Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENGERTIAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


Pendidikan Kewarganegaraan dibentuk oleh dua kata, ialah kata
“pendidikan” dan “kewarganegaraan”. Istilah pendidikan menurut Pasal 1 Ayat (1)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pengertian Kewarganegaraan berdasarkan Pasal 1 Ayat 2 Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan berarti segala hal ihwal
yang berhubungan dengan warga negara. Pendidikan kewarganegaraan
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air.
Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan menurut M. Nu’man Somantri
adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas
dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari
pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses
guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak
demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945.
Pasal 37 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar
dan menengah wajib memuat pendidikan kewarganegaraan. selanjutnya ayat (2)
huruf b dinyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat pendidikan
kewarganegaraan. Bahkan pada undang-undang tersebut lebih eksplisit dan tegas
dengan menyatakan nama mata kuliah kewarganegaraan sebagai mata kuliah
wajib. Mata kuliah kewarganegaraan mencakup pendidikan Pancasila, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika untuk membentuk mahasiswa
menjadi warga negara yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Secara klasik tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia adalah
untuk membentuk warga negara yang baik (a good citizen). Akan tetapi pengertian
warga negara yang baik itu pada masa-masa yang lalu lebih diartikan sesuai
dengan tafsir penguasa. Pada masa Orde Lama, warga negara yang baik adalah
warga negara yang berjiwa revolosioner, anti imperialisme, kolonialisme, dan neo
kolonialisme. Pada masa Orde Baru ,warga negara yang baik adalah warga
negara yang Pancasilais, manusia pembangunan dan sebagainya. Sejalan
dengan visi Pendidikan Kewarganegaraan paradigma baru, misi mata pelajaran ini
adalah meningkatkan kompetensi siswa/mahasiswa agar mampu menjadi warga
negara yang berperan serta secara aktif dalam sistem pemerintahan yang
demokratis. Pada era ini Pendidikan Kewarganegaraan juga sedang dalam proses
reformasi ke arah Pendidikan Kewarganegaraan dengan paradigma baru (New
Indonesian Civic Education).
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata kuliah pengembangan
kepribadian (MPK) ditetapkan berdasarkan:
1. Kepmendiknas No. 232/U/2000, tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa
2. Kepmendiknas No.045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi
3. Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas No. 43/Dikti/Kep/2006 tentang Rambu-
Rambu Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian Di Perguruan Tinggi
Mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK) adalah suatu program
pendidikan nilai yang dilaksanakan melalui proses pembelajaran di Perguruan
Tinggi dan berfungsi sebagai model pengembangan jati diri dan kepribadian para
mahasiswa, bertujuan membangun manusia Indonesia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan YME, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap, dan
mandiri, serta mempunyai rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Kurikulum Pendidikan Tinggi tahun akademik 2002-2003 dirancang
berbasis kompetensi. Maksud berbasis kompetensi menekankan kejelasan hasil
didik seorang memiliki kemampuan dalam hal:
a. Menguasai ilmu dan ketrampilan tertentu;
b. Menguasai penerapan ilmu dan ketrampilan dalam bentuk kekaryaan;
c. Menguasai sikap berkarya secara profesional;
d. Menguasai hakikat dan kemampuan dalam berkehidupan
bermasyarakat
Harapan lulusan dari perguruan tinggi mampu menerapkan bekal
pedidikan yang telah didapatkannya untuk mencerahkan masyarakat, kehidupan
berbangsa dan bernegara. Karena fungsi pendidikan nasional di Indonesia
“mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.

TUJUAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi adalah:


1. Mengembangkan sikap dan perilaku kewarganegaraan yang mengapresiasi
nilai-nilai moral-etika dan religius;
2. Menjadi warganegara yang cerdas berkarakter, menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan;
3. Menumbuhkembangkan jiwa dan semangat nasionalisme, dan rasa cinta
pada tanah air;
4. Mengembangkan sikap demokratik berkeadaban dan bertanggungjawab,
serta mengembangkan kemampuan kompetitif bangsa di era globalisasi;
5. Menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan
Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan adalah menyelenggarakan
pendidikan kebangsaan, demokrasi, hukum, multikulural dan kewarganegaraan
bagi mahasiswa guna mendukung terwujudnya warga negara yang sadar akan
hak dan kewajiban, serta cerdas, terampil dan berkarakter sehingga dapat
diandalkan untuk membangun bangsa dan negara berdasar Pancasila dan UUD
1945 sesuai dengan bidang keilmuan dan profesinya.

PANCASILA SEBAGAI NILAI DASAR KEWARGANEGARAAN

Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia sebagaimana


dituangkan ke dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik
Indonesia 1945 alenia IV yang ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945.
Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Radjiman Widyodiningrat bahwa hakikat
Pancasila adalah sebagai dasar negara. Beberapa tokoh seperti Muhammad
Yamin, Mr. Soepomo dan Ir. Soekarno juga menyebutkan diperlukannya dasar
negara Indonesia yang merdeka yaitu Pancasila. Sehingga memang para tokoh di
Indonesia berniat merumuskan Pancasila sebagai landasan negara, sebagai
falsafah negara dan ideologi negara.
Asal-usul Pancasila berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri atas panca
dan syila. Panca berarti lima dan syila dengan huruf i yang dibaca pendek
mempunyai arti sendi, dasar, alas atau asas. Sedangkan syila dengan
pengucapan i panjang (syiila) berarti peraturan tingkah laku yang baik, utama atau
yang penting. sehingga Pancasila dapat diartikan berbatu sendi lima, atau lima
tingkah laku utama, atau pelaksanaan lima kesusilaan Pancasyila Krama.
Melihat sejarah terbentuknya Pancasila pertama kali ditemukan pada
agama Budha yang tertulis dalam Kitab Tri Pitaka. Pancasila diartikan sebagai
lima aturan kesusilaan yang dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh penganut
agama Buddha. Pada salah satu bagian Kitab Tri Pitaka yaitu dalam Kitab Vinaya
Pitaka, menyebutkan ada lima pantangan atau lima larangan yang wajib dihindari
oleh setiap pemeluk Budha, yaitu:
1. Menghindari pembunuhan
2. Menghindari pencurian
3. Menghindari perzinaan
4. Menghindari kebohongan
5. Menghindari makanan dan minuman yang memabukkan yang
menyebabkan ketagihan.
Indonesia masuk ke Indonesia disertai membawa ajaran nilai-nilai
Pancasila tersebut. Pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit di bawah Raja
Hayam Wuruk istilah Pancasila dimasukkan dalam kitab Negara-kertagama karya
Empu Prapanca berupa tulisan “Yatnanggegwani Pancasyiila
Kertasangskarbhisekaka Krama” yang berarti Raja menjalankan ke lima
pantangan (Pancasila) dengan setia. Selain itu Pancasila tertulis dalam kitab lain,
yaitu kitab Sutasoma karya Empu Tantular. Istilah Pancasila yang memiliki arti
sebagai pelaksanaan kesusilaan yang lima (Pancasila Krama), yaitu:
a) Tidak boleh melakukan kekerasan
b) Tidak boleh mencuri
c) Tidak boleh berwatak dengki
d) Tidak boleh berbohong
e) Tidak boleh mabuk minuman keras.
Indonesia menetapkan Pancasila sebagai dasar Negara tentu memiliki
sebuah makna. Dasar negara dapat berupa suatu falsafah yang dapat
merangkum atau menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan negara
Indonesia yang merdeka. Dasar negara merupakan fondasi atau landasan yang
kuat dan kokoh serta tahan terhadap segala gangguan, hambatan maupun
rintangan dari dalam maupun dari luar, sehingga bangunan gedung di atasnya
dapat berdiri dengan kokoh dan kuat. Bangunan itu ialah Negara Republik
Indonesia yang ingin mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.
Sejarah perumusan Pancasila sebagai dasar Negara dapat kita lihat dari
sejarah perjuangan Bangsa Indonesia menjelang Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia. Istilah Pancasila muncul ketika menjelang Proklamasi yaitu pada
sidang pertama BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) pertama (29 mei 1945-1 Juni 1945), beberapa anggota
muncul menyampaikan gagasannya seputar dasar negara untuk Indonesia
merdeka nanti, mulai dari Muhammad yamin, wiranata koesoema, Soerio, Suranto
tirtoprodjo, Dasaad, Agoes Salim, Andoel Rachiem Pratalykama, Abdul Kadir, K.H.
Sanoesi, Ki Bagus Hadikoesoema, Soepomo, dan Moehammad Hatta. Usul para
anggota sidang ini kebanyakan masih bersifat “serabutan” dan belum dirumuskan
secara sistematis. Dari usul-usul tersebut, Muhammad Yamin salah satu dari
sekian tokoh yang memberikan usul yang lebih terstruktur. Dalam kesempatan itu,
Muhammad Yamin secara lisan mengajukan usul mengenai dasar negara terdiri
atas lima hal, yaitu:
1. Peri Kebangsaan;
2. Peri Kemanusiaan;
3. Peri Ketuhanan;
4. Peri Kerakyatan;
5. Kesejahteraan Rakyat.
Selain itu Muhammad Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yang
juga terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa;
2. Persatuan Indonesia;
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab;
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan;
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Selanjutnya setelah kemerdekaan bangsa Indonesia, PPKI (Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia) menetapkan rumusan Pancasila sebagai
Dasar Negara Republik Indonesia sebagaimana terdapat Pembukaan UUD 1945,
alinea IV dengan urutan sebagai berikut:
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pancasila sebagai dasar negara untuk mengatur penyelengaraan bangsa
Indonesia. Maka Pancasila merupakan kaidah negara yang fundamental, yang
berarti hukum dasar baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis dan semua
peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara Republik Indonesia
harus bersumber dan berada di bawah pokok kaidah negara yang fundamental.
Apabila sebuah Negara tidak memiliki dasar Negara, yang terjadi dalam
penyelenggaraan Negara adalah tidak adanya pedoman yang kuat dan dapat
menyebabkan perpecahan pada warga negara.
Pancasila sebagai dasar negara berarti Pancasila menjadi dasar atau
pedoman dalam penyelenggaraan negara. Dengan demikian, Pancasila dijadikan
dasar dan tonggak dalam pembuatan segala peraturan perundang-undangan
negara serta berbagai peraturan lainnya yang mengatur di berbagai bidang
kehidupan baik politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, maupun pertahanan
dan keamanan. Sesuai yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke IV
dengan jelas dinyatakan bahwa Pancasila adalah dasar negara. Selain itu juga
ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala
sumber hukum negara.
Pancasila ditempatkan sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus
dasar - filosofis bangsa dan negara sehingga setiap materi muatan peraturan
perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila. Penegasan fungsi Pancasila sebagai dasar Negara dan sumber
hukum juga dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985
tentang Keormasan. Pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 mengharuskan
semua organisasi sosial kemasyarakatan mencantumkan Pancasila sebagai satu-
satunya asas. Berdasarkan Undang-undang tersebut, Pancasila tidak hanya
dianggap sebagai dasar negara, tetapi juga sebagai Anggaran Dasar (AD bagi
seluruh organisasi politik, kemasyarakatan maupun sosial keagamaan).
Berdasarkan uraian di atas dapat kita lihat manfaat utama pancasila
sebagai dasar Negara adalah untuk memberi pedoman bagi bangsa dan negara
untuk mencapai tujuannnya melalui berbagai realisasi pembangunan serta
menjadi alat pemersatu. Jadi, Pancasila dapat mempersatukan orang dari
berbagai agama, suku bangsa, ras dan golongan. Pancasila juga sebagai ideologi
Negara Kesatuan Republik Indoesiayang berarti bahwa Pancasila merupakan
ajaran, gagasan, doktrin, teori atau ilmu yang diyakini kebenarannya dan dijadikan
pandangan hidup bangsa Indonesia dan menjadi pentunjuk dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.
Pancasila tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 memenuhi
persyaratan sebagai suatu ideologi, karena Pancasila memuat ajaran, doktrin dan
atau gagasan (ide) bangsa Indonesia yang di yakini kebenarannya dan disusun
secara sistematis dan diberi petunjuk pelaksanaannya. Pancasila sebagai ideologi
Negara berperan sebagai ideologi terbuka. Ideologi terbuka maksudnya disini
ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman yang ditandai
adanya dinamika secara internal. Keterbukaan ideologi Pancasila terutama dalam
penerapannya yang berbetuk pola pikir yang dinamis dan konseptual dalam
mengikuti perkembangan dunia yang semakin modern.
Implementasi Pancasila mengandung tiga tingkat nilai, yaitu:
- Nilai dasar yang tidak berubah yakni lima sila Pancasila
- Nilai instrumental sebagai sarana mewujudkan nilai dasar yang dapat
berubah sesuai dengan keadaan
- Nilai praksis berupa pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya.
Sekalipun demikian, perwujudan ataupun pelaksanaan nilai-nilai
instrumental dan nilai-nilai prsksis harus tetap mengandung jiwa dan
semangat yang sama dengan nilai dasarnya.
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai MPK diarahkan mampu
mengemban misi meletakkan dasar nilai sebagai pedoman berkarya bagi lulusan
perguruan tinggi dengan konsekuensi keseluruhan materi program pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan disirati nilai-nilai Pancasila. Maksud nilai dasar disini
adalah bahwa nilai-nilai Pancasila harus dijadikan sebagai pedoman dan sumber
orientasi pengembangan kekaryaan setiap lulusan perguruan tinggi. Peran nilai-
nilai dalam setiap Sila Pancasila adalah sebagai berikut;
1. Nilai Ketuhanan dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Melengkapi ilmu pengetahuan menciptakan perimbangan antara yang rasional
dan irasional, antara rasa dan akal. Pada sila ini menempatkan manusia
dalam alam sebagai bagiannya dan bukan pusatnya. Faham nilai ketuhanan
dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak memberikan ruang bagi paham
ateisme, fundamentalisme dan ekstrimisme keagamaan, sekularisme
keilmuan, antroposentrisme dan kosmosentrisme.
2. NIlai Kemanusiaan dalam Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab
Memberi arah dan mengendalikan ilmu pengetahuan. Pengembangan ilmu
harus didasarkan pada tujuan awal ditemukan ilmu atau fungsinya semula,
yaitu untuk mencerdaskan, mensejahterakan, dan memartabatkan manusia,
ilmu tidak hanya untuk kelompok, lapisan tertentu.
3. Nilai Persatuan dalam Sila Persatuan Indonesia
Mengkomplementasikan universalisme dalam sila-sila yang lain, sehingga
supra sistem tidak mengabaikan sistem dan subsistem. Solidaritas dalam
subsistem sangat penting untuk kelangsungan keseluruhan individualitas,
tetapi tidak mengganggu integrasi. Nilai Persatuan dalam Sila Persatuan
Indonesia esensinya adalah pengakuan kebhinnekaan dalam kesatuan:
koeksistensi, kohesivitas, kesetaraan, kekeluargaan, dan supremasi hukum.
4. Nilai Kerakyatan dalam Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan
Mengimbangi otodinamika ilmu pengetahuan dan teknologi berevolusi sendiri
dengan leluasa. Eksperimentasi penerapan dan penyebaran ilmu
pengetahuan harus demokratis dapat dimusyawarahkan secara perwakilan,
sejak dari kebijakan, penelitian sampai penerapan masal. Nilai Kerakyatan
dalam Sila keempat ini esensinya adalah menjunjung tinggi nilai-nilai
demokrasi yang berkeadaban. Tidak memberi ruang bagi paham egoisme
keilmuan (puritanisme, otonomi keilmuan), liberalisme dan individualsime
dalam kontek kehidupan.
5. Nilai Keadilan dalam Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Menekankan ketiga keadilan Aristoteles: keadilan distributif, keadilan
kontributif, dan keadilan komutatif. Keadilan sosial juga menjaga
keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat, karena
kepentingan individu tidak boleh terinjak oleh kepentingan semu. Individualitas
merupakan landasan yang memungkinkan timbulnya kreativitas dan inovasi.
Kelima dasar nilai ini sebagai pedoman dan sumber orientasi dalam
penyusunan dan pengembangan substansi kajian Pendidikan Kewarganegaraan
di Perguruan Tinggi. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai MPK mencerminkan
pendidikan demokrasi, hak asasi manusia (HAM) dan persoalan
kewarganegaraan lainnya berperspektif Pancasila. Jadi, meskipun setiap bangsa
sama-sama menyebut Pendidikan Kewarganegaraan sebagai “civic education,
democracy education, civil education” dan sebagainya, tetapi arah pengembangan
kompetensi keilmuan pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi Indonesia
memiliki karakter sendiri.

Anda mungkin juga menyukai