Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Survival

2.1.1 Pengertian Analisis Survival

Analisis survival adalah salah satu metode statistik yang dapat digunakan untuk

menjawab pertanyaan apakah dan kapan suatu kejadian (event) menarik terjadi. (Guo,

2010)

Analisis survival adalah suatu metode yang berhubungan dengan waktu, mulai

dari time origin atau start point sampai dengan terjadinya suatu kejadian khusus atau

end point. Data yang diperoleh di bidang kesehatan merupakan pengamatan terhadap

pasien yang diamati dan dicatat waktu terjadinya kegagalan dari setiap individu

(Collet, 1994).

Analisis survival (survival analysis) atau analisis kelangsungan hidup atau

analisis kesintasan bertujuan menaksir probabilitas kelangsungan hidup, kekambuhan,

kematian, dan peristiwa-peristiwa lainnya sampai pada periode waktu tertentu. Ada

sejumlah model telah dicoba untuk menghubungkan antara faktor risiko,

kelangsungan hidup dan jangka waktu penaksiran. Pemilihan model perlu

memerhatikan hal-hal berikut : (1) Bentuk distribusi probabilitas kelangsungan hidup,

apakah bersifat parametrik atau non-parametrik, sebab tiap penyakit dan keadaan-

keadaan lainnya memiliki bentuk distribusi masing-masing; (2) Apakah faktor risiko

yang mendapat perhatian hanya sebuah (univariat) ataukah majemuk (multivariat);

Universitas Sumatera Utara


(3) Ukuran sampel penelitian; dan (4) Apakah data mencakup pengamatan tersensor

atau tak tersensor. (Murti, 1997)

Analisis survival adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data

yang bertujuan untuk mengetahui hasil dari variabel yang mempengaruhi suatu awal

kejadian sampai akhir kejadian, contohnya waktu yang dicatat dalam hari, minggu,

bulan, atau tahun. Untuk kejadian awal contohnya awal pasien terjangkit penyakit dan

untuk kejadian akhir contohnya kematian pasien dan kesembuhan pasien (Kleinbaum

& Klein, 2011: 4).

Menurut Jakperik dan Ozoje (2012) dalam analisis survival, ada istilah failure

(meskipun peristiwa sebenarnya mungkin saja sukses) yaitu suatu kejadian dimana

tercatatnya kejadian yang diinginkan. Dalam menentukan waktu survival, ada tiga

faktor yang dibutuhkan yaitu :

1. Waktu awal pencatatan (start point).

Waktu awal pencatatan adalah waktu awal dimana dilakukannya pencatatan

untuk menganalisis suatu kejadian.

2. Waktu akhir pencatatan (end point).

Waktu akhir pencatatan adalah waktu pencatatan berkahir. Waktu ini berguna

untuk mengetahui status tersensor atau tidak tersensor seorang pasien untuk bisa

melakukan analisis.

3. Dan skala pengukuran sebagai batas dari waktu kejadian dari awal sampai akhir

kejadian. Skala diukur dalam hari, minggu, atau tahun.

Universitas Sumatera Utara


Jika akhir pencatatan dari penelitian adalah kematian seorang pasien, maka hasil

data tersebut dikatakan sebagai waktu survival. Namun, kejadian tidak selalu

berujung pada kematian, bisa juga mengenai sembuhnya pasien dari penyakit,

berkurangnya gejala penyakit, atau kambuhnya pasien dari kondisi tertentu.

Sebuah studi berkelanjutan (follow-up study) untuk kelompok individu sering

kali tidak seluruh individu dapat diikuti sampai saat studi berakhir. Dengan kata lain,

beberapa individu gagal mengikuti studi sebelum studi selesai dengan berbagai

alasan, sehingga terjadilah observasi waktu yang terputus. Masalah tersebut juga

dihadapi pada data kelangsungan hidup (survival data). (Agung, 2001)

Menurut Collet (1997), data survival tidak memenuhi syarat prosedur standar

statistika yang digunakan pada analisis data. Alasan pertama karena data survival

biasanya berdistribusi tidak simetris. Model histogram waktu survival pada

sekelompok individu yang sama akan cenderung “positive skewed”, oleh karena itu

histogram akan semakin miring ke kanan sesuai dengan interval waktu dengan jumlah

pengamatan terbesar, sehingga tidak ada alasan untuk mengasumsikan bahwa data

survival berdistribusi normal.

Menurut (Kleinbaum, 1997) ada beberapa tujuan analisis survival:

1. Mengestimasi/memperkirakan dan menginterpretasikan fungsi survival atau

hazard dari data survival.

2. Membandingkan fungsi survival dan fungsi hazard pada dua atau lebih kelompok.

3. Menilai hubungan variabel-variabel explanatory dengan survival waktu ketahanan.

Universitas Sumatera Utara


2.1.2 Data Tersensor

Perbedaan antara analisis survival dengan analisis statistik lainnya adalah adanya

data tersensor. Data tersensor adalah data tercatat saat adanya informasi tentang

waktu survival individual, tetapi tidak tahu persis waktu survival yang sebenarnya

(Kleinbaum & Klein, 2011: 5-6). Menurut Catala, Orcau, Millet, Olal la, Mondragon,

dan Cayla (2011) ada 3 alasan terjadinya data tersensor :

1. Seseorang tidak mengalami suatu peristiwa dari awal pencatatan sampai akhir

pencatatan.

2. Sesorang hilang tanpa ada alasan ketika pencatatan sampai akhir pencatatan.

3. Seseorang tercatat keluar dari penelitian karena kematian atau beberapa alasan lain

seperti reaksi obat yang merugikan objek.

