Anda di halaman 1dari 5

2.

1 CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)/ PENYAKIT GINJAL KRONIS


A. DEFINISI
Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur atau
fungsi ginjal yang berlangsung lebih 3 bulan, dengan atau tanpa disertai
penurunan glomerular filtration rate (GFR). Selain itu, CKD dapat pula
didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana GFR < 60 mL/menit/1,73 m2 selama
lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa disertai kerusakan ginjal (Dipiro,2017).

B. ETIOLOGI
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah tinggi,
yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney Foundation, 2015).
Keadaan lain yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal diantaranya adalah
penyakit peradangan seperti glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik,
malformasi saat perkembangan janin dalam rahim ibu, lupus, obstruksi akibat
batu ginjal, tumor atau pembesaran kelenjar prostat, dan infeksi saluran kemih
yang berulang. (Dipiro,2017)

C. KLASIFIKASI STADIUM
Penyakit ini didefinisikan dari ada atau tidaknya kerusakan ginjal dan
kemampuan ginjal dalam menjalankan fungsinya. Klasifikasi ini ditujukan untuk
memfasilitasi penerapan pedoman praktik klinis, pengukuran kinerja klinis dan
peningkatan kualitas pada evaluasi, dan juga manajemen CKD (National Kidney
Foundation, 2015). Berikut adalah klasifikasi stadium CKD : 21

Stadium Deksripsi GFR (mL/menit/1.73


m2)
1 Fungsi ginjal normal, >90
tetapi temuan urin,
abnormalitas struktur
atau ciri genetik
menunjukkan adanya
penyakit ginjal
2 Penurunan ringan 60-89
fungsi ginjal, dan
temuan lain (seperti
pada stadium 1)
menunjukkan adanya
penyakit ginjal
3a Penurunan sedang 45-59
fungsi ginjal
3b Penurunan sedang 30-44
fungsi ginjal
4 Penurunan fungsi 15-29
ginjal berat
5 Gagal ginjal < 15
Tabel 1. klasifikasi stadium CKD

D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari, namun
perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini menyebabkan
berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi, terjadilah hipertrofi
struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa yang diperantarai oleh
molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Akibatnya, terjadi
hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan kapiler danaliran darah glomerulus.
Proses adaptasi ini berlangsung singkat, hingga pada akhirnya terjadi suatu
proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Sklerosis nefron
ini diikuti dengan penurunan fungsi nefron progresif, walaupun penyakit yang
mendasarinya sudah tidak aktif lagi. (Dipiro,2017)

E. TATA LAKSANA TERAPI

Stadium GFR (mL/menit/1.73 Rencana Tatalaksana


m2) terapi
1 >90 Observasi, kontrol
tekanan darah
2 60-89 Observasi, kontrol
tekanan darah dan
faktor resiko
3a 45-59 Observasi, kontrol
tekanan darah dan
faktor resiko
3b 30-44 Observasi, kontrol
tekanan darah dan
faktor resiko
4 15-29 Persiapan untuk RRT
5 < 15 RRT

Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya paling tepat diberikan sebelum


terjadinya penurunan GFR sehingga tidak terjadi perburukan fungsi ginjal. Selain
itu, perlu juga dilakukan pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
dengan mengikuti dan mencatat penurunan GFR yang terjadi. Perburukan fungsi
ginjal dapat dicegah dengan mengurangi hiperfiltrasi glomerulus, yaitu melalui
pembatasan asupan protein dan terapi farmakologis guna mengurangi hipertensi
intraglomerulus. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
merupakan hal yang penting mengingat 40-45 % kematian pada CKD disebabkan
oleh penyakit kardiovaskular ini. Pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular
dapat dilakukan dengan pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi,
pengendalian dislipidemia dan sebagainya. Selain itu, perlu dilakukan
pencegahan dan terapi terhadap komplikasi yang mungkin muncul seperti anemia
dan osteodistrofi renal (Suwitra, 2009).

F. TERAPI FARMAKOLOGI
1) Hipertensi dengan CKD
Mencapai tekanan darah target adalah tujuan utama untuk pasien CKD
dengan hipertensi dan tujuan sekunder adalah untuk mengontrol
proteinuria. Terapi lini pertama untuk pasien dengan CKD diabetik
(DCKD) harus mencakup penghambat enzim pengonversi angiotensin
(ACEI) atau penghambat reseptor angiotensin II (ARB) jika ekskresi
albumin urin pasien berada dalam kategori A2 atau lebih besar (albumin-
ke-kreatinin). rasio (ACR) antara 30 dan 300 mg / g (3-30 mg / mmol)).
Mulai terapi dengan dosis rekomendasi terendah dan tingkatkan dosis
hingga albuminuria berkurang 30% hingga 50% atau efek samping seperti
penurunan GFR lebih besar dari 30% atau peningkatan kalium serum
terjadi.

Gambar 1. Pengobatan hipertensi pada penyakit gagak ginjal kronik.


- Nondihydropyridine calcium channel blockers adalah obat
antiproteinurik lini kedua ketika ACEI atau ARB dikontraindikasikan
atau tidak dapat ditoleransi. Pedoman
- KDIGO merekomendasikan tekanan darah target 140/90 mm Hg atau
kurang jika ekskresi albumin urin atau setara kurang dari 30 mg / 24 jam
(<3 mg / mmol) (kategori A1 albuminuria). Tekanan darah target untuk
pasien dengan kategori A2 dan albuminuria yang lebih tinggi kurang dari
atau sama dengan 130/80 mm Hg dan terapi lini pertama dengan ACEI
atau ARB direkomendasikan. Penambahan diuretik thiazide mungkin
dibenarkan jika penggunaan ACEI atau ARB gagal mencapai tekanan
darah target.

Anda mungkin juga menyukai