Anda di halaman 1dari 11

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

“KERANGKA KONSEPTUAL UNTUK AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK: ARTI


PENTINGNYA GUNA PENGEMBANGAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK”

Dosen Pengampu:
“Muhammad Ahyaruddin, SE.,M.Sc.,AK”

Disusun Oleh

Lia Apriani (170301183)

Vani Dwi Jayanti (170301301)

Oky Eka Putra (170301245)

Masril (170301330)

PROGRAM STUDI AKUTANSI

FAKULTAS OKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU

PEKANBARU
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan judul “KERANGKA
KONSEPTUAL UNTUK AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK: ARTI PENTINGNYA GUNA
PENGEMBANGAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK”

sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Akuntansi Sektor Publik
tahun ajaran 2016.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis dengan hati terbuka mengharapkan saran-saran dan kritikan-kritikan yang
membangun (konstruktif) demi kesempurnaan tugas akhir di masa yang akan datang.

Selanjutnya dalam kesempatan ini penulis tidak lupa untuk menyampaikan ucapan terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan
dalam penulisan makalah ini.

Akhir kata Penulis mengharapkan agar tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pihak yang
memerlukannya.

Pekanbaru, 20 April 2016


Hormat Kami,

Tim Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Dalam kurun waktu 12 tahun di era reformasi, Indonesia sedang melakukan pembenahan
di segala bidang. Termasuk pembenahan dalam pengelolaan keuangan negara. Saat ini pemerintah
dituntut untuk lebih transparan dalam memberikan informasi terkait pengelolaan keuangan negara
kepada masyarakat. Terlebih dengan adanya UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik, di mana pada undang-undang ini badan publik memiliki kewajiban untuk
menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawah
kewenangannya. Laporan keuangan yang diterbitkan oleh lembaga publik merupakan barang
publik yang berhak diperoleh oleh masyarakat.

Barang publik adalah adalah komoditas, yang diproduksi sekali, yang bisa dikonsumsi
tanpa mengurangi kesempatan untuk dikonsumsi oleh yang lain. Barang publik tidak diproduksi
pada pasar bebas yang memiliki apa yang dinamakan eksternalitas. Eksternalitas terjadi jika
seorang produsen tidak bisa menginternalisasi (membebankan) biaya produksi kepada semua
pengguna barang (Wolk dkk., 2008). Sebagai barang publik, laporan keuangan pemerintahan
merupakan kewajiban bagi setiap entitas pemerintah untuk memenuhinya. Untuk itu, entitas
pemerintah harus menyelenggarakan sistem akuntansi, menyusun, dan memublikasikan laporan
keuangannya. Aktivitas-aktivitas tersebut merupakan bagian dari sistem pengelolaan keuangan
negara/daerah.

Kerangka konseptual dalam Standar Akuntansi Pemerintahan memiliki peranan penting


sebagai acuan dalam menyusun laporan keuangan pemerintah. Laporan keuangan wajib disusun
oleh entitas pelaporan. Entitas pelaporan adalah unit pemerintah yang terdiri atas satu atau lebih
entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan
laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan, yang terdiri atas: pemerintah pusat,
pemerintah daerah, masing-masing kementerian negara atau lembaga di lingkungan pemerintah
pusat, dan satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/ daerah (Kerangka Konseptual SAP
Berbasis Akrual).
Pada Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 11 SAP Berbasis Akrual
(Lampiran I PP Nomor 71 Tahun 2010) lebih spesifik menjelaskan karakteristik dari entitas
pelaporan, yaitu:

a. entitas tersebut dibiayai oleh APBN atau dibiayai oleh APBD atau mendapat pemisahan
kekayaan dari anggaran;
b. entitas tersebut dibentuk dengan peraturan perundang-undangan;
c. pimpinan entitas tersebut adalah pejabat pemerintah yang diangkat atau pejabat negara
yang ditunjuk atau yang dipilih oleh rakyat; dan
d. entitas tersebut membuat pertanggungjawaban baik langsung maupun tidak langsung
kepada wakil rakyat sebagai pihak yang menyetujui anggaran.

Berbagai permasalahan yang muncul terkait dengan pengelolaan keuangan yang tidak
memenuhi standar atau ketentuan undang-undang ini, bukan semata-mata disebabkan adanya
indikasi kecurangan. Namun, juga bisa disebabkan karena kurangnya pemahaman pihak- pihak
yang terlibat dalam penyusunan laporan keuangan pemerintahan karena tidak memiliki latar
belakang pendidikan yang relevan. Oleh karena itu, kerangka konseptual sebagai acuan dalam
menyusun laporan keuangan menjadi sangat penting dalam memberikan penjelasan lebih jauh dan
juga sebagai pengembangan dalam menyusun standar akuntansi pemerintahan. Artikel ini akan
membahas peranan kerangka konseptual dalam pengembangan akuntansi sektor publik yang lebih
difokuskan pada akuntansi pemerintahan.
PEMBAHASAN

KERANGKA KONSEPTUAL UNTUK AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK : ARTI


PENTINGNYA GUNA PENGEMBANGAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

Kerangka Konseptual sebagai Acuan Pengembangan Akuntansi Sektor Publik

Sudah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya yaitu ada beberapa hal yang sama antara sektor
bisnis dan sektor publik, namun ada juga hal-hal yang berbeda diantara keduanya, disini kita akan
membahas mengapa akuntansi sektor publik khususnya pemerintahan berbeda dengan sektor
bisnis. Perbedaan karakteristik menjadi salah satu alasan mengapa kedua sektor itu berbeda.
Sehingga dianggap perlu untuk membuat standar akuntansi pemerintahan secara khusus.
Lingkungan akuntansi pemerintahan memiliki dua ciri utama, yaitu ciri struktur pemerintahan dan
pelayanan yang diberikan, serta ciri keuangan pemerintahan yang penting bagi pengendalian.
Adapun ciri utama struktur pemerintahan adalah :

 Bentuk umum pemerintahan dan pelayanan yang diberikan


 Sistem pemerintahan yang otonomi dan transfer pendapatan antarpemerintah
 Adanya pelayanan pengaruh proses politik
 Hubungan antara pelayanan pajak dan pelayanan pemerintahan

Setelah kita mengerti mengenai pengembangan selanjutnya yang dapat dilakukan pada kerangka
konseptual adalah masalah pengkuruan, selanjutnya kita akan melihat membahas mengenai basis
akuntansi yang dapat digunakan yaitu ada dua, yang pertama adalah basis kas dan kedua yaitu
basis akrual. Semakin berkembangnya jaman perlu diadakannya suatu penyesuaian dengan kondisi
saat ini, pergerakan yang menuju akuntansi akrual masih menjadi bahan perdebatan dalam literatur
akuntansi sektor publik. Adanya suatu kerangka konseptual diharapkan mampu memberikan
beberapa manfaat selain dijadikan sebagai bahan acuan, namun kerangka konseptual diharapkan
mampu berfungsi sebagai mengakomodasikan kebutuhan akan pengendalian dalam mewujudkan
transparansi dan akuntabilitas pada laporan keuangan.

“informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat dibandingkan
dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada
umunya, perbandingan dapat dilakukan secara internal dan eksternal, perbandingan secara
internal dapat dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari tahun
ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang di perbandingkan
menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik daripada kebijakan akuntansi yang sekarang di
terapkan, perubahan tersebut diungkapkan, perubahan tersebut diungkapkan pada periode
terjadinya perubahan.”

Pengembangan selanjutnya yang dapat dilakukan pada kerangka konseptual adalah


masalah pengukuran. Beberapa standar akuntansi sudah secara jelas menjabatkan pengukuran
yang dilakukan terkait dengan konteks yang dibahas. Misalnya, pada PSAP Nomor 8 tentang
biaya perolehan sesuai dengan kerangka konseptual yang memegang prinsip nilai historis
(historical cost). Semestinya kerangka konseptual dapat memberikan beberapa alternative
pengukuran yang bisa digunakan oleh entitas pelaporan mengingat kelemahan dari pengukuran
berdasarkan nilai historis tersebut.

Kerangka konseptual juga menjadi pijakan untuk menentukan kualitas atau tidaknya
suatu laporan keuangan. Untuk menilai kualitas dari laporan keuangan, maka laporan keuangan
harus memenuhi karakteristik kualitatif seperti yang telah disebutkan dalam kerangka
konseptual, adalah sebagai berikut.

a. Relevan yaitu apabila informasi didalamnya dapat memengaruhi keputusan. Informasi


dikatakan relevan bila memiliki manfaat umpan balik, memiliki manfaat predikiif, tepat
waktu dan lengkap.
b. Andal berarti informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan
dan kesalahan material. Informasi yang andal memiliki karakteristik penyajian jujur,
dapat diverifikasi, netralitas.
c. Dapat dibandingkan.
d. Dapat dipahami.

Pekerjaan rumah untuk melakukan perbaikan dan pembenahan terhadap kerangka kerja
konseptual akuntansi sector publik tidak hanya dilakukan oleh Indonesia saja, tetapi beberapa
Negara lain juga mengalami hal yang sama. Seperti yang terjadi di selandia baru, di ma adewan
standar berusaha untuk melakukan modifikasi atas respons untuk menerapkan Internal Public
Sector Accounting Standars (IPSAS). Seperti pernyataan Andress Bergmann selaku Chairman of
IPSASB dalam Scott (2010) yang menyatakan bahwa:

Pernyataan tersebut cukup beralasan mengingat kerangka konseptual disusun tidak semata-
mata sebagai acuan, tetapi juga diharapkan memiliki fungsi pengawasan terhadap kegiatan
pengelolaan keuangan publik dan pelaporan keuangan publik. Pengawasan perlu dilakukan
karena tuntutan teradap akuntabilitas dan transparasi atas pelaporan keuangan pemerintah
menjadi sorotan pada beberapa tahun terakhir karena beberapa isu penyimpangan terhadap
penggunaan keuangan Negara. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam
mencapai tujuan dan sasaran yang telah diterapkan sebelumnya, melalui suatu media
pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodic (standbury dalam Mardiasmo , 2006),
akuntabilitas perlu menjadi pegangan dalam rangka mewujudkan good governance, united
national development program mendefinisikan governance sebagai :

“the exercise of political, economic and administrative to manage a national affair at all levels”
(mardiasmo,2009)

Selanjutnya, kerangka konseptual membahas basis akuntansi yang dapat digunakan


adalah basis kas dan basis akrual. Namun, ternyata dampak dari penggunaan akuntansi akrual
dalam pelaporan sector publik masih menjadi perdebatan. Akuntansi berbasis akrual dan
pelaporan keuangan disektor publik bukan fenomena yang baru meskipun kenyataannya
sebaliknya. Dengan cara misalnya, di Australia, departemen antar pos umum mulai menyiapkan
akun komersial (termasuk pernyataan keuntungan dan rugi penuh dan neraca) pada tahun 1913,
dan terus menggunakan bentuk laporan ini seiring waktu (Standish dalam Carlin, 2005).

Pergeseran menuju akuntansi akrual yang komprehensif ysng berorientasi publik dan
struktur pelaporan keuangan mulai terjadi di akhir tahun 1980 an, terutama di Australia dan
selandia baru. Ada dua tonggak undang-undang yang mendasari perubahan ini, yaitu State Sector
Act 1988 dan Publik Finance Art 1989. Tujuan mendasar dari mendesai ulang hubungan ini
adalah untuk meningkatkan akuntabilitas kepada menteri sebagai kepala departemen untuk
menilai kinerja dan departemen mereka (carlin,2005).
Selanjutnya pada artikel yang sama Carlin menyimpulkan bahwa dengan konsep
akuntansi akrual sector publik sebagai bagian dari sebuah rantai reformasi yang terkait, adalah
mungkin untuk memperpanjang perdebatan tentang akuntansi akrual sector publik, sehingga
mereka menghasilkan sesuatu yang tidak hanya kedalam fisit akuntansi, tetapi juga menjadi
konsekuensi untuk selanjutnya membuat keputusan dan alokasi sumber daya dari alat kerja
akuntansi dengan cara-cara tertentu. Sedangkan kerangka komseptual analitis yang disarankan
dalam makalah ini menunjukan hubungan antara akuntansi akrual dan reformasi lain yang telah
ditonjolkan dari landscape perubahan manjemen keuangan publik selama dua decade terakhir,
selain itu berdasarkan data empiris yang ad, dengan jelas menunjukan bahwa pengenalan
akuntansi akrual untuk sector publik mungkin tidak netral dalam dampaknya.

Masalah akuntansi berbasis akrual juga ditulis ole suryanovi (2008) yang meneliti tentang
keharmonisan dan kejelasan penerapan basis kas menuju akrual yang ditinjau dari perspektif UU
Nomor 17 tahun 2003 dan UU nomor 1 tahun 2004 menemukan bahwa terdapat ketidakjelasan
rumusan atas definisi “pendapatan Negara” antara pasal dengan pasal 11 dalam UU Nomor 17
tahun 20013 yang dapat menimbulkan interprestasi yang berbeda. Menurut pasal 1 ayat 13 basis
akuntansi yang seharusnya digunakan dalam pengakuan pendapatan adalah basis akrual,
sedangkan menurut pasal 11 ayat 3 serta dengan mengacupada pasal 1 ayat 9 basis akuntansi
yang digunakan dalam pengakuan pendapatan adalah basis kas.

Kemudian ia menambahkan bahwa pisah batas pengakuan pendapatan pada basis kas
yang direapkan KK tidak harmonis dengan yang diterapkan UU Nomor 17 tahun 2003. Husaini
dan Gowda (2008) memaparkan dalam artikel mereka bahwa Negara-negara berkembang telah
melakukan reformasi pada menajemen sector publik dengan penggunaan sistem berbasis hasil
dan memfokuskan pembahasan pada tingkat konseptual. Negara-negara berkembang saat ini
menerapkan, secara eksperimental, atau menjelajahi potensi pengguna.

Pada tahun 1990 Rutherfod (1990) menuliskan bahwa efisiensi dan efektivitas merupakan
indicator kinerja yang harus menjadi perhatian dalam pelaporan keuangan sector publik
diinggris. Selanjutnya ia menambahkan bahwa dokumen Treasury 1988 tentang central
government: financial accounting and reporting frame work menawarkan tiga tujuan laporan
keuangan yaitu : akuntabilitas, kepatutan, keteraturan, serta keterauditan (auditability).
Akuntabilitas diidefinisikan sebagai :
“the duty of those responsible for the development and implementation if policy andlor
managing affairs and resaources to demonstrate not only propriety but also how economic,

Kemudian Recherford menegaskan bahwa tanpa kerangka kerja konseptualn reformasi


mau tidak mau harus didaasarkan pada artikulasi dari prinsip yang menyedihkan. Dengan tidak
adanya kerangka kerja konseptual tersebut, mungkin bahwa pelaporan keuangan sektor publik
harus menanggapi tanpa rasa malu syarat dari pengawasan dan pengendalian sebagai bagian dari
akuntabilitas horizontal untuk penggunaan eksternal laporan keuangan yang ditemukan di sektor
swasta yang bermotif mencari laba.

Pernyataan Husaini dan Gowda (2008) dan Retherford (1990) diatas, menunjukkan
perdebatan apakah penetapan akuntansi dan penggangguran berbasis akrual pada organisasi
sektor publik dapat melayani tujuan organisasi sektor privat. Namun, mulai tahun 2010, SAP
Berbasis Akrual di indonesia telah menggunakan basis akrual meskipun tidak penuh, yaitu untuk
penyajian laporan keunagan yang bertujuan umum menggunakan basis akrual, sementara dalam
hal anggaran masih menggunakan basis kas.

Dengan adanya dua basis akuntansi yang berlaku pada SAP, sehingga menyebabkan
entitas pemerintahan wajib menyusun dan menyajikan tujuh laporan keuangan pokok. Tentunya,
hal ini berat bagi entitas pemerintahan karena dengan empat laporan keuangan saja,sesuai
dengan PP Nomor 24 Tahun 2005, mereka sulit menyajikan laporan keuangan pemerintah yang
berkualitas. Berdasarkan data IHPS BPK semeter II/2008 menunjukkan bahwa opini audit BPK
yang menyatakan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan pemerintah
daerah dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 terus mengalami penurunan. Penurunan ini
bisa jadi disebabkan adanya perkembangan dan perubahan lingkungan yang dihadapi oleh
pemerintah daerah, misalnya adanya perubahan perundang undangan yang biasa terjadi pada
lingkungan pemerintahan, yang memerlukan perlakuan akuntansi yang khusus dan belum diatur
atau standar belum menyatakan dengan tegas, sehinga menimbulkan kebinungan bagi
pemerintahan daerah. Permasalahan tersebut seharussnya dapat di jawab dengan KK yang
memang fungsi sebagai acuan dalam hal terdapat masalah akuntansi yang beum dinyatakan
dalam SAP. Oleh karena itu, KK SAP berperan penting untuk menjaga kualitas pelaporan
keuangan entitas pemerintahan, panduan bagi pemeriksa, dan pengguna laporan keuangan
pemerintah.
KESIMPULAN

Dari berbagai pandangan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka ada beberapa hal yang
dapat disimpulkan dalam bab ini.

1. Kerangka konseptual akuntansi sektor publik perlu dibuat secara khusus


mengingat adanya perbedaan karakteristik anatara sektor publik dan sektor bisnis
2. Kerangka konseptual perlu mengembangkan masalah pengukuran
3. Pergeseran menuju akuntansi akrual masih menjadi perdebatan dalam literatur
akuntansi sektor publik
4. Kerangka konseptual dibuat bukan semata-mata sebagai acuan dalam menyusun
standar akuntansi, tetapi juga mengakomoodasi akan pengendalian dalam
mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pada laporan keuangan.
DAFTAR PUSTAKA

Halim Abdul, dan Kusufi, M.S. (Peny) (2016). Teori, Konsep, dan Aplikasi Akuntansi Sektor
Publik Dari Anggaran Hingga Laporan Keuangan, Dari Pemerintah Hingga Tempat Ibadah.
Jakarta: Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai