Anda di halaman 1dari 9

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11

PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA


5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

tenggara, sedangkan sesar normal relatif berarah barat - timur. Sesar-sesar tersebut umumnya
terjadi pada batuan Formasi Kerek, Formasi Kalibening dan Formasi Damar yang berumur
kuarter dan tersier. Geseran-geseran intensif sering terlihat pada batuan napal dan batu
lempung, yang terlihat jelas pada Formasi Kalibiuk di daerah Manyaran dan Tinjomoyo.
Struktur sesar ini merupakan salah satu penyebab daerah tersebut mempunyai jalur “lemah”,
sehingga daerahnya mudah tererosi dan terjadi gerakan tanah.

2. Metode Penelitian
2.1. Teknik Pengumpulan Informasi
Paper ini ditulis berdasarkan data yang diperoleh secara langsung di lapangan
melalui pemetaan geologi teknik dan didukung dengan data sekunder yang akurat.

2.2.Teknik Pengolahan Data


Data yang telah dikumpulkan masih merupakan bahan mentah atau data kasar yang
perlu diolah terlebih dahulu supaya dapat dimanfaatkan secara lebih. Agar analisis
penelelitian dapat menghasilkan karya yang dapat dimanfaatkan secara luas diperlukan
tahapan pengolahan data antara lain:
a. Pemeriksaan data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diperiksa apakah sudah lengkap agar
dapat menguatkan pendapat yang akan disampaikan pada paper ini.
b. Analis data
Data yang telah didapatkan kemudian dianalisis secara kuantitatif atau secara
matematis sehingga mendapatkan hasil yang objektif yang kemudian dilanjutkan
dengan analisis kualitatif atau menyampaikan pendapat pribadi berdasarkan data-data
yang telah didapatkan.
c. Penarikan kesimpulan
Data yang telah dianalis kemudian ditarik kesimpulan sehingga dapat
menghasilkan suatu inovasi baru yang kemungkinan dapat diterapkan atau diteliti
lebih jauh.

3. Data
Kondisi daerah pengamatan meliputi kondisi geomorfologi, kondisi tanah/batuan
penyusun lereng, kondisi iklim, kondisi hidrologi lereng, vegetasi dan tata guna lahan. Daerah
pengamatan terletak pada koordinat 434437 9220731 yaitu pada daerah Gunungpati dan juga
pada koordinat 437082 9222439 yaitu pada daerah Jangli. STA pada daerah Gunungpati
memiliki kondisi geomorfologi berupa kemiringan lereng yang cukup curam yaitu slopenya
berkisar 65o dengan tinggi lereng ± 8m, litologi penyusun lereng berupa dominan
batulempung yang sudah mengalami pelapukan yang cukup intensif. Karena masih termasuk
daerah beriklim tropis sehingga daerah ini memiliki curah hujan yang tinggi sehingga sangat
mendukung terjadinya proses pelapukan batuan pada lereng. STA ini berada di pinggir sungai
sehingga memungkinkan bahwa air permukaan akan sangat mempengaruhi terhadap kuat
geser tanah yang menyebabkan gerakan tanah dapat terjadi. Air yang masuk kedalam pori-
pori tanah akan mengurangi daya ikat antar butir (kohesi) sehingga saat ada faktor pemicu
lain akan menyebabkan terjadinya gerakan tanah. Pada daerah Jangli juga memiliki lereng
yang sangat curam dengan ketinggian lereng ± 7m, slopenya berkisar 45o. Litologi penyusun
lereng berupa lapukan batuan breksi vulkanik. Curah hujan tinggi, sama seperti pada daerah
Gunung Pati sehingga sangat mendukung terjadinya proses pelapukan pada batuan. STA ini
65
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

juga dekat dengan aliran sungai, sehingga diinterpretasi air permukaan juga sangat
mempegaruhi gerakan tanah yang terjadi pada daerah ini.

4. Hasil dan Pembahasan


4.1.Hasil Analisis dengan Menggunakan Software Slide dan Roclab
Berdasarkan pemetaan dan hasil analisis yang telah dilakukan, terdapat beberapa titik
potensi gerakan tanah. Melalui hasil analisis kestabilan lereng menggunakan software
Slide dan Roclab diketahui bahwa nilai FK dari STA daerah Jangli (437082; 9222439)
yang merupakan daerah lapukan breksi vulkanik dengan metode Bishop simplified adalah
1,057. Data tersebut menunjukkan bahwa kondisi lereng pada daerah Jangli adalah labil
(akan terjadi longsor) (Boules, 1989), hal ini karena nilai FK yang diperoleh lebih kecil
dari 1,25. Kemudian, pada STA daerah Gunungpati (434437; 9220731) yang merupakan
daerah berlitologi batulempung diketahui bahwa nilai FK dengan metode Bishop
simplified adalah 4,370. Data tersebut menunjukkan bahwa kondisi lereng pada daerah
Gunungpati adalah stabil (Boules, 1989), hal ini karena nilai FK yang diperoleh lebih
besar dari 1,25. Meskipun tergolong lereng stabil tetapi kondisi di lapangan menunjukkan
adanya rock fall pada lokasi ini.

4.2.Bagian-bagian Longsor dan Jenisnya


Pada STA daerah Gunungpati gerakan tanah yang terjadi pada daerah ini dipicu oleh
beberapa hal. Faktor pemicu pergerakan tanah yang terlihat pada STA ini adalah adanya
rekahan-rekahan pada batuan dinding dan sesar-sesar sinistral yang menjadi bidang
lemah. Dari karakteristik gerakan tanah yang terlihat dapat diinterpretasi bahwa jenis
gerakan tanah pada daerah Gunungpati termasuk ke dalam rock fall/ runtuhan batuan
(Varnesh, 1878) dimana massa tanah yang bergerak/ lepas dari batuan induknya masih
berupa batuan. Penyebab terjadinya jatuhan/runtuhan batuan ini diinterpretasi karena
slope lereng yang curam/tinggi serta adanya bidang diskontinuitas seperi sesar dan kekar
pada tubuh batuan.
Sedangkan STA daerah Jangli gerakan tanah dipicu oleh dua faktor utama yaitu
faktor pemicu yang bersifat alamiah dari hujan dan non alamiah dari getaran. Air hujan
pada daerah ini terkonsentrasi pada aliran sungai yang jaraknya relatif dekat dengan area
longsoran. Kondisi air permukaan ini akan menyebabkan kohesi antar material penysusun
menjadi kecil sehingga tanah mudah bergerak ke bawah menuruni lereng. Pada daerah
Jangli, dilihat dari karakteristik gerakan tanah nya termasuk kedalam jenis longsoran
rotasi (Varnesh, 1878) atau longsoran busur (Markland, 1972). Diinterpretasi sebagai
longsor busur dilihat bidang luncurnya yang berbentuk busur. Hampir sama juga dengan
longsor rotasi yaitu bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk
cekung.

4.3.Faktor Pemicu Gerakan Tanah


Pada STA daerah Gunungpati gerakan tanah yang terjadi pada daerah ini dipicu oleh
beberapa hal. Faktor pemicu pergerakan tanah yang terlihat pada STA ini adalah adanya
rekahan-rekahan pada batuan dinding dan sesar-sesar sinistral yang menjadi bidang
lemah. Bidang-bidang lemah ini ketika dilalui oleh air hujan menjadi rentan terjadi
gerakan tanah, selain itu dekatnya lokasi ini dengan aliran sungai memungkinkan bahwa
air permukaan akan sangat mempengaruhi terhadap kuat geser tanah. Ketika kondisi
lereng jenuh akan air maka kohesi antar material penyusun menjadi kecil sehingga tanah
mudah bergerak ke bawah menuruni lereng.
Kemudian, pada STA daerah Jangli gerakan tanah dipicu oleh dua faktor utama yaitu
faktor pemicu yang bersifat alamiah dari hujan dan non alamiah dari getaran. Air hujan
66
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

pada daerah ini terkonsentrasi pada aliran sungai yang jaraknya relatif dekat dengan area
longsoran. Kondisi air permukaan ini akan menyebabkan kohesi antar material penysusun
menjadi kecil sehingga tanah mudah bergerak ke bawah menuruni lereng. Selain itu pada
daerah ini kondisi lereng berdekatan dengan jalan raya, kondisi ini memicu adanya
getaran dari kendaraan yang melewati jalan tersebut. Getaran inilah yang melemahkan
dan memutus hubungan antar butir partikel-partikel peyusun tanah pada lereng.

4.4.Rekomendasi Penanggulangan yang Sesuai


Pada gambar 5 yang merupakan titik longsor di daerah Gunungpati, dapat dilihat
bahwa daerah ini memiliki kemiringan lereng yang cukup curam ( slope 65 derajat),
pengaruh aliran sungai secara langsung serta banyaknya bidang diskontinuitas, sehingga
berpotensi besar terhadap proses pergerakan tanah. Oleh karena itu perlu dilakukan
perngubahan orientasi bidang longsor, dengan memperkuat daerah ujung longsor atau
daerah akumulasi sedemikian sehingga bagian top soil yang runtuh dapat ditopang pada
bagian bawah (permukaan batas sungai) dan bagian top soil yang merupakan mahkota
longsor. Hal ini ditinjau berdasarkan tipe longsoran yaitu berupa Rock fall dengan bagian
tengah yang relatif stabil.
Berdasarkan jenis dan kondisi longsoran tersebut dapat dilakukan salah satunya
rekayasa menggunakan pembuatan struktur permukaan yang bertujuan untuk menambah
gaya yang menahan terjadinya gerakan tanah. Dapat dengan menambah bongkah
bongkah batuan yang memiliki ciri resisten dan permeabilitas tinggi sehingga tidak
mudah untuk dilewati air dan dinding penahan (pembuatan bronjong).
Pada gambar 6 yang merupakan titik longsor berlokasi di daerah Jangli. STA ini
memiliki sope yang sangat curam sehingga diinterpretasi merupakan salah satu faktor
yang meningkatkan potensi longsor pada lokasi ini. Potensi longsor ini kemungkinan
dapat diatasi dengan rekayasa pembuatan penahan lereng (shotcrete) yang dibuat dengan
cara stepping/benching. Hal ini bertujuan untuk menahan massa tanah dan mengalirkan
air melalui pipa-pipa saat masuk melewati tanah. Tujuan dibuatnya stepping adallah
untuk mengatasi keadaan lereng yang curam karena pada penanganan sebelumnya pada
lokasi ini, pembuatan dinding penahan tanpa stepping tetap tidak dapat mengatasi potensi
longsor karena roboh.

5. Kesimpulan
Daerah pengamatan terletak pada daerah Gunungpati dan daerah Jangli. kondisi lereng
pada daerah Jangli adalah labil (akan terjadi longsor) (Boules, 1989), hal ini karena nilai FK
yang diperoleh lebih kecil dari 1,25. Kemudian, pada STA daerah Gunungpati yang
merupakan daerah berlitologi batulempung diketahui bahwa nilai FK dengan metode Bishop
simplified adalah 4,370. Data tersebut menunjukkan bahwa kondisi lereng pada daerah
Gunungpati adalah stabil (Boules, 1989), hal ini karena nilai FK yang diperoleh lebih besar
dari 1,25. Meskipun tergolong lereng stabil tetapi kondisi di lapangan menunjukkan adanya
rock fall pada lokasi ini. dapat diinterpretasi bahwa jenis gerakan tanah pada daerah
Gunungpati termasuk ke dalam rock fall/ runtuhan batuan (Varnesh, 1878) dimana massa
tanah yang bergerak/ lepas dari batuan induknya masih berupa batuan. STA daerah Jangli
gerakan tanah dipicu oleh dua faktor utama yaitu faktor pemicu yang bersifat alamiah dari
hujan dan non alamiah dari getaran. Sehingga untuk menanggulangi dibuatkan rekomendasi
penanggulangan pada STA Gunungpati dapat dengan menambah bongkah bongkah batuan
yang memiliki ciri resisten dan permeabilitas tinggi sehingga tidak mudah untuk dilewati air
dan dinding penahan (pembuatan bronjong) dan pada STA Jangli ini karena memiliki sope
yang sangat curam sehingga kemungkinan dapat diatasi dengan rekayasa pembuatan penahan
67
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

lereng (shotcrete) yang dibuat dengan cara stepping/benching. Berdasarkan hasil pemetaan
geologi teknik dapat disimpulkan daerah yang memiliki zona kerentanan gerakan tanah tinggi
utamanya berada pada daerah yang berlitologi batulempung.

Acknowledgements
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Departemen Teknik Geologi
Universitas Diponegoro, khususnya kepada Bapak Najib, ST., M. Eng., Ph.D selaku Kepala
Departemen dan Ibu Narulita Santi, S.T., M. Eng yang telah memberikan banyak ilmu dan
bantuan dalam penelitian ini. Tak lupa, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada
Seminar Nasional Kebumian Ke-11 Tahun 2018 yang telah mempublikasikan penelitian ini.

Daftar Pustaka
Barus, B. (1999). Pemetaan Bahaya Longsoran Berdasarkan Klasifikasi Statistik Peubah
TunggalMenggunakan SIG. Jurnal Ilmu Tanah dan Bangunan. Bogor. Vol 2, hal 1.
Blanco, H. and R. Lal. (2008). Principles Of Soil Conservation and Management. Springer.
NewYork.
ESDM. (2009). Peta Kerentanan Gerakan Tanah Kota Semarang. Semarang: ESDM.
FAO. (1997). A framework for Land Evaluation. Soil Bulletin 32. Rome. 72 p
Hardiyatmo, Hary Christady. (2006). Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Thanden, R.E.,H. Sumardiredja, P.W. Richards, Sutis, K., T.C. Amin. (1996). Peta Geologi
Lembar Magelang dan Semarang, Jawa Tengah, skala 1 : 100.000. Direktorat
Geologi, Bandung

68
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 1. Diagram Alir Metodologi Penelitian.

69
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 2. Peta Geologi Teknik Daerah Penelitian.

Gambar 3. Hasil Analisis Kestabilan Lereng Pada Daerah Gunungpati.

70
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 4. Hasil Analisis Kestabilan Lereng Pada Daerah Jangli.

Mahkota
Longsor

Tubuh Batuan
Induk

Tubuh
Utama

Ujung/Kaki Longsor

Gambar 5. Gerakan Tanah Daerah Gunungpati.

Gambar 6. Gerakan Tanah Derah Jangli.

71
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

STUDI KARAKTERISTIK ANDESIT BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI


DAN SIFAT KETEKNIKAN BATUAN SEBAGAI BAHAN BANGUNAN DI DAERAH
MAYANG, KECAMATAN CISALAK, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT
Wisonir1*
D. Agung Senjha Anugrah2
Putu Oka Dharma Kusuma3
Dini Refiyanti4
Rizky Gama Mukti5
Paramitha Tedja Trisnaning6
1
Jurusan Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional, Yogyakarta 55281
2
Jurusan Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional, Yogyakarta 55281
3
Jurusan Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional, Yogyakarta 55281
4
Jurusan Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional, Yogyakarta 55281
5
Jurusan Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional, Yogyakarta 55281
6Dosen Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional, Yogyakarta 55281

*corresponding author: wisonir@gmail.com

ABSTRAK
Lokasi penelitian terletak di Desa Mayang, Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa
Barat. Desa Mayang mempunyai litologi berupa andesit dan telah ditambang secara tradisional oleh
masyarakat sekitar tetapi pemanfaatannya masih belum optimal. Penelitian ini bertujuan untuk
mengoptimalkan pemanfaatan andesit. Penelitian dilaksanakan dengan melakukan pemetaan geologi
permukaan skala 1:25.000 serta pengambilan sampel. Analisis petrografi dilakukan untuk mnenetukan
kualitas batuan andesit berdasarkan mineral penyusunnya sedangkan analisis nilai kuat tekan batuan
dilakukan untuk mengetahui sifat keteknikan batuan yang akan berpengaruh pada penggunaannya.
Hasil analisis petrografi menunjukkan batuan beku andesit di daerah penelitian tersusun atas mineral-
mineral yang memiliki tingkat resistensi yang baik pada batuan antara lain plagioklas, olivin, piroksen,
hornblenda, dan andesin. Hasil uji kuat tekan batuan andesit pada kode sampel (LP1) sebesar 998,46
kg/cm2 ; kode sampel (LP2) sebesar 2059 kg/cm2 ; dan kode sampel (LP3) sebesar 1214,98 kg/cm2.
Berdasarkan nilai kuat tekan, satuan batuan termasuk dalam klasifikasi Very Strong (Bieniawski, 1989)
dengan nilai kuat tekan rata-rata 1424,147 kg/cm2. Berdasarkan syarat mutu batu alam untuk bahan
bangunan (SNI 03-0394-1989), andesit di daerah penelitian dapat dimanfaatkan sebagai bahan pondasi
bangunan, batu tepi jalan, penutup lantai, serta tonggak dalam kegiatan konstruksi. Berdasarkan
Standar Industri Indonesia (SII 0378-80), andesit di daerah penelitian dapat dimanfaatkan pula sebagai
bahan bangunan beton konstruksi jalan.
Kata Kunci : kuat tekan, andesit, petrografi, desa mayang, bahan bangunan

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki kondisi geologi yang sangat komplek.
Keunikan dan kerumitan kondisi geologi di Indonesia sangat menarik untuk dikaji dan
dipelajari, karena produk dari proses-proses geologi tersebut memiliki potensi untuk
dimanfaatkan demi kamaslahatan bersama. Salah satu hasil atau produk dari proses-proses
geologi yang terjadi tersebut adalah terbentuknya berbagai macam mineral dan batuan yang
sangat beragam di seluruh penjuru nusantara ini. Berbagai kegunaan dari mineral dan batuan
ini telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia baik untuk keperluan keilmuan
maupun untuk keperluan keteknikan. Untuk keperluan keilmuan, mineral dan batuan tersebut
banyak diteliti guna mencari tahu proses terbentuknya, sifat-sifat mekaniknya, serta
mengungkap berbagai fenomena yang terjadi berkaitan dengan mineral maupun batuan
72
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
tersebut. Sedangkan untuk keperluan keteknikan dapat ditambang atau digunakan sebagai
bahan bangunan maupun sebagai fondasi untuk menopang suatu bangunan.
Pemanfaatan batu andesit yang dilakukan oleh penduduk sekitar daerah Cisalak dan
sekitarnya biasanya dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan jalan dan pondasi rumah. Uji
kuat tekan batuan dilakukan untuk mengetahuai sifat mekanik batuan yang berkaitan dengan
ketahanannya terhadap gaya yang dikenai pada batuan tersebut. Mengunakan data-data seperti
ukuran contoh batuan, besar beban yang dikenai, serta waktu runtuh/hancur batuan maka
dapat diketahui seberapa besar batas tegangan dari batuan tersebut agar runtuh. Berdasarkan
informasi mengenai sifat mekanik batuan, dapat dimanfaatkan dalam bidang keteknikan
seperti fondasi bangunan, agregat pembutan beton, terowongan, serta jalan raya dan analisis
petrografi untuk mengetahui komposisi mineral dalam batuan beku andesit.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian ini yaitu melakukan uji kuat tekan pada batu andesit dengan
memberikan besar gaya yang berbeda pada tiap sampel sehingga diketahui ketahanan dari
sampel serta pengujian petrografi dalam sayatan tipis. Uji kuat tekan batuan dilakukan untuk
mengetahui sifat mekanik batuan yang berkaitan dengan ketahanannya terhadap gaya yang
dikenai pada batuan tersebut. Mengunakan data-data seperti ukuran contoh batuan, besar
beban yang dikenai dan hasilnya dikorelasikan dengan analisis petrografi serta dimasukkan
kedalam klasifikasi yang ada. Tujuan dari penilitian ini adalah untuk mengetahui sifat
keteknikan batuan ditinjau dari kuat tekan dan mekanik batuan. Selain itu, untuk memberikan
informasi kelayakan dan optimalisasi manfaat jenis batu andesit sebagai bahan baku
bangunan.

2. Metode Penelitian
2.1 Metode Kuantitatif
Metode kuantitatif adalah metode untuk mengetahui gambaran nyata dari hasil suatu
pengamatan di lapangan. Secara deskriptif lava andesit andesit yang diteliti. Metode ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran secara umum penyebaran lava andesit di lapangan
yang akhirnya dapat di ketahui kualitas yang paling baik berdasarkan pada kuat tekannya.
2.2 Metode Kualitatif
Metode ini adalah suatu metode untuk mengetahui kualitas suatu bahan (batuan) yang
hasilnya didapatkan setelah dilakukan suatu analisis. Analisis di lakukan di laboratorium
Balai Penguji, Informasi Pemukiman dan Bangunan dan Pengembangan Jasa Konstruksi
(Balai PIPBPJK) Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tes ini bertujuan untuk mengetahui nilai kuat tekan dari lava andesit tersebut.

3. Data
Dalam pengambilan data kuat tekan, terlebih dahulu dilakukan pemotongan pada sampel
menggunakan mesin pemotong batu dengan bentuk kubus berukuran 5 x 5 x 5 cm sebanyak
tiga buah. Kemudian panjang rusuk-rusuk sampel yang telah dipotong diukur kembali
menggunakan mistar untuk mengetahui geometri sebenarnya dari sampel dan sejauh mana
penyimpangannya terhadap ukuran seharusnya (5 x 5 x 5 cm). Pengujian dilakukan di
Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Badan Penelitian Dan Pengembangan
Pusat Penelitian Dan Pengembangan Sumber Daya Air (Laboratorium Sabo).

73

Anda mungkin juga menyukai