Anda di halaman 1dari 13

Kisi-kisi

UTS Prof. Santun



1. Rumus land rent, pada jarak berapa komoditi paling untung di wilayah
itu?

2. Kenapa menyusun tata ruang perlu berhirarki?
Konsep hirarkis dalam penyusunan dokumen rencana tata ruang
digunakan dengan tujuan agar fungsi yang ditetapkan antar-dokumen
tata ruang tetap sinergis dan tidak saling bertentangan karena
dokumen tata ruang yang berlaku pada lingkup mikro merupakan
penjabaran dan pendetilan dari rencana tata ruang yang berlaku pada
wilayah yang lebih makro. Sebagai contoh, RTRWN menetapkan
kawasan Lhokseumawe dan sekitarnya sebagai Pusat Kegiatan
Nasional (PKN) dengan fungsi utama untuk pengembangan kegiatan
industri. Kebijakan ini selanjutnya diterjemahkan secara detil melalui
pengalokasian fungsi ruang dan pengembangan infrastruktur
pendukung kegiatan industri di dalam dokumen RTRW Provinsi Aceh,
RTRW Kabupaten Aceh Utara, dan RDTR Kawasan Perkotaan Krueng
Geukueh.

3. Struktur ruang bisa berubah karena waktu, kenapa? Berikan contoh!
• Karena jumlah penduduk semakin bertambah
• Penduduk makhluk yang dinamis
• Terjadi pemekaran wilayah
• Kerusakan lingkungan (teori historis)
• Contoh: Daerah yang menjadi pusat kegiatan dalam kurun waktu
yang lama akan mengalami kerusakan lingkungan, akibatnya
sejumlah penduduk akan pindah ke daerah pinggiran yang masih
asri dan alami (lihat garis yang menunjuk keluar). Kerusakan
lingkungan di daerah pusat kegiatan ini akan mengundang
pemerintah setempat untuk melakukan perbaikan sehingga ketika
dirasa telah lebih baik, hal ini akan mengundang sejumlah
masyarakat untuk tinggal di dekat wilayah pusat kegiatan. Beberapa
alasannya adalah karena mudahnya tranportasi, banyaknya pusat
perbelanjaan dan fasilitas umum lainnya (lihat garis yang menunjuk
ke dalam).
• Perbaikan terus di lakukan dimana yang awalnya hanya di lakukan
pada wilayah 1 (pusat kegiatan) kemudian merambat ke wilayah 2,
3 dan seterusnya. Tentunya ini akan menarik masyarakat untuk
memindahkan tempat tinggalnya dari wilayah 1 ke wilayah yang
lebih tinggi sehingga terjadilah perubahan tempat tinggal. Beberapa
alasannya pada umumnya karena wilayah pusat kegiatan sangat
padat penduduk sehingga tidak begitu nyaman.

4. Bentuk kampung berbeda 1 dengan wilayah lainnya, berikan contoh!
Karakter perdesaan berbeda antara satu lokasi dengan lokasi lain
tergantung pada:
• Ekonomi tradisional masyarakat perdesaan;
• Ketersediaan fasilitas utama (seperti sekolah, puskesmas, sarana
angkutan umum, dan permukiman); dan
• Lokasi atau tipe dari kawasan kritis dan kawasan yang memiliki
sumberdaya alam. Sebagai contoh, dominasi pertanian sawah di
satu desa, sedangkan desa lainnya didominasi kegiatan perikanan
atau perkebunan.
5. Jika ditinjau dari teori lokasi, mengapa lokasi industri mie instan
mengambil tempat di pulau jawa? Berikan contoh!
• Teori lokasi industri yang dikemukakan oleh Alfred Weber adalah
memperhitungkan beberapa faktor spasial (mengenai ruang
/tempat) untuk menemukan lokasi yang optimal dan biaya yang
minimal untuk pembanguan pabrik. Menurut Alfred Weber, faktor
penentu lokasi Industri dapat digolongkan menjadi dua faktor
utama yaitu Faktor Regional dan Faktor Aglomerasi/Deglomerasi.
Secara umum, faktor-faktor untuk menentukan lokasi industri dapat
dibedakan menjadi faktor pokok dan faktor tambahan, sebagai
berikut:
• faktor pokok, meliputi lokasi bahan baku, sumber tenaga kerja,
biaya angkutan, daerah pemasaran serta sumber energi.
• faktor tambahan, meliputi iklim, kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang industri serta ketersediaan air.

Bahan Mentah
• Bahan mentah menjadi faktor penentu lokasi industri yang penting
karena bahan mentah adalah bahan dasar dalam menghasilkan
suatu barang atau produk. Suatu industri jelas tidak bisa
menjalankan proses produksinya ketika tidak terdapat bahan
mentahnya,
• Oleh karena itu, kelancaran proses produksi dan efisiensinya
bergantung pada bahan mentah ini. Ketika suatu lokasi industri
dekat dengan akses bahan mentah yang melimpah jumlahnya,
kelancaran produksi akan lebih terjamin. Sebaliknya, jika lokasinya
jauh dari akses bahan mentah, produksi akan terhambat.
• Sebagai contoh, lokasi industri semen idealnya dekat dengan
penghasil batu lempung yang mengandung kapur karena bahan
mentah semen adalah kapur. Dengan demikian, proses produksi
bisa berjalan lebih lancar karena lebih mudah mengakses kapur
sebagai bahan mentahnya.
• Begitu pula industri minyak kelapa sawit harus dekat dengan akses
bahan baku kelapa sawit, industri susu dan keju harus berada dekat
dengan wilayah yang terdapat peternakan sapi perah.

Sumber Daya Tenaga
• Sumber daya atau sumber energi yang dimaksud di sini adalah yang
berhubungan dengan energi yang dibutuhkan untuk proses
produksi. Misalnya seperti tenaga air atau pelistrikan yang
fungsinya untuk menggerakkan mesin-mesin industri.
• Bahan penggerak mesin atau sumber daya tenaga ini juga dapat
berupa mesin dan gas. Sehubungan dengan sumber daya tenaga ini,
suatu lokasi industri idealnya ditempatkan di pantai atau pelabuhan
yang dekat dengan jalur perdagangan minyak bumi dan gas.

Tenaga Kerja
• Tenaga kerja adalah pihak atau orang yang menjalankan aktivitas
kegiatan industri. Dalam hal ini, lokasi industri harus
memperhatikan bagaimana suplai tenaga kerja yang berhubungan
dengan kualitas dan kuantitas tenaga kerja.
• Kualitas berarti tenaga kerja yang direkrut harus berdasarkan pada
keterampilan teknik tertentu dan kuantitas berarti berkaitan
dengan jumlah tenaga kerja yang direkrut.
• Ada industri yang membutuhkan jumlah tenaga kerja banyak dan
ada juga yang membutuhkan jumlah tenaga kerja sedikit. Jika suatu
industri membutuhkan suplai tenaga kerja yang banyak, industri
perlu diletakkan di daerah dengan ketersediaan jumlah penduduk/
tenaga kerja yang banyak agar biaya upah tenaga kerja tidak mahal.

Pemasaran
• Suatu industri dibangun dengan tujuan utama untuk memproduksi
barang yang dapat dijual di pasaran. Karenanya, pemasaran adalah
hal penting dalam industri. Pemasaran akan lancar tergantung pada
dua hal, yakni luasan pemasaran yang menyangkut omset pasar dan
kekuatan jual beli di pasaran.
• Untuk itu, lokasi industri harus mempertimbangkan akses daerah
pemasarannya. Jika suatu hasil produksi cenderung cepat rusak,
lokasi industri harus diletakkan dekat dengan daerah pemasaran.
Jika hasil produksi tahan lama, penentuan lokasi industri bisa
diletakkan di mana saja.

Transportasi
• Industri akan membutuhkan transportasi untuk memperlancar
kinerjanya, baik melalui air, darat maupun udara. Transportasi
dibutuhkan untuk mendatangkan bahan mentah serta mengirimkan
hasil produksi ke pasar.
• Jadi, lokasi industri harus memiliki dukungan sistem transportasi
yang memadai sehingga tidak menghambat aktivitas industri karena
transportasi yang tidak lancar.
Harga Lahan
• Penentuan lokasi industri juga dapat dipengaruhi harga lahan.
Harga lahan yang tinggi tentu akan membuat budget produksi lebih
tinggi. Jika lokasi industri bisa mendapatkan lokasi dengan harga
lahan rendah, hal ini tentu lebih menarik dan lebih menguntungkan
bagi industri.
Topografi
• Menentukan lokasi industri juga harus mempertimbangkan
topografi. Industri yang didirikan di atas tempat dengan topografi
yang datar akan lebih menguntungkan. Lokasi industri yang berada
di wilayah dengan topografi naik turun dan berkelok-kelok akan
membuat biaya transportasi menjadi lebih tinggi.

Teknologi yang digunakan
• Penggunaan teknologi yang kurang tepat dapat menghambat
jalannya suatu kegiatan industri. Penggunaan teknologi yang
disarankan untuk pengembangan industri pada masa mendatang
adalah industri yang: memiliki tingkat pencemaran (air, udara, dan
kebisingan) yang rendah, hemat air, hemat bahan baku, dan
memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
Kondisi Lingkungan
• Faktor lingkungan yang dimaksud ialah segala sesuatu yang ada di
sekitarnya yang dapat menunjang kelancaran produksi. Suatu lokasi
industri yang kurang mendukung, seperti keamanan dan ketertiban,
jarak ke pemukiman, struktur batuan yang tidak stabil, iklim yang
kurang cocok, terbatasnya sumber air, dan lain-lain, hal ini dapat
menghambat keberlangsungan kegiatan industri.

6. Jelaskan! Mengapa pemanfaatan ruang di suatu wilayah tidak selaras
dengan arahan pemanfaatan ruang?
7. Yang terakhir kurang jelas: Jelaskan keterkaitan pengangguran dengan
rencana tata ruang, berikan contoh!
III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Adanya kelangkaan sumberdaya lahan menyebabkan lahan memiliki nilai

yang semakin tinggi. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan konsep sewa ekonomi

lahan (land rent) yang merupakan konsep penting dalam teori ekonomi

sumberdaya lahan. Ada dua aspek penting yang menentukan nilai ekonomi lahan,

yaitu faktor kesuburan lahan dan jarak lahan tersebut dari pusat fasilitas. Terkait

dengan aspek-aspek tersebut, ada beberapa ahli yang mengemukakan teori sewa

ekonomi lahan antara lain :

1) Teori Ricardian Rent

David Ricardo dalam Suparmoko (1989) mengemukakan bahwa sewa

tanah dapat didefinisikan sebagai surplus ekonomi atas tanah tersebut. Artinya,

keuntungan yang didapat atas dasar produksi dari tanah tersebut setelah dikurangi

biaya. Adanya perbedaan surplus ekonomi yang didapat pada suatu tanah

dikarenakan perbedaan tingkat kesuburan. Andaikan ada tiga jenis lahan dengan

tingkat kesuburan yang berbeda dipergunakan untuk memproduksi komoditas

yang sama dan menggunakan faktor-faktor lain yang sama. Menurut teori ini,

karena perbedaan kesuburan lahan, maka pada tingkat harga output dan input

yang sama akan diperoleh surplus yang berbeda seperti dijelaskan pada Gambar 1.
19

Rp Rp Rp
MC MC
AC MC AC
AC
P1 P1 Land Rent P1/C3
Land Rent C2
C1 Biaya Produksi
Biaya Produksi Biaya Produksi
X1 X2 X3
Jumlah Output Jumlah Output Jumlah Output

Tanah subur sekali Tanah subur Tanah tidak subur


(a) (b) (c)

Gambar 1. Perbedaan Land Rent Karena Perbedaan Tingkat Kesuburan


Lahan

keterangan gambar :
P1 : Harga produksi
C1, C2, C3 : Biaya produksi
X1, X2, X3 : Tingkat produksi
AC : Biaya rata-rata
MC : Biaya marginal

2) Teori Lokasi Von Thunen

Berdasarkan teori lokasi Von Thunen dalam Suparmoko (1989), bahwa

surplus ekonomi suatu lahan banyak ditentukan oleh lokasi ekonomi (jaraknya ke

kota). Menurut Von Thunen, bahwa biaya transportasi dari lokasi suatu lahan ke

kota (pasar) merupakan input produksi yang penting, makin dekat lokasi suatu

lahan ke kota maka makin tinggi aksesibilitasnya atau biaya transport makin

rendah, oleh karena itu sewa lahan akan semakin mahal berbanding terbalik

dengan jarak. Semakin jauh jarak ke pusat pasar maka biaya transportasi semakin

mahal sehingga land rent semakin turun sejalan dengan semakin meningkatnya

biaya transportasi. Hal ini dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2, misalkan

pada jarak 0 km (tepat di lokasi pasar) biaya transportasi tidak ada, maka biaya

total produksi sebesar OC (land rent tinggi), kemudian pada jarak OM biaya

transportasi meningkat menjadi BA sehingga biaya total produksi menjadi MA,


20

sehingga land rent-nya menjadi lebih rendah. Pada jarak OK biaya transportasi

sebesar UT, sehingga biaya total produksi sebesar KT, pada kondisi demikian

tidak mendapatkan surplus. Oleh karena itu land rent berbanding terbalik dengan

jarak, semakin besar jarak maka land rent semakin kecil.

Rp Rp (Land rent)

T
P
Land
Rent A

Biaya transport
C
B U

0 M K 0 L K
Jarak ke pasar (km) Jarak ke pasar (km)

Gambar 2. Pengaruh Jarak Terhadap Biaya Transportasi dan Land Rent

keterangan gambar :
0 : Pusat pasar
P : Harga produk
C : Biaya produksi
M, K, L : Jarak

3) Teori Nilai Lahan Pertanian (Agricultural Rent)

Teori lain yang menjelaskan tentang land rent dikembangkan oleh Dunn

dan Isard (Alonso, 1964). Menurut teori ini land rent di setiap lokasi adalah sama

dengan nilai dari produk dikurangi biaya produksi dan biaya transportasi. Dalam

teori ini diasumsikan hanya ada satu pasar dimana produk-produk pertanian dapat

dijual, dan hanya ada satu jenis produk pertanian. Rentang nilai antara penerimaan

dan biaya dalam kegiatan pertanian merupakan sewa ekonomi dan juga dapat

menjadi sewa yang dibayarkan oleh penggarap kepada pemilik lahan. Land rent

pada setiap lokasi dapat diformulasikan sebagai berikut :


21

pc(t) = N [ Pc – C – kc(t) ]

dimana :
pc(t) : land rent per satuan unit lahan pada jarak t dari pasar
N : jumlah produk yang diproduksi per satuan unit lahan
Pc : harga produk per unit di pasar
C : biaya produksi
Kc(t) : biaya transportasi satu unit produk pada jarak t ke pasar

4) Konversi Lahan Berdasarkan Teori Land Rent

Menurut Barlowe (1978), proses konversi lahan dapat dijelaskan

berdasarkan teori atau konsep land rent. Dalam pemilihan penggunaan lahan

diantara berbagai alternatif biasanya mencerminkan faktor-faktor seperti keahlian,

selera, serta modal dan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh berbagai alternatif

tersebut. Para pemilik lahan selalu konsentrasi pada penggunaan yang

memberikan keuntungan terbesar pada lokasi tertentu dan dengan kombinasi-

kombinasi tertentu dari faktor-faktor produksi. Pemilik lahan selalu

membandingkan pendapatan yang dapat dihasilkan pada berbagai alternatif

penggunaan lahan. Perbandingan ini berdasarkan pada pengamatan secara umum

dan juga berdasarkan perhitungan dari kemungkinan keuntungan ekonomi yang

diperkirakan dapat dihasilkan dari masing-masing penggunaan lahan tersebut.

Perbandingan ini, terutama sekali melibatkan faktor penggunaan dan lokasi, serta

dapat dilihat dari segitiga land rent masing-masing penggunaan lahan.

Pada Gambar 3 segitiga land rent dapat dilihat mulai dari segitiga EOP’,

yang menggambarkan land rent dari penggunaan A, sampai segitiga HOT, yang

menggambarkan penggunaan D.Keempat segitiga land rent pada Gambar 3

(EOP’, FOR’, GOS’, dan HOT) dapat digunakan untuk menjelaskan persaingan

antara empat jenis penggunaan lahan. Empat penggunaan tersebut dapat mewakili

penggunaan untuk industri, permukiman, pertanian, dan kehutanan. Dengan


22

masing-masing contoh tersebut, penggunaan yang menghasilkan land rent

tertinggi biasanya menjadi kapasitas penggunaan lahan yang tertinggi di suatu

area tertentu.

LAND RENT

A
F
ab

G B

bc
C
H
cd D
O P P’ R R’ S S’ T
Zona konversi dari B

Zona konversi dari C


Zona konversi dari A

Batas konversi antara

Batas konversi antara


Tidak ada rent dari A

Tidak ada rent dari D


Batas konversi antara

Tidak ada rent dari B

Tidak ada rent dari C


A dan B

C dan D
B dan C

ke D
ke B

ke C

PENURUNAN KAPASITAS PENGGUNAAN LAHAN


Gambar 3. Hubungan Antara Land Rent dan Alokasi Sumberdaya Lahan

Pada Gambar 3, sisi miring dari masing-masing keempat segitiga land rent

menggambarkan batas intensif untuk penggunaan lahan tertentu. Batas intensif

untuk penggunaan A digambarkan oleh garis EP’ dan batas intensif untuk

penggunaan B, C, dan D digambarkan oleh garis FR’, GS’, dan HT. Titik

perpotongan antara batas intensif disebut batas konversi. Perpotongan antara batas

intensif untuk penggunaan A dan B berada pada titik ab (titik P). Pada titik ini

lebih menguntungkan untuk mengkonversi lahan menjadi penggunaan B

dibandingkan melanjutkan penggunaan A. Batas konversi lain berada di titik bc

atau R dimana di titik ini lebih menguntungkan untuk mengkonversi lahan


23

menjadi penggunaan C dibandingkan melanjutkan penggunaan B, dan di titik cd

atau S lebih menguntungkan untuk mengkonversi lahan menjadi penggunaan D

dibandingkan melanjutkan penggunaan C.

Pemilik lahan pada masing-masing kasus tersebut dapat melanjutkan

penggunaan lahan yang sebelumnya melebihi batas konversinya sampai pada titik

batas tidak ada rent (no-rent). Jarak antara batas konversi dan batas no-rent

(antara P dan P’ pada penggunaan A; R dan R’ pada penggunaan B; serta S dan S’

pada penggunaan C) disebut zona konversi. Penggunaan lahan yang berada pada

zona tersebut tidaklah menguntungkan. Dengan contoh yang diberikan ini, konsep

dari land rent dan highest and best use dapat digunakan untuk menjelaskan

persaingan antara penggunaan lahan.

LAND RENT

B B’
bc
b’c’
C
P S
PENURUNAN KAPASITAS PENGGUNAAN LAHAN

Gambar 4. Konversi Lahan Pertanian-Permukiman Berdasarkan Land Rent

Alokasi penggunaan lahan dan proses konversi biasanya tidak selalu

berjalan mulus seperti yang digambarkan pada Gambar 3, banyak faktor yang

menahan lahan tersebut untuk tidak terkonversi seperti yang seharusnya terjadi.

Pada Gambar 4 mengaambarkan situasi masalah antara penggunan lahan untuk

permukiman (B) dan pertanian (C). Saat penduduk belum banyak, batas area

permukiman berada pada titik P di Gambar 4. Apabila terjadi peningkatan


24

penduduk maka akan menyebabkan area permukiman yang sudah ada digunakan

secara lebih intensif dan juga dibutuhkan tambahan area permukiman di sekitar

pinggiran kota, sehingga batas intensif dari penggunaan permukiman bergeser

menjadi B’ dan batas area permukiman menjadi di titik S.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Kabupaten Bogor khususnya Kecamatan Ciampea memiliki wilayah

pertanian yang potensial dan cukup luas yang dilengkapi dengan sarana dan

prasarana seperti irigasi yang merupakan investasi yang tidak sedikit nilainya. Di

samping itu sebagian masyarakatnya juga bermata pencaharian dan memiliki

keahlian sebagai petani., tetapi tingginya laju konversi lahan pertanian ke non

pertanian yang terjadi di wilayah tersebut merupakan hal yang kontradiktif dengan

potensi-potensi tersebut. Masih rendahnya tingkat kesejahteraan petani merupakan

salah satu penyebab masalah konversi lahan terus terjadi. Oleh karena itu, masalah

perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke non pertanian merupakan masalah

serius yang perlu segera ditangani dan juga menjadi fenomena umum yang

menjadi masalah nasional.

Pemerintah menetapkan kebijakan tentang penataan ruang yang bertujuan

untuk mempertahankan kelestarian lingkungan dan menjaga ketahanan pangan

nasional. Untuk itu, pemerintah dalam hal ini pemerintah Kabupaten Bogor

menetapkan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor selain sebagai pengembangan

permukiman perkotaan, tetapi juga sebagai kawasan konservasi dan

pengembangan pertanian sesuai dengan potensi yang telah ada. Hal ini tertuang

dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor mengenai fungsi

Anda mungkin juga menyukai