Anda di halaman 1dari 10

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada BAB ini penulis akan menjelaskan secara teori tentang kesenjangan antara

BAB II dan BAB III (landasan teori dan tinjauan kasus), yang penulis dapatkan

selama melakukan asuhan keperawatan Pada Sdr. P dengan masalah harga diri

rendah di ruang Cendrawasih Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung pada

tanggal 24 November – 25 November 2018. Adapun pembahasan pada kasus ini

meliputi tahapan pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan secara menyeluruh meliputi aspek bio-psiko-sosial-

spritual, dengan menekan pada aspek psikologis klien. Dalam pengkajian

penulis berdasarkan dari format pengkajian keperawatan kesehatan jiwa.

1. Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah

diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri

dan kemampuan diri. Adanya perasaan hilang percaya diri , merasa gagal

karena karena tidak mampu mencapai keinginansesuai ideal diri (keliat.

2001). Harga diri rendah ialah munculnya persepsi negatif tentang makna

diri sebagai respons terhadap situasi saat ini. Batasan karakteristiknya

yaitu meremehkan kemampuan menghadapi situasi, perilaku tidak asertif,

perilaku tidak selaras dengan nilai, tanpa tujuan, tidak berdaya, dan

ungkapan negatif tentang diri (NANDA, 2017: 291). Pada saat pengkajian

klien mengatakan lebih suka menyendiri, malas berkomunikasi, merasa

tidak berguna, tidak bisa diarahkan, dan tidak mandi. Klien berbicara
lambat, klien tampak gelisah, kontak mata kurang, klien menunduk pada

saat berbicara dengan perawat. Pada saat klien berbincang dengan perawat

klien banyak diam, klien terlihat malu dengan menunduk, kontak mata

kurang pada saat ditanya “bagaimana kalau kita berbincang-bincang, klien

mengatakan tidak pak gak enak”.

2. Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang

karena orang lain mengatakan sikap yang negative dan mengancam

(Towsend,1998 dalam Kusumawati dan Hartono, 2011). Isolasi sosial

adalah kesendirian yang dialami oleh individu dan dianggap timbul karena

orang lain dan sebagai suatu pernyataan negatif atau mengancam. Adapun

batasan karakteristiknya yaitu afek datar, sedih, ingin sendirian, menarik

diri, tidak ada kontak mata, dan merasa tidak aman ditempat umum

(NANDA, 2017: 476). Saat pengkajian klien mengatakan tidak pernah

bersosialisasi dengan warga dan tetangga kampungnya. Klien hanya

mengurung diri di rumah, klien malu dan malas berkomunikasi. Selama di

Bangsal klien tidak pernah memulai pembicaraan, klien lebih banyak

tiduran di tempat tidur daripada mengobrol dan berkumpul dengan teman 1

bangsal. Klien mengatakan belum mengenal dan hafal nama semua pasien

1 bangsal.

3. Menurut NANDA (2017: 258) defisit perawatan diri : mandi, berpakaian,

makan, dan eliminasi adalah hambatan kemampuan untuk melakukan atau

menyelesaikan aktivitas mandi, berpakaian, makan, dan eliminasi secara

mandiri. Batasan karakteristiknya ialah ketidakmampuan membasuh

tubuh, hambatan mempertahankan penampilan yang memuaskan,


ketidakmampuan menggunakan alat makan dan cara makan,

ketidakmampuan melakukan higiene eliminasi secara komplet. Pada saat

pengkajian didapatkan klien mengatakan jarang mandi, tidak

menggunakan sabun dan shampo, kulit klien terlihat kering dan kusam,

turgor kulit elastis, klien tampak tidak memperhatikan penampilan,

pakaian yang digunakan tidak rapih, klien tampak kusam dan lusuh klien

tampak tidak pernah bercukur (kumis dan jenggot), kuku klien panjang,

kulit klien kering, klien tampak tidak mengenakan alas kaki, berdasarkan

hasil observasi klien tidak pernah mencuci tangan sebelum makan , klien

terkadang perlu diperintah untuk mandi, setelah mandi klien tidak pernah

menyisir rambutnya sehingga tampak berantakan .

4. Ketidakefektifan koping ialah ketidakmampuan untuk membentuk

penilaian valid tentang stressor, ketidakadekuatan pilihan respons yang

dilakukan, dan atau ketidakmampuan untuk menggunakan sumber daya

yang tersedia. Batasan karakteristiknya yaitu ketidakmampuan

menghadapi informasi, ketidakmampuan meminta bantuan,

ketidakmampuan mengatasi masalah, dan ketidakmampuan mengikuti

informasi (NANDA, 2017: 346). Pada masa aktif psikosis klien

menggunakan beberapa mekanisme pertahanan diri dalam upaya untuk

melindungi diri dari pengalaman yang menakutkan yang disebabkan oleh

penyakit mereka. Klien Sdr. P menggunakan mekanisme koping

menghindar/menaik diri dimana reaksi yang muncul biasanya klien

menunjukkan perilaka apatis. Mengisolasi diri, tidak berminat dan

seringkali merasa gelisah. Klien mengatakan jarang menceritakan


permasalahannya kepada orang lain, jika ada masalah klien lebih memilih

memendam masalahnya sendiri. Klien mengatakan selama di RSJ tidak

pernah menceritakan masalahnya kepada teman 1 Bangsal.

5. Regimen terapi inefektif atau ketidakpatuhan adalah perilaku individu

yang tidak mematuhi ketetapan, rencana promosi kesehatan, atau

teraupeutik secara keseluruhan atau sebagian dapat menyebabkan hasil

akhir yang tidak efektif atau sebagian tidak efektif secara klinis. Adapun

batasan karakteristiknya menurut NANDA (2017 : 165) yaitu gagal

mencapai hasil, perilaku tidak taat, dan komplikasi terkait perkembangan.

Pada saat pengkajian didapatkan data klien pernah dirawat di RSJ pada

tahun 2016, pengobatannya tidak berhasil, kontrol tidak rutin, putus obat.

6. Gangguan istirahat/tidur merupakan ketidakmampuan untuk mencukupi

kebutuhan tidur baik secara kualitas maupun kuantitas. Gangguan pola

tidur adalah interupsi jumlah waktu dan kualitas tidur akibat faktor

eksternal, adapun batasan karakteristiknya yaitu kesulitan jatuh tertidur,

ketidakpuasan tidur, menyatakan tidak merasa cukup istirahat, penurunan

kemampuan berfungsi, perubahan pola tidur normal, dan sering terjaga

tanpa jelas penyebabnya (NANDA, 2017 : 229). “Klien mengatakan sulit

tidur, klien hanya tidur kurang lebih 6 jam di malam hari”.

7. Defisiensi pengetahuan atau kurang pengetahuan adalah ketiadaan atau

defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu.

Adapun batasan karakteristiknya yaitu kurang pengetahuan, dan

ketidakakuratan melakukan perintah (NANDA, 2017: 274). Pada saat

pengkajian didapatkan data Klien mengatakan tidak tahu dengan penyakit


yang dideritanya, klien tidak tahu manfaat dan kegunaan obat-obatan

yang dikonsumsi klien.

B. Diagnosa

Diagnosis keperawatan NANDA (dalam Stuart, 2009) yang berhubungan

dengan respon konsep diri maladaptif

1. Gangguan penyesuaian

2. Ansietas

3. Gangguan citra tubuh

4. Hambatan komunikasi verbal

5. Ketidak efektifan koping

6. Keputusasaan

7. Gangguan identitas

8. Resiko kesepian

9. Ketidakberdayaan

10. Resiko ketidakberdayaan

11. Ketidakefektifan performa peran

12. Defisit perawatan diri

13. Resiko harga diri rendah situasional

14. Harga diri rendah situasional

15. Gangguan persepsi sensori

16. Ketidakefektifan pola seksualitas

17. Hambatan interaksi sosial

18. Isolasi sosial


19. Distress spiritual

20. Gangguan proses pikir

21. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri

Sedangkan diagnosa keperawatan yang muncul pada Sdr. P adalah;

1. Harga diri rendah

2. Isolasi sosial

3. Defisit Perawatan Diri

4. Koping individu inefektif

5. Ketidakpatuhan/ regimen terapi inefektif

6. Gangguan istirahat/tidur

7. Kurang pengetahuan

Diagnosa keperawatan pada Sdr. P yang akan menjadi prioritas adalah

harga diri rendah, isolasi sosial, dan defisit perawatan diri. Karena pada

saat pengkajian 3 diagnosa ini yang dominan pada Sdr. P.

Sedangkan diagnosa yang muncul pada Tn. Y tetapi tidak muncul dalam

teori adalah distress spiritual dikarenakan baik di Rumah maupun saat

dirawat klien jarang beribadah (tidak ada perubahan spiritual kearah

negatif).

C. Intervensi

Dalam menentukan intervensi yang terdapat pada laporan kasus ini

terhadap Sdr. P sesuai dengan intervensi yang terdapat pada teori. Penulis

dalam melakukan hanya berfokus pada tiga diagnosa keperawatan saja

yaitu harga diri rendah, isolasi sosial, dan defisit perawatan diri. Hal ini
disebabkan keterbatasan waktu. Selain itu penulis melakukan intervensi

juga berdasarkan pada tujuan yang ada, dalam pembuatan tujuan penulis

membuat batasan waktu dalam perawatan klien yaitu selama 3 hari, ini

disebabkan juga karena keterbatasan waktu sehingga penulis menetapkan

tujuan dan kriteria hasil diupayakan agar sesuai dengan kondisi klien. Pada

intervensi ini penulis sudah berlandaskan pada teori yang yang ada yaitu

rencana keperawatan sesuai matrik.

D. Implementasi

Implementasi yang telah dilakukan pada Sdr. P untuk mengatasi HDR

dimulai dengan mengaplikasikan SP 1 yaitu membina hubungan saling

percaya, mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki,

melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan,

merencanakan/memasukkan kedalam jadwal harian klien kegiatan yang

telah dilatih. Hasilnya klien mampu mengidentifikasi kemampuan dan

aspek positif yang dimiliki dan melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai

kemampuan.

Pada saat akan memasuki SP 2 dan melakukan evaluasi terkait SP 1

ternyata klien tidak melakukan apa yang dilatih bersama perawat dan apa

yang direncanakan bersama perawat, klien mengatakan tidak melakukan

kegiatan menyapu dan merapihkan tempat tidur karena malu dan malas.

Oleh sebab itu untuk pertemuan yang kedua perawat mengulang kembali

SP 1 yaitu Evaluasi kegiatan pertama : menyapu dan berikan pujian. Latih

kegiatan pertama : menyapu. Masukkan jadwal.


Kemudian pada pertemuan yang ketiga perawat melanjutkan

mengaplikasikan ke SP2 yaitu dengan mengevaluasi kegiatan pertama :

menyapu dan berikan pujian. Bantu klien memilih kegiatan kedua yang

akan dilatih. Latih kegiatan kedua : Merapihkan tempat tidur. Masukkan

ke jadwal kegiatan harian klien. Hasilnya klien sudah mampu melakukan

kegiatan positif : Menyapu dan merapihkan tempat tidur, dan memasukkan

kegiatan positif : menyapu 2x sehari pagi dan sore kedalam jadwal

kegiatan harian.

Implementasi yang telah dilakukan pada Sdr. P untuk mengatasi isolasi

sosial dimulai dengan mengaplikasikan SP 1 yaitu identifikasi penyebab

isos, siapa yang dekat dan tidak dekat dan apa sebabnya, keuntungan

punya teman dan bercakap-cakap, kerugian tidak punya teman, latih cara

berkenalan dengan pasien dan perawat. Masukkan jadwal. Hasilnya klien

mau berkenalan dengan perawat, klien mau berjabat tangan.

Pada saat akan memasuki SP 2 dan melakukan evaluasi terkait SP 1

ternyata klien tidak melakukan apa yang dilatih bersama perawat dan apa

yang direncanakan bersama perawat, klien mengatakan malu untuk

berkenalan dengan teman 1 bangsal dan perawat, klien belum berkenalan

dengan teman 1 bangsal dan perawat. Oleh sebab itu untuk pertemuan

yang kedua perawat mengulang kembali SP 1 yaitu evaluasi kegiatan

berkenalan satu orang, beri pujian, latih cara berkenalan dengan pasien dan

perawat. Masukkan jadwal.


Kemudian pada pertemuan yang ketiga perawat melanjutkan

mengaplikasikan ke SP2 yaitu dengan mengevaluasi kegiatan berkenalan

satu orang, beri pujian. Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan

harian : menyapu dan merapihkan tempat tidur. Masukkan jadwal.

Hasilnya klien sudah mampu berkenalan dengan teman 1 bangsal dan

perawat, klien mengatakan senang berkenalan dengan teman 1 bangsal dan

perawat. Klien masih diam saat melakukan kegiatan.

Implementasi yang telah dilakukan pada Sdr. P untuk mengatasi defisit

perawatan diri dimulai dengan mengaplikasikan SP 1 yaitu identifikasi

masalah perawatan diri kebersihan diri, berdandan, makan minum, BAB

dan BAK, jelaskan pentingnya kebersihan diri, jelaskan cara dan alat

kebersihan diri, latih cara menjaga kebersihan diri : mandi, ganti pakaian,

sikat gigi, cuci rambut, potong kuku. Masukkan jadwal. Hasilnya klien

mampu menjelaskan kembali bagaimana cara menjaga kebersihan diri

yang benar.

Pada saat akan memasuki SP 2 dan melakukan evaluasi terkait SP 1

ternyata klien tidak melakukan apa yang dilatih bersama perawat dan apa

yang direncanakan bersama perawat, klien mengatakan malas mandi,

mandi hanya 1x dalam sehari. Oleh sebab itu untuk pertemuan yang kedua

perawat mengulang kembali SP 1 yaitu evaluasi kegiatan kebersihan diri,

beri pujian. Jelaskan cara dan alat untuk menjaga kebersihan diri, latih cara

menjaga kebersihan diri : mandi, ganti pakaian, sikat gigi, cuci rambut,

potong kuku. Masukkan jadwal.


Kemudian pada pertemuan yang ketiga perawat melanjutkan

mengaplikasikan ke SP2 yaitu dengan menngevaluasi kegiatan kebersihan

diri, beri pujian, jelaskan cara dan alat untuk berdandan, latih cara

berdandan : sisiran, cukuran. Masukkan jadwal. Hasilnya klien

mengatakan mandi 2x dalam sehari pagi dan sore, klien mengatakan tidak

sisiran, penampilan klien cukup rapih, mandi 2x sehari.

Anda mungkin juga menyukai