Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PADA BAYI NY “W”

DENGAN ASFIKSI BERAT DI RUANG PERINATOLOGI

RSUD DR.HARJONO PONOROGO

Dosen Pengampu: Ika Ayu Purnamasari SST.M.Kes

Disusun Oleh :
Diajeng Riski
(201701010)

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN AJARAN 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir Pada Bayi Ny “W” dengan asfiksi berat di
ruang Perinatologi RSUD Dr.Harjono Ponorogo :

Tanggal :

Madiun, Desember 2019

Mengetahui,

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

( ) (: Ika Ayu Purnamasari SST.M.Kes

ii
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk,
berkat, rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Asuhan
Kebidanan Bayi Baru Lahir Pada Bayi NY “W” dengan Asfiksi Berat di ruang Perinatologi RSUD
Dr.Harjono Ponorogo .Laporan ini saya susun dalam rangka untuk memenuhi tugas ujian praktek
klink kebidanan.

Dalam penulisan Laporan ini berbagai hambatan di hadapi oleh penulis dari tahap persiapan
sampai dengan penyelesaian tulisan. Namun, berkat bantuan, bimbingan, dan kerja sama dengan
berbagai pihak maka hambatan dan kesulitan tersebut teratasi.

Maka dari penulis dengan kerendahan hati menyampaikan terima kasih atas segala bantuan,
bimbingan saran dan motivasi kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan terutama
kepada :
1. Zainal Abidin, SKM., M.Kes (Epid) selaku Ketua STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
2. Asasih Villasari S.Si.T. selaku Kaprodi DIII Kebidanan STIKES Bhakti Husada Mulia
Madiun
3. Ika Ayu Purnamasari SST.M.kes selaku Dosen pembimbing DIII Kebidanan STIKES
Bhakti Husada Mulia Madiun
4. Teman-teman kelas 5A DIII Kebidanan
5. Semua pihak yang telah membantu
Dalam penyusunan makalah ini, tentunya masih sangat banyak kekurangan. Oleh karena itu,
Kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun.

Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penyusun pada khususnya dan
pembaca pada umumnya. kita semua

Madiun , Desember 2019

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................................... i

Lembar Pengesahan ............................................................................................................ ii

Kata Pengantar ................................................................................................................... iii

Daftar Isi ................................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................................... 8

2.1 Konsep Manajemen Asuhan Kebidanan .......................................................... 8


2.2 Konsep Dasar Asfiksia .................................................................................... 15

BAB III TINJAUAN KASUS ............................................................................................

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PADA BAYI NY “W”

DENGAN ASFIKSI BERAT DI RUANG PERINATOLOGI

RSUD DR.HARJONO PONOROGO

BAB IV PENUTUP ............................................................................................................ 21

4.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 21


4.2 Saran................................................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 22

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO) setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120
juta bayi baru lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini meninggal. Di Indonesia, dari seluruh
kematian bayi, sebanyak 57% meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah bayi
berat lahir rendah (29%), asfiksia(27%), trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksilain dan kelainan
kongenital (Winkjosastro, 2008).Angkakematian bayi dan balita (2008-2012) bahwa semuaangka
kematian bayi dan balita hasil survey demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 lebih rendah
daripada hasil SDKI 2007.Hasil SDKI 2012 adalah 32 kematian per 100 kelahiran hidup dan
kematian balita adalah 40 kematian per 1000 kelahiran hidup dan kemtian terjadi pada
neonatus(SDKI,2012) Upaya untuk memperbaiki kesehatan ibu,bayi baru lahir dan anak telah menjadi
prioritas utama bagi pemerintah, bahkan sebelum Millenium Developtment goal’s ditetapkan AKI dan
AKB merupakan salah satu indikatorutama untuk menentukan derajat kesehatan suatu Negara,AKI dan
AKB mengindikasikan kemampuan dan kualitas pelayanan kesehatan, kapasitas pelayanan
kesehatan, kualitas pendidikandan pengetahuan masyarakat, kualitas kesehatan lingkungan, sosial
budaya sertahambatan dalam memperoleh aksesterhadap pelayanan kesehatan (Sarwono,2010)

Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir,sehingga bayi tidak dapat memasukan oksigen
dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya(Dewi,2010).

Adapun faktor yang dapat menimbulkan asfiksia yaitu:pre eklampsia,eklampsia,perdarahan


abnormal (plasenta previa dan solusia plasenta),partus lama atau macet,demam selama
persalinan,infeksi berat (malaria,shifilis,TBC,HIV) ,kehamilan post matur (sesudah 42 minggu
kehamilan),keadaan bayi yaitu bayi premature (sebelum 37 minggu kehamilan),persalinan sulit
(letak sungsang, bayi kembar,distosia bahu,ekstraksi vakum,forcep),kelainan congenital,air ketuban
bercampur mekoneum(warna kehijauan), tali pusat,lilitan tali pusat,tali pusat pendek,simpul tali
pusat,prolapus tali pusat (Dewi, 2010).

Klasifikasi asfiksia dan tanda gejala klinis:

1.Asfiksia ringanPada asfiksia ringan ,tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut :

a.Bayi tampak sianosis

v
b.Adanya retraksi sela iga

c.Bayi merintih

d.Adanya pernafasan cuping hidunge.Bayi kurang aktifitas

2.Asfiksia sedang Pada asfiksia sedang,tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut :

a.Freuensi jantung menurun menjadi 60-80 x/menit

b.Usaha nafas lambat

c.Tonus otot biasanya dalam keadaan baik

d.Bayi masih bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan

e.Bayi tampak sianosis

3.Asfiksia Berat Pada asfiksia berat,bayi akan mengalami asidosis sehingga memerlukan perbaikan
dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut :

a.Frekuensi jantung kecil yaitu < 40x/menitb.Tidak ada usaha nafas

b,Tidak ada usaha nafas

c.Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada

d.Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kebiruan

Peran bidan dalam menangani asfiksia yaitu denganmelakukan tindakan resusitasi.Tindakan


resusitasi yaitu tindakan dengan mempertahankan jalan nafas agar tetap baik sehingga proses oksigen cukup
agar sirkulasi darah tetap baik (Maryanti,dkk,2011).

Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penyusunan kasus komprehensif tentang
asfiksia neonatorum sebagai bahan informasi bagi pelayanan kebidanan sehingga dapat menurunkan
angka kematian bayi.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada studi kasus ini adalah : “Bagaimana
asuhan kebidanan komprehensif pada bayi baru lahir dengan asfiksia berat di RSUD Dr.Harjono Ponorogo

vi
C.Tujuan

1.Tujuan Umum :

Mahasiswa mampu melakukan asuhan kebidanan komprehensif pada bayi baru lahir dengan asfiksia
berat dengan pendekatan manajemen kebidanan menurut 7 langkah Varney dan pendokumentasian
kebidanan dengan metode SOAP.

2.Tujuan Khusus :

a. Dapat melakukan pengkajian data dasar pada bayi baru lahir dengan asfiksia berat di RSUD
Dr.Harjono Ponorogo.
b. Dapat menginterpretasi data dasar pada bayi baru lahir dengan asfiksia berat di RSUD
Dr.Harjono Ponorogo
c. Dapat mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial pada bayi baru lahir dengan asfiksia
berat di RSUD Dr.Harjono Ponorogo
d. Dapat mengidentifikasi dan menetapkan penanganan segera pada bayi baru lahir dengan asfiksia
berat di RSUD Dr.Harjono Ponorogo
e. Dapat memberikan asuhan yang menyeluruh pada bayi baru lahir dengan asfiksia berat di RSUD
Dr.Harjono Ponorogo

vii
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN


1. Proses Manajemen Kebidanan
a. Definisi Manajemen kebidanan
Manajemen kebidanan merupakan suatu bentuk pendekatan yang dilakukan
oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan dengan menggunakan metode
pemecahan masalah. Proses manajemen adalah proses pemecahan masalah dengan
menggunakan metode yang terorganisasi, meliputi pikiran dan tindakan dalam
urutan yang logis untuk keuntungan pasien dan pemberian asuhan (Nurhayati,
2013: 139).
Varney (1997), mengatakan bahwa proses penyelesaian masalah adalah salah
satu upaya yang dapat digunakan dalam manajemen kebidanan bidan harus
kemampuan berfikir secara kritis untuk menegakkan diagnosa atau masalah
potensial kebidanan, selain itu diperlukan kemampuan untuk kolaborasi atau kerja
sama (dalam Wildan dan Hidayat, 2013: 34)
b. Tahapan Manajemen 7 Langkah Varney
Proses Manajeman 7 langkah Menurut Varney (2003), antara lain:
1) Langkah I (Pertama) : Pengkajian Data
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan
lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk
memperoleh data dilakukan dengan cara anamnesa (identitas, keluhan, riwayat
kesehatan, dll), pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan, pemeriksaan
khusus dan pemeriksaan penunjang (Mangkuji dkk, 2012: 5).
a) Data subjektif
(1) Identitas untuk mengetahui status pasien secara lengkap meliputi nama,
umur, nikah, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat.

8
(2) Keluhan utama untuk mengetahui alasan pasien datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang dirasakan saat pemeriksaan pada akseptor KB
implan.
(3) Riwayat menstruasi untuk mengetahui menarche, siklus, lama
menstruasi, banyaknya menstruasi dan keluhan-keluhan yang dirasakan
pada waktu menstruasi.
(4) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu untuk mengetahui
jumlah kehamilan sebe lumnya dan hasil akhirnya (abortus, lahir hidup,
apakah anaknya masih hidup dan apakah dalam kesehatan yang baik),
apakah terdapat komplikasi intervensi pada kehamilan, persalinan,
ataupun nifas sebelumnya.
(5) Riwayat KB yang perlu dikaji adalah apakah ibu pernah menjadi
akseptor KB. Kalau pernah, kontrasepsi apa yang pernah digunakan,
berapa lama, keluhan pada saat ikut KB, alasan berhenti KB.
(6) Riwayat kesehatan terdiri dari riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit keluarga
(7) Pola kebiasaan sehari-hari untuk mengetahui bagaimana kebiasaan
pasien sehari-hari dalam menjaga kebersihan dirinya dan bagaimana
pola makanan sehari-hari apakah terpenuhi gizinya atau terdiri dari pola
nutrisi, pola eliminasi, pola istirahat, personal hygiene, aktivitas.
(8) Data psikologis, ekonomi, dan spritual untuk memperkuat data dari
pasien terutama secara psikologis, data meliputi dukungan suami dan
keluarga kepada ibu mengenai pemakaian alat kontrasepsi.
b) Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang didapat dari hasil observasi melalui
pemeriksaan fisik sebelum atau selama pemakaian KB.
(1) Pemeriksaan umum terdiri dari keadaan umum untuk mengetahui
keadaan pasien sehat serta berat badan pasien karena merupakan salah
satu efek samping KB implan.
(2) Pemeriksaan tanda vital
(a) Tekanan darah (vital sign) untuk mengetahui faktor resiko hipertensi
atau hipotensi dengan nilai satuannya mmHg. Keadaan normal
antara 100/80 mmHg sampai 130/90 mmHg.

9
(b) Pengukuran suhu untuk mengetahui suhu badan pasien, suhu badan
normal adalah 36˚C sampai 37˚C. Bila suhu lebih dari 37,5˚C harus
dicurigai adanya infeksi.
(c) Nadi memberikan gambaran kardiovaskuler. Denyut nadi normal 70
x/menit sampi 88 x/menit.
(d) Pernafasan mengetahui sifat pernafasan dan bunyi nafas dalam satu
menit. Pernafasan normal 22x/menit sampai 24 x/menit.
(3) Pemeriksaan fisik
(a) Kepala : menilai keadaan kulit dan rambut kepala bersih atau tidak,
adanya nyeri tekan atau benjolan.
(b) Wajah : keadaan wajah pucat atau tidak adakah kelainan, adakah
oedema.
(c) Mata : konjungtiva berwarna merah muda atau tidak, sklera
berwarna putih atau tidak.
(d) Hidung: untuk mengetahui apakah ada polip atau tidak.
(e) Telinga : bagaimana keadaan daun telinga, liang telinga apakah ada
kelainan atau tidak dan ada serumen atau tidak.
(f) Mulut : untuk mengetahui mulut bersih apa tidak ada caries atau
tidak dan ada karang gigi atau tidak.
(g) Leher : apakah ada pembesaran kelenjar gondok atau tyroid, limfe,
dan vena junggularis.
(h) Dada : apakah simetris kanan kiri dan apakah ada benjolan pada
payudara atau tidak.
(i) Abdomen : apakah ada jaringan parut atau bekas operasi, adakah
nyeri tekan serta adanya massa.
(j) Ekstermitas atas dan bawah: ada cacat atau tidak, oedema atau tidak,
terdapat varises atau tidak.
(k) Genitalia : untuk mengetahui keadaan vulva adakah tanda-tanda
infeksi, varises, pembesaran kelenjar bartholini dan perdarahan.
(l) Anus : Apakah ada hemoroid atau tidak.
(4) Data penunjang digunakan untuk mengetahui kondisi klien sebagai data
penunjang terdiri dari: pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan tes
kehamilan (Saifuddin, 2010).

10
2) Langkah II (Kedua) : Interpretasi Data
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis, masalah dan
kebutuhan pasien berdasarkan interprestasi yang benar atas data-data yang
telah dikumpulkan. Langkah awal dari perumusan diagnosis atatu masalah
adalah pengolahan dan analisis data dengan mengabungkan data satu dengan
yang lainnya sehingga tergambar suatu fakta (Nurhayati dkk, 2013:142).
Langkah kedua yaitu interpretasi data terdiri dari :
a) Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup
praktek kebidanan.
(1) Data subjektif.
(a) Ibu mengatakan ingin menggunakan KB jangka panjang untuk
pertama kali (Yuhedi dan Kurniawati, 2013).
(b) Ibu memilih untuk KB implan (Sulistyawati, 2011).
(2) Data objektif
(a) Keadaan umum baik.
(b) Kesadaran komposmentis.
(c) TTV normal.
(d) Hasil pemeriksaan fisik tidak ada kelainan.
(e) Pemeriksaan laboratorium normal dan pada tes kehamilan tidak
terjadi kehamilan.
3) Langkah III (Ketiga) : Identifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial
Pada langkah ini bidan mengidentifikasikan masalah atau diagnosis potensial
lain berdasarkan rangkaian masalah serta diagnosis yang sudah diidentifikasi.
Langkah ini membutuhkan antisipasi agar masalah tersebut tidak terjadi
(Nurhayati dkk, 2013: 143). Diagnosa potensial yang kemungkinan terjadi pada
kasus akseptor baru KB implan setelah pemasangan akan terdapat memar,
bengkak dan nyeri di daerah insisi selama beberapa hari adalah kemungkinan
adanya tanda-tanda infeksi pada luka bekas insisi.
4) Langkah IV (Keempat) : Antisipasi Masalah Atau Tindakan Segera
Pada langkah ini, yang dilakukan bidan adalah mengidentifikasi perlunya
tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk dikonsultasikan atau ditangani
bersama dengan anggota tim kesehatan lainnya sesuai dengan kondisi klien. Ada
kemungkinan, data yang kita peroleh memerlukan tindakan yang harus dilakukan

11
bidan (Mangkuji dkk, 2012: 6). Pada kasus ini, tindakan segera dilakukan jika
ibu mengalami efek samping atau keluhan yang mengancam maka dilakukan
tindakan segera atau kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya untuk
menanggani akseptor baru implan.
5) Langkah V (Kelima): Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh.
Langkah kelima adalah perencanaan asuhan yang menyeluruh. Langkah ini
merupakan kelanjutan dari manajemen kebidanan terhadap diagnosis atau
masalah yang telah diidentifikasi atau antisipasi. Pada langkah ini sangat
diperlukan untuk membuat dan mendiskusikan rencana dengan klien termasuk
penegasan terhadap persetujuan (Nurhayati dkk, 2013: 143).
Menurut Saifuddin (2010), rencana tindakan yang dapat dilakukan pada akseptor
baru KB implan adalah
a) Lakukan pendekatan pada ibu/klien dan suami serta keluarga.
Rasional : membangun kepercayaan ibu dan keluarga serta suami terhadap
tenaga kesehatan dan menjalin hubungan yang baik (Saifuddin, 2010).
b) Berikan kesempatan pada klien untuk mengemukakan masalahnya.
Rasional : informasi yang didapatkan dari masalah yang dialami ibu dapat
membantu dalam memilih cara atau alat KB yang cocok dengan keadaan dan
kebutuhannya (Sulistyawati, 2011).
c) Jelaskan tentang implan (definisi, cara kerja, indikasi dan kontraindikasi,
keuntungan dan kekurangan, efek samping implan) (Varney, 2002).
Rasional : untuk menambah pengetahuan klien tentang alat kontrasepsi yang
akan digunakannya (Sulistyawati, 2011).
d) Lakukan informed consent sebagai bukti bahwa ibu setuju dengan tindakan
yang akan dilakukan.
Rasional : setiap tindakan medis yang mengandung resiko harus dengan
persetujuan tertulis yang ditanda tangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan, yaitu klien yang bersangkutan dalam keadaan sadar dan sehat
mental (Saifuddin, 2010).
e) Jelaskan kepada klien tentang hasil pemeriksaan.
Rasional : menurut Tresnawati (2013: 123), kontra indikasi implan yaitu
hamil atau diduga hamil, perdarahan pervaginam yang belum jelas
penyebabnya, benjolan / kanker payudara atau riwayat kanker payudara atau

12
riwayat kanker payudara, tidak dapat menerima perubahan pola haid yang
terjadi, menderita mioma uterus dan kanker payudara, penyakit jantung,
hipertensi, diabetes militus, penyakit tromboemboli, gangguan toleransi
glukosa. Hal ini yang akan dicegah sehingga dilakukan pemeriksaan yang
lengkap pada calon akseptor.
f) Lakukan tehnik pemasangan implan yang baik dan benar sesuai standar yang
berlaku.
Rasional : semua tahap proses pemasangan harus dilakukan secara berhati-
hati dan lembut, untuk mencegah infeksi maupun ekspulsi (Saifuddin, 2010).
g) Lakukan konseling pasca pemasangan tentang perawatan luka insisi dirumah
dan kapan kunjungan ulang klien tersebut.
Rasional : untuk mengantisipasi terjadinya infeksi (Affandi, 2012).
6) Langkah VI (Keenam) : Implementasi
Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada
langkah ke lima dilaksanakan secara efesien dan aman. Implementasi merupakan
pelaksanaan dari asuhan yang telah direncanakan secara efisien dan aman. Pada
kasus dimana bidan harus berkolaborasi dengan dokter, maka keterlibatan bidan
dalam manajemen asuhan pasien adalah tetap bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan asuhan bersama yang menyeluruh (Mangkuji dkk, 2012: 6).
Menurut Saifuddin (2010), rencana asuhan yang diuraikan pada langkah kelima
dan dilakukan secara efisien dan aman.
7) Langkah VII (Ketujuh) : Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam manjemen kebidanan, evaluasi
sebagai bagian dari proses yang dilakukan secara terus-menerus untuk
meningkatkan pelayanan yang menyeluruh untuk menilai keaktifan dari rencana
asuhan yang telah diberikan meliputi pemenuhan akan bantuan apakah benar-
benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan dalam masalah dan diagnosa
(Wildan dan Hidayat, 2013: 39). Evaluasi asuhan kebidanan pada akseptor baru
implan antara lain keadaan umum baik dan TTV dalam batas normal, tidak ada
kendala atau komplikasi pada saat pemasangan implan dan Amati klien lebih
kurang 15 sampai 20 menit untuk kemungkinan perdarahan dari luka insisi atau
efek lain sebelum memulangkan klien. Beri petunjuk untuk perawatan luka insisi
setelah pemasangan, kalau bisa diberikan secara tertulis.

13
2. Pendokumentasian Manajemen Asuhan Kebidanan
Menurut Jannah (2012: 212), catatan SOAP dipakai untuk pendokumentasian
asuhan kebidanan karena pendokumentasian dengan metode SOAP berupa kemajuan
yang sistematis yang mengorganisir penemuan dan kesimpulan hingga terwujud rencana
asuhan. Metode ini merupakan penyaringan dari proses penatalaksanaan kebidanan
untuk tujuan penyediaan dan pendokumentasian asuhan. SOAP merupakan catatan yang
bersifat sederhana, jelas, logis, dan tertulis.
a. S: Data subjektif (langkah I)
Mengambarkan pendokumentasian hanya pengumpulan data dari pasien, suami atau
keluarga melalui anamnesis (wawancara) yang merupakan ungkapan langsung
tentang identitas, keluhan masalah KB, riwayat menstruasi, riwayat kehamilan dan
nifas yang lalu, riwayat KB, riwayat kesehatan dan pola kebiasaan sehari-hari.
b. O: Data objektif (langkah I)
Mengambarkan pendokumentasian hasil analisa dan fisik klien, hasil lab dan tes
diagnostik lain yang dirumuskan dalam data focus untuk mendukung assessment.
Pada data objektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan (tanda keadaan umum,
tanda vital, fisik dan pemeriksaan lab atau pemeriksaan penunjang). Pemeriksaan
dengan inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.
c. A: Assessment / analisis (langkah II,III,IV)
Assessment merupakan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi
(kesimpulan) dari data subjektif dan objektif (Mangkuji, 2012). Berdasarkan data
yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan meliputi diagnosis, antisipasi
diagnosis atau masalah potensial, serta perlu tidaknya tindakan segera. Dalam
pendokumentasian manajemen kebidanan, karena keadaan pasien yang setiap saat
bisa mengalami perubahan dan akan ditemukan informasi baru dalam data subjektif
maupun data objektif. Maka proses pengkajian data akan menjadi sangat dinamis.
d. P: Perencanaaan/ planning (V, VI, VII)
Mengambarkan pendokumentasian dan perencanaan serta evaluasi berdasarkan
assessment (Mangkuji, 2012). Rencana dari tindakan yang akan diberikan termasuk
asuhan mandiri, kolaborasi, tes diagnosis atau laboratorium, serta konseling untuk
tindak lanjut. Pada tahap terakhir ini melakukan kunjungan ulang dan mengkaji serta
menanyakan keadaan umum dan TTV, menimbang berat badan, riwayat menstruasi,
efek samping yang terjadi setelah memakai implant seperti amenorea, pendarahan

14
spotting, rasa nyeri pada lengan, luka bekas insisi mengeluarkan darah atau nanah,
eksplusi.
2.2 KONSEP DASAR ASFIKSIA
A. Pengertian Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah
persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada
bayi selama atau sesudah persalinan (Depkes RI, 2009).
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami
gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir,sehingga bayi tidak dapat
memasukan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari
tubuhnya(Dewi,2010).

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas, sehingga dapat
menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2010).
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami
gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat
memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya (Dewi,
2011).
B. Etiologi
Penyebab terjadinya Asfiksia menurut Prawirohardjo (2010)
1. Faktor Ibu
 Oksigenisasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anastesi,
penyakit jantung, sianosis, gagal pernafasan, keracunan karbon monoksida, dan
tekanan darah ibu yang rendah akan menyebabkan asfiksia pada janin. Gangguan aliran
darah uterus dapat menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan ke
janin. Hal ini sering ditemukan pada: gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni,
hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat: hipotensi mendadak pada ibu
karena perdarahan, hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.
 Infeksi korioamnionitis merupakan infeksi selaput ketuban biasanya disebabkan oleh
penyebaran organisme
 Preeklamsia/eklamsia

15
Pre eklamsia dapat berkembang menjadi eklamsia. Salah satu gejalanya adalah adanya
kejang pada ibu hamil yang mengalami pre eklamsia. Kejang dapat terjadi sebelum
persalinan maupun pada saat persalinan atau sesudah persalinan. Jika kejang terjadi
pada saat persalinan, maka frekuensi dan intensitas kontraksi meningkat dan dapat
menyebabkan durasi persalinan menjadi pendek. Sebagai akibatnya ibu mengalami
kejang dapat mengalami maternal hypoxemia yang dapat berakibat janin mengalami
bradycardia.
 Penyakit kronik ibu (hipertensi, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit paru dan
diabetes melitus).
 Usia ibu kurang dari 20 tahun atau melebihi 35 tahun
 Gravida keempat atau lebih
2. Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia janin
dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya: plasenta tipis, plasenta
kecil, plasenta tak menempel, dan perdarahan plasenta.
3. Faktor Fetus
 Kompresi umbilikus dapat mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh
darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran
darah ini dapat ditemukan pada keadaan: tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat
antara janin dan jalan lahir, dan lain-lain.
 Prematuritas (sebelum 37 minggu kehamilan)
 Kelainan bawaan (kongenital), misalnya hernia diafragmatika, atresia/ stenosis
pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain
 Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
 Bayi KMK (kecil masa kehamilan)
 Gawat janin
 Bayi kembar
 Kelainan kehamilan
 Inkompatibilitas golongan darah
 Depresi susunan saraf pusat

4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi oleh karena pemakaian
obat anastesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan
depresi pusat pernapasan janin, maupun karena trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya

16
perdarahan intra kranial. Kelainan kongenital pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika
atresia atau stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.
5. Faktor Persalinan
Partus lama dan partus karena tindakan dapat berpengaruh terhadap gangguan paru-paru.

C. Gejala klinis
Tanda dan Gejala Asfiksia Bayi Baru lahir Menurut Dewi (2011)
1. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga memerlukan perbaikan dan
resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul pada asfiksia berat adalah
sebagai berikut:
a. Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 kali per menit.

b. Tidak ada usaha panas.


c. Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.
d. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan.
e. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.
f. Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan.

2. Asfiksia Sedang (nilai APGAR 4-6)


Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut:
a. Frekuensi jantung menurun menjadi 60 – 80 kali per menit.
b. Usaha panas lambat.
c. Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.
d. Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.
e. Bayi tampak sianosis.
f. Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses persalinan.

3. Asfiksia Ringan (nilai APGAR 7-10)


Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut:
a. Frekuensi jantung 120-160 kali per menit
b. Frekuensi napas 30-60 kali per menit
c. Bayi tampak kemerahan

17
d. Bayi menangis kuat
e. Tonus otot baik
Untuk menentukan tingkatan asfiksia, apakah bayi mengalami asfiksia berat, sedang atau ringan/
normal dapat dipakai penelitian apgar skor (Benson, 2010).
APGAR score
A : Apprearance = Rupa (warna kulit)
P : Pulse = Nadi
G : Grimace = Menyeringai (akibat refleks kateter dalam hidung)
A : Activity = Keaktifan
R : Respiration = Pernafasan
Dibawah ini tabel untuk menentukan tingkat/derajat asfiksia yang dialami bayi pada saat dia
dilahirkan penilaian dilakukan pada menit pertama dan menit kelima pada saat bayi lahir.
Nilai APGAR
Tanda 0 1 2
Frekuensi Tidak ada Kurang dari 100/ Lebih dari 100/ menit
jantung menit
Usaha napas Tidak ada Lemah/tidak teratur Baik/Menangis kuat
(slow irregular)
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas dalam Gerakan aktif
fleksi sedikit
Reaksi terhadap Tidak ada Sedikit gerakan mimik Gerakan kuat/
rangsangan (grimace) melawan
Warna kulit Pucat Badan merah, Seluruh tubuh
ektrimitas biru kemerah-merahan

Sumber: Benson (2010) Buku Saku Ilmu Kebidanan.

Keterangan nilai APGAR:


1) 7-10: Bayi mengalami asfiksia ringan atau dikatakan bayi dalam keadaan normal.
2) 4-6: Bayi mengalami asfiksia sedang.
3) 0-3: Bayi mengalami asfiksia berat.

D. Patofisiologi

18
Menurut Hasan (2005), pernafasan spontan bayi baru lahir tergantung kepada kondisi
janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan
asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien). Proses ini dianggap sangat
perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi “Primary gasping” yang
kemudian akan berlanjut dengan pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai
pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat menanganinya.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama kehamilan
atau persalinan, akan terjadiasfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi
sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi
ini dapat reversibel atau tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang
terjadi dimulai dengan suatu periode atau (Primary apnoea) disertai dengan penurunan
frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang
kemudian diikuti oleh pernafasan teratur.
Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya
berada dalam periode apnue kedua (secondary apnoea). Pada tingkat ini di samping
bradikardia ditemukan pula penururnan tekanan darah.

E. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Edema otak dan Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga
terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan
menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga
dapat menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal
istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi.
Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan
ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium
dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang

19
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal
ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan otak.

F. Penatalaksanaan
Prinsip Resusitasi Menurut Hidayat (2008)
Merupakan tindakan dengan mempertahankan jalan napas agar tetap baik, sehingga
proses oksigenasi cukup agar sirkulasi darah tetap baik. Cara mengatasi asfiksia adalah sebagai
berikut.
1. Asfiksia Ringan APGAR skor (7 – 10)
Cara mengatasinya:
a. Bayi dibungkus dengan kain hangat
b. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut.
c. Bersihkan badan dan tali pusat
d. Lakukan observasi tanda vital, pantau APGAR skor, dan masukan kedalam incubator.
2. Asfiksia Sedang APGAR skor (4 – 6)
Cara mengatasinya:
a. Bersikan jalan napas.
b. Berikan oksigen 2 liter per menit
c. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki. Apabila belum ada reaksi, bantu
pernapasan dengan masker (ambubag)
d. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis, berikan natrium bikarbonat 7,5%
sebanyak 6 cc. Dektrosa 40% sebanyak 4 cc disuntikan melalui vena umbilikus secara
berlahan-lahan untuk mencegah tekanan intrakranial meningkat.
3. Asfiksia Berat APGAR skor (0 – 3)
Cara mengatasinya:
a. Bersikan jalan napas sambil pompa melalui ambubag.
b. Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
c. Bila tidak berhasil, lakukan pemasangan ETT (endotracheal tube).
d. Bersikan jalan napas dengan ETT.

20
e. Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5%
sebanyak 6 cc. Selanjutnya berikan dekstrosa 40% sebanyak 4 cc.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang
mengalami gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir,sehingga
bayi tidak dapat memasukan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang
dari tubuhnya(Dewi,2010).

Dari hasil pembahasan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus pada bayi Ny”W”
usia 3 hari dengan asfiksia berat . Dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam melakukan
asuhan kebidanan dibutuhkan ketelitian dan kecermatan dalam mengkaji data, dignosa,
dan masalah yang dialami klien, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

4.2 Saran
Sebagai institusi sebaiknya menyediakan buku-buku yang lebih banyak tentang
asuhan neonatus patologi. Pada lahan praktek lebih ditingkatkan mutu pelayanannya dan
semua tindakan yang dilakukan didokumentasikan.
Para mahasiswa hendaknya dapat menjalin hubungan baik antara petugas
kesehatan, pasien sehingga terjalin kepercayaan dalam melakuakan tindakan.
.

21
DAFTAR PUSTAKA

Aminullah, A. (2006). Asfiksia Neonatorum. In Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka
BinaPustaka.Saminem.2010. Dokumentasi Asuhan Kebidanan.Jakarta : EGC.
Dewi, V.N.L. (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika
JKPK-KR, 2012. Asuhan Persalinan Normal. JNPK-KR. Jakarta
Maternal dan Neonatal.Jakarta : PT bina Pustaka.
Notoatmodjo Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Prawirohardjo, sarwono. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Prawirohardjo, Sarwono.2011. IlmuKebidanan. Jakarta : PT BinaPustaka.
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmukebidanan. Jakarta : PT
Sulistyawati Ari dan Esti Nugraheni. 2010. Asuhan KebidananPada Ibu Bersalin. Jakarta: Salemba
Medika.

22
23

Anda mungkin juga menyukai