Sedangkan menurut Pyke &Thompson (1986) data dikatakan tersensor jika

pengamatan waktu survival hanya sebagian, tidak sampai failure event. Penyebab

terjadinya data tersensor antara lain:

1. Loss to follow up, terjadi bila obyek pindah, meninggal atau menolak untuk

berpartisipasi.

2. Drop out, terjadi bila perlakuan dihentikan karena alasan tertentu.

3. Termination, terjadi bila masa penelitian berakhir sementara obyek yang

diobservasi belum mencapai failure event.

Jenis-Jenis penyensoran (Yasril, 2009) yaitu Sensor kanan dan Sensor kiri.

Dikatakan tersensor sebelah kanan (right censored) apabila subyek yang diteliti

keluar dari penelitian atau penelitian berhenti sebelum kegagalan terjadi. Dikatakan

Universitas Sumatera Utara


tersensor sebelah kiri (left censored) apabila kegagalan berlangsung lebih cepat atau

tidak normal, sebagai contoh lepasnya atribut pekerja secara tidak wajar.

Menurut (Kontz dan Johnson, 1982), Jenis penyensor terdiri dari:

1. Penyensoran Jenis I

Pada penyensoran jenis I sebelah kanan, penelitian diakhiri apabila waktu

pengamatan yang ditentukan tercapai. Jika waktu pengamatan sama untuk semua

unit maka dikatakan penyensoran tunggal. Jika waktu pengamatan untuk setiap

unit berbeda maka dikatakan penyensoran ganda. Pada penyensoran jenis I sebelah

kiri, pengamatan dilakukan jika telah melampaui awal waktu yang ditentukan.

Karakteristik penyensoran jenis I adalah bahwa kegagalan adalah acak.

2. Penyensoran Jenis II

Pada penyensoran jenis II, pengamatan diakhiri setelah sejumlah kegagalan yang

telah ditetapkan, atau dapat dikatakan banyaknya kegagalan adalah tetap dan

waktu pengamatan adalah acak. Dengan penyensoran sebelah kanan jenis II,

penelitian diakhiri pada waktu kegagalan berturut ke-k dari n sampel (k < n),

dan untuk penyensoran jenis II sebelah kiri, titik awal penelitian dilakukan saat

waktu kegagalan terurut q (q < n).

3. Penyensoran Maju (Progressive Censoring)

Pada penyensoran maju, suatu jumlah yang ditentukan dari unit-unit bertahan

dikeluarkan dari penelitian berdasarkan kejadian dari tiap kegagalan terurut.Secara

konseptual, hal ini sama dengan suatu praktek yang dikenal sebagai sudden-death

Universitas Sumatera Utara


testing, dimana tes secara bersamaan memuat beberapa pengetesan dan apabila

terjadi kegagalan pertama, maka seluruh pengetesan dianggap gagal

Jika penyensoran yang umum digunakan pada analisis survival adalah

penyensoran sebelah kanan baik penyensoran jenis I maupun penyensoran jenis II.

Pada penelitian ini jenis yang digunakan ialah (right-concored) dengan tipe I,

yaitu ketika waktu survival (ketahanan tubuh) objek tidak lengkap pada masa follow-

up, dan ketika penelitian berakhir objek masih bertahan atau objek hilang pada masa

follow-up atau dikeluarkan dari penelitian.

2.1.3 Fungsi Survival, Fungsi densitas, Fungsi hazard

Distribusi (probabilitas) variabel waktu T dapat dinyatakan dengan banyak cara;

tiga diantaranya dipakai secara luas dalam aplikasi, yaitu dengan menerapkan fungsi

kelangsungan (survivor function), fungsi densitas (density function) dan fungsi hazard

(hazard function). (Agung, 2001).

Menurut Lee (1980), jika T adalah waktu survival,maka:

1. Fungsi Survival (Survivourship Function) Adalah peluang suatu individu dapat

bertahan hidup lebih dari waktu t, dan biasanya dinotasikan dengan S(t). Fungsi

survival dapat diestimasikan melalui proporsi individu yang hidup dari t atau

S(t) = (2.1)

Universitas Sumatera Utara


2. Fungsi Densitas (Probability Density Function) Adalah peluang suatu individu

akan meninggal pada interval yang pendek (Δt) dan dinotasikan dengan f(t).

fungsi densitas dapat diestimasikan melalui :

F (t) = (2.2)

3. Fungsi Hazard (Hazard Function) Adalah probabilitas kematian selama interval

waktu (t,Δt) dengan asumsi individu tetap hidup pada interval waktu tersebut. Dan

biasanya dinotasikan dengan ln(t). Fungsi hazard dapat diestimasikan melalui :

Ln (t) = (2.3)

Untuk menghitung rata-rata hazard pada interval waktu tertentu digunakan rumus

jumlah individu yang hidup per unit waktu dalam interval difusi dengan rata-rata

jumlah individu yang hidup pada pertengahan interval waktu.

Menurut (Kleinbaum dan Klein, 2005) Pada analisis survival ada 2 hal yang

mendasar yaitu fungsi survival dan fungsi hazard. Fungsi survival merupakan dasar

dari analisis ini, karena meliputi probabilitas survival dari waktu yang berbeda-beda

yang memberikan informasi penting tentang data survival. Secara teori, fungsi

survival dapat digambarkan dengan kurva mulus dan memiliki karakteristik:

1. Tidak meningkat, kurva cenderung menurun ketika t meningkat

2. Untuk t = 0,5 = s (0) = 1 adalah awal dari penelitian, karena tidak ada objek

yang mengalami peristiwa, probabilitas waktu survival 0 adalah 1

Universitas Sumatera Utara


3. Untuk t = , s (t) = s ( ) = 0; secara teori, jika periode penelitian

meningkat tanpa limit maka tidak ada satu pun yang bertahan sehingga kurva

survival mendekati nol.

Berbeda dengan fungsi survival yang fokus pada tidak terjadinya peristiwa, fungsi

hazard fokus pada terjadinya peristiwa. Oleh karena itu fungsi hazard dapat

dipandang sebagai pemberi informasi yang berlawan dengan fungsi survival. Sama

halnya dengan kurva fungsi survival, kurva fungsi hazard juga memiliki karakteristik,

yaitu (Kleinbaum dan Klein, 2005):

1. Selalu nonnegatif, yaitu sama atau lebih besar dari nol

2. Tidak memiliki batas atas

Selain itu fungsi hazard juga digunakan untuk alasan (Yasril,2009):

1. Memberi gambaran tentang keadaan failure rate

2. Mengidentifikasi bentuk model yang spesifik

3. Membuat model matematik untuk analisis survival biasa

Misalkan T melambangkan waktu survival dari waktu awal sampai terjadinya

peristiwa yang merupakan variabel acak yang memiliki karakteristik fungsi survival

dan fungsi hazard. Jika fungsi survival dinotasikan dengan s(t) , didefinisikan sebagai

probabilitas suatu objek yang bertahan lebih dari t waktu, maka (Le, 2003):

S(t) = Pr (T > t), t (2.4)

S (t) dikenal juga sebagai rata-rata survival, dan fungsi hazard

Universitas Sumatera Utara


merupakan laju failure atau kegagalan sesaat dengan asumsi objek telah bertahan

sampai waktu ke-t, yang didefinisikan sebagai berikut :

h (t) = atau h (t) = (2.5)

2.2.Kaplan-Meier

Banyak metode yang digunakan untuk mengestimasi fungsi survival, diantaranya

Nelson-Aalen estimator, metode life-table (acturial), metode Kaplan-Meier, AFT,

bayessian, counting procces dan lain-lain.

Metode Kaplan Meier (1985) sangat popular untuk analisis survival yang paling

cocok digunakan ketika ukuran sampel kecil. Analisis Kaplan Meier menggunakan

asumsi sebagai berikut : (1) Subyek yang menarik diri dari penelitian secara rata-rata

memiliki “nasib” kesudahan variabel hasil (peristiwa) yang sama dengan subyek yang

bertahan selama pengamatan; (2) Perbedaan waktu mulainya masuk dalam

pengamatan antar subyek tidak mempengaruhi risiko (probabilitas) terjadinya

variabel hasil (peristiwa). Probabilitas peristiwa untuk berbagai jangka waktu tersebut

dapat digambarkan sebagai kurva analisis survival. (Murti, 1997)

Kaplan-Meier adalah komputasi untuk menghitung peluang survival. Metode

Kaplan-Meier didasarkan pada waktu kelangsungan hidup individu dan

mengasumsikan bahwa data sensor adalah independen berdasarkan waktu

kelangsungan hidup (yaitu, alasan observasi yang disensor tidak berhubungan dengan

penyebab failure time) (Stevenson, 2009: 6).

Universitas Sumatera Utara


Sebenarnya metode life-table sama dengan Kaplan-Meier, namun pada life-table

objek diklasifikasi berdasarkan karakteristik tertentu yang masing-masing

karakteristik disusun dengan interval dengan menganggap peluang terjadinya efek

selama masa interval adalah konstan, sehingga data yang diperoleh akan lebih umum.

Sedangkan pada metode Kaplan-Meier objek dianalisis sesuai dengan waktu aslinya

masing-masing. Hal ini mengakibatkan proporsi survival yang pasti karena

menggunakan waktu survival secara tepat sehingga diperoleh data yang lebih akurat.

Selain itu Kaplan-Meier merupakan metode yang digunakan ketika tidak ada model

yang layak untuk data survival. Selama hampir 4 dekade metode estimasi Kaplan-

Meier merupakan salah satu dari kunci metode statistika untuk analisis data survival

tersensor, estimasi Kaplan-Meier dikenal juga dengan estimasi product-limit.(Novita

Sari, 2011)

Pada penelitian ini ialah penelitian statistik nonparametrik dengan data tersensor,

sehingga penggunaan metode Kaplan-Meier adalah yang paling baik.

2.3 Uji Log Rank

Menurut (Peto & Peto) asumsi yang sedikit berbeda dalam jumlah data dari yang

diobservasi dan analisis survival disebut log rank .

Uji log rank digunakan untuk melihat kesesuaian atau ketidak sesuaian diantara

grup 1 dan grup 2 dalam analisis survival.

Caranya adalah dengan membandingkan estimasi hazard function dari grup yang

diobservasi dalam waktu tertentu. Log rank test dapat di notasikan sebagai berikut

(Machin et al, 2006):

Universitas Sumatera Utara


1. Hitung jumlah resiko dari setiap kelompok beresiko pada waktu kegagalan (

2. Hitung jumlah subjek yang mengalami kejadian pada waktu kegagalan (

3. Hitung jumlah subjek yang diharapkan mengalami kejadian setiap kelompok

pada waktu kegagalan (

4. Hitung Log Rank ( )

= (2.6)

(2.7)

i = 1,2,.........

Dengan Log Rank test akan di dapat hazard dan ratio grup di dalam masing-

masing covariate dan akan diketahui grup mana yang mempunyai hazard dan resiko

yang terbesar dan terkecil.

2.4 Regresi Cox ( Cox Proportional Hazard )

Model regresi Cox diperkenalkan oleh D.R. Cox pada tahun 1972 dan pertama

kali diterapkan pada data survival. Pada model tersebut variabel peyerta dimasukkan

dalam model sebagai variabel bebas dan waktu survival sebagai variabel tak bebas.

Dengan menerapkan model regresi Cox, maka akan diketahui bentuk hubungan antar

Universitas Sumatera Utara


variabel di mana bentuk hubungan tersebut mewakili fenomena yang dikaji dan bisa

menghasilkan atau menghubungkan apa yang diinginkan dengan apa yang dikaji.

(Kontz and Johnson, 1982).

Model regresi ini dikenal juga dengan istilah proportional Hazard Model karena

asumsi proporsional pada fungsi hazardnya. Secara umum, model regresi cox

dihadapkan pada situasi dimana kemungkinan kegagalan individu pada suatu waktu

yang dipengaruhi oleh satu atau lebih variabel penjelas. (Collet, 1994)

Cox proportional hazard ialah pemodelan yang digunakan dalam analisis

survival yang merupakan model semi parametrik. Regresi cox proportional hazard ini

digunakan bila outcome yang diobservasi adalah panjang waktu suatu kejadian. Pada

mulanya pemodelan ini digunakan pada cabang statistika khususnya biostatistika

yaitu digunakan untuk menganalisis kematian atau harapan hidup seseorang. Namun

seiring perkembangan zaman pemodelan ini banyak dimanfaatkan di berbagai bidang.

Diantaranya bidang akademik, kedokteran, sosial, science,teknik, pertanian dan

sebagainya. (Novita Sari, 2011)

Model regresi Cox mengasumsikan bahwa fungsi hazard adalah sebagai berikur :

h(t,x) = (2.8)

dimana merupakan fungsi hazard dengan peubah = 0, merupakan

fungsi dari variabel penjelas untuk individu i.

Persamaan dapat ditulis dalam bentuk :

= (2.9)

Universitas Sumatera Utara


dapat diartikan sebagai fungsi hazard pada waktu t untuk individu dengan

variabel penjelas , relatif terhadap fungsi hazard pada waktu t untuk individu

dengan variabel penjelas x = 0.

Bentuk log linier dari merupakan bentuk yang paling umum digunakan.

Dirumuskan sebagai berikut :

= exp ( ) (2.10)

Dimana merupakan kombinasi linier dari variabel penjelas, didefenisikan

sebagai berikut:

= ( + (2.11)

disebut sebagai komponen linier model atau disebut juga risk score atau

prognostic index.

Model regresi cox menjadi:

h(t) = (2.12)

= (t) exp 0 (t) merupakan baseline hazard, Jika X=0

Menurut Collet (1994), apabila suatu penelitian yang lebih dipentingkan seperti

pengaruh maka prosedur pemilihan model adalah sebagai berikut:

1. Semua variabel dipilih dengan mengabaikan pengaruh perlakuan. Pemilihan

variabel yang masuk atau keluar dari model dapat dilakukan dengan prosedur

seleksi maju, prosedur seleksi maju, prosedur eliminasi mundur atau prosedur

bertatar.

Universitas Sumatera Utara


2. Setelah didapatkan model dengan mengabaikan variabel, perlakuan langkah

selanjutnya adalah pemilihan model dimana variabel perlakuan masuk dalam

model

3. Pemeriksaan apakah ada interaksi antara variabel perlakuan dengan variabel

lainnya.

Seberapa besar kemaknaannya dapat diketahui dari nilai goodness-of-fit

menggunakan Chi-square diperhitungkan sebagai fungsi dari log-likelihood untuk

model dengan semua parameter estimasi (LI) dan log-likelihood dari model yang

dimana semua kovariat dianggap mendekati 0 (nol, L0). Jika nilai dari Chi-square ini

signifikan, maka kita menolak hipotesis awal dan mengasumsikan bahwa variabel

penjelas ada hubungan yang signifikan dengan waktu survival. (Collet, 1994)

Model cox proportional hazard merupakan pemodelan yang sangat terkenal pada

analisis survival. Menurut Kleinbaum dan Klein (2005) hal yang menyebabkan model

ini terkenal dan digunakan secara luas antara lain:

1. Model cox merupakan model semi parametrik

2. Dapat mengestimasi hazard ratio tanpa perlu diketahui (t) atau baseline

hazard function

3. Dapat mengestimasi (t),h(t,x), dan fungsi survival walaupun (t) tidak

spesifik

4. Merupakan model robust sehingga hasil dari model cox hampir sama dengan

hasil model parametrik

Universitas Sumatera Utara


5. Model yang dipilih ketika berada dalam keraguan untuk menentukan model

parametriknya, sehingga tidak ada ketakutan tentang pilihan model parametrik

yang salah

6. Lebih baik daripada model logistik ketika tersedianya informasi tentang waktu

survival dan adanya penyensoran.

Tujuan regresi Cox (Yasril,2009):

1. Mengestimasi hazard ratio

2. Menguji hipotesis

3. Melihat confidence interval dari hazard ratio

Secara umum, ada tiga pendekatan untuk mengkaji asumsi propotional hazard

(Yasril, 2009) yaitu:

1. Pendekatan grafik

Caranya dengan membuat plot Log Minus Log (LML) dari fungsi survival.

Pada plot ini untuk setiap strata harus paralel/sejajar. Cara ini hanya dapat

digunakan untuk variabel kategorik.

2. Menggunakan variabel time independent dalam extended cox model

Caranya adalah membuat interaksi antar variabel bebas dengan waktu

survival kemudian lihat nilai signifikannya. Asumsi proporsional terpenuhi

bila nilai p > 0,05

3. Menggunakan goodness of fit test

Caranya adalah dengan melihat nilai p (Chi-square). Jika nilai p > 0,05 maka

asumsi proporsional terpenuhi.

Universitas Sumatera Utara


Ketiga cara ini mempunyai kelebihan dan kekurangan, untuk itu sebaiknya

seorang peneliti menggunakan minimal dua cara untuk menguji proporsional.

2.5 Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.5.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita

melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (Christantie Efendy, 1995 ).

Dengue haemorhagic fever adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang

dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam

atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam

tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (betina) (Seoparman , 1990).

Dengue haemorhagic fever adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes ae-

gepty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya

dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson, 2001).

Dengue haemorhagic fever adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh vi-

rus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegepty (Seoparman, 1996).

Demam dengue dan (demam berdarah dengue/ dengue haemorrhagic fever)

adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis

demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopeniadan diathesis hemoragik. Pada demam berdarah dengue terjadi

perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)

atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock

Universitas Sumatera Utara


syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok

(Suhendro, Nainggolan, Chen, 2006)

Menurut Ditjen PPM & PL (2001) dalam Fathi. et al. (2005), penyakit demam

berdarah dengue adalah penyakit akibat infeksi virus dengue yang ditularkan melalui

gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak yang disertai

manifestasi perdarahan dan mempunyai tendensi untuk menimbulkan renjatan

(shock).

Menurut Departemen Kesehatan RI (2005) dalam Pratiwi D.S. (2009), kasus

demam berdarah dengue ini cenderung meningkat dan penyebarannya semakin luas

sejak tahun 1968. Keadaan ini sangat berhubungan dengan mobilitas penduduk, juga

disebabkan hubungan tranportasi yang semakin lancar serta virus dengue dan nyamuk

penularnya yang semakin tersebar luas di seluruh wilayah di Indonesia. Selain itu,

tempat bagi nyamuk untuk bersarang semakin bertambah disebabkan produksi

sampah yang meningkat oleh karena kepadatan penduduk.

2.5.2 Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang

termasuk dalam gugus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus

dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat

Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1,DEN-2,DEN-3, dan DEN-4 yang

semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat

Universitas Sumatera Utara


serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak.

Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow

fever, Japanase encephalitis, dan west Nile Virus. (Suhendro, Nainggolan, Chen)

Masa inkubasi penyakit demam berdarah dengue, yaitu periode sejak virus

dengue menginfeksi manusia hingga menimbulkan gejala klinis antara 3-14 hari, rata-

rata antara 4-7 hari. Penyakit demam berdarah dengue tidak ditularkan langsung dari

orang ke orang. Penderita menjadi infektif bagi nyamuk saat viremia, yaitu beberapa

saat menjelang timbulnya demam hingga saat masa demam berakhir, berlangsung

selama 3-5 hari (Genis,2008).

Nyamuk Aedes aegypti menjadi infektif 8-12 hari sesudah menghisap darah

penderita demam berdarah dengue sebelumnya. Selama periode ini, nyamuk Aedes

yang telah terinfeksi oleh virus dangue ini akan tetap infektif selama hidupnya dan

potensial menularkan virus dangue kepada manusia yang rentan lainnya.

Kedua nyamuk Aedes ini, terdapat hampir di seluruh pelososk Indonesia, Kecuali

di ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Nyamuk Aedes agypti

merupakan penyebar penyakit (vektor) demam berdarah dengue yang paling efektif

dan utama karena tinggal di pemukiman penduduk.

2.5.3 Penularan Demam Berdarah Dengue

Aedes aegypti sering dikaitkan dengan tempat tinggal manusia. Larva vektor ini

kebanyakan ditemukan di dalam wadah buatan yang bisa menampung air misalnya

ban-ban buangan, vas-vas bunga, kolam terbiar, dan longkang, namun bisa juga

dijumpai di tempat penampungan air alamiah misalnya di dalam lubang pohon,

Universitas Sumatera Utara


tempurung kelapa yang dibuang, daun pisang, pelepah daun keladi, dan sebagainya.

Nyamuk dewasa biasanya gemar berada di tempat-tempat gelap yang tertutup seperti

di dalam lemari dan di bawah tempat tidur. Spesies Aedes aegypti ini selalunya aktif

pada siang hari dengan waktu puncaknya ketika awal pagi atau lewat siang. Nyamuk

tersebut dikatakan terinfeksi apabila ia menghisap darah dari orang yang darahnya

mengandung virus Dengue dan nyamuk tersebut menjadi infeksius setelah periode

inkubasi ekstrinsik obligatori selama 10 hingga 12 hari. Setelah menjadi infeksius,

nyamuk itu bisa menularkan virus Dengue dengan menghisap darah atau hanya

dengan menggigit kulit orang yang rentan (Perez J.G.R.et al., 1998).

Menurut Jhon Gordon penularan penyakit demam berdarah dengue dipengaruhi

oleh interaksi 3 faktor yaitu:

1. Faktor pejamu (Target penyakit, inang)

Dalam hal ini adalah manusia yang rentan tertular penyakit demam berdarah

dengue.

2. Faktor penyebar (Vektor) dan penyebab penyakit (Agen), dalam hal ini adalah

virus DEN tipe 1-4 sebagai agen penyebab penyakit, sedangkan nyamuk

Aedes aegypti dan Aedes albopictus berperan sebagai vektor penyebar

penyakit demam berdarah dengue.

3. Faktor lingkungan

Lingkungan memudahkan terjadinya kontak penularan penyakit demam

berdarah dengue.

Universitas Sumatera Utara


2.5.4 Patogenesis

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih

diperdebatkan (Suhendro, 2006). Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat

bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah

denguedan sindrom renjatan dengue.

Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis demam berdarah

dengue adalah :

a. Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam proses

netralisasi virus, sitolisis yang dimeasi komplemen dan sitotoksisitas yang

dimediasi antibody. Antibody terhadap virus dengue berperan dalam

mempercepat replikasi virus pad monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut

antibody dependent enhancement (ADE);

b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam

respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1

akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2

memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10;

c. Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi

antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi

virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;

d. Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan

terbentuknya C3a dan C5a

Universitas Sumatera Utara


Sementara dalam laporan WHO Scientific Working Group: Report on Dengue

(2006), ditemukan keadaan lain yang mempengaruhi keparahan penyakit dengue:

1. Adanya hubungan infeksi primer dan sekunder.

2. Imunitas individu dalam menghasilkan sitokin dan kemokin yang dihasilkan

oleh aktivasi imun berhubungan dengan keparahan penyakit.

