Anda di halaman 1dari 3

I.

LATAR BELAKANG

Tujuan suatu operasi pemboran antara lain untuk mencari hidrokarbon yang berupa minyak,
gas, dan kondensat. Sedangkan pertimbangan yang paling penting adalah mencapai kedalaman akhir
sesuai dengan target, operasi berlangsung dengan aman, ekonomis serta menjaga agar sumur yang
telah selesai dibor dapat diproduksi dengan jumlah yang besar dan menguntungkan.

Untuk mengatasi problem pemboran , perlu diketahui jenis dan komposisi penyusun lumpur pada
saat operasi pemboran. Lumpur pemboran mempunyai peranan yang sangat besar dalam
menentukan keberhasilan suatu operasi pemboran. Apabila dalam perencanaan pembuatan lumpur
pemboran yang dipakai tidak sesuai dengan kondisi formasi, maka akan muncul hambatan-
hambatan dalam operasi pemboran.

Adapun hambatan-hambatan tersebut antara lain :

1. Problem shale (gugur atau pembengkakan shale).

2. Terdispersinya padatan sehingga viskositas tidak terkontrol sebab partikel-partikel koloid


menjadi sangat banyak.

3. Kemungkinan terjepitnya pipa bor karena ampas yang terlalu tebal.

4. Laju pemboran yang lambat karena hidrolikanya rendah.

II. MAKSUD DAN TUJUAN

2.1. Maksud Pengambilan Judul

Maksud pengambilan judul ini adalah untuk mengevaluasi lumpur dalam meminimasi hole problem.

2.2. Tujuan Pengambilan Judul

Tujuan pengambilan judul adalah untuk memproduksikan fluida minyak dari reservoir menuju ke
permukaan dengan mengurangi hambatan-hambatan yang bisa terjadi dalam operasi pemboran,
yaitu memakai lumpur dengan komposisi yang tepat.

III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Lumpur Pemboran

Lumpur pemboran mempunyai peranan yang sangat penting dan merupakan salah satu faktor yang
menentukan kelancaran dan keberhasilan dalam suatu operasi pemboran, karena kecepatan
pemboran atau laju penembusan, efisiensi keselamatan kerja sangat tergantung pada kondisi dari
lumpur pemboran yang digunakan dan secara tidak langsung juga mempengaruhi biaya operasi
pemboran.

Di dalam menguraikan tentang lumpur pemboran dapatlah dibagi ke dalam beberapa hal, yaitu
fungsi lumpur pemboran, komposisi, dan sifat-sifat fisik lumpur serta jenis-jenis lumpur pemboran.

3.2. Fungsi Lumpur Pemboran

Tujuan terpenting penggunaan lumpur pemboran yaitu agar di dalam proses pemboran tidak
menemui kesulitan-kesulitan yang dapat mengganggu kelancaran pemboran itu sendiri. Hal ini dapat
dilihat dari fungsi atau kegunaan utama dari lumpur pemboran, yaitu sebagai berikut :

a. Mengangkat cutting dari lubang bor ke permukaan.

b. Mendinginkan dan melumaskan bit serta drillstring.

c. Menahan tekanan formasi.

d. Menahan cutting dan bahan pemberat saat sirkulasi dihentikan dan melepaskannya di
permukaan saat sirkulasi dilakukan kembali.

e. Menahan dinding lubang bor.

f. Menahan sebagian berat drilstring.

g. Memperkecil kerusakan terhadap zona produktif.

h. Mendapatkan informasi dan sebagai media logging.

i. Mencegah korosi terhadap Drilstring dan Casing.

j. Menggerakkan Down Hole Motor.

k. Menunjang operasi evaluasi formasi.

3.3. Komposisi Lumpur Pemboran

Lumpur pemboran merupakan suatu fluida yang terdiri dari campuran beberapa material. Secara
garis besar komposisi lumpur pemboran terdiri dari :

1. Fasa cair

2. Fasa padatan yang bereaksi (Reactive solids)

3. Fasa padatan yang tak bereaksi (Inert Solids)

4. Fasa kimia
1. Fasa Cair

Fasa cair dapat berupa minyak, air atau campuran dari kedua fasa tersebut, sebagai suatu emulsi. Air
yang digunakan biasanya berupa air tawar (fresh water) atau air asin (salt water), dimana air asin ini
dapat berupa air garam jenuh (saturated salt water) yaitu air yang dijenuhi dengan NaCl atau garam
lainnya dan air asin tak jenuh (unsaturated salt water) yaitu air garam dari lautan. Pada umumnya
lumpur pemboran menggunakan 75 % air sebagai fasa kontinyu berupa minyak sebesar 95 % atau
lebih. Untuk komposisi minyak sebesar 50 % - 70 % dinamakan invert emultion mud.

2. Fasa Padatan Yang Bereaksi (Reactive Solids)

Padatan ini bereaksi dengan sekelilingnya untuk membentuk koloidal. Dalam hal ini clay air tawar
seperti bentonite mengisap (absorp) air tawar dan membentuk lumpur. Istilah “yield” digunakan
untuk menyatakan jumlah barrel lumpur yang dapat dihasilkan dari satu ton clay agar viscositas
lumpurnya 15 cp.

Untuk bentonite, yieldnya kira-kira 100 bbl/ton. Dalam hal ini bentonite mengabsorp air tawar pada
permukaan partikel-partikelnya, hingga kenaikkan volumenya sampai 10 kali atau lebih, yang disebut
“swelling” atau “hidrasi”.

Untuk salt water clay (attapulgite), swelling akan terjadi baik di air tawar atau air asin dan karenanya
digunakan untuk pemboran dengan “salt water muds”. Baik bentonite ataupun attapulgite akan
memberikan kenaikkan viscositas pada lumpur. Untuk oil-base mud, viscositas dinaikkan dengan
penaikkan kadar air dan penggunaan asphalt.

3. Fasa Padatan Yang Tak Bereaksi (Inert Solids)

Jenis padatan pada fasa ini dapat berupa padatan dengan berat jenis rendah (low gravity) solid dan
padatan dengan berat jenis tinggi (high gravity). Padatan dengan berat jenis rendah misalnya : pasir,
rijang (chert) dan padatan dengan berat jenis tinggi misalnya : barite (BaSO4), gelena, biji besi.

Innert solid dapat juga berasal dari formasi yang dibor dan terbawa lumpur pemboran seperti pasir,
chert dan clay-clay no sweling, dan padatan seperti ini bukan disengaja untuk menaikan densitas
lumpur, sehingga perlu dibuang secepat mungkin karena dapat menyebabkan abrasi.

4. Fasa Kimia

Zat-zat additif kimia seringkali ditambahkan ke dalam sistem lumpur pemboran, untuk mengontrol
sifat-sifat fisik dari lumpur pemboran tersebut, selama proses pemboran berlangsung. Kenyataan
yang selalu dialami di lapangan adalah sifat-sifat lumpur pemboran mengalami perubahan.
Perubahan ini dapat disebabkan oleh masuknya fluida formasi kedalam lumpur pemboran atau dari
padatan-padatan yang reaktif yang kemudian mengkontaminasi lumpur ataupun perubahan yang
disebabkan oleh pengaruh temperatur maupun oleh tekanan formasi yang tinggi. Untuk lebih
jelasnya macam dan kegunaan dari zat kimia ini dapat dilihat pada lampiran .

Anda mungkin juga menyukai