Klasifikasi Lansia
Menurut Maryam (2008), lima klasifikasi pada lansia antara lain:
a. Pra lansia Seseorang yang berusia 45-59 tahun
b. Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia resiko tinggi Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang
berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
d. Lansia potensial Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan
yang masih dapat menghasilkan barang/ jasa
e. Lansia tidak potensial Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain
4. Tipe Lansia
Menurut Maryam (2008), beberapa tipe lansia bergantung pada karakter, pengalaman
hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonominya. Tipe tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut:
a. Tipe arif bijaksana Kaya dengan hikmah, pengalaman menyesuaikan diri dengan
perubahan jaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan
b. Tipe mandiri Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru dan selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan
c. Tipe tidak puas Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak
menuntut
d. Tipe pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan
melakukan pekerjaan apa saja
e. Tipe bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif dan acuh tidak acuh
5.Mitos Lansia
1) Mitos kedamaian dan ketenangan
Kenyataan :
a. Sering ditemui stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan
karena penyakit
b. Depresi
c. Kekhawatiran
d. Paranoid
e. Masalah psikotik
2) Mitos konservatisme dan kemunduran
a. Konservatif
b. Tidak kreatif
c. Menolak inovasi
d. Berorientasi ke masa silam
e. Merindukan masa lalu
f. Kembali ke masa kanak-kanak
g. Susah berubah
h. Keras kepala
i. Cerewet
3) Mitos berpenyakitan
Lansia dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai oleh berbagai
penderitaan akibat bermacam penyakit yang menyertai proses manua.
4) Mitos semilitas
Lansia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh kerusakan bagian otak
5) Mitos tidak jatuh cinta
Lansia tidak lagi jatuh cinta dan gairah terhadap lawan jenis tidak ada atau sudah
berkurang
6) Mitos aseksualitas
Ada pandangan bahwa pada lansia, hubungan seksual itu menurun, minat, dorongan,
gairah, kebutuhan dan daya seks berkurang
7) Mitos ketidak produktifan
Lansia dipandang sebagai usia tidak produktif
6. Teori Penuaan
Ada empat teori pokok dari penuaan menurut Klatz dan Goldman, (2007), yaitu:
1) Teori Wear and Tear
Tubuh dan sel mengalami kerusakan karena telah banyak digunakan (overuse) dan
disalahgunakan (abuse).
2) Teori Neuroendokrin
Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh yaitu dimana
hormon yang dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus
telah menurun.
3) Teori Kontrol Genetik
Teori ini fokus pada genetik memprogram genetik DNA, dimana kita dilahirkan
dengan kode genetik yang unik, dimana penuaan dan usia hidup kita telah ditentukan
secara genetik.
4) Teori Radikal Bebas
Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi akumulasi
kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas sendiri
merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal
bebas memiliki sifat reaktivitas tinggi, karena kecenderungan menarik elektron dan
dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya atau
bertambahnya satu elektron pada molekul lain.
A Kemandirian dalam hal makan, berpindah tempat, kekamar kecil, berpakaian dan mandi
B Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari – hari, kecuali satu dari fungsi tersebut.
C Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari – hari, kecuali mandi dan satu fungsi
tersebut.
D Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari – hari, kecuali mandi, berpakaian dan satu
fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari – hari, kecuali mandi, berpakaian, kekamar
kecil dan satu fungsi tambahan
F Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari – hari, kecuali mandi, berpakaian, kekamar
kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan.
Lain – Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai C, D, E, F
Lain atau G
Dengan
No Kriteria Mandiri Tidak mampu
Bantuan
1 Makan 10
2 Minum 10
3 Berpindah dari kursi roda
10
ke tempat tidur, sebaliknya
4 Personal toilet (cuci muka,
menyisir rambut, gosok 10
gigi)
5 Keluar masuk toilet
(membuka pakaian, 10
menyeka tubuh, menyiram)
6 Mandi 10
7 Jalan di permukaan datar 5
8 Naik turun tangga 10
9 Mengenakan pakaian 10
10 Kontrol bowel (BAB) 10
11 Kontrol bladder (BAK) 10
12 Olah raga/Latihan 5
13 Rekreasi/pemanfaatan
10
waktu luang
20 : mandiri
12 -19 : ketergantungan ringan
9 – 11 : ketergantungan sedang
5–8 : ketergantungan berat
0 –4 : ketergantungan total
c. Pengkajian status kongnitif ( SPMSQ)
f. APGAR KELUARGA
NO. URAIAN FUNGSI SKORE
Analisa hasil
Skor 8-10 : fungsi sosial normal
Skor 5-7 : fungsi sosial cukup
Skor 0-4 : fungsi sosial kurang
LAPORAN PENAHULUAN PPOK
A. Pengertian
Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang
mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi
ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan
keluar udara paru-paru.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang menimbulkan
obstruksi saluran napas, termasuk didalamnya ialah asma, bronkitis kronis dan emfisema
pulmonum.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan
gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya
penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi
beberapa waktu.
Penyakit paru-paru obstruksi menahun merupakan suatu istilah yang digunakan
untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
B. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko yang terdapat
pada penderita antara lain:
1. Merokok sigaret yang berlangsung lama
2. Polusi udara
3. Infeksi peru berulang
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Ras
7. Defisiensi alfa-1 antitripsin
8. Defisiensi anti oksidan
Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling
memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.
C. Patofisiologi / Pathways
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan
elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut,
kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen
yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat
erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga
disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus
dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan
akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau
obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada
saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air
trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala
akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi
gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).
Faktor
predisposisi
Gangguan
metabolisme Gangguan
Hipoksemia jaringan pertukaran
gas
Metabolisme
anaerob
Insufisiensi/ga Pola
Produksi ATP gal napas napas
menurun tidak
efektif
Defisit energi
E. Pemeriksaan Diagnosis
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar
dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang
menebal.
b. Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi
juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak
perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab
infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid
untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran
lambat 1 – 2 liter/menit.
8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang
paling efektif.
c. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran
jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula.
e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita dengan
penyakit yang dideritanya.
G. Asuhan keperawatan.
1. Pengkajian
a. Riwayat atau adanya faktor predisposisi:
- Merokok merupakan faktor penyebab utama.
- Tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat.
- Riwayat alergi pada keluarga.
- Riwayat Asthma pada anak-anak.
b. Riwayat atau adanya faktor presipitasi/ pencetus:
- Alergen.
- Stress emosional.
- Aktivitas fisik yang berlebihan.
- Polusi udara.
- Infeksi saluran nafas.
c. Pemeriksaan fisik :
1) Manifestasi klinik Penyakit Paru Obstruktif Kronik :
Peningkatan dispnea.
Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi otot-otot abdominal,
mengangkat bahu saat inspirasi, nafas cuping hidung).
Penurunan bunyi nafas.
Takipnea.
2) Gejala yang menetap pada penyakit dasar:
a) Asthma
Batuk (mungkin produktif atau non produktif), dan perasaan dada
seperti terikat.
Mengi saat inspirasi maupun ekspirasi yang dapat terdengar tanpa
stetoskop.
Pernafasan cuping hidung.
Ketakutan dan diaforesis.
b) Bronkhitis
Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan, yang
biasanya terjadi pada pagi hari.
Inspirasi ronkhi kasar dan whezzing.
Sesak nafas
c) Bronkhitis (tahap lanjut)
Penampilan sianosis
Pembengkakan umum atau “blue bloaters” (disebabkan oleh edema
asistemik yang terjadi sebagai akibat dari kor pulmunal).
d) Emphysema
Penampilan fisik kurus dengan dada “barrel chest” (diameter
thoraks anterior posterior meningkat sebagai akibat hiperinflasi
paru-paru).
Fase ekspirasi memanjang.
e) Emphysema (tahap lanjut)
Hipoksemia dan hiperkapnia.
Penampilan sebagai “pink puffers”
Jari-jari tabuh.
d. Pemeriksaan diagnostik
1) Test faal paru
a) Kapasitas inspirasi menurun.
b) Volume residu: meningkat pada emphysema, bronkhitis dan asthma.
c) FEV1 selalu menurun = derajat obstruksi progresif Penyakit Paru
Obstruktif Kronik
d) FVC awal normal menurun pada bronchitis dan astma.
e) TLC normal sampai meningkat sedang (predominan pada emphysema).
2) Transfer gas (kapasitas difusi).
Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik Transfer gas relatif baik.
Pada emphysema : area permukaan gas menurun.
3) Darah:
Hb dan Hematokrit meningkat pada polisitemia sekunder.
Jumlah darah merah meningkat
Total IgE serum meningkat.
Analisa Gas Darah gagal nafas kronis.
Pulse oksimetri SaO2 oksigenasi menurun.
Elektrolit menurun oleh karena pemakaian diuretika pada cor pulmonale.
4) Analisa Gas Darah:
PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada astma. PH normal
asidosis, alkalosis respiratorik ringan.
5) Sputum:
Pemeriksaan gram kuman/ kultur adanya infeksi campuran.
Kuman patogen berlebih: Streptococcus pneumoniae, Hemophylus
influenzae, Moraxella catarrhalis.
6) Radiologi:
Thorax foto (AP dan lateral).
Hiperinflasi paru-paru, pembesaran jantung dan bendungan area paru.
Pada emphysema paru :
Distensi meningkat
Diafragma letak rendah dan mendatar.
Ruang udara retrosternal bertambah (foto lateral).
Jantung tampak memanjang dan menyempit.
7) Bronkogram: menunjukkan dilatasi bronkus, kolap bronkhiale pada ekspirasi
kuat.
8) EKG.
Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat Kor Pulmonal terdapat deviasi aksis ke kanan dan P-
pulmonal pada hantaran II, III dan aVF. Voltase QRS rendah. Di V1 rasio
R/S lebih dari 1 dan di V6 V1 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB
inkomplet.
9) Lain-lain perlu dikaji Berat badan, rata-rata intake cairan dan diet harian.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan
batuk, peningkatan produksi mukus/ peningkatan sekresi lendir.
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pembatasan jalan nafas,
kelelahan otot pernafasan, peningkatan produksi mukus atau spasme bronkus.
c) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik, ketidakseimbangan
antara suplay oksigen dan kebutuhan.
d) Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakadekuatan intake nutrisi sekunder terhadap peningkatan kerja
pernafasan atau kesulitan masukan oral sekunder dari anoreksia.
e) Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
f) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adequatnya
immunitas tubuh
g) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
kondisi, perkembangan dan perawatan penyakit dirumah.
3. Intervensi Keperawatan
DP: Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Tujuan dan kriteria hasil :
NOC: Respiratory status: Airway patency adequat, Ventilasi efektif, Aspiration
control efektif.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama (…x…) diharapkan kepatenen jalan
nafas pasien efektif, dengan kriteria hasil: tidak ada bunyi nafas tambahan, tidak
sesak, RR normal (35-40x/menit), tidak ada penggunaan otot bantu nafas, tidak ada
pernafasan cuping hidung, SpO2 >95%, dahak bisa keluar.
DP : Intoleransi Aktifitas
Tujuan dan kriteria hasil:
NOC: Self Care: ADL terpenuhi, Toleransi terhadap aktifitas meningkat.
Setelah dilakukan asuhan (..x..) diharapkan pasien mampu bertoleransi terhadap
aktifitas dengan kriteria hasil : mampu melakukan aktifitas ADL secara mandiri,
berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan tensi, nadi dan repirasi
rate, mampu menjaga keseimbangan aktifitas dan istirahat.
DP : Kurang Pengetahuan
Tujuan dan kriteria hasil:
NOC: Knowledge : Disease process adequat, Health behavior efective
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pengetahuan
keluarga memadai dengan kriteria hasil : keluarga mengerti dan memamahi penyakit
pasien , menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi, menunjukkan
perilaku hidup sehat