Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu penyebab keruntuhan pada lereng diakibatkan karena beban

gempa. Banyak metode penentuan sabilitas lereng dinamik yang selama ini

digunakan dalam perencanaan stabilitas lereng, tetapi masing – masing

mempunyai kelebihan dan kekurangan. Penelitian ini merupakan analisis

stabilitas lereng secara statik ekuivalen di mana percepatan gempa yang

sebenarnya bersifat tidak beraturan di rubah menjadi sebuah gaya horizontal.

Kelemahan dari metode ini selain tidak mewakili dari sifat gempa, juga

memerlukan faktor reduksi gempa yang sulit ditentukan. Metode yang lebih

realistis adalah metode analisis dinamik dengan metode elemen hingga, dimana

gaya gempa yang diaplikasikan berupa input motion gempa. Kelebihan dari

analisis dinamik dapat menghasilkan angka keamanan minimum selama waktu

gempa.Penelitian ini membandingkan analisis statik, statik ekuivalen dan

analisis dinamik pada suatu model timbunan dan galian pada kelas tanah keras,

tanah sedang, dan tanah lunak sesuai dengan RSNI-3-1726-2010 dengan

kedalaman tanah keras 30m dan 100m. Gempa yang diaplikasikan adalah gempa

srike-slip, dengan percepatan gempa pada tanah dasar 0,1g- 0,4g. Penelitian ini

juga menghitung faktor reduksi pada model timbunan dan galian yang dapat

digunakan untuk analisis statik ekuivalen sehingga faktor reduksi yang

dihasilkan mendekati faktor reduksi dengan cara dinamik.Hasil penelitian

berupa faktor keamanan statik dengan berbagai metode analisis, faktor

keamanan akibat gempa dengan metode statik ekivalen dan metode dinamik
serta nilai faktor reduksi akibat percepatan gempa 0,3g pada kasus timbunan dan

galian.

Permukaan tanah yang tidak selalu membentuk bidang datar atau mempunyai

perbedaan elevasi antara tempat yang satu dengan yang lain sehingga

membentuk suatu lereng (slope). Perbedaan elevasi tersebut pada kondisi

tertentu dapat menimbulkan kelongsoran lereng sehing- ga dibutuhkan suatu

analisis stabilitas lereng. Analisis stabilitas lereng mempu- nyai peran yang

sangat penting pada perencanaan konstruksi-konstruksi sipil. Kondisi tanah asli

yang tidak selalu sesuai dengan perencanaan yang diingin- kan misalnya lereng

yang terlalu curam sehingga dilakukan pemotongan bukit atau kondisi lain yang

membutuhkan timbunan dan lain sebagainya. Sehingga diperlukan analisis

stabilitas lereng yang lebih akurat agar diperoleh konstruksi lereng yang mantap.

Tingginya aktivitas gempa di Indonesia, maka perlu dilakukan analisa dinamis

dalam perencanaan bangunan. Studi tentang analisa dinamik banyak dilakukan

pada bangunan timbunan dan galian karena beban gempa mengacu pada

kelongsoran lereng timbunan dan galian, terutama menganalisa besarnya

deformasi dan angka keamanan yang terjadi akibat gempa.

B. Tujuan Praktikum

1. Menentukan orientasi bidang lemah pada lereng/terowongan tambang

2. Menentukan potensi longsoran/runtuhan yang akan terbentuk

3. Memberikan rekomendasi perencanaan lereng/terowongan tambang


BAB II
LANDASAN TEORI

Pada pertambangan dengan menggunakan metode tambang terbuka,

keberadaan sebuah lereng menjadi keharusan. Desain lereng merupakan seni dalam

menentukan keseimbangan antara kemiringan lereng dan keuntungan bagi

perusahaan tambang. Lereng yang semakin curam akan memaksimalkan perolehan

penambangan, namun meningkatkan resiko kestabilan lereng. Sebaliknya lereng

yang semakin landai akan menurunkan perolehan penambangan, namun

merendahkan resiko kestabilan lereng (lereng cenderung lebih stabil).

Bidang lemah adalah merupakan salah satu parameter penting dalam

kemantapan lereng, karena keberadaannya akan merubah batuan utuh menjadi

massa batuan dan karena itu kontinuitas kekuatannya menjadi terganggu. Tetapi

dalam analisis kemantapan lereng pada massa batuan, yang harus diperhatikan dan

diperhitungkan bukanlah keberadaan bidang lemah tersebut saja, tetapi dalam hal

ini kedudukan atau orientasi dari bidang-bidang lemah tersebut juga merupakan

faktor yang sangat penting, terutama untuk melakukan analisis terhadap jenis

longsoran, arah longsoran, serta besarnya gaya-gaya yang bekerja pada lereng

tersebut.

Untuk menyatakan kedudukan bidang lemah didalam dimensi ruang (agar

dapat dianalisis dengan mudah), maka untuk menentukan arah dipakai besaran

sudut terhadap posisi utara (azimuth), sedangkan untuk menentukan kemiringan

dipakai besaran sudut terhadap bidang datar.


1. Jurus/ kemiringan (strike/dip)

a. Jurus (srike) adalah arah (azimuth) dari suatu garis lurus yang

merupakan perpotongan antara bidang obyek dengan bidang datar,

ditulis sebagai N xx o E (atau cara lainnya). Dalam hal ini bidang

obyek berada di sebelah kanan.

b. Kemiringan (dip) besarnya sudut antara garis lurus pada bidang

obyek yang tegak lurus terhadap jurus dengan bidang datar. Jurus/

kemiringan (strike/ dip) ditulis sebagai : N xxoE/ yyo

2. Arah kemiringan (dip/ dip direction)

Orientasi dari suatu bidang obyek dapat juga dinyatakan sebagai

arah kemiringan (dip direction). Untuk itu maka sudut azimuth jurus

harus ditambah dengan 90 o, sehingga orientasi bidang diatas dapat

ditulis sebagai : N (xx + 90) oE/ yy o atau yang lebih populer ditulis :

yyo/ N (xx + 90) oE.

Dalam melakukan pengukuran kedudukan bidang lemah atau struktur ada 2

cara yang sering dipergunakan, yaitu metoda fotogrametri dan metoda pengukuran

dengan kompas geologi langsung di lapangan pada garis pengukuran (metoda scan

line). Dalam kuliah ini yang akan dibicarakan hanya metoda yang kedua yaitu

pengukuran dengan kompas pada garis pengukuran.

Untuk dapat melakukan pengukuran secara sistematik dan mengurangi

terjadinya pengukuran ulang adalah dengan menerapkan metoda garis pengukuran

(scan line). Dalam hal ini yang penting adalah bahwa jarak antara garis pengukuran

diusahakan sama dengan persistensi bidang lemah (panjang garis perpotongan


permukaan dengan bidang lemah). Tinggi garis pengukuran dari lantai pengukuran

paling tidak sama dengan ketinggian mata pengamat, panjang bentangan garis

pengukuran tidak kurang dari 10 X jarak kekar rata-rata di daerah tersebut dan

diusahakan tidak kurang dari 30 meter. Pengukuran strike/ dip dilakukan sepanjang

garis pengukuran yang bersangkutan dan sebaiknya dilakukan 2 X (maju dan

mundur).

Dalam suatu daerah/ blok/ permukaan tertentu, jumlah bidang lemah yang

diukur orientasinya bervariasi, tergantung pada kondisi dan sifat penyebar-annya.

Setelah pengukuran dilakukan pada beberapa scan line pada suatu blok tertentu (±

100 hasil pengukuran), maka perlu dilakukan plotting + pembuatan kontur kutub

(pole) bidang lemah tersebut pada stereo net (Schmidt net/ equal area net) di

lapangan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah hasil pengukuran yang telah

dilakukan sudah mencukupi atau belum.

Jika hasil plotting belum menunjukkan suatu pola tertentu (≥ 20 %) maka

ditambah dengan 300 pengukuran berikutnya dan 400 hasil pengukuran tersebut

diplot/ kontur lagi sampai didapatkan pola orientasi yang jelas. Tetapi, kalau sampai

dengan 600 pengukuran atau lebih hasilnya tetap tidak menunjukkan pola tertentu

(tersebar merata pada stereo net), maka pengukuran untuk blok tersebut dapat

dianggap cukup.
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

1. Kompas Geologi

2. Papan Jalan

3. Pita Ukur

B. Langkah Kerja

1. Persiapkan peralatan pengukuran

2. Ukur strike bidang lemah dengan cara : Tempelkan sisi E (east) pada papan

jalan, geser-gesesr hingga gelembung udara dalam Bull’s eye level masuk

ke dalam lingkaran

3. Tunggu hingga jarum kompas stabil tidak bergerak, terakhir amati sudut

yang ditunjuk arah utara, lalu tuliskan sesuai dengan petunjuk N__oE

4. Untuk mengukur kemiringan bidang lemah. Tempelkan sisi W (west) badan

kompas usahakan membentuk sudut 90o terhadap strike

5. Clinometer level diputar-putar sampai gelembung udara berada di antara

garis dalam clinometer level ditengah-tengah

6. Baca sudut dalam clinometer scale.


C. Hasil Pengukuran

No Strike (Jurus) Dip (Kemiringan)


1 N 850 E 410
2 N 1050 E 400
3 N 2810 E 850
4 N 1050 E 850
5 N 2600 E 550
6 N 920 E 530
7 N 2810 E 420
8 N 850 E 750
9 N 950 E 220
10 N 2750 E 250
11 N 970 E 190
12 N 2700 E 880
13 N 2600 E 480
14 N 2760 E 670
15 N 2780 E 740
BAB IV
PEMBAHASAN

Strike merupakan garis yang terbentuk dari perpotongan bidang planar

dengan bidang horizontal yang ditinjau dari arah utara. Sedangkan Dip adalah sudut

yang dibentuk antara bidang planar dan bidang horizontal yang arahnya tegak lurus

dari garis strike.

Gambar 1. Strike dan Dip

Strike dan Dip dapat diukur dengan menggunakan kompas geologi. Kompas

geologi mumpuni untuk mengukur strike dan dip karena memiliki klinometer dan

juga bulls eye. Klinometer adalah rangkaian alat yang berguna untuk mengukur

kemiringan dan bulls eye adalah tabung isi gelembung udara yang berguna untuk

memposisikan kompas geologi agar menjadi horizontal.

Gambar 2. Kompas Geologi


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Strike and dip adalah bagian dari parameter pengukuran bidang lemah, yang

mana strike ini adalah penjuruan arah lereng tersebut, dan dip adalah derajat

kemiringan yang dibentuk antara kekar dengan bidang bantu seperti papan jalan.

Pada pengukuran strike, mata angin yang mengarah ke kekar adalah timur,

sedangkan dalam pengukuran Dip, menggunakan bidang bantu yang mana arah

mata angin barat bertempelan dengan bidang bantu, sehingga pembacaan dip

dapat diketahui.

Kita bisa mengetahui bidang lemah dengan menggunakan bantuan program

Dips maupun manual dengan menggunakan kertas kalkir dan stereonet, dengan

memasukan hasil strike and dip yang sudah didapat tiap kekarnya

B. Saran

Pada saat mengukur strike dan dip, usahakan gelembung nivo nya tepat

berada ditengah agar tidak terjadi kesalahan pada saat membaca koordinatnya nanti.

Serta selalu teliti dalam melihat angka pada koordinat kompas (strike) dan sudut

kemiringannya (dip)
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/document/251139112/Strike-Dan-Dip-Lapisan-Batuan
Nuryanto, dan Wulandari, S. 2012. ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN
METODE KESETIMBANGAN BATAS (LIMIT EQUILIBRIUM) DAN
ELEMEN HINGGA (FINITE ELEMENT). DEPOK: KAMPUS G
GUNADARMA.

Anda mungkin juga menyukai