3. Semakin panjang interval antara infeksi virus dengue primer dan sekunder,

maka keparahan dengue semakin meningkat

4. Peranan genetik juga diduga berpengaruh terhadap keparahan penyakit.

2.5.5 Manifestasi Klinis

Ciri-ciri yang terdapat pada penderita penyakit demam berdarah dengue adalah

demam yang muncul secara tiba-tiba, biasanya berlangsung selama 2 hingga 7 hari,

dan banyak lagi tanda dan gejala yang tidak spesifik. Pada fase akut serangan

penyakit ini, agak sukar untuk membedakan demam berdarah dengue dengan demam

Dengue yang biasa dan penyakit-penyakit lain yang terdapat di negara tropikal. Tidak

ada tanda patognomonik untuk penyakit demam berdarah dengue pada fase akut

(Gubler D.J., 1998). Penderita demam berdarah dengue biasanya dikenal dengan

gejala bintik-bintik atau ruam merah pada kulit yang apabila diregangkan malah

terlihat lebih jelas bintik-bintiknya. Hal itu memang telah menjadi salah satu tanda

bahwa seseorang itu telah digigit nyamuk Aedes aegypti (Departemen Kesehatan RI,

2005 dalam Pratiwi D.S., 2009). Berikut adalah beberapa gejala demam berdarah

dengue agar kita lebih berwaspada dan berupaya untuk menanganinya:

Universitas Sumatera Utara


a. Demam

Demam berdarah dengue dimulai dengan demam tinggi secara tiba-tiba yang terus

– menerus berlangsung selama 2 hingga 7 hari. Pada hari ke-3, panas mungkin

turunyang kemudian naik lagi, dan pada hari ke-6 atau ke-7 mendadak turun. Jika

suhu tubuh tetap tinggi setelah hari ke-3, tes darah dianjurkan untuk dilakukan

karena jika penderita tidak ditangani dengan cepat dan tepat dalam waktu kurang

dari 7 hari, penderita dapat meninggal dunia.

b. Tanda-tanda perdarahan Perdarahan dapat terjadi di semua organ berupa Uji

Torniquet (Rumple Leede) positif, petekie, purpura, ekimosis, perdarahan

konjungtiva, epistaksis, gusi berdarah, hematemesis, melena, dan hematuri. Untuk

membedakan petekie dengan bekas gigitan nyamuk, regangkan kulit, jika bintik

merah pada kulit tersebut hilang maka bukan petekie. Petekie sering ditemukan

terutama pada hari-hari pertama demam.Jika terdapat 10 atau lebih petekie pada

kulit seluas 1 inci persegi (2,5 cm x 2,5 cm) di lengan bawah bagian depan (volar)

dekat lipat siku (fossa cubiti), maka Uji Torniquet dikatakan positif.

c. Pembesaran hati (hepatomegali) Selalunya ditemukan pada permulaan penyakit.

Pembesaran hati tidak sejajar dengan tingkat keparahan penyakit dan sering

ditemukan nyeri tekan tanpa disertai ikterus.

d. Renjatan (shock) Antara tanda-tanda renjatan adalah seperti kulit teraba dingin dan

lembap terutama pada ujung-ujung ekstremitas. Selain itu penderita menjadi

gelisah, sianosis di bibir, nadi cepat, lemah, kecil sampai tidak teraba dan

penurunan tekanan darah, sistolik bisa menurun hingga dibawah 80 mmHg.

Universitas Sumatera Utara


Renjatan disebabkan karena perdarahan, atau karena kebocoran plasma ke daerah

ekstravaskuler melalui kapiler yang terganggu.

e. Trombositopeni Penderita dikatakan mengalami trombositopeni jika jumlah

trombosit kurang daripada 100.000/mm3 dan biasanya ini ditemukan di antara hari

ke-3 hingga 7 sakit. Pemeriksaan ulang perlu dilakukan sampai terbukt i bahwa

jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun. Pemeriksaan dilakukan pada

saat pasien diduga menderita demam berdarah dengue, bila normal maka diulang

tiap hari sampai suhu turun.

f. Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) Pemeriksaan hematokrit secara teratur

perlu dilakukan karena penderita demam berdarah dengue selalunya mengalami

peningkatan hematokrit yang merupakan tanda terjadinya perembesan plasma.

Pada umumnya peningkatan hematokrit didahului oleh penurunan trombosit.

g. Gejala klinis lain seperti nyeri otot, anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut,

diare atau konstipasi, dan kejang. Pada beberapa kasus terjadi hiperpireksia yang

disertai kejang dan penurunan kesadaran sehingga sering didiagnosis sebagai

ensefalitis. Keluhan sakit perut yang hebat seringkali timbul mendahului

perdarahan gastrointestinal dan renjatan.(Departemen Kesehatan RI, 2005 dalam

Pratiwi D.S., 2009

2.5.6 Diagnosis

Berdasarkan kriteria WHO (1997) yang dikutip oleh Chen K. et al.(2009),

diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan bila semua hal ini terpenuhi:

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.

Universitas Sumatera Utara


2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif;

petekie,ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ml).

4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:

• Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis

kelamin.

• Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingka n

dengan nilai hematokrit sebelumnya.

• Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,

hiponatremia.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis demam berdarah dengue (WHO, 1997 dalam

Chen K. et al., 2009), yaitu:

 Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji torniquet.

 Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan

perdarahan lain.

 Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,

tekanan darah menurun atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin

dan lembab, tampak gelisah.

 Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

Universitas Sumatera Utara


2.5.7 Pengobatan bagi penderita Demam Berdarah Dengue

Pengobatan demam berdarah dengue pada dasarnya bersifat suporatif, yaitu

untuk mengatasi kehilangan suatu cairan plasma sebagai akibat dari peningkatan

permeabilitas kapiler dan perdarahan. Umumnya penderita demam berdarah

dianjurkan untuk dirawat dirumah sakit di ruang perawatan biasa, akan tetapi pada

kasus demam berdarah dengue dengan komplikasi diperlukan perawatan yang

intensif. Untuk dapat melakukan perawatan demam berdarah dengue dengan baik

perlu dokter dan perawat yang terampil serta laboratorium yang memadai, cairan

kristaloid dan koloid serta bang darah yang siap bila diperlukan. Untuk mengurangi

angka kematian perlu dilakukan diagnosis dini dan edukasi untuk dirawat bila

terdapat tanda syok. Kunci keberhasilan penanganan penyakit demam berdarah

dengue terletak pada keterampilan dokter dalam mengatasi peralihan fase, dari fase

demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.

1. Tatalaksana penderita Demam Berdarah Dengue

Pada awal perjalanan penyakit demam berdarah dengue tanda/gejalanya tidak

spesifik, oleh karena itu masyarakat atau orang tua diharapkan untuk waspada jika

melihat tanda atau gejala yang mungkin merupakan gejala awal perjalanan penyakit

demam berdarah dengue. Petama – tama ditentukan terlebih dahulu adakah tanda

kedaruratan yaitu tanda syok ( gelisah, nafas cepat, bibir biru, tangan dan kaki dingin,

kulit lembab), muntah terus menerus, kejang, kesadaran menurun, muntah darah,

berak hitam, maka pasien perlu dirawat (tatalaksana disesuaikan). Apabila tidak

dijumpai tanda kedaruratan, periksa uji tourniquet: apabila uji tourniquet positif

Universitas Sumatera Utara


≤ 100.000/ul pasien
lanjutkan dengan pemeriksaan trombosit, apabila trombosit

dirawat untuk observasi. Apabila uji tourniquet positif dengan trombosit >100.000/ul

atau normal atau uji tourniquet negativ, pasien boleh pulang dengan pesan untuk

datang kembali setiap hari sampai suhu turun. Nilai gejala klinis dan lakukan

pemeriksaan Hb,Ht dan trombosit setiap kali selama anak masih demam. Bila terjadi

penurunan kadar Hb dan/atau peningkatan kadar Ht,segera rawat. Beri nasehat

kepada orang tua : anak dianjurkan minum banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit,

jus buah, dan lain –lain, serta diberikan obat antipiretik golongan parasetamol

(kontraindikasi golongan salisilat). Bila klinis menunjukkan tanda – tanda syok

seperti anak menjadi gelisah, ujung kaki/tangan dingin, muntah, lemah, dianjurkan

segera dibawa berobat ke dokter atau ke puskesmas, dan rumah sakit.

2. Kriteria memulangkan pasien

Adapun kriteria pasien yang dipulangkan adalah:

a. Tidak mengalami demam, sekurang-kurangnya selama 24 jam tanpa

menggunakan obat-obat penurun panas

b. Nafsu makan membaik

c. Produksi urin kembali normal.

d. Kadar hematokrit kembali normal

e. Telah mengalami masa perawatan lebih dari 2 hari, bagi pasien DBD yang

mengalami syok

f. Tidak terdapat gangguan pernafasan.

Universitas Sumatera Utara


2.5.8 Pencegahan Demam Berdarah Dengue

Masyarakat umumnya memilih fogging atau penyemprotan sebagai cara untuk

memberantas penyakit demam berdarah dengue. Padahal untuk melakukan fogging

tersebut diperlukan beberapa prosedur yang sulit yang melibatkan Rumah Sakit

terdekat. Hal ini karena fogging yang terlalu sering tidak baik untuk kesehatan

(Departemen Kesehatan RI, 2005 da lam Pratiwi D.S., 2009).

Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dengan fogging (pengasapan) pada

mulanya dianggap oleh masyarakat sebagai cara yang paling tepat untuk mengatasi

masalah penyakit demam berdarah. Hal tersebut ternyata tidak selalu benar, karena

pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dengan metode ini hanyalah bertujuan untuk

membunuh nyamuk dewasa yang infektif, yaitu nyamuk yang di dalam tubuhnya

telah mengandung virus Dengue dan siap menularkan pada orang lain. Sedangkan

cara mengatasi / mencegah terjangkitnya penyakit Demam Berdarah Dengue yang

paling penting adalah menanamkan pengetahuan terhadap masyarakat, agar

masyarakat berperilaku hidup sehat, yaitu menjaga kebersihan lingkungan yang dapat

menjadi sarang & tempat berkembangbiaknya vektor penyakit termasuk nyamuk

Aedes aegypti. Hal ini dilakukan untuk memutus rantai penularan penyakit, yaitu

memutus mata rantai perkembangbiakan jentik nyamuk menjadi nyamuk dewasa

(Kusumawati Y. Et al., 2007).

Gerakan 3M merupakan salah satu cara untuk memberantas nyamuk Aedes

aegypti, yaitu dengan memberantas jentik-jentiknya di tempat berkembang biaknya.

Setiap keluarga harus melaksanakan 3M ini sekurang-kurangnya sekali seminggu

Universitas Sumatera Utara


secara teratur karena kebanyakan tempat membiaknya adalah di rumah-rumah dan

tempat-tempat umum. Tindakan yang dilakukan antaranya adalah menguras bak

mandi sekurang-kurangnya seminggu sekali, menutup rapat-rapat tempat

penampungan air, mengganti air vas bunga atau tanaman air seminggu sekali,

mengganti air tempat minum burung, menimbun barang-barang bekas yang dapat

menampung air, menabur bubuk abete atau altosid pada tempat-tempat penampungan

air yang sulit dikuras atau di daerah yang air bersih sulit didapat sehingga perlu

penampungan air hujan, dan memelihara ikan di tempat-tempat penampungan air

(Kusumawati Y. et al., 2007).

Sejak kebelakangan ini, cara terefektif untuk memberantas demam berdarah

dengue selain 3M adalah melalui PSJN (Pemberantasan Sarang Jentik dan Nyamuk).

Upaya dalam menerapkan PSJN ini ditempuh dengan beberapa cara di antaranya

adalah melalui pemberdayaan masyarakat dengan pembinaan ratusan Kader

Wamantik (Siswa Pemantau Jentik) dan Bumantik (Ibu Pemantau Jentik) yang

bertugas memantau 10 rumah di sekitarnya menyangkut keberadaan jentik di rumah

mereka, tidak lupa juga memberikan penyuluhan. Selain itu ikanisasi, abatesasi

(temephos), dan fogging dengan syarat dan persetujuan dari Rumah Sakit sekitar

(Departemen Kesehatan RI, 2005 da lam Pratiwi D.S., 2009).

Universitas Sumatera Utara


2.5.9 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan kesembuhan Demam
Berdarah Dengue

a. Umur

Selama awal tahun epidemi pada setiap negara, penyakit demam berdarah dengue

kebanyakan menyerang anak-anak dan 95% kasus yang dilaporkan berumur kurang

dari 15 tahun. Dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2000 proporsi kasus demam

berdarah dengue terbanyak adalah pada kelompok umur 4-5 tahun. Tetapi pada tahun

1998 - 2000 proporsi kasus demam berdarah dengue pada umur 15-44 tahun

meningkat. Keadaan tersebut perlu diwaspadai bahwa demam berdarah dengue

cenderung meningkat pada kelompok umur remaja dan dewasa. Yang dimaksud

dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk

anak yang masih dalam kandungan.

b. Jenis kelamin

Jenis kelamin pernah ditemukan perbedaan nyata diantara anak laki-laki dan

perempuan. Beberapa negara melaporkan banyak kelompok wanita dengan Dengue

Shock Syndrome menunjukkan angka kematian lebih tinggi daripada laki-laki.

c. Jumlah Trombosit

Penurunan jumlah trombosit atau trombositopenia pada umumnya terjadi

sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun. Jumlah

trombosit dibawah 100.000/UI, biasanya dapat dijumpai pada antara hari ketiga sakit

sampai hari ketujuh. Apabila diperlukan pemeriksaan trombosit perlu diulangi setiap

hari sampai suhu turun

Universitas Sumatera Utara


d. Kadar hematokrit

Peningkatan nilai hematokrit atau hemokonsentrasi selalu dijumpai pada demam

berdarah dengue, merupakan indikator terjadinya perembesan plasma.

Hemokonsentrasi dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih.

e. Lama perawatan

Lama perawatan penderita demam berdarah dengue di rumah sakit tergantung

derajat saat mulai masuk sampai keluar rumah sakit.

f. Keadaan saat pulang

Keadaan saat pulang penderita demam berdarah dengue dikelompokkan atas :

1. Sembuh : nilai trombosit meningkat, tidak demam selama 24 jam tanpa

pemberian antipiretik, nafsu makan membaik, Ht stabil.

2. Pulang atas permintaan sendiri : penderita DBD atau keluarga penderita DBD

meminta pulang atau keluar dari rumah sakit dengan permintaan sendiri tanpa

rekomendasi dari dokter, walaupun keadaan pasien belum stabil.

3. Meninggal : penderita sudah tidak dapat tertolong. Biasanya ini dikarenakan

penanganan yang terlambat.

g. Kecepatan Dirujuk ke Rumah Sakit

Kecepatan dirujuk ke rumah sakit di indikatorkan dengan lama demam di rumah.

Demam merupakan keluhan utama pada semua penderita demam berdarah dengue

(100%). Lama demam sebelum dirujuk ke rumah sakit, sehingga mendapatkan

penanganan yang cepat dan tepat. Penelitian Chatarina (1999) yang menyatakan ada

Universitas Sumatera Utara


pengaruh kecepatan dirujuk ke Rumah sakit terhadap kecepatan kesembuhan

penderita demam berdarah dengue.

h. Derajat Demam Berdarah Dengue

Derajat demam berdarah dengue adalah tingkat keparahan yang dialami oleh

penderita demam berdarah dengue, yang di kategorikan menjadi derajat demam

berdarah dengue 1,2,3, dan 4 menurut Melani (1992), salah satu yang mempengaruhi

berat ringannya penyakit adalah derajat demam berdarah dengue, semakin tinggi

derajatnya maka semakin berat penyakit yang dialami penderita.

Universitas Sumatera Utara


2.6 Kerangka Konsep

UMUR

JENIS KELAMIN

LAMA RAWAT KECEPATAN


KESEMBUHAN
PENDERITA DEMAM
BERDARAH
DERAJAT DBD

ANALISIS REGRESI COX


TROMBOSIT

HEMATOKRIT

KEADAAN SAAT
PULANG

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan


Kesembahan Penderita DBD

Universitas Sumatera Utara


2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

1. Ada hubungan umur, jenis kelamin, derajat demam berdarah dengue, trombosit,

hematokrit, keadaan saat pulang, dan lama rawat terhadap lama sembuh penderita

demam berdarah dengue.

2. Ada pengaruh umur, jenis kelamin, derajat dmam berdarah dengue, trombosit,

hematokrit, keadaan saat pulang, dan lama rawat terhadap lama sembuh penderita

demam berdarah dengue.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai