TINJAUAN TEORI
1
1) Lochea Rubra/Merah (Cruenta)
Lochea ini muncul pada hari 1 sampai hari ke-1 masa
postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah karena berisi
darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak
bayi, lanugo, dan meconium.
2) Lochea Sanguinolenta
Cairan yang keluar berwarna merah kecokelatan dan berlendir.
Berlangsung dari hari ke-3 sampai hari ke-7 postpartum.
3) Lochea Serosa
Lochea ini berwarna kuning kecokelatan karena mengandung
serum, leukosit, dan robekan/laserasi plasenta. Muncul pada hari
ke-8 sampai hari ke-13 postpartum.
4) Lochea Alba/Putih
Mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir
serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lochea alba bisa
berlangsung selama 2 sampai 6 minggu postpartum.
3. Proses Laktasi
Sejak masa hamil payudara sudah memproduksi air susu di bawah
kontrol beberapa hormon, tetapi volume yang diproduksi masih sangat
sedikit. Selama masa nifas payudara bagian alveolus mulai optimal
memproduksi air susu (ASI). Dari alveolus ini ASI disalurkan ke dalam
saluran kecil (duktulus), di mana beberapa saluran kecil bergabung
membentuk saluran yang lebih besar (duktus). Di bawah areola, saluran
yang besar ini mengalami pelebaran yang disebut sinus. Akhirnya semua
saluran yang besar ini memusat ke dalam puting dan bermuara ke luar. Di
dalam dinding alveolus maupun saluran, terdapat otot yang apabila
berkontraksi dapat memompa ASI keluar. 1
Jenis-Jenis ASI :
a. Kolostrum: cairan pertama yang dikeluarkan oleh kelenjar payudara
pada hari pertama sampai dengan hari ke-1, berwarna kuning
keemasan, mengandung protein tinggi rendah laktosa
2
b. ASI Transisi: keluar pada hari ke 1–8; jumlah ASI meningkat tetapi
protein rendah dan lemak, hidrat arang tinggi.
c. ASI Mature: ASI yang keluar hari ke 8–11 dan seterusnya, nutrisi
terus berubah sampai bayi 6 bulan.
Beberapa Hormon yang Berperan dalam Proses Laktasi :
a. Hormon Prolaktin Ketika bayi menyusu, payudara mengirimkan
rangsangan ke otak. Otak kemudian bereaksi mengeluarkan hormon
prolaktin yang masuk ke dalam aliran darah menuju kembali ke
payudara. Hormon prolaktin merangsang sel-sel pembuat susu untuk
bekerja, memproduksi susu. Semakin sering dihisap bayi, semakin
banyak ASI yang diproduksi. Semakin jarang bayi menyusu,
semakin sedikit ASI yang diproduksi. Jika bayi berhenti menyusu,
payudara juga akan berhenti memproduksi ASI.
b. Hormon Oksitosin Setelah menerima rangsangan dari payudara, otak
juga mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon oksitosin diproduksi
lebih cepat daripada prolaktin. Hormon ini juga masuk ke dalam
aliran darah menuju payudara. Di payudara, hormon oksitosin ini
merangsang sel-sel otot untuk berkontraksi. Kontraksi ini
menyebabkan ASI yang diproduksi sel-sel pembuat susu terdorong
mengalir melalui pembuluh menuju muara saluran ASI.
Kadangkadang, bahkan ASI mengalir hingga keluar payudara ketika
bayi sedang tidak menyusu. Mengalirnya ASI ini disebut refleks
pelepasan ASI.
4. Perubahan Psikologis
Perubahan psikologis mempunyai peranan yang sangat penting
pada ibu dalam masa nifas. Ibu nifas menjadi sangat sensitif, sehingga
diperlukan pengertian dari keluarga-keluarga terdekat. Peran bidan
sangat penting pada masa nifas untuk memberi pegarahan pada keluarga
tentang kondisi ibu serta pendekatan psikologis yang dilakukan bidan
pada ibu nifas agar tidak terjadi perubahan psikologis yang patologis1.
3
Adaptasi psikologis yang perlu dilakukan sesuai dengan fase di bawah
ini:
a. Fase Taking In
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari
hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu,
fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman
selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan
membuat ibu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur,
seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi
pasif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu, kondisi ibu perlu
dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik. Pada fase ini perlu
diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihannya.
c. Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah
mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan
untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini. 1
5
jam pemberian kapsul vitamin A pertama. Manfaat kapsul vitamin A
untuk ibu nifas sebagai berikut :
1) Meningkatkan kandungan vitamin A dalam Air Susu Ibu (ASI).
2) Bayi lebih kebal dan jarang kena penyakit infeksi.
3) Kesehatan ibu lebih cepat pulih setelah melahirkan.
4) Ibu nifas harus minum 2 kapsul vitamin A karena :
a) Bayi lahir dengan cadangan vitamin A yang rendah,
kebutuhan bayi akan vitamin A tinggi untuk pertumbuhan
dan peningkatan daya tahan tubuh
b) Pemberian 1 kapsul vitamin A 200.000 IU warna merah
pada ibu nifas hanya cukup untuk meningkatkan kandungan
vitamin A dalam ASI selama 60 hari, sedangkan dengan
pemberian 2 kapsul dapat menambah kandungan vitamin A
sampai bayi 6 bulan.
c. Ambulasi
Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijaksanaan agar secepat
mungkin bidan membimbing ibu postpartum bangun dari tempat
tidurnya dan membimbing ibu secepat mungkin untuk berjalan. Ibu
postpartum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 23–
38 jam postpartum. Early ambulation tidak diperbolehkan pada ibu
postpartum dengan penyulit, misalnya anemia, penyakit jantung,
paru-paru, demam dan sebagainya.1
d. Eliminasi
Ibu diminta untuk buang air kecil 6 jam postpartum. ji ka dalam 8
jam belum dapat berkemih atau sekali berkemih atau belum melebihi
100 cc, maka dilakukan kateterisasi. Akan tetapi, kalau ternyata
kandung kemih penuh, tidak perlu menunggu 8 jam untuk
kateterisasi. Ibu postpartum diharapkan dapat buang air besar setelah
hari ke-2 postpartum. Jika hari ke-1 belum juga BAB, maka perlu
diberi obat pencahar per oral atau per rektal.
6
e. Personal Hygiene Kebersihan diri sangat penting untuk mencegah
infeksi. Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan seluruh tubuh,
terutama perineum. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut dua kali
sehari, mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan daerah kelaminnya dan bagi ibu yang mempunyai
luka episiotomi atau laserasi, disarankan untuk mencuci luka tersebut
dengan air dingin dan menghindari menyentuh daerah tersebut.
f. Istirahat dan Tidur Sarankan ibu untuk istirahat cukup. Tidur siang
atau beristirahat selagi bayi tidur. 7. Seksual Ibu diperbolehkan
untuk melakukan aktivitas kapan saja ibu siap dan secara fisik aman
serta tidak ada rasa nyeri.
B. Hipertensi Dalam Kehamilan Sebagai Komplikasi Pada Masa Nifas
1. Definisi
Komplikasi masa nifas dapat berawal dari masa kehamilan. Salah
satu komplikasi kehamilan yang dapat berpengaruh pada ibu dan janin
adalah hipertensi. Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang
terjadi saat kehamilan berlangsung dan biasanya pada bulan terakhir
kehamilan atau lebih setelah 20 minggu usia kehamilan pada wanita yang
sebelumnya normotensif, tekanan darah mencapai nilai 140/90 mmHg,
atau kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan tekanan diastolik 15 mmHg
di atas nilai normal (Junaidi, 2010).
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko penting pada
penyakit kardiovaskular, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh
darah perifer, stroke dan penyakit ginjal. Untuk menghindari komplikasi
tersebut diupayakan pengendalian tekanan darah dalam batas normal baik
secara farmakologis maupun non farmakologis (Nadar, 2015; Rani et al.,
2006). Lima penyebab kematian ibu terbesar di Indonesia diantaranya
adalah karena hipertensi dalam kehamilan (Kemenkes RI, 2014, 2015,
2016, 2018).
7
2. Klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan The
National High Blood Pressure Education Program Working Group on
High Blood Pressure in Pregnancy (NHBPEP) memberikan suatu
klasifikasi untuk mendiagnosa jenis hipertensi dalam kehamilan,
(NHBPEP, 2000) yaitu :
1) Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur
kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis
setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai
12 minggu pascapersalinan.
2) Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria. Eklampsia adalah
preeklampsi yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma.
3) Preeklampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia superimposed
upon chronic hypertension) adalah hipertensi kronik disertai tanda-
tanda preeklampsi atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
4) Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan
tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan
pascapersalinan atau kematian dengan tanda-tanda preeklampsi
tetapi tanpa proteinuria (Prawirohardjo, 2013).
Tabel 1. Perbedaan gambaran klinis antara hipertensi kronik, hipertensi
gestasional dan preeklampsia (Suyono S, 2009).
8
tromnositopenia Tidak ada Tidak ada Ada pada semua kasus
preeclampsia berat
Disfungsi hati Tidak ada Tidak ada Ada pada semua kasus
preeclampsia berat
3. Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui
dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya
hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori yang dianggap
mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah
(Prawirohardjo, 2013) :
1) Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran
darah dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua
pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa arteri
arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteri radialis. Arteri
radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan
memberi cabang arteri spiralis.
Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas,
terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis yang
menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut, sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan
sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur
dan memudahkan lumen spiralis mengalami distensi dan dilatasi.
Distensi dan vasodilatasi lumen arteri apiralis ini memberi dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan
peningkatan aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya, aliran
darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat,
sehingga dapat menjamin pertumbuhna janin dengan baik. Proses
ini dinamakan “remodeling arteri spiralis”. Pada hipertensi dalam
kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot
arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri
9
spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi.
Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi, dan
terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah
utero plasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia
plasenta.
2) Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
a) Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam
kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”,
dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang
mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan
oksidan (radikal bebas).
Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima
molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan.
Salah satu oksidan penting yang dihasilkan iskemia plasenta
adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya
terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Produksi
oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena
oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh.
Adanya radikal bebas dalam darah, maka hipertensi dalam
kehamilan disebut “toxaemia”.
Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang
mengandung banyak asam lemak tidak jernih menjadi
peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak
membran sel, juga akan merusak nukleus dan protein sel
endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang
bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi antioksidan.
b) Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam
kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa
kadar oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat,
10
sedangkan antioksidan, misalnya vitamin E pada hipertensi
dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominan kadar
oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak
sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksik ini akan
beredar di seluruh tubuh melalui aliran darah dan akan merusak
membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah
mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya
langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh
sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan
berubah menjadi peroksida lemak.
3) Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka
terjadi kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari
membran sel endotel. Kerusakan membran sel endotel
mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya
seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut “disfungsi
endotel” (endothelial disfunction). Pada waktu terjadi kerusakan sel
endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan
terjadi :
a) Ganggguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu
fungsi endotel adalah memproduksi prostaglandin, yaitu
menurunnya produksi prostasiklin (PGE2) suatu vasodilator
kuat.
b) Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang
mengalami kerusakan.
c) Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus
(glomerular endotheliosis).
d) Peningkatan permeabilitas kapiler.
e) Peningkatan faktor koagulasi
11
4. Hipertensi Dalam Kehamilan Sebagai Akibat Dari Hipertensi Menahun
1) Hipertensi kronik
Hipertensi kronik dalam kehamilan adalah tekanan darah
≥140/90 mmHg yang didapatkan sebelum kehamilan atau sebelum
umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi tidak menghilang setelah
12 minggu pasca persalinan. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi
kronis dibagi menjadi dua, yaitu hipertensi primer dan sekunder.
Pada hipertensi primer penyebabnya tidak diketahui secara pasti atau
idiopatik. Hipertensi jenis ini terjadi 90-95% dari semua kasus
hipertensi. Sedangkan pada hipertensi sekunder, penyebabnya
diketahui secara spesifik yang berhubungan dengan penyakit ginjal,
penyakit endokrin dan penyakit kardiovaskular (Manuaba, 2007).
2) Superimposed preeclampsia
Pada sebagian wanita, hipertensi kronik yang sudah ada sebelumnya
semakin memburuk setelah usia gestasi 24 minggu. Apabila disertai
proteinuria, diagnosisnya adalah superimpose preeklampsi pada
hipertensi kronik (superimposed preeclampsia). Preeklampsia pada
hipertensi kronik biasanya muncul pada usia kehamilan lebih dini
daripada preeklampsi murni, serta cenderung cukup parah dan pada
banyak kasus disertai dengan hambatan pertumbuhan janin
(Manuaba, 2007).
3) Hipertensi gestasional
Hipertensi gestasional didapat pada wanita dengan tekanan darah
≥140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kali selama kehamilan
tetapi belum mengalami proteinuria. Hipertensi gestasional disebut
transien hipertensi apabila tidak terjadi preeklampsi dan tekanan
darah kembali normal dalam 12 minggu postpartum. Dalam
klasifikasi ini, diagnosis akhir bahwa yang bersangkutan tidak
mengalami preeklampsi hanya dapat dibuat saat postpartum. Namun
perlu diketahui bahwa wanita dengan hipertensi gestasional dapat
memperlihatkan tanda-tanda lain yang berkaitan dengan
12
preeklampsi, misalnya nyeri kepala, nyeri epigastrium atau
trombositopenia yang akan mempengaruhi penatalaksanaan
(Cunningham G, 2013).
5. Diagnosis
1) Anamnesis
Dilakukan anamnesis pada pasien/keluarganya mengenai adanya
gejala, penyakit terdahulu, penyakit keluarga dan gaya hidup sehari-
hari. Gejala dapat berupa nyeri kepala, gangguan visus, rasa panas
dimuka, dispneu, nyeri dada, mual muntah dan kejang. Penyakit
terdahulu seperti hipertensi dalam kehamilan, penyulit pada
pemakaian kontrasepsi hormonal, dan penyakit ginjal. Riwayat gaya
hidup meliputi keadaan lingkungan sosial, merokok dan minum
alkohol (POGI, 2010).
2) Pemeriksaan Fisik
Evaluasi tekanan darah dilakukan dengan cara meminta pasien
dalam posisi duduk di kursi dengan punggung bersandar pada
sandaran kursi, lengan yang akan diukur tekanan darahnya,
diletakkan setinggi jantung dan bila perlu lengan diberi penyangga.
Lengan atas harus dibebaskan dari baju yang terlalu ketat
melingkarinya. Pada wanita hamil bila tidak memungkinkan duduk,
dapat miring kearah kiri. Pasien dalam waktu 30 menit sebelumnya
tidak boleh minum kopi dan obat dan tidak minum
obat-obat stimulant adrenergik serta istirahat sedikitnya 5 menit
sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah (POGI, 2010).
3) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam kasus hipertensi sebagai
komplikasi kehamilan adalah proteinuria, untuk diagnosis dini
preeklampsi yang merupakan akibat dari hipertensi kehamilan.
Pemeriksaan proteinuria dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu
secara Esbach dan Dipstick. Pengukuran secara Esbach, dikatakan
proteinuria jika didapatkan protein ≥300 mg dari 24 jam jumlah urin.
13
Nilai tersebut setara dengan kadar proteinuria ≥30 mg/dL (+1
dipstick) dari urin acak tengah yang tidak menunjukkan tanda- tanda
infeksi saluran kencing. Interpretasi hasil dari proteinuria dengan
metode dipstick adalah (POGI, 2010) :
+1 = 0,3 – 0,45 g/L
+2 = 0,45 – 1 g/L
+3 = 1 – 3 g/L
+4 = > 3 g/L
6. Penatalaksanaan
Penanganan umum, meliputi :
1) Perawatan selama kehamilan
Jika tekanan darah diastolik >110 mmHg, berikan obat antihipertensi
sampai tekanan darah diastolik diantara 90-100 mmHg. Obat pilihan
antihipertensi adalah hidralazin yang diberikan 5 mg IV pelan-pelan
selama 5 menit sampai tekanan darah turun. Jika hidralazin tidak
tersedia, dapat diberikan nifedipin 5 mg sublingual dan tambahkan 5
mg sublingual jika respon tidak membaik setelah 10 menit. Selain itu
labetolol juga dapat diberikan sebagai alternatif hidralazin. Dosis
labetolol adalah 10 mg, jika respon tidak baik setelah 10 menit,
berikan lagi labetolol 20 mg. Pasang infus Ringer Laktat dengan
jarum besar (16 gauge atau lebih). Ukur keseimbangan cairan,
jangan sampai overload. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda
edema paru. Adanya krepitasi menunjukkan edema paru, maka
pemberian cairan dihentikan. Perlu kateterisasi urin untuk
pengeluaran volume dan proteinuria. Jika jumlah urin <30 ml per
jam, infus cairan dipertahankan sampai 1 jam dan pantau
kemungkinan edema paru. Observasi tanda-tanda vital ibu dan
denyut jantung janin dilakukan setiap jam (Prawirohardjo S, 2006).
Untuk hipertensi dalam kehamilan yang disertai kejang, dapat
diberikan Magnesium sulfat (MgSO4). MgSO4 merupakan obat
pilihan untuk mencegah dan menangani kejang pada preeklampsi
14
dan eklampsi. Cara pemberian MgSO4 pada preeklampsi dan
eklampsi adalah (Prawihardjo S, 2006) :
a. Dosis awal
Berikan MgSO4 4 gram IV sebagai larutan 20% selama 5
menit. Diikuti dengan MgSO4 (50%) 5 gr IM dengan 1 ml
lignokain 2% (dalam semprit yang sama). Pasien akan merasa
agak panas saat pemberian MgSO4
b. Dosis pemeliharaan
MgSO4 (50%) 5 gr + 1 ml lignokain 2 % IM setiap 4 jam.
Pemberian tersebut dilanjutkan sampai 24 jam postpartum atau
kejang terakhir. Sebelum pemberian MgSO4, periksa frekuensi
nafas minimal 16 kali/menit, refleks patella positif dan urin
minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir. Pemberian MgSO4
dihentikan jika frekuensi nafas <16 kali/menit, refleks patella
negatif dan urin <30 ml/jam. Siapkan antidotum glukonat dan
ventilator jika terjadi henti nafas. Dosis glukonat adalah 2 gr
(20 ml dalam larutan 10%) IV secara perlahan sampai
pernafasan membaik.
c. Perawatan persalinan
Pada preeklampsi berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam,
sedang pada eklampsi dalam 12 jam sejak gejala eklampsi
timbul. Jika terdapat gawat janin, atau persalinan tidak terjadi
dalam 12 jam pada eklampsi, lakukan seksio sesarea (Mustafa
R et al., 2012).
d. Perawatan postpartum
Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang
terakhir. Teruskan pemberian obat antihipertensi jika tekanan
darah diastolik masih >110 mmHg dan pemantauan urin
(Mustafa R et al., 2012).
15
BAB II
TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS, MENYUSI
DAN BAYI
Pengkajian
Tanggal : Untuk mengetahui kapan mulai dilakukan pengkajian
Jam :
a. Data Subyektif4
1. Biodata
a) Nama : nama ibu dan suami untuk mengenal, memanggil, dan
menghindari terjadinya kekeliruan.
b) Umur : ditanyakan untuk mengetahui umur ibu, dimana masa nifas
normal terjadi pada saat ibu berusia lebih dari 16 tahun dan kurang
dari 15 tahun.
c) Agama : ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya
terhadap kebiasaan kesehatan pasien / klien. Dengan diketahuinya
agama pasien, akan memudahkan bidan melakukan pendekatan di
dalam melaksanakan asuhan kebidanan.
d) Suku : untuk mengetahui dari suku mana ibu berasal dan
menentukan carapendekatan serta pemberian asuhan.
e) Pendidikan : untuk mengetahui tingkat pengetahuan sebagai
dasar dalam memberikan asuhan.
f) Pekerjaan : untuk mengetahui bagaimana taraf hidup dan
sosial ekonomi klien dan apakah pekerjaanibu / suami dapat
mempengaruhi kesehatan klien / tidak.
g) Penghasilan : untuk mengetahui status ekonomi penderita dan
mengetahui pola kebiasaan ynag dapat mempengaruhi kesehatan
klien.
16
h) Alamat : untuk mengetahui tempat tinggal klien dan menilai apakah
lingkungan cukup aman bagi kesehatannya serta mempermudah
untuk melakukan kunjungan ulang.
2. Alasan Datang
Apa alasan ibu sehingga datang untuk memeriksakan diri.
3. Keluhan Utama
Ditanyakan untuk mengetahui keluhan ibu yang dirasakan saat
pengkajian. Keluhan yang disampaikan ibu pada kunjungan ulang
sangat penting untuk mengontrol masa nifas ibu.
17
Ditanyakan mengenai :
b) Eliminasi
Pada bulan pertama masa nifas ibu biasanya mengeluh sering
kencing, hal ini dipengaruhi oleh uterus yang semakin
membesar secara fisiologis dan pada akhir masa nifas biasanya
ibu juga mengeluh sering kencing karena kandung kemih
tertekan oleh kepala janin. Perubahan hormonal mempengaruhi
aktifitas usus halus dan usus besar sehingga mengakibatkan
obstipasi. Sembelit dapat terjadi secara mekanis yang
disebabkan karena menurunnya gerakan ibu hamil, tekanan
kepala janin terhadap usus besar dan rektum.
c) Istirahat
Waktu istirahat harus lebih lama ± 10-11 jam. Untuk wanita
hamil, juga dianjurkan untuk tidur siang.
Jadwal istirahat dan tidur harus diperhatikan dengan baik
karena istirahat dan tidur yang teratur dapat meningkatkan
kesehatan jasmani dan rohani untuk kepentingan pertumbuhan
dan perkembangan janin. 1
19
d) Aktivitas
Wanita yang sedang hamil boleh bekerja tapi sifatnya tidak
melelahkan dan tidak mengganggu masa nifas. Misalnya:
pekerjaan rumah tangga yang ringan, masak, menyapu, tetapi
jangan menimba, mengangkat air, dll. Pekerjaan dinas misal
guru, pegawai kantor boleh diteruskan. Pekerjaan yang
sifatnya dapat mengganggu masa nifas lebih baik dihindarkan
misalnya pekerjaan di pabrik rokok, percetakan, yang
mengeluarkan zat yang dapat mengganggu janin dalam
kandungannya.
20
14. Riwayat Psikososial dan Budaya
Untuk mengetahui keadaan psikologis ibu terhadap masa nifasnya
serta bagaiamana tanggapan suami dan keluarga tentang
kehamialn. Budaya ditanyakan untuk mengetahui kebiasaan dan
tradisi yang dilakukan ibu dan keluarga berhubungan dengan
kepercayaan pada takhayul, kebiasaan berobat dan semua yang
berhubungan dengan kondisi kesehatan ibu.
15. Pola Spiritual
Untuk mengetahui kegiatan spiritual ibu.
b. Data Obyektif
a. Pengkajian pada Ibu Nifas
a) Anamnesis
Anamnesis perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi ibu dengan
cara menanyakan keluhan dan keadaan yang dirasakan ibu selama
masa nifas. Anamnesis untuk mendapatkan keterangan yang
berkaitan dengan keadaan ibu dapat ditanyakan juga kepada suami
dan atau keluarga.
21
c) Pemeriksaan Payudara
Lakukan palpasi di sekeliling putting susu untuk mengetahui
adanya keluaran. Apabila ada keluaran, identifikasi keluaran
tersebut mengenai sumber, jumlah, warna, konsistensi, dan kaji
terhadap adanya nyeri tekan. Waspadai apabila ditemukan
bendungan ASI, rasa panas, nyeri, merah, dan bengkak.
d) Pemeriksaan Abdominal
Tujuan pemeriksaan abdominal sebagai berikut : Memeriksa
involusi uterus (lokasi fundus, ukur dengan jari tangan dan
konsistensi (keras atau lunak). Perhatikan apabila ditemukan
ketidaksesuaian turunnya fundus uteri dengan lamanya masa
nifas.
22
e) Dengan palpasi dan tekanan pada perut bagian bawah untuk
mendeteksi adanya abses pelvik, dan lain-lain.
f) Pemeriksaan Ano-Genitalia
Tujuan pemeriksaan ano-genitalia untuk :
23
n) Pemeriksaan ekstremitas dilakukan dengan cara berikut. :
(1) Dengan posisi kaki lurus lakukan inspeksi adakah terlihat
edema, varises, warna kemerahan, tegang.
(2) Palpasi kaki, nilai suhu kaki apakah panas, tekan tulang kering
adakah udema dan nilai derajat edema.
(3) Nilai tanda homan dengan menekuk kedua kaki jika terasa
nyeri pada betis maka homan positif.
e. Evaluasi Kebidanan
1. Klien dapat mengidentifikasi dan mendemonstrasikan tindakan
perawatan diri yang tepat
2. Klien dapat menyebutkan cara-cara untuk meminimalkan masalah
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda/gejala yang memerlukan
evaluasi/intervensi medis
4. Klien dapat memahami tentang perawatan masa nifas
5. Klien dapat terhindar dari resiko komplikasi masa nifas
6. Klien bisa mengatasi gangguan istirahat tidur dan istirahat maksimal
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Kemenkes RI, 2013. Buku Ajar Kesehatan Ibu Dan Anak. Jakarta : Pusat
Pendidikan Dan Pelatihan Tenaga Kesehatan
2. Kemenkes RI, 2011. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar Dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta :
WHO
3. Kemenkes RI. 2018. Bahan Ajar Kebidanan. Asuhan Kebidanan Nifas dan
Menyusui. Jakarta : Pusat Pendidikan sumber Daya Manusia Kesehatan.
4. Kusuma, C.H. Dokumentasi Kebidanan. Diktat Ajar. 2011. Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
25