Anda di halaman 1dari 194

BAGI PERAWAT

tentang
PENATALAKSANAAN KASUS GANGGUAN JIWA
YANG SERING DITEMUI DI FASILITAS KESEHATAN
TINGKAT PERTAMA (FKTP)

DIREKTORAT BINA KESEHATAN JIWA


DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2018
DAFTAR ISI

Hal.

MI.1. Deteksi Dini Masalah Kesehatan Jiwa………………………………………1


MI.2. Komunikasi dalam Pelayanan Keperawatan Jiwa ………………………...13
MI.3. Asuhan Keperawatan pada Gangguan Ansietas…………………………. 32
MI.4. Asuhan Keperawatan pada Gangguan Depresi…………………………… 43
MI.5. Asuhan Keperawatan pada Gangguan Psikotik…………………………… 61
MI.6. Efek Samping Antipsikotik dan Obat Psikiatrik Lainnya............................103
MI.7. Asuhan Keperawatan pada Gangguan Perkembangan dan Gangguan
Perilaku pada Anak……………………………………………………………..111
MI.8. Asuhan Keperawatan pada Gangguan Demensia pada Lansia…………129
MI.9. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Psikiatrik……………………………. 142
MI.10. Pelaksanaan Sistem Rujukan………………………………………………..172
MI.11. Pencatatan dan Pelaporan ………………………………………………… 188
MATERI INTI 1
DETEKSI DINI MASALAH KESEHATAN JIWA

I. DESKRIPSI SINGKAT
Deteksi adalah langkah awal yang penting yang akan membawa orang yang sakit
mendapatkan pertolongan medis. Semakin cepat suatu penyakit, dalam hal ini
gangguan/penyakit jiwa, terdeteksi akan semakin cepat proses diagnosis didapatnya dan
semakin cepat pula pengobatan dapat dilakukan sehingga diharapkan akan memotong
perjalanan penyakit dan mencegah hendaya dan disabilitas.

Idealnya proses deteksi (dini) dapat dilakukan oleh setiap orang, artinya masyarakat paham
akan tanda-tanda awal gangguan jiwa, atau lebih luas lagi masalah kesehatan jiwa, sehingga
manakala masyarakat mendapati gejala-gejala awal tersebut mereka akan memeriksakan
diri ke dokter. Proses deteksi dapat juga dilakukan oleh para kader kesehatan (jiwa) dan
petugas kesehatan.

Dokter, memegang peranan penting dalam deteksi dini, posisi mereka strategis, karena
dengan mengenali adanya tanda dan gejala gangguan jiwa pada pasien yang datang
kepadanya akan membuat mereka menangkap kemungkinan adanya gangguan jiwa dan
melakukan pemeriksaan psikiatrik untuk menetapkan adakah gangguan jiwa yang dapat
terdiagnosis.

Modul ini membahas tentang prinsip umum layanan kesehatan jiwa, proses deteksi dini dan
tindak lanjutnya.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum :
Setelah mempelajari materi ini, peserta mampu melakukan deteksi dini masalah
kesehatan jiwa.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu :
1. Menjelaskan prinsip umum layanan kesehatan jiwa
2. Menjelaskan pengertian dan fungsi deteksi dini masalah kesehatan jiwa
3. Melakukan deteksi dini masalah kesehatan jiwa serta tindak lanjutnya sesuai
prosedur

1
III. POKOK BAHASAN
Pokok bahasan pada modul ini adalah:
Pokok bahasan A : Prinsip umum layanan kesehatan jiwa
Pokok bahasan B : Pengertian dan fungsi deteksi dini masalah kesehatan jiwa
Pokok bahasan C : Prosedur melakukan deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan tindak
lanjutnya

IV. METODE
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah :
A. Ceramah, tanya jawab
B. Curah pendapat
C. Studi kasus
D. Bermain peran
E. Praktik lapangan

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


Media dan alat bantu yang digunakan dalam pembelajaran adalah :
1. LCD Projector dan Laptop
2. Laser pointer
3. Bahan tayang (slide ppt)
4. Flipchart/ papan tulis
5. Spidol
6. Lembar kerja
7. Panduan praktik lapangan

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-
langkah sebagai berikut:
A. Langkah 1 : Penyiapan proses pembelajaran
1. Kegiatan Fasilitator
a. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas
b. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
c. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b. Mengikuti permainan
c. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator

2
d. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
e. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas
dan perlu diklarifikasi.

B. Langkah 2 : Penyampaian materi pembelajaran


1. Kegiatan Fasilitator
a. Menyampaikan Pokok Bahasan A sampai dengan C secara garis besar dalam
waktu yang singkat
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang
kurang jelas
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta
d. Menyimpulkan materi bersama peserta
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting
b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.

C. Langkah 3 : Praktik laboratorium di kelas


1. Kegiatan Fasilitator
2. Membagi peserta ke dalam kelompok kecil (Tiap kelompok: 6 – 8 orang)
3. Menjelaskan kepada peserta tentang latihan yang akan dilakukan
4. Memberikan penugasan kepada peserta untuk membaca latihan-latihan yang
ada di modul untuk didiskusikan dalam kelompok kemudian dipresentasikan
5. Meminta kelompok lain untuk menanggapi
6. Menyimpulkan hasil diskusi
2. Kegiatan peserta
a. Mendengar, mencatat penjelasan fasilitator
b. Mendiskusikan penugasan yang diberikan fasilitator bersama anggota
kelompok
c. Mempresentasikan hasil diskusi
d. Menanggapi hasil presentasi yang disampaikan kelompok lain
e. Mencatat hal-hal penting

3
VII. URAIAN MATERI
POKOK BAHASAN A.
Prinsip umum layanan kesehatan jiwa

Dalam melakukan pelayanan kesehatan jiwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Komunikasi dengan pasien dan keluarga (carers)
2. Pemeriksaan (assessment)
3. Tatalaksana dan monitoring
4. Penggerakan dan penyediaan dukungan sosial
5. Perlindungan terhadap hak asasi
6. Perhatikan kesehatan secara umum

Dalam berkomunikasi dengan pasien dan keluarga, beberapa hal berikut akan memperlancar
dan mempermudah komunikasi yang dilakukan:
• Upayakan selalu komunikasi yang jelas, empatik, dan sensitif terhadap usia, jenis
kelamin, kultur, dan perbedaan bahasa.
• Selalu bersikap ramah, menghargai, dan tidak menghakimi.
• Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas.
• Berikan respons yang sensitif dan sesuai terhadap keterbukaan informasi dari pasien
yang bersifat pribadi dan sulit diungkapkan (seperti penyerangan seksual atau
menyakiti diri sendiri)..
• Berikan informasi tentang status kesehatannya dalam bahasa yang mereka pahami.
• Tanyakan pemahaman orang tersebut terhadap kondisinya.

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi:


• Mengambil riwayat medis, riwayat keluhan saat ini, riwayat dahulu, dan riwayat
keluarga yang relevan.
• Menilai kondisi fisik umum.
• Menilai, menatalaksanai atau meruju semua kondisi medis yang menyertai.
• Menilai problem psikososial, masa lalu dan yang saat ini terjadi

Tatalaksana dan monitoring


• Jelaskan hasil pemeriksaan dan diagnosis yang didapatkan serta hal-hal pokok
tentang gangguan yang diderita
• Jelaskan pentingnya terapi, serta kesiapan pasien dan keluarga untuk berpartisipasi
dalam perawatan.

4
• Jelaskan tujuan terapi dan buat rencana terapi dengan menghargai pilihan mereka
dalam terapi
• Pikirkan rencana untuk keberlanjutan terapi dan lakukan pemantauan melalui
komunikasi.
• Informasikan lama terapi yang diharapkan, kemungkinan efek samping dari intervensi,
pilihan tatalaksana alternatif lainnya, pentingnya kepatuhan terhadap terapi, dan
kemungkinan prognosis.
• Jawab pertanyaan dan kekhawatiran tentang terapi, komunikasikan harapan yang
realistik, misalnya untuk fungsi yang lebih baik dan pemulihan.
• Monitor hasil terapi, interaksi obat, efek samping
• Fasilitasi rujukan ke spesialis, bila tersedia dan dibutuhkan.
• Usahakan untuk menghubungkan orang tersebut ke dukungan masyarakat, bila ada
• Dalam pemantauan, nilai kembali pemahaman pasien terhadap penyakitnya, terapi,
dan kepatuhan terhadap terapi, koreksi jika ada kesalahan.
• Ajarkan kepada pasien dan keluarga untuk memantau gejala-gejala dan terangkan
kapan mereka harus mencari bantuan secepatnya.
• Catat aspek penting interaksi pasien dengan keluarga maupun orang lain.
• Gunakan sumber daya di keluarga dan masyarakat untuk pasien yang tidak patuh
terhadap terapi.
• Pemantauan lebih sering dilakukan untuk ibu hamil dan menyusui, serta pada orang
dengan usia lanjut
• Pastikan bahwa mereka diberikan tatalaksana secara menyeluruh, fisik dan jiwa.

Penggerakan dan Penyediaan Dukungan Sosial


• Libatkan keluarga atau pelaku rawat lainnya dalam melakukan perawatan.
• Dorong keterlibatan keluarga dalam kelompok swabantu dan dukungan keluarga, bila
tersedia.
• Identifikasi dan gerakkan sumber daya sosial dan dukungan sosial yang mungkin di
area lokal, contoh: anak dan remaja -- koordinasikan dengan sekolah

Perlindungan terhadap hak asasi


• Berikan layanan dengan menghargai martabat, sensitif, sesuai dengan kultur, bebas
dari diskriminasi.
• Beri perhatian khusus pada isu kerahasiaan dan privasi
• Pastikan pasien memahami tatalaksana yang diusulkan dan memberikan persetujuan
terhadap tatalaksana tersebut.

5
• Libatkan anak-anak dan remaja dalam pengambilan keputusan sesuai kapasitas
perkembangan mereka, beri mereka kesempatan untuk mendiskusikan secara
pribadi hal-hal yang menjadi kekhawatiran.

Perhatikan kesehatan secara umum


• Beri saran tentang aktivitas fisik dan pemeliharaan berat badan yang sehat.
• Edukasi tentang bahaya penggunaan alkohol.
• Dorong penghentian penggunaan tembakau dan zat lainnya.
• Sediakan pendidikan tentang perilaku berisiko lainnya (contoh: seks bebas).
• Adakan pemeriksaan kesehatan fisik secara reguler.
• Persiapkan orang dengan perubahan perkembangan hidup, seperti
pubertas/menopause atau pensiun, berikan dukungan yang diperlukan.
• Diskusikan perencanaan untuk hamil dan metode kontrasepsi dengan perempuan di
usia reproduksi.

POKOK BAHASAN B
Pengertian dan fungsi deteksi dini masalah kesehatan jiwa

Deteksi merupakan tahap awal dari rangkaian proses penatalaksanaan penyakit, termasuk
gangguan jiwa. Ini adalah langkah sebelum dilakukannya proses diagnosis, yang membawa
seorang petugas medis untuk memutuskan melanjutkan ke tahap berikut yaitu proses
diagnosis.

Dalam pendekatan kesehatan masyarakat menggunakan prinsip pencegahan, deteksi dini


(early detection) dan pengobatan segera (prompt treatment) merupakan prinsip pencegahan
sekunder (secondary prevention). Prinsip ini menjamin terlaksananya pengobatan atau
penatalaksanaan penyakit sedini mungkin sehingga mencegah terjadinya konsekuensi yang
lebih buruk, seperti bertambah parahnya penyakit, terjadinya penyulit dan kecacatan.

Seyogyanya setiap pasien yang datang didekati dengan prinsip holistik, memperhitungkan
kemungkinan terjadinya semua penyakit, serta melakukan pemeriksaan status penyakit
dalam, neurologik dan psikiatrik.

Apabila tidak memungkinkan untuk melakukan penapisan dan pemeriksaan psikiatrik pada
seluruh pasien, maka perhatian terutama harus ditujukan kepada beberapa kelompok pasien
yang berisiko tinggi, yaitu:
1. Pasien dengan penyakit fisik kronis (infeksi & non-infeksi)

6
2. Pasien dengan keluhan fisik yang diduga ada hubungannya dengan masalah
kejiwaan (keluhan fisik timbul/memberat jika ada masalah psikis)
3. Keluhan fisik beraneka ragam/berganti-ganti, gangguan fisik/kelainan organik (-)
4. Pasien yang mengalami pengalaman hidup yang ekstrem (trauma psikologis, stress
yang berat, kehilangan)
5. Pasien dengan disabilitas

Penapisan/skrining selain oleh dokter dapat dilakukan juga oleh perawat, bahkan deteksi
dapat dilakukan oleh kader kesehatan jiwa. Sedangkan diagnosis medik, intervensi
farmakologis, rujukan dilakukan oleh dokter. Intervensi psikososial dapat dilakukan oleh
dokter dan/atau perawat.

POKOK BAHASAN C.
Cara Melakukan Deteksi Dini Gangguan Jiwa dan Tindak Lanjutnya

Biasanya deteksi dapat dilakukan oleh awam, kader kesehatan/kesehatan jiwa, perawat dan
dokter. Bedanya, setelah terdeteksi dokter dapat langsung melanjutkan ke proses
pemeriksaan dan diagnosis.

Untuk memudahkan mengingat, dapat digunakan Tabel Utama mhGAP-IG yang


menyediakan informasi tentang presentasi yang umum dari beberapa gangguan jiwa.

Tabel 1. Presentasi Umum Beberapa Gangguan Jiwa (diambil dari WHO mhGAP-IG Master
Chart)
Gangguan yang
Presentasi Umum
Harus Diperiksa

 Energi rendah; kelelahan, masalah tidur atau nafsu makan


 Suasana perasaan sedih atau cemas yang menetap; mudah
tersinggung
 Rendahnya minat atau kenikmatan dalam aktivitas yang
DEPRESI
seharusnya menarik dan dapat dinikmati
 Gejala ganda tanpa sebab fisik (seperti nyeri, palpitasi)
 Kesulitan untuk bekerja, bersekolah, menjalankan pekerjaan
rumah, aktivitas sosial yang biasanya dilakukan

7
Gangguan yang
Presentasi Umum
Harus Diperiksa

 Perilaku abnormal atau disorganisasi (contoh: pembicaraan


inkoheren atau tidak relevan, penampilan yang tidak lazim,
tidak rapi, perawatan diri buruk)
 Delusi/waham (kecurigaan atau keyakinan yang jelas keliru
dan dipertahankan)
 Halusinasi (mendengar suara atau melihat sesuatu yang tidak
nyata)
PSIKOSIS
 Mengabaikan tanggung jawab yang biasa dikerjakan terkait
dengan pekerjaan, sekolah, rumah tangga, dan aktivitas sosial
----------------------------------------------------------------------------------------
-
 Gejala manik (beberapa hari merasakan kebahagiaan yang
abnormal, terlalu bersemangat, banyak bicara, sangat mudah
tersinggung, tidak tidur, perilaku tidak bisa tenang)

 Keterlambatan perkembangan: lebih lambat belajar


dibandingkan anak-anak seusianya dalam hal: tersenyum,
duduk, berdiri, berjalan, bicara/komunikasi, dan area
perkembangan lainnya seperti membaca dan menulis GANGGUAN
 Abnormalitas dalam berkomunikasi: perilaku yang terbatas, PERKEMBANGAN
berulang
 Kesulitan untuk melakukan aktivitas normal harian sesuai
usianya

8
Gangguan yang
Presentasi Umum
Harus Diperiksa

 Kesulitan dalam memusatkan perhatian yang berlebihan


dan kelinglungan, berhenti mengerjakan tugas sebelum
selesai secara berulang, dan berpindah ke aktivitas
lainnya
 Aktivitas berlebihan: berlarian, kesulitan untuk
duduk tenang, banyak bicara atau gelisah
 Impulsivitas yang berlebihan: sering melakukan sesuatu GANGGUAN
tanpa berpikir lebih dahulu PERILAKU
 Perilaku mengganggu yang berulang dan berlanjut
(sepertiTemper tantrum yang tidak biasanya dan berat,
perilaku kejam, ketidakpatuhan yang menetap dan
berat, mencuri)
 Perilaku atau hubungan dengan teman sebaya yang tiba-tiba
berubah, termasuk menarik dari dan kemarahan

 Penurunan atau masalah dengan memori (kepikunan yang


berat) dan orientasi (kesadaran akan waktu, tempat, dan
orang)
 Problem suasana perasaan atau perilaku seperti apati (terlihat
tidak tertarik) atau mudah marah (iritabel) DEMENSIA
 Kehilangan kontrol emosional – mudah kecewa, irtabel, atau
mudah menangis
 Kesulitan melakukan pekerjaan, rumah tangga atau aktivitas
sosial yang biasa

 Terlihat dalam pengaruh alkohol (contoh tercium bau alKohol,


tampak terintoksikasi, mabuk)
 Datang dengan cedera
GANGGUAN
 Gejala somatik terkait penggunaan alcohol (contoh
PENYALAHGUNAAN
insomnia, kelelahan, anorexia, mual, muntah,
ALKOHOL
dispepsia, diare, sakit kepala)
 Kesulitan melakukan pekerjaan, sekolah, rumah tangga atau
aktivitas sosial yang biasa

9
Gangguan yang
Presentasi Umum
Harus Diperiksa

 Terlihat dalam pengaruh zat (contoh energi rendah, agitasi,


gelisah, bicara mengguman (slurred speech)
 Tanda-tanda penggunaan zat (tanda injeksi, infeksi kulit,
GANGGUAN
tampilan yang tidak terperlihara)
PENYALAHGUNAAN
 Meminta resep obat-obat sedatif (obat tidur, opioid)
ZAT
 Kesulitan finansial atau problem legal terkait tindakan kriminal
 Kesulitan melakukan pekerjaan, sekolah, rumah tangga atau
aktivitas sosial yang biasa

 Pikiran, rencana, atau tindakan menyakiti diri sendiri atau


bunuh diri yang dimiliki saat ini MENYAKITI DIRI/
 Riwayat pikiran, rencana, atau tindakan menyakiti diri sendiri BUNUH DIRI
atau bunuh diri
Catatan:
Gangguan Perkembangan mencakup Retardasi Mental dan Autisme, sedangkan Gangguan
Perilaku mencakup Gangguan Hiperkinetik (Gangguan Pemusatan Perhatian) dan
Gangguan Tingkah Laku.

Sebagai kerangka berpikir, untuk memperjelas proses deteksi dan diagnosis gangguan jiwa,
dapat digunakan bagan di bawah ini.

10
Gambar 1. Skema proses deteksi dan diagnosis gangguan jiwa di Puskesmas (Modifikasi
Metode Dua Menit)

Keluhan utama dapat berupa:

1. Keluhan Fisik (F)


 Keluhan mengenai kondisi fisik dan tidak jelas berlatar belakang mental emosional
 Biasanya membutuhkan terapi farmakologik.
 Contoh: panas, batuk, pilek, mencret, muntah, borok, luka, perdarahan dan lain-lain

2. Keluhan Psikosomatik (PS)


 Keluhan fisik/jasmani yang diduga berkaitan dengan masalah kejiwaan (mental
emosional).
 Contoh: berdebar-debar, tengkuk pegal, tekanan darah tinggis (gejala
kardiovaskular), uluhati perih; kembung, gangguan pencernaan (gejala
gastrointestinal); sesak napas, mengik (gejala respiratorius); gatal, eksim (gejala
dermatologi); encok, pegal-pegal, kejang, sakit kepala (gejala muskuloskeletal);
gangguan haid, keringat dingin disertai debar-debar (gejala hormonal-endokrin)

3. Keluhan Mental Emosional (ME)

11
 Keluhan yang berkaitan dengan masalah kejiwaan (alam perasaan, pikiran dan
perilaku).
 Contoh: mengamuk, bicara melantur, mendengar bisikan, melihat bayangan iblis,
telanjang di depan umum (gejala psikotik); cemas / takut tanpa sebab yang jelas,
gelisah, panik, pikiran dan/atau perilaku yang berulang (gejala neurotik/cemas);
murung, tak bergairah, putus asa, ide kematian (gejala depresi); penyalahgunaan
atau ketergantungan terhadap narkoba (gangguan penggunaan zat psikoaktif); ayan,
bengong, kejang-kejang (epilepsi); gejala pada anak-anak dan remaja seperti
kesulitan belajar, tak bisa mengikuti pelajaran di sekolah, (retardasi mental), atau
gangguan perkembangan., atau gejala psikotik pada anak seperti gejala autisme
pada kanak, hiperaktivitas, gangguan pemusatan perhatian dan sebagainya

Apabila pasien termasuk dalam kelompok yang berisiko gangguan jiwa, seperti disebutkan
di atas, maka dilakukan skrining dengan tiga pertanyaan:
1. Selama dua minggu terakhir bagaimana perasaan Bapak/Ibu?
2. Apakah Bapak/Ibu kehilangan minat atau rasa senang terhadap hal-hal yang dulunya
dinikmati?
3. Apakah Bapak/Ibu merasa tenaganya berkurang atau lelah sepanjang waktu?

Apabila pasien kurang paham dengan pertanyaan pertama dapat digunakan alternatif
pertanyaan:
Perasaan apa yang paling banyak Bapak/Ibu rasakan selama dua minggu terakhir,
apakah senang/gembira, sedih, cemas/kawatir, takut, atau marah?

1. Jika pertanyaan pertama dijawab bahwa yang dirasakan selama dua minggu terakhir
adalah cemas atau was-was atau kawatir, maka hasil skriningnya positif untuk anxietas
dan dilanjutkan dengan pemeriksaan diagnostik.

2. Jika pertanyaan pertama dijawab bahwa yang dirasakan selama dua minggu terakhir
adalah sedih/murung/tidak bahagia dan salah satu dari dua pertanyaan berikutnya
dijawab “Ya”, atau dua dari tiga pertanyaan penyaring tersebut positif, maka terindikasi
untuk depresi. Proses selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan untuk memastikan
ada atau tidaknya gangguan depresi.

Terkadang diperlukan kalimat peralihan sebelum menanyakan 3 pertanyaan skrining


tersebut di atas untuk membuat perpindahan topik lebih halus. Terutama perpindahan ke

12
topik yang sangat berbeda dari sebelumnya. Misalnya, setelah mendiskusikan masalah fisik
dan hendak beralih memeriksa status mental, atau untuk mengintroduksi topik yang sensitif.

Contoh kalimat peralihan:


1. Sekarang saya perlu memeriksa tentang apa yang dialami dan perasaan
ibu/bapak/saudara. Bagaimana perasaan ibu/bapak/saudara selama dua minggu
terakhir?
2. Apakah keluhan-keluhan yang baru kita bicarakan tadi berhubungan dengan kondisi
perasaan ibu/bapak/saudara? Bagaimana…
3. Pada banyak orang, keluhan-keluhan seperti yang ibu/bapak/saudara alami ini terkait
erat dengan suasana pikiran dan perasaan. Bagaimana…. Dst.

Tindak lanjut
Setelah terdeteksi kemungkinan adanya satu atau lebih gangguan jiwa, maka selanjutnya
dilakukan proses diagnostik dengan wawancara psikiatrik dan pemeriksaan tambahan lain,
mengacu pada kriteria diagnostik dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia (PPDGJ) atau International Classification of Diseases (ICD) untuk masing-
masing penyakit/gangguan jiwa.

VIII. REFERENSI

1. Departemen Kesehatan RI (1993). Pedoman Penggolongan dan Diagnosis


Gangguan Jiwa III (PPDGJ III). Jakarta, Depkes RI.
2. Dan Hidayat (2004) Metode Dua Menit (Revisi 2004).
3. Maramis A (2014) Skrining untuk Diagnosis di Poliklinik/Puskesmas.

4. Semple D et al. (2005) Oxford Handbook of Psychiatry. Oxford, Oxford University


Press.
5. World Health Organization (2010). mhGAP Intervention Guide for mental,
neurological and substance use disorders in non-specialized health settings.
Geneva: World Health Organization.

13
MODUL KOMUNIKASI DALAM PELAYANAN
MATERI INTI 2 KEPERAWATAN JIWA

I. DESKRIPSI SINGKAT

Kemampuan berkomunikasi merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki dan
dikuasai oleh perawat. Komunikasi dilakukan perawat selama menjalankan tugasnya
memberikan pelayanan kesehatan; berupa komunikasi antaraperawat-pasien, perawat-
keluarga pasien dan perawat-tim kesehatan lainnya. Cara komunikasi yang dilakukan dapat
menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien.
Komunikasi perawat-pasien dibutuhkan untuk mendapatkan keterangan dari pasien tentang
masalahnya agar dapat menegakkan diagnosis keperawatan dan menentukan perencanaan
dan tindakan keperawatan yang akan dilakukan. Selain itu komunikasi perawat-pasien
dibutuhkan untuk menyampaikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang cara
menyelesaikan masalah.

Hubungan saling percaya perlu dibangun agar pasien dapat menceritakan masalahnya
secara terbuka dan bekerja sama dalam penyelesaian masalah. Di Puskesmas, terhadap
pasien yang datang secara berulang dengan keluhan fisik yang sama, perlu dilakukan
pengkajian lebih dalam untuk mengetahui kemungkinan adanya masalah kejiwaan. Hal
tersebut dapat dilakukan, jika terbangun hubungan saling percaya antara perawat dan pasien
serta keterampilan yang dimiliki perawat untuk melakukan pengkajian.

14
Dalam pelayanan keperawatan jiwa, perawat berhadapan dengan pasien yang memiliki
gangguan pikiran, perasaan dan perilaku; misalnya pasien curiga, sedang mengalami
cemas, menarik diri, marah-marah atau sedih, atau tidak kooperatif karena berfokus pada
halusinasi yang dialami. Perawat perlu menyikapi dengan tepat setiap kondisi pasien sesuai
dengan masalahnya.

Modul ini menjelaskan komunikasi dalam pelayanan keperawatan jiwa yang dilakukan di
Puskesmas, terdiri dari komunikasi antara perawat dengan pasien, perawat dengan keluarga
pasien dan perawat dengan tim kesehatan lain (dokter).

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan PembelajaranUmum:
Setelah mengikuti pembelajaranini, peserta mampu melakukan komunikasi
terapeutik dalam pelayanan keperawatan jiwa di Puskesmas.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus:


Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan konsep komunikasi dalam pelayanan keperawatan
2. Menjelaskan komunikasi terapeutik pada individu
3. Menjelaskan komunikasi pada keluarga
4. Menjelaskan komunikasi pada tim kesehatan
5. Melakukan komunikasi terapeutik dalam pelayanan keperawatan jiwa di
Puskesmas

III. POKOK BAHASAN


Pokok bahasan yang dibahas dalam modul ini adalah:
Pokok bahasan A. Konsep Komunikasi Keperawatan
Pokok bahasan B. Penerapan Komunikasi Terapeutik pada Individu
Pokok bahasan C. Penerapan Komunikasi Terapeutik pada Keluarga
Pokok bahasan D. Penerapan Komunikasi Terapeutik pada Tim Kesehatan

IV. METODE
Metode pembalajaran yang digunakan dalam pelatihan ini adalah:
A. Brain storming
B. Ceramah tanya jawab
C. Diskusi kelompok
D. Latihan

15
E. Role play

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


Media dan alat bantu yang digunakan dalam pelatihan ini:
A. Laptop
B. Liquid Crystal Display (LCD) Projector dan laptop
C. Slide presentasi
D. Laser pointer
E. Modul
F. White board
G. Flip chart
H. Spidol
I. Form Latihan dan Panduan Latihan

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN


Agar proses pembelajaran dapat berjalan dan berhasil secara efektif, maka perlu disusun
langkah-langkah sebagai berikut:

A. Langkah 1 : Penyiapan proses pembelajaran di Kelas


1. Kegiatan Fasilitator
a. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas
b. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
c. Jika belum pernah menyampaikan sesi di kelas, fasilitator memulai dengan
memperkenalkan diri. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama
lengkap, nama panggilan yang disukai, instansi tempat bekerja, dan materi
yang akan disampaikan.
d. Menggali pendapat peserta (apersepsi) tentang apa yang dimaksud dengan
komunikasi terapeutik dalam pelayanan keperawatan dengan metode brain
storming.
e. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran dengan
menggunakan bahan tayang

2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
c. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting

16
d. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas
dan perlu diklarifikasi.

B. Langkah 2 : Penyampaian Materi Pembelajaran


Penjelasan tentang komunikasi dalam pelayanan keperawatan jiwaselama 1 JPL (45
menit) sebagai berikut :
1. Kegiatan Fasilitator
a. Menyampaikan pokok bahasan dan sub pokok bahasan: konsep komunikasi
keperawatan; penerapan komunikasi terapeutik pada individu, keluarga dan
tim kesehatan. Saat pembahasan materi penerapan komunikasi terapeutik
pada individu, keluarga dan tim kesehatan; peserta juga melakukan latihan
atau bermain peran dalam berkomunikasi.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang
kurang jelas.
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta.
d. Menyimpulkan materi bersama peserta.

2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting.
b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan.
c. Melakukan latihan atau bermain peran dalam berkomunikasi.
d. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.

C. Langkah 3 : Praktik di kelas


Kegiatan praktik di kelas selama 2 JPL (90 menit) sebagai berikut:
1. Kegiatan Fasilitator
a. Membagi peserta ke dalam kelompok kecil @ 5 orang
b. Menjelaskan kepada peserta tentang latihan komunikasi yang akan dilakukan
c. Memberikan penugasan kepada peserta untuk membaca latihan-latihan yang
ada di modul untuk didiskusikan dan kemudian diperagakan dalam kelompok.
d. Memberi kesempatan pada peserta untuk bermain peran di depan kelas,
sebagai perawat yang melakukan komunikasi dengan pasien, keluarga
(pelaku rawat) dan tim kesehatan lain (dokter).
e. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses latihan (bermain
peran).

17
f. Melakukan evaluasi dan memberikan masukan kepada peserta setelah
bermain peran dalam merawat pasien dan keluarga (pelaku rawat) serta
berkomunikasi dengan tim kesehatan lain (dokter).
g. Menyimpulkan hasil diskusi.

2. Kegiatan peserta
a. Mendengar, mencatat penjelasan fasilitator.
b. Mendiskusikan penugasan yang diberikan fasilitator bersama anggota
kelompok.
c. Mempersiapkan diri untuk bermain peran dalam melakukan komunikasi
terhadap pasien, keluarga (pelaku rawat) dan dokter.
d. Bermain peran dalam melakukan komunikasi terhadap pasien, keluarga
(pelaku rawat) dan dokter.
e. Memperagakan cara berkomunikasi pada pasien, keluarga, dan dokter.
f. Mendengar dan mencatat hasil evaluasi dari fasilitator.

D. Langkah 4 : Praktik Lapangan


Kegiatan praktik lapangan selama 1 JPL (45 menit) sebagai berikut:
1. Kegiatan Fasilitator
a. Melakukan konferensi awal (pre conference).
b. Memberi kesempatan pada peserta untuk melakukan komunikasi terapeutik
terhadap pasien dan keluarga (pelaku rawat) dan tenaga kesehatan (dokter)
di Puskesmas.
c. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada saat peserta melakukan
komunikasi dengan pasien, keluarga (pelaku rawat) dan dokter.
d. Melakukan evaluasi dan memberikan masukan kepada peserta setelah
melakukan komunikasi dengan pasien, keluarga (pelaku rawat) dan dokter.
e. Melakukan konferensi akhir (post conference).

2. Kegiatan Peserta
a. Menyiapkan strategi pelaksanaan tindakan (SP) dan form jadual kegiatan
harian pasien
b. Mengikuti konferensi awal (pre conference)
c. Melakukan komunikasi terapeutik terhadap pasien dan keluarga (pelaku
rawat) dan komunikasi dengan dokter
d. Mengikuti konferensi akhir (post conference).

18
VII. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN
A. KONSEP KOMUNIKASI DALAM PELAYANAN
KEPERAWATAN JIWA

1. Pengertian
Komunikasi merupakan komponen dasar dari hubungan antar manusia dan meliputi
pertukaran informasi, perasaan, pikiran dan perilaku antara dua orang atau lebih.
Komunikasi mempunyai dua tujuan yaitu untuk pertukaran informasi dan mempengaruhi
orang lain.

Komunikasi terapeutik pada individu merupakan komunikasi yang dilakukan antara


perawat dengan individu pasien yang bertujuan untuk menyelesaikan diagnosis
keperawatan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.

Interaksi perawat dan pasien akan menghasilkan informasi bagi perawat tentang keadaan
pasien dan pada waktu yang bersamaan perawat dapat memberikan informasi tentang
cara-cara menyelesaikan masalah dengan strategi tertentu sehingga pasien terpengaruh
dan mau melakukan cara-cara yang diajarkan untuk menyelesaikan masalahnya. Jika
pasien menerima dan menerapkan informasi yang diberikan oleh perawat, maka perilaku
pasien berubah ke arah adaptif yang merupakan hasil utama dari tindakan keperawatan.

2. Sikap dalam Berkomunikasi


Sikap dalam berkomunikasi yang baik, dapat ditampilkan melalui perilaku-perilaku berikut:
a. Gerakan tubuh, seperti sikap tubuh dan ekspresi wajah; contoh: tersenyum, kontak
mata, membungkuk ke arah lawan bicara, tangan tidak masuk kantong dan kaki tidak
menyilang.
b. Jarak saat berinteraksi terdiri atas: jarak intim: 0-50 cm, jarak pribadi: 50-120 cm, dan
jarak konsultasi sosial: 275-365 cm. Komunikasi terapeutik pada umumnya terjadi di
ruang pribadi tanpa pembatas antara perawat dan pasien.
c. Sentuhan, dapat digunakan dalam komunikasi terapeutik, tetapi harus dilakukan
dengan tenang sambil menganalisis kondisi dan respons pasien. Sentuhan tidak tepat
diberikan pada beberapa situasi; seperti: pada pasien curiga dan pasien korban
aniaya. Contoh sentuhan yang terapeutik adalah: bersalaman, menepuk bahu,
memberi pujian dengan jempol dan menggenggam tangan pasien.

19
d. Diam, dapat berguna dalam memfasilitasi pasien dalam mengekspresikan pikiran dan
perasaannya; misalnya: setelah mengajukan pertanyaan, maka perawat diam untuk
memberi kesempatan kepada pasien memikirkan jawaban terhadap pertanyaan yang
diajukan.
e. Volume dan nada suara, dapat mempengaruhi penyampaian pesan. Sebagai contoh:
pada pasien dengan perilaku kekerasan digunakan volume dan nada suara yang
rendah tetapi tetap tegas, pada pasien lansia volume tinggi dan nada suara rendah.

POKOK BAHASAN
B. PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA INDIVIDU

Tahapan hubungan terapeutik pada individu terdiri dari:


1. Tahap Pra Interaksi
Sebelum bertemu pasien, perawat perlu mengevaluasi diri tentang kemampuan yang
perawat miliki. Jika perawat merasa tidak siap, maka perawat perlu membaca kembali,
berdiskusi dengan teman sekelompok atau dengan tutor. Jika perawat telah siap, maka
dapat membuat rencana interaksi. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan pada tahap
ini, yaitu: evaluasi diri, penetapan tahap perkembangan interaksi, dan rencana interaksi.
a. Evaluasi diri
Beberapa pertanyaan yang dapat membantudalam mengevaluasi diri:
1) Apa pengetahuan yang saya miliki tentang keperawatan jiwa?
2) Apa yang saya ketahui tentang latar belakang sosial budaya pasien?
3) Apa yang akan saya ucapkan saat bertemu dengan pasien?
4) Bagaimana respons saya selanjutnya jika pasien diam, menolak, marah, atau
inkoheren?
5) Bagaimana pengalaman interaksi saya dengan pasien?
6) Apakah ada kegagalan saya berinteraksi dengan pasien?
7) Jika ada, lakukan koreksi dengan cara membaca cara-cara berhubungan dengan
pasien, konsultasi dengan tutor, diskusi dengan teman sekelompok.
8) Bagaimana tingkat kecemasan saya?
a) Jika cemas ringan, lakukan interaksi
b) Jika cemas sedang sampai berat, konsultasi dengan tutor dan tunda kontak
dengan pasien hingga perawat dapat mengatasi kecemasan.

20
b. Penetapan perkembangan interaksi dengan pasien
Beberapa pertanyaan berikut dapat digunakan untuk menetapkan tahap
perkembangan interaksi dengan pasien
1) Apakah saat ini pertemuan/ kontak pertama?
2) Apakah pertemuan lanjutan? (Sebelumnya telah ada pertemuan)
3) Apa tujuan pertemuan ini? Pengkajian/ observasi/ pemantauan/ tindakan
keperawatan/ evaluasi kemampuan pasien dan keluarga/ atau terminasi?
4) Apa tindakan yang akan saya lakukan?
5) Bagaimana cara melakukannya?
Setelah perawat menetakan status interaksi yang akan dilaksanakan, maka perlu
membuat rencana interaksi.

c. Rencana interaksi
1) Siapkan rencana percakapan yang akan dilakukan pada saat berinteraksi dengan
pasien.
2) Tehnik komunikasi apa yang akan digunakan, kaitkan dengan tujuan perawat
melakukan interaksi dengan pasien. Hal ini berhubungan dengan tahapan
interaksi yang akan dilakukan.
3) Tehnik observasi apa yang perlu dilakukan selama berhadapan dengan pasien?
4) Apa langkah-langkah tindakan keperawatan yang akan dilakukan? Sesuaikan
langkah-langkah tindakan keperawatan dengan Standar Prosedur Operasional
(SPO).

2. Tahap Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang perawat lakukan saat pertama kali bertemu atau
kontak dengan pasien. Hal-hal yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah: memberi
salam,memperkenalkan diri, mengevaluasi kondisi pasien, menyepakati
kontrak/pertemuan yang terkait dengan topik tindakan yang akan dilakukan, kesediaan
pasien untuk bercakap-cakap, tempat bercakap-cakap, dan lama percakapan.
a. Memberi salam
1) “Selamat pagi/ siang” atau sesuai dengan latar belakang sosial budaya spiritual
pasien, disertai dengan mengulurkan tangan untuk jabatan tangan. Pasien
gangguan jiwa mungkin tidak menjawab salam dan uluran tangan perawat.
2) Memperkenalkan diri perawat
“Nama saya C, saya senang dipanggil ibu C. Saya perawat yang bertugas hari ini”
3) Menanyakan nama pasien
“Nama bapak/ibu siapa?”

21
“Apa panggilan yang disukai?”
(Sesuaikan dengan nama yang tercantum pada kartu berobat pasien)

b. Mengevaluasi kondisi pasien


1) “Bagaimana perasaan ibu S saat ini?” atau
2) “Apa keluhan yang ibu S rasakan?”

c. Menyepakati kontrak/ pertemuan


Kesepakatan tentang pertemuan terkait dengan topik tindakan yang akan dilakukan
serta kesediaan pasien untuk bercakap-cakap, tempat bercakap-cakap, lama
percakapan.
1) Topik/ tindakan/ kegiatan yang akan dilakukan
Untuk menanyakan kesediaan pasien:
a) “Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang……” (sesuaikan dengan
keluhan atau perasaan pasien saat ini).
b) Jika pasien tampak ragu, perawat dapat menambahkan:
c) “Saya akan membantu ibu S (nama pasien) untuk menyelesaikan masalah
yang ibu S hadapi”
d) “Kita akan bersama-sama menyelesaikan masalah yang ibu S hadapi”
Pada umumnya fokus percakapan awal adalah pengkajian keluhan utama.
Kemudian hal-hal yang berkaitan dengan keluhan utama.

2) Tempat
“Kita duduk disini”

“Saya akan memeriksa tekanan darah ibu disini dan menanyakan


keluhan yang ibu rasakan”

3) Waktu
”Selama 10 menit, saya akan memeriksa tekanan darah ibu S dan
menanyakan hal-hal terkait keluhan yang ibu alami, dan mengajarkan
ibu cara mengatasi masalah yang ibu alami”

”Saat ini selama 10 menit kita disini. Saya akan memeriksa tekanan
darah ibu S dan menanyakan hal-hal terkait keluhan yang ibu alami,
setelah itu dilanjutkan untuk pemeriksaan dokter”

22
Kemudian lanjutkan pada tahap kerja yaitu pengkajian lanjut (fokus) pada
keluhan utama disertai tindakan keperawatan sesuai dengan masalah yang
dialami pasien.

3. Tahap orientasi
Tahap orientasi dilakukan pada awal pertemuan kedua dan seterusnya. Tujuan tahap
orientasi adalah mengevaluasi kondisi pasien, memvalidasi kemampuan pasien sesuai
tindakan yang lalu dan menyepakati rencana tindakan pada pertemuan saat ini.
a. Memberi salam
“Selamat pagi/siang ibu S”

b. Memvalidasi dan mengevaluasi keadaan pasien


1) “Bagaimana perasaan ibu S hari ini?”
2) “Coba ibu S ceritakan perasaannya hari ini!”
3) “adakah hal
4) ”Adakah hal yang terjadi selama kita tidak bertemu? Coba ceritakan”
5) “Apakah masih ada ........?” (tanda dan gejala yang ditemukan pada
pertemuan sebelumnya).
6) “Apakah ibu S sudah mencoba cara untuk mengatasi masalah yang
telah kita bicarakan minggu lalu?” (sebutkan cara yang telah dibahas
pada pertemuan sebelumnya).
7) ”Bagaimana dengan latihannya?” (latihan cara mengatasi masalah
yang telah diajarkan sebelumnya).
8) ”Apa manfaat yang ibu S rasakan dengan melakukan cara .... dalam
mengatasi masalah?"
”Apa manfaat yang ibu S rasakan dengan latihan secara terjadwal?”

9) ”Bagus sekali...ibu S telah berlatih sesuai jadwal latihannya. Ibu


teruskan latihannya ya bu”.

c. Menyepakati kontrak pertemuan


Setiap berinteraksi dengan pasien kaitkan dengan kontrak pada
pertemuan sebelumnya.

1) Topik/tindakan/kegiatan
(a) “Sesuai dengan janji kita minggu lalu, kita akan bertemu hari ini
pada saat kunjungan ibu S ke Puskesmas; atau

23
(b) ”Ibu S masih ingat apa yang akan kita bicarakan/lakukan
sekarang?”; atau
(c) ”Bagaimana kalau sekarang kita latihan ...” (sebutkan sesuai
rencana).
Contoh:

“Baiklah sekarang kita akan bicara tentang cara mengatasi rasa


cemas dengan cara tehnik hipnotis lima jari/ cara mengungkapkan
rasa marah dengan cara bicara yang baik” (dan lain -lain sesuai
dengan masalah pasien).

2) Tempat
“Seperti biasa, kita duduk disini”

3) Waktu
”Selama 10 menit saya akan latih cara ......, setelah itu ibu dapat
melanjutkan pemeriksaan ke dokter”

4. Tahap Kerja
Tahap kerja merupakan inti hubungan perawat pasien yang terkait erat
dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawata n yang akan dilaksanakan
sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

Tahap kerja pada pertemuan pertama berisikan pengkajian dan melatih satu
cara mengatasi masalah. Pada pertemuan selanjutnya tahap kerja merupakan
tindakan perawat melatih kemampuan mengatasi masalah yang selanjutnya.

Contoh komunikasi untuk tindakan melatih mengontrol emosi:

1) ”Ada beberapa cara untuk mengontrol emosi atau rasa marah yang ibu S
alami agar tidak mengganggu ibu. Salah satunya adalah tehnik relaksasi
nafas dalam”.
”Caranya, ibu duduk dengan sikap rileks. Jika di rumah ibu dapat juga
melakukannya dalam posisi tiduran atau rebahan. Agar lebih fokus, dapat
dilakukan sambil memejamkan mata. Lalu... tarik nafas secara perlahan
atau lambat melalui hidung, tahan, lalu hembuskan secara p erlahan
melalui mulut. Lakukan beberapa kali hingga ibu merasa lega”.

”Saya contohkan caranya bu ya...ibu bisa memperhatikan saya”.

24
2) ”Nah, bagaimana bu...sudah jelas yang saya contohkan?”
”Coba sekarang ibu lakukan!” (Beri pujian jika cara yang dilakukan b enar
dan latih kembali hingga pasien mampu, jika pasien belum dapat
melakukannya dengan benar).

”Bagus sekali! Sudah benar cara yang ibu S lakukan”

5. Tahap Terminasi
Tahap terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan perawat dan pasien.
Terminasi dibagi dua yaitu: terminasi sementara dan terminasi akhir.

a. Terminasi Sementara
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan pasien
atau keluarga yang akan ada pertemuan lagi pada waktu yang telah
ditentukan, misalnya: minggu berikutnya saat pasien kontrol kembali ke
Puskesmas. Pada terminasi, perawat melakukan evaluasi terhadap hasil
tindakan yang telah dilakukan pada tahap kerja berupa evaluasi subyektif
dan obyektif, memberikan anjuran pada pasien untuk melakukan kegiatan
yang telah dilatih dan membuat perjanjian (kontrak) untuk pertemuan
berikutnya.

Contoh komunikasi:

1) Evaluasi hasil
a) Evaluasi subyektif:

”Bagaimana perasaan ibu S setelah latihan mengontrol emosi


dengan cara tarik nafas dalam?”

b) Evaluasi obyektif:

”Coba ibu S ulangi kembali cara mengontrol emosi dengan cara tarik
nafas dalam!”

”Bagus sekali! Ibu S telah melakukan dengan benar”

2) Tindak lanjut

a) “Bagaimana kalau mulai saat ini ibu S lakukan tarik nafas dalam jika
perasaan marah atau kesal mulai muncul?”
b) “Agar ibu S lebih terampil lagi melakukan tehnik relaksasi nafas
dalam dan agar ibu S tidak lupa cara melakukannya, ibu S perlu
latihan tarik nafas dalam secara teratur setiap harinya”.

25
“Ibu S mau latihan tarik nafas dalam berapa kali dalam sehari?”
“Bagus sekali...dua kali. Jam berapa saja bu?”

“Ini ada lembaran jadwal kegiatan untuk mengisi jadwal latihannya,


agar ibu S tidak lupa untuk latihan” (Buat jadwal harian pasien untuk
latihan).

3) Kontrak yang akan datang

a) Waktu :
“Kita bertemu kembali minggu depan ya bu, saat ibu kontrol kembali
ke Puskesmas”

b) Topik :
”Saya akan ajarkan ibu S cara lain mengontrol emosi yaitu dengan
cara bicara yang baik”

c) Tempat:
“Kita akan bertemu disini lagi. Sampai jumpa”

b. Terminasi Akhir
Terminasi akhir terjadi jika pasien dan keluarganya telah mampu
menyelesaikan masalahnya.

Contoh komunikasi:

1) Evaluasi hasil
a) Evaluasi subyektif:
“Bagaimana perasaan ibu S setelah beberapa kali pertemuan kita?”

b) Evaluasi obyektif:
(1) “Coba sebutkan apa saja yang telah ibu S dapatkan selama
berkunjung ke Puskesmas ini untuk mengatasi masalahnya!”
(2) “Coba ibu S sebutkan kembali cara mengatasi emosi?”
“Saya melihat ibu S sudah dapat melakukan..…………” (sebutkan
sesuai hasil observasi pada tiap diagnosis keperawatan).

2) Tindak lanjut
a) ”Apa rencana kegiatan ibu S selanjutnya?”
b) ”Apa yang perlu ibu S lakukan jika perasaan emosi muncul kembali?”
c) ”Jadwal latihan yang telah kita buat, dilakukan terus ya bu!”

26
”Jika ibu S mengalami masalah lagi dan tidak dapat mengatasinya
di rumah, sebaiknya ibu segera kembali ke Puskesmas ini untuk
mendapatkan bantuan”.

3) Eksplorasi perasaan
“Bagaimana perasaan ibu S? Sudah siap kan?”

Latihan 1:
Contoh komunikasi pada individu (fase orientasi, kerja dan terminasi)
Orientasi/ Perkenalan
“Selamat pagi bu…Perkenalkan saya C. Ibu bisa memamnggil saya ibu C, saya perawat di Puskesmas
ini”
“Nama ibu siapa?”
“Oo…ibu S, senang dipanggil apa bu?”
“Apa keluhan yang ibu S rasakan?”
“Sakit kepala, kadang merasa jantung berdebar-debar,…”
“Baiklah, selama 10 menit, disini, saya akan melakukan pemeriksaan tekanan darah ibu dan
menanyakan hal-hal lain tentang keluhan ibu dan melatih ibu cara mengatasi masalah”

Kerja:
“Saya ukur tekanan darahnya ya bu”
“Tekanan darah ibu S agak sedikit tinggi….140/90 mmHg. Sudah berapa lama ibu rasakan sakit
kepalanya?”
“Selain sakit kepala….apalagi yang ibu S rasakan?”
“Oo…sulit tidur, jantung berdebar-debar, kadang keringat dingin”
“Apakah ada hal yang ibu pikirkan?”
“Ibu selalu memikirkan keadaan suami yang mengalami darah tinggi dan ibu takut terjadi stroke seperti
tetangga ibu”
“Iya…betul sekali ibu S, memang apa yang kita pikirkan dapat mempengaruhi kesehatan tubuh kita.
Yang ibu S alami adalah perasaan cemas karena terlalu memikirkan keadaan suami”
“Jadi…perasaan jantung berdebar-debar, sering b.a.k., keluar keringat dingin adalah sebagian dari
tanda-tanda cemas yang ibu S alami. Sudah cukup lama juga ya ibu S mengalaminya”
“Selama ini…apa yang ibu S lakukan ketika terbangun di malam hari dan merasakan jantung
berdebar-debar?”

“Baik..cara ini dapat terus ibu lakukan. Selain itu ada beberapa cara lain untuk mengatasi atau
mengontrol perasaan cemas yang ibu S alami, yaitu dengan cara tehnik relaksasi nafas dalam,
hipnotis lima jari, dan tehnik pengalihan atau mengalihkan perhatian dari perasaan cemas yang
dialami”.
“Pada pertemuan ini, saya akan ajarkan ibu cara mengontrol rasa cemas dengan cara tarik nafas
dalam”
“Caranya…ketika ibu merasakan tanda-tanda cemas mulai muncul, segera ibu lakukan tarik nafas
dalam”

“Caranya. Ibu duduk dengan sikap rileks. Jika di rumah ibu dapat juga melakukannya dalam posisi
tiduran atau rebahan. Agar lebih focus, dapt dilakukan sambil memejamkan mata. Lalu….tarik nafas
secara perlahan atau lambat melalui hidung, tahan, lalu hembuskan secara perlahan melalui mulut.
Lakukan beberapa kali hingga ibu merasa lega”

“Saya contohkan terlebih dahulu caranya dan ibu bisa memperhatikan saya”
“Nah…sekarang coba ibu ulangi seperti yang saya contohkan tadi”
“Bagus….tepat sekali yang ibu S lakukan”

27
Terminasi:
“Bagaimana perasaan ibu S setelah latihan tarik nafas dalam?”

“Coba ibu S ulangi kembali cara mengatasi cemas dengan cara tarik nafas dalam”
“Bagus!”

“Bagaimana jika mulai saat ini ibu S lakukan tarik nafas dalam jika perasaan cemasnya mulai muncul?”
“Agar ibu S lebih terampil lagi melakukan tehnik relaksasi nafas dalam dan agar ibu S tidak lupa cara
melakukannya, ibu S perlu latihan tarik nafas dalam secara teratur setiap harinya”
“Ibu S mau latihan tarik nafas dalam berapa kali dalam sehari?”
“Bagus sekali…dua klai. Jam berapa saja bu?”
“Ini ada lembaran jadwal kegiatan untuk mengisi jadwal latihannya, agar ibu S dapat berlatih secara
teratur”

“Pada pertemuan yang akan datang saya akan ajarkan ibu S cara lain mengontrol rasa cemas ibu,
yaitu dengan tehnik hipnotis lima jari”
Kita bertemu kembali disini minggu depan ya bu, saat ibu kontrol kembali ke Puskesmas”
“Selamat pagi/siang”

Catatan: interaksi perawat – pasien di Puskesmas dapat terputus sementara waktu, jika
setelah pemeriksaan tanda-tanda vital dan pengkajian pasien diperiksa oleh dokter terlebih
dahulu. Setelah pemeriksaan ke dokter dan mendapat obat, pasien kembali ke perawat dan
perawat melatih cara mengatasi masalah dan menjelaskan tentang cara penggunaan obat.

POKOK BAHASAN
C. PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KELUARGA

Komunikasi terapeutik pada keluarga merupakan komunikasi yang dilakukan antara perawat
dengan keluarga sebagai pasien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah keperawatan
keluarga.

Tahapan Hubungan Terapeutik pada Keluarga


Interaksi dengan keluarga atau pemberian pendidikan kesehatan kepada
keluarga juga dilakukan secara bertahap, meliputi tahap:

1. Permulaan hubungan perawat-keluarga


2. Pendidikan kesehatan tentang keterampilan keluarga merawat pasien
3. Penerapan cara merawat pasien
4. Peran keluarga merawat pasien di rumah-keluarga-masyarakat
Asuhan keperawatan yang dilakukan kepada keluarga ditujukan untuk
memampukan keluarga melakukan tugas kesehatan keluarga, yaitu: (Maglaya,
2009) :

28
1. Mengenal masalah kesehatan anggota keluarga (kh ususnya pasien
gangguan jiwa yang ada dalam keluarga).
2. Mengambil keputusan yang tepat dalam merawat anggota keluarga yang
memerlukan pertolongan (keluarga setuju dirawat oleh perawat puskesmas
saat pasien dibawa berkunjung ke puskesmas).
3. Merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Keluarga dapat
merawat sesuai dengan diagnosis keperawatan yang ditemukan pada pasien.
4. Menciptakan lingkungan yang kondusif di keluarga dan lingkungan. Dalam
hal ini termasuk sikap dan fasilitas dalam keluarga dan lingk ungan yang
mendukung perbaikan pasien.
5. Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat membantu
pemulihan dan pemeliharaan kesehatan jiwa anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa.

Langkah-langkah pemberian kemampuan keluarga melakukan tugas kesehatan


jiwa :

1. Membina hubungan kerja sama dengan keluarga/pelaku rawat. Pada


kesempatan ini perawat menjelaskan tujuan interaksi dengan keluarga dan
peran perawat (merawat pasien dan melatih keluarga merawat pasien).
2. Asuhan keperawatan keluarga (pertemuan pertama)
Pada pertemuan pertama, perawat berdiskusi dengan keluarga tentang
perilaku anggota keluarga yang mengalami masalah dan cara -cara
perawatannya. Demikian pula tentang kesediaan keluarga menerima bantuan
asuhan yang akan diberikan perawat (tugas kesehatan 1 dan 2).

Perawat juga akan menanyakan pasien untuk pengkajian, penetapan


diagnosis dan memberikan asuhan pada pasien. Semua kegiatan yang
dilakukan pada pasien, didiskusikan dengan keluarga agar keluarga dapat
memberikan asuhan dan menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif
untuk pasien (tugas kesehatan 3 dan 4)

Pada pelaksanaan di Puskesmas, saat perawat melatih pasien, keluarga juga


mendampingi pasien sehingga keluarga juga belajar cara mengatasi masalah
pasien dan cara melatih pasien (angg ota keluarganya)

3. Asuhan keperawatan keluarga (pertemuan kedua, dan seterusnya)

29
Pada pertemuan kedua, perawat mengevaluasi kondisi pasien sesuai dengan
hasil observasi keluarga serta kemampuan pasien dan keluarga melakukan
kegiatan asuhan yang telah dilakuk an pada pertemuan pertama.

Selanjutnya perawat memberikan asuhan lanjutan sesuai dengan rencana


tindakan keperawatan pada diagnosis keperawatan yang ditemukan pada
pasien. Sama seperti pertemuan pertama, maka perawat mendiskusikan
kembali dengan keluarga asuhan yang diperlukan. Semua kegiatan ini
dilanjutkan pada pertemuan ketiga dan seterusnya, sampai semua tindakan
keperawatan pada semua diagnosis keperawatan telah dilaksanakan.
Pertemuan ini dianggap berhasil jika pasien dan pelaku rawat telah mampu
melakukan kegiatan yang telah dilatih.

4. Asuhan keperawatan keluarga (pertemuan terakhir)


Pertemuan terakhir adalah jika saat kunjungan ke Puskesmas pasien dan
keluarga telah mampu merawat. Pada pertemuan ini perawat mengevaluasi
kondisi pasien dan memvalidasi k emampuan pasien dan keluarga.

Perawat memberikan informasi tentang kondisi pasien yang memerlukan


penanganan segera serta fasilitas kesehatan yang dapat digunakan. Selain
itu disampaikan follow-up yang perlu dilakukan secara teratur ke puskesmas.

Terhadap pasien gangguan jiwa dapat dilanjutkan dengan kunjungan rumah


secara insidental untuk mengevaluasi dan memvalidasi kondisi dan
kemampuan pasien dan keluarga atau dengan melibatkan kader kesehatan
yang telah dilatih untuk mem-follow up kondisi pasien gangguan jiwa.

POKOK BAHASAN
D.PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK
PADATIMKESEHATAN

Komunikasi terapeutik pada tim kesehatan merupakan komunikasi yang dilakukan antara
perawat dengan tim kesehatan yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah pasien.

Tahapan Hubungan Terapeutik pada Tim Kesehatan

30
Dalam melaksanakan tugas, perawat memerlukan kemampuan untuk
menyampaikan kondisi pasien kepada anggota tim kesehatan yang lain, misalnya
dokter, perawat di komunitas (CHN), pekerja sosial. Kerjasama dengan tim
kesehatan lain dilakukan jika pasien perlu di rujuk. Standar yang digunakan
dalam melakukan komunikasi dan hubungan terapeutik dengan tim kesehatan
adalah ISBAR, yaitu Introduction/Introduksi, Situation/Situasi, Background/Latar
belakang, Assessment/Pengkajian, Recommendation/Rekomendasi (Joint
Commission International, 2012).

Pada introduksi, perawat menyebutkan nama dan nama pasien. Pada aspek
situasi, perawat menyampaikan kondisi pasien terkait usia pasien, jenis kelamin,
diagnosis, prosedur yang telah dilakukan, status mental, dan stabilitas kondisi
pasien. Saat menyampaikan latar belakang pasien, perawat menginformasikan
latar belakang keluarga, latar belakang budaya/agama, kemampuan
berkomunikasi dan berbahasa. Perawat juga harus melaporkan pengkajian yang
telah dilakukan kepada pasien, yang meliputi tanda vital; pikiran, perasaan dan
perilaku pasien serta faktor risiko. Terakhir, perawat memberikan rekomendasi
kepada petugas kesehatan terkait prioritas area dan tindakan yan g harus segera
dilakukan kepada pasien.

Latihan 2:

Contoh komunikasi perawat Puskesmas dengan perawat di Unit Psikiatri RSU


saat melakukan rujukan pasien

“Selamat pagi… Saya…dari puskesmas…, pagi ini ingin merujuk pasien yang bernama…. Kondisi
pasien saat ini masih mengalami halusinasi dan perilaku kekerasan. Telah dilakukan konsultasi
dengan dokter pkm dan tim kesehatan jiwa masyarakat dan pasien telah mendapat terapi
pengobatan oral yaitu Chlorpromazin 3 x 100 mg, Triheksiphenidyl 3 x 2 mg dan Haloperidol 3
x 5 mg, namun keadaan pasien saat ini masih belum ada perbaikan sehingga kami perlu merujuk
pasien ke Unit Psikiatri RSU untuk mendapatkan perawatan intensif. Pasien telah kami latih untuk
mengenal halusinasinya tetapi belum ada perkembangan”

“Berikut ini berkas pasien beserta resumenya. Saran saya segera diberikan tindakan untuk
mengontrol halusinasinya. Jika keadaan pasien telah memungkinkan pulang segera beritahu
kami agar kami dapat melanjutkan perawatannya di rumah”.

“Terima kasih. Selamat pagi” (sambil berjabat tangan)

31
VIII. REFERENSI

Fountaine, K.L. (2009). Mental health nursing. 6th ed. New Jersey: Pearson
Educayion, Inc.

Joint Commission International. (2012). The international essentials of health care quality and
patient safety.

Keliat, B.A.,dkk. (2011). Keperawatan kesehatan jiwa komunitas : CMHN


(Basic Course). Jakarta : EGC.

Maglaya, A.S. (2009). Nursing practice in the community. 7thed. Markina City : Argonauta
Corporation.

Stuart, G.W. (2009). Principles and practice of psychiatric nursing. 9th ed. St Louis: Mosby
Elsevier

Townsend, M.C. (2009). Psychiatric mental health nursing: conceps of care in evidence-
based practice. Philadelphia: F.A. Davis Company

32
MODUL
MATERI INTIASUHAN
3 KEPERAWATAN PADA GANGGUAN ANSIETAS

I. DESKRIPSI SINGKAT

Ansietas merupakan salah satu kondisi yang sering luput dari perhatian perawat di
puskesmas. Pasien sering datang ke puskesmas dengan keluhan fisik yang berulang dan
menyatakan tanpa ada perbaikan. Kondisi ini apabila tidak ditangani dengan baik dapat
menganggu aktifitas pasien sehari-hari. Oleh karena itu, asuhan keperawatan ansietas
perlu diketahui oleh perawat puskesmas agar dapat membantu pasien dan keluarga dalam
mengatasi ansietas.

Modul ini membahas asuhan keperawatan ansietas agar perawat puskesmas dapat
mengenali tanda dan gejala serta memberikan penatalaksanaan yang tepat kepada pasien
dan keluarga dalam mengatasi masalah ansietas.

Asuhan keperawatan ansietas terdiri dari pengkajian, diagnosis keperawatan, tindakan


keperawatan pada pasien dan keluarga (pelaku rawat), evaluasi kemampuan pasien dan
keluarga (pelaku rawat) dan dokumentasi keperawatan.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan asuhan keperawatan
ansietas.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:

33
1. Menjelaskan konsep ansietas
2. Menguraikan langkah-langkah proses keperawatan ansietas:
a. Melakukan pengkajian ansietas
b. Menetapkan diagnosis keperawatan ansietas
c. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien ansietas
d. Melakukan tindakan keperawatan pada keluarga pasien ansietas
e. Mengevaluasi kemampuan pasien dan keluarga dalam merawat pasien
ansietas
f. Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pasien ansietas
3. Mempraktekkan asuhan keperawatan ansietas

III. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan-pokok bahasan sebagai berikut yaitu:
Pokok bahasan A. Konsep ansietas
Pokok bahasan B.Proses keperawatan ansietas

IV. METODE

Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah:


A. Brain storming (curah pendapat)
B. Ceramah, tanya jawab
C. Exercise/Latihan
D. Demonstrasi

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

Media dan alat bantu yang digunakan selama proses pembelajaran adalah:
A. Liquid Crystal Display (LCD) Projector dan Laptop
B. Laser pointer
C. Spidol
D. slide presentasi
E. Lembar diskusi (Flip chart)
F. Form latihan, panduan latihan dan demonstrasi
G. Matrik asuhan keperawatan

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

34
Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-
langkah sebagai berikut:
A. Langkah 1 : Penyiapan Proses pembelajaran di kelas
1. Kegiatan Fasilitator
a. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas
b. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
c. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas mulailah dengan
memperkenalkan diri. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap,
instansi tempat bekerja, dan materi yang akan disampaikan.
d. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang apa yang dimaksud dengan
asuhan keperawatan ansietas dengan metode brainstorming.
e. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran tentang askep
ansietas dengan menggunakan bahan tayang.
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
c. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
d. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas dan
perlu diklarifikasi.

B. Langkah 2 : Penjelasan proses Keperawatan Ansietas


Penjelasan tentang proses keperawatan ansietas selama 1 JPL (45 menit) sebagai
berikut :
1. Kegiatan Fasilitator
a. Menyampaikan pokok bahasan dan sub pokok bahasan: konsep ansietas dan
proses keperawatan ansietas. Saat penyampaian materi proses keperawatan
ansietas, peserta juga melakukan latihan atau bermain peran dalam merawat
ansietas.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting.
b. Melakukan latihan atau bermain peran dalam merawat pasien ansietas.
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan

35
d. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.

C. Langkah 3 : Praktik laboratorium asuhan keperawatan ansietas


Kegiatan praktik laboratorium selama 1 JPL (45 menit) sebagai berikut:
1. Kegiatan Fasilitator
a. Memberi kesempatan pada peserta untuk bermain peran sebagai perawat dalam
melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien dan keluarga (pelaku rawat).
b. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses latihan (bermain
peran).
c. Melakukan evaluasi dan memberikan masukan kepada peserta setelah bermain
peran dalam merawat pasien dan keluarga (pelaku rawat).

2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri untuk bermain peran dalam melakukan asuhan keperawatan
terhadap pasien dan keluarga
b. Bermain peran dalam melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien dan
keluarga
c. Mendengar dan mencatat tentang hasil evaluasi dari fasilitator.

D. Langkah 4 : Praktik lapangan asuhan keperawatan ansietas


Kegiatan praktik lapangan selama 1 JPL (45menit) sebagai berikut:
1. Kegiatan Fasilitator
a. Melakukan konferensi awal (pre conference)
b. Memberi kesempatan pada peserta untuk melakukan asuhan keperawatan
terhadap pasien dan keluarga (pelaku rawat) melalui kunjungan rumah.
c. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada saat peserta melakukan
asuhan keperawatan terhadap pasien dan keluarga (pelaku rawat).
d. Melakukan evaluasi dan memberikan masukan kepada peserta setelah melakukan
asuhan keperawatan terhadap pasien dan keluarga (pelaku rawat).
e. Melakukan konferensi akhir (post conference)

2. Kegiatan Peserta
a. Membuat laporan pendahuluan, strategi pelaksanaan tindakan (SP) dan rencana
harian.
b. Mengikuti konferensi awal (pre conference).
c. Melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien atau keluarga
d. Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan yang telah dilakukan

36
e. Mengikuti konferensi akhir (post conference).

VII. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN ANSIETAS

A. PENGERTIAN
Ansietasadalah perasaan was-was, kuatir atau tidak nyaman seakan akan terjadi
sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman. Ini berarti ansietas sangat berkaitan dengan
perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Ansietas berbeda dengan rasa takut. Takut
merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya, sementara
ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut.
Berdasarkan tingkatannya ansietas terdiri dari : ansietas ringan, sedang, berat dan
panik.
1. Ansietas ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya
(Videbeck, 2008). Ansietas memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan
kreativitas. Selama tahap ini, seseorang menjadi lebih waspada dan kesadarannya
menjadi lebih tajam terhadap lingkungan. Jenis ansietas ini dapat memberikan
motivasi pembelajaran dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
2. Ansietas sedang
Pada tingkat ini, individu berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan
yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang persepsi individu. Individu tidak
mempunyai perhatian yang selektif, kemampuan penglihatan, pendengaran, dan
penciuman menurun (Stuart, 2007). Jika diarahkan untuk melakukan sesuatu,
individu dapat berfokus pada perhatian yang lebih banyak .
3. Ansietas Berat
Pada tingkat ansietas berat lapang persepsi individu sangat menyempit (Videbeck,
2008) dan cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak
berpikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi
ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada

37
area yang lain. Kemampuan persepsi seseorang menjadi menurun secara
menyolok dan perhatiannya pun terpecah-pecah. Pikirannya hanya fokus pada satu
hal dan tidak memikirkan yang lain.

4. Tingkat Panik
Panik adalah kehilangan kendali, individu tidak mampu melakukan sesuatu
walaupun dengan arahan. Panik mengakibatkan disorganisasi kepribadian dan
menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan
pemikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini jika berlangsung terus dalam waktu
yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian (Videbeck, 2008). Gejala yang
terjadi adalah palpitasi, nyeri dada, mual atau muntah, ketakutan kehilangan
kontrol, parestesia, tubuh merasa panas atau dingin (Stuart & Laraia, 2005)

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


Proses terjadinya ansietas meliputi stresor dari faktor predisposisi dan presipitasi,
1. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya ansietas, meliputi:
a. Faktor Biologis
Faktor-faktor biologis yang berkaitan dengan adanya riwayat keluarga dengan
ansietas.
b. Faktor Psikologis
Pasien ansietas mempunyai kehilangan cinta dan perhatian saat masa kanak-
kanak, harga diri rendah, trauma masa pertumbuhan (kehilangan, perpisahan).
c. Faktor Sosial Budaya
Faktor sosial budaya yang berkaitan dengan ansietas antara lain hubungan
interpersonal yang tidak adekuat pada saat bayi, kemampuan komunikasi yang
rendah.

2. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus ansietas meliputi :
a. Biologis : penyakit
b. Psikologis : ancaman identitas, harga diri, integritas diri, kehilangan orang yang
berarti, perceraian.
c. Sosial budaya : perubahan status pekerjaan, perubahan fungsi dan peran,
lingkungan, sosial.

38
C. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala ansietas dapat dinilai dari ungkapan pasien dan didukung dengan
data hasil wawancara dan observasi.

1. Data subjektif:
Pasien mengungkapkan tentang:
khawatir, cemas,was-was, takut akan terjadi sesuatu

2. Data Objektif:
Kognitif :
a. Perhatian kurang
b. Konsentrasi kurang
c. Penilaian salah
d. Daya ingat terganggu (pelupa)
e. Blocking
f. Lapang persepsi menurun
g. Bingung
h. Banyak bertanya

Emosi :
a. Mudah tersinggung
b. Tidak sabar
c. Gelisah
d. Tegang
e. Takut
f. Frustasi

Fisik :
a. Nafsu makan menurun
b. Jantung Berdebar-debar
c. Pernafasan cepat
d. Berkeringat dingin
e. Kesulitan untuk tidur

Perilaku :
a. Gelisah
b. Ketegangan fisik

39
c. Tremor
d. Gugup
e. Bicara Cepat
f. Kurang Koordinasi
Sosial :
a. Kadang-kadang menghindari kontak dengan orang lain/sosial
b. Aktivitas sosial menurun
c. Kadang-kadang menunjukkan sikap bermusuhan

D. Proses Keperawatan pada Gangguan Ansietas


1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan
keluarga (pelaku rawat). Wawancara yang dilakukan sebagai berikut : “Bagaimana
perasaan ibu/bapak saat ini? “. Perawat saat wawancara sekaligus melakukan
observasi perilaku pasien.
Data hasil wawancara dan observasi didokumentsikan pada kartu berobat pasien
di puskesmas. Contoh pendokumentasian hasil pengkajian sebagai berikut:
Data: Pasien mengatakan sering sakit kepala, terutama saat
memikirkan bila ada masalah, TD 160/90 mmhg, nadi 88 x/menit.

Identifikasi tingkatan ansietas pasien: ringan, sedang, berat atau panik. Apabila
panik segera rujuk ke RSU/RSJ.

2. Diagnosis Keperawatan
Setelah melakukan pengkajian, perawat dapat merumuskan diagnosis
keperawatan berdasarkan tingkat ansietas (lihat tingkatan ansietas pada halaman
sebelumnya).
Berdasarkan data yang didapat ditetapkan diagnosis keperawatan:

Ansietas

3. Tindakan Keperawatan pada Gangguan ansietas


Tindakan keperawatan ansietas dilakukan terhadap pasien dan keluarga (pelaku
rawat). Saat melakukan pelayanan di Puskesmas, perawat membina hubungan
saling percaya dengan pasien, menanyakan keluhan fisik yang dialaminya,

40
melakukan pemeriksaan fisik dan tanda-tanda vital, mengeksplor penyebab
munculnya keluhan fisik, pengkajian ansietas, mengidentifikasi masalah keluarga
dalam merawat, menentukan tingkatan ansietas, merumuskan diagnosis, melatih
cara untuk mengatasi ansietas pada pasien dan keluarga. Pasien ke apotek untuk
mengambil obat, kembali ke perawat, perawat menjelaskan tentang obat kepada
pasien dan keluarga serta tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk
membimbing pasien melatih kemampuan mengatasi ansietas yang telah diajarkan
oleh perawat.

Pada setiap pertemuan, perawat melakukan tindakan keperawatan untuk pasien


dan keluarga.
a. Tindakan Keperawatan untuk Pasien Ansietas
Tujuan:
Tujuan tindakan keperawatan pada pasien ansietas adalah pasien mampu:
1) Mengenal ansietas
2) Melaksanakan cara-cara mengatasi ansietas :
a) Cara distraksi verbal, auditori dan perilaku
b) Relaksasi nafas dalam
c) Hipnotis lima jari
d) Cara spiritual
e) Patuh minum obat

Tindakan keperawatan:
1) Bantu pasien mengenal cemas dengan cara :
a) Bantu pasien mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan
b) Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan cemas
c) Bantu pasien mengenal penyebab cemas
d) Bantu pasien menyadari perilaku akibat cemas
2) Latih pasien relaksasi nafas dalam
a) Posisi duduk di lantai atau kursi dengan tubuh rileks dan tidak ada
tekanan pada otot yang menghambat aliran darah
b) Tarik nafas melalui hidung dengan sangat perlahan
c) Tiup melalui mulut dengan sangat perlahan.
d) Tiup sambil mengempeskan perut
e) Lakukan berulang kali
f) Mata boleh dibuka atau dipejamkan
3) Latih mengontrol ansietas dengan distraksi

41
a) Melihat pemandangan alam daerah pantai atau pegunungan (distraksi
visual)
b) Mendengar suara alam seperti bunyi air mengalir, suara burung
berkicau, musik instrumental atau musik lembut (distraksi audio)
c) Anjurkan pasien untuk melakukan kegiatan seperti menonton film,
komedi, kartun, membaca novel, membaca kata-kata dengan huruf
terbalik, mengunyah permen karet, melihat benda-benda sekitar,
mendekatkan dua jari sedekat mungkin berulang-ulang.
d) Berbicara dengan orang lain yang dipercayai (sosial)
4) Latih pasien mengontrol ansietas dengan hipnotis lima jari
a) Posisi duduk atau berbaring dengan mata ditutup dan tubuh rileks.
Pikiran dikosongkan.
b) Sentuhkan ibu jari dengan telunjuk. Mulai membayangkan sedang
berolah raga dan memiliki tubuh yang sehat
c) Sentuhkan ibu jari dengan jari tengah. Mulai membayangkan sedang
bertemu dengan orang yang disukai dan memiliki hubungan yang akrab
d) Sentuhkan ibu jari dengan jari manis. Mulai membayangkan saat
mendapat pujian dan memiliki kemampuan yang dibanggakan
e) Sentuhkan ibu jari dengan kelingking. Mulai membayangkan
pemandangan alam yang indah dan sedang berada disana.
5) Latih pasien mengatasi ansietas dengan cara spiritual
a) Diskusikan tentang keyakinan yang dianut oleh pasien
b) Latih cara mengontrol ansietas sesuai keyakinan pasien
c) Motivasi pasien untuk melakukannya
6) Latih pasien mengatasi ansietas dengan patuh obat
a) Jelaskan tentang prinsip 5 benar minum obat
b) Jelaskan manfaat obat
c) Jelaskan pentingnya minum obat teratur
d) Jelaskan tentang pentingnya kontunitas minum obat

Tindakan keperawatan untuk keluarga pasien ansietas


Keluarga (pelaku rawat) diharapkan dapat merawat pasien ansietas di rumah
dan menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien.

Tujuan:
Keluarga mampu :
a) Mengenal masalah ansietas

42
b) Memutuskan pelayanan yang diperlukan pasien ansietas
c) Merawat pasien ansietas
d) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang aman.
e) Memantau dan membimbing pasien dalam mengatasi ansietas
f) Melakukan follow-up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur

Tindakan keperawatan
1) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
2) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya ansietas dan cara
merawat pasien pasien.
3) Latih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang:

Evaluasi
Untuk mengukur keberhasilan asuhan keperawatan yang saudara lakukan, dapat
dilakukan dengan menilai kemampuan pasien dan keluarga:
a. Kemampuan pasien:
1) Membina hubungan saling percaya
2) Mengenal ansitas
3) Menyebutkan cara-cara mengatasi ansietas dengan tehnik relaksasi
4) Melaksanakan 4 cara tehnik relaksasi
b. Kemampuan keluarga:
1) Mampu menyebutkan pengertian, tanda dan gejala dan penyebab dari
ansietas
2) Menyebutkan cara merawat pasien dengan ansietas
3) Mampu melatih pasien 4 (empat) cara mengontrol ansietas
4) Mampu menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan

VIII. REFERENSI

Fortinash, K.M. (2004). Psychiatric Mental Health Nursing. 3th ed. St. Louis: Mosby
Herdman, T.H. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses Definition and
Classification, 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell.
Keliat. B.A . dkk (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (basic Course).
EGC: Jakarta
Stuart,G.W.& Sundeen, M.T. (2005). Principles and practice of psychiatric nursing. 8th ed.
Missouri: Mosby.

43
MODUL
MATERI ASUHAN
INTI 4 KEPERAWATAN PADA GANGGUAN DEPRESI

I. DESKRIPSI SINGKAT

Pasien yang datang ke poli umum puskesmas dengan keluhan kelelahan, insomnia,
nyeri kronik, gejala yang banyak dan kabur seperti gejala gastrointestinal, kardiovaskular
dan neurologis atau gejala somatik lainnya perlu dicurigai bahwa pasien tersebut
mengalami depresi.
Pada pasien yang mengalami depresi perlu diteliti adanya maslah perilaku risiko
bunuh diri dan harga diri rendah kronik. Demikian pula halnya pada pasien gangguan jiwa.
Risiko bunuh diri dan harga diri rendah juga merupakan salah satu kondisi yang harus dikaji
oleh perawat pada setiap pasien yang mengalami gangguan jiwa.
Keinginan untuk mengakhiri hidup dapat mengakibatkan kematian. Asuhan
keperawatan risiko bunuh diri dan harga diri rendah perlu dilakukan agar pasien dan
keluarga dapat mencegah terjadinya perilaku bunuh diri dan harga diri pasien meningkat.
Modul ini membahas asuhan keperawatan risiko bunuh diri pada pasien umum dan
gangguan jiwa di puskesmas. Asuhan keperawatan risiko bunuh diri ini terdiri dari
pengkajian, diagnosis keperawatan, tindakan keperawatan pada pasien dan keluarga
(pelaku rawat), evaluasi kemampuan pasien dan keluarga (pelaku rawat) dan dokumentasi
keperawatan.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan asuhan keperawatan pada
gangguan depresi.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan pada gangguan Depresi
2. Melakukan langkah–langkah asuhan keperawatan pada gangguan Depresi

44
III. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan-pokok bahasan sebagai berikut yaitu:
1. Konsep Asuhan keperawatan pada gangguan Depresi

a. Asuhan keperawatan Risiko Bunuh Diri (RBD):


 Pengertian
 Proses terjadinya RBD
 Tanda dan Gejala
 Proses keperawatan RBD
b. Asuhan keperawatan Harga Diri Rendah (HDR)
 Pengertian
 Proses terjadinya HDR
 Tanda dan Gejala
 Proses keperawatan HDR

2. Langkah-langkah asuhan keperawatan pada gangguan depresi

IV. METODE

Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah:


1. Ceramah dan tanya jawab
2. Brain storming (curah pendapat)
3. Diskusi
4. Studi kasus
5. Bermain peran
6. Demonstrasi di lapangan

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

Media dan alat bantu yang digunakan selama proses pembelajaran adalah:
A. Laptop
B. Liquid Crystal Display (LCD) Projector Bahan tayang (slide power point)
C. Modul
D. White board
E. Flipchart

45
F. Spidol
G. Lembar kerja studi kasus
H. Panduan praktik
I. Form catatan keperawatan
J. Form evaluasi penampilan klinik
K. Form jadwal kegiatan harian
L. Leaflet
M. Skenario bermain peran

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-
langkah sebagai berikut:
A. Langkah 1 : Penyiapan Proses pembelajaran di kelas
1. Kegiatan Fasilitator
a. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas
b. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
c. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas mulailah dengan
memperkenalkan diri. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap,
instansi tempat bekerja, dan materi yang akan disampaikan.
d. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang apa yang dimaksud dengan
asuhan keperawatan pada gangguan depresi dengan metode brainstorming.
e. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran tentang askep
pada gangguan depresi dengan menggunakan bahan tayang.
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
c. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
d. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas dan
perlu diklarifikasi.

B. Langkah 2 : Penjelasan proses Keperawatan pada Gangguan Depresi


Penjelasan tentang proses keperawatan pada gangguan depresi selama 4 JPL (180
menit) sebagai berikut :
1. Kegiatan Fasilitator
a. Menyampaikan pokok bahasan dan sub pokok bahasan: konsep dan proses
keperawatan pada gangguan depresi. Saat penyampaian materi proses

46
keperawatan, peserta juga, melakukan latihan atau bermain peran dalam
melakukan asuhan keperawatan pada gangguan depresi.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta

2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting.
b. Melakukan latihan atau bermain peran dalam merawat pasien gangguan depresi.
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan
d. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.

C. Langkah 4 : Praktik lapangan asuhan keperawatan pada gangguan depresi


Kegiatan praktik lapangan selama 1 JPL (60 menit) sebagai berikut:
1. Kegiatan Fasilitator
a. Melakukan konferensi awal (pre conference)
b. Memberi kesempatan pada peserta untuk melakukan asuhan keperawatan terhadap
pasien dan keluarga (pelaku rawat) di puskesmas.
c. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada saat peserta melakukan
asuhan keperawatan terhadap pasien dan keluarga (pelaku rawat).
d. Melakukan evaluasi dan memberikan masukan kepada peserta setelah melakukan
asuhan keperawatan terhadap pasien dan keluarga (pelaku rawat).
e. Melakukan konferensi akhir (post conference)

2. Kegiatan Peserta
a. Membuat laporan pendahuluan, strategi pelaksanaan tindakan (SP) dan form
kegiatan harian pasien.
b. Mengikuti konferensi awal (pre conference).
c. Melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien atau keluarga
d. Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan yang telah dilakukan
e. Mengikuti konferensi akhir (post conference).

VII. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1.

47
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN DEPRESI

A. Asuhan Keperawatan Risiko Bunuh Diri


Pengertian
Risiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan disengaja untuk
mengakhiri kehidupan (Herdman, 2012). Individu secara sadar berkeinginan untuk mati
sehingga melakukan tindakan-tindakan untuk mewujudkan keinginan tersebut.
Risiko bunuh diri terdiri dari 3 kategori, yakni: isyarat bunuh diri, ancaman bunuh diri dan
percobaan bunuh diri. Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan perilaku tidak langsung
(gelagat) ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan: “Tolong jaga anak-anak karena
saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.” Pada kondisi
ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai
dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan
perasaan seperti rasa bersalah / sedih / marah / putus asa / tidak berdaya. Pasien juga
mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan risiko bunuh
diri.

Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati
disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh
diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri. Walaupun dalam kondisi ini
pasien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilakukan.
Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana
bunuh dirinya.

Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupan. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan
berbagai cara. Beberapa cara bunuh diri antara lain gantung diri, minum racun,
memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.

Proses Terjadinya Masalah


Proses terjadinya risiko bunuh diri meliputi stresor dari faktor predisposisi dan presipitasi.

Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya risiko bunuh diri, meliputi:
1. Faktor Biologis

48
Faktor-faktor biologis yang berkaitan dengan adanya faktor herediter, riwayat bunuh
diri, riwayat penggunaan Napza, riwayat penyakit fisik, nyeri kronik, dan penyakit
terminal.
2. Faktor Psikologis
Pasien risiko bunuh diri mempunyai riwayat kekerasan masa kanak-kanak, riwayat
keluarga bunuh diri, homosekual saat remaja, perasaan bersalah, kegagalan dalam
mencapai harapan, gangguan jiwa.
3. Faktor Sosial Budaya
Faktor sosial budaya yang berkaitan dengan risiko bunuh diri antara lain perceraian,
perpisahan, hidup sendiri dan tidak bekerja.

Faktor Presipitasi
Faktor pencetus risiko bunuh diri meliputi : perasaan terisolasi karena kehilangan
hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti, kegagalan
beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres, perasaan marah/bermusuhan.
Bunuh diri dapat merupakan cara pasien menghukum diri sendiri, cara untuk mengakhiri
keputusasaan.

Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala risiko bunuh diri dapat dinilai dari ungkapan pasien yang menunjukkan
keinginan atau pikiran untuk mengakhiri hidup dan didukung dengan data hasil
wawancara dan observasi.
a. Data subjektif:
Pasien mengungkapkan tentang:
1) Merasa hidupnya tak berguna lagi
2) Ingin mati
3) Pernah mencoba bunuh diri
4) Mengancam bunuh diri
5) Merasa bersalah / sedih / marah / putus asa / tidak berdaya
b. Data Objektif:
1) Ekspresi murung
2) Tak bergairah
3) Banyak diam
4) Ada bekas percobaan bunuh diri

49
Proses Keperawatan Risiko Bunuh Diri
Pengkajian Risiko Bunuh Diri
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan keluarga
(pelaku rawat) :
a. Perhatikan tanda dan gejala pada pernyataan atau ungkapan pasien baik tersirat
maupun terselubung:
1) Pernyataan tersirat : “saya ingin mati”
2) Pernyataan terselubung : “ saya sudah capek dengan sakit ini tidak sembuh –
sembuh juga “.
b. Tanyakan tentang pikiran bunuh diri Pasien
c. Apabila pasien menjawab tidak, lakukan pertanyaan lanjutan contoh “apakah ia
ingin mengakhiri hidupnya ? “ Tidak, saya hanya sedih saja. Katakan “Saya dapat
melihat kesedihan anda, apa yang membuat anda sedih dan apa yang anda ingin
lakukan untuk mengatasinya? “
d. Periksa kulit pasien apakah ada bekas luka sayatan yang merupakan indikasi
usaha percobaan bunuh diri atau mutilasi diri.
e. Tentukan letalitas rencana bunuh diri : apakah pasien mempunyai rencana untuk
bunuh diri? Apabila ya, bagaimana cara bunuh dirinya? apakah rencana dibuat
secara spesifik? Dapatkah pasien menjelaskan tentang rencananya? Apa tujuan
dari cara yang digunakan, misalnya akan lebih cepat dengan menembak diri atau
menggantung diri daripada minum obat atau menyayat nadi. Apakah rencana
cara yang digunakan mudah di dapat? Apakah pasien membuat persiapan ?
seperti menulis surat. Dimana dan kapan rencana akan dilaksanakan ?
f. Lakukan pengkajian tingkat risiko bunuh diri:
S (Sex) Jenis Kelamin 1 = laki-laki
A (Age) Usia 1 = usia risiko : 22 – 45 tahun,
> 65 tahun
D (Depresition) Depresi 1= ada gejala depresi
P (Previous attempt) Usaha sebelumnya 1= ada usaha percobaan
sebelumnya
E (Ethanol abuse Saat ini 1 = positip
(recent)) penyalahgunaan alkohol
R (Rational thought Kehilangan pikiran 1 = gangguan proses pikir
loss) rasional
S (Social supports Kurang dukungan sosial 1 = kurang, terutama yang
lacking) baru saja tidak ada
dukungan
O (Organized plan) Rencana terorganisasi 1 = terorganisasi
N (No spouse ) Tidak punya pasangan 1 = cerai, janda, laki-laki
single
S (Sickness) Penyakit 1 = penyakit yang berat atau
penyakit kronik dengan
prognosis jelek , seperti
kanker

50
Keterangan :
Skor 0 - 2 dirawat di rumah dengan kunjungan
Skor 3 – 4 kunjungan ketat, pertimbangkan untuk di rujuk
Skor 5 – 6 pertimbangan kuat untuk di rujuk
Skor 7 – 10 di rawat di rumah sakit

g. Tanda dan gejala risiko bunuh diri yang dapat ditemukan melalui observasi
adalah sebagai berikut: pasien tampak murung, tidak bergairah, tampak banyak
diam

Data hasil wawancara dan observasi dokumentasikan pada kartu berobat


pasien di puskesmas. Contoh pendokumentasian hasil pengkajian sebagai berikut:
Data:
Pasien mengatakan sudah capek dengan penyakit maagnya yang tidak
sembuh–sembuh, dan ingin mati saja untuk mengkahiri penderitaannya, baru
2 hari yang lalu melakukan percobaan bunuh diri pertama kali, pada
pergelangan tangan ada bekas luka sayatan. Pasien tampak murung, banyak
diam, tidak bergairah.

Identifikasi beratnya masalah risiko bunuh diri: isyarat, ancaman, percobaan


(gunakan hasil skoring untuk menentukan pasien perlu di rujuk atau tidak)

Diagnosis Keperawatan Risiko Bunuh Diri


Setelah melakukan pengkajian, perawat dapat merumuskan diagnosis keperawatan
berdasarkan tingkat risiko dilakukannya bunuh diri (lihat pembagian tiga macam
perilaku bunuh diri pada halaman sebelumnya).
Berdasarkan data yang didapat ditetapkan diagnosis keperawatan:

Risiko Bunuh Diri

Diagnosis ini di rumuskan apabila data-data yang diperoleh mengkatagorikan bahwa


pasien termasuk dalam ancaman dan percobaan bunuh diri.
Bila perawat telah merumuskan masalah ini, maka perlu segera melakukan tindakan
keperawatan untuk melindungi pasien.

Tindakan Keperawatan Pada Risiko Bunuh Diri


Tindakan keperawatan risiko bunuh diri ditujukan pada pasien dengan ancaman dan
percobaan bunuh diri.
Tindakan Keperawatan untuk pasien

51
Tujuan Tindakan Keperawatan
Tujuan dari tindakan keperawatan pada pasien risiko bunuh diri adalah, pasien dapat:
a. Aman dari mencederai diri
b. Membina hubungan saling percaya
c. Mempertahankan kontrak untuk tidak melakukan bunuh diri

Tindakan keperawatan
a. Lakukakan tindakan pencegahan bunuh diri:
1) Atur agar pasien dapat ditemani terus-menerus oleh keluarga sampai dia
dapat dipindahkan ketempat yang aman
2) Jauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, tali
pinggang)
3) Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa perawat akan melindungi pasien
sampai tidak ada keinginan bunuh diri

b. Bina hubungan saling percaya, dengan cara:


1) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
2) Perkenalkan nama dan nama panggilan yang Perawat sukai, serta tanyakan
nama dan nama panggilan pasien
3) Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
4) Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi
5) Bila pasien tidak menjawab, duduklah bersama pasien tanpa tidak berbicara,
dan tunjukkan bahwa perawat dapat memahami perasaan pasien. Tunjukkan
sikap empati terhadap pasien
6) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan, misalnya memberikan
minum

c. Rujuk pasien
Bila pasien mempunyai nilai skor 3 – 4 pertimbangkan untuk merujuk pasien ke
rumah sakit umum dengan fasilitas kesehatan jiwa atau ke rumah sakit.
Apabila pasien menolak untuk di rawat di rumah sakit dan keluarga mendukung
keputusan pasien tersebut atau nilai skor 0 - 2, maka :

1) Buat Kontrak/kesepakatan (inform concent)

52
Buat kesepakatan tertulis bahwa pasien tidak akan mencederai dirinya atau
melakukan perilaku bunuh diri sampai pasien kontrol ulang (setiap pertemuan
dengan perawat pasien memperbaharui kontrak hingga keinginan bunuh diri
tidak ada), misalnya pasien menulis “ saya tidak akan mencederai diri saya
atau melakukan bunuh diri hingga kontrol berikutnya atau saya akan
menghubungi perawat apabila ada keinginan bunuh diri atau saya akan
memberitahukan keluarga setiap ada pikiran bunuh diri”. Kontrak ini di tulis
pasien dan ditandatanganinya.

2) Ajarkan cara – cara menyelesaikan masalah


a) Diskusikan bersama pasien situasi krisis saat ini yang dialaminya
b) Bantu pasien mengenal situasi yang masih dapat diatasinya dan yang
belum dapat diatasinya. Diskusikan perasaan pasien terhadap situasi yang
masih dapat diatasi. Anjurkan pasien melakukan afirmasi positif terhadap
situasi yang masih dapat diatasinya.
c) Latih pasien cara-cara mengelola kecemasan, marah dan frustasi (lihat bab
gangguan cemas dan perilaku kekerasan)
d) Jelaskan manfaat obat dalam mengatasi masalah pasien dan penting
berobat berkelanjutan.
e) Diskusikan harapan pasien dan langkah-langkah dalam mencapai
tujuan/harapan tersebut.
f) Buat jadwal kegiatan harian terkait kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan
dalam mencapai tujuan
g) Anjurkan pasien untuk melakukan dan mengevaluasi hasilnya.
h) Berikan pujian atas kemampuan pasien dalam menyelesaikan masalah
secara positip.

Orientasi
Selamat pagi, perkenalkan nama saya fauziah boleh panggil saya bu fau, nama ibu
siapa ? dan senang dipanggil apa bu? Kalau bapak namanya siapa ? dan apa
hubungannya bapak dengan bu Ana, pak? Apa yang dikeluhkan saat ini bu? Saya
periksa dulu ya bu (mengukur tekanan darah dan area lambung), tanpaknya ibu sangat
sedih, coba ibu ceritakan kepada saya, agar kita sama-sama dapat cara mengatasinya
bu, Ana . Eem...., ibu merasa sudah capek dengan sakit mag ibu yang tidak sembuh –
sembuh dan berpikir ingin melakukan bunuh diri. baik bu, kita mau berbicara tentang
keinginan bunuh diri ibu, menurut ibu sebaiknya kita berdiskusi dimana bu, dan berapa
lama ?

Kerja
Sebelumnya bu Ana dan pak Andi, saya akan melindungi ibu dari keinginan ibu untuk
bunuh diri (sambil menjauhkan benda-benda yang memungkinkan digunakan untuk

53
bunuh diri oleh pasien) dan untuk itu, saya mohon maaf, kalau saya juga akan
memeriksa ibu (memeriksa kondisi kulit pasien). Baik ibu sekarang aman.

Tindakan Keperawatan Untuk Keluarga


Tujuan Tindakan Keperawatan
Tujuan tindakan keperawatan untuk keluarga pada pasien risiko bunuh diri adalah,
keluarga dapat : melindungi anggota keluarganya dari perilaku bunuh diri.

Tindakan Keperawatan
1) Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya risiko bunuh diri dan
mengambil keputusan merawat pasien (gunakan leaflet).
3) Latih keluarga cara menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang aman:
a) Berikan perhatian segera apabila keinginan bunuh diri pasien serius.
b) Anjurkan keluarga agar mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan
pasien sendirian
c) Anjurkan keluarga untuk menjauhi barang-barang berbahaya disekitar pasien
d) Diskusikan dengan keluarga orang yang dapat membawa pasien ke rumah
sakit sesegera mungkin
e) Latih keluarga cara bersikap pada pasien dengan perilaku bunuh diri :
- Menjadi pendengar yang baik. Dengarkan ungkapan perasaan sedih, tidak
berdaya dan keputusasaan yang disampaikan pasien dan tunjukkan bahwa
anda akan membantunya untuk mendapatkan bantuan tenaga kesehatan.
- Ciptakan suasana yang menunjukkan bahwa keberadaan pasien adalah
penting di dalam keluarga
- Ciptakan perasaan aman pasien untuk mau menyampaikan keingginan
bunuh dirinya pada anda
- Tunjukkan rasa sayang dan dukungan kepada pasien. Peluk, sentuh,
biarkan pasien menangis dan mengekspresikan kemarahannya.
- Bila ada anak-anak, pindahkan sementara kepada saudara pasien untuk
merawatnya, karena peristiwa tersebut merupakan traumatik bagi anak.
- “Jangan” memberikan pertimbangan, memarahi, mengungkit kesalahan,
tidak mendengarkan perasaan pasien atau mengatakan “lakukan saja”.
Pada dasarnya pasien berpikir untuk bunuh diri karena pasien sudah tidak
tahu lagi cara-cara yang positif dalam mengatasi situasi/masalah.

54
f) Jelaskan kepada keluarga agar memastikan bahwa pasien benar minum
obatnya
g) Jelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur
h) Lakukan pengawasan terkait perilaku dan pikiran bunuh diri setelah 2 minggu
pasien minum obat, karena setelah dua minggu efektifitas obat mulai bekerja
dan pasien mendapat energi untuk melakukan perilaku bunuh diri.

Evaluasi
1. Pasien :
a) Aman dan selamat
b) Mampu membuat kontrak untuk tidak melakukan bunuh diri
c) Dirujuk
d) Mampu melakukan cara-cara menyelesaikan masalah dengan cara positif
2. Keluarga :
a) Mengenal tanda dan gejala perilaku risiko bunuh diri
b) Menciptakan suasana yang aman bagi pasien

B. Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah Kronik


1. Pengertian
Harga diri rendah kronik adalah penilaian atau perasaan negatif tentang diri atau
kemampuan diri yang telah berlangsung lama.

2. Proses terjadinya Harga Diri Rendah Kronik


Proses terjadinya harga diri rendah pada pasien meliputi stresor dari faktor
predisposisi dan presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya harga diri rendah, meliputi:
Faktor biologis harga diri rendah berisiko apabila adanya faktor herediter
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, riwayat penyakit atau trauma
kepala.
Faktor risiko psikologis yang dapat mempengaruhi seseorang terjadinya harga
diri rendah adalah apabila seseorang mengalami pengalaman masa lalu yang
tidak menyenangkan, seperti penolakan, harapan orang tua yang tidak realistis,
kegagalan berulang; kurang mempunyai tanggungjawab personal;
ketergantungan pada orang lain; penilaian negatif pasien terhadap gambaran diri,
krisis identitas, peran yang terganggu, ideal diri yang tidak realistis; pengaruh
penilaian internal individu.

55
Pengaruh sosial budaya yang berisiko seseorang akan mengalami harga diri
rendah adalah penilaian negatif dari lingkungan terhadap pasien yang
mempengaruhi penilaian pasien, sosial ekonomi rendah, riwayat penolakan
lingkungan pada tahap tumbuh kembang anak, dan tingkat pendidikan rendah.

b. FaktorPresipitasi
Faktor presipitasi atau pencetus munculnya masalah harga diri rendah antara
lain:
1) Trauma: penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa
yang mengancam kehidupan.
2) Ketegangan peran: frustasi terhadap peran atau posisi yang diharapkan.
a) Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan.
b) Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c) Transisi peran sehat-sakit:sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat
dan keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh kehilangan bagian
tubuh; perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh;
perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang normal;
prosedur medis dan keperawatan.

3. Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah Kronik


Tanda dan gejala harga diri rendah dapat dinilai dari ungkapan pasien yang
menunjukkan penilaian negatif tentang dirinya dan didukung dengan data hasil
wawancara dan observasi.
a. Data Subjektif:
Pasien mengungkapkan tentang:
1) Hal negatif diri sendiri atau orang lain
2) Perasaan tidak mampu
3) Pandangan hidup yang pesimis
4) Penolakan terhadap kemampuan diri
5) Menilai diri tidak mampu menghadapi situasi
6) Menolak atau merasionalisasi masukan positif tentang diri dan berlebihan
umpan balik negatif tentang diri
7) Ragu-ragu dalam mencoba hal-hal/situasi baru
b. Data Objektif:
1) Penurunan produktivitas

56
2) Ekpresi malu/bersalah
3) Tidak berani menatap lawan bicara
4) Lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi
5) Bicara lambat dengan nada suara lemah

Lainnya :
a. Sering gagal dalam pekerjaan atau peristiwa hidup lainnya
b. Terlalu penurut, ketergantungan kepada orang lain
c. Tidak asertif seperti mudah marah/pasif
d. Tidak tegas
e. Terlalu berusaha meyakinkan

4. Proses keperawatan Harga Diri Rendah Kronik


Proses keperawatan harga diri rendah kronik ini merupkan tatalaksana untuk
pasien –pasien dengan isyarat bunuh diri dan psikotik.
Pengkajian pada Harga Diri Rendah Kronik
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan
keluarga (pelaku rawat).
Tanda dan gejala harga diri rendah dapat ditemukan melalui wawancara dengan
pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana pandangan/ penilaian Anda tentang diri sendiri?
b. Bagaimana penilaian Anda terhadap diri sendiri yang mempengaruhi hubungan
Anda dengan orang lain?
c. Apa yang menjadi harapan Anda?
d. Apa saja harapan yang telah Anda capai?
e. Apa saja harapan yang belum berhasil Anda capai?
f. Apa upaya yang Anda lakukan untuk mencapai harapan yang belum terpenuhi?

Tanda dan gejala harga diri rendah yang dapat ditemukan melalui observasisebagai
berikut:
1) Penurunan produktivitas
2) Pasien tidak berani menatap lawan bicara
3) Pasien lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi
4) Bicara lambat dengan nada suara lemah
Data hasil wawancara dan observasi didokumentasikan pada kartu berobat pasien di
puskesmas. Contoh pendokumentasian hasil pengkajian sebagai berikut:

57
Data : Pasien mengatakan merasa hidupnya tidak berguna dan tidak
berarti, merasa tidak memiliki kemampuan apapun, kontak mata kurang,
tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menundukkan kepala
pada saat berinteraksi, bicara lambat dengan nada suara lemah.

Diagnosis Keperawatan pada Harga Diri Rendah Kronik


Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala harga diri rendah
yang ditemukan. Pada pasien gangguan jiwa, diagnosis keperawatan yang
ditegakkan adalah:
Harga diri rendah kronis

Tindakan Keperawatan pada Harga Diri Rendah Kronik


Tindakan keperawatan harga diri rendahdilakukan terhadap pasien dan keluarga
(pelaku rawat).Saat melakukan pelayanan di poli kesehatan jiwa Puskesmas atau
kunjungan rumah, perawat menemui keluarga (pelaku rawat) terlebih dahulu sebelum
menemui pasien.Bersama keluarga (pelaku rawat), perawat mengidentifikasi
masalah yang dialami pasien dan keluarga (pelaku rawat). Setelah itu, perawat
menemui pasien untuk melakukan pengkajian dan melatih cara untuk mengatasi
harga diri rendah yang dialami pasien.

Setelah perawat selesai melatih pasien, maka perawat kembali menemui keluarga
(pelaku rawat) dan melatih keluarga (pelaku rawat) untuk merawat pasien, serta
menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien dan tugas yang
perlu keluarga lakukan yaitu untuk membimbing pasien melatih kegiatan yang telah
diajarkan oleh perawat untuk mengatasi harga diri rendah.

Tindakan keperawatan untuk pasien dan keluarga dilakukan pada setiap pertemuan,
minimal empat kali pertemuan dan dilanjutkan hingga pasienmampu mengatasi harga
diri rendah dan keluarga mampu merawat harga diri rendah.

a. Tindakan Keperawatan untuk Pasien Harga Diri Rendah


Tujuan: Pasien mampu:
1) Membina hubungan saling percaya
2) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3) Menilai kemampuan yang dapat digunakan
4) Menetapkan/ memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
5) Melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan
6) Merencanakan kegiatan yang telah dilatihnya.

58
Tindakan Keperawatan:
1) Bina hubungan saling percaya, dengan cara:
a) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.
b) Perkenalkan diri dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilanyang
Perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien yang disukai.
c) Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
d) Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan bersama pasien,
berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana.
e) Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi.
f) Tunjukkan sikap empati terhadap pasien.
g) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan.

2) Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien.


Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah :
a) Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien (buat
daftar kegiatan)
b) Beri pujian yang realistik dan hindarkan memberikan penilaian yang negatif
setiap kali bertemu dengan pasien.

3) Bantu pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.


Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah :
a) Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih dari daftar
kegiatan): buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini.
b) Bantu pasien menyebutkannya dan memberi penguatan terhadap kemampuan
diri yang diungkapkan pasien.
4) Bantu pasien dapat memilih/menetapkan kegiatan berdasarkan daftar kegiatan
yang dapat dilakukan.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah :
a) Diskusikan kegiatan yang akan dipilih untuk dilatih saat pertemuan.
b) Bantu pasien memberikan alasan terhadap pilihan yang ia tetapkan.

5) Latih kegiatan yang telah dipilih pasien sesuai kemampuan.


Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah :
a) Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukannya).
b) Bantu pasien memasukkan pada jadual kegiatan untuk latihan dua kali per hari.

59
c) Berikan dukungan dan pujian yang nyata setiap kemajuan yang diperlihatkan
pasien.

6) Bantu pasien dapat merencanakan kegiatan sesuai kemampuannya dan


menyusun rencana kegiatan.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah :
a) Beri kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah dilatihkan.
b) Beri pujian atas aktivitas/kegiatan yang dapat dilakukan pasien setiap hari.
c) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap
aktivitas.
d) Susun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan bersama pasien dan keluarga.
e) Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan.
f) Yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap aktivitas yang dilakukan pasien.

Evaluasi :
Untuk Pasien
a. Pasien menunjukkan tanda dan gejala :
1) Mengungkapkan penerimaan terhadap diri dan keterbatasan dirinya
2) Mempertahankan sikap tubuh yang tegak, mempertahankan kontak mata
3) Menghormati orang lain
4) Komunikasi terbuka
5) Percaya diri
6) Menerima pujian dari orang lain
7) Berespon sesuai dengan harapan
8) Merasa diri berharga
b. Mampu
1) Mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Menilai dan memilih kemampuan yang dapat dikerjakan
3) Melatih kemampuan yang dapat dikerjakan
4) Membuat jadual kegiatan harian
5) Melakukan kegiatan sesuai jadual kegiatan harian
6) Merasakan manfaat melakukan kegiatan positif dalam mengatasi harga diri
rendah

Untuk Keluarga (pelaku rawat)


Keluarga mampu :

60
1) Mengenal harga diri rendah yang dialami pasien (pengertian, tanda dan gejala,
proses terjadinya harga diri rendah, dan akibat jika harga diri rendah tidak diatasi)
2) Mengambil keputusan merawat harga diri rendah
3) Merawat harga diri rendah
4) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung pasien untuk
meningkatkan harga dirinya
5) Memantau peningkatan kemampuan pasien dalam mengatasi harga diri rendah
6) Melakukan follow up ke Puskesmas, mengenal tanda kambuh, dan melakukan
rujukan.

VIII. REFERENSI

Fortinash, K.M. (2004). Psychiatric Mental Health Nursing. 3th ed. St. Louis: Mosby
Herdman, T.H. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses Definition and
Classification, 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell.
Keliat. B.A . dkk (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (basic Course).
EGC: Jakarta
Stuart,G.W.& Sundeen, M.T. (2005). Principles and practice of psychiatric nursing. 8th ed.
Missouri: Mosby.

MODUL ASUHAN KEPERAWATAN


MATERI INTI 5 PADA GANGGUAN PSIKOTIK

I. DESKRIPSI SINGKAT

61
Pasien yang mengalami gangguan psikotik, khususnya Skizofrenia menunjukkan gejala
positif dan gejala negatif, seperti halusinasi, marah yang tidak terkontrol, waham,
menarik diri, malas melakukan perawatan diri. Kondisi ini perlu ditangani secara medis
maupun dengan memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan masalah pasien.

Masalah keperawatan yang sering ditemukan pada pasien gangguan psikotik adalah
perilaku kekerasan/ risiko perilaku kekerasan, halusinasi, isolasi sosial, harga diri
rendah, defisit perawatan diri, waham dan risiko bunuh diri. Asuhan keperawatan pada
gangguan psikotik perlu diberikan agar pasien dapat mengontrol atau mengatasi tanda
dan gejala dari gangguan yang dialaminya. Selain terhadap pasien, keluarga juga perlu
diberi pengetahuan dan keterampilan dalam merawat pasien, sehingga keluarga dapat
menjadi pendukung bagi kesembuhan pasien.

Modul asuhan keperawatan pada gangguan psikotik terdiri dari asuhan keperawatan
perilaku kekerasan, asuhan keperawatanhalusinasi, asuhan keperawatan isolasi sosial,
asuhan keperawatan defisit perawatan diri dan asuhan keperawatan waham. Untuk
masalah harga diri rendah dan risiko bunuh diri tidak dibahas pada modul ini, tetapi dapat
merujuk pada modul asuhan keperawatan pada gangguan depresi yang membahas
asuhan keperawatan harga diri rendah dan risiko bunuh diri. Masing-masing asuhan
keperawatan membahas tentang konsep masalah; proses keperawatan yang terdiri dari
pengkajian, diagnosis keperawatan, tindakan keperawatan pada pasien dan keluarga
(pelaku rawat), evaluasi kemampuan pasien dan keluarga (pelaku rawat); dan
dokumentasi keperawatan.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU):
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu melakukan asuhan keperawatan
pada gangguan psikotik.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK):


Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan perilaku kekerasan.
2. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan halusinasi
3. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan isolasi sosial
4. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan defisit perawatan diri
5. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan waham

62
6. Melakukan asuhan keperawatan pada gangguan psikotik

III. POKOK BAHASAN

Modul ini akan membahas pokok bahasan sebagai berikut:


A. Pokok bahasan A. Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan
B. Pokok bahasan B. Asuhan Keperawatan Halusinasi
C. Pokok bahasan C. Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial
D. Pokok bahasan D. Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan Diri
E. Pokok bahasan E. Asuhan Keperawatan Waham

IV. METODE

Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah:


A. Brainstorming (curah pendapat)
B. Ceramah, tanya jawab
C. Exercise/ latihan
D. Demonstrasi

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

Media dan alat bantu yang digunakan selama proses pembelajaran adalah:
A. Liquid Crystal Display (LCD) Projector
B. Laptop
C. Slide presentasi
D. Laser pointer
E. Lembar diskusi (flip chart)
F. White board
G. Spidol
H. Modul
I. Form Latihan dan Panduan Latihan

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Langkah-langkah kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:
A. Langkah 1 : Penyiapan Proses Pembelajaran di Kelas
1. Kegiatan Fasilitator
a. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas.
b. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.

63
c. Jika belum pernah menyampaikan sesi di kelas, maka fasilitator memulai
dengan memperkenalkan diri. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama
lengkap, nama panggilan yang disukai, instansi tempat bekerja, dan materi
yang akan disampaikan.
d. Menggali pendapat peserta (apersepsi) tentang asuhan keperawatan pada
gangguan psikotik dengan metode brainstorming dan pengalaman peserta
dalam merawat pasien gangguan psikotik.
e. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran asuhan
keperawatan pada gangguan psikotik dengan menggunakan bahan tayang.
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan.
b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator.
c. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.
d. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas
dan perlu diklarifikasi.

B. Langkah 2 : Penjelasan Proses Keperawatan pada Gangguan Psikotik


Penjelasan tentang proses keperawatan pada Gangguan Psikotik selama 3 JPL (135
menit) sebagai berikut :
1. Kegiatan Fasilitator
a. Menyampaikan pokok bahasan dan sub pokok bahasan: proses keperawatan
pada gangguan psikotik. Saat pembahasan materi proses keperawatan
gangguan psikotik, peserta juga melakukan latihan atau bermain peran dalam
melakukan asuhan keperawatan pada gangguan psikotik.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang
kurang jelas.
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta.

2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat, dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting.
b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan.
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.

C. Langkah 3 : Praktik di kelas

64
Kegiatan praktik di kelas selama 3 JPL (135 menit) sebagai berikut:
1. Kegiatan Fasilitator
a. Membagi peserta ke dalam kelompok kecil @ 5 orang
b. Menjelaskan kepada peserta tentang latihan yang akan dilakukan, yaitu
melakukan asuhan keperawatan pada gangguan psikotik
c. Memberikan penugasan kepada peserta untuk membaca latihan-latihan yang
ada di modul untuk didiskusikan dan kemudian diperagakan dalam kelompok.
d. Memberi kesempatan pada peserta untuk bermain peran di depan kelas,
sebagai perawat yang memberikan asuhan keperawatan pada pasien dan
keluarga (pelaku rawat) gangguan psikotik.
e. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses latihan (bermain
peran).
f. Melakukan evaluasi dan memberikan masukan kepada peserta setelah
bermain peran dalam merawat pasien dan keluarga (pelaku rawat) gangguan
psikotik.
g. Menyimpulkan hasil diskusi.

2. Kegiatan peserta
a. Mendiskusikan penugasan yang diberikan fasilitator bersama anggota
kelompok.
b. Mempersiapkan diri untuk bermain peran dalam melakukan asuhan
keperawatan pada gangguan psikotik
c. Bermain peran dalam melakukan asuhan keperawatan pada gangguan
psikotik.
d. Mendengar dan mencatat hasil evaluasi dari fasilitator.

D. Langkah 4 : Praktik Lapangan Asuhan Keperawatan pada gangguan psikotik


Kegiatan praktik lapangan selama 1 JPL (45 menit) sebagai berikut:
1. Kegiatan Fasilitator
a. Melakukan konferensi awal (pre conference).
b. Memberi kesempatan pada peserta untuk melakukan asuhan keperawatan
gangguan psikotik pada pasien dan keluarga (pelaku rawat) di Puskesmas.
c. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada saat peserta melakukan
asuhan keperawatan gangguan psikotik pada pasien dan keluarga (pelaku
rawat).

65
d. Melakukan evaluasi dan memberikan masukan kepada peserta setelah
melakukan asuhan keperawatan gangguan psikotik pada pasien dan keluarga
(pelaku rawat).
e. Melakukan konferensi akhir (post conference).

2. Kegiatan Peserta
a. Menyiapkan strategi pelaksanaan tindakan (SP), lembar dokumentasi dan form
jadual kegiatan harian pasien
b. Mengikuti konferensi awal (pre conference)
c. Melakukan asuhan keperawatan gangguan psikotik pada pasien dan keluarga
(pelaku rawat).
d. Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan yang telah dilakukan.
e. Mengikuti konferensi akhir (post conference).

VII. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN
A. ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN

1. Pengertian
Stuart dan Laraia (2005), menyatakan bahwa perilaku kekerasan adalah hasil dari marah
yang ekstrim (kemarahan) atau ketakutan (panik) sebagai respon terhadap perasaan
terancam, baik berupa ancaman serangan fisik atau konsep diri. Perasaan terancam ini
dapat berasal dari stresor eksternal (penyerangan fisik, kehilangan orang berarti dan
kritikan dari orang lain) dan internal (perasaan gagal di tempat kerja, perasaan tidak
mendapatkan kasih sayang dan ketakutan penyakit fisik).

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Keliat, dkk, 2011).Risiko perilaku kekerasan
merupakan perilaku yang memperlihatkan individu tersebut dapat mengancam secara
fisik, emosional dan atau seksual kepada orang lain (Herdman, 2012).

Sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku kekerasan merupakan:


a) Respons emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap kecemasan yang meningkat dan
dirasakan sebagai ancaman (diejek/dihina).
b) Ungkapan perasaan terhadap keadaan yang tidak menyenangkan (kecewa,
keinginan tidak tercapai, tidak puas).

66
c) Perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan.

2. Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan


Proses terjadinya perilaku kekerasan pada pasien akan dijelaskandengan menggunakan
konsep stres adaptasi Stuart yang meliputi:
a. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan, meliputi :
1) Faktor Biologis
Faktor biologis meliputi adanya faktor herediter mengalami gangguan jiwa,
riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA.
2) Faktor Psikologis
Pengalaman marah adalah akibat dari respons psikologis terhadap stimulus
eksternal, internal maupun lingkungan. Perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil
dari akumulasi frustrasi. Frustrasi terjadi apabila keinginan individu untuk
mencapai sesuatu menemui kegagalan atau terhambat, seperti kesehatan fisik
atau hubungan sosial yang terganggu. Salah satu kebutuhan manusia adalah
“berperilaku”, apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui berperilaku
konstruktif, maka yang akan muncul adalah individu tersebut berperilaku
destruktif.
3) Faktor Sosiokultural
Fungsi dan hubungan sosial yang terganggu disertai lingkungan sosial yang
mengancam kebutuhan individu, yang mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mempengaruhi individu untuk
berespons asertif atau agresif.Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara
langsung melalui proses sosialisasi (social learning theory), merupakan proses
meniru dari lingkungan yang menggunakan perilaku kekerasan sebagai cara
menyelesaikan masalah.

b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan pada setiap individu
bersifat unik, berbeda satu orang dengan orang yang lain.Stresor tersebut dapat
merupakan penyebab yang bersifat faktor eksternal maupun internal dari individu.

67
Faktor internal meliputi keinginan yang tidak terpenuhi, perasaan kehilangan dan
kegagalan akan kehidupan (pekerjaan, pendidikan, dan kehilangan orang yang
dicintai), kekhawatiran terhadap penyakit fisik.

Faktor eksternal meliputi kegiatan atau kejadian sosial yang berubah seperti
serangan fisik atau tindakan kekerasan, kritikan yang menghina, lingkungan yang
terlalu ribut, atau putusnya hubungan sosial/kerja/sekolah.

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien dan didukung
dengan data hasil observasi.
a. Data Subyektif:
1) Ungkapan berupa ancaman
2) Ungkapan kata-kata kasar
3) Ungkapan ingin memukul/ melukai

b. Data Obyektif:
1) Wajah memerah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7) Mondar mandir
8) Melempar atau memukul benda/orang lain

4. Proses Keperawatan Perilaku Kekerasan


a. Pengkajian Perilaku Kekerasan
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan
keluarga (pelaku rawat).
Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat ditemukan dengan wawancara melalui
pertanyaan sebagai berikut:
1) Apa penyebab perasaan marah?
2) Apa yang dirasakan saat terjadi kejadian/penyebab marah?
3) Apa yang dilakukan saat marah?
4) Apakah dengan cara yang digunakan penyebab marah hilang?
5) Apa akibat dari cara marah yang dilakukan?

68
Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat ditemukan melalui observasisebagai
berikut:
1) Wajah memerah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Mondar mandir
7) Nada suara tinggi, menjerit atau berteriak
8) Melempar atau memukul benda/orang lain

Data hasil observasi dan wawancara di atas didokumentasikan pada kartu berobat
pasien di puskesmas. Contoh pendokumentasian hasil pengkajian sebagai berikut:

Data :
Pasien mengatakan ingin memukul ibunya karena keinginannya tidak dipenuhi,
yang biasa dilakukan jika marah adalah memukul dan menendang pintu. Pasien
berbicara dengan nada tinggi dan suara keras, tangan mengepal dan mata
melotot.

b. Diagnosis Keperawatan Perilaku Kekerasan


Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala yang diperoleh
pada pengkajian. Pada masalah perilaku kekerasan terdapat dua kemungkinan
diagnosis keperawatan, yaitu:

1) Perilaku kekerasan
2) Risiko perilaku kekerasan

c. Tindakan Keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan

Pada diagnosis keperawatan perilaku kekerasan, tindakan keperawatan yang


dilakukan terutama bertujuan untuk mencegah pasien menciderai diri sendiri, orang
lain atau lingkungan. Tindakan keperawatan yang dilakukan dapat dibaca pada modul
kegawatdaruratan psikiatrik.

Tindakan keperawatan risiko perilaku kekerasan, dilakukan terhadap pasien dan


keluarga (pelaku rawat). Saat melakukan pelayanan di Puskesmas, bersama

69
keluarga (pelaku rawat), perawat mengidentifikasi masalah yang dialami pasien dan
keluarga (pelaku rawat). Setelah itu, perawat melakukan pengkajian pada pasien dan
melatih cara untuk mengatasi masalah yang dialami pasien.

Jika pasien mendapatkan terapi psikofarmaka, maka perawat juga menjelaskan


tentang pentingnya kepatuhan minum obat. Perawat melatih pasien dengan
didampingi oleh keluarga, sehingga keluarga juga belajar cara melatih/ merawat
pasien.Keluarga mempunyai tugas yang perlu dilakukan yaitu untuk mengingatkan
pasien melatih kemampuan mengatasi masalah yang telah diajarkan oleh perawat
dan menerapkan ketika masalah muncul.

Tindakan keperawatan untuk pasien dan keluarga dilakukan pada setiap pertemuan,
minimal empat kali pertemuan dan dilanjutkan hingga pasien dan keluarga mampu
mengatasi masalah perilaku kekerasan.

1) Tindakan Keperawatan untuk Pasien Risiko Perilaku Kekerasan


Tujuan: Pasien mampu:
a) Membina hubungan saling percaya
b) Menjelaskan penyebab marah
c) Menjelaskan perasaan saat terjadinya marah/perilaku kekerasan
d) Menjelaskan perilaku yang dilakukan saat marah
e) Menyebutkan cara mengontrol rasa marah/perilaku kekerasan
f) Melakukan kegiatan fisik dalam menyalurkan kemarahan
g) Minum obat secara teratur
h) Berbicara dengan cara baik
i) Melakukan kegiatan ibadah untuk mengendalikan rasa marah

Tindakan Keperawatan:
a) Membina hubungan saling percaya
Tindakan yang dilakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya
adalah:
 Memperkenalkan diri : nama, nama panggilan yang perawat sukai, serta
tanyakan nama dan nama panggilan yang disukaipasien.
 Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
 Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
 Membuat kontrak asuhan: apa yang perawat akan lakukan bersama pasien,
berapa lama akan dikerjakan dan tempat pertemuan.

70
 Tunjukkan sikap empati
b) Diskusikan bersama pasien penyebab rasa marah yang menyebabkan
perilaku kekerasan saat ini maupun yang lalu.
c) Diskusikan tanda-tanda pada pasien jika terjadi perilaku kekerasan
 Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
 Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
 Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
 Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
 Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
d) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada
saat marah secara:
 Verbal
 terhadap orang lain
 terhadap diri sendiri
 terhadap lingkungan
e) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
f) Latih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
 Fisik:tarik nafas dalam, pukul kasur dan batal.
 Patuh minum obat
 Sosial/verbal (bicara yang baik): meminta, menolak dan mengungkapkan
perasaan
 Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien

Latihan 1: pengkajian, latihan nafas dalam dan patuh minum obat


Identifikasi penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat
perilaku kekerasan yang dilakukan; jelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan:
fisik, obat, verbal, spiritual; latih cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan
minum obat; masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik dan minum obat.

Orientasi:
“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya ...................., saya senang dipanggil
ibu...................., saya perawat yang bertugas disini. Nama bapak siapa? Senangnya
dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan pak G saat ini?”
“Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang penyebab bapak marah, dan
bagaimana cara mengontrol rasa marah bapak. Kita berbincang-bincang disini selama 10
menit”

71
Kerja:
“Apa yang menyebabkan pak G marah?”
“ Apalagi penyebab yang lain? Samakah dengan yang sekarang?”
“ O..iya, jadi ada 2 penyebab marah bapak, yaitu karena ketika pulang ke rumah tidak
tersedia kopi dan karena rumah kotor”
“Pada saat penyebab marah itu terjadi, seperti bapak pulang ke rumah dan istri belum
menyediakan kopi, apa yang bapak rasakan?” (tunggu respons pasien).
“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, nafas terasa
cepat, rahang terkatup rapat, atau tangan mengepal? Setelah itu apa yang bapak lakukan?
O..iya, jadi bapak memukul istri bapak dan memecahkan piring”
“Apakah dengan cara ini kopinya tersedia?”
“Iya, tentu tidak. Apa kerugian dari cara yang bapak lakukan? Betul, istri jadi sakit dan
takut, piring-piring pecah”
“Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik? Baiklah pak...ada empat cara
mengungkapkan kemarahan dengan cara baik tanpa menimbulkan kerugian”
“Cara mengontrol marah adalah dengan cara tarik nafas dalam,bicara yang baik,
melakukan kegiatan ibadah dan patuh minum obat”

“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik.
Bersama-sama dengan keluarga ya pak. Jika ada yang menyebabkan bapak marah dan
muncul perasaan kesal, berdebar-debar, bapak dapat melakukan: tarik nafas dalam atau
pukul kasur atau bantal”
“Mari kita coba latihan tarik nafas dalam: berdiri, lalu tarik nafas secara perlahan dari
hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti
mengeluarkan kemarahan. Saya contohkan terlebih dahulu caranya”
“Nah, sekarang coba pak G melakukan seperti yang saya contohkan tadi”
“Ayo pak, coba lagi, tarik nafas dari hidung, bagus, tahan, dan tiup melalui mulut. Nah,
lakukan 5 kali. Bagus sekali! Bapak sudah bisa melakukannya”.

“Jika di rumah bapak dapat mempraktikkan cara menyalurkan rasa marah dengan
memukul kasur dan bantal. Jadi kalau nanti bapak kesal dan ada keinginan memukul,
langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur atau
bantal”.

Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bincang-bincang tentang perasaan marahdan
tadi latihan cara menyalurkan rasa marah?”
”Coba bapak ulangi kembali cara mengontrol marah dengan cara tarik nafas dalam”
”Ya...bagus!”
“Sekarang mari kita memasukkan latihan mengontrol marah dengan cara tarik nafas
dalam. Agar tidak lupa cara melakukannya, bapak perlu secara teratur berlatih. Ini ada
lembar jadwal kegiatan. Pak G mau berlatih tarik nafas dalam berapa kali dalam sehari?”
“Baik...dituliskan disini”
“Jika bapak telah melakukan latihannya, beri tanda disini, nanti keluarga akan membantu
pak G”

“Jadi jika ada keinginan marah, lakukan tarik nafas dalam ya pak”.

“Seminggu lagi saat bapak kontrol ke puskesmas, saya akan latih cara mengontrol marah
dengan cara bicara yang baik, di tempat ini”
“Selamat siang”

2) Tindakan keperawatan untuk keluarga pasien risiko perilaku kekerasan


Tujuan: Keluarga mampu:
a) Mengenal masalah risiko perilaku kekerasan

72
b) Memutuskan untuk melakukan perawatan pada pasien risiko perilaku
kekerasan
c) Merawat pasien risiko perilaku kekerasandengan mengajarkan dan
mendampingi pasien mengontrol emosi dengan cara melakukan kegiatan
fisik, bicara yang baik, minum obat teratur dan melakukan kegiatan ibadah
d) Memodifikasi lingkungan yang kondusif agar pasien mampu mengontrol
perilaku kekerasan dan mengurangi stresor yang menimbulkan perilaku
kekerasan
e) Mengenal tanda kekambuhan dan menggunakan pelayanan kesehatan untuk
mengatasimasalah.

Tindakan keperawatan:
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien.
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan penyebab perilaku kekerasan.
c) Melatih keluarga cara merawat risiko perilaku kekerasan.
d) Membimbing keluarga merawat risiko perilaku kekerasan.
e) Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang
mendukung pasien untuk mengontrol emosinya.
f) Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan
segera ke fasilitas pelayanan kesehatan
g) Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur.

b. Evaluasi Kemampuan Pasien dan Keluarga dalam Merawat Risiko Perilaku


Kekerasan

1) Evaluasi kemampuan pasien risiko perilaku kekerasan, pasien dapat:


a) Menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan, perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan, dan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukan.
b) Mengontrol perilaku kekerasan:
 secara fisik: tarik nafas dalam dan pukul bantal/kasur
 secara sosial/verbal: meminta, menolak, dan mengungkapkan perasaan
dengan cara baik
 secara spiritual
 menggunakan terapi psikofarmaka
c) Melakukan latihan mengontrol perilaku kekerasan secara teratur sesuai jadwal

73
d) Mengidentifikasi manfaat latihan yang dilakukan dalam mencegah perilaku
kekerasan

2) Evaluasi kemampuan keluarga (pelaku rawat) risiko perilaku kekerasan, keluarga


dapat:
a) Mengenal masalah yang dirasakan dalam merawat pasien (pengertian, tanda
dan gejala, dan penyebab terjadinya perilaku kekerasan)
b) Mencegah terjadinya perilaku kekerasan
c) Menunjukkan sikap yang mendukung danmenghargai pasien
d) Memotivasi pasien dalam mengontrol perasaan marah
e) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung pasien
mengontrol perasaan marah
f) Mengevaluasi manfaat asuhan keperawatan dalam mencegah perilaku
kekerasan pasien
g) Melakukan follow up ke Puskesmas dan mengenal tanda kambuh.

5. Dokumentasi Hasil Asuhan Keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan


Pendokumentasian dilakukan setiap selesai melakukan pertemuan dengan pasien dan
keluarga (pelaku rawat). Berikut adalah contoh dokumentasi asuhan keperawatan risiko
perilaku kekerasan pada kunjungan pertama.

IMPLEMENTASI EVALUASI
Selasa, 1 September 2015 pukul 10.00 S:
Pasien mengatakan akan melakukan tarik nafas
Data Pasien: dalam jika merasa kesal dan akan latihan
Pasien mengatakan jika pasien merasa sesuai jadwal
kesal rasanya ingin memukul orang yang
Keluarga mengatakan merasa senang dan akan
ada di dekatnya.
mengingatkan pasien berlatih sesuai jadwal.
Data Keluarga:
O:
Keluarga mengatakan jika pasien merasa
kesal atau keinginannya tidak dipenuhi ia

74
akan memukul atau melempar barang dan Pasien mampu memperagakan tehnik relaksasi
keluarga tidak tahu cara mengatasinya nafas dalam

Keluarga membantu pasien memasukkan jadwal


Diagnosis Keperawatan : latihan ke dalam lembar kegiatan
Risiko perilaku kekerasan A:
Risiko perilaku kekerasan
Tindakan Keperawatan :
P:
Pasien:
Pasien:
1. Melatih pasien cara mengontrol Latihan tarik nafas dalam 2 x / hari
marah dengan tehnik relaksasi nafas
dalam Minum obat 3 x / hari
2. Mendiskusikan pentingnya minum Keluarga:
obat untuk mengotrol marah Memotivasi dan mengingatkan pasien
melakukan dan berlatih tarik nafas dalam dan
Keluarga: minum obat sesuai jadwal
1. Melatih keluarga cara merawat
dengan menggunakan tehnik
relaksasi nafas dalam Perawat

2. Menjelaskan pada keluarga tentang Pipin


pentingnya minum obat untuk
mengotrol marah (Pipin )
3. Menganjurkan keluarga untuk
mengingatkan pasien latihan tarik
nafas dalam dan minum obat serta
member pujian jika telah dilakukan
pasien

RTL :
Latih mengontrol emosi dengan cara
bicara yang baik

POKOK BAHASAN
B. ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI

1. Pengertian

75
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) eksternal (Laraia, 2009). Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana
pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.

Berdasarkan panca indera, halusinasi terbagi atas lima jenis yaitu halusinasi
pendengaran, halusinasi penglihatan, halusinasi penghidu, halusinasi pengecapan dan
halusinasi perabaan. Berdasarkan lima jenis halusinasi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa, halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang paling banyak
ditemukan yaitu terjadi pada 70% pasien, diikuti dengan 20% halusinasi penglihatan, dan
10% halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan.

2. Proses Terjadinya Masalah


Proses terjadinya halusinasi pada pasien akan dijelaskan dengan menggunakan konsep
stres adaptasi Stuart yang meliputi stresor dari faktor predisposisi dan presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya halusinasi adalah:
1) Faktor Biologis :
Faktor biologis meliputi adanya faktor herediter mengalami gangguan jiwa,
adanya risiko bunuh diri, riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat
penggunaan NAPZA.
2) Faktor Psikologis
Pada pasien yang mengalami halusinasi, dapat ditemukan adanya kegagalan
yang berulang, korban kekerasan, kurangnya kasih sayang, atau overprotektif.
3) Sosiobudaya dan lingkungan
Pada pasien halusinasi dapat ditemui adanya riwayat penolakan lingkungan pada
usia perkembangan anak, sosial ekonomi rendah, tingkat pendidikan rendah dan
kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian, hidup sendiri), serta tidak bekerja.

b. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi pada pasien halusinasi ditemukan adanya kelainan struktur otak,
riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis, kekerasan dalam keluarga, atau adanya
kegagalan-kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan di
keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien serta konflik antar
masyarakat.

76
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta ungkapan
pasien. Adapun tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Data Subyektif:
Pasien mengatakan :
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau
monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu
menyenangkan.
6) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
7) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya

b. Data Obyektif:
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah-marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu
4) Menutup telinga
5) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
6) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
8) Menutup hidung.
9) Sering meludah
10) Muntah
11) Menggaruk-garuk permukaan kulit

4. Proses Keperawatan Halusinasi


a. Pengkajian Halusinasi
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan
keluarga (pelaku rawat).
Tanda dan gejala halusinasi dapat ditemukan dengan wawancara, melalui
pertanyaan sebagai berikut:

77
1) Apakah mendengar suara-suara?
2) Apakah melihat bayangan-bayangan yang menakutkan?
3) Apakah mencium bau tertentu yang menjijikkan?
4) Apakah meraskan sesuatu yang menjalar ditubuhnya?
5) Apakah merasakan sesuatu yang menjijikkan dan tidak mengenakkan?
6) Seberapa sering bapak//ibu mendengar suara-suara atau melihat bayangan
tersebut?
7) Kapan mendengar suara atau melihat bayang-bayang?
8) Pada situasi apa mendengar suara atau melihat bayang-bayang?
9) Bagaimana perasaaan mendengar suara atau melihat bayangan tersebut?
10) Apa yang telah lakukan, ketika mendengar suara dan melihat bayangan tersebut?

Tanda dan gejala halusinasi yang dapat ditemukan melalui observasi sebagai berikut:
1) Pasien tampak bicara atau tertawa sendiri
2) Marah-marah tanpa sebab
3) Memiringkanatau mengarahkan telinga ke arah tertentu atau menutup telinga.
4) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
5) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
6) Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
7) Menutup hidung.
8) Sering meludah
9) Muntah
10) Menggaruk permukaan kulit

Data hasil observasi dan wawancara di atas didokumentasikan pada kartu berobat
pasien di puskesmas. Contoh pendokumentasiannya sebagai berikut:

Data: Pasien mengatakan mendengar suara/ melihat sesuatu. Pasien tampak


komat-kamit, tampak tertawa sendiri, pandangan ke satu arah.

b. Diagnosis Keperawatan Halusinasi


Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala halusinasi yang
ditemukan. Rumusan diagnosis keperawatan adalah:

Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi

c. Tindakan Keperawatan Halusinasi

78
Tindakan keperawatan pada pasien halusinasi dilakukan terhadap pasien dan
keluarga (pelaku rawat). Sebelum memberikan tindakan keperawatan, perawat
melakukan pengkajian pada pasien dan keluarga (pelaku rawat) dan kemudian
melatih cara untuk mengatasi halusinasi yang dialami pasien.

Pada pertemuan pertama dengan pasien dan keluarga, perawat perlu juga
mendiskusikan tentang terapi psikofarmaka yang diperoleh pasien. Perawat
mendiskusikan pentingnya kepatuhan minum obat untuk mengatasi halusinasi,
melatih pasien mengatasi halusinasi dan melatih keluarga (pelaku rawat) untuk
merawat pasien dan tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk mengingatkan
pasien melatih kemampuan mengatasi masalah yang telah diajarkan oleh perawat.

1) Tindakan Keperawatan untuk Pasien Halusinasi


Tujuan: Pasien mampu:
a) Membina hubungan saling percaya
b) Mengenal halusinasi
c) Mengontrol halusinasi

Tindakan Keperawatan
a) Membina hubungan saling percaya.
b) Membantu pasien menyadari halusinasi yang dialami

 Tanyakan pada pasien tentang halusinasi yang dialaminya: tanpa


mendukung dan menyangkal halusinasinya.
 Identifikasi isi halusinasi, frekuensi munculnya halusinasi, waktu terjadinya
halusinasi, situasi munculnya halusinasi, perasaan, respons dan upaya
yang telah dilakukan pasien untuk menghilangkan atau mengontrol
halusinasi.

c) Melatih Pasien mengontrol halusinasi


Secara rinci tahapan melatih pasien mengontrol halusinasi dapat dilakukan
sebagai berikut:
 Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan melawan halusinasi
(menghardik),mengalihkan (bercakap-cakap dengan orang lain dan
melakukan kegiatan secara terjadual di rumah, seperti merapikan tempat
tidur, menyapu lantai, atau mencuci baju dan lain-lain), patuh minum obat.

79
 Berikan contoh cara melawan halusinasi dengan cara menghardik, cara
mengalihkan halusinasi dengan cara meminta bantuan pada orang lain
untuk bercakap-cakap saat halusinasi dan menyusun jadual kegiatan
sehari-hari di rumah.
 Diskusikan 6 (enam) benar minum obat,
 Berikan kesempatan pasien mempraktekkan cara melawan halusinasi
dengan cara menghardik, mengalihkan halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain dan menyusun jadual kegiatan harian di rumah.
d) Memberi pujian untuk setiap kemajuan pasien.
e) Mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah melakukan tindakan
keperawatan untuk mengontrol halusinasi. Mungkin pasien akan
mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus
menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan latihannya.

Tindakan keperawatan pada pasien dapat dilakukan minimum dalam 3 kali


pertemuan dan dilanjutkan hingga pasien mampu mengontrol halusinasinya. Berikut
ini akan diuraikan strategi komunikasi untuk pertemuan pertama.
Latihan 2:

Orientasi:
“Selamat pagi ibu, perkenalkan saya perawat……….,senang dipanggil ………..Nama ibu
siapa?”
“Oh… ibu A, senang dipanggil apa ibu?”
“Baiklah ibu A, saya perawat yang saat ini sedang bertugas. Saat ini saya ingin bercakap-
cakap dengan ibu A.
“Bagaimana perasaan ibu A saat ini?”
“Oo..ibu A merasa mengantuk…apa yang menyebabkan ibu mengantuk?”
“Tadi malam tidak bias tidur karena diganggu suara-suara… Bagaimana jika sekarang kita
bercakap-cakap disini selama 10 menit agar ibu dapat menceritakan tentang suara-suara
yang mengganggu ibu tadi malam. Tujuan kita bercakap-cakap adalah agar ibu A dapat
mengatasi suara-suara yang mengganggu”.

Kerja
Tadi ibu A mengatakan sering mendengar suara-suara pada malam hari? Apakah selain ibu
A, anggota keluarga di rumah juga mendengar suara tersebut? Oo..jadi hanya ibu A yang
mendengarnya. Ya, saya percaya ibu A mendengar suara-suara itu, tapi seperti yang ibu A
katakan anggota keluaga lain tidak mendengarnya. Apa yang dikatakan oleh suara-suara
itu? Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering ibu A
mendengar suara-suara? Berapa kali sehari ibu A alami? Pada keadaan apa suara itu
biasanya terdengar? Apakah pada waktu sendiri? Apa yang ibu A rasakan pada saat
mendengar suara itu? Bagaimana perasaan ibu A saat mendengar suara itu? Kemudian...
apa yang ibu A lakukan? Bagaimana hasilnya? Apa yang ibu A alami itu dinamakan

80
halusinasi. Ada empat cara untuk mengontrol halusinasi yaitu menghardik, patuh minum
obat, mengajak orang lain bercakap-cakap dan melakukan aktivitas secara terjadwal.
Bagaimana kalau kita latih satu cara dulu, yaitu dengan menghardik? Bagaimana kalau kita
mulai ya! Begini...saya akan menjelaskan terlebih dahulu cara menghardik halusinasi. Ketika
suara itu datang, ibu A bisa menghardik atau mengusirnya dengan cara menutup telinga
dengan kedua telapak tangan lalu usir suara itu dengan mengatakan pergi jangan ganggu
saya. Saya contohkan caranya yaa.
”Begini ibu A! Jika suara itu muncul katakan dengan keras ”Pergi jangan ganggu saya”
sambil menutup kedua telinga. Seperti ini ya ibu A! Coba sekarang ibu A ulangi lagi seperti
yang saya peragakan tadi. Bagus sekali!”

”Selain menghardik, ibu perlu minum obat secara teratur. Tadi dokter memberi obat... ada
tiga macam. Sekarang ibu A ke apotik dulu, nanti kembali kesini dan akan saya jelaskan
tentang obat yang ibu Sita minum”

(Setelah mendapat obat dari Apotik, pasien kembali menemui perawat. Perawat
menjelaskan tentang cara minum obat kepada pasien dan keluarga)

Terminasi
”Bagaimana perasaan ibu A setelah menyampaikan tentang halusinasi yang dialami, latihan
menghardik dan mendapat penjelasan tentang pentingnya minum obat?”
”Coba ibu A ulangi kembali cara menghardik?”
”Bagus!”

”Nah, supaya ibu A tidak lupa cara menghardik dan terampil dalam melakukannnya, ibu A
perlu latihan setiap hari secara teratur. Ibu A mau latihan menghardik dalam satu hari berapa
kali? Bagus, satu kali ya bu, pada jam berapa? Baik, jam 9 pagi... berarti setiap jam 9 pagi
ibu A berlatih menghardik sesuai dengan jadwal yang telah kita buat ya? Selain itu, jika nanti
suaranya muncul lagi, jangan lupa ibu A menghardik seperti tadi yaa”.

”Baik ibu A kita ketemu satu minggu lagi, saat ibu A kontrol kesini. Nanti saya akan latih
cara ke tiga mengontrol halusinasi, yaitu dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain”

2) Tindakan Keperawatan untuk Keluarga Pasien Halusinasi


Keluarga (pelaku rawat) diharapkan dapat merawat pasien halusinasi di rumah
dan menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien.

Tujuan: Keluarga mampu:

a) Mengenal tentang halusinasi


b) Mengambil keputusan untuk merawat halusinasi
c) Merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi
d) Memodifikasi lingkungan yang mendukung pasien mengatasi halusinasi
e) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan

Tindakan Keperawatan:

a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien

81
b) Menjelaskan tentang halusinasi: pengertian, tanda dan gejala, penyebab
terjadinya halusinasi, dan akibat jika halusinasi tidak diatasi.
c) Membantu keluarga mengambil keputusan merawat pasien
d) Melatih keluarga cara merawat halusinasi
e) Membimbing keluarga merawat halusinasi
f) Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang
mendukung pasien mengatasi halusinasi
g) Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan
segera ke fasilitas pelayanan kesehatan
h) Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur.

Tindakan keperawatan untuk keluarga (pelaku rawat) dilakukan bersamaan


dengan pertemuan dengan pasien. Ketika perawat melatih pasien mengatasi
masalah, keluarga ada bersama pasien dan terlibat dalam kegiatan.

Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien halusinasi, jelaskan


pengertian, tanda dan gejala, penyebab terjadinya halusinasi, dan akibat
halusinasi (gunakan leaflet atau booklettentang Cara Keluarga Merawat Anggota
Keluarga yang Mengalami Halusinasi), jelaskan cara merawat halusinasi, latih
keluarga cara merawat, bimbing memberikan bantuan pada pasien, anjurkan
membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian.

d. Evaluasi Kemampuan Pasien dan Keluarga dalam Merawat Halusinasi


Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang telah dilakukan untuk pasien
halusinasi adalah sebagai berikut:
1) Pasien mampu:
 Mengungkapkan isi halusinasi yang dialaminya
 Menjelaskan waktu dan frekuensi halusinasi yang dialami.
 Menjelaskan situasi yang mencetuskan halusinasi
 Menjelaskan perasaannya ketika mengalami halusinasi
 Menerapkan 4 cara mengontrol halusinasi:
 Menghardik halusinasi
 Mematuhi program pengobatan
 Mengajak orang lain bercakap-cakap dengan bila timbul halusinasi
 Menyusun jadwal kegiatan harian untuk mengurangi waktu luang dan
melaksanakan jadwal kegiatan tersebut secara mandiri
 Menilai manfaat cara mengontrol halusinasi dalam mengendalikan halusinasi

82
2) Keluarga mampu:
 Menjelaskan halusinasi yang dialami oleh pasien
 Menjelaskan cara merawat pasien halusinasi
 Mendemonstrasikan cara merawat pasien halusinasi
 Menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan untuk mengatasi
masalah halusinasi.

5. Dokumentasi Hasil Asuhan Keperawatan Halusinasi


Pendokumentasian dilakukan setiap selesai melakukan pertemuan dengan pasien dan
keluarga (pelaku rawat). Berikut contoh pendokumentasian asuhan keperawatan
halusinasi pada kunjungan pertama.

IMPLEMENTASI EVALUASI
Selasa, 1 September 2015 pukul 10.00 – S:
10.15 Pasien mengatakan merasa senang setelah
latihan menghardik dan akan menghardik saat
Data Pasien: halusinasi muncul serta minum obat teratur
Pasien mengatakan mendengar suara yang
memanggil dan mengajaknya berjalan-jalan, Keluarga mengatakan akan memotivasi anaknya
biasanya pada siang hari, frekuensi 4-5 kali berlatih menghardik dan minum obat sesuai
sehari, suara sering muncul pada waktu jadual.
menyendiri, perasaannya takut
O:
Data Keluarga: Pasien mampu memperagakan cara menghardik
Keluarga mengatakan sering melihat pasien
berbicara dan tersenyum sendiri. Keluarga mampu mempraktekkan cara memberi
pujian pada anaknya setelah berlatih
Keluarga mengatakan bingung, tidak tahu menghardik
cara merawat anaknya.
A: Halusinasi (+)
Diagnosis Keperawatan:
P:
Gangguan Sensori Persepsi: halusinasi
Pasien:
pendengaran
Latihan menghardik 1 x / hari
Tindakan Keperawatan: Minum obat 3 x/ hari
Pasien:
 Melatih menghardik Keluarga: mengingatkan pasien untuk berlatih
 Melatih patuh minum obat menghardik (jika pasien lupa) dan minum obat
 Membantu pasien memasukkan latihan dan memberikan pujian setelah pasien
menghardik dan jadual minum obat ke melakukannya.
dalam jadual kegiatan harian.

Keluarga:
 Mendiskusikan masalah dalam merawat Perawat
 Melatih keluarga cara merawat crl
carol
Rencana Tindak Lanjut:
Latih cara mengontrol halusinasi dengan
cara bercakap-cakap dengan orang lain

83
POKOK BAHASAN
C. ASUHAN KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL

1. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain.

2. Proses Terjadinya Isolasi Sosial


Proses terjadinya isolasi sosial pada pasien akan dijelaskan dengan menggunakan
konsep stres adaptasi Stuart yang meliputi stresor dari faktor predisposisi dan presipitasi,
a. Faktor predisposisi

Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya isolasi sosial, meliputi:


1) Faktor Biologis
Faktor biologis meliputi adanya faktor herediter mengalami gangguan jiwa, adanya
risiko bunuh diri, riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
NAPZA.
2) Faktor Psikologis
Pada pasien yang mengalami isolasi sosial, dapat ditemukan pengalaman negatif
pasien terhadap gambaran diri, ketidakjelasan atau berlebihnya peran yang
dimiliki, kegagalan dalam mencapai harapan atau cita-cita, krisis identitas dan
kurangnya penghargaan baik dari diri sendiri maupun lingkungan yang dapat
menyebabkan gangguan dalam berinteraksi dengan orang lain, yang akhirnya
menjadi masalah isolasi sosial.

3) Faktor Sosial Budaya


Pasien isolasi sosial umumnya berasal dari tingkat sosial ekonomi rendah, riwayat
penolakan lingkungan pada usia perkembangan anak, tingkat pendidikan rendah
dan kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian, hidup sendiri).

b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan isolasi sosial adalah riwayat penyakit
infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak, kekerasan dalam keluarga,

84
kegagalan-kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dalam
keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan harapan pasien, atau
konflik antar masyarakat.

3. Tanda dan Gejala Isolasi Sosial


Tanda dan gejala isolasi sosial dapat dinilai dari ungkapan pasien yang menunjukkan
penilaian negatif tentang hubungan sosial dan didukung dengan data hasil observasi.
a. Data subyektif
Pasien mengungkapkan tentang :
1) Perasaan sepi
2) Perasaan tidak aman
3) Perasan bosan dan waktu terasa lambat
4) Ketidakmampun berkonsentrasi
5) Perasaan ditolak

b. Data Obyektif
1) Banyak diam
2) Tidak mau bicara
3) Menyendiri
4) Tidak mau berinteraksi
5) Tampak sedih
6) Ekspresi datar dan dangkal
7) Kontak mata kurang

4. Proses Keperawatan Isolasi Sosial


a. Pengkajian
Pengkajian pasien isolasi sosial dapat dilakukan melalui wawancara dan observasi
kepada pasien dan keluarga.
Tanda dan gejala isolasi sosial dapat ditemukan dari hasil wawancara, melalui
bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1) Bagaimana perasaan anda saat berinteraksi dengan orang lain?


2) Apakah ada perasaan tidak aman?
3) Bagaimana pendapat anda terhadap orang-orang di sekitarnya (keluarga atau
tetangga)?
4) Apakah anda mempunyai anggota keluarga atau teman terdekat? Bila punya
siapa anggota keluarga dan teman dekatnya itu?

85
5) Adakah anggota keluarga atau teman yang tidak dekat dengan anda? Bila punya
siapa anggota keluarga dan teman yang tidak dekatnya itu?
6) Apa yang membuat anda tidak dekat dengan orang tersebut?

Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan melalui observasiadalah
sebagai berikut:
1) Pasien banyak diam dan tidak mau bicara
2) Pasien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
3) Pasien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
4) Kontak mata kurang

Data hasil wawancara dan observasi didokumentasikan pada kartu berobat pasien di
puskesmas. Contoh pendokumentasian hasil pengkajian sebagai berikut:

Data : Pasien tampak menyendiri, tidak ada kontak mata, ekspresi datar,
mengatakan malas berbicara dengan orang lain.

b. Diagnosis Keperawatan Isolasi Sosial


Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala Isolasi sosial yang
ditemukan. Jika hasil pengkajian menunjukkan tanda dan gejala isolasi sosial, maka
diagnosis keperawatan yang ditegakkan adalah:

Isolasi Sosial

c. Tindakan Keperawatan Isolasi Sosial


Tindakan keperawatan untuk pasien dan keluarga dilakukan pada setiap pertemuan,
minimal empat kali pertemuan dan dilanjutkan hingga pasien dan keluarga mampu
mengatasi isolasi sosial.
1) Tindakan Keperawatan untuk Pasien Isolasi Sosial
Tujuan : Pasien mampu:
a) Membina hubungan saling percaya
b) Menyadari isolasi sosial yang dialaminya
c) Berinteraksi secara bertahap dengan anggota keluarga dan lingkungan
sekitarnya
d) Berkomunikasi saat melakukan kegiatan rumah tangga dankegiatan sosial

Tindakan Keperawatan :

86
a) Membina hubungan saling percaya
b) Membantu pasien menyadari perilaku isolasi sosial
 Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang
lain
 Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi dengan
orang lain
 Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan bergaul
akrab dengan mereka
 Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul
dengan orang lain
 Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien

c) Melatih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap


 Jelaskan kepada pasien cara berinteraksi dengan orang lain
 Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain
 Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi dengan orang
lain yang dilakukan di hadapan perawat
 Bantu pasien berinteraksi dengan satu orang teman/anggota keluarga
 Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi
dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya
 Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh
pasien
 Latih pasien bercakap-cakap dengan anggota keluarga saat melakukan
kegiatan harian dan kegiatan rumah tangga
 Latih pasien bercakap-cakap saat melakukan kegiatan sosial misalnya :
belanja ke warung, ke pasar, ke kantor pos, ke bank dan lain-lain
 Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan
orang lain. Mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau
kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar pasien tetap semangat
meningkatkan interaksinya.

87
Latihan3 : Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 2 orang lain),
latihan bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan harian, mengevaluasi tanda dan
gejala isolasi sosial, memvalidasi kemampuan berkenalan (berapa orang),memberi
pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (latih 2 kegiatan),
memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan 2- 3 orang tetangga atau
tamu, berbicara saat melakukan kegiatan harian
Orientasi
“Selamat pagi Ibu R..”
”Bagaimana perasaan hari ini? Apakah masih ada perasaan kesepian, bagaiman
semangatnya untuk bercakap-cakap dengan anggota keluarga? Apakah sudah mulai
berkenalan dengan orang lain?Bagaimana perasaan setelah mulai berkenalan?”
”Baiklah sesuai dengan janji kita minggu lalu, hari ini kita akan latihan bagaimana
berkenalan dan bercakap-cakap dengan 2 orang lain, agar Ibu semakin banyak teman.
Berapa lama kita bercakap-cakap? Seperti biasa, kita berbicara disini ya bu”

Kerja
”Baiklah hari ini ada perawat lain yang belum ibu kenal, ibu bisa memulai
berkenalan...Apakah ibu masih ingat bagaimana caranya?..(beri pujian jika pasien masih
ingat, jika pasien lupa, bantu pasien mengingat kembali cara berkenalan). Nah.....silahkan
ibu mulai....(fasilitasi perkenalan antara pasien dan perawat lain/ petugas kesehatan lain
yang ada di puskesmas)
”Wah...bagus sekali, selain nama, alamat, hobi, apakah ada yang ingin ibu ketahui tentang
ibu Dati dan ibu E?....(bantu pasien mengembangkan topik pembicaraan). Wah bagus
sekali. Nah bu, apa kegiatan yang biasa ibu lakukan pada jam ini? Tidak ada? Bagaimana
jika ibu mengisi waktu luangnya dengan menemani anak masak di dapur?. Sambil
memasak ibu bica bercakap-cakap dengan anak ibu. Apa yang ingin Ibu bincangkan
dengan anak ibu...Oh tentang menu... silahkan bu, kira-kira apa yang bisa ibu
percakapkan bersama anaknya yang sedang memasak...(jika pasien diam,dapat dibantu
perawat)... Ibu R bisa bertanya tentang apa yang menyebabkan anak ibu masak rendang
hari ini, misalnya ....atau tadi apa saja tentang menu hari ini”
”Jika ingin bercakap-cakap saat nonton TV bersama keluarga, ibu bisa menanyakan
tentang hal yang sedang ditonton”.

”Jadi ketika sedang melakukan kegiatan di rumah, ibu R dapat melakukannya sambil
bercakap-cakap” (Perawat juga memotivasi keluarga untuk aktif bertanya pada pasien).

Terminasi
“Bagaimana perasaan Ibu R setelah berkenalan dengan ibu W dan ibu E?”
”Bagaimana juga perasaan ibu R setelah latihan bercakap-cakap dengan anak ibu jika
sedang masak bersama?”
”Coba ibu R sebutkan kembali bagaimana caranya berkenalan?” Bagaimana jika
ditambahkan lagi di jadual kegiatan ibu, kegiatan berkenalan atau bercakap-cakap setiap
memasak dan saat sedang nonton TV bersama keluarga ibu? Mau jam berapa ibu
latihannya?”
Bagaimana jika minggu depan aat ibu kontrol ke Puskesmas saya mendampingi ibu
berkenalan dengan orang lain lagi dan latihan bercakap-cakap saat melakukan kegiatan
harian lain?”
”Selamat pagi ibu R”

2) Tindakan Keperawatan untuk Keluarga Pasien Isolasi Sosial


Keluarga (pelaku rawat) diharapkan dapat merawat pasien isolasi sosial di rumah
dan menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien.

88
Tujuan: Keluarga mampu:
a) Mengenal masalah isolasi sosial
b) Memutuskan untuk melakukan perawatan pada pasien isolasi sosial
c) Merawat pasien isolasi sosial dengan mengajarkan dan mendampingi pasien
berinteraksi secara bertahap, berbicara saat melakukan kegiatan rumah
tangga dan kegiatan sosial
d) Memodifikasi lingkungan yang kondusif agar pasien mampuberinteraksi
dengan lingkungan sekitar
e) Mengenal tanda kekambuhan dan mencari pelayanan kesehatan.

Tindakan Keperawatan:

a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien


b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, penyebab terjadinya isolasi sosial
dan akibat jika isolasi sosial tidak diatasi
c) Melatih keluarga cara merawat isolasi sosial
d) Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang
mendukung peningkatan hubungan sosial pasien
e) Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan segera
ke fasilitas pelayanan kesehatan
f) Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur.

Pada pelayanan di Puskesmas, tindakan keperawatan untuk keluarga (pelaku


rawat) dilakukan bersamaan dengan pada saat perawat melakukan tindakan
keperawatan terhadap pasien.

d. Evaluasi Kemampuan Pasien dan Keluarga dalam Merawat Isolasi Sosial


1) Evaluasi kemampuan pasien:
 Menjelaskan kebiasaan interaksi.
 Menjelaskan penyebab tidak bergaul dengan orang lain.
 Menyebutkan keuntungan bergaul dengan orang lain.
 Menyebutkan kerugian tidak bergaul dengan orang lain.
 Memperagakan cara berkenalan dengan orang lain.
 Bergaul/berinteraksi dengan perawat, keluarga, tetangga.
 Berkomunikasi dengan keluarga saat melakukan kegiatan sehari-hari
 Berkomunikasi saat melakukan kegiatan sosial

89
 Menyampaikan perasaan setelah berinteraksi dengan orang lain.
 Mempunyai jadwal bercakap-cakap dengan orang lain.
 Merasakan manfaat latihan berinteraksi dalam mengatasi isolasi sosial

b) Evaluasi kemampuan keluarga (pelaku rawat):


 Mengenal Isolasi sosial yang dialami pasien
 Membantu pasien berinteraksi dengan orang lain
 Mendampingi pasien saat melakukan aktivitas rumah tangga dan kegiatan
sosial sambil berkomunikasi
 Melibatkan pasien melakukan kegiatan harian di rumah dan kegiatan
sosialisasi di lingkungan
 Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung pasien
untuk meningkatkan interaksi sosial
 Memantau peningkatan kemampuan pasien dalam mengatasi isolasi sosial
 Melakukan follow up ke Puskesmas, mengenal tanda kambuh dan melakukan
rujukan

5. Dokumentasikan Hasil Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial


Pendokumentasian dilakukan setiap selesai melakukan pertemuan dengan pasien dan
keluarga (pelaku rawat). Berikut contoh pendokumentasian asuhan keperawatan isolasi
sosial pada kunjungan kedua.

IMPLEMENTASI EVALUASI
Senin 31 Agustus 2015, pkl.10.00
S:
Data pasien dan kemampuan: Pasien mengatakan senang berkenalan
Pasien mengatakan masih canggung dandapat latihan berbicara dengan anaknya
bercakap-cakap dengan orang lain, sudah saat masak dan nonto TV
mencoba latihan bercakap-cakap dengan
adiknya saat adiknya datang ke rumahnya, Keluarga mengatakan senang mendampingi
sudah kenalan dengan satu orang tetangga pasien latihan cara bercakap-cakap.
baru.
O:
Data keluarga dan kemampuan: Pasien mampu berkenalan dengan 2 orang
Keluarga mengatakan sudah lebih paham petugas kesehatan di Puskesmas dengan
dengan masalah ibunya yang sulit bergaul sikap tubuh dan verbal yang sesuai.
dengan orang lain, sudah mendampingi Pasien mampu latihan bertanya dan
orang tuanya bercakap-cakap dengan tamu menjawab pertanyaan jika sedang melakukan
dan tetangga. kegiatan di rumah
Keluarga mampu latihan mendampingi pasien
Diagnosis Keperawatan: saat melakukan kegiatan sambil bercakap-
Isolasi Sosial cakap

Tindakan pada pasien: A: Isolasi Sosial mulai teratasi

P:

90
 Melatih pasien berkenalan dengan 2 Pasien
orang petugas kesehatan di Melakukan percakapan saat memasak dan
Puskesmas nonton TV setiap hari
 Melatih pasien berbicara saat Keluarga:
melakukan kegiatan memasak dan Mendampingi pasien melakukan kegiatan di
menonton TV . rumah sambil bercakap-cakap

Tindakan pada keluarga:


Menjelaskan kegiatan rumah yang dapat
dilakukan pasien sambil bercakap-cakap,
melatih keluarga membimbing pasien
berbicara, memberikan pujian Ice

RTL:
Melatih pasien berbicara dengan orang lain
dan berbicara saat melakukan kegiatan
harian lain

POKOK BAHASAN
D. ASUHAN KEPERAWATAN DEFISIT KEPERAWATAN DIRI

1. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan sesuai
dengan kondisi kesehatannya.

Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan
diri (kebersihan diri, berhias, makan, toileting)(Herdman, 2012).

2. Proses Terjadinya Masalah


Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya defisit perawatan diri, meliputi
a. Faktor prediposisi
1) Biologis : penyakit fisik dan mental yang menyebabkan pasien tidak mampu
melakukan perawatan diri dan faktor herediter.
2) Psikologis : faktor perkembangan dimana keluarga terlalu melindungi dan
memanjakan pasien sehingga perkembangan inisiatif terganggu. Kemampuan
realitas turun. Pasien gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian terhadap dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
3) Sosial: kurang dukungan dan situasi lingkungan mempengaruhi kemampuan
dalam perawatan diri.

91
b. Faktor presipitasi
Faktor presiptasi yang dapat menimbulkan defisit perawatan diri adalah penurunan
motivasi, kerusakan kognitif atau persepsi, cemas, lelah, lemah yang dialami individu
sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.

3. Tanda dan Gejala Defisit Perawatan Diri


Tanda dan gejala defisit perawatan diri dapat dinilai dari pernyataan pasien tentang
kebersihan diri, berdandan dan berpakaian, makan dan minum, BAB dan BAK dan
didukung dengan data hasil observasi.
a. Data subyektif
Pasien mengatakan tentang :
1) Malas mandi
2) Tidak mau menyisir rambut
3) Tidak mau menggosok gigi
4) Tidak mau memotong kuku
5) Tidak mau berhias/ berdandan
6) Tidak bisa / tidak mau menggunakan alat mandi / kebersihan diri
7) Tidak menggunakan alat makan dan minum saat makan dan minum
8) BAB dan BAK sembarangan
9) Tidak membersihkan diri dan tempat BAB dan BAK setelah BAB dan BAK
10) Tidak mengetahui cara perawatan diri yang benar

b. Data obyektif
1) Badan bau, kotor, berdaki, rambut dan gigi kotor, kuku panjang dan kotor, tidak
menggunakan alat-alat mandi,tidak mandi dengan benar
2) Rambut kusut, berantakan, kumis dan jenggot tidak rapi,pakaian tidak rapi, tidak
mampu berdandan.
3) Makan dan minum sembarangan, berceceran, tidak menggunakan alat makan;
tidak mampu menyiapkan makanan, memindahkan makanan ke alat makan,
memegang alat makan, menyelesaikan makan.
4) BAB dan BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri setelah BAB dan
BAK, tidak mampu menjaga kebersihan toilet
4. Proses Keperawatan Defisit Perawatan Diri
a. Pengkajian Defisit Perawatan Diri
Pengkajian dilakukan dengan cara melakukan wawancara dan observasi kepada
pasien dan keluarga (pelaku rawat).

92
Tanda dan gejala defisit perawatan diri dapat diperoleh dari hasil wawancara,melalui
pertanyaan sebagai berikut:
1) Bagaimana kebersihan diri pasien?
2) Apakah pasien malas mandi, mencuci rambut, menggosok gigi,menggunting
kuku?
3) Bagaimana penampilan pasien?
4) Apakah pasien menyisir rambut, berdandan, bercukur (untuk laki-laki)?
5) Apakah pakaian pasien rapi dan sesuai?
6) Apakah pasien menggunakan alat mandi/ kebersihan diri?
7) Bagaimana makan dan minum pasien?
8) Apakah pasien menggunakan alat makan dan minum saat makan dan minum?
9) Bagaimana BAB dan BAK pasien?
10) Apakah pasien membersihkan diri dan tempat BAB dan BAK setelah BAB dan
BAK?
11) Apakah pasien mengetahui cara perawatan diri yang benar?

Tanda dan gejala defisit perawatan diri yang dapat ditemukan melalui observasi
adalah sebagai berikut :
1) Gangguan kebersihan diri ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki
dan bau, kuku panjang dan kotor.
2) Ketidakmampuan berhias/berdandan ditandai dengan rambut acak-acakan,
pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak
bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
3) Ketidakmampuan makan dan minum secara mandiri, ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil makan dan minum secara mandiri, makan
berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.
4) Ketidakmampuan BAB dan BAK secara mandiri, ditandai dengan BAB dan BAK
tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB dan BAK.

Data hasil observasi dan wawancara diatas didokumentasikan pada kartuberobat


pasien di puskesmas. Contoh pendokumentasian hasil pengkajian sebagai berikut:

Data : Pasien mengatakan belum mandi.Rambut, kukudan gigi tampak kotor,


kulit berdaki dan bau.Rambut acak-acakan,tidak disisir, pakaian kotor dan
tidak rapi, pakaian tidak sesuai. Keluarga mengatakan jika makan dan minum
berserakan,BAB dan BAK tidak pada tempatnya.
b. Diagnosis Keperawatan Defisit Perawatan Diri

93
Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala defisit perawatan
diri yang ditemukan. Jika hasil pengkajian menunjukkan tanda dan gejala defisit
perawatan diri, maka diagnosis keperawatan yang ditegakkan adalah:

Defisit perawatan diri : Kebersihan diri,berdandan,


makan dan minum, BAB dan BAK

c. Tindakan Keperawatan Defisit Perawatan Diri


Tindakan keperawatan defisit perawatan diri dilakukan terhadap pasien dan keluarga
(pelaku rawat). Saat melakukan memberikan pelayanan di Puskesmas, bersama
keluarga, perawat mengidentifikasi masalah yang dialami pasien dan keluarga (pelaku
rawat). Setelah itu, perawat melakukan pengkajian dan melatih cara untuk mengatasi
defisit perawatan diri yang dialami pasien. Saat melakukan tindakan perawatan
terhadap pasien, keluarga turut mendampingi dan berlatih cara merawat. Perawat
memotivasi tugas yang perlu keluarga lakukan, yaitu membimbing pasien untuk
melakukan cara mengatasi defisit perawatan diri yang telah diajarkan oleh perawat
dan memberikan pujian jika pasien telah melakukannya.

Tindakan keperawatan defisit perawatan diri yang dapat dilatih langsung di


Puskesmas antara lain menggunting kuku dan berdandan. Tindakan keperawatan lain
tetap dilakukan walaupun tidak dapat melatih pasien sampai dengan psikomotor.
Perawat dapat memotivasi keluarga untuk melatih pasien melakukannya di rumah.

1) Tindakan Keperawatan untuk Pasien Defisit Perawatan Diri


Tujuan: Pasien mampu:
a) Membina hubungan saling percaya
b) Melakukan kebersihan diri secara mandiri
c) Melakukan berhias/berdandan secara baik
d) Melakukan makan dan minum dengan cara baik
e) Melakukan BAB/BAK secara mandiri

Tindakan Keperawatan untuk Pasien Defisit Perawatan Diri


1) Membina hubungan saling percaya dengan cara:
2) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri, perawat dapat melakukan
tahapan tindakan yang meliputi:

94
 Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri.
 Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
 Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.
 Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.
3) Melatih pasien berdandan/berhias
 Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
 Berpakaian
 Menyisir rambut
 Bercukur
 Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
 Berpakaian
 Menyisir rambut
 Berhias
4) Melatih pasien makan dan minum secara mandiri
Untuk melatih makan dan minum pasien, perawat dapat melakukan tahapan
sebagai berikut:
 Menjelaskan kebutuhan (kebutuhan makan perhari dewasa 2000-2200 kalori
(untuk perempuan) dan untuk laki-laki antara 2400-2800 kalori setiap hari
makan minum 8 gelas (2500 ml setiap hari) dan cara makan dan minum
 Menjelaskan cara makan dan minum yang tertib.
 Menjelaskan cara merapikan peralatan makan dan minum setelah makan dan
minum
 Mempraktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
5) Mengajarkan pasien melakukan BAB dan BAK secara mandiri
Perawat dapat melatih pasien untuk BAB dan BAK mandiri sesuai tahapan
berikut:
 Menjelaskan tempat BAB dan BAK yang sesuai
 Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
 Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

2) Tindakan Keperawatan untuk Keluarga Pasien Defisit Perawatan Diri


Keluarga (pelaku rawat) diharapkan dapat merawat pasien defisit perawatan diri di
rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien
Tujuan:
Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami defisit perawatan diri

95
Tindakan keperawatan:
a) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien defisit perawatan diri
b) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya defisit perawatan
diri dan mengambil keputusan merawat pasien
c) Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan
oleh pasien untuk menjaga perawatan diri pasien.
d) Latih keluarga cara merawat dan membimbing kebersihan diri, berdandan,
makan dan minum, BAB dan BAK pasien.
e) Latih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung
perawatan diri pasien.
f) Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan segera ke
fasilitas kesehatan.
g) Anjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur.

d. Evaluasi Kemampuan Pasien dan Keluarga dalam Mengatasi Defisit Perawatan


Diri

1) Evaluasi kemampuan pasien, pasien dapat :


 Mandi, mencuci rambut, menggosok gigi dan menggunting kuku dengan benar
dan bersih
 Mengganti pakaian dengan pakaian bersih
 Membereskan pakaian kotor
 Berdandan dengan benar
 Mempersiapkan makanan
 Mengambil makanan dan minuman dengan rapi
 Menggunakan alat makan dan minum dengan benar
 BAB dan BAK pada tempatnya
 BAB dan BAKdengan bersih.

2) Evaluasi kemampuan keluarga, keluarga dapat :


 Mengenal masalah yg dirasakan dalam merawat pasien (pengertian, tanda dan
gejala, dan penyebab terjadinya defisit perawatan diri dan akibat jika defisit
perawatan diri tidak diatasi)
 Menyediakan fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh pasien

96
 Merawat dan membimbing pasien merawat diri: kebersihan diri, berdandan
(wanita), bercukur (pria), makan dan minum, BAB dan BAK.
 Follow up ke Puskesmas danmengenal tanda kambuh dan rujukan.

5. Dokumentasi Hasil Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan Diri


Pendokumentasian dilakukan setiap selesai melakukan pertemuan dengan pasien dan
keluarga (pelaku rawat). Berikut ini contoh pendokumentasian asuhan keperawatan
defisit perawatan diri setelah melatih pasien berdandan:

IMPLEMENTASI EVALUASI
Senin, 31 Agustus 2015
Pkl. 09.00 S:
 Pasien mengatakan sudah melakukan
Data: mandi dan menggosok gigi (2 kali per
Data pasien dan kemampuan hari), dan mencuci rambut (2 kali per
Pasien tampak bersih, badan dan rambut minggu) akan berdandan (menyisir
bersih dan tidak bau, rambut kurang rapi. rambut dan memakai bedak) setiap
Kemampuan pasien mandi dan menggosok selesai mandi
gigi 2 x sehari, dilakukan dengan bantuan  Keluarga mengatakan anaknya dapat
keluarga, keramas 2 x (mandiri) melakukan kegiatan sesuai jadwal
 Keluarga mengatakan senang dapat
Data keluarga dan kemampuan membimbing anaknya untuk melakukan
Keluarga telah melatih dan membimbing kebersihan diri.
pasien untuk melakukan perawatan diri  Keluarga mengatakan akan terus
(mandi dan meggosok gigi). memotivasi anaknya untuk melakukan
sesuai jadwal
Diagnosis Keperawatan:
Defisit perawatan diri
O:
Tindakan ke pasien  Pasien dapat mempraktikkan cara
 Mengevaluasi kegiatan perawatan diri menyisir rambut dan memakai bedak
yang telah dilakukan pasien dengan rapi
 Memberi pujian.  Keluarga tampak senang membantu
 Meniskusikan cara berdandan (menyisir pasien menyisir rambut
rambut dan menggunakan bedak)
 Membantu memasukkan kegiatan
berdandan pada jadwal harian A:
Defisit perawatan diri mulai teratasi
Tindakan ke keluarga
 Mengevaluasi kegiatan keluarga dalam P:
merawat/melatih pasien melakukan Pasien
kebersihan diri Mandi 2x/hari, menggosok gigi 2x/hari,
 Memberi pujian mencuci rambut 2x/minggu, berdandan
 Membimbing keluarga melatih pasien 2x/hari
berdandan
 Menganjurkan keluarga memotivasi Keluarga
pasien berdandan sesuai jadwal dan  Memotivasi dan membimbing pasien
memberikan pujian merawat diri sesuai dengan jadwal
 Memberi pujian
RTL:
Latih cara makan/minum yang baik
tantri

97
(Tantri)

POKOK BAHASAN
E. ASUHAN KEPERAWATAN WAHAM

1. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat/terus
menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan.

Tanda dan Gejala waham adalah :


a. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, diucapkan
berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh:
“Saya ini pejabat di Kementerian Kesehatan lho..” atau “Saya punya tambang
emas”
b. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan/meciderai dirinya, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai
kenyataan.
Contoh: “Saya tahu..seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup
saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya”
c. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang
kali tetapi tidak sesuai kenyataan
Contoh: “Kalau saya mau masuk surga saya harus menggunakan pakaian putih
setiap hari”
d. Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang penyakit,
diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
2. Proses Terjadinya Waham
Proses terjadinya waham pada pasien akan dijelaskan dengan menggunakan konsep
stres adaptasi Stuart, meliputi :

a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis :

98
Faktor biologis terjadinya waham meliputi adanya faktor herediter, risiko bunuh
diri, riwayat penyakit atau trauma kepala, atau riwayat penggunaan NAPZA.
2) Faktor Psikologis
Kegagalan yang berulang, korban kekerasan, kurangnya kasih sayang, atau over
protektif.
3) Sosiobudaya dan lingkungan
Sosial ekonomi rendah, riwayat penolakan lingkungan pada usia perkembangan
anak, tingkat pendidikan rendah dan kegagalan dalam hubungan sosial
(perceraian, hidup sendiri), serta tidak bekerja.

b. Faktor Presipitasi
Adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak, kekerasan
dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya
aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan
pasien serta konflik antar masyarakat.

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala waham dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta ungkapan
pasien. Adapun tanda dan gejala pasien waham adalah sebagai berikut:
a. Data Subyektif
Pasien mengatakan :
1) Memiliki kekuatan luar biasa.
2) Ada yang sedang mengintai atau mengancamnya.
3) Televisi atau radio menyiarkan hal-hal yang berkaitan dengan dirinya
4) Ada bagian tubuhnya mengalami gangguan

b. Data Obyektif
1) Menggunakan pakaian atau atribut yang aneh
2) Ekspresi ketakutan
3) Tanda-tanda cemas
4) Membatasi interaksi dengan orang lain
4. Proses Keperawatan Waham
a. Pengkajian Waham
Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat saudara gunakan sebagai
panduan untuk mengkaji pasien waham :

1. Apakah pasien memiliki pikiran/isi pikir yang berulang-ulang diungkapkan


dan menetap?
2. Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah
pasien cemas secara berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya?
3. Apakah pasien pernah merasakan 99bahwa benda-benda disekitarnya aneh
dan tidak nyata?
4. Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada diluar tubuhnya?
5. Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakan oleh orang lain?
b. Diagnosis Keperawatan Waham

Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala waham yang


ditemukan. Jika hasil pengkajian menunjukkan tanda dan gejala waham, maka
diagnosis keperawatan yang ditegakkan adalah:

Gangguan Proses Pikir: Waham

c. Tindakan Keperawatan Waham

1) Tindakan keperawatan untuk pasien

Tujuan
a) Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
b) Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
c) Pasien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar

Tindakan
a) Membina hubungan saling percaya
Tindakan yang harus saudara lakukan dalam rangka membina hubungan
saling percaya adalah:
 Mengucapkan salam terapeutik
 Berjabat tangan
 Menjelaskan tujuan interaksi
 Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemupasien.
 Tidak mendukung atau membantah waham pasien
b) Meyakinkan pasien berada dalam keadaan aman
c) Mengobservasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari
d) Jika pasien terus menerus membicarakan wahamnya dengarkan tanpa
memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti
membicarakannya

100
e) Mengidentifikasi bersama dengan pasien kebutuhan yang tidak terpenuhi
f) Mengidentifikasi bersama pasien sumber-sumber yang dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terpenuhi
g) Membantu pemenuhan kebutuhan pasien
h) Memerikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realitas
serta pasien memperlihatkan kemampuan positifnya.
i) Mendiskusikan dengan pasien kemampuan realistis yang dimilikinya pada
saat yang lalu dan saat ini
j) Menganjurkan pasien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan yang
dimilikinya.
k) Mendiskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak terpenuhi
sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut dan marah.
l) Membantu pasien meningkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan
fisik dan emosional pasien
m) Berbicara dalam konteks realitas
n) Mendiskusikan tentang manfaat obat.

2) Tindakan keperawatan untuk keluarga


Tujuan :
a) Keluarga mampu mengidentifikasi waham pasien
b) Keluarga mampu memfasilitasi pasien untuk memenuhi kebutuhan yang
dipenuhi oleh wahamnya.
c) Keluarga mampu mempertahankan program pengobatan pasien secara
optimal
Tindakan :

a) Mendiskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami pasien

b) Mendiskusikan dengan keluarga tentang :

 Cara merawat pasien waham dirumah

 Lingkungan yang tepat untuk pasien.

 Follow up dan keteraturan pengobatan

c) Mendiskusikan dengan keluarga tentang obat pasien

d) Mendiskusikan dengan keluarga tentang kondisi pasien yang memerlukan


konsultasi segera

101
d. EvaluasiKemampuan Pasien dan Keluarga dalam Merawat Waham

1) Pasien mampu:
a) mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataan
b) berkomunikasi sesuai kenyataan
c) menggunakan obat dengan benar dan patuh
2) Keluarga mampu:
a) membantu pasien untuk mengungkapkan keyakinannya sesuai kenyataan
b) membantu pasien melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengankemampuan
dan kebutuhan pasien
c) membantu pasien menggunakan obat dengan benar dan patuh

5. Dokumentasi Hasil Asuhan Keperawatan Waham


Contoh Dokumentasi Asuhan Keperawatan Pasien Waham

IMPLEMENTASI EVALUASI
Senin, 31 Agustus 2015 Pkl 10.00 S:
Data Pasien: Pasien mengatakandia merasa khawatir
Pasien seorang perempuan, 32 tahun, karena sudah dua minggu suaminya yang
bekerja di luar kota tidak memberi kabar
menikah dengan 2 anak, sebulan
belakangan ini merasa diancam tetangganya Keluarga mengatakan heran mengapa
sehingga selalu tinggal di kamar, tidak keluar pasien bisa memiliki keyakinan aneh
rumah. ADL terganggu. tersebut

Diagnosis Keperawatan: O: Pasien


Pasien: sikap cukup kooperatif, mau
Gangguan Proses Pikir: waham curiga
menyampaikantentang hal yang dipikirkan

Tindakan keperawatan Keluarga: kooperatif


Pasien:
 Mendiskusikan harapan dan kebutuhan A: Waham (+)
pasien P:
 Mendiskusikan sumber-sumber untuk Pasien
memenuhi kebutuhan. Minum obat 3x/hari
 Membantu pemenuhan kebutuhan dan
harapan pasien yang memungkinkan Keluarga:
 Mendiskusikan tentang cara minum obat
Tidak mendukung atau membantah
Keluarga:
waham.
 Menjelaskan kepada keluarga tentang
Berusaha memenuhi kebutuhan pasien
waham pasien dan cara merawatnya

Rencana Tindak Lanjut: Perawat


Diskusikan kemampuan realistis yang
dimilikinya
crl

VIII. REFERENSI

102
1. Herdman, T.H. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses Definition &Classification,
2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell
2. Keliat, B.A., dkk. (2011).Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas(CMHN - Basic Course).
Jakarta: EGC
3. Stuart, G.W.& Laraia, M.T. (2005).Principles and Practice of Psychiatric Nursing.8thedition.
Missouri: Mosby

MATERI INTI 6.

EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK DAN OBAT PSIKIATRIK LAINNYA

I.DESKRIPSI SINGKAT

103
Pemberian antipsikotik dan obat psikiatrik lainnya kepada pasien selain menimbulkan
efek terapi yang diharapkan dapat juga menimbulkan efek samping yang tidak diharapkan.
Oleh karena itu ketika memberi obat antipsikotik dan obat psikiatrik lainnya kepada pasien
diharapkan disampaikan juga informasi dan edukasi terkait efek yang tidak diharapkan (efek
samping).
Timbulnya efek samping pada pemberian obat antipsikotik dan obat psikiatrik lainnya
akan menimbulkan rasa tidak nyaman untuk pasien dan keluarganya. Efek samping obat
yang tidak dikelola dengan baik akan menurunkan kepatuhan pasien akan pengobatan.
Oleh karena itu dipandang perlu untuk memberikan pengetahuan terkait efek
samping yang mungkin timbul dalam pemberian obat antipsikotik dan obat psikiatrik lainnya
dan langkah-langkah penanganannya.

II.TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum:


Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu memahami efek samping obat
antipsikotik dan obat psikiatrik lainnya.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus:


 Mampu menjelaskan tentang jenis obat-obatan yang digunakan pada pelayanan
kesehatan jiwa
 Mampu menjelaskan tentang efek dan efek samping antipsikotik dan obat psikiatrik
lainnya
 Mampu menjelaskan tentang tindakan yang perlu segera dilakukan perawat jika
menemukan pasien yang mengalami masalah akibat efek samping antipsikotik dan
obat psikiatrik lainnya

III. POKOK BAHASAN


 Jenis-jenis obat yang digunakan pada pelayanan kesehatan jiwa
 Efek dan efek samping antipsikotik dan obat psikiatrik lainnya
 Tindakan pada pasien yang mengalami masalah akibat efek samping antipsikotik dan
obat psikiatrik lainnya

IV.METODE
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah :
 Ceramah, tanya jawab
 Curah pendapat

104
V.MEDIA DAN ALAT BANTU
Media dan alat bantu yang digunakan dalam pembelajaran adalah :
 Liquid Crystal Display (LCD) Projector dan Laptop
 Laser pointer
 Spidol
 Slide presentasi
 Lembar diskusi (Flip chart)
 Spidol
 Panduan latihan

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Langkah 1: Penyiapan proses pembelajaran


1.Kegiatan Fasilitator
a.Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas
b.Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
c.Menggali pendapat peserta tentang gangguan perkembangan yang mereka ketahui dan
temui sebelumnya
d.Menyampaikan ruang lingkup dan tujuan pembelajaran

2.Kegiatan Peserta
a.Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b.Mengikuti permainan
c.Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
d.Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
e.Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas dan perlu
diklarifikasi.

Langkah 2 : Penyampaian materi pembelajaran


1.Kegiatan Fasilitator
a.Menyampaikan Pokok Bahasan 1 sampai dengan 3 secara garis besar dalam waktu yang
singkat
b.Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas
c.Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta
d.Menyimpulkan materi bersama peserta

105
2.Kegiatan Peserta
a.Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting
b.Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang diberikan
c.Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.

VII. URAIAN MATERI


JENIS OBAT-OBATAN YANG DIGUNAKAN DI PELAYANAN KESEHATAN JIWA

Pada pasien yang mengalami gangguan jiwa, tata laksana yang diberikan meliputi tata
laksana psikofarmaka dan non-psikofarmaka. Tata laksana obat tergantung dari jenis
gangguan jiwa yang dialami oleh pasien. Berikut jenis obat-obatan yang digunakan di
pelayanan kesehatan jiwa:
1. Antipsikotika
2. Antidepresan
3. Antianxietas atau anti cemas
4. Moodstabilizer atau penstabil mood

EFEK DAN EFEK SAMPING OBAT PSIKIATRI

Tabel berikut ini menjelaskan efek obat psikiatri yang sering digunakan di pelayanan.

Jenis obat Efek

Antipsikotika

a. Antipsikotika generasi pertama Mengatasi gejala positif skizofrenia seperti


/ antipsikotika tipikal. halusinasi, waham, perilaku dan proses pikir yang
Contoh: Haloperidol, kacau
Chlorpromazine (CPZ),
Flufenazine

b. Antipsikotika generasi kedua / Mengatasi gejala positif skizofrenia seperti


antipsikotika atipikal halusinasi, waham, perilaku dan proses pikir yang
Contoh: Risperidone, kacau
Olanzapine, Quetiapine,
Aripiprazole, Clozapine Mengatasi gejala negatif skizofrenia seperti afek
yang menumpul, tidak memiliki minat dan inisiatif,
penarikan diri dari sosialisasi

Antidepresan Mengatasi gejala-gejala depresi

c. Antidepresan trisiklik dan


tetrasiklik

106
Contoh: Amitriptilin,
Imipramine, Maprotiline

d. Antidepresan SSRI (Selective


Serotonin Reuptake
Inhibitor)
Contoh: Sertraline,
Fluoxetine, Fluvoxamine,
Citalopram

e. Antidepresan SNRI (Selective


Norepinephrine Reuptake
Inhibitor)
Contoh: Venlafaxine,
Mirtazapine

Antianxietas atau anticemas Mengatasi gejala-gejala cemas

 Golongan Benzodiazepine
Contoh: Lorazepam,
Alprazolam, Clobazam
 Golongan lain. Contoh:
Klonidin, hydroxyzyne
Mood stabilizer Menstabilkan mood

Contoh: Lithium, Asam Valproat,


Carbamazepine

Efek samping yang sering muncul pada pemberian antipsikotika dapat dibedakan atas efek
samping yang sifatnya akut dan kronik.

Efek samping yang sifatnya akut antara lain:

Sindrom Ekstrapiramidal

a. 1. Distonia akut: Kontraksi tonik pada otot leher, mulut, lidah, otot poros tubuh atau
ekstremitas; tidak sama antara bagian kiri dan kanan. Dapat terjadi: 
 Krisis okulogirik
(kontraksi atau kekakuan otot mata), Tortikolis (kontraksi atau kekakuan otot leher),
Opistotonus (kontraksi atau kekakuan otot-otot tubuh)

b. 2. Parkinsonisme:

- Trias Parkinson: tremor (dapat dilihat pada ekstremitas yang bergetar, atau tangan
seperti menggulung pil), rigiditas (kekakukan), bradikinesia (gerakan menjadi lebih

107
lambat, langkah kecil-kecil)

- Wajah seperti topeng, postur tubuh condong ke depan dan langkah yang kecil-kecil
tehuyung-huyung

- Air liur berlebihan

c. 3. Akatisia: Ada perasaan subyektif yang tidak menyenangkan untuk terus bergerak.
Kegelisahan motorik: jalan modar-mandir, jalan di tempat, tidak dapat duduk/berbaring diam,
meremas-remas jari tangan, menggerak-gerakkan tangan/lengan

d. 4. Sindrom Maligna Nuroleptik (SMN). Terdapat kekakuan seluruh tubuh, disertai dengan
demam dan instabilitas otonom seperti takikardi atau bradikardi, hipertensi atau hipotensi

Efek samping obat yang sifatnya kronik antara lain:

- Tardive dyskinesia, yaitu gerakan involunter pada otot-otot sekitar wajah, mulut, tangan
berupa gerakan-gerakan otot yang berulang dantidak bertujuan.

Berikut ini dapat dilihat tabel efek samping beberapa obat antipsikotik:

Medikasi Haloperidol Klorpromazin Flufenazin


depo/kerja
panjang
Sedasi + +++ +
Kencing tersendat + ++ +
Hipotensi ortostatik + +++ +
Efek samping +++ + +++
ekstrapiramidal*
Sindrom Neuroleptik Jarang Jarang Jarang
Maligna**
Tardive + + +
dyskinesia***
Perubahan EKG + + +
Kontraindikasi Kesadaran menurun, Kesadaran Anak-anak,
depresi sumsum menurun, depresi kesadaran
tulang, sumsum tulang, menurun,
faeokromositoma, faeokromositoma parkinsonisme,
porfiria, gangguan di aterosklerosis
basal ganglia serebral yang nyata

108
* Gejala-gejala Ekstrapiramidal di antaranya reaksi distonia akut, tics, tremor, rigiditas otot
dan roda gerigi (cogwheel).

**Sindroma Neuroleptik Maligna merupakan gangguan yang jarang tapi berpotensi


mengancam nyawa. Dtandai dengan kekakuan otot,peningkatan suhu tubuh dan tekanan
darah.

*** Tardive dyskinesia adalah efek samping jangka panjang dari medikasi antipsikotik yang
ditandai oleh gerakan-gerakan otot yang involunter, khususnya wajah, tangan, dan dada.

Efek samping antidepresan


Antidepresan Generasi Lama (Trisiklik dan Tetrasiklik):
Profil efek samping merugikan; antikolinergik, hipotensi ortostatik, gangguan konduksi
jantung.

Antidepresan Generasi Baru (SNRI &SSRI):

Profil efek samping lebih baik, keluhan tersering adalah sakit kepala, gangguan
gastrointestinal.

Interaksi obat khususnya berkaitan dengan metabolisme di hati; generasi baru lebih baik
dibanding trisiklik

Efek samping antikolinergik

- gangguan sensorium & fungsi kognitif

- pandangan kabur

- retensi urin / alvi

- mulut kering

Efek samping kardiovaskuler

- Hipotensi ortostatik  hipoksia sereberal

- Quinidine like effect  aritmia berat

Efek samping lainnya

a. Gangguan saluran pencernaan (mual-muntah-diare)

b. Sedasi

c. Agitasi psikomotor

d. Gejala ekstrapiramidal

e. Sindrom hiperserotonin

109
Efek samping anti anxietas/ anti cemas

Obat anti anxietas pada umumnya diberikan untuk jangka waktu pendek, sekitar 2 minggu
kemudian diturunkan dosisnya secara berkala untuk dihentikan. Penggunaan obat golongan
benzodiazepine untuk jangka panjang akan dapat menimbulkan ketergantungan dan jika
dihentikan secara mendadak dapat menimbulkan kemungkinan gejala timbul kembali.

Efek samping mood stabilizer

Perlu dipikirkan kemungkinan reaksi alergi obat yang berat pada penggunaan obat mood
stabilizer carbamazepine. Reaksi berat yang mungkin terjadi yaitu Sindroma Steven Johnson
dengan manifestasi rash di seluruh tubuh.

Efek samping lain yang mungkin terjadi pada pemberian mood stabilizer asam valproate
antara lain efek samping gastro intestinal (mual, tidak nyaman di saluran pencernaan),
peningkatan berat badan dan pada pasien wanita perlu diobservasi kemungkinan terjadinya
ovarium polikistik.

Tindakan pada pasien yang mengalami masalah akibat efek samping antipsikotik dan
obat psikiatrik lainnya

Pada pasien yang diberikan obat psikofarmaka perlu diberikan pendidikan kesehatan pada
keluarga tentang gejala efek samping obat yang mungkin dialami anggota keluarganya.

Apabila terdapat kecurigaan adanya efek samping obat segera minta pasien untuk
berkonsultasi ke dokter untuk penilaian beratnya efek samping. Pada efek samping yang
berat sering kali obat harus dihentikan dan dilakukan penggantian jenis obat, kemudian
diberikan tata laksana untuk mengatasi reaksi efek samping obat tersebut.

Pada reaksi efek samping obat yang ringan dosis obat dapat dikurangi dan diberikan tata
laksana untuk mengatasi efek samping.

Obat-obat yang dapat digunakan untuk mengatasi efek samping obat antipsikotika:

110
Nama obat Untuk mengatasi efek samping

Trihexyphenidil (oral) Sindrom ekstrapiramidal

Dyphenhidramin (injeksi IM) Sindrom ekstrapiramidal, terutama dystonia


akut

Propranolol (oral) Sindrom ekstrapiramidal, terutama akatisia

Clonazepam (oral) Sindrom ekstrapiramidal

Sulfas atropine (injeksi IM) Sindrom ekstrapiramidal, terutama dystonia


akut

Pada pasien dengan Sindrom Maligna Nuroleptik (SMN)

a. Singkirkan kemungkinan meningitis atau radang otak.


b. Hentikan obat antipsikotika. Efek obat antipsikotika akan bertahan sampai beberapa 
hari.
Obat antipsikotika depot efeknya bisa sampai beberapa minggu.
c. Tindakan suportif yang intensif perlu dilakukan.
 Hidrasi yang adekuat, pantau produksi urin

 Demam tinggi harus diberi antipiretik dan kompres

 Aritmia harus diatasi jika terjadi

 Hipotensi mungkin memerlukan ekspansi volume dan obat presor.
 Pasien diletakkan pada posisi yang mencegah cedera kompresi saraf, aspirasi atau
ulkus dekubitus.
 Segera rujuk bila kondisi pasien memungkinkan.

VIII.REFERENSI

1. Stuart, G.WT. Principles and practice of psychiatric nursing, 9th ed. Louis, Missouri: Mosby,
Inc: 2009.
2. Townsend, C.Marry. Psychiatric mental health nursing, 6th ed. Philadelphia: F.A. Davis
Company: 2009.
3. Varcarolis & Halter. Essentials of psychiatric mental health nursing. Philadelphia: W.B
Saunders Co: 2009.
4. Videbeck, S.L. Psychiatric mental health nursing, 3rd ed. Philadelphia : Lippincott Williams
& Wilkins, 2006.

111
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
MODUL
MATERI INTI 7 GANGGUAN PERKEMBANGAN DAN PERILAKU
PADA ANAK

I. DESKRIPSI SINGKAT

Gangguan perkembangan dan perilaku pada anak sering tidak tertangani dengan baik
dan dikenali sedini mungkin di masayarakat. Keluarga akan ke puskesmas apabila keluarga
sudah tidak mampu dalam mengatasi perilaku pada anak. Anak yang mengalami gangguan
perkembangan dan perilaku sering juga mengalami salah asuh. Hal ini berdampak terhadap
kemampuan anak dalam kehidupan sebagai seorang individu.

Modul ini membahas asuhan keperawatan gangguan perilaku dan perkembangan


pada anak agar anak dapat menjalankan tugas perkebangannya seoptimal mungkin dan
keluarga dapat mendeteksi dan mempunyai kemampuan dalam merawat anak di rumah dan
lingkungan sekitarnya.

Pada modul ini, akan menjelaskan tentang asuhan keperawatan gangguan


perkembangan dan perilaku pada anak, yakni risiko perilaku kekerasan, kerusakan interaksi
sosial dan defisit perawatan diri.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan asuhan keperawatan anak
dengan gangguan perkembangan dan perilaku pada anak.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan konsep gangguan perkembangan dan perilaku pada anak
2. Menguraikan langkah-langkah proses keperawatan gangguan perkembangan dan
perilaku pada anak.

III. POKOK BAHASAN ATAU DAN SUB POKOK BAHASAN

112
Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan-pokok bahasan sebagai berikut yaitu:
1. Konsep Asuhan keperawatan pada gangguan perkembangan pada anak
a. Asuhan keperawatan risiko perilaku kekerasan
 Pengertian risiko perilaku kekerasan
 Proses terjadinya risiko perilaku kekerasan
 Tanda dan Gejala risiko perilaku kekerasan
 Proses keperawatan risiko perilaku kekerasan

b. Asuhan keperawatan kerusakan interaksi sosial


 Pengertian kerusakan interaksi sosial
 Proses terjadinya kerusakan interaksi sosial
 Tanda dan Gejala kerusakan interaksi sosial
 Proses keperawatan kerusakan interaksi sosial

c. Asuhan keperawatan defisit perawatan diri


 Pengertian defisit perawatan diri
 Proses terjadinya defisit perawatan diri
 Tanda dan Gejala defisit perawatan diri
 Proses keperawatan defisit perawatan diri

2.Langkah – langkah asuhan keperawatan pada gangguan perkembangan pada anak

IV. METODE

Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah:


A. Ceramah dan tanya jawab
B. Brain storming ( curah pendapat )
C. Diskusi
D. Studi kasus
E. Bermain peran
F. Demonstrasi di lapangan

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

113
Media dan alat bantu yang digunakan selama proses pembelajaran adalah:
A. Laptop
B. Liquid Crystal Display (LCD) Projector Bahan tayang (slide power point)
C. Modul
D. White board
E. Flipchart
F. Spidol
G. Lembar kerja studi kasus
H. Panduan praktik
I. Form catatan keperawatan
J. Form evaluasi penampilan klinik
K. Form jadwal kegiatan harian
L. Leaflet
M. Skenario bermain peran

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-
langkah sebagai berikut:

A. Langkah 1 : Penyiapan Proses pembelajaran di kelas


1. Kegiatan Fasilitator
a. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas
b. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
c. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas mulailah dengan
memperkenalkan diri. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap,
instansi tempat bekerja, dan materi yang akan disampaikan.
d. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang apa yang dimaksud dengan
asuhan keperawatan gangguan perkembangan dan perilaku pada anak dengan
metode brainstorming.
e. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran tentang Kosep
asuhan keperawatan gangguan perkembangan dan perilaku pada anak dengan
menggunakan bahan tayang.

2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan

114
b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
c. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
d. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas dan
perlu diklarifikasi.

B. Langkah 2 : Penjelasan konsep asuhan keperawatan Gangguan perkembangan


dan perilaku pada anak
Penjelasan tentang proses keperawatan gangguan perkembangan dan perilaku pada
anak selama 1 JPL (45 menit ),sebagai berikut :
1. Kegiatan Fasilitator
a. Menyampaikan pokok bahasan dan sub pokok bahasan: konsep gangguan
perkembangan dan perilaku pada anak dan proses keperawatan gangguan
perkembangan dan perilaku pada anak. Saat penyampaian materi proses
keperawatan gangguan perkembangan dan perilaku pada anak, peserta juga
melakukan latihan atau bermain peran dalam merawat gangguan perkembangan
dan perilaku pada anak.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta

2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting.
b. Melakukan latihan atau bermain peran dalam merawat anak gangguan
perkembangan dan perilaku pada anak.
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan
d. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.

C. Langkah 3 : Bermain peran asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan


perkembangan dan perilaku pada anak
Kegiatan bermain peran dilakukan selama 2 JPL (90 menit) sebagai berikut:
1. Kegiatan Fasilitator
a. Memberi kesempatan pada peserta untuk bermain peran sebagai perawat dalam
melakukan asuhan keperawatan terhadap anak dan keluarga (pelaku rawat).
b. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses latihan (bermain
peran).

115
c. Melakukan evaluasi dan memberikan masukan kepada peserta setelah bermain
peran dalam merawat anak dan keluarga (pelaku rawat).

2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri untuk bermain peran dalam melakukan asuhan keperawatan
terhadap anak dan keluarga
b. Bermain peran dalam melakukan asuhan keperawatan terhadap anak dan
keluarga
c. Mendengar dan mencatat tentang hasil evaluasi dari fasilitator.

D. Langkah 4 : Praktik lapangan asuhan keperawatan gangguan perkembangan dan


perilaku pada anak
Kegiatan praktik lapangan selama 1 JPL (45 menit) sebagai berikut:
1. Kegiatan Fasilitator
a. Melakukan konferensi awal (pre conference)
b. Memberi kesempatan pada peserta untuk melakukan asuhan keperawatan
terhadap anak dan keluarga (pelaku rawat) melalui kunjungan rumah.
c. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada saat peserta melakukan
asuhan keperawatan terhadap anak dan keluarga (pelaku rawat).
d. Melakukan evaluasi dan memberikan masukan kepada peserta setelah melakukan
asuhan keperawatan terhadap anak dan keluarga (pelaku rawat).
e. Melakukan konferensi akhir (post conference)

2. Kegiatan Peserta
a. Membuat laporan pendahuluan, strategi pelaksanaan tindakan (SP) dan rencana
harian.
b. Mengikuti konferensi awal (pre conference).
c. Melakukan asuhan keperawatan terhadap anak atau keluarga
d. Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan yang telah dilakukan
e. Mengikuti konferensi akhir (post conference).

VII. URAIAN MATERI

116
POKOK BAHASAN 1.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN PERKEMBANGAN PADA
ANAK

A. Asuhan Keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan


1. Pengertian
Risiko Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana seseorang menunjukkan
perilaku yang aktual melakukan kekerasan yang ditujukan pada diri sendiri/ orang
lain secara verbal maupun non verbal dan pada lingkungan.
2. Proses terjadinya masalah
Terjadinya perilaku kekerasan pada anak di pengaruhi oleh faktor predisposisi
dan presipitasi.
Faktor predisposisi terjadinya risiko perilaku kekerasan adalah :
1. Biologik
Secara biologik terjadinya risiko perilaku kekerasan pada anak adalah karena
faktor genetik, gangguan perkembangan neurologik, penyakit pada sistem
syaraf dan lingkungan, kelahiran permatur atau partus lama
2.Psikologi : kepribadian anti sosial, depresi pada ibu, orang tua dengan perilaku
kekerasan
3. Sosial kultural : Orang tua dengan pendidikan rendah, ekonomi rendah, metode
orang tua yang tidak tepat

Faktor presipitasi terjadinya risiko perilaku kekerasan adalah :


a. Biologik : gangguan pada sistem syaraf,
b. Psikologik : tidak terpenuhinya keinginan atau harapan, ketidakmampuan
mengkomunikasikan keinginan, keterbatasan intelektual, disfungsi dinamika
keluarga, peran model negatif orang tua, penolakan teman sebaya,
temperamen, peningkatan kecemasan.
c. Sosial kultural : stimulus lingkungan, kurang memahami sosial,
ketidakmampuan keluarga memahami keinginan anak, stres yang dialami
keluarga, disfungsi keluarga, pengabaian atau abuse pada anak

3. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan adalah :
a. Perilaku berulang yang mencederai diri sendiri , aktifitas ritual , memukul,
menendang, menggigit (Autism)

117
b. Berperilaku agresif pada orang lain dan lingkungan seperti melemparkan
makanan dan piring atau benda lain yang ada di depannya pada orang
c. Mudah frustasi, cepat marah dan marah meledak-ledak
d. Berteriak atau berbicara dengan keras di kelas atau kelompok
e. Mengancam untuk menyakiti orang lain
f. Perilaku merusak, terkadang bahkan memiliki pikiran menggunakan bahasa
yang kasar dan provokatif
g. Melanggar aturan dan hak- hak orang lain
h. Keluyuran atau lari dari rumah
i. Kejam terutama pada binatang, bermusuhan, merusak, bermain api,
hiperaktivitas, berlari kesana kemari, tidak pernah istirahat, mengganggu orang
lain
j. Tidak mampu mengontrol emosi
k. Berbohong, curang, mencuri, berkelahi

a. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada klien dan
keluarga (pelaku rawat).
Tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan dapat ditemukan dengan wawancara
dengan keluarga melalui pertanyaan sebagai berikut:
a. Apa penyebab perasaan marah?
b. Apakah anak suka melanggar aturan dan hak- hak orang lain ?
c. Apakah anak suka kejam terutama pada binatang, bermusuhan, merusak,
bermain api, hiperaktivitas, mengganggu orang lain ?
d. Apakah anak suka berbohong, curang, mencuri, berkelahi ?
e. Apa yang dirasakan saat terjadi kejadian/penyebab marah?
f. Apa yang dilakukan saat marah?
g. Apa akibat dari cara marah yang dilakukan?
h. Apakah dengan cara yang digunakan penyebab marah hilang?

Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan yang dapat ditemukan melalui
observasiadalah sebagai berikut:
a. Perilaku berulang yang mencederai diri sendiri , aktifitas ritual , memukul,
menendang, menggigit (Autism)
b. Berperilaku agresif pada orang lain dan lingkungan seperti melemparkan
makanan dan piring atau benda lain yang ada di depannya pada orang

118
c. Mudah frustasi, cepat marah dan marah meledak-ledak
d. Berteriak atau berbicara dengan keras
e. Mengancam untuk menyakiti orang lain
f. Perilaku merusak, terkadang bahkan memiliki pikiran menggunakan bahasa
yang kasar dan provokatif
g. Tidak mampu mengontrol emosi
h. Berlari kesana kemari, tidak pernah istirahat

2. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan tanda dan gejala yang diperoleh dari hasil pengkajian, maka
dirumuskanlah diagnosis keperawatan :

Risiko Perilaku Kekerasan

3. Tindakan Keperawatan
Tujuan tindakan keperawatan untuk klien:
Klien dapat
a. Membina hubungan saling percaya
b. Menunjukkan perubahan perilaku: tidak mencederai diri
c. Menjelaskan penyebab marah
d. Menjelaskan perasaan saat terjadinya marah/perilaku kekerasan
e. Menjelaskan perilaku yang dilakukan saat marah
f. Melakukan cara mengontrol rasa marah/perilaku kekerasan

Tindakan Keperawatan Untuk Individu


1. Diskusikan situasi yang menyebabkan marah atau cemas yang memicu
perilaku mencederai diri pada anak.
2. Bantu klien mengenal kapan marahnya terjadi dan menerima perasaannya.
Diskusikan penyebab marah, respon, cara marah dan dampak marah klien,
3. Lakukan bermain peran cara mengungkapkan marah. Beri pujian atas
keberhasilan klien.
4. Arahkan perilaku kekerasan dengan aktifitas bermain seperti kejar aku kau ku
tangkap, kucing dan tikus, memukul kasur bantal, meniup balon (tarik nafas
dalam), dan lain-lain.

Tujuan Untuk keluarga


Keluarga mampu untuk :

119
a. Mengenal masalah risiko perilaku kekerasan pada anak
b. Memutuskan untuk melakukan perawatan pada anak dengan risiko perilaku
kekerasan
c. Merawat anak denganrisiko perilaku kekerasandengan mengajarkan dan
mendampingi anak
d. Memodifikasi lingkungan yang kondusif agar anak mampu mengontrol
perilaku kekerasan dan mengurangi stresor yang menimbulkan perilaku
kekerasan
e. Mengenal tanda kekambuhan, dan mencari pelayanan kesehatan

Keluarga dapat meneruskan melatih klien dan mendukung agar kemampuan klien
risiko perilaku kekerasan mengatasi masalahnya dapat meningkat.

Tindakan Keperawatan Untuk Keluarga


a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien.
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya perilaku
kekerasan/ risiko perilaku kekerasan pada anak
c. Melatih keluarga cara merawat anak dengan risiko perilaku kekerasan.
d. Membimbing keluarga merawat anak dengan risiko perilaku kekerasan.:
melindungi anak dengan mencederai diri dengan memakaikan alat pelindung,
berkomunikasi dengan anak, menemani dan mengarahkan perilaku anak
dengan aktifitas bermain yang memerlukan energi saat klien cemas atau
marah meningkat dan mematau minum obat klien.
e. Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang
mendukung klien untuk mengontrol emosinya : mengurangi stimulus
lingkungan, memberikan rasa aman dan nyaman bagi anak.
f. Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan
segera ke fasilitas pelayanan kesehatan
g. Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur

4. Evaluasi
Evaluasi untuk klien
1. Menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan, perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan, dan akibat dari perilaku kekerasan.
2. Mengontrol perilaku kekerasan secara teratur sesuai jadwal: tarik nafas dalam
dan pukul bantal/kasur, secara sosial/verbal: meminta, menolak, dan

120
mengungkapkan perasaan dengan cara baik, secara spiritual, patuh minum
obat.

Evaluasi untuk keluarga


1. Mengenal masalah yang dirasakan dalam merawat klien (pengertian, tanda
dan gejala, dan proses terjadinya risiko perilaku kekerasan)
2. Mencegah terjadinya perilaku kekerasan
3. Menunjukkan sikap yang mendukung danmenghargai klien
4. Memotivasi klien dalam melakukan cara mengontrol perasaan marah
5. Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung klien
mengontrol perasaan marah
6. Mengevaluasi manfaat asuhan keperawatan dalam mencegah perilaku
kekerasan klien
7. Melakukan follow up ke Puskesmas, mengenal tanda kambuh dan melakukan
rujukan.

B. Kerusakan Interaksi Sosial


1. Definisi
Kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan seseorang berpartisipasi
dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas yang tidak efektif.

2. Proses Terjadinya Masalah


Terjadinya kerusakan interaksi sosial pada anak di pengaruhi oleh faktor
predisposisi dan presipitasi. Faktor predisposisi terjadinya kerusakan interaksi
sosial adalah :
a. Biologik : kelahiran prematur, dengan induksi dan partus lama
b. Psikologik : abuse dan pengabaian pada anak,hubungan antara anak dan
orang tua yang tidak memuaskan, tidak terpenuhi tugas perkembangan
percaya versus ketidakpercayaan.
c. Sosial : lingkungan yang kacau, role model yang buruk dari orang tua.

Faktor presipitasi terjadinya kerusakan interaksi sosial adalah : perubahan


neurologik, ketidakmampuan membina hubungan percaya, perilaku intrusif,
ketidakmaturan perkembangan perilaku interaksi sosial, gangguan konsep diri,

121
3. Tanda dan Gejala
Retardasi mental :
a. Gagal menggunakan perilaku interaksi sosial
b. Disfungsi interaksi dengan orang lain
c. Tampak ketidaknyamanan dalam situasi sosial

Autism :
a. Kurang tanggap atau peduli terhadap orang lain
b. Tidak mau dipeluk
c. Ketidakpedulian atau keengganan untuk kasih sayang dan kontak fisik
d. Tidak mampu bermain bekerjasama dan menjalin persahabatan.
e. Terbatasnya rentang perhatian
f. Kegiatan mudah beralih

ADHD :
a. Impulsif
b. Kesulitan membentuk hubungan interpersonal yang memuaskan.
c. Perilaku mengganggu
d. Kesulitan menyesuaikan dengan norma-norma sosial.

4. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada klien
dan keluarga (pelaku rawat). Tanda dan gejala kerusakan interaksi sosial
dapat ditemukan dengan wawancara keluarga melalui pertanyaan sebagai
berikut:
1. Apakah anak mereka dapat melakukan kontak mata atau memberikan
perhatian kepada orang lain ?
2. Bagaimana perasaan anak saat berinteraksi dengan orang lain ?
3. Apakah anak dapat mengungkapkan rasa puas, memiliki, kepedulian,
ketertarikan dan berbagi ?
4. Apakah perilaku anak sesuai dengan usianya dalam berinteraksi dengan
orang lain ?
Tanda dan gejala kerusakan interaksi sosial yang dapat ditemukan melalui
observasiadalah sebagai berikut:
1. Menyendiri
2. Kontak mata kurang
122
3. Kurang tanggap atau peduli terhadap orang lain
4. Tidak mau dipeluk
5. Ketidakpedulian atau keengganan untuk kasih sayang dan kontak fisik
6. Tidak mampu bermain bekerjasama dan menjalin persahabatan.
7. Terbatsnya rentang perhatian
8. Kegiatan mudah beralih
9. Impulsif.
10. Mengganggu orang lain
11. Perilaku yang tidak dapat diterima sesuai usia

b. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan tanda dan gejala yang diperoleh dari hasil pengkajian,
maka dirumuskanlah diagnosis keperawatan :

Kerusakan interaksi sosial

c. Tindakan Keperawatan
Tujuan :
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat ditandai
dengan adanya respon wajah dan kontak mata, Klien dapat berinteraksi dengan
orang lain.

Tindakan keperawatan untuk individu :


1. Bina hubungan saling percaya dengan klien :
a. Tetap bersama klien pada awal interaksi.
b. Berikan kehangatan, penerimaan, dan penuhi kebutuhan dasar klien.
Jujur dan menapati janji, terima diri klien dan bedakan dengan perilaku
yang diterima, misalnya : bukan kamu, tapi perilakumu yang tidak dapat
diterima
c. Dapatkan perhatian anak atau kontak mata anak dengan memanggil
namanya atau berikan anak objek yang dikenalnya seperti boneka atau
selimut.
d. Pergilah perlahan-lahan, jangan memaksa anak untuk berinteraksi. Beri
pujian atas adanya kontak mata. Secara bertahap kenalkan sentuhan,
senyuman dan pelukan.

123
2. Berikan contoh cara berinteraksi dengan orang lain
3. Diskusikan kepada anak perilaku yang di terima dan tidak boleh dilakukan
saat berinteraksi dengan orang lain.
4. Jelaskan secara jelas danpak perilaku yang tidak boleh dilakukan
5. Anjurkan anak untuk interaksi dengan orang lain dengan ditemani perawat.

Tujuan untuk keluarga


Keluarga mampu untuk :
a. Mengenal masalah kerusakan interaksi sosial pada anak
b. Memutuskan untuk melakukan perawatan pada anak dengan kerusakan
interaksi sosial
c. Merawat anak dengankerusakan interaksi sosial dengan mengajarkan dan
mendampingi anak dalam melakukan interaksi sosial.
d. Memodifikasi lingkungan yang kondusif agar anak mampu melakukan
interasi sosial dengan orang lain.
e. Mengenal tanda kekambuhan, dan mencari pelayanan kesehatan

Tindakan keperawatan untuk keluarga


a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien.
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya
kerusakan interaksi sosial pada anak
c. Melatih keluarga cara merawat anak dengankerusakan interaksi sosial
d. Membimbing keluarga merawat anak dengan kerusakan interaksi sosial.
e. Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang
mendukung klien untuk interaksi sosial.
f. Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan
segera ke fasilitas pelayanan kesehatan
g. Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur

d. Evaluasi
Evaluasi untuk klien :
1) Membina hubungan saling percaya dengan perawat.
2) Memulai interaksi dengan orang lain
3) Ada kontak mata, respon wajah dan perilaku non verbal lainnya dalam
berinteraksi dengan orang lain
4) Tidak menolak diri dari kontak fisik

124
Evaluasi untuk keluarga
1) Mengenal masalah yang dirasakan dalam merawat klien (pengertian, tanda
dan gejala, dan proses terjadinya kerusakan interaksi sosial)
2) Mencegah terjadinya kerusakan interaksi sosial
3) Menunjukkan sikap yang mendukung danmenghargai klien
4) Memotivasi klien dalam melakukan interaksi sosial
5) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung klien
berinteraksi sosial.

C. Defisit Perawatan Diri


1. Definisi
Defisit perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya.

Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas


perawatan diri (kebersihan diri, berhias, makan, toileting), ( Herdman, 2012)

2. Proses Terjadinya Masalah


Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya defisit perawatan diri, meliputi
Faktor prediposisi
a. Biologis :Tingkat IQ yang rendah, gangguan muskuloskletal, gangguan
neuromuskular
b. Psikologis :penilaian diri negtif
c. Sosial : kurang dukungan dan situasi lingkungan mempengaruhi kemampuan
dalam perawatan diri.

Faktor presipitasi
Faktor presiptasi yang dapat menimbulkan defisit perawatan diri pada anak
yang mengalami gangguan perkembangan dan perilaku adalah perubahan
mobilitas fisik, kurang maturnya mobilitas fisik.

3. Tanda dan Gejala

125
Tanda dan gejala defisit perawatan diri dapat dinilai dari pernyataan keluarga
bahwa anak mereka :
a. Tidak mampu untuk mandi
b. Tidak mampu memakai pakaian
c. Tidak bisa membawa makanandari piring ke mulut
d. Tidak bisa BAB atau BAK sendiri tanpabantuan

4. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi kepada klien
dan keluarga(pelaku rawat).
Tanda dan gejala defisit perawatan diri yang dapat ditemukan dengan
wawancara,melalui pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana kebersihan diri klien?
b. Apakah klien bisa mandi, mencuci rambut, menggosok gigi, menggunting
kuku?
c. Bagaimana penampilan klien?
d. Apakah klien menyisir rambut , berdandan, bercukur (untuk laki-laki)?
e. Apakah pakaian klien rapi dan sesuai?
f. Apakah klien menggunakan alat mandi / kebersihan diri ?
g. Bagaimana makan dan minum klien ?
h. Apakah klien menggunakan alat makan dan minum saat makan dan
minum ?
i. Bagaimana BAB dan BAK klien ?
j. Apakah klien membersihkan diri dan tempat BAB dan BAK setelah BAB
dan BAK ?
k. Apakah klien mengetahui cara perawatan diri yang benar ?

Tanda dan gejala defisit perawatan diri yang dapat ditemukan melalui observasi
adalah sebagai berikut :
1) Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.
2) Ketidakmampuan berhias/berdandan, ditandai dengan rambut acak-acakan,
pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada klien laki-laki tidak
bercukur, pada klien wanita tidak berdandan.

126
3) Ketidakmampuan makan dan minum secara mandiri, ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil makan dan minum sendiri, makan berceceran,
dan makan tidak pada tempatnya.
4) Ketidakmampuan BAB dan BAK secara mandiri, ditandai dengan BAB dan
BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB
dan BAK.

b. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan tanda dan gejala yang diperoleh dari hasil pengkajian,
maka dirumuskanlah diagnosis keperawatan :

Defisit Perawatan Diri

c. Tindakan Keperawatan
Tujuan :
Klien mampu melakukan pemenuhan kebutuhan perawatan diri secara
mandiri.

Tindakan Keperawatan Untuk Individu


1. Identifikasi aspek perawatan diri yang masih dapat dilakukan klien.
2. Latih satu aspek perawatan diri pada satu waktu. misalnya cara makan,
memotong kuku.
3. Berikan penjelasan sederhana dan konkret misal melatih makan ambil
nasi dari piring, masukkan ke mulut.
4. Berikan pujian atas keberhasilan yang dapat dicapai klien.
5. Latih aspek perawatan diri lainnya apabila satu aspek perawatan diri telah
dikuasai dengan baik.
6. Anjurkan klien untuk mandiri namun apabila tidak mampu berikan
bantuan.

Tujuan Untuk Keluarga


Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami defisit
perawatan diri

Tindakan Keperawatan Untuk Keluarga

127
1. Mendiskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat klien defisit
perawatan diri
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya defisit
perawatan diri dan mengambil keputusan merawat klien
3. Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang
dibutuhkan oleh klien untuk menjaga perawatan diri klien.
4. Latih keluarga cara merawat dan membimbing kebersihan diri,
berdandan, makan dan minum, BAB dan BAK klien
5. Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang
mendukung perawatan diri klien
6. Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan
segera ke fasilitas kesehatan.
7. Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur.

d. Evaluasi
Evaluasi untuk klien
Klien mampu :
1. Mandi, mencuci rambut, menggosok gigi dan menggunting kuku dengan
benar dan bersih
2. Mengganti pakaian dengan pakaian bersih
3. Membereskan pakaian kotor
4. Berdandan dengan benar
5. Mengambil makanan dan minuman dengan rapi
6. Menggunakan alat makan dan minum dengan benar
7. BAB dan BAK pada tempatnya
8. BAB dan BAKdengan bersih.

Evaluasi untuk keluarga


1. Mengenal masalah yg dirasakan dalam merawat klien (pengertian, tanda
dan gejala, dan proses terjadinya defisit perawatan diri )
2. Menyediakan fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh klien
3. Merawat dan membimbing klien dalam merawat diri : kebersihan diri ,
berdandan (wanita), bercukur (pria), makan dan minum, BAB dan BAK.
4. Follow up ke Puskesmas, mengenal tanda kambuh dan rujukan

VIII. REFERENSI

128
1. Fortinash, K.M. (2004). Psychiatric Mental Health Nursing (3th ed), St. Louis:
Mosby
2. Herdman, T.H. (2012), NANDA International Nursing Diagnoses Definition &
Classification, 2012-2014.(Ed.). Oxford: Wiley-Blackwell.
3. Keliat. B.A . dkk (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (basic
Course). EGC: Jakarta
4. Stuart, Gail Wiscarz, (2013), Principles and practice of psychiatric nursing, 10th
ed, Philadelphia: Elsevier Mosby
5. Stuart,G.W.& Dundeen, M.T. (2005), Principles and practice of psychiatric
nursing (8th ed), Philadelphia: Elsevier Mosby
6. Townsend, Mary C., (2011) Nursing diagnoses in psychiatric nursing : care plans
and psychotropic medications , 8th ed, F. A. Davis Company, Philadelphia.
7. Townsend, Mary C., (2009), Psychiatric mental health nursing: concepts of care
in evidence-based practice , 6th ed, F. A. Davis Company
8. Videbeck, Sheila L (2011), Psychiatric-mental health nursing [illustrations by
Cathy J. Miller]. — 5th ed, Lippincott Williams & Wilkins

MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA


MATERI INTI 8
GANGGUAN DEMENSIA PADA LANSIA
8

129
I. DESKRIPSI SINGKAT
Gangguan demensia merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang sering
terjadi pada klien dengan usia lanjut. Pada gangguan ini usia lanjut mengalami
gangguan memori atau daya ingat yang berdampak terhadap kemampuan klien usia
lanjut dalam melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan dan kesejahteraan
hidupnya.

Gangguan memori seringkali dianggap wajar terjadi pada lanjut usia karena
merupakan bagian dari proses penuaan yang normal. Faktor ketidaktahuan, baik dari
pihak keluarga, masyarakat maupun pihak tenaga kesehatan mengenai tanda dan gejala
gangguan memori, dapat menyebabkan gangguan memori sering tidak terdeteksi dan
lambat ditangani.

Seiring dengan meningkatnya jumlah usia lanjut di Indonesia, masalah gangguan


memori ini semakin sering dijumpai. Pemahaman yang benar tentang gejala ini adalah
penting dimiliki agar gangguan memori dapat dideteksi dan ditangani sedini mungkin.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU):
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan asuhan keperawatan
gangguan Demensia pada lanjut usia
2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK):
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu :
1. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan gangguan Demensia pada Lanjut
Usia.
2. Melakukan langkah – langkah asuhan keperawatan padagangguan Demensia
pada Lanjut Usia

III. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN

Pokok bahasan dan atau sub pokok bahasan yang dibahas dalam modul ini adalah:
A. Konsep Asuhan keperawatan gangguan Demensia pada lanjut usia
1. Pengertian gangguan memori
2. Proses terjadinya gangguan memori
3. Tanda dan Gejala gangguan memori

130
4. Proses keperawatan gangguan memori
B. Langkah – langkah asuhan keperawatan pada gangguan Demensia pada Lanjut Usia
1. Pengkajian
2. Diagnosis keperawatan
3. Intervensi
4. Implementasi
5. Evaluasi
6. Dokumentasi

IV. BAHAN BELAJAR

1. Modul penatalaksanaan kasus gangguan jiwa yang sering di temui di fasilitas kesehatan
tingkat pertama (FKTP) bagi dokter
2. Modul pelatihan dasar keperawatan kesehatan jiwa masyarakat (BC CMHN)

V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Agar proses pembelajaran dapat berjalan dan berhasil secara efektif, maka perlu
disusunlangkah-langkah sebagai berikut:

A. Langkah 1 : Penyiapan Proses Pembelajaran di Kelas


1. Kegiatan Fasilitator
a. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana dikelas.
b. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
c. Jika belum pernah menyampaikan sesi di kelas, fasilitator memulai dengan
memperkenalkan diri. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama
lengkap,nama panggilan yang disukai, instansi tempat bekerja, dan materi yang
akan disampaikan.
d. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang apa yang dimaksud dengan
gangguan memori dengan metode brainstorming.
e. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran asuhan
keperawatan gangguan memoridengan menggunakan bahan tayang.
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
c. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting

131
d. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas dan
perlu diklarifikasi.

B. Langkah 2 : Penjelasan Proses Keperawatan Gangguan memori


Penjelasan tentang proses keperawatan gangguan memori selama 2 JPL (90 menit)
sebagai berikut :

1. Kegiatan Fasilitator
a. Menyampaikan pokok bahasan dan sub pokok bahasan: konsep gangguan
memori dan proses keperawatan gangguan memori. Saat penyampaian materi
proses keperawatan gangguan memori, peserta juga melakukan latihan atau
bermain peran dalam merawat gangguan memori.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas.
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta.
d. Memberi kesempatan pada peserta untuk bermain peran sebagai perawat dalam
melakukan asuhan keperawatan terhadap klien dan keluarga (pelaku rawat).
e. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses latihan (bermain
peran).
f. Melakukan evaluasi dan memberikan masukan kepada peserta setelah bermain
peran dalam merawat klien dan keluarga (pelaku rawat).

2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat, dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting.
b. Melakukan latihan atau bermain peran dalam merawat gangguan memori.
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan.
d. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.
e. Mempersiapkan diri untuk bermain peran dalam melakukan asuhan keperawatan
terhadap klien atau keluarga (pelaku rawat).
f. Bermain peran dalam melakukan asuhan keperawatan terhadap klien atau
keluarga (pelaku rawat).
g. Mendengar dan mencatat tentang hasil evaluasi dari fasilitator.

C. Langkah 3 : Praktik lapangan asuhan keperawatan gangguan memori


Kegiatan praktik lapangan selama 1 JPL (45 menit) sebagai berikut:
1. Kegiatan Fasilitator

132
a. Melakukan konferensi awal (pre conference).
b. Memberi kesempatan pada peserta untuk melakukan asuhan keperawatan
terhadap klien dan keluarga (pelaku rawat) melalui kunjungan rumah.
c. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada saat peserta melakukan
asuhan keperawatan terhadap klien dan keluarga (pelaku rawat).
d. Melakukan evaluasi dan memberikan masukkan kepada peserta setelah
melakukan asuhan keperawatan terhadap klien dan keluarga (pelaku rawat).
e. Melakukan konferensi akhir (post conference).
2. Kegiatan Peserta
a. Mengikuti konferensi awal (pre conference)
b. Melakukan asuhan keperawatan terhadap klien dan keluarga (pelaku rawat).
c. Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan yang telah dilakukan.
d. Mengikuti konferensi akhir (post conference)

VI. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN A.

KONSEP GANGGUAN MEMORI

1. Definisi Gangguan memori pada Lansia


Gangguan memori adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penurunan
kemampuan daya ingat dan daya pikir tanpa adanya penurunan fungsi kesadaran.

2. Proses terjadinya Gangguan Memori


Proses terjadinya gangguan memori meliputi stresor dari faktor predisposisi dan
presipitasi,

a. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan memori, meliputi:

1) Faktor Biologis
Faktor-faktor biologis yang berkaitan dengan adanya riwayat keluarga
dengan demensia, tauma kepala, infeksi, proses penuaan, perubahan
neurotransmiter.

2) Faktor Psikologis

133
Klien gangguan memori mempunyai ancaman identitas, harga diri, integritas
diri, kehilangan orang yang berarti, perceraian

3) Faktor Sosial Budaya


Faktor sosial budaya yang berkaitan dengan gangguan memori antara lain
pendidikan rendah, kehilangan peran, kekuatan, kemandirian di dalam
keluarga.

b. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus gangguan memori meliputi :

1) Biologis : gangguan neurologik, gangguan kejang


2) Psikologis : kehilangan orang berarti
3) Sosial budaya : perubahan status pekerjaan, perubahan fungsi dan peran,
lingkungan, sosial.

3. Tanda dan Gejala Gangguan Memori


Gangguan Memori ditandai dengan:

a. Sukar melaksanakan kegiatan sehari-hari


b. Pelupa
c. Sering mengulang kata-kata
d. Tidak mengenal waktu, ruang dan tempat, misalnya tidur di ruang makan
e. Cepat marah dan sulit di atur.
f. Daya ingat hilang
g. Sulit belajar dan mengingat informasi baru
h. Kurang konsentrasi
i. Kurang kebersihan diri

4. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Untuk mengkaji klien lansia dengan gangguan memori, saudara dapat menggunakan
tehnik mengobservasi perilaku klien dan wawancara langsung dengan klien dan
keluarganya. Observasi yang saudara lakukan terutama untuk mengkaji data objektif
gangguan memori:

1) Kurang konsentrasi

134
2) Kurang kebersihan diri
3) Tidak mengenal waktu, tempat dan orang
4) Aktifitas terbatas
5) Sering mengulang kata-kata.

Aspek psikososial yang perlu dikaji adalah: apakah lansia mengalami kebingungan,
kecemasan, menunjukkan afek yang labil/ datar/ tidak sesuai.

Data subjektif didapatkan melalui wawancara dengan menggunakan Mini Mental


State Examination (MMSE). Untuk pemeriksaan fungsi kognitif:MMSE dilakukan
untuk mengkaji fungsi kognitif yang mencakup: orientasi, registrasi, atensi dan
kalkulasi serta mengingat dan bahasa.

Mini Mental State Examination


Nama klien : ................. Nama pewawancara :...................

Usia klien :.................... Tanggal wawancara :...................

Pendidikan :..................... Waktu wawancara :....................

Skor Skor Pertanyaan Ket


Max Klien
5 Sekarang (hari), (tgl), (bulan), (tahun) siang/malam? Orientasi

5 Sekarang kita berada dimana? (lorong), (dusun), Orientasi


(kelurahan), (kabupaten), (propinsi)
3 Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda; Registrasi
almari, sepatu, buku, satu detik untuk setiap
benda.

Lansia mengulang ke 3 nama benda tsb. Berikan nilai


1 untuk setiap jawaban yang benar

5 Hitunglah mundur dari 10.000 kebawah dengan Atensi dan


pengurangan Rp. 1000 dari Rp. 10.000 ke bawah Kalkuklasi
(Nilai 1 untuk jawaban yang benar), berhenti setelah
lima
hitungan ( 9.000, 8.000, 7.000, 6.000, 5.000).
3 Tanyakan kembali nama 3 benda yang telah Mengingat
disebutkan di atas. Berilah nilai 1 untuk setiap
jawaban yang benar.

135
9 
Apakah nama benda inin?. Perlihatkan pensil dan Bahasa
jam tangan (Nilai 2) Jika jawaban benar
 Ulangilah kalimat berikut:“saya ingin sehat” (nilai
1)
 Laksanakan 3 buah perintah ini: “Peganglah
selembar kertas dengan tangan kanan, lipatlah
kertas itu pada pertengahan dan letakkanlah di
lantai!: (nilai 3)
 Bacalah dan laksanakan perintah berikut:
“pejamkan mata anda!” (nilai 1)
 Tulislah sebuah kalimat:”Allahu Akbar dalam
bahasa Arab” (nilai 1)
 Tirulah gambar ini: pohon (nilai 1).
HASIL: Nilai 21-30 : Gangguan memori Ringan

Nilai 11-20 : Gangguan memori Sedang

Nilai <10 : Gangguan memori Berat (Stadium Lanjut)

Latihan 2. Percakapan cara mengkaji fungsi kognitif klien lansia


Orientasi:

“Assalamualaikum pak, nama saya ....... paggilannya .............., Nama bapak siapa?,

suka dipanggil apa? Saya perawat puskesmas yang akan merawat bapak, saya akan

datang secara berkala setiap tiga hari.“ Bagaimana perasaan Bapak pagi ini?”, “

Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan bapak, selama 15 menit?

Kerja:

” Coba bapak sebutkan hari, tanggal,bulan dan tahun berapa sekarang serta apakah sekarang
siang atau malam?”

” Dimana bapak sekarang berada?”lorong, dusun, kampung, kabupaten, propinsi.”

”Bapak, saya akan menyebutkan tiga nama benda, nanti bapak coba sebutkan lagi.

”Buku, sepatu, bis!” ( Disebutkan satu detik untuk setiap benda) , sekarang bapak ulangi ”

”Coba bapak hitung mundur dari 10.000 kebawah dengan pengurangan 1000, seperti ini pak....
9000, 8000, sekarang coba bapak lanjutkan. (hentikan setelah lima hitungan) ” Coba bapak
sebutkan kembali tiga benda yang tadi suster sebutkan.” (buku, sepatu, bis)

” Pak, ini benda apa ( perlihatkan arloji)“ Kalau ini benda apa? (perlihatkan pensil),

” Pak, suster akan menyebutkan satu kalimat, nanti bapak ulangi yah!” saya ingin sehat”

136
”Pak, ini kertas, sekarang coba bapak lipat menjadi segitiga, kemudian lipat dua, setelah itu lipat
tiga membentuk segi empat”

”Coba bapak baca tulisan ini, (contoh tulisan : PEJAMKAN MATA) , lalu laksanakan sesuai
contoh tulisan”

“ Sekarang coba bapak tuliskan sebuah kalimat pada kertas ini.” ( perawat tidak boleh mendikte)

“ Pak, saya akan menggambar segilima yang berpotongan nanti bapak tiru gambar ini yah.”

Terminasi :

”Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang dengan suster?”

”Tampaknya Bapak semangat menjawab pertanyaan suster!”

”Nanti coba bapak ingat –ingat apa yang sudah bapak kerjakan dari pagi sampai menjelang
makan siang, saya akan menanyakan kembali hal tersebut pada kunjungan saya tiga hari lagi.”
Assalamualaikum

a. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan pada saat pengkajian, maka
ditetapkan diagnosis keperawatan:

Gangguan memori

b. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan untuk klien:

Tujuan :

1. Klien mengenal waktu, orang dan tempat


2. Klien dapat melakukan aktiftas sehari-hari secara optimal.

Tindakan keperawatan:

1. Membina hubungan saling percaya dengan klien lansia


Untuk melakukan pengkajian pada lansia dengan gangguan memori, pertama-
tama saudara harus membina hubungan saling percaya dengan melakukan hal-hal
sebagai berikut:

137
a. Selalu mengucapkan salam kepada klien.
b. Perkenalkan nama saudara dan nama panggilan termasuk menyampaikan bahwa
saudara adalah perawat yang akan merawat klien.
c. Tanyakan pula nama klien dan nama panggilan kesukaannya.
d. Jelaskan tujuan saudara merawat klien dan aktivitas yang akan dilakukan.
e. Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas
tersebut.
f. Bersikap empati
g. Gunakan kalimat yang singkat, jelas, sederhana dan mudah dimengerti (hindari
istilah yang tidak umum)
h. Bicara lambat, ucapkan kata atau kalimat dengan jelas dan jika memberikan
pertanyaan beri waktu kepada klien untuk memikirkan jawabannya
i. Tanya satu pertanyaan setiap kali bertanya dan ulang pertanyaan dengan kata-
kata yang sama.
j. Volume suara ditingkatkan dengan nada rendah jika ada gangguan pendengaran.
k. Komunikasi verbal disertai dengan non verbal yang baik
l. Sikap berkomunikasi harus berhadapan, pertahankan kontak mata, relaks dan
terbuka
m. Ciptakan lingkungan yang terapeutik pada saat berkomunikasi dengan klien:
 Tidak berisik atau ribut
 Ruangan nyaman, cahaya dan ventilasi cukup
 Jarak disesuaikan, untuk meminimalkan gangguan.
2. Latih klien lansia orientasi terhadap waktu, orang dan tempat.

a) Tanyakan kepada klien waktu saat klien berinteraksi dengan perawat mis: pagi
atau siang, jam 10.00
b) Beri kesempatan kepada klien untuk menyebutkan namanya dan anggota
keluarga terdekat
c) Beri kesempatan kepada klien untuk mengenal dimana dia berada.
d) Berikan pujian jika klien dapat menjawab dengan benar
e) Beri kesempatan kepada klien untuk memilih aktifitas yang dapat dilakukannya.
f) Bantu klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilihnya
g) Beri pujian jika klien dapat melakukan kegiatannya.
h) Tanyakan perasaan klien jika mampu melakukan kegiatannya.
i) Bersama klien membuat jadwal kegiatan sehari-hari.

Tindakan keperawatan untuk keluarga

138
Tujuan:

1. Keluarga dapat mengorientasikan klien terhadap waktu, orang dan tempat


2. Keluarga menyediakan sarana yang dibutuhkan klien untuk melakukan orientasi
realitas
3. Keluarga membantu klien dalam melakukan aktiftas sehari-hari.

Tindakan :

1. Diskusikan dengan keluarga cara-cara mengorientasikan waktu, orang dan tempat


pada klien
2. Anjurkan keluarga untuk menyediakan jam besar, kalender dengan tulisan besar
3. Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang pernah dimiliki klien
4. Bantu keluarga memilih kemampuan yang bisa dilakukan klien saat ini.
5. Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang masih
dimiliki oleh klien
6. Anjurkan keluarga untuk membantu lansia melakukan kegiatan sesuai kemampuan
yang dimiliki
7. Anjurkan keluarga untuk memantau kegiatan sehari-hari klien sesuai dengan jadwal
yang telah dibuat.
8. Anjurkan keluarga untuk membantu klien melakukan kegiatan sesuai kemampuan
yang dimiliki
9. Anjurkan keluarga memberikan pujian jika klien melakukan kegiatan sesuai dengan
jadwal kegiatan yang sudah dibuat.
10. Apabila klien mendapat obat-obatan, jelaskan pada keluarga tentang obat-obatan
tersebut mencakup:
a. Prinsip lima benar minum obat (benar obat, klien, cara, dosis, waktu)
b. Pentingnya penggunaan obat pada lansia dengan gangguan memori
c. Akibat bila obat tidak digunakan sesuai program
d. Efek samping obat dan hal-hal untuk menghindari efek samping obat
e. Cara mendapatkan obat atau berobat

c. Evaluasi
Untuk mengukur keberhasilan asuhan keperawatan yang saudara lakukan, dapat
dilakukan dengan menilai kemampuan klien dan keluarga:

Kemampuan klien:

139
1. Mampu menyebutkan hari, tanggal dan tahun sekarang dengan benar
2. Mampu menyebutkan nama orang yang dikenal
3. Mampu menyebutkan tempat dimana klien berada saat ini
4. Mampu melakukan kegiatan harian sesuai jadual
5. Mampu mengungkapkan perasaannya setelah melakukan kegiatan

Kemampuan keluarga

1. Mampu membantu klien mengenal waktu tempat dan orang


2. Menyediakan kalender yang mempunyai lembaran perhari dengan tulisan besar dan
jam besar
3. Membantu klien melaksanakan kegiatan harian sesuai jadual yang telah dibuat
4. Memberikan pujian setiap kali klien mampu melaksanakan kegiatan harian

IX. REFERENSI

1. Fortinash, K.M. (2004). Psychiatric Mental Health Nursing (3th ed), St. Louis: Mosby
2. Herdman, T.H. (2012), NANDA International Nursing Diagnoses Definition &
Classification, 2012-2014.(Ed.). Oxford: Wiley-Blackwell.
3. Keliat. B.A . dkk (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (basic
Course). EGC: Jakarta
4. Stuart, Gail Wiscarz, (2013), Principles and practice of psychiatric nursing, 10th ed,
Philadelphia: Elsevier Mosby
5. Stuart,G.W.& Dundeen, M.T. (2005), Principles and practice of psychiatric nursing (8th
ed), Philadelphia: Elsevier Mosby
6. Townsend, Mary C., (2011) Nursing diagnoses in psychiatric nursing : care plans and
psychotropic medications , 8th ed, F. A. Davis Company, Philadelphia.

140
7. Townsend, Mary C., (2009), Psychiatric mental health nursing: concepts of care in
evidence-based practice , 6th ed, F. A. Davis Company
8. Videbeck, Sheila L (2011), Psychiatric-mental health nursing [illustrations by Cathy
J. Miller]. — 5th ed, Lippincott Williams & Wilkins

MATERI INTI 8.

KEGAWATDARURATAN PSIKIATRIK

I. DESKRIPSI SINGKAT
Kegawatdaruratan psikiatrik adalah suatu kondisi yang ditandai oleh adanya gangguan
pada pikiran, perasaan dan perilaku seseorang yang memerlukan perhatian dan
intervensi terapeutik segera. Termasuk di dalamnya kondisi yang berhubungan dengan
gaduh gelisah dan percobaan bunuh diri. Modul ini akan menguraikan mengenai
tatalaksana kegawatdaruratan psikiatri mulai dari pengenalan gejala, penegakan
diagnosis, menyusun rencana intervensi, hingga melakukan rujukan kasus.

141
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu melakukan tatalaksana pada pasien
dengan kegawatdaruratan psikiatri.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu:
1. Melakukan pengenalan gejala dan identifikasi kondisi kegawatdaruratan psikiatri
2. Membuat diagnosis kegawatdaruratan psikiatri sesuai dengan algoritma
diagnosis kegawatdaruratan psikiatri
3. Mengenal strategi umum penatalaksanaan kondisi kegawatdaruratan psikiatri
4. Memberikan intervensi farmakologis dan non farmakologis pada pasien dengan
kegawatdaruratan psikiatri
5. Mampu melakukan rujukan kasus

III. POKOK BAHASAN


Pokok bahasan pada modul ini adalah :
Pokok bahasan A : Alur diagnosis kegawatdaruratan psikiatri
Pokok bahasan B : Strategi umum penanganan pasien kegawatdaruratan psikiatri
Pokok bahasan C : Tatalaksana

IV. METODE
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah :
A. Ceramah, tanya jawab
B. Curah pendapat
C. Studi kasus
D. Bermain peran
E. Praktik lapangan

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

Media dan alat bantu yang digunakan dalam pembelajaran adalah :


A. Liquid Crystal Display (LCD) Projector dan Laptop
B. Laser pointer
C. Spidol
D. Slide presentasi
E. Lembar diskusi (Flip chart)
F. Spidol

142
G. Panduan bermain peran
H. Skenario bermain peran
I. Lembar kerja studi kasus
J. Panduan praktik lapangan
K. Form evaluasi penampilan klinis

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-
langkah sebagai berikut :
A. Langkah 1 : Penyiapan proses pembelajaran
5. Kegiatan Fasilitator
a. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas
b. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
c. Fasilitator mempresentasikan kondisi kegawatdaruratan psikiatri untuk stimulus
curah pendapat tentang pengenalan kondisi kegawatdaruratan psikiatri, strategi
umum penanganan kagawatdaruratan psikiatri dan penatalaksanaan
d. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran
6. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
c. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
d. Melakukan permainan peran
e. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas dan
perlu diklarifikasi.

B. Langkah 2 : Penyampaian materi pembelajaran


1. Kegiatan Fasilitator
f. Menyampaikan Pokok Bahasan 1 sampai dengan 3 secara garis besar dalam
waktu yang singkat
g. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas
h. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta
i. Menyimpulkan materi bersama peserta
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting

143
b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.

C. Langkah 3 : Praktik laboratorium di kelas


1. Kegiatan Fasilitator
a. Membagi peserta kedalam kelompok kecil (1 kelp : 6-7 orang)
b. Menjelaskan kepada peserta tentang latihan yang akan dilakukan
c. Memberikan penugasan kepada peserta untuk membaca kasus yang akan
didiskusikan dalam kelompok kemudian di presentasikan
d. Meminta kelompok lain untuk menanggapi
e. Menyimpulkan hasil diskusi
2. Kegiatan peserta
b. Mendengar, mencatat penjelasan fasilitator
c. Mendiskusikan penugasan yang diberikan fasilitator bersama anggota kelompok
dan melakukan presentasi
d. Menanggapi hasil presentasi yang disampaikan kelompok lain
e. Mencatat hal-hal penting

VII. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN A. ALUR DIAGNOSIS KEGAWATDARURATAN PSIKIATRI

1. Pengertian kegawatdaruratan psikiatri


Kegawatdaruratan psikiatri adalah suatu kondisi yang ditandai oleh adanya gangguan
pada pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang yang memerlukan perhatian dan
intervensi terapeutik segera. Termasuk di dalamnya kondisi yang berhubungan dengan
gaduh gelisah (agitasi, agresif, dan perilaku kekerasan) dan percobaan bunuh diri.
Kondisi ini dapat terjadi di dalam atau di luar gedung layanan kesehatan.
Kegawatdaruratan psikiatri termasuk :

144
 Agitasi: merupakan perilaku patologis yang ditandai dengan adanya peningkatan
aktivitas verbal atau motorik yang tak bertujuan
 Agresif: dapat berbentuk agresi verbal atau fisik terhadap benda atau seseorang
 Kekerasan (violence): merupakan bentuk agresi fisik oleh seseorang yang bertujuan
melukai orang lain
 Percobaan Bunuh diri: segala bentuk tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
pasien untuk dengan segera mengakhiri kehidupannya.

Pasien dapat datang dengan :


- aktivitas motorik yang berlebihan, tidak sesuai dan tidak bertujuan
- Menyerang
- Kontrol impuls yang buruk
- Postur tegang dan condong ke depan
- Merusak lingkungan
- Kontak mata melotot
- Ketakutan dan/atau anxietas yang berat
- Iritabilitas yang dapat meningkat intensitasnya menjadi perilaku yang mengancam
- Ketidakmampuan untuk menganalisis situasi dengan baik
- Isi pembicaraan berlebihan dan bersifat menghina
- Tekanan suara keras dan menuntut
- Marah-marah
- Dendam
- Merasa tidak aman
2. Algoritma diagnosis kondisi kegawatdaruratan psikiatri
Apabila menemukan kasus/pasien dengan kondisi kegawatdaruratan psikiatri, dibuat
alur pikir untuk menentukan diagnosis secara cepat, dan memisahkan pasien yang
memerlukan penanganan segera. Diagnosis dibuat secara hierarkis, dimulai dari
diagnosis gangguan jiwa akibat penyakit organik yang mengancam nyawa hingga
ditegakkan gangguan jiwa lainnya.

Alur diagnosis pasien dengan kondisi kegawatdaruratan psikiatri adalah sebagai berikut:

145
Pada pasien dengan kondisi kegawatdaruratan psikiatri, yaitu gaduh gelisah dan
percobaan bunuh diri, pertama kita selalu pikirkan apakah kondisi tersebut disebabkan
atau berkaitan dengan: (1). delirium, (2). demensia, (3). penyalahgunaan napza, (4).
gangguan psikotik, (5). efek samping obat yang berat, atau (6). agitasi pada
anxietas/depresi. Satu per satu penyebab/keterkaitan tersebut disingkirkan hingga
mendapatkan diagnosis kerja secara cepat.

1. DELIRIUM
A. Pengertian Delirium
Delirium didefinisikan sebagai gangguan kesadaran, atensi, kognitif, dan persepsi
yang merupakan sebuah sindrom psikiatri umum yang sering menyebabkan
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Delirium merupakan sebuah
sindrom neuropsikiatrik dengan onset akut, ditandai dengan gangguan kesadaran
yang fluktuatif, gangguan atensi, gangguan kognitif, gangguan persepsi, dan
bersifat reversibel. Delirium juga merupakan gangguan dari sistem saraf pusat
yang mengancam nyawa namun juga bersifat reversibel dan ditandai oleh

146
penurunan akut dalam tingkat kesadaran dan kognitif, gangguan pada atensi,
gangguan persepsi, aktivitas psikomotor abnormal, dan gangguan dalam siklus
tidur. Pada gangguan delirium juga teradapat gangguan orientasi waktu, orang
dan tempat.

B. Frekuensi
Di luar Indonesia, delirium memiliki angka prevalens 10-30% dari seluruh pasien
yang dirawat di rumah sakit, dimana pada populasi pasien lanjut usia didapati 10-
15% dengan delirium pada saat masuk rawat dan 10-40% mengalami delirium saat
dirawat di rumah sakit.Sedangkan di Unit Gawat Darurat didapati angka kejadian
delirium 12-50% dengan lebih dari 60% tidak dikenali oleh sistem kesehatan.

C. Faktor Risiko
Faktor risiko untuk delirium dibedakan menjadi faktor predisposisi dan faktor
presipitasi.Faktor predisposisi adalah hal-hal yang mempermudah terjadinya
delirium pada seseorang, sedangkan faktor presipitasi adalah hal-hal yang
mencetuskan atau mempercepat timbulnya delirium pada seseorang. Faktor
predisposisi delirium terdiri dari :

- Usia lanjut
- Demensia
- Polifarmasi
- Gangguan penglihatan/pendengaran
- Dehidrasi
- Gangguan ginjal kronik
- Gangguan neurologis
- Gangguan fungsional/disabilitas fisik

Faktor presipitasi atau pencetus delirium terdiri dari :

- efek samping obat (antikolinergik)


- intoksikasi atau gejala putus penggunaan napza
- infeksi
- trauma kepala
- gangguan metabolik; dehidrasi, gangguan elektrolit, malnutrisi, ensefalopati
hepatikum/uremikum
- gangguan vaskular ; stroke, gagal jantung, hipovolemia, aritmia
- gangguan endokrin

147
Pengenalan terhadap faktor predisposisi maupun faktor presipitasi delirium dapat
mempermudah klinisi untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko tinggi delirium
sehingga intervensi pada faktor presipitasi yang dapat dimodifikasi dan intervensi
pada faktor predisposisi dapat bermanfaat untuk mencegah terjadinya delirium,
menurunkan angka kejadian delirium di masa yang akan datang dan
menurunkan morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh delirium.

D. Tanda dan Gejala


1. Perubahan kesadaran yang bersifat fluktuatif dalam satu hari (biasanya
memberat pada malam hari)
2. Gangguan pemusatan, pertahanan dan pengalihan perhatian
3. Gangguan orientasi waktu, ruang dan bila berat disertai gangguan orientasi
orang
4. Halusinasi, biasanya visual (lihat) atau olfaktorik (penciuman)
5. Hiperaktivitas atau hipoaktivitas motorik
6. Gangguan siklus tidur
7. Inkoherensi
8. Onset akut
9. Adanya penyakit fisik

2. KEGAWATDARURATAN NAPZA
Napza adalah setiap bahan kimia /zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan
mempengaruhi fungsi tubuh secara fisik dan psikologis. Napza berdasarkan efek
yang ditimbulkannya dapat dibagi menjadi:

Depresan Stimulan Halusinogen


Alkohol Amfetamin LSD
Benzodiazepin Metamfetamin PCP
Opioid Kokain Kanabis (dosis tinggi)
Solven Magic mushrooms
Kanabis (dosis rendah)
Napza dengan cara kerja sebagai depresan akan memperlambat atau menekan
sistem syaraf pusat dan pesan yang dikirim ke otak. Juga memperlambat detak
jantung dan pernafasan. Efek depresan dapat memberikan gejala sebagai berikut:

Efek yang ringan antara lain:

148
• Perasaan tenang dan sejahtera
• Perasaan gembira yang berlebihan (euforia)
• Perasaan rileks

Efek yang lebih serius antara lain:


• Bicara cadel
• Jalan sempoyongan
• Mual
• Muntah

Napza yang memiliki efek stimulan akan mempercepat atau merangsang kerja
sistem susunan syaraf pusat dan pesan ke dan dari otak. Stimulan juga meningkatkan
detak jantung, tekanan darah dan suhu tubuh dan sering membuat orang lebih sadar
dan waspada. Efek yang dapat ditimbulkan dapat bermanifestasi sebagai:

Efek yang ringan dapat berupa:


• Hilang nafsu makan
• Tidak bisa tidur
• Banyak bicara
• gelisah

Efek yang lebih serius antara lain:


• Agresi
• Panik
• Cemas
• Sakit kepala
• Paranoia

Napza yang memiliki efek halusinogen akan mempengaruhi persepsi orang yang
menyebabkannya melihat atau mendengar sesuatu secara terdistorsi.

Halusinogen akan memiliki efek sebagai berikut:

• Tekanan darah meningkat


• Detak jantung meningkat
• Hilang nafsu makan
• Kram perut
• Banyak bicara dan tertawa

149
• Aktivitas meningkat
• Panik
• Dilatasi pupil
• Distorsi waktu dan ruang

3. GANGGUAN PSIKOTIK
Pasien dengan kegawatdaruratan psikotik datang dengan :
• Agitasi psikomotor yang progresif – meningkatnya aktivitas motorik yang tidak
bertujuan secara progresif, mondar mandir, disertai dengan rasa kecemasan.
• Agresivitas verbal – marah-marah tanpa sebab yang jelas, mengancam.
• Agresivitas fisik, perilaku kekerasan (violence) – memukul/menyerang orang
lain, merusak/melempar barang.
• Halusinasi, terutama halusinasi dengar. Pasien dapat tampak berbicara kepada
“seseorang” yang tidak dilihat keberadaannya oleh orang lain. Risiko perilaku
kekerasan semakin mengancam jika halusinasi dengar berupa command
hallucination atau halusinasi perintah, yang mengendalikan/memerintahkan
pasien untuk melakukan perilaku kekerasan tersebut.
• Waham, terutama wahamkejar yang kuat, disertai sikap bermusuhan (paranoid),
waham kendali, waham pengaruh, dan waham kebesaran.

4. BUNUH DIRI
A. Jenis perilaku bunuh diri
Jenis perilaku bunuh diri antara lain :
1) Ancaman bunuh diri, yaitu perilaku seseorang untuk melakukan bunuh diri
apabila keinginan atau harapannya tidak terpenuhi
2) Isyarat atau gelagat yaitu bentuk perilaku bunuh diri yang diwujudkan dalam
bentuk perubahan tingkah laku atau kebiasaan yang tidak biasa kemudian
dilanjutkan dengan percobaan bunuh diri
3) Percobaan bunuh diri, yaitu perilaku bunuh diri dalam bentuk percobaan
mencederai diri sendiri dengan berbagai cara. Cara yang digunakan
bermacam-macam, meminum racun serangga, menembak diri, gantung diri,
terjun dari ketinggian dan sebagainya.

B. Tanda dan gejala


Pasien dengan risiko dan tindakan bunuh diri mungkin datang dengan :

• Ancaman untuk melukai atau bunuh diri

150
• Mencari jalan untuk bunuh diri misalnya mencari akses ke obat-obatan,
senjata, atau cara lainnya
• Bicara atau menulis sesuatu tentang kematian, sekarat, atau bunuh diri
Pasien mungkin datang dengan tanda-tanda fisik, pikiran, perasaan, dan perilaku.
 Tanda fisik
Tanda-tanda fisik yang dapat diidentifikasi diantaranya :
- Tidak memedulikan penampilan diri
- Kehilangan hasrat seksual
- Gangguan tidur
- Kehilangan nafsu makan, berat badan
- Keluhan kesehatan fisik

 Tanda pikiran
Tanda-tanda pikiran bahwa seseorang berada dalam risiko atau tindakan
bunuh diri diantaranya apabila pasien mengatakan hal-hal sebagai berikut :
- “Saya tidak membutuhkan apa-apa lagi”
- “Saya tidak bisa berbuat apapun yang baik”
- “Saya tidak bisa berpikir benar”
- “ Saya berharap saya mati”
- “ Segalanya akan lebih baik tanpa saya “
- “ Semua masalah akan berakhir secepatnya”
- “Tidak ada yang dapat menolong saya”

 Tanda perasaan
Tanda-tanda perasaan yang dapat diidentifikasi sebagai risiko bunuh diri
antara lain :
- Putus asa
- Marah
- Rasa bersalah
- Tidak berarti
- Kesepian
- Sedih
- Tidak ada harapan
- Tidak tertolong
 Tanda perilaku

151
Tanda-tanda perilaku yang dapat dilihat pada pasiendengan risiko dan
tindakan bunuh diri diantaranya :
- Menarik diri
- Tidak tertarik dengan hal-hal yang dulu disukai
- Penyalahgunaan alkohol atau zat
- Perilaku yang tidak menentu
- Perubahan perilaku drastis
- Impulsif
- Mutilasi diri
- Mengembalikan semua barang-barang, mengubah surat wasiat,
menitipkan hal-hal yang dicintai

POKOK BAHASAN B. STRATEGI UMUM PENANGANAN PASIEN DENGAN


KEGAWATDARURATAN PSIKIATRI

STRATEGI UMUM
 Lakukan penilaian adanya bahaya melukai/menyakiti diri sendiri maupun orang lain.
 Dapat dilakukan di dalam maupun di luar gedung layanan kesehatan.
 Penting untuk memperhatikan keselamatan staf, anggota tim dan keselamatan pasien
 Jangan menolong sendiri, minimal 4 orang dalam 1 tim
 Cegah perlukaan
 Cek benda-benda berbahaya yang mungkin disembunyikan seperti senjata, gunting,
pisau atau benda berbahaya lainnya.
 Menyadari bahwa semua pasien memiliki potensi untuk melakukan kekerasan.

MODIFIKASI LINGKUNGAN
 Ciptakan lingkungan dengan kebisingan minimal atau rangsangan minimal untuk
mengurangi kecemasan pasien.
 Pencahayaan ruangan cukup untuk mengurangi ilusi dan mispersepsi lingkungan yang
dapat meningkatkan risiko perilaku kekerasan atau agresif.
 Ciptakan lingkungan yang aman dan tidak mengancam.

PRINSIP WAWANCARA
 Lakukan pengkajian pada area yang tertutup (privasi). Privasi merupakan bagian
penting untuk membentuk interaksi yang terapeutik, tetapi bagaimanapun harus

152
tetap memperhatikan keamanan pribadi. Berbicara dengan pasien di daerah terbuka,
dilakukan terutama jika pasien berada di bawah pengaruh obat (mabuk) atau gangguan
kognitif; ini dilakukan untuk mempertahankan keamanan petugas. Tentu saja, ketika
pasien secara mental stabil, privasi sangat penting dalam proses pengumpulan data dan
memungkinkan petugas kesehatan untuk memperoleh informasi.
 Ciptakan hubungan terapeutik, diawali dengan mengucapkan salam dan
memperkenalkan diri.
 Yakinkan bahwa pasien berada di tempat yang aman, tenaga kesehatan akan
melindungi pasien dari dari kemungkinan melukai diri maupun orang lain.
 Apabila pasien gaduh gelisah dengan membawa senjata tajam, maka yakinkan pasien
berada dalam keadaan aman dan secara perlahan diminta untuk meletakkan
senjatanya.
 Lakukan komunikasi terapeutik:
a. Bicara dengan tenang ajak pasien untuk tenang
b. Vokal jelas dan nada suara tegas
c. Intonasi rendah
d. Gerakan tidak tergesa-gesa
e. Pertahankan posisi tubuh
f. Hargai dan bicarakan dengan sopan pendapat pasien yang berbeda meskipun hal
tersebut adalah waham atau halusinasinya
 Selama melakukan pengkajian awal, kumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang
riwayat pasien (baik saat ini maupun riwayat sebelumnya), yang dapat dilakukan dengan
berdiskusi dengan pihak yang merujuk, anggota keluarga (allo/heteroanamnesis) dan
pasien sendiri (autoanamnesis).
 Pertanyaan difokuskan pada keluhan saat ini menggunakan kalimat pendek dan mudah
dipahami.
 Lakukan wawancara dengan tetap memperhatikan keselamatan petugas dan pasien
dengan memperhatikan jarak yang aman 2-3 langkah dari pasien
 Gunakan diagram alur berpikir di atas (algoritma utama) untuk menyingkirkan masalah
terkait penyakit fisik dan ketergantungan zat/alkohol yang mungkin mengancam nyawa
atau pertimbangkan gangguan jiwa lainnya baik psikotik maupun non-psikotik (depresi,
anxietas, dll).
 Identifikasi kemungkinan penyebab
a. Kondisi organik (demam, kejang/epilepsi, trauma kepala, keganasan, kesadaran
yang menurun, kepikunan progresif pada orang tua), dan penggunaan zat psikoaktif
dan alkohol.

153
b. Kondisi mental, ada atau tidaknya gangguan jiwa (gangguan psikotik, gangguan
suasana perasaan (mood), gangguan anxietas, gangguan kepribadian)
 Kaji riwayat penyakit dan riwayat pengobatan medis dan psikiatrik sebelumnya
 Nilai juga derajat fungsi, berat ringannya gejala psikiatri, adanya penyakit penyerta
(komorbiditas), kualitas dan ketersediaan sistem pendukung serta sumber bantuan
lainnya.

A. EVALUASI DAN DIAGNOSIS KEGAWATDARURATAN DELIRIUM


Penilaian

1. Pada pasien yang mengalami perubahan mendadak dalam fungsi fisik (penurunan
mobilitas, perubahan nafsu makan, sulit tidur, gelisah), kognitif (bingung, sulit
konsentrasi, respons lambat), persepsi (halusinasi visual atau auditorik), dan
perilaku sosial (tidak kooperatif), cek apakah ada faktor risiko predisposisi delirium.
2. Lakukan pemeriksaan fisik (status generalis, status neurologis) yang cermat serta
lakukan pemeriksaan darah lengkap, analisis gas darah dan elektrolit, kimia darah
(glukosa sewaktu, tes fungsi hati, fungsi ginjal), urinalisis, EKG, dan foto toraks
untuk menyingkirkan faktor presipitasi delirium.
3. Untuk membantu menegakkan diagnosis delirium dapat digunakan instrumen CAM
(Confusion Assessment Method).
4. Mengingat sifat delirium yang fluktuatif, sebaiknya pemeriksaan dilakukan
serial/beberapa kali dengan memperhitungkan variasi diurnal dan info dari berbagai
sumber (keluarga, perawat, dll).

Pemeriksaan fisik
a. Riwayat penyakit medik: pemeriksaan fisik terutama kesadaran dan tanda vital
serta pemeriksaan neurologis
b. Riwayat penggunaan obat, zat psikoaktif, dan alkohol
c. Riwayat penyakit psikiatrik: pemeriksaan status mental dan riwayat psikososial
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan seperti: darah perifer lengkap, urinalisa
lengkap, elektrolit, gula darah, fungsi hati, fungsi ginjal, radiologi, dan EKG (jika
tersedia, terutama pada pasien berusia di atas 40 tahun).

B. PENILAIAN KEGAWATDARURATAN NAPZA


1. Anamnesis

154
Anamnesis dilakukan pada pasien dan orang yang mengantarnya. Anamnesis
meliputi tanda dan gejala yang ada, waktu timbul gejala, perilaku yang menyertai,
intensitas dan frekuensi gejala, gejala yang mengarah pada gangguan organik,
misalnya demam, kejang dan trauma. Pada anamnesis juga ditanyakan penggunaan
Napza: jenis, lama penggunaan, toleransi dosis, gejala putus zat, pengobatan untuk
penggunaan Napza sebelumnya.

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan fisik secara menyeluruh

3. Pemeriksaan status mental


Perasaan, pikiran dan perilaku

4. Pemeriksaan penunjang
- Darah lengkap

- Tes urin untuk Napza

- SGOT/SGPT

- Ureum/Creatinin

C. PENILAIAN GAWAT DARURAT PSIKOTIK


Penilaian

1. Wawancara
 Lakukan prinsip wawancara seperti pada prinsip wawancara psikiatrik
 Wawancara pada pasien dengan waham kejar dan paranoid yang kuat: tetap
hargai dan sopan dalam wawancara, tetap jaga dalam suasana yang formal.
Kalimat singkat dan mudah dipahami, kendalikan situasi, bersikap tenang
namun tegas. Yakinkan bahwa ia berada di tempat yang aman, tenaga
kesehatan akan melindungi pasien dari kemungkinan melukai diri sendiri
maupun dari orang lain.
 Jaga keamanan diri pewawancara
 Singkirkan kemungkinan penyebab organik dan penyalahgunaan napza.

2. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

155
• Lakukan pemeriksaan fisik dan penunjang sesuai pemeriksaan
kegawatdaruratan psikiatrik pada pasien gaduh gelisah pada BAB II (halaman 5)
• Singkirkan kemungkinan penyebab organik dan penyalahgunaan napza.

D. PENILAIAN KEGAWATDARURATAN PSIKIATRI : BUNUH DIRI


Penilaian

Pada saat awal menghadapi gawat darurat bunuh diri maka lakukan penilaian kondisi
pasien dengan:
1. Lakukan wawancara untuk mengkaji kemungkinan penyebab
a. Penyakit fisik seperti epilepsi, tumor, penyakit Alzheimer, multiple sklerosis,
trauma, keganasan terutama di kepala dan leher, penyakit autoimun,
penyakit ginjal, sindroma nyeri kronik dan HIV/AIDS
b. Riwayat Gangguan Jiwa dan Komorbiditas Gangguan Jiwa
Pikiran dan perilaku bunuh diri seringkali ditemukan pada seseorang dengan
gangguan jiwa, terutama Gangguan Depresi, Gangguan Bipolar, Skizofrenia,
Gangguan Stres Pasca Trauma, Anxietas, Gangguan Penyalahgunaan Zat,
dan Gangguan Kepribadian seperti Gangguan Kepribadian Antisosial dan
Gangguan Kepribadian Ambang

2. Lakukan wawancara untuk mengkaji faktor risiko dan faktor protektif


 Faktor risiko :
- Adanya ide, rencana, dan akses ke alat-alat saat ini
- Riwayat percobaan bunuh diri atau melukai diri sendiri
- Riwayat keluarga dengan bunuh diri
- Penyalahgunaan alkohol/ zat psikoaktif
- Riwayat gangguan jiwa saat ini atau sebelumnya
- Baru pulang dari perawatan di rawatan psikiatri
- Impulsivitas dan kontrol diri yang rendah
- Keputusasaan
- Kehilangan – fisik, keuangan, personal
- Masalah yang berkepanjangan
- Riwayat perlakukan salah dan kekerasan (fisik, seksual, emosional)
- Kondisi akut seperti dipermalukan, rasa putus asa, rasa bersalah dan malu
- Masalah komorbiditas kesehatan, terutama yang saling memperberat atau
diagnosis baru

156
- Umur (usia lanjut dan dewasa muda), jenis kelamin (laki-laki), tidak menikah,
hidup sendiri
- Homo seksual
 Faktor protektif :
- Dukungan sosial yang positif
- Spiritualitas
- Tanggungjawab pada keluarga, aset ekonomi
- Memiliki anak atau hamil
- Kepuasan hidup
- Memiliki kemampuan membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak
- Memiliki ketrampilan menyelesaikan masalah
- Hubungan terapeutik yang positif
- Memiliki hobi, aktivitas rekreasional

Cara menanyakan kepada pasien diantaranya:


 Saya menghargai betapa tidak mudahnya problem itu bagi anda saat ini.
Beberapa pasien saya dengan problem serupa mengatakan kepada saya
bahwa mereka berpikir untuk mengakhiri hidup. Apakah anda juga pernah
memikirkan hal serupa?
Atau :
- Apakah anda merasa putus asa dengan kondisi saat ini atau masa depan?
- Jika ya,
- Pernahkan anda berpikir untuk mengakhiri hidup?
- Jika ya,
- Kapan anda memiliki pikiran tersebut? Dan apakah anda memiliki rencana
untuk melakukannya?
- Apakah anda pernah mencoba melakukannya?

3. Lakukan pemeriksaan fisik untuk mencari kemungkinan tanda-tanda:


a. sayatan pada pergelangan tangan.
b. luka tusuk di dada atau abdomen
c. luka tembak
d. jejas bekas gantung diri
e. luka memar akibat jatuh atau membentur benda keras
f. bau muntah racun serangga
g. tanda-tanda Intoksikasi obat-obatan tertentu

157
POKOK BAHASAN C. TATALAKSANA UMUM KEDARURATAN PSIKIATRI

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam menghadapi pasien dengan kegawatdaruratan


psikiatri :

 Berpikir dan bersikap kritis, selalu sadar bahwa kedaruratan bisa muncul di mana dan
kapan saja.
 Tetap tenang
 Perlu kontrol terhadap perasaan bingung, aneh, atau depresi
 Bersikap suportif
 Jaga jarak aman, termasuk bila diperlukan lakukan fiksasi
 Tawarkan pilihan, contoh apakah pasien mau mengontrol dirinya, minum obat, atau
dibantu dengan menggunakan fiksasi
 Tegaskan bahwa perilaku kekerasan tidak dapat ditolerir dan yakinkan bahwa pasien akan
aman
 Lakukan dokumentasi terhadap hal-hal yang dilakukan terhadap pasien maupun keluarga

Hal-hal yang harus dihindari dalam menghadapi pasien dengan kegawatdaruratan psikiatri :
 Mengancam
 Menertawakan pasien saat melakukan wawancara
 Merasa tidak adekuat ataupun sangat tidak pasti
 Merasa terancam
 Sering menghakimi
 Marah terhadap keluarga yang membawa

Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dengan kegawatdaruratan psikiatri :


Pemeriksaan fisik dan neurologik – Tanda Vital utama
Pemeriksaan status mental
Pemeriksaan penunjang bila diperlukan dan tersedia, terutama pada pasien yang berusia di
atas 40 tahun (skrining toksikologi, EKG, rontgen, laboratorium)

Penanganan pasien dengan kegawatdaruratan psikiatri dilakukan oleh tim


kegawatdaruratan, yang terdiri dari :
a.Tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan, dll)

158
b. Tenaga keamanan (satpam, hansip, pamong praja, keamanan desa, dll) yang telah dilatih
untuk melakukan manajemen gaduh gelisah
c. Tokoh masyarakat (Lurah/Kepala Desa, RT, RW, tokoh agama, tokoh wanita) yang telah
dilatih untuk melakukan manajemen gaduh gelisah

ALAT DAN OBAT KEGAWATDARURATAN


Alat dan obat kegawatdaruratan dapat disiapkan dalam kotak untuk kegawatdaruratan
psikiatri. Setiap jenis obat, hendaknya memiliki tempat terpisah dengan keterangan nama
obat dan tanggalkadaluarsa obat tersebut. Kotak akan berisi alat-alat dan obat-obat sebagai
berikut:

Alat-alat:
a. Alat fiksasi fisik untuk tangan dan kaki yang aman
Alat fiksasi fisik dapat dibuat dari bahan atau kain yang kuat tetapi halus seperti kain blacu
dengan ukuran manset panjang 40 cm x lebar 20 cm x tinggi 0.5 cm. Memiliki 2 tali
pengikat, 1 tali pengikat digunakan untuk mengikat manset, tali lainnya yang lebih kokoh
digunakan untuk mengikat ke tempat tidur. Alat fiksasi disiapkan empat buah, masing-
masing untuk dua untuk lengan dan dua untuk tungkai.
b. Jaket fiksasi yang dipergunakan untuk pasien dengan hiperaktivitas motorik
c. Alat injeksi – spuit 3 cc

A. Alat fiksasi kaki dan tangan B. Jaket fiksasi

Sediaan obat-obatan:
1. Obat oral
a. Haloperidol tablet 0,5 mg, 1,5 mg, dan 5 mg
b. Clorpromazine tablet 25 mg, 100 mg
c. Risperidone tablet 2 mg
d. Diazepam tablet 2 mg, 5 mg
e. Lorazepam 2 mg
f. Propanolol 10 mg, 40 mg

159
2. Obat injeksi
a. Haloperidol injeksi 5 mg (kerja singkat).
Catatan: Haloperidol decanoas (depo, kerja panjang) bukan untuk kegawatdaruratan.
b. Diazepam injeksi 10 mg
c. Chlorpromazine injeksi 25 mg
d. Sulfas Atropin injeksi
e. Diphenhidramin injeksi

TATALAKSANA GADUH GELISAH SECARA UMUM


Algoritma penatalaksanaan gaduh gelisah

160
Manajemen Penatalaksanaan Gaduh Gelisah
A. Lakukan prinsip penatalaksanaan seperti Bab I. Kegawatdaruratan Psikiatri (strategi
umum, modifikasi lingkungan)

B. Tawarkan untuk mengontrol kondisi gaduh gelisah dengan pemberian medikasi oral
seperti Haloperidol tunggal atau menggunakan kombinasi diazepam atau lorazepam
untuk membantu pasien merasa tenang (dan bukan untuk tidur) agar evaluasi dapat
dilakukan.Klorpromazin juga dapat diberikan sebagai pilihan jika tidak terdapat
kontraindikasi.

C. Bila terapi oral ditolak atau gagal, dapat diberikan injeksi tunggal Haloperidol jangka
pendek untuk emergensi (I.M.) yang dapat diulang setiap 30 menit hingga mencapai
dosis maksimal ATAU Diazepam injeksi (I.V. lebih baik, dapat diberikan I.M. bila I.V
sulit dilakukan, kontraindikasi pada penurunan kesadaran) yang dapat diulang setiap
30 menit hingga mencapai dosis maksimal. Kombinasi keduanya dapat diberikan bila

161
kondisi gaduh gelisah pasien sangat berat. Perhatikan tanda-tanda efek samping
pemberian haloperidol.
D. Bila pasien sulit untuk ditenangkan untuk pemberian injeksi, dapat dilakukan tindakan
pengikatan fisik (restraint) dengan tujuan untuk membantu pasien mengendalikan diri,
menjaga keselamatan pasien, dan memudahkan pemberian obat.
E. Setelah kondisi pasien tenang, lakukan pemeriksaan yang diperlukan. Observasi
pasien setiap 15 menit sekali, catat adanya peningkatan atau penurunan perilaku
(terkait dengan perilaku, verbal, emosi, dan fisik)

Pelaksanaan pembatasan gerak/pengekangan fisik (restraint):


 Lakukan informed consent secara lisan dan tuliskan di dalam status pasien.
Jelaskan tindakan yang akan dilakukan, bukan sebagai hukuman tapi untuk
mengamankan pasien, orang lain dan lingkungan dari perilaku pasien yang tidak
terkontrol.
 Siapkan ruang isolasi/alat pengikat (restraint) yang aman – Lihat gambar di Bab I.
 Lakukan kontrak/kesepakatan untuk mengontrol perilakunya.
 Pilih alat pengikat yang aman dan nyaman, terbuat dari bahan katun.
 Pengikatan dilakukan oleh min. 4 orang; satu orang memegang kepala pasien, 2
orang memegang ekstremitas atas dan 1 orang memegang ekstremitas bawah.
 Pengikatan dilakukan di tempat tidur bukan di sisi tempat tidur dengan posisi
terlentang, kedua kaki lurus, satu lengan di samping badan, satu lengan ke arah
kepala.
 Ikatan sebaiknya tidak terlalu kencang, juga tidak longgar untuk mencegah cedera.
 Beri bantal di daerah kepala.
 Lakukan observasi pengekangan setiap 30 menit. Hal-hal yang perlu diobservasi:
o tanda-tanda vital
o tanda-tanda cedera yang berhubungan dengan proses pengikatan
o nutrisi dan hidrasi
o sirkulasi dan rentang gerak ekstremitas (kuat lemahnya ikatan)
o higiene dan eliminasi
o status fisik dan psikologis
o kesiapan klien untuk dilepaskan dari pengikatan, termasuk tanda vital
 Lakukan perawatan pada daerah pengikatan, pantau kondisi kulit yang diikat
(warna, temperatur, sensasi), lakukan latihan gerak pada tungkai yang diikat secara
bergantian setiap 2 jam, lakukan perubahan posisi pengikatan.
 Libatkan dan latih pasien untuk mengontrol perilaku sebelum ikatan dibuka secara
bertahap.

162
 Kurangi pengekangan secara bertahap, misalnya: ikatan dibuka satu persatu
secara bertahap dimulai dari pergelangan tangan yang tidak dominan, dilanjutkan
pergelangan tangan lainnya, selanjutnya jika pasien tidak menunjukkan perilaku
agresif lepaskan pengekangan pada pergelangan tangan kanan dan terakhir
tangan kiri.
 Jika klien sudah mulai dapat mengontrol perilakunya, maka pasien sudah dapat
dicoba untuk berinteraksi tanpa pengikatan dengan terlebih dahulu membuat
kesepakatan yaitu jika kembali perilakunya tidak terkontrol maka pasien akan
diisolasi/dilakukan pengikatan kembali.

Tindak Lanjut dan Rujukan


Lakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki layanan psikiatri atau RS
Jiwa, bagi pasien dengan perilaku kekerasan yang tidak teratasi di puskesmas.

A. TATALAKSANA KEGAWATDARURATAN DELIRIUM


1. Atasi kondisi medis yang diduga mencetuskan delirium.
2. Bila pasien gelisah hingga membahayakan diri/orang lain atau mengganggu jalannya
pengobatan, berikan obat antipsikotik dosis rendah per oral, yaitu Haloperidol tiap 4
– 6 jam, dapat ditingkatkan sampai dosis maksimal per hari. Untuk lansia dosis
maksimal lebih kecil daripada dosis dewasa.
3. Pada agitasi berat atau kondisi yang tidak memungkinkan pemberian per oral dapat
diberikan injeksi Haloperidol jangka pendek (short acting) IM, dapat diulang setelah
30 menit hingga dosis maksimal yang telah ditentukan. Hindari pemberian
benzodiazepin (kecuali pada delirium yang disebabkan oleh penggunaan alkohol).
4. Setelah gaduh gelisah teratasi dan pasien stabil, segera rujuk ke RS untuk
penanganan lanjut.

B. TATALAKSANA INTOKSIKASI DAN PUTUS ZAT AKIBAT PENGGUNAAN NAPZA

163
PSIKOFARMAKA
I. Tatalaksana Intoksikasi
Tatalaksana Umum
Penanganan kondisi medik umum
Monitoring vital sign
Evaluasi tingkat kesadaran, serta jalan nafas pasien
 Observasi tanda vital setiap 15 menit selama 4 jam
 Evaluasi perlunya pemberian oksigen
 Pasien dipuasakan untuk menghindari aspirasi
Tatalaksana Khusus
Terapi Intoksikasi Opioid:
 Nalokson IV, IM, atau subkutan, bila belum berhasil dapat diulang
sesudah 3-10 menit sampai 2-3 kali dan pasien dipantau selama 24
jam
 Apabila tidak ada nalokson maka diberikan terapi simptomatik,
apabila pasien gelisah maka dapat diberikan antipsikotik secara oral
atau suntikan (lihat bab gaduh gelisah)
 Mengatasi penyulit sesuai dengan kondisi klinis
 Bila kondisi fisik membutuhkan perawatan intensif maka dirujuk ke
rumah sakit

Terapi Intoksikasi Kokain dan Amfetamin:


 Bila suhu naik kompres dengan air hangat
 Untuk mencegah kejang berikan diazepam diulang 15-20 menit
 Bila ada gejala psikotik berikan haloperidol
 Bila terjadi takikardi berikan propanolol

Terapi Intoksikasi Kanabis:


 Ciptakan suasana yang tenang
 Ajak bicara tentang apa yang dialami
 Jelaskan kondisi ini bersifat sementara dan dalam waktu 4-8 jam
akan menghilang
 Diazepam per oral atau parenteral, diulang setiap jam bila diperlukan
(hati-hati depresi pernafasan)
 Apabila gejala psikotik menonjol maka dapat diberikan haloperidol
peroral

164
Terapi Intoksikasi Alkohol:
 Kondisi Hipoglikemi maka berikan 50 ml Dextrose 40%
 Injeksi Thiamine 100 mg IV untuk profilaksis terjadinya Wernicke
Encephalopathy
 Apabila pasien gelisah maka dapat diberikan antipsikotik, haloperidol
IM, yang dapat diulang per 30 menit, sampai dosis maksimal yang telah
ditentukan
 Apabila kesadaran menurun maka rujuk pasien ke rumah sakit

Terapi Intoksikasi Sedatif-Hipnotik:


Diperlukan terapi kombinasi yang bertujuan :
 Mengurangi efek obat dalam tubuh
 Mengurangi absorbsi obat lebih lanjut
 Mencegah komplikasi jangka panjang

Langkah I : Mengurangi efek Sedatif-Hipnotik:


 Pemberian Flumazenil (Antagonis Benzodiazepine, apabila ada)
 Tindakan suportif termasuk :
-Pertahankan jalan nafas, berikan pernafasan buatan bila diperlukan
-Perbaiki gangguan elektrolit bila ada
 Diuresis dapat berikan Furosemide atau Manitol untuk mengeluarkan
obat

Langkah II : Mengurangi absorbsi lebih lanjut:


 Rangsang muntah, bila baru terjadi pemakaian.

Langkah III : Mencegah komplikasi:


 Perhatikan tanda-tanda vital, periksa kemungkinan adanya depresi
pernafasan, aspirasi dan edema paru
 Bila pasien ada usaha bunuh diri, maka harus ditempatkan di tempat
khusus dengan pengawasan yang ketat
 Rujuk pasien ke Rumah Sakit apabila dibutuhkan perawatan intensif

Terapi Intoksikasi Halusinogen:


 Lingkungan yang nyaman

165
 Jelaskan efek yang ditimbulkan obat-obat tersebut dan efek tersebut akan
menghilang seiring dengan bertambahnya waktu
 Pemberian antianxietas yaitu Diazepam oral atau Lorazepam oral

Terapi Intoksikasi Inhalansia:


 Pertahankan Oksigenasi
 Simptomatik
 Pasien dengan gangguan neurologik bermakna, misalnya neuropati atau
persistent ataxia, harus mendapatkan evaluasi formal dan observasi ketat,
sehingga pasien harus dirujuk

II. Tatalaksana Putus Zat


Tatalaksana Umum
Penanganan kondisi medik umum
Monitoring vital sign

Terapi Putus Zat Opioid:


 Terapi simptomatik dengan menggunakan analgetik bila ada rasa
nyeri, atau bila pasien gelisah maka dapat diberikan golongan
benzodiazepin, diazepam (per oral) atau antipsikotik dosis rendah
haloperidol (per oral)
 Apabila pasien sangat gelisah maka dapat diberikan suntikan (sesuai
dengan bab gaduh gelisah)

Terapi Putus Kokain, Amfetamin Atau Zat Yang Menyerupai:


 Tempatkan pada suasana tenang
 Diberikan benzodiazepin seperti diazepam untuk tidur

Terapi Putus Alkohol:


 Atasi kondisi gelisah dengan golongan Benzodiazepin (diazepam IM
atau IV yang dapat diulang tiap 30 menit sampai dosis maksimal yang
telah ditentukan)
 Bila ada kejang akibat putus zat maka atasi dengan Benzodiazepin
(Diazepam yang disuntikan IV secara perlahan)

166
 Dapat juga diberikan Thiamine 100 mg ditambah 4 mg Magnesium
Sulfat dalam 1 liter 5% Dextrose/normal saline selama 1-2 jam
 Bila terjadi Delirium Tremensharus dirujuk

NON PSIKOFARMAKA
Tips perawatan pasien dengan penyalahgunaan Napza
1. Komunikasi terapeutik
● Bicara dengan tenang

● Gunakan kalimat singkat dan jelas

2. Jika ditemukan gejala putus zat maka hindarkan pasien dari stimulus lingkungan yang
berlebihan seperti pencahayaan yang terlalu terang atau lingkungan yang berisik
3. Berikan edukasi mengenai kondisi pasien secara jelas dan singkat
4. Persuasi pasien untuk tidak gelisah
5. Edukasi pasien dan keluarga untuk melanjutkan pengobatan untuk masalah
penyalahgunaan Napza di institusi yang terkait
6. Psikoterapi suportif dengan memberikan pujian bagi pasien apabila ia bersikap tenang
7. Observasi adanya tanda-tanda risiko bunuh diri pada pasien

C. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN PSIKOTIK


Lakukan manajemen penatalaksanaan pasien gaduh gelisah secara umum. Berikut ini
algoritma penatalaksanaan gaduh gelisah pada pasien psikotik:

ALGORITMA PENATALAKSANAAN

AGRESIVITAS DAN PERILAKU KEKERASAN PADA PASIEN PSIKOTIK

Lakukan manajemen umum kegawatdaruratan psikiatrik pada pasien gaduh gelisah –


sesuai BAB II.Seklusi atau pengikatan hanya dilakukan bilausaha lainnya tidak berhasil

Singkirkan kemungkinan penyebab organik/fisik dan penyalahgunaan napza/alkohol

167
Bila pasien kooperatif dan bersedia, berikan per oral:
• Haloperidol, atau
• Chlorpromazine
Untuk haloperidol (tidak untuk chlorpromazine) dapat dikombinasikan dengan
lorazepam atau diazepam

Bila pasien tidak kooperatif/tidak bersedia per oral, atau gagal, berikan injeksi I.M. jangka pendek
(short acting):
• Haloperidol injeksi i.m (short acting). pemberian diulang setelah 30 menit. Atau
• Chlorpromazine injeksi i.m, pemberian dapat diulang setelah 1 - 4 jam.
Untuk haloperidol (tidak untuk chlorpromazine) dapat dikombinasikan dengan diazepam i.m
dalam spuit terpisah, untuk meningkatkan efektivitas dan mengurangi jumlah dosis yang
diperlukan.
Dosis untuk remaja lebih kecil dari dosis dewasa.

Jika kondisi telah teratasi maka pasien cukup stabil untuk dirujuk ke RS atau
dikembalikan kepada obat oral; jika kondisi tidak membaik atau terjadi perburukan –
segera RUJUK

D. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN BUNUH DIRI


Penatalaksanaan gawat darurat bunuh diri dimulai dari penilaian bentuk perilaku bunuh
diri, apakah berupa ancaman/isyarat saja atau ancaman/isyarat disertai dengan
percobaan bunuh diri. Bila yang ditemukan dalam bentuk ancaman/isyarat saja maka
penatalaksanaannya adalah Manajemen Risiko Bunuh Diri. Apabila yang ditemukan
adalah percobaan bunuh diri maka penatalaksanaannya adalah penatalaksanaan
manajemen kondisi fisik (penanganan cedera atau keracunannya), baru setelah
kondisinya fisiknya aman dilanjutkan dengan manajemen risiko bunuh diri (Lihat algoritma
berikut):

Pasien Ancaman/Isyarat Pasien Percobaan Bunuh Diri


Bunuh Diri

Tanda-tanda Tanda-tanda
Pencederaan Fisik Intoksikasi

168
Manajemen Risiko Bunuh Diri Manajemen Kondisi Fisik

1. Tindakan yang Harus Dilakukan dan yang Harus Dihindari


Tindakan yang Harus Dilakukan Tindakan yang Harus Dihindari
a. Waspada – kenali faktor risiko dan tanda a. Menantang untuk melakukan tindakan
penting bunuh diri
b. Bertindak – singkirkan alat-alat yang b. Terlihat terpukul atau terkejut
dapat dipergunakan untuk melukai diri c. Bertanya “Kenapa” karena hal ini akan
seperti obat-obatan, pembasmi memicu terpikirnya alasan untuk mati dan
serangga, tali, senjata api, alkohol, dan seakan membenarkan pilihan tersebut
zat psikoaktif lain d. Menghakimi – mendebat tentang bunuh
c. Terbuka – bicarakan secara terbuka diri itu salah atau benar, perasaan itu baik
tentang hal-hal yang dikuatirkan dan atau buruk, memberi kuliah tentang nilai-
pikiran bunuh diri nilai kehidupan
d. Menyediakan diri – tunjukan minat, e. Menjanjikan untuk menjadikan hal ini
pengertian, dan dukungan rahasia, karena bila situasi darurat terjadi,
e. Mau mendengarkan – ijinkan untuk kita wajib mengontak keluarga atau orang
mengekpresikan perasaannya, terima, terdekat pasien untuk melakukan upaya
dan sabar pengamanan pertama
f. Harapan – tawarkan harapan yang f. Pemberian antidepresan terutama
merupakan alternatif yang tersedia golongan tipikal seperti amitriptilin
namun jangan pastikan bahwa alternatif sebaiknya dihindari pada fase-fase awal
itu akan mengubah segalanya. risiko bunuh diri karena dapat
g. Jejaring bantuan – dapatkan kerjasama memperbesar risiko percobaan bunuh diri
dan bantuan profesional kesehatan jiwa
secepat mungkin

2. Meningkatkan durasi kontak untuk mencegah aksi percobaan bunuh diri

Manajemen Risiko Bunuh Diri


Prioritas pertama dalam penanganan kasus kedaruratan akibat bunuh diri adalah
menyelamatkan nyawa pasien. Manajemen kondisi bunuh diri bisa terjadi di puskesmas atau
saat keluarga/pasien menghubungi petugas puskesmas di tempat kejadian. Dalam keadaan
seperti itu maka satu petugas Puskesmas tetap berkomunikasi dengan pasien/keluarga,
sementara ada tim darurat yang datang ke tempat kejadian.

3. Tindakan-tindakan Khusus

169
Mereka yang telah merencanakan bunuh • Perlu untuk dirawat
diri saat ini • Menyingkirkan alat-alat
• Membina hubungan terus dengan pasien
dan kontak sumber dukungan terdekat

Mereka yang tampak gelisah dan sulit Lakukan manajemen gaduh gelisah seperti
mengendalikan diri yang tercantum pada Bab 2.

Mereka yang memiliki rasa nyeri dan sesak Bantu untuk mengurangi rasa nyeri dan
sesak.

Mereka yang dengan perilaku bunuh diri Lindungi dari bahaya seperti yang dulu
sebelumnya pernah dilakukan.

Mereka yang memiliki gangguan jiwa Hubungkan ke layanan kesehatan jiwa

4. Manajemen untuk mencegah percobaan bunuh diri berikutnya


Apabila pasien dengan percobaan bunuh diri sudah stabil kondisi baik fisik maupun
mentalnya, maka tindakan berikutnya adalah untuk memastikan keadaan pasien
aman. Langkah-langkah yang dapat dilakukan:
1) Awasi, jangan biarkan pasien sendirian. Selama 24 jam sebaiknya pasien
termonitor oleh keluarga/tenaga kesehatan
2) Simpan benda-benda yang dapat digunakan untuk bunuh diri seperti benda
tajam, tali, ikat pinggang, racun serangga.
3) Apabila pasien minum obat-obatan psikiatri, pastikan obat benar-benar diminum
dan dalam jumlah yang sesuai.
4) Buat kontrak dengan pasien bahwa ia tidak akan melakukan tindakan bunuh diri
dalam jangka waktu tertentu, misalnya sampai dengan pertemuan berikutnya,
atau akan menghubungi tenaga kesehatan apabila muncul keinginan untuk
bunuh diri. Pada saat pasien berobat lagi, buat kontrak lagi, demikian
seterusnya.
5) Tegakkan hubungan saling percaya dengan pasien
6) Jangan menghakimi perilaku pasien.
7) Tingkatkan harga diri pasien dengan memberikan kesempatan pasien
menceritakan aspek positif dirinya, menyusun rencana jangka pendek dan
memberikan kesempatan pasien untuk melaksanakan rencananya dengan
sukses.
8) Kerahkan dukungan keluarga/orang terdekat. Edukasi keluarga atau orang
terdekat agar memberikan dukungan kepada pasien.

170
9) Ajak pasien untuk mengenali potensi penyelesaian masalah yang selama ini
efektif dan memperkenalkan cara-cara penyelesaian masalah lain yang mungkin
lebih baik.

Tindak Lanjut/Rujukan
Apabila pasien tidak memiliki keluarga atau keluarga tidak mampu merawat pasien di
rumah maka pasien perlu dilakukan hospitalisasi. Perlu diinformasikan apa yang akan
dilakukan di tempat rujukan, misalnya kemungkinan pemberian obat, psikoterapi,
termasuk perawatan lanjutan dari risiko akibat tindakan percobaan bunuh diri.

REFERENSI :

1. Kaplan HI, Sadock BJ. Substance Abuse. Synopsis of Psychiatry, Behavioral


Sciences/Clinical Psychiatry, 8th edition, Lippincott Williams and Wilkins, Baltimore, 1998.
2. American Psychiatry Asscociation. Diagnostic and Stastical Manual of mental Disorders.
Fourth Edition. Washington, DC. American Psychiatry Asscociation, 1994.
3. Elvira S, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
4. Kaplan HI, Sadock BJ. Substance Abuse. Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 8th edition, Lippincott Williams and Wilkins, baltimore, 1998
5. Ries R, Fiellin D, Miller S. Priciples of Addiction Medicine, 4th edition, Lippincott Williams
and Wilkins, baltimore, 2003
6. Buku Saku Kegawatdarutan Psikiatri, Depkes
7. Stuart G.W. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 9th Ed. Louis, Missouri. 2009
8. Kaplan H.I, Sadock B.J. Emergency Psychiatry. Philadelphia. Lippincot, Williams and
Wilkins. 1994.
9. Varcarolis & Halter. Essentials of psychiatric mental health nursing. Philadelphia: W.B
Saunders Co; 2009.

MATERI INTI 10
PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN

I. DESKRIPSI SINGKAT

171
.
Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik
baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan
atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan.

Sistem rujukan yang efektif menjamin hubungan yang baik diantara semua tingkat sistem
kesehatan dan membantu masyarakat untuk mendapatkan pelayanan sedekat mungkin
dengan lingkungan tempat tinggalnya. Sistem rujukan juga membantu pemanfaatan
sumberdaya rumah sakit dan pelayanan primer secara efektif.

Sistem rujukan yang baik dapat membantu memastikan :

- klien mendapatkan pelayanan yang optimal pada tingkat pelayanan kesehatan yang
sesuai dan tidak memerlukan pembiayaan yang tidak perlu
- fasilitas rumah sakit digunakan secara optimal dan cost-efektif
- klien yang membutuhkan pelayanan spesialistik dapat mengakses pelayanan pada
waktu yang tepat
- meningkatnya pemanfaatan dan kualitas pelayanan di pelayanan primer.

Modul ini akan menguraikan mengenai tatacara merujuk pasien dan rujukan balik mulai dari
pengertian rujukan berjenjang dan rujuk balik, ketentuan umum rujukan dan rujuk balik, dan
ruang lingkup rujukan dan rujuk balik.

I.TUJUAN PEMBELAJARAN
a. Tujuan Pembelajaran Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu melakukan rujukan pasien secara
berjenjang baik vertikal maupun horizontal dan menerima pasien rujuk balik.
b. Tujuan Pembelajaran Khusus :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu:
1. Menerima dan menatalaksana pasien rujuk balik
2. Melakukan rujukan pasien secara berjenjang
3. Melakukan komunikasi dengan pemberi pelayanan kesehatan tingkat dua dan tiga

II.POKOK BAHASAN
Pokok bahasan pada modul ini adalah :
Pokok bahasan A : Pengertian sistem rujukan dan rujuk balik
Pokok bahasan B : Ketentuan umum rujukan dan rujuk balik

172
Pokok bahasan C : Ruang lingkup dan tata cara rujukan dan rujuk balik

III.METODE

Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah :


1. Ceramah, tanya jawab
2. Curah pendapat
3. Diskusi kelompok

IV.MEDIA DAN ALAT BANTU


Media dan alat bantu yang digunakan dalam pembelajaran adalah :
1. Liquid Crystal Display (LCD) Projector dan Laptop
2. Laser pointer
3. Spidol
4. Slide presentasi
5. Lembar diskusi (Flip chart)
6. Spidol
7. Panduan latihan

V.LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-
langkah sebagai berikut :
Langkah 1 : Penyiapan proses pembelajaran
o Kegiatan Fasilitator
a) Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas
b) Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
c) Fasilitator mempresentasikan materi tentang sistem rujukan dan rujuk balik
untuk stimulus curah pendapat
d) Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran

o Kegiatan Peserta
a) Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b) Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
c) Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting

173
d) Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas
dan perlu diklarifikasi.

Langkah 2 : Penyampaian materi pembelajaran


 Kegiatan Fasilitator
a) Menyampaikan Pokok Bahasan 1 sampai dengan 3 secara garis besar
dalam waktu yang singkat
b) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang
kurang jelas
c) Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta
d) Menyimpulkan materi bersama peserta

 Kegiatan Peserta
a) Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting
b) Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan
yang diberikan
c) Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.

VI. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN A. PENGERTIAN SISTEM RUJUKAN DAN RUJUK BALIK


1. Pengertian sistem rujukan
Definisi sistem rujukan kesehatan jiwa adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan
jiwa yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara
timbal balik baik secara parsial, vertikal maupun horizontal agar pasien mendapatkan
pelayanan kesehatan jiwa seoptimal mungkin.
Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan
yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara
timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta
jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan.
Pelayanan Rujuk balik adalah Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penderita di
Fasilitas Kesehatan atas rekomendasi/rujukan dari Dokter Spesialis/Sub Spesialis yang
merawat.

Sistem rujukan dibuat untuk memberikan kemudahan kepada pasien dalam


mendapatkan pelayanan kesehatan, meningkatkan akses pelayanan kesehatan dan
memberikan pelayanan kesehatan secara efektif dan efisien.

174
Komponen-komponen dalam sistem rujukan adalah :
a. sistem kesehatan
Dalam sistem rujukan, sangat penting mempertimbangkan hubungan diantara
pemberi layanan kesehatan.Semua tingkat pemberi layanan kesehatan, termasuk
pelayanan primer harus berfungsi dengan optimal. Termasuk didalamnya adalah :
o mempunyai peran, tanggungjawab dan keterbatasan yang jelas
o mempunyai protokol /standar pelayanan untuk tiap-tiap tingkat pelayanan
o mempunyai perencanaan sistem komunikasi dan transport yang sesuai.
Sistem rujukan akan berjalan efektif jika semua pemberi layanan kesehatan mengikuti
aturan rujukan yang tepat, merujuk secara sesuai dan mengikuti protokol
penatalaksanaan.

b. fasilitas yang merujuk


- pada saat pasien datang ke fasilitas pelayanan kesehatan, maka dilakukan
assessment, mengumpulkan informasi yang relevan dan memberikan
penatalaksanaan yang mungkin /mampu dilakukan di fasilitas tersebut. Pada kondisi
kegawatdaruratan, petugas kesehatan harus mengutamakan fungsi-fungsi vital
pasien dan meminimalisir risiko kerusakan yang timbul.
- petugas membuat keputusan untuk merujuk pasien setelah mengumpulkan
danmenganalisis informasi yang relevan dengan mengacu pada protokol/prosedur
pelayanan.

c. tatacara rujukan
hal-hal yang penting dalam merujuk pasien diantaranya :
- Surat rujukan. Surat rujukan harus dibuat dalam bentuk baku, yang memuat
ringkasan kondisi pasien, penatalaksanaan yang telah diberikan, dan alasan
khusus mengapa merujuk pasien. Dalam surat rujukan tersebut juga disertakan
tempat tujuan rujukan.
- Bila diperlukan, dapat dilakukan komunikasi dengan fasilitas penerima rujukan.
Pada kondisi gawat darurat, petugas dari fasilitas yang merujuk menyertai pasien
selama perjalanan ke fasilitas penerima rujukan

d. fasilitas penerima rujukan


Fasilitas penerima rujukan harus memastikan bahwa pasien akan menerima
pelayanan yang berkualitas sesuai standar pelayanan. Apabila pasien telah
mendapatkan penatalaksanaan dan berada dalam kondisi stabil, maka rujukan balik

175
ke fasilitas yang merujuk perlu segera direncanakan.Dalam membuat rujukan balik,
disertakan informasi-informasi tentang pemeriksaan khusus yang telah dilakukan,
diagnosis dan penatalaksanaan yang dilakukan, dan instruksi penatalaksanaan yang
bisa dilakukan di fasilitas perujuk. Fasilitas penerima rujukan juga bisa memberikan
feedback kepada perujuk tentang tatacara merujuk, sehingga bisa meningkatkan
kualitas rujukan selanjutnya.

e. supervisi dan peningkatan kompetensi SDM


petugas/pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan harus selalu melakukan monitoring
rujukan yang dilakukan/diterima secara rutin. Kasus-kasus yang dilakukan rujukan
dilakukan evaluasi sebagai berikut :
 identifikasi apakah rujukan sudah sesuai indikasi
 identifikasi apakah kasus yang dirujuk sebenarnya bisa ditangani di fasilitas
perujuk
 follow up kasus yang dirujuk
Monitoring dan evaluasi dilakukan bersama diantara fasilitas perujuk dan penerima
rujukan secara berkala.

Untuk penyakit-penyakit kronis seperti gangguan jiwa (Skizofrenia) diperlukan


penanganan jangka panjang, yang meliputi :

- penanganan fase akut :


fokus terapi adalah untuk menghilangkan gejala psikotik, berlangsung selama 4-8
minggu
- penanganan fase stabilisasi
merupakan fase penatalaksanaan setelah fase akut teratasi. Fokus terapi pada
konsolidasi pencapaian terapeutik, dengandosis obat sama dengan fase akut. Fase
stabilisasi berlangsung selama sedikitnya enam bulan setelah pulihnya gejala akut
- penanganan fase rumatan
pada fase ini penyakit dalam keadaan remisi, dengan target terapi mencegah
kekambuhan dan memperbaiki derajad fungsi.

Prinsip Dasar Tatalaksana Skizofrenia di FKTP yaitu:

Fase Akut: untuk mengendalikan gejala, 
mencegah perilaku yang berisiko bagi diri maupun
orang lain
, dan meningkatkan pemahaman keluarga tentang gangguan skizofrenia.

 Menurunkan gejala-gejala terutama terkait dengan kondisi gaduh gelisah secepat

176
mungkin
 Menyusun rencana terapi jangka pendek dan panjang
 Meningkatkan dukungan dari keluarga dan tenaga kesehatan


Fase Stabilitasi: untuk mencapai remisi


 Memfasilitasi pengurangan gejala secara terus menerus dan mempercepat
proses pencapaian remisi sempurna.


 Meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga tentang penyakit, mengapa


pasien dapat mengalami hal ini, manajemen penyakit ini untuk menimbulkan rasa
percaya bahwa kondisi ini dapat dikontrol

 Menjaga ketaatan terhadap program terapi dan mencegah kambuh 


Fase Rumatan: terapi ditujukan untuk mencegah kekambuhan, mencegah perilaku yang
merugikan serta meningkatkan kepercayaan diri dan keterampilan sosial untuk memperbaiki
derajat fungsi pasien dan membatasi disabilitas :

 Mencegah kekambuhan dan perawatan kembali

 Mengoptimalkan fungsi, memberdayakan pasien dan keluarga untuk mencapai


proses pemulihan dan hidup mandiri di masyarakat 


 Membatasi dan mencegah disabilitas lebih lanjut melalui rehabilitasi sederhana


berbasis masyarakat.

POKOK BAHASAN B. KETENTUAN UMUM SISTEM RUJUKAN DAN RUJUKAN BALIK

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas, wajib melakukan sistem


rujukan apabila diperlukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pelayanan kesehatan jiwadi Puskesmas meliputi pelayanan kesehatan
perorangan dan dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:
d. Pelayanan kesehatan tingkat pertama : merupakan pelayanan kesehatan dasar yang
diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama
e. Pelayanan kesehatan tingkat kedua : merupakan 
pelayanan kesehatan spesialistik
yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.
f. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga : merupakan pelayanan kesehatan sub

177
spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis
yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik

SIstem rujukan berjenjang :


Pelayanan rujukan pada pasien jiwa terbagi atas rujukan internal (parsial) dan
eksternal(horisontal dan vertikal).
Rujukan Partial adalah pengiriman pasien ke pemberi pelayanan kesehatan lain
dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu
rangkaian perawatan pasien di fasilitas kesehatan tersebut.
Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam
satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan
yang sifatnya sementara atau menetap.
Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang
berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat
pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan
yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:
1. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;
2. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang
lebih rendah dilakukan apabila :
1. Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan
yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;
2. Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam
menangani pasien tersebut;
3. Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan
pelayanan jangka panjang; dan/atau
4. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.

Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan


medis, yaitu:
1. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat
pertama

178
2. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke
fasilitas kesehatan tingkat kedua
3. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes primer.
4. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
5. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier
hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya,
merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
1. Terjadi keadaan gawat darurat psikiatri ataupun kondisi kegawat daruratan mengikuti
ketentuan yang berlaku yakni bencana. Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat dan atau Pemerintah Daerah
2. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien;
3. Kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat
dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan
4. Pertimbangan geografis; dan
5. Pertimbangan ketersediaan fasilitas
Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat pertama dan
tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara
horizontal maupun vertikal.

Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam
satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau
ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.

Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang
berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke
tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.

179
SIstem rujuk balik

Pelayanan Rujuk balik adalah Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penderita di
Fasilitas Kesehatan atas rekomendasi/rujukan dari Dokter Spesialis/Sub Spesialis Jiwa yang
merawat. Rujuk balik dilakukan berdasarkan pertimbangan klinis medis oleh Dokter
spesialis/Sub Spesialis Jiwa bahwa kondisi pasien memungkinkan untuk ditangani di fasilitas
tingkat pertama dalam hal ini Puskesmas. Dokter di Puskesmas dapat menindak lanjuti
pengelolaan pasien dengan memberikan obat-obat jiwa yang tersedia di Puskesmas.
Pelayanan rujuk balik adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penderita di
fasilitas kesehatan atas rekomendasi/ rujukan dari Dokter Spesialis/ Sub Spesialis yang
merawat.Pelayanan rujuk balik umumnya diberikan kepada penderita penyakit kronis dengan
kondisi stabil dan masih memerlukan pengobatan atau asuhan keperawatan jangka panjang
yang dilaksanakan di fasilitas kesehatan tingkat pertama atas rekomendasi/ rujukan dari
Dokter Spesialis/ Sub Spesialis yang merawat.

Manfaat rujuk balik :

1. Bagi Peserta

a. Meningkatkan kemudahan akses pelayanan kesehatan


b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang mencakup akses promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif
c. Meningkatkan hubungan dokter dengan pasien dalam konteks pelayanan holistik
d. Memudahkan untuk mendapatkan obat yang diperlukan

180
2. Bagi Faskes Tingkat Pertama

a. Meningkatkan fungsi Faskes selaku Gate Keeper dari aspek pelayanan komprehensif
dalam pembiayaan yang rasional
b. Meningkatkan kompetensi penanganan medik berbasis kajian ilmiah terkini (evidence
based) melalui bimbingan organisasi/dokter spesialis
c. Meningkatkan fungsi pengawasan pengobatan

3. Bagi Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan

a. Mengurangi waktu tunggu pasien di poli RS


b. Meningkatkan kualitas pelayanan spesialistik di 
Rumah Sakit
c. Meningkatkan fungsi spesialis sebagai 
 koordinator dan konsultan manajemen
penyakit

Rujukan kasus pada pasien dengan Skizofrenia :


Tujuan rujukan Skizofrenia adalah :
a. Melakukan deteksi dini, identifikasi komorbiditas dan efek samping antipsikotik
melalui rujukan rutin
b. Mencegah perburukan komorbiditas dan pencegahan kekambuhan pada penderita
skizofrenia melalui rujukan urgent.
c. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas penderita Skizofrenia yang mengalami
penyulit akut yang mengancam jiwa atau orang lainbila tidak segera diberikan
perawatan yang tepat di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan melalui rujukan
emergency.
d. Memberikan kemudahan akses, efisiensi dan pelayanan berkelanjutan yang
komprehensif dalam jangka panjang serta mencegah fragmentasi pelayanan
kesehatan bagi penderita Skizofrenia melalui rujuk balik.

POKOK BAHASAN C. RUANG LINGKUP DAN TATACARA RUJUKAN DAN RUJUK BALIK

Persetujuan Tindakan Medis dan Penjelasan kepada Pasien dan Keluarga.


Rujukan harus mendapatkan persetujuan dari pasien dan/atau keluarganya. Persetujuan
sebagaimana dimaksud di atas diberikan setelah pasien dan/atau keluarganya
mendapatkan penjelasan dari tenaga kesehatan yang berwenang. Peran keluarga menjadi
sangat penting mengingat sebagian pasien jiwa memiliki gangguan dalam tilikan diri

181
sehingga mereka tidak menyadari akan kondisinya. Penjelasan yang diberikan sekurang-
kurangnya meliputi:
1. diagnosis dan terapi dan/atau tindakan medis yang diperlukan;
2. alasan dan tujuan dilakukan rujukan;
3. risiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan;
4. transportasi rujukan; dan
5. risiko atau penyulit yang dapat timbul selama dalam perjalanan

Hal-hal yang Perlu diperhatikan sebelum Merujuk Pasien Jiwa


Perujuk sebelum melakukan rujukan perlu:
1. melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan stabilisasi kondisipasien sesuai
indikasi medis serta sesuai dengan kemampuan untuktujuan keselamatan pasien
selama pelaksanaan rujukan;
2. melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan bahwapenerima
rujukan dapat menerima pasien dalam hal keadaan pasiengawat darurat; dan
3. membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan kepada penerima rujukan

Surat pengantar rujukan sekurang-kurangnya memuat:


1. identitas pasien;
2. hasil pemeriksaan (anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpenunjang) yang
telah dilakukan;
3. diagnosis kerja;
4. terapi dan/atau tindakan yang telah diberikan;
5. tujuan rujukan; dan
6. nama dan tanda tangan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan.

Kewajiban Penerima Rujukan Pasien Jiwa


Penerima rujukan jiwa berkewajiban menginformasikan mengenai ketersediaan sarana
dan prasarana serta kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan; dan memberikan
pertimbangan medis atas kondisi pasien.

Dasar pertimbangan rujukan pasien


1. Pasien yang dirujuk harus melalui rujukan berjenjang jika ingin akan mendapat
pelayanan yang sesuaikecuali dalam kondisi tertentu yaitu kondisi gawat darurat,
bencana, kekhususan permasalahan pasien, pertimbangan geografis, dan
pertimbangan ketersediaan fasilitas.

182
2. Atas pertimbangan geografis dan keselamatan pasien tidak memungkinkan untuk
dilakukan rujukan dalam satu kabupaten, maka diperbolehkan rujukan lintas
kabupaten.
3. Setelah dilakukan rujukan berjenjang dan mendapat penanganan yang susuai dapat
dikembalikan atau ditindak lanjuti di tempat pelayanan kesehatan sebelumnya.

Tatacara pelaksanaan sIstem rujukan berjenjang :


1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan
medis, yaitu:
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat
pertama
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke
fasilitas kesehatan tingkat kedua
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan
atasrujukan dari faskes primer.
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier
hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan
pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
a. terjadi keadaan gawat darurat; 
Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuanyang
berlaku
b. bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah
Daerah
c. kekhususan permasalahan kesehatan pasien; 
untuk kasus yang sudah ditegakkan
rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan
lanjutan
d. pertimbangan geografis; dan
e. pertimbangan ketersediaan fasilitas
4. Pelayanan oleh bidan dan perawat
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan
tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi
pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali alam kondisi gawat darurat dan
kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter

183
dan/atau dokter gigi pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama.

5. Rujukan Parsial
a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau 
spesimen ke pemberi pelayanan
kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang
merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut.
b. Rujukan parsial dapat berupa:

1)pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan

2) pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan 
parsial, maka penjaminan pasien
dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.

Ruang lingkup program rujuk balik :

1. Jenis penyakit
Jenis penyakit yang bisa dialihkan pelayanannya dari Dokter Spesialis/Subspesialis
ke pemberi pelayanan pertama adalah penyakit kronis yang bersifat stabil, yaitu :
a. Diabetus Mellitus
b. Hipertensi
c. Jantung
d. Asma
e. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
f. Epilepsy
g. Schizophrenia
h. Stroke
i. Sistemic Lupus Erythematosus (SLE)

2. Penderita yang berhak memperoleh layanan rujuk balik adalah penderita dengan
diagnosa penyakit kronis yang telah ditetapkan dalam kondisi terkontrol /stabil oleh
Dokter Spesialis/ Subspesialis dan telah mendaftarkan diri untuk menjadi peserta
rujuk balik.

Rujukan pada pasien dengan gangguan jiwa berat (Skizofrenia)

184
Kriteria skizofrenia yang dirujuk dari Fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama ke
fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut adalah :

a. Rujukan rutin

Penderita Skizofrenia setiap tahunnya minimal 3-4 kali mendapatkan rujukan rutin ke
FKRTL untuk menjalani evaluasi medis secara rutin dalam rangka deteksi dini
komorbiditas atau komplikasi.Rujukan ini bersifat konsultasi dan pemeriksaan penunjang.

Yang termasuk rujukan rutin adalah :

pasien yang memerlukan pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan khusus yang tidak


tersedia di fasilitas pelayanan pertama, yang berhubungan dengan risiko pemakaian obat
antipsikotik jangka panjang (pemeriksaan fungsi liver, fungsi ginjal, EKG, pemeriksaan
untuk mendeteksi agranulositosis, pemeriksaan mata/katarak dan glaukoma,
pemeriksaan neurologis, pemeriksaan neurokognitif).

Diberikan pada penderita gangguan Skizofrenia dengan komorbiditas yang mengganggu


fungsi sehari-hari dan cenderung mengalami penurunan fungsi secara cepat dan bersifat
irreversible (Skizofrenia dengan epilepsi, skizofrenia yang tidak responsif dengan
pengobatan yang tersedia, skizofrenia dengan penyalahgunaan zat, diagnosis tidak pasti,
skizofrenia yang berkaitan dengan proses hukum, skizofrenia dengan komorbiditas
gangguan psikiatrik lainnya, penilaian kebutuhan rehabilitasi psikososial )

b. Rujukan Emergency
Rujukan emergency diberikan pada penderita Skizofrenia yang mengalami kondisi akut
yang mengancam jiwa atau orang lainsehingga memerlukan perawatan intensif di rumah
sakit guna mendapatkan penatalaksanaan yang memadai sehingga mampu menurunkan
angka mobiditas dan mortalitas yang tinggi (Sindrom neuroleptik maligna, indikasi bunuh
diri, indikasi perilaku kekerasan yang tidak dapat dikendalikan dengan pemberian obat
yang ada, kondisi medis umum berat, EPS berat yang tidak teratasi, gaduh gelisah berat
yang tidak tertangani di fasilitas tingkat pertama, kekambuhan karena kesinambungan
obat yang tidak terjamin).

Tata cara rujuk balik :

185
- Dokter spesialis/subspesialis melakukan evaluasi kondisi pasien. Apabila kondisi pasien
dalam keadaan stabil dan memungkinkan untuk ditatalaksana di pelayanan primer, dokter
membuat surat rujuk balik dengan mencantumkan diagnosis dan penatalaksanaan yang
dilakukan.
- Dokter faskes pertama menerima rujukan dan melakukan penatalaksanaan terhadap
pasien, sesuai rujuk balik yang diberikan oleh Dokter Spesialis/Subspesialis
- Pelayanan oleh dokter faskes pertama dilakukan selama 3 bulan
- Setelah 3 bulan, peserta dapat dirujuk kembali oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan untuk dilakukan evaluasi oleh dokter
spesialis/sub-spesialis.

Pada saat kondisi peserta tidak stabil, peserta dapat 
dirujuk kembali ke dokter
Spesialis/Sub Spesialis sebelum 3 bulan dan menyertakan keterangan medis
dan/atau hasil pemeriksaan klinis dari dokter Faskes Tingkat Pertama yang
menyatakan kondisi pasien tidak stabil atau mengalami gejala/tanda- tanda yang
mengindikasikan perburukan dan perlu penatalaksanaan oleh Dokter Spesialis/Sub
Spesialis.

- Apabila hasil evaluasi kondisi peserta dinyatakan masih terkontrol/stabil oleh dokter
spesialis/sub- spesialis, maka pelayanan program rujuk balik dapat dilanjutkan kembali

Program rujuk balik untuk pasien dengan gangguan jiwa berat (Skizofrenia) adalah :
a. Rujukan rutin :
 bila pemeriksaan rutin tidak ada kelainan
 bila onset lebih dari lima tahun dan dapat diberikan rekomendasi latihan kognitif
sederhana
b. Rujukan urgent
 Bila serangan kejang dan gejala perilaku emosi sudah teratasi
 Bila skizofrenia sudah mengalami remisi
 Bila kondisi intoksikasi atau putus zat teratasi
 Bila terdiagnosis pasti skizofrenia tanpa penyulit
 Bila komorbiditas sudah stabil
 Bila target remediasi kognitif tercapai
 Bila sudah ditentukan rencana rehabilitasi lanjutan
c. Rujukan emergensi
 Bila sindrom neuroleptic maligna sudah teratasi
 Indikasi bunuh diri sudah tidak ada atau mampu dikendalikan

186
 Bila perilaku kekerasan minimal atau bisa dikendalikan
 EPS teratasi
 Gaduh gelisah tertangani

VII. REFERENSI
Pedoman sistem rujukan nasional tahun 2012.

Materi Inti 11

187
PENCATATAN DAN PELAPORAN

I.DESKRIPSI SINGKAT
Puskesmas merupakan ujung tombak sumber data kesehatan. Pencatatan dan pelaporan
pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas merupakan suatu alat untuk memantau kegiatan
pelayanan kesehatan jiwa, baik bagi kepentingan pasien yang bersangkutan, maupun bagi
petugas kesehatan yang melayani serta pihak perencana dan penyusun kebijakan.
Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas juga merupakan fondasi dari data
kesehatan. Sehingga diharapkan terciptanya sebuah informasi yang akurat, representatif
dan reliable yang dapat dijadikan pedoman dalam penyusunan perencanaan kesehatan.
Setiap program akan menghasilkan data. Data yang dihasilkan perlu dicatat, dianalisis dan
dibuat laporan. Data yang disajikan adalah informasi tentang pelaksanaan progam dan
perkembangan masalah kesehatan masyarakat. Informasi yang ada perlu dibahas,
dikoordinasikan, diintegrasikan agar menjadi pengetahuan bagi semua staf puskesmas.
Pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas masihmenggunakan
sistem yang beragam. Di antaranya ada yang masih menggunakan SP2TP yaitu suatu
sistem pencatatan dan pelaporan terpadu di puskesmas yang tadinya seragam untuk seluruh
Puskesmas di Indonesia,namun tidak sedikit yang telah menggunakan ICD-10

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

Pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas merupakan suatu alat
untuk memantau kegiatan pelayanan kesehatan jiwa, baik bagi kepentingan pasien yang
bersangkutan, maupun bagi petugas kesehatan yang melayani serta pihak perencana dan
penyusun kebijakan.
Tujuan dibuatnya standar pencatatan dan pelaporan ini adalah
1. Memberikan acuan tentang pencatatan dan pelaporan sesuai kebutuhan Puskesmas
maupun dinas kesehatan.
2. Memberikan informasi kepada pihak terkait untuk dapat mempergunakannya sebagai
pertimbangan dalam menentukan kebijakan

III. POKOK BAHASAN

Pokok bahasan pada modul ini adalah :


Pokok bahasan A : Pencatatan
Pokok bahasan B : Pelaporan
Pokok bahasan C :Teknis dan Prosedur Pencatatan dan Pelaporan

188
Pokok bahasan D : Isi Pencatatan dan Pelaporan
Pokok bahasan E: Petunjuk Pengisisan Form Pencatatan dan Pelaporan

IV. METODE
1. Ceramah, tanya jawab
2. Curah pendapat
3. Diskusi kelompok

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


Media dan alat bantu yang digunakan dalam pembelajaran adalah :
1. Liquid Crystal Display (LCD) Projector dan Laptop
2. Laser pointer
3. Spidol
4. Slide presentasi
5. Lembar diskusi (Flip chart)
6. Spidol
7. Panduan latihan

V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-
langkah sebagai berikut :
Langkah 1 : Penyiapan proses pembelajaran
a. Kegiatan Fasilitator
1. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas
2. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
3. Fasilitator mempresentasikan materi tentang pencatatan dan pelaporan
untuk stimulus curah pendapat
4. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran
b. Kegiatan Peserta
1. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
2. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
3. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
4. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas
dan perlu diklarifikasi.

Langkah 2 : Penyampaian materi pembelajaran

189
a. Kegiatan Fasilitator
1. Menyampaikan Pokok Bahasan 1 sampai dengan 5 secara garis besar
dalam waktu yang singkat
2. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal
yang kurang jelas
3. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta
4. Menyimpulkan materi bersama peserta

b. Kegiatan Peserta
1. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting
2. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan
yang diberikan
3. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.

VII.URAIAN MATERI
POKOK BAHASAN A. PENCATATAN
1. Pengertian Pencatatan
Pencatatan adalah cara yang dilakukan oleh petugas kesehatan untuk mencatat
data yang penting mengenai pelayanan tersebut dan selanjutnya disimpan sebagai
arsip di Puskesmas.

2. Jenis-jenis pencatatan dalam pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas


a. Kartu rawat jalan: untuk mencatat data mengenai pasien. Termasuk pula kartu
rawat jalan di luar gedung puskesmas.
b. Pencatatan harian rutin: untuk mencatat data pasien yang dikumpulkan selama
sehari.

POKOK BAHASAN B. PELAPORAN


Pengertian Pelaporan
Pelaporan adalah mekanisme yang digunakan oleh petugas kesehatan untuk melaporkan
kegiatan pelayanan yang dilakukannya kepada instansi yang lebih tinggi (dalam hal ini
dinas kesehatan kabupaten/kota).

POKOK BAHASAN C. TEKNIS DAN PROSEDUR PENCATATAN DAN PELAPORAN

190
Pencatatan melibatkan petugas pendaftaran, dokter, psikolog, perawat dan petugas
khusus pencatatan dan pelaporan. Dalam pelaksanaannya bisa menyesuaikan situasi dan
kondisi di lapangan. Namun secara umum dapat digambarkan dalam diagram alur berikut
ini:
1. Pasien mendaftar ke petugas pendaftaran.
2. Petugas akan melakukan pencatatan dalam buku register pendaftaran atau langsung
di input ke sistem informasi puskesmas.
3. Kemudian petugas akan menyampaikan form rekam medis kepada dokter.
4. Dokter mencatat data anamnesa, pemeriksaan fisik, diagnosa dan terapi dalam rekam
medis.
5. Apabila pasien diperiksa oleh psikolog, bidan ataupun perawat terlebih dahulu dan
dilakukan dignosa oleh petugas selain dokter,maka pencantuman diagnosa harus
dalam supervisi dokter.
6. Petugas akan memasukkan data yang ditulis oleh dokter tersebut ke dalam buku
register harian.
7. Berdasarkan register harian, petugas akan memasukkan data tersebut dalam sistem
informasi puskesmas dalam format LB
8. Data tersebut disajikan dalam SP2TP untuk kemudian disampaikan ke dinas
kesehatan sebagai bentuk pelaporan.
Catatan: Apabila tersedia Sistem Informasi Puskesmas, pencatatan dan pelaporan
dimungkinkan diakomodir dalam suatu sistem terpadu.

POKOK BAHASAN D. ISI PENCATATAN DAN PELAPORAN


Dalam form pencatatan dan pelaporan secara umum berisi: nomer, kode ICD-10, jenis
penyakit, klasifikasi usia, jenis kelamin, kasus baru atau lama. Khusus untuk kolom
diagnosa dicantumkan beberapa diagnosa utama, diagnosa rincian dari diagnosa
tambahan yang sering ditemui di dalam praktek layanan primer. Berikut ini adalah dignosa
utama adalah diagnosa yang direkomendasikan dalam Sistem Pencatatan dan Pelaporan
Terpadu (SP2TP)

1. Gangguan Mental Organik (F00#)


2. Insomnia (F51)
3. Gangguan Depresi (F32#)
4. Gangguan Anxietas (cemas) (F40#)
5. Skizofrenia dan Gangguan Psikotik Lainnya (F20#)
6. Gangguan Perkembangan dan Tingkah Laku (F80-90#)
7. Gangguan Penyalahguna NAPZA (F10#)

191
8. Percobaan Tindakan Bunuh Diri (X84)

POKOK BAHASAN E. PETUNJUK PENGISIAN FORM PENCATATAN DAN


PELAPORAN
1. Tulislah nomer, kode ICD-10, diagnosa, umur, jenis kelamin termasuk kasus baru dan
lama. Kolom IC-10 dan Diagnosa biasanya sudah terformat secara otomatis
2. Dalam menuliskan diagnosa dapat dituliskan dalam diagnosa utama dan atau
dimasukkan dalam diagnosa rincian.
3. Perekapan total mengacu pada diagnosa utama kecuali apabila diagnosa utama tidak
dicantumkan.
4. Pengisian diagnosa tambahan dapat dituliskan secara langsung ke kolom yang
tersedia.

VIII. REFERENSI

1.Sistem pencatatan dan pelaporan tingkat puskesmas tahun 2012

192

Anda mungkin juga menyukai