Anda di halaman 1dari 13

1 SEJARAH perkembangan filsafat berkembang atas dasar pemikiran kefilsafatan yang telah dibangun

sejak abad ke-6 SM. Ada dua orang filsuf yang corak pemikirannya boleh dikatakan mewarnai diskusi-
diskusi filsafat sepanjang sejarah perkembangannya, yaitu Herakleitos (535-475 SM) dan Parmenides
(540-475 SM).

Pembagian secara periodisasi filsafat barat adalah zaman kuno, zaman abad pertengahan, zaman modern,
dan masa kini. Aliran yang muncul dan berpengaruh terhadap pemikiran filsafat adalah Positivisme,
Marxisme, Eksistensialisme, Fenomenologi, Pragmatisme, dan NeoKantianianisme dan Neo-tomisme.
Pembagian secara periodisasi Filsafat Cina adalah zaman kuno, zaman pembauran, zaman Neo-
Konfusionisme, dan. zaman modern. Tema yang pokok di filsafat Cina adalah masalah perikemanusiaan.
Pembagian secara periodisasi filsafat India adalah periode Weda, Wiracarita, Sutra-sutra, dan Skolastik.
Adapun pada Filsafat Islam hanya ada dua periode, yaitu periode Muta-kallimin dan periode filsafat Islam.
Untuk sejarah perkembangan ilmu pengetahuan di sini pembahasan mengacu ke pemikiran filsafat di Barat.

Periode filsafat Yunani merupakan periode penting sejarah peradaban manusia karena pada waktu itu
terjadi perubahan pola pikir manusia dari mite-mite menjadi yang lebih rasional. Pola pikir mite-mite
adalah pola pikir masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam, seperti
gempa bumi dan pelangi. Gempa bumi tidak dianggap fenomena alam biasa, tetapi Dewa Bumi yang
sedang menggoyangkan kepalanya. Namun, ketika filsafat diperkenalkan, fenomena alam tersebut tidak
lagi dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi aktivitas alam yang terjadi secara kausalitas.
Perubahan pola pikir tersebut kelihatannya sederhana, tetapi implikasinya tidak sederhana karena selama
ini alam ditakuti dan dijauhi kemudian didekati bahkan dieksploitasi. Manusia yang dulunya pasif dalam
menghadapi fenomena alam menjadi lebih proaktif dan kreatif, sehingga alam dijadikan objek penelitian
dan pengkajian. Dari proses ini kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat, yang akhirnya kita nikmati
dalam bentuk teknologi. Karena itu, periode perkembangan filsafat Yunani merupakan poin untuk
memasuki peradaban baru umat manusia.

Jadi, perkembangan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini tidaklah berlangsung secara mendadak,
melainkan terjadi secara bertahap, evolutif. Karena untuk memahami sejarah perkembangan ilmu mau tidak
mau harus melakukan pembagian atau klasifikasi secara periodik, karena setiap periode menampilkan ciri
khas tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan pemikiran secara teoretis senantiasa
mengacu kepada peradaban Yunani. Periodisasi perkembangan ilmu dimulai dari peradaban Yunani dan
diakhiri pada zaman kontemporer.

ZAMAN PRA YUNANI KUNO

PADA masa ini manusia masih menggunakan batu sebagai peralatan. Oleh karena itu, zaman pra Yunani
Kuno disebut juga Zaman Batu yang berkisar antara empat juta tahun sampai 20.000 tahun. Antara abad ke-
15 sampai 6-SM, manusia telah menemukan besi, tembaga, dan perak untuk berbagai peralatan. Abad
kelima belas Sebelum Masehi peralatan besi dipergunakan pertama kali di Irak, tidak di Eropa atau
Tiongkok.

Pada abad ke-6 SM di Yunani muncul lahirnya filsafat. Timbulnya filsafat di tempat itu disebut suatu
peristiwa ajaib (the greek miracle). Ada beberapa faktor yang sudah mendahului dan seakan-akan
mempersiapkan lahirnya filsafat di Yunani.

Pada bangsa Yunani, seperti juga pada bangsa-bangsa sekitarnya, terdapat suatu mitologi yang kaya serta
luas. Mitologi ini dapat dianggap sebagai perintis yang mendahului filsafat, karena mite-mite sudah
merupakan percobaan untuk mengerti. Mite-mite sudah memberi jawaban atas pertanyaan yang hidup
dalam hati manusia: dari mana dunia kita? Dari mana kejadian dalam alam? Apa sebab matahari terbit, lalu
terbenam lagi? Melalui mite-mite, manusia mencari keterangan tentang asal usul alam semesta dan tentang
kejadian-kejadian yang berlangsung di dalamnya. Mite jenis pertama yang mencari keterangan tentang asal
usul alam semesta sendiri biasanya disebut mite kosmogonis, sedangkan mite jenis kedua yang mencari
keterangan tentang asal usul serta sifat kejadian dalam alam semesta disebut mite kosmologis. Khusus pada
bangsa Yunani ialah mereka mengadakan beberapa usaha untuk menyusun mite-mite yang diceritakan oleh
rakyat menjadi suatu keseluruhan yang sistematis. Dalam usaha itu sudah tampaklah sifat rasional bangsa
Yunani. Karena dengan mencari suatu keseluruhan yang sistematis, mereka sudah menyatakan keinginan
untuk mengerti hubungan mite-mite satu sama lain dan menyingkirkan mite yang tidak dapat dicocokkan
dengan mite lain.

Kedua karya puisi Homeros yang masing-masing berjudul Ilias dan Odyssea mempunyai kedudukan
istimewa dalam kesusasteraan Yunani. Syair-syair dalam karya tersebut lama sekali digunakan sebagai
semacam buku pendidikan untuk rakyat Yunani. Pada dialog yang bernama Foliteia, Plato mengatakan
Homeros telah mendidik seluruh Hellas. Karena puisi Homeros pun sangat digemari oleh rakyat untuk
mengisi waktu terluang dan serentak juga mempunyai nilai edukatif.

Pengaruh Ilmu Pengetahuan yang pada waktu itu sudah terdapat di Timur Kuno. Orang Yunani tentu
berutang budi kepada bangsa-bangsa lain dalam menerima beberapa unsur ilmu pengetahuan dari mereka.
Demikianlah ilmu ukur dan ilmu hitung sebagian berasal dari Mesir dan Babylonia pasti ada pengaruhnya
dalam perkembangan ilmu astronomi di negeri Yunani. Namun, andil dari bangsa-bangsa lain dalam
perkembangan ilmu pengetahuan Yunani tidak boleh dilebih-lebihkan. Orang Yunani telah mengolah unsur-
unsur tadi atas cara yang tidak pernah disangka-sangka oleh bangsa Mesir dan Babylonia. Baru pada
bangsa Yunani ilmu pengetahuan mendapat corak yang sungguh-sungguh ilmiah.

Pada abad ke-6 Sebelum Masehi mulai berkembang suatu pendekatan yang sama sekali berlainan. Sejak
saat itu orang mulai mencari berbagai jawaban rasional tentang problem yang diajukan oleh alam semesta.
Logos (akal budi, rasio) mengganti mythos. Dengan demikian filsafat dilahirkan.

Pada zaman Pra Yunani Kuno di dunia ilmu pengetahuan dicirikan berdasarkan know how yang dilandasi
pengalaman empiris. Di samping itu, kemampuan berhitung ditempuh dengan cara one-to one
correspondency atau mapping process. Contoh cara menghitung hewan yang akan masuk dan ke luar
kandang dengan kerikil. Namun pada masa ini manusia sudah mulai memperhatikan keadaan alam semesta
sebagai suatu proses alam.

ZAMAN YUNANI KUNO

Zaman Yunani Kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada masa ini orang memiliki
kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya. Yunani pada masa itu dianggap sebagai
gudang ilmu dan filsafat, karena Bangsa Yunani pada masa itu tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi.
Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap
menerima begitu saja), melainkan menumbuhkan sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang
menyelidiki sesuatu secara kritis). Sikap belakangan inilah yang menjadi cikal bakal tumbuhnya ilmu
pengetahuan modern. Sikap kritis inilah menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli pikir terkenal
sepanjang masa. Beberapa filsuf pada masa itu antara lain Thales (625-545 SM), Phytagoras (580-500 SM),
Socrates (469-399 SM), Plato (427-347 SM), hingga Aristoteles (384-322 SM).

Zaman Kuno meliputi zaman filsafat pra-Socrates di Yunani. Tokoh-tokohnya dikenal dengan nama filsuf
pertama atau filsuf alam. Mereka mencari unsur induk (arche) yang dianggap asal dari segala sesuatu.
Menurut Thales arche itu air, Anaximandros berpendapat arche itu “yang tak terbatas” (to apeiron).
Anaximenes arche itu udara, Pythagoras arche itu bilangan, Heraklitos arche itu api, ia juga berpendapat
bahwa segala sesuatu itu terus mengalir (panta rhei). Parmenedes mengatakan bahwa segala sesuatu itu
tetap tidak bergerak.

ZAMAN KEEMASAN FILSAFAT YUNANI

Pada waktu Athena dipimpin oleh Perikles kegiatan politik dan filsafat dapat berkembang dengan baik. Ada
segolongan kaum yang pandai berpidato (rethorika) dinamakan kaum sofis. Kegiatan mereka adalah
mengajarkan pengetahuan pada kaum muda. Yang menjadi objek penyelidikannya bukan lagi alam tetapi
manusia, sebagaimana yang dikatakan oleh Prothagoras, Manusia adalah ukuran untuk segala-galanya. Hal
ini ditentang oleh Socrates dengan mengatakan bahwa yang benar dan yang baik harus dipandang sebagai
nilai-nilai objektif yang dijunjung tinggi oleh semua orang. Akibat ucapannya tersebut Socrates dihukum
mati.

Hasil pemikiran Socrates dapat diketemukan pada muridnya Plato. Dalam filsafatnya Plato mengatakan:
realitas seluruhnya terbagi atas dua dunia yang hanya terbuka bagi pancaindra dan dunia yang hanya
terbuka bagi rasio kita. Dunia yang pertama adalah dunia jasmani dan yang kedua dunia ide.

Pendapat tersebut dikritik oleh Aristoteles dengan mengatakan bahwa yang ada itu adalah manusia-manusia
yang konkret. “Ide manusia” tidak terdapat dalam kenyataan. Aristoteles adalah filsuf realis, dan
sumbangannya kepada perkembangan ilmu pengetahuan besar sekali. Sumbangan yang sampai sekarang
masih digunakan dalam ilmu pengetahuan adalah mengenai abstraksi, yakni aktivitas rasional di mana
seseorang memperoleh pengetahuan. Menurut Aristoteles ada tiga macam abstraksi, yakni abstraksi fisis,
abstraksi matematis, dan metafisis.

Abstraksi yang ingin menangkap pengertian dengan membuang unsur-unsur individual untuk mencapai
kualitas adalah abstraksi fisis. Sedangkan abstraksi di mana subjek menangkap unsur kuantitatif dengan
menyingkirkan unsur kualitatif disebut abstraksi matematis. Abstraksi di mana seseorang menangkap
unsur-unsur yang hakiki dengan mengesampingkan unsur-unsur lain disebut abstraksi metafisis.

Teori Aristoteles yang cukup terkenal adalah tentang materi dan bentuk. Keduanya ini merupakan prinsip-
prinsip metafisis, Materi adal.ah prinsip yaug tidak ditentukan, sedangkan bentuk adalah prinsip yang
menentukan. Teori ini terkenal dengan sebutan Hylemorfisyme.

MASA HELINITIS DAN ROMAWI

Pada zaman Alexander Agung (359-323 SM) sebagai kaisar Romawi dari Macedonia dengan kekuatan
militer yang besar menguasai Yunani, Mesir, Hingga Syria. Pada masa itu berkembang sebuah kebudayaan
trans nasional yang disebut kebudayaan Hellinistis, karena kekuasaan Romawi dengan ekspansi yang luas
membawa kebudayaan Yunani tidak terbatas lagi pada kota-kota Yunani saja, tetapi mencakup juga seluruh
wilayah yang ditaklukkan Alexander Agung. Bidang filsafat, di Athena tetap merupakan suatu pusat yang
penting, tetapi berkembang pula pusat-pusat intelektual lain, terutama kota Alexandria. Jika akhirnya
ekspansi Romawi meluas sampai ke wilayah Yunani, itu tidak berarti kesudahan kebudayaan dan filsafat
Yunani, karena kekaisaran Romawi pun pintu di buka lebar untuk menerima warisan kultural Yunani.

Dalam bidang filsafat tetap berkembang, namun pada saat itu tidak ada filsuf yang sungguh-sungguh besar
kecuali Plotinus. Pada masa ini muncul beberapa aliran berikut:

Pertama, Sinisme. Menurut paham ini jagat raya ditentukan oleh kuasa-kuasa yang disebut Logos. Oleh
karena itu, segala kejadian berlangsung menurut ketetapan yang tidak dapat dihindari. Aliran Sinisme
merupakan pengembangan dari aliran Stoik.

Kedua, Stoik. Menyatakan penyangkalannya adanya “Ruh” dan “Materi” aliran ini disebut juga dengan
Monoisme dan menolak pandangan Aristoteles dengan Dualismenya. Ketiga, Epikurime. Segala-galanya
terdiri atas atom-atom yang senantiasa bergerak. Manusia akan bahagia jika mau mengakui susunan dunia
ini dan tidak boleh takut pada dewa-dewa. Setiap tindakan harus dipikirkan akan akibatnya. Aliran ini
merupakan pengembangan dari teori atom Democritus sebagai obat mujarab untuk menghilangkan rasa
takut pada takhayul. Keempat, Neo Platonisme. Paham yang ingin menghidupkan kembali filsafat Plato.
Tokohnya adalah Plotinus. Seluruh filsafatnya berkisar pada Allah sebagai yang satu. Segala sesuatu
berasal dari yang satu dan ingin kembali kepadanya.

ZAMAN ABAD PERTENGAHAN

Abad Pertengahan ditandai dengan tampilnya para teolog di lapangan ilmu pengetahuan. Para ilmuwan
pada masa ini hampir semua adalah para teolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas
keagamaan. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah ancilla theologia atau abdi agama.
Namun demikian harus diakui bahwa banyak juga temuan dalam bidang ilmu yang terjadi pada masa ini.
Periode Abad Pertengahan mempunyai perbedaan yang mencolok dengan abad sebelumnya. Perbedaan itu
terutama terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama Kristen yang diajarkan oleh Nabi Isa as. pada
permulaan Abad Masehi membawa perubahan besar terhadap kepercayaan keagamaan.

Pada zaman ini kebesaran kerajaan Romawi runtuh, begitu pula dengan peradaban yang didasakan oleh
logika ditutup oleh gereja dan digantikan dengan logika keagamaan. Agama Kristen menjadi problema
kefilsafatan karena mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini
berbeda dengan pandangan Yunani Kuno yang mengatakan bahwa kebenaran dapat dicapai oleh
kemampuan akal. Mereka belum mengenal adanya wahyu. Pada zaman itu akademia Plato di Athena
ditutup meskipun ajaran-ajaran Aristoteles tetap dapat dikenal. Para filosof nyaris begitu saja menyatakan
bahwa Agama Kristen adalah benar.

Mengenai sikap terhadap pemikiran Yunani ada dua: Golongan yang menolak sama sekali pemikiran
Yunani, karena pemikiran Yunani merupakan pemikiran orang kafir, karena tidak mengakui wahyu.
Menerima filsafat Yunani yang mengatakan bahwa karena manusia itu ciptaan Tuhan, kebijaksanaan
manusia berarti pula kebijaksanaan yang datangnya dari Tuhan. Mungkin akal tidak dapat mencapai
kebenaran yang sejati maka akal dapat dibantu oleh wahyu.

Filsafat pada zaman Abad Pertengahan mengalami dua periode, yaitu: Periode Patristik, berasal dari kata
Latin patres yang berarti bapa-bapa Gereja, ialah ahli-ahli agama Kristen pada abad permulaan agama
Kristen. Periode ini mengalami dua tahap: 1) Permulaan agama Kristen. Setelah mengalami berbagai
kesukaran terutama mengenai filsafat Yunani, maka agama Kristen memantapkan diri. Keluar memperkuat
gereja dan ke dalam menetapkan dogma-dogma. 2) Filsafat Agustinus yang merupakan seorang ahli filsafat
yang terkenal pada masa patristik. Agustinus melihat dogma-dogma sebagai suatu keseluruhan. Periode
Skolastik, berlangsung dari tahun 800-1500 M. Periode ini dibagi menjadi tiga tahap: 1) Periode skolastik
awal (abad ke-9-12), ditandai oleh pembentukan rnetode-metode yang lahir karena hubungan yang rapat
antara agama dan filsafat. Yang tampak pada permulaan ialah persoalan tentang Universalia. 2) Periode
puncak perkembangan skolastik (abad ke-13), ditandai oleh keadaan yang dipengaruhi oleh Aristoteles
akibat kedatangan ahli filsafat Arab dan Yahudi. Puncak perkembangan pada Thomas Aquinas. 3) Periode
skolastik akhir (abad ke-14-15), ditandai dengan pemikiran kefilsafatan yang berkembang ke arah
nominalisme, ialah aliran yang berpendapat bahwa universalisme tidak memberi petunjuk tentang aspek
yang sama dan yang umum mengenai adanya sesuatu hal. Pengertian umum hanya momen yang tidak
mempunyai nilai-nilai kebenaran yang objekti.

ZAMAN RENAISSANCE

Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran yang bebas dari dogma-dogma
agama. Renaissance ialah zaman peralihan ketika kebudayaan Abad Pertengahan mulai berubah menjadi
suatu kebudayaan modern. Manusia pada zaman ini adalah manusia yang merindukan pemikiran yang
bebas. Manusia ingin mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri, tidak didasarkan atas campur tangan
ilahi. Penemuan ilmu pengetahuan modern sudah mulai dirintis pada Zaman Renaissance. Ilmu
pengetahuan yang berkembang maju pada masa ini adalah bidang astronomi. Tokoh-tokoh yang terkenal
seperti Roger Bacon, Copernicus, Johannes Keppler, Galileo Galilei. Berikut cuplikan pemikiran para filsuf
tersebut yaitu Roger Bacon, Copernicus, Johannes Keppler (awal 1600-an), dan Galileo Galilei.

ZAMAN MODERN

Zaman modern ditandai dengan berbagai penentuan dalam bidang ilmiah. Perkembangan ilmu pengeahuan
pada zaman modern sesungguhnya sudah dirintis sejak Zaman Renaissance. Seperti Rene Descartes (1596-
1650), tokoh yang terkenal sebagai bapak filsafat moden. Rene Descartes juga seorang ahli ilmu pasti.
Penemuannya dalam ilmu pasti adalah sistem koordinat yang terdiri atas dua garis turus X dan Y dalarn
bidang datar. Isaac Newton dengan temuannya teori gravitasi. Charles Darwin dengan teorinya strugglefor
life (perjuangan untuk hidup). JJ. Thompson dengan temuannya elektron.

ZAMAN KONTEMPORER (ARAD KE-20 DAN SETERUSNYA)


Di antara ilmu khusus yang dibicarakan oleh para filsuf, bidang fisika menempati kedudukan yang paling
tiggi. Menurut Traut fisika dipandang sebagai dasar ilmu pengetahuan yang subjek materinya mengandung
unsur-unsur fundamental yang mernbentuk alam semesta juga menunjukkan bahwa secara historis
hubungan antara fisika dengan flsafat terliht dalam dua cara. Pertama, persuasi filosafis mengenai metode
fisika, dan dalam interaksi antara pandangan subtasional tentang fisika (misalnya: tentang materi, kuasa,
konsep ruang, dan waktu). Kedua, ajaran filsafat tradisional yang menjawab fenornena tentang materi,
kuasa, ruang, dan waktu. Dengan demikian, sejak semula sudah ada hubungan yang erat antara filsafat dan
fisika.

Fisikawan abad ke-21 adalah Albert Einstain menyatakan bahwa alam itu tidak terhingga besarnya dan
tidak terbatas, tetapi juga tidak berubah status totalitasnya atau bersifat statis dari waktu ke waktu. Einstein
percaya akan kekekalan materi. Ini berarti bahwa alam semesta itu bersifat kekal, atau dengan kata lain
tidak mengakui adanya penciptaan alam. Di samping teori mengenai fisika, teori alam semesta, dan lain-
lain, Zaman Kantemporer ini ditandai dengan penemuan berbagai teknologi canggih. Teknologi komunikasi
dan informasi termasuk salah satu yang rrrengalami kemaj uan sangat pesat.

Mulai dari penemuan komputer, berbagai satelit komunikasi, internet, dan sebagainya. Bidang ilmu lain
juga mengalami kemajuan pesat, sehingga terjadi spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuwan
kantemporer mengetahui hal yang sedikit, tetapi secara rnendalam. Ilmnu kedokteran semakin menajam
dalam spesialis dan subspesialis atau super-spesialis, demikian pula bidang ilmu lain. Di samping
kecenderungan ke arah spesialisasi, kecenderungan lain adalah sintesis antara bidang ilmu satu dengan
lainya, sehingga dihadirkannya bidang ilmu baru seperti bioteknologi yang dewasa ini dikenal dengan
teknolagi kloning.

2 karna beberapa ulama dalam hal ini ada yang menerima dan ada pula yang menolak adanya filsafat,
mengapa menolak adanya filsafat di karenakan filsafat ini pada dasarnya adalah hasil pemikiran orang-
orang kafir, di takutkan dengan filsafat ini bisa merusak aqidah ummat, sebab filsafat terlalu berlandaskan
pada logika semata, dalam agama itu kita tidak boleh terlalu berfilsafat kenapa karna apa yang ALLAH
SWT perintahkan dan larang itu telah jelas dalam agama ini, dan filsafat biasanya ada dalam bidang aqidah
atau tafsir dan mayoritas ulama tidak sepakat menggunakannya
.
3 penalaran

Pengetahuan dapat dikembangkan oleh manusia disebabkan dua hal utama yakni, pertama, manusia
mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi
informasi tersebut. Kedua, kemampuan manusia untuk berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir
tertentu. Secara garis besar cara berpikir seperti itu disebut penalaran.

Dua hal utama inilah yang memungkinkan manusia mengembangkan pengetahuannya yakni bahasa yang
bersifat komunikatif dan pikiran yang mampu menalar. Tidak semua pengetahuan berasal dari proses
penalaran, sebab berpikirpun tidak semuanya berdasarkan penalaran. Bagian-bagian dari penalaran yakni:

Hakekat Penalaran
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Penalaran
menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan, meskipun
seperti yang dikatakan Pascal bahwa hati pun mempunyai logika tersendiri. Jadi penalaran merupakan
kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran (pengetahuan).

Berpikir
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar
bagi setiap orang itu berbeda-beda sehingga kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan
yang benar itu pun juga berbeda-beda. Oleh sebab itu, cara berpikir mempunyai kriteria kebenaran yang
digunakan sebagai landasan untuk menemukan kebenaran. Penalaran merupakan suatu proses penemuan
kebenaran di mana tiap-tiap jenis penalaran mempunyai kriteria kebenarannya masing-masing. Penalaran
sebagai suatu kegiatan berpikir mempunyai ciri-ciri:

Adanya suatu pola berpikir yang secara luas bisa disebut logika. Artinya setiap penalaran merupakan proses
berpikir yang logis menurut pola tertentu yang tidak akan menimbulkan kekacauan karena tidak
konsistennya penggunaan pola berpikir.
Bersifat analitik dari proses berpikir. Penalaran merupakan kegiatan berpikir analitik yang menggunakan
logika ilmiah yang merupakan kegiatan berpikir berdasarkan langkah-lanhkah tertentu. Sifat analitik ini
merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Akan tetapi, tidak semua kegiatan berpikir
menggunakan langkah-langkah tertentu dan bersifat logis dan analistis.

Perasaan
Perasaan merupakan suatu penarikan kesimpulan yang tidak berdasarkan penalaran. Contohnya intuisi yang
merupakan suatu kegiatan berpikir yang non analitik (tidak mendasarkan diri pada suatu pola berpikir
tertentu). Berpikir intuitif memegang peranan yang penting dalam masyarakat yang berpikiran non analitik,
yang kemudian sering bergalau dengan perasaan.

Wahyu
Wahyu diberikan Tuhan lewat malaikat-malaikat dan nabi-nabinya ada yang percaya dan ada yang tidak.
Dengan wahyu kita mendapatkan keyakinan meskipun kegiatan berpikirnya tidak menggunakan logika
serta bersifat intuitif. Dalam hal ini, manusia bersifat pasif sebagai penerima pemberitaan tersebut, yang
kemudian dipercaya atau tidak tergangantung dari keyakinan masing-masing.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dapat ditinjau dari sumber yang
memberikan pengetahuan tersebut. Panalaran, intuisi, dan wahyu adalah sumber pengetahuan. Akan tetapi,
penalaran merupakan cara berpikir dengan pola tertentu yang disertai analisis. Sedangkan intuisi dan
wahyu merupakan sumber pengetahuan implisit yang tidak didasarkan pada pola berpikir tertentu, hanya
berdasarkan perasaan dan keyakinan.[1]

-Logika

Logika diturunkan dari kata “logie” bahasa Yunani, yang berhubungan dengan kata “logos”, yang berarti
fikiran atau perkataan sebagai pernyataan fikiran itu. Secara etimologi, logika adalah bidang penyelidikan
yang membahas fikiran, yang dinyatakan dalam bahasa.[2]

Menurut Anne, logika merupakan pengkajian berpikir shahih. Logika merupakan pertimbangan akal pikiran
supaya berpikir secara lurus, tepat dan sistematis, yang kemudian dinyatakan lewat bahasa lisan atau
tulisan.

Secara luas dapat dikatakan bahwa logika adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip-prinsip dan
norma-norma penyimpulan yang sah.

Logika dibagi dalam dua cabang pokok, yakni logika deduktif dan logika induktif.

Logika Deduktif
Logika deduktif merupakan penarikan kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi khusus yang
bersifat individual. Penarikan kesimpulan secara deduktif, menggunakan pola berpikir silogismus yang
disusun oleh dua pernyataan dan satu kesimpulan. Dalam silogisme dibedakan adanya dua premis, yaitu
premis mayor dan premis minor serta adanya kesimpulan yang merupakan pengetahuan yang didapat dari
kedua premis tersebut.

Contoh: Semua manusia bernafas (Premis Mayor)


Budi adalah seorang manusia (Premis Minor)

Jadi Budi bernafas (Kesimpulan)

Penarikan kesimpulan di atas, merupakan penarikan yang sah menurut logika deduktif. Akan tetapi,
kesimpulan tidak selalu benar walaupun premisnya benar, sehingga penarikanya tidak sah. Ketepatan
kesimpulan tergantung tiga hal yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor, dan keabsahan
pengambilan kesimpulan. Apabila ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi, maka penarikan kesimpulan dapat
dikatan tidak sah. Ilmu yang disusun secara deduktif contohnya adalah matematika.

Logika Induktif
Penarikan kesimpulan dari pernyataan yang bersifat umum dari kasus yang bersifat individual. Misalnya,
kambing mempunyai mata, gajah mempunyai mata, singa mempunyai mata dan hewan lain juga
mempunyai mata. Dari fakta-fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa semua hewan mempunyai mata.
Kesimpulan yang bersifat umum ini mempunyai dua keuntungan yaitu, bersifat ekonomis dan dapat
diproses lebih lanjut dengan menggunakan pemikiran induktif dan deduktif.

Prinsip-prinsip dasar dalam logika

Aristoteles merumuskan tiga buah prinsip atau hukum dalam logika, yakni:

Prinsip Identitas,
Prinsip Kontradiksi, dan
Prinsip Penyisihan jalan tengah.

-Sumber Pengetahuan

Pengetahuan merupakan kegiatan akal yang mengolah hasil tangkapan yang tidak jelas yang timbul dari
indera kita, ingatan atau angan-angan kita.[3] Ada beberapa sumber untuk mendapatkan pengetahuan,
antara lain:

Akal atau rasio


Aliran pemikiran yang menekankan pentingnya peran akal atau ide disebut rasionalisme. Kaum rasionalis
mempergunakan metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Kaum rasionalis yakin bahwa
kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja. Jadi ide
kaum rasionalis bersifat apriori dan pengalaman didapatkan dari penalaran rasional. Masalah yang timbul
dari berpikir seperti ini adalah mengenai kriteria untuk mengetahui kebenaran dari suatu ide yang menurut
seseorang jelas dan dapat dipercaya. Hal ini terjadi karena premis-premis yang hanya bersumber pada
penalaran rasional dan tidak memperdulikan pengalaman.

Pengalaman
Aliran pemikiran yang menekankan pengalaman sebagai sumber pengetahuan disebut empirisme. Kaum
empiris berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu bukan didapat dari penalaran rasional yang abstrak
namun lewat pengalaman yang konkret. Masalah utama yang timbul dalam penyusunan pengetahuan secara
empiris adalah bahwa pengetahuan yang dikumpulkan itu cenderung untuk menjadi suatu kumpulan fakta-
fakta. Kumpulan mengenai fakta atau kaitannya antara berbagai fakta, belum menjamin terwujudnya suatu
sistem pengetahuan yang sistematis. Pengalaman dalam empirisme yang dimaksud ialah pengalaman
inderawi. Pengetahuan inderawi ini bersifat parsial karena indera yang satu berbeda dengan indera yang
lainnya. Jadi pengetahuan inderawi berdasar pada perbedaan indera dan terbatas pada sensibilitas indera
tertentu.

Intuisi
Intuisi merupakan pengetahuan yang didapat tanpa melalui proses penalaran tertentu. Intuisi besifat
personal dan tidak dapat diramalkan. Pengetahuan intuitif dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi
analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan. Kegiatan intuitif dan
analitik dapat bekerjasama dalam menemukan suatu kebenaran.

Wahyu
Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan
lewat nabi-nabi yang diutus-Nya sepanjang zaman. Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai
kehidupan sekarang yang terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang bersifat
transedental seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari kemudian di akhirat nanti. Singkatnya,
agama dimulai dari rasa percaya, dan lewat pengkajian selanjutnya kepercayaan itu meningkat atau
menurun. Sedangkan pengetahuan muncul dari rasa tidak percaya, dan setelah melalui proses pengkajian
ilmiah, bisa diyakinkan atau tetap pada pendirian semula.

Kriteria Kebenaran
Pengertian Kebenaran
Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya. Kebenaran menurut setiap individu relatif
berbeda-beda, sehingga setiap jenis pengetahuan mempunyai kriteria kebenaran yang tidak sama. Hal ini
disebabkan oleh watak pengetahuan yang berbeda.

Jenis-jenis Kebenaran
Ada tiga jenis kebenaran, yakni:

Kebenaran Epistimologis
Kebenaran epistimologis disebut juga kebenaran logis. Kebenaran epistimologis merupakan kebenaran
yang berhubungan dengan pengetahuan manusia. Sebuah pengetahuan disebut benar dan kapan
pengetahuan disebut benar apabila apa yang terdapat dalam pikiran subjek sesuai dengan apa yang ada
dalam objek.

Kebenaran Ontologis
Kebenaran ontologis berkaitan dengan sifat dasar atau kodrat dari obyek. Kebenaran ontologis merupakan
kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada hakikat segala sesuatu yang ada.

Kebenaran Semantik
Kebenaran semantik merupakan kebenaran yang terdapat dan melekat dalam tutur kata dan bahasa.
Kebenaran ini berkaitan dengan pemakaian bahasa. Bahasa merupakan ungkapan dari kebenaran.[4]

Teori Kebenaran
Ada tiga macam teori kebenaran, yakni:

Teori Koherensi
Menurut teori koherensi suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau
konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Matematika adalah bentuk
pengetahuan yang penyusunannya dilakukan pembuktian berdasarkan teori koheren.

Teori Korespondensi
Berdasarkan teori korespondensi, pernyataan dianggap benar jika materi pengetahuan yang dikandung
pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pertanyaan tersebut.

Teori Pragmatis
Berdasarkan teori pragmatis, pernyataan dianggap benar diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut
bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu parnyataan adalah benar, jika pernyataan itu
atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Pragmatisme
bukanlah suatu aliran filsafat yang mempunyai doktrin-doktrin filsafati melainkan teori dalam penentuan
kriteria kebenaran.

4 Sarana berpikir ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai
langkah yang harus ditempuhnya. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula.
Oleh sebab itulah maka sebelum kita mempelajari sarana-sarana berpikir ilmiah ini sebaiknya kita telah
menguasai langkah-langkah dalam kegiatan langkah tersebut.

Berpikir menurut Salam (1997:139) adalah suatu aktivitas untuk menemukan pengetahuan yang benar atau
kebenaran. Berpikir dapat juga diartikan sebagai proses yang dilakukan untuk menentukan langkah yang
akan ditempuh.

Ilmu merupakan pengetahuan yang di dapatkan melalui metode ilmiah. Untuk melakukan kegiatan ilmiah
secara baik perlu sarana berpikir, yang memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan
cermat. Dalam epistemology atau perkembangan untuk mendapatkan ilmu, diperlukan adanya sarana
berpikir ilmiah. Sarana berpikir ilmiah ini adalah alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya
secara baik. Jadi fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah untuk mendapat
ilmu atau teori yang lain. Sedangkan tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita
melakukan penelaahan ilmiah secara baik.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dari sarana berpikir ilmiah adalah

Sarana berpikir ilmiah bukanlah ilmu, melainkan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan
metode ilmiah.
Tujuan mempelajari metode ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara
baik.
Adapun sarana berpikir ilmiah adalah : bahasa, logika, matematika dan statistika. Keempat sarana berpikir
ilmiah ini sangat berperan dalam pembentukan ilmu yang baru. Syarat suatu ilmu adalah bila ilmu itu
sesuai dengan pengetahuannya dan sesuai dengan kenyataannya, atau dengan kata lain suatu ilmu itu
berada di dunia empiris dan dunia rasional, seperti yang tertera pada bagan 1. Andaikan ilmu itu bergerak
dari khasanah ilmu yang berada di dunia rasional, kemudian ilmu itu mengalami proses deduksi. Dalam
proses deduksi ini, sarana berpikir ilmiah yang berperan adalah logika dan matematika.

Di sini teori-teori yang ada dapat dikaitkan dengan fenomena-fenomena sehingga terjadilah hipotesis atau
dugaan, dalam hal ini disebut sebagai ramalan. Ramalan ini perlu diuji melalui tahapan pengujian. Tahapan
pengujian dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. Dalam proses pengujian dilakukan pengumpulan
fakta-fakta di lapangan atau di dunia empiris. Selanjutnya, dilakukan pengujian dengan berbantuan sarana
berpikir ilmiah statistika, sehingga terjadi proses induksi untuk mendapat kasanah ilmu yang lain. Proses
ini akan berulang terus, sehingga ilmu tersebut selalu berkembang untuk mendapatkan ilmu yang baru atau
ilmu yang lain.

Bahasa merupakan alat komunikasi yang dicirikan sebagai;


serangkaian bunyi yang digunakan sebagai

alat komunikasi;
lambang dari serangkaian bunyi yang membentuk arti tertentu.
Dengan bahasa manusia dapat mengkomunikasikan segenap pengalaman dan pemikiran mereka.
Pengalaman dan pemikiran yang berkembang membuat bahasa pun ikut berkembang.
Secara umum bahasa dibedakan atas dua kelompok, yaitu bahasa verbal dan bahasa matematika. Bahasa
Verbal yaitu bahasa yang berlaku untuk kalangan tertentu yang mengerti bahasa tersebut ( tidak berlaku
umum ) sedangkan bahasa matematik yaitu bahasa yang berlaku untuk semua kalangan.

Kemampuan berbahasa adalah salah satu keunikan manusia. Bahasa diperlukan manusia atau berfungsi
sebagai:

alat komunikasi atau fungsi komunikatif,


alat budaya yang mempersatukan manusia yang menggunakan bahasa tersebut atau fungsi kohesif.
Kegunaan Bahasa

Membuat manusia berpikir dengan baik


Berkomunikasi dengan baik
Berpikir secara abstrak
Di dalam fungsi komunikatif bahasa terdapat tiga unsur bahasa, yang digunakan untuk menyampaikan :
perasaan (unsur emotif), sikap (unsur afektif) dan buah pikiran (unsur penalaran). Perkembangan bahasa
dipengaruhi oleh ketiga unsur bahasa ini.

Perkembangan ilmu dipengaruhi oleh fungsi penalaran dan komunikasi bebas dari pengaruh unsur emotif.
Sedangkan perkembangan seni dipengaruhi oleh unsur emotif dan afektif.

Syarat komunikasi ilmiah adalah :

bahasa harus bebas emotif


reproduktif, artinya komunikasinya dapat dimengerti oleh yang menerima.
Komunikasi ilmiah bertujuan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan.

Kekurangan bahasa terletak pada:

Peranan bahasa yang multifungsi, artinya kommunikasi ilmiah hanya menginginkan penyampaian buah
pikiran/penalaran saja, sedangkan bahasa verbal harus mengandung unsur emotif, afektif dan simbolik.
Arti yang tidak jelas dan eksak yang dikandung oleh kata-kata yang membangun bahasa.
Konotasi yang bersifat emosional.
Aliran-aliran dalam filsafat bahasa:

Filsafat Modern
Filsafat ini menyatakan bahwa kebanyakan dari pernyataan dan pertanyaan ahli filsafat timbul dari
kegagalan mereka untuk menguasai logika bahasa.

Filsafat Analitik.
Bahasa bukan saja hanya sebagai alat bagi berpikir dan berfilsafat tetapi juga sebagai bahan dasar dan
dalam hal tertentu merupakan hasil akhir dari filsafat.

Logika

Logika adalah jalan pikiran yang masuk akal (Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:680). Logika disebut
juga sebagai penalaran. Menurut Salam (1997:140) penalaran adalah suatu proses penemuan kebenaran,
dan setiap jenis penalaran memiliki kriteria kebenarannya masing-masing.

Ciri-ciri penalaran memiliki:

Pola berpikir yang disebut dengan logika,


Analitis dalam berpikir.
Matematika
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin
disampaikan. Lambang yang ada pada matematika bersifat artifisial artinya lambang itu mempunyai arti
jika sudah diberi makna. Kekurangan yang ada dalam bahasa verbal dapat diatasi dengan menggunakan
matematika dalam berkomunikasi ilmiah. Hal ini dimungkinkan karena Matematika itu bersifat:

Jelas,
Spesifik,
Informatif, dan
Tidak emosional
Matematika mengembangkan bahasa kuantitatif, karena dapat melakukan pengukuran secara eksak. Sifar
kuantitatif dari metamtika ini meningkatkan daya prediktif dan control dari ilmu. Oleh sebab itu
matematika dibutuhkan oleh setiap ilmu.

Matematika mengembangkan cara berpikir deduktif artinya dalam melakukan penemuan ilmu dilakukan
berdasarkan premis-premis tertentu. Pengetahuan yang ditemukan hanyalah didasari atas konsekuensi dari
pernyataan-pernyataan ilmiah sebelumnya yang telah ditemukan.

Matematika pada dasarnya merupakan pengetahuan yang disusun secara konsisten berdasarkan logika
deduktif. Kebenaran dalam Matematika tidak dibuktikan secara empiris, melainkan secara penalaran
deduktif.

Aliran Filsafat Matematika:

Filsafat Logistik, yang menyatakan bahwa eksistensi Matematika merupakan cara berpikir logis yang salah
atau benarnya dapat ditentukan tanpa mempelajari dunia empiris.
Filsafat Intusionis, yaitu kebenarannya diambil secara intuisi (perasaan secara tiba-tiba)
Filsafat formalis, berdasarkan lambang-lambang.
Statistika

Peluang merupakan dasar dari teori statistika. Konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi variable
yang ditelaah dalam suatu populasi tertentu. Statistika sering digunakan dalam penelitian ilmiah.

Ilmu dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji kebenarannya. Suatu pernyataan ilmiah
adalah bersifat factual, dan konsekuensinya dapat diuji dengan baik dengan jalan menggunakan pancaindra,
maupun dengan mempergunakan alat-alat yang membantu pancaindra tersebut. Pengujian mengharuskan
peneliti untuk menarik kesimpulan yang berisfat umum dari kasus yang bersifat individual. Penarikan
kesimpulan ini berdasarkan logika induktif. Di pihak lain penyusunan hipotesis merupakan penarikan
kesimpulan yang bersifat khas dari pernyataan yang bersifat umum dengan menggunakan deduksi. Jadi ada
dua penarikan kesimpulan yaitu deduksi dan induksi. Logika deduktif berpaling pada matematika dan
logika induktif berpaling pada statistika.

Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut,
makin besar contoh atau sampel yang diambil maka makin tinggi tingkat ketelitian kesimpulan tersebut.
Statistika juga memberikan kemampuan untuk mengetahui suatu hubungan kausalitas antara dua atau lebih
faktor yang bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam hubungan yang bersifat empiris.

Statistika merupakan sarana berpikir ilmiah yang diperlukan untuk memproses pengetahuan secara ilmiah.
Statistika membantu melakukan proses generalisasi dan menyimpulkan karakterisrtik suatu kejadian secara
lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan.

Metode Berpikir Ilmiah

Pada hakikatnya, berpikir secara ilmiah merupakan gabungan antara penalaran secara deduktif dan
induktif. Masing – masing penalaran ini berkaitan erat dengan rasionalisme atau empirisme.

a.Metode Induksi
Metode Induksi adalah suatu cara penganalisaan ilmiah yang bergerak dari hal– hal yang bersifat khusus
(individu) menuju kepada hal yang besifat umum (universal).

Jadi cara induksi dimulai dari penelitian tehadap kenyataan khusus satu demi satu kemudian diadakan
generalisasi dan abstraksi lalu diakhiri dengan kesimpulan umu. Metode induksi ini memang paling banyak
digunakan oleh ilmu pengetahuan, utamanya ilmu pengetahuan alam, yangdi jalankan dengan cara
observasi dan eksperimentasi. Jadi metode ini berdasarkan kepada fakta-fakta yang dapat diuji
kebenarannya.

b.Metode Deduksi

Metode deduksi adalah dkebalikan dari induksi. Kalau induksi bergerak dari hal-hal yang bersifat khusus
ke umum, maka metode deduksi sebaliknya, yaitu : bergerak dari hal-hal yang bersifat umum (universal)
kemudian atas dasar itu ditetapkan hal-hal yang bersifatkhusus.Cara deduksi ini banyak dipakai dalam
logika klasik

Aristoteles, yaitu dalam membentuk syllogisme yang menarik kesimpulan berdasarkan atas dua premis
mayor dan minor sebelumnya.

Contohnya yang paling klasik :

●Semua manusia bisa mati.

●Socrates adalah manusia;

●jadi, Socrates bisa mati.

5 Filsafat dalam pendidikan khususnya bagi profesi guru sebagai suatu lapangan studi yang mengarahkan
pusat perhatiannya dan memusatkan kegiatannya pada dua fungsi tugas normatif lmiah, yaitu; kegiatan
merumuskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan, konsep tentang sikap hakikat manusia, serta konsepsi
hakikat dan segi-segi pendidikan serta isi moral pendidikannya.
Filsafat juga merupakan kegiatan merumuskan sistema atau teori pendidikan yang meliputi politik
pendidikan, kepemimpinan pendidikan atau organisasi pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran,
termasuk pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pengembangan masyarakat dan Negara.
Filsafat memberikan gambaran bagaimana pengetahuan memberikan kesadaran kepada manusia
tentang kenayataan yang diberikan oleh filsafat dapat diikuti contoh berikut ini:
Ada seorang guru yang mempunyai kesadaran diri untuk meningkatkan dan mendapatkan
pemahaman yang ada dalam kehidupan nyata, misalnya bagaimana pengetahuan tersebut diperolehnya dan
bagaimana bentuk dari pengetahuan yang telah dikuasainya itu, maka filssafatlah yang membantu guru
tersebut untuk menjawabnya. Karena memang di dalam abad ini masalah pengetahuan pusat permasalahan
di dalam agenda dari seorang ahli filsafat. Guru dan pemikir tadi menyatakan pendapatnya dengan
dukungan yang persuasif ialah apa yang dikehaui ialah apa saja yang kita buktikan. Apakah kita pernah
membantah bahwa hari cerah dan tidak ada mendung bila kita dan orang lain melihat sinar matahari?
Apakah sinar matahari telah tertangkap oleh mata kita? Dan apakah kita akan membantah bahwa api itu
panas setelah kita memasukkan jari kita ke tempat api dan segera menariknya karena api itu melukai jari
kita. Jika kita memikirkan semua itu, maka akan memperoleh seperangkat pengetahuan dan pengalaman
empiris.
Pengetahuan yang berguna tidak senantiasa langsung diperoleh, tetapi dapat juga secara tidak
langsung yang merupakan pengertian eksistensi yang diambil secara empiris. Dengan membatasi
pengetahuan pada pengalaman empiris saja berarti mengabaikan sekian banyak yang kita rasa telah
diketahui. Kita hanya merasa memiliki perasaan uang semacam intuisi, meskipun kita tidak dapat
membuktinkannya. Dan kita menjadikan perasaan tersebut sebagai suatu dasar untuk sikap atau keputusan.
Dari uraian tadi dapat disimpulkan bahwa kedudukan filsafat bagi seorang guru adalah memberikan
pengertian dan kesadaran kepada pendidik atau guru akan arti pengetahuan tentang kenyataan yang
diberikan oleh filsafat. Berdasarkan dasar-dasar hasil kenyataan itu, maka filsafat memberikan pedoman
kepada pendidik khusunya guru. Pedoman itu mengenai suatu yang terdapat disekitar lingkungan
pendidikan. Dengan akal, filsafat memberikan pedoman pendidik berfikir guna memperoleh pengetahuan.
Dengan kehendak, dan rasa, maka filsafat memberikan pedoman tentang kesusilaan mengenai baik dan
buruk.
Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan pekerjaan guru maka filsafat pendidikan
merupakan landasan berpijak yang mutlak. Artinya, sebagai pekerja professional, tidaklah cukup bila
seorang guru hanya menguasai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kedua
penguasaan ini baru tercermin kompetensi seorang tukang.
Disamping penguasaan terhadap apa dan bagaimana tentang tugasnya, seorang guru juga harus menguasai
mengapa ia melakukan setiap bagian serta tahap tugasnya itu dengan cara tertentu dan bukan dengan cara
yang lain. Jawaban terhadap pertanyaan mengapa itu menunjuk kepada setiap tindakan seorang guru
didalam menunaikan tugasnya, yang pada gilirannya harus dapat dipulangkan kepada tujuan-tujuan
pendidikan yang mau dicapai, baik tujuan-tujuan yang lebih operasional maupun tujuan-tujuan yang lebih
abstrak. Oleh karena itu maka semua keputusan serta perbuatan instruksional serta non-instruksional dalam
rangka penunaian tugas-tugas seorang guru dan tenaga kependidikan harus selalu dapat
dipertanggungjawabkan secara pendidikan (tugas professional, pemanusiaan dan civic) yang dengan
sendirinya melihatnya dalm perspektif yang lebih luas dari pada sekedar pencapaian tujuan-tujuan
instruksional khusus, lebih-lebih yang dicekik dengan batasan-batasan behavioral secara berlebihan.
Tidaklah berlebihan kiranya bila dikatakan bahwa di Indonesia kita belum punya teori tentang pendidikan
guru dan tenaga kependidikan. Hal ini tidak mengherankan karena kita masih belum saja menyempatkan
diri untuk menyusunnya. Bahkan salahsatu prasaratnya yaitu teori tentang pendidikan sebagimaana
diisyaratkan pada bagian-bagian sebelumnya, kita masih belum berhasil memantapkannya. Kalau kita
terlibat dalam berbagi kegiatan pembaharuan pendidikan selama ini maka yang diperbaharui adalah
pearalatan luarnya bukan bangunan dasarnya.
Hal diatas itu dikemukakan tanpa sama sekali didasari oleh anggapan bahwa belum ada diantara kita yang
memikirkan masalah pendidikan guru itu. Pikiran-pikiran yang dimaksud memang ada diketengahkan
orang tetapi praktis tanpa kecuali dapat dinyatakan sebagi bersifat fragmentaris, tidak menyeluruh.
Misalnya, ada yang menyarankan masa belajar yang panjang (atau, lebih cepat, menolak program-program
pendidikan guru yang lebih pendek terutama yang diperkenalkan didalam beberapa tahun terakhir ini) ; ada
yang menyarankan perlunya ditingkatkan mekanisme seleksi calon guru dan tenaga kependidikan; ada yang
menyoroti pentingnya prasarana dan sarana pendidikan guru; dan ada pula yang memusatkan perhatian
kepada perbaikan sistem imbalan bagi guru sehingga bisa bersaing dengan jabtan-jabatan lain
dimasyarakat. Tentu saja semua saran-saran tersebut diatas memiliki kesahihan, sekurang-kurangnya secara
partial, akan tetapi apabila di implementasikan, sebagian atau seluruhnya, belum tentu dapat dihasilkan
sistem pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang efektif.
Sebaiknya teori pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang produktif adalah yang memberi rambu-
rambu yang memadai didalam merancang serta mengimplementasikan program pendidikan guru dan tenaga
kependidikan yang lulusannya mampu melaksanakan tugas-tugas keguruan didalam konteks pendidikan
(tugas professional, kemanusiaan dan civic). Rambu-rambu yang dimaksud disusun dengan
mempergunakan bahan-bahan yang diperoleh dari tiga sumber yaitu: pendapat ahli, termasuk yang
disangga oleh hasil penelitian ilmiah, analisis tugas kelulusan serta pilihan nilai yang dianut masyarakat.
Rambu-rambu yang dimaksud yang mencerminkan hasil telaahan interpretif, normative dan kritis itu,
seperti telah diutarakan didalam bagian uraian dimuka, dirumuskan kedalam perangkat asumsi filosofis
yaitu asumsi-asumsi yang memberi rambu-rambu bagi perancang serta implementasi program yang
dimaksud. Dengan demikian, perangkat rambu-rambu yang dimaksud merupakan batu ujian didalam
menilai perancang dan implementasi program, maupun didalam “mempertahankan” program dari
penyimpngan-penyimpangan pelaksanaan ataupun dari serangan-serangan konseptual.

Anda mungkin juga menyukai