Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu profesi yang berperan penting dalam penyelenggaraan
menjaga mutu pelayanan kesehatan adalah keperawatan. Pelayanan
keperawatan adalah gabungan dari ilmu kesehatan dan seni merawat (care),
suatu gabungan humanistik dari ilmu pengetahuan, filosofi keperawatan,
kegiatan klinik, komunikasi, dan ilmu sosial (WHO Expert Committee on
Nursing dalam Aditama, (2003))
Oleh karena itu penting sekali dikembangkan berbagai usaha untuk
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan diberbagai aspek. Salah satu
aspek yang coba dikaji disini adalah perilaku perawat terhadap pasien.
Perawat sebagai ujung tombak pelayanan di rumah sakit tentunya
mempunyai kualitas kepribadian berbeda-beda yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Perbedaan kualitas
kepribadian perawat akan mempengaruhi cara perawat dalam berinteraksi
memberikan pelayanan, dimana akan berdampak pada tingkat kepuasan
pasien (Suryawati, Darminto, dan Shaluhiyah, 2006).
Kepribadian perawat sebagai pelanggan internal (pelaku pelayanan)
mempunyai pengaruh terhadap pola perilakunya terutama dalam
memberikan pelayanan kepada pasien agar memuaskan. Karena perawat
senantiasa dua puluh empat jam bersama pasien maka sikap dan perilaku
perawat berpengaruh terhadap kepuasan pasien terhadap pelayanan
kesehatan.

B. Tujuan
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah:
1. Menjelaskan definisi atau pengertian dari perilaku dan masalah.
2. Menjelaskan faktor faktor yang mempengaruhi perilaku pasien

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 1
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
1. Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi
manusia dengan lingkunganya yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan,sikap dan tindakan. Perilaku merupakan respon/reaksi
seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari
dalam dirinya.(Notoatmodjo, 2010).
2. Masalah (bahasa Inggris: problem) didefinisikan sebagai suatu
pernyataan tentang keadaan yang belum sesuai dengan yang diharapkan.
Bisa jadi kata yang digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan
yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang
menghasilkan situasi yang membingungkan.[1] Masalah biasanya
dianggap sebagai suatu keadaan yang harus diselesaikan.[2] Umumnya
masalah disadari "ada" saat seorang individu menyadari keadaan yang
ia hadapi tidak sesuai dengan keadaan yang diinginkan. Dalam beberapa
literatur riset, masalah seringkali didefinisikan sebagai sesuatu yang
membutuhkan alternatif jawaban, artinya jawaban masalah atau
pemecahan masalah bisa lebih dari satu.

B. Teori Perilaku
1. Teori WHO
Mengatakan, bahwa mengapa seseorang berperilaku, karena adanya 4
alasan pokok ( determinan), yaitu pemikiran dan perasaan ( thoughts and
feeling ) adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang
dipercayai sumber daya yang tersedia merupakan pendukung untuk
terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat sosio budaya ( culture)

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 2
setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku
seseorang.
2. Teori Snehandu B.Kar
Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan dengan bertitik
tolak bahwa berilaku merupakan fungsi dari niat seseorang untuk
bertindak sehubung dengan kesehatan atau perawatan kesehatanya
dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya ada atau tidak adanya
informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan otonomi pribadi
yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan
situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pasien


Dalam memahami perilaku pasien perlu dipahami siapa pasien,
sebab dalam suatu lingkungan yang berbeda akan memiliki penelitian,
kebutuhan, pendapat, sikap dan selera yang berbeda.
Menurut Kotler faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen /
pasien adalah kebudayaan, faktor sosial, pribadi, psikologis. Sebagian
faktor-faktor tersebut tidak diperhatikan oleh lembaga pelayanan kesehatan
tetapi sebenarnya harus diperhitungkan untuk mengetahui seberapa jauh
faktor-faktor perilaku pasien tersebut mempengaruhi pembelian pasien.
1. Faktor kebudayaan
Kebudayaan merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling
mendasar untuk mendapatkan nilai, persepsi, preferensi dan perilaku
dari lembaga-lembaga penting lainnya.
Faktor kebudayaan memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada
tingkah laku pasien. Lembaga pelayanan kesehatan harus mengetahui
peran yang dimainkan oleh:
a. Budaya
Budaya adalah kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan
tingkah laku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari
keluarga dan lembaga penting lainnya. Menurut Kotler termasuk

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 3
dalam budaya ini adalah pergeseran budaya serta nilai nilai dalam
keluarga.
b. Sub budaya
Sub budaya adalah sekelompok orang dengan sistem nilai terpisah
berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang umum. Sub
budaya termasuk nasionalitas, agama, kelompok ras, dan wilayah
geografis.
c. Kelas sosial
Kelas sosial adalah divisi masyarakat yang relatif permanen dan
teratur dengan para anggotanya menganut nilai-nilai, minat dan
tingkah laku yang serupa.
2. Faktor sosial
Kelas sosial merupakan Pembagian masyarakat yang relatif homogen
dan permanen yang tersusun secara hierarkis dan yang anggotanya
menganut nilai-nilai, minat, dan perilaku yang serupa.
Kelas sosial ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan,
tetapi diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan, pendidikan,
kekayaan dan variabel lain. Dalam beberapa sistem sosial, anggota dari
kelas yang berbeda memelihara peran tertentu dan tidak dapat
mengubah posisi sosial mereka.
Tingkah laku pasien juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, yaitu:
a. Kelompok
Kelompok adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk
mencapai sasaran individu atau bersama. Beberapa merupakan
kelompok primer yang mempunyai interaksi reguler tapi informal-
seperti keluarga, teman, tetangga dan rekan sekerja. Beberapa
merupakan kelompok sekunder, yang mempunyai interaksi lebih
formal dan kurang reguler. Ini mencakup organisasi seperti
kelompok keagamaan, asosiasi profesional dan serikat pekerja.
b. Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 4
perkawinan, adopsi, dan kelahiran yang bertujuan untuk
menciptakan dan mempertahankan bdaya umum, meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial individu-
individu yang ada di dalamnya dilihat dari interaksi yang reguler dan
ditandai dengan adanya ketergantungan dan hubungan untuk
mencapai tujuan. Dalam lingkungan keluarga ini ada peran dan
pengaruh suami, istri dan anak-anak pada pembelian atau pemilihan
berbagai produk dan jasa pelayanan kesehatan.
c. Peran dan status
Peran terdiri dari aktivitas yang diharapkan dilakukan seseorang
menurut orang-orang yang ada disekitarnya. Setiap peran membawa
status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh
masyarakat. Orang seringkali memilih produk yang menunjukkan
statusnya dalam masyarakat.
3. Faktor pribadi
Faktor pribadi didefinisikan sebagai karakteristik psikologis seseorang
yang berbeda dengan orang lain yang menyebabkan tanggapan yang
relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan.
Keputusan membeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu:
a. Umur dan tahap daur hidup
Orang mengubah barang dan jasa yang mereka gunakan selama
masa hidupnya. Selera akan makanan, pakaian, perabot dan rekreasi
sering kali berhubungan dengan umur. Lembaga pelayanan
kesehatan seringkali menentukan sasaran dalam bentuk tahap daur
hidup dan mengembangkan produk yang sesuai serta rencana
pemasaran untuk setiap tahap.
b. Pekerjaan
Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang
dipilihnya. Lembaga pelayanan kesehatan berusaha mengenali
kelompok pekerjaan yang mempunyai minat di atas rata-rata akan
produk dan jasa mereka. Sebuah perusahaan bahkan dapat

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 5
melakukan spesialisasi dalam memasarkan produk menurut
kelompok pekerjaan tertentu. Dalam kaitan dengan pelayanan
kesehatan, rumah sakit dapat menjalin kerja sama dengang suatu
perusahaan agar rumah sakit tersebut dijadkan tempat rujukan bagi
karyawan atau pekerja yang sedang sakit.
c. Situasi ekonomi
Situasi ekonomi sekarang akan mempengaruhi pilihan produk.
Penyedia produk yang peka terhadap pendapatan mengamati
kecenderungan dalam pendapatan pribadi, tabungan dan tingkat
minat. Bila indikator ekonomi menunjukkan resesi, lembaga
pelayanan kesehatan dapat mengambil langkah-langkah untuk
merancang ulang, memposisikan kembali dan mengubah harga
produknya.
d. Gaya hidup
Pola kehidupan seseorang yang diwujudkan dalam aktivitas
(pekerjaan, hobi, berbelanja, olahraga, kegiatan sosial), minat
(makanan, mode, keluarga, rekreasi) dan opini yang lebih dari
sekedar kelas sosial dan kepribadian seseorang, gaya hidup
menampilkan pola bereaksi dan berinteraksi seseorang secara
keseluruhan di dunia.
e. Kepribadian dan Konsep Diri
Kepribadian setiap orang jelas mempengaruhi tingkah laku
membelinya. Kepribadian mengacu pada karakteristik psikologi
unik yang menyebabkan respons yang relatif konsisten dan bertahan
lama terhadap lingkungan dirinya sendiri. Kepribadian biasanya
diuraikan dalam arti sifat-sifat seperti rasa percaya diri, dominasi,
kemudahan bergaul, otonomi, mempertahankan diri, kemampuan
menyesuaikan diri, dan keagresifan. Kepribadian dapat bermanfaat
untuk menganalisis tingkah laku pasien untuk pemilihan produk atau
merek tertentu.

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 6
4. Faktor psikologis
Faktor psikologis sebagai bagian dari pengaruh lingkungan dimana ia
tinggal dan hidup pada waktu sekarang tanpa mengabaikan pengaruh
dimasa lampau atau antisipasinya pada waktu yang akan datang. Pilihan
barang yang dibeli seseorang lebih lanjut dipengaruhi oleh faktor
psikologi yang penting:
a. Motivasi
Kebutuhan yang cukup untuk mengarahkan seseorang mencari cara
untuk memuaskan kebutuhan. Dalam urutan kepentingan, jenjang
kebutuhannya adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman,
kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan
pengaktualisasian diri. Mula-mula seseorang mencoba untuk
memuaskan kebutuhan yang paling penting. Kalau sudah
terpuaskan, kebutuhan itu tidak lagi menjadi motivator dan
kemudian orang tersebut akan mencoba memuaskan kebutuhan
paling penting berikutnya. Misalnya orang yang kelaparan
(kebutuhan fisiologis) tidak akan tertarik dengan apa yang terjadi
dalam dunia seni (kebutuhan mengaktualisasikan diri), tidak juga
pada bagaimana orang lain memandang dirinya atau penghargaan
orang lain (kebutuhan sosial atau penghargaan), bahkan tidak
tertarik juga pada apakah mereka menghirup udara bersih
(kebutuhan rasa aman).
Kebutuhan yang diaktifkan akhirnya menjadi diekspresikan dalam
perilaku dan pembelian dan konsumsi dalam bentuk dua jenis
manfaat yaitu : 1) manfaat utilitarian dan 2) Manfaat
hedonik/pengalaman.
Dalam motif pembelian produk menurut Engel (2000:285) adalah
dengan mempertimbangkan dua manfaat yaitu: “Manfaat utilitarian
merupakan atribut produk fungsional yang obyektif. Manfaat
hedonik, sebaliknya mencakup respon emosional, kesenangan panca
indera, mimpi dan pertimbangan-pertimbangan estetis”.

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 7
b. Persepsi
adalah proses yang dilalui orang dalam memilih, mengorganisasikan
dan mengintepretasikan informasi guna membentuk gambaran yang
berarti mengenai dunia.
Seseorang yang termotivasi siap untuk bertindak. Bagaimana orang
tersebut bertindak dipengaruhi oleh persepsinya mengenai situasi.
Orang dapat membentuk persepsi berbeda dari rangsangan yang
sama karena 3 macam proses penerimaan indera, yaitu:
1) Perhatian selektif
Kecenderungan bagi manusia untuk menyaring sebagian besar
informasi yang mereka hadapi, berarti bahwa lembaga pelayanan
kesehatan harus bekerja cukup keras untuk menarik perhatian
pasien.
2) Distorsi selektif
Menguraikan kecenderungan orang untuk meng-intepretasikan
informasi dengan cara yang akan mendukung apa yang telah
mereka yakini.
3) Ingatan selektif
Orang cenderung lupa akan sebagian besar hal yang mereka
pelajari. Mereka cenderung akan mempertahankan atau
mengingat informasi yang mendukung sikap dan keyakinan
mereka. Karena adanya ingatan selektif.
c. Pengetahuan
Pembelajaran menggambarkan perubahan dalam tingkah laku
individual yang muncul dari pengalaman. Pentingnya praktik dari
teori pengetahuan bagi lembaga pelayanan kesehatan adalah mereka
dapat membentuk permintaan akan suatu jasa pelayanan kesehatan
dengan menghubungkannya dengan dorongan yang kuat,
menggunakan petunjuk yang membangkitkan motivasi, dan
memberikan peranan positif.
Menurut Kotler (2000) menyatakan bahwa pembelajaran

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 8
menggambarkan perubahan dalam tingkah laku individual yang
muncul dari pengalaman. Ahli teori pembelajaran mengatakan
bahwa kebanyakan tingkah laku manusia dipelajari. Pembelajaran
berlangsung melalui saling pengaruh dorongan, rangsangan,
petunjuk respon dan pembenaran.
d. Keyakinan dan sikap
Melalui tindakan dan pembelajaran, orang mendapatkan keyakinan
dan sikap. Keduanya ini, pada waktunya mempengaruhi tingkah
laku dalam memilih jasa pelayanan kesehatan. Keyakinan adalah
pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang mengenai sesuatu.
Keyakinan didasarkan pada pengetahuan yang sebenarnya, pendapat
atau kepercayaan dan mungkin menaikkan emosi atau mungkin
tidak.
Pemasaran tertarik pada keyakinan bahwa orang yang merumuskan
mengenai produk dan jasa spesifik, karena keyakinan ini menyusun
citra produk dan merek yang mempengaruhi tingkah laku membeli
yang mempengaruhi tingkah laku membeli. Bila ada sebagian
keyakinan yang salah dan menghalangi pembelian, lembaga
pelayanan kesehatan pasti ingin meluncurkan usaha untuk
mengkoreksinya.
Sikap menguraikan evaluasi, perasaan dan kecenderungan dari
seseorang terhadap suatu obyek atau ide yang relatif konsisten.
Sikap menempatkan orang dalam suatu kerangka pemikiran
mengenai menyukai atau tidak menyukai sesuatu, mengenai
mendekati atau menjauhinya.
Menurut Kotler (2000) Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang
dimiliki seseorang mengenai sesuatu. Keyakinan ini mungkin
didasarkan pada pengetahuan sebenarnya, pendapat atau
kepercayaan dan mungkin menaikkan emosi dan mungkin tidak.

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 9
D. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003),
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi
melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian
organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-
R” atau Stimulus – Organisme – Respon. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku manusia
1. Genetika
2. Sikap adalah suatu ukuran tingkat kesukaan seseorang terhadap perilaku
tertentu.
3. Norma sosial adalah pengaruh tekanan sosial.
4. Kontrol perilaku pribadi adalah kepercayaan seseorang mengenai sulit
tidaknya melakukan suatu perilaku

E . Langkah – Langkah Pemecahan Masalah


1. Langkah 1, Problem Recognition (Pengakuan Masalah)
Anda wajib mengakui bahwa terdapat situasi yang harus diperbaiki,
walaupun kondisi tersebut serius dan sangat kritis. Jangan pula
menganggap sepele sebuah permasalahan sehingga cenderung sedikit
mengabaikan potensi masalah berikutnya. Pengakuan yang Jujur akan
adanya Masalah Kecil atau Masalah Besar akan berdampak terhadap
keseluruhan proses yang akan berjalan kemudian. Individu dan Tim
perlu Mengenali dan Mengakui terdapat sebuah Gejala yang berpotensi
menjadi Masalah berkelanjutan, sedemikian Pemecahan Masalah dan
Pengabilan Keputusan dapat terwujud.
2. Langkah 2, Problem Labeling (Identifikasi Masalah)
Setelah menyelesaikan langkah pertama, Anda perlu memiliki banyak
data pendukung dari masalah tersebut. Ini mungkin akan
membingungkan Anda dengan begitu banyaknya masalah dan jenis
masalah yang ada. Namun identifikasi masalah ini perlu dilakukan agar

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 10
mendapat persepsi yang sama dari semua orang walau dari sudut
pandang yang berbeda. Hasil identifikasi masalah ini bertujuan agar ada
sebuah Kesepakatan Bersama tentang Masalah Utama yang perlu
Resolusi.
3. Langkah 3, Problem-Cause Analysis (Analisa Penyebab Masalah)
Dengan berhasilnya Identifikasi Masalah, maka Anda akan mulai
mencari Definisi Masalah sebenarnya. Anda tidak mungkin
menyelesaikan masalah secara bersamaan, dimana hal tersebut akan
sangat menguras waktu dan pikiran. Maka dengan memilah-milah pada
Langkah 2, konsentrasi dan fokus Anda terhadap Akar Penyebab
Masalah Utama makin mengerucut. Langkah ketiga ini adalah Langkah
yang Terkontrol dan Terpecahkan dan dapat menjelaskan kenapa
masalah tersebut timbul.
4. Langkah 4, Optional Solution (Solusi Pilihan)
Langkah ini menggambarkan bagaimana Langkah penyelesaian
masalah dengan berbagai cara dan alternatif. Anda tentu mencari
strategi penyelesaian masalah satu untuk semua, namun daftar lengkap
alternatif akan sangat penting sebelum berlanjut pada langkah
berikutnya. Carilah daftar lengkap cara-cara yang mungkin dalam
penyelesaian masalah Anda.
5. Langkah 5, Decision Making (Pengambilan Keputusan)
Disini akan memungkinkan Anda memilih salah satu alternatif solusi
yang ada dalam tindakan perbaikan. Langkah ini menjadi Filosofi
Analisa dan Evaluasi, dimana Anda perlu mempertimbangkan Prioritas
dan Alternatif pilihan sehingga akan terkaji Proses yang Praktis dan
Ilmiah. Pengambilan Keputusan ini harus mendapatkan tempat dari
semua pihak sehingga dapat mengesampingkan Alternatif Solusi
lainnya dari Langkah empat.
6. Langkah 6, Action Planning (Perencanaan Aksi)
Sebuah Solusi tidak menjadi senjata ampuh jika hanya sebagai wacana
dan tidak terbukti dalam tindakan. Sebaik apapun solusi pilihan

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 11
bersama tidak akan berhasil tanpa adanya eksekusi. Tahapan ini
memerlukan Apa yang akan dilakukan (What to Do), Dimana dilakukan
(Where) dan Kapan dilakukan (When).

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 12
BAB III

TINJAUAN KASUS

UPAYA PENANGANAN DAN PERILAKU PASIEN PENDERITA DIABETES


MELITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS MARADEKAYA KOTA MAKASSAR
TAHUN 2013

EFFORT OF CARING AND BEHAVIOUR OF DIABETES MELLITUS TYPE 2


PATIENTS IN MARADEKAYA HEALTH CENTER MAKASSAR 2013

Dian Lestari1, Citrakesumasari1, Sri’ah Alharini1


1
Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
Makassar
(Alamat Respondensi: dianlestaridias@ymail.com/081241331008)

ABSTRAK
Penyakit diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan dunia. Prevalensi dan
insiden penyakit ini terus meningkat di negara-negara industri maupun negara
berkembang termasuk Indonesia. Kurang terkontrolnya kadar glukosa darah sangat
dipengaruhi oleh perilaku hidup pasien, oleh karena itu pengetahuan yang dapat
mengubah perilaku merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku.
Salah satu upaya penanganan yang dapat dilakukan di Puskesmas adalah melalui pilar
pengelolaan DM. Penelitian ini merupakan penelitian survei observasional deskriptif yang
bertujuan mengetahui upaya penanganan dan perilaku pasien penderita DM Tipe 2 di
Puskesmas maradekaya Kota Makassar. Populasi dalam penelitian ini adalah petugas
kesehatan yang memberikan penanganan DM dan semua pasien DM, pengambilan
sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel 29
responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya penanganan DM di Puskesmas
Maradekaya tidak berjalan sesuai pilar penanganan DM. Sebagian besar responden
(65,5%) memiliki pengetahuan kurang, sebagian besar sikap responden adalah negatif
(58,6%). Hampir seluruh responden (89,7%) tidak patuh mengkonsumsi jumlah kalori,
seluruh responden (100%) tidak patuh jadwal makan, dan sebagian besar responden
(65,5%) tidak patuh mengkonsumsi jenis makanan. Kebanyakan responden (55,2%) patuh
terhadap aktivitas fisik, kepatuhan minum obat responden hanya 34,5%. Kadar GDS
responden sebesar 34,5% terkontrol dan 65,5% tidak terkontrol. Disarankan kepada
puskesmas merancang program penyuluhan/konsultasi terhadap pasien DM dengan
pengadaan pojok gizi dan mengoptimalkan peran TPG agar pasien dapat mengetahui
penanganan DM secara tepat dan benar serta dapat merawat dirinya secara mandiri. Kata
Kunci : Upaya Penanganan, Perilaku Pasien, Kadar Glukosa Darah

ABSTRACT
Diabetes mellitus has become a global health problems. The prevalence and
incidence of this diseases continues to increase in industrialized countries and developing
countries, including Indonesia. The less uncontrolled blood glucose levels is strongly

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 13
influenced by behavior of the patient's life, therefore knowledge that can change the
behavior of a domain that is essential for the formation of behavior. One way in which it
can be done at the health center pillar is through the management of DM. This research is
a descriptive observational survey that aims to determine the handling and behavior of
patients with diabetes mellitus in Maradekaya Health Center Makassar. The population in
this study were health workers who provide treatment and all patients with DM, sampling
was done by using purposive sampling with the total sample as many as 29 respondents.
The results showed that DM treatment efforts in Maradekaya health center does not go
as pillars handling DM. Most respondents (65.5%) had less knowledge, most of the
attitude of the respondents was negative (58.6%). Almost all respondents (89.7%) non-
adherent to consume the amount of calories, all respondents (100%) did not comply with
the feeding schedule, and most of the respondents (65.5%) non-adherent to consume
foods. Mostly respondents (55.2%) adherence to physical activity, medication adherence
is only 34.5% of respondents. Levels of controlled GDS respondents was 34.5% and 65.5%
uncontrolled. Advised to puskesmas to design program outreach/consultation for DM
patients with procurement of nutrition corner, and optimize TPG’s role in order to
determine the handling of DM patients appropriately, correctly and be able to care for
themselves independently. Keywords : Effort of Caring, Patients behaviour, Blood
Glucose Levels

PENDAHULUAN
Meningkatnya prevalensi DM di beberapa negara berkembang seperti di Indonesia
banyak dikaitkan dengan meningkatnya taraf kehidupan masyarakat serta perubahan pola
hidup terutama di kota-kota besar. Suatu survei yang diadakan Depkes bekerja sama
dengan Perkeni dalam pemeriksaan glukosa darah acak di masyarakat umum, didapatkan
sebanyak 8,29% memiliki kadar glukosa darah sewaktu melebihi 200 mg/dL, dan 15,63%
dengan kadar glukosa darah 140–199 mg/dl (Ngurah & Ketut Suastika, 2008). Mengingat
bahwa diabetes mellitus akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya
manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, semua pihak baik
masyarakat maupun pemerintah seharusnya ikut serta dalam usaha penanggulangan
diabetes mellitus, khususnya dalam upaya pencegahan (Suyono, 2005).

Penelitian terhadap penyandang DM mendapatkan 80% diantaranya menyuntik insulin


dengan cara yang tidak tepat, 58% memakai dosis yang salah, dan 75% tidak mengikuti
diet yang dianjurkan. Untuk mengatasi ketidakpatuhan tersebut, penyuluhan bagi
penyandang DM beserta keluarganya mutlak diperlukan. Penyuluhan diperlukan karena
penyakit diabetes adalah penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup. Pengaturan
jumlah serta jenis makanan dan olahraga merupakan pengobatan yang tidak dapat
ditinggalkan, walaupun ternyata banyak diabaikan oleh penyandang serta keluarganya.
Berhasilnya pengobatan diabetes bergantung pada kerjasama antara petugas kesehatan
dengan penyandang diabetes dan keluarganya. Penyandang diabetes yang mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang diabetes, kemudian selanjutnya mengubah perilakunya,
akan dapat mengendalikan kondisi penyakitnya sehingga dapat hidup lebih berkualitas
(Basuki, 2005). Empat pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan, latihan
jasmani, obat berkhasiat hipoglikemik dan penyuluhan. Perencanaan makan merupakan

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 14
komponen utama keberhasilan penatalaksanaan DM. Perencanaan makan bertujuan
membantu penderita DM memperbaiki kebiasaan makan sehingga dapat mengendalikan
kadar glukosa, lemak dan tekanan darah (Waspadji, 2009).

Edukasi merupakan dasar utama untuk pengobatan dan pencegahan DM yang sempurna.
Pengetahuan yang minim tentang DM akan lebih cepat menjurus ke arah timbulnya
komplikasi dan hal ini merupakan beban bagi keluarga dan masyarakat (Agustina, 2009).
Tingkat pengetahuan yang rendah akan dapat mempengaruhi pola makan yang salah yang
akhirnya akan mengakibatkan kenaikan kadar glukosa darah. Hal ini terjadi karena
tingginya asupan karbohidrat dan rendahnya asupan serat. Semakin rendah asupan
karbohidrat, semakin rendah kadar glukosa darah. Kandungan serat yang tinggi dalam
makanan akan mempunyai indeks yang rendah sehingga dapat memperpanjang
pengosongan lambung yang dapat menurunkan sekresi insulin dan kolesterol total dalam
tubuh (Pratiwi, 2007).

Ira Puspita Arta (2010) melakukan penelitian mengenai gambaran karakteristik dan
penatalaksanaan pasien DM rawat jalan di Puskesmas Balangnipa Kabupaten Sinjai tahun
2010, mendapatkan bahwa seluruh responden tidak pernah mendapatkan penyuluhan/
konsultasi gizi mengenai penyakit diabetes mellitus. Tidak berjalannya sistem
penyuluhan/ konsultasi pasien disebabkan karena kurangnya tenaga ahli gizi dimana
petugas gizi di puskesmas tersebut disibukkan dengan kegiatan lapangan (Arta, 2010).

Minimnya waktu kontak pasien dengan petugas kesehatan yang ada maka pasien perlu
didampingi agar dapat menangani penyakitnya dengan baik dan diperlukan tenaga-
tenaga terampil yang dapat meluangkan waktunya untuk mendampingi pasien DM
(Hadju, 2005). Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, upaya
kesehatan harus dilaksanakan secara merata, bermutu dan terjangkau oleh seluruh
lapisan masyarakat. Sehingga salah satu unit kesehatan yang juga berperan dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah puskesmas sebagai pusat pelayanan
primer, dimana dalam hal ini puskesmas berperan untuk meningkatkan status gizi pasien
DM (Zeinnamira, 2012).

Angka kejadian DM di Kecamatan Makassar berjumlah 1076 orang selama tahun


2012. Angka kejadian ini merupakan yang tertinggi di antara kecamatan lain yang ada di
Kota Makassar. Ditinjau dari segi kepadatan penduduk, Kecamatan Makassar merