Anda di halaman 1dari 2

Pengembangaan sebuah lapangan minyak dan gas di Indonesia terdiri atas

tiga tahap utama, yakni tahap Exploration, Development dan Production.

Eksplorasi adalah tahap awal untuk menemukan prospek atau potensi


cadangan migas. Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS, yakni perusahaan
migas) mendapatkan lapangan Eksplorasi dari pembelian kontrak kandidat
lapangan migas yang ditawarkan pemerintah (BP Migas). Pada tahap
eksplorasi ini, KKKS diberikan waktu 10 tahun untuk melakukan eksplorasi.
KKKS mempunyai keharusan untuk mengeluarkan biaya investasi yang besar
dimana resiko sepenuhnya ditanggung KKKS. Kewajiban KKKS untuk
melakukan aktivitas eksplorasi akan dievaluasi oleh pemerintah 3 tahun
pertama (komitmen pasti), 3 tahun kedua (komitmen lanjutan), dan 4 tahun
terakhir (komitmen tambahan).

Dalam waktu eksplorasi tersebut, KKKS bisa menyerahkan kembali prospek


tersebut termasuk semua data yang didapat selama aktivitas eksplorasi
kepada Pemerintah. Atau jika selambatnya 10 tahun KKKS tidak berhasil
menemukan potensi lapangan migas, maka lapangan tersebut (termasuk
data) wajib diserahkan kembali ke pemerintah. Dengan skema tersebut,
sangat terlihat besarnya resiko KKKS dalam kegiatan eksplorasi. Biaya
eksplorasi yang gagal bagi KKKS akan menjadi sunk cost dan tidak akan
ditanggung oleh pemerintah.

Lain ceritanya jika prospek tersebut terbukti merupakan cadangan migas


(tanpa harus menunggu 10 tahun eksplorasi), maka tahap berikutnya adalah
pembuatan POD (Plan of Development) lapangan /blok migas yang diajukan
KKKS kepada pemeirntah (Menteri ESDM). Secara khusus, tujuan POD
adalah melihat tingkat ke-ekonomi-an sebuah blok migas. Dengan
disetujuinya POD, maka skema Cost Recovery mulai berlaku ( baca artikel
penulis tentang cost recovery). Artinya, semua biaya eksplorasi akan diganti
oleh Negara melalui skema bagi hasil PSC (Production Sharing Contract).
Bagi pemerintah, POD adalah sebuah langkah kritikal pengambilan
keputusan migas karena menyangkut pendapatan atau kerugian negara
(akibat tidak ekonomis) di masa datang.

Setelah Eksplorasi dan POD, maka tahap berikutnya Development dan


Production dengan konsesi 20 tahun atau sesuai kontrak khusus.
Development adalah tahap dimana KKKS melakukan kegiatan analisa lebih
dalam mengenai kondisi blok migas. Misal, jika dalam eksplorasi KKKS hanya
melakukan drilling 2 exploration wells untuk identifikasi potensi cadangan,
maka pada development KKKS akan melakukan development drilling 3 wells
untuk menganalisa lebih pasti volume reservoir.

Pada tahap Development ini sekalipun cost recovery sudah diberlakukan,


namun biaya masih dibiayai oleh KKKS karena cost recovery dalam PSC
adalah pembagian hasil produksi, bukan pembayaran penggantian (not-
reimbursable). Dalam tahap ini juga mulai dibangun fasilitas produksi yang
juga menjadi tanggungan KKKS. Sehingga praktis biaya eksplorasi dan
development cukup menguras kas KKKS (lihat skema).

Setelah tahap development selesai (dan masih memungkinkan dilakukan


revisi POD), maka tahap berikutnya adalah Production yakni melakukan
eksploitasi migas. Produksi migas mulai mengalir, revenue pun mulai masuk,
sehingga beban kas akibat biaya eksplorasi+development dan biaya produksi
semakin berkurang. Dalam proses ini, pemerintah hanya mendapatkan FTP
dan DMO sesuai dengan skema PSC. Sampai akhirnya semua biaya
(termasuk biaya produksi rutin) habis cost recovery, maka pemerintah mulai
mendapatkan Equity (jatah). Hal inilah yang menjadi “titik impas” Break Even
Point (BEP) untuk pengambilan keputusan pemerintah dalam POD, sampai
berapa lama pemerintah mulai penuh mendapatkan Equity sesuai skema
PSC (85%).

Merupakan kondisi alami blok migas mengalami penurunan produksi,


sehingga revenue juga semakin turun. Padahal di sisi lain, biaya produksi
semakin naik karena lapangan minyak yang semakin berumur. KKKS harus
memperhitungkan batas ekonomis (economical limit), yakni batas ke-
ekonomi-an sebuah blok migas menurut cost benefit KKKS. Hingga pada
waktu cash positif KKKS akan cenderung turun lagi (karena produksi turun)
sehingga akan melewati economical limit, maka KKKS cenderung untuk
melepas atau berbagi kepemilikan blok dengan KKKS lain.

Tingkat ekonomis sendiri berbeda antara KKKS satu dan lainnya, antar
perusahaan migas nasional dan multinasional, karena biaya untuk
memproduksi migas masing-masing akan berbeda. Namun semua
perusahaan akan mendapat perlakuan yang sama di depan pemerintah
dalam kontrak migas (kecuali perusahaan migas BUMN). Kebijakan
pemerintah terhadap kontrak migas KKKS juga menjadi salah satu faktor
economical limit bagi KKKS. Dan untuk mendukung investasi migas di tengah
semakin menurunnya produksi dan cadangan migas nasional, sudah
semestinya pemerintah memberikan iklim investasi yang semakin baik untuk
pengembangan lapangan migas di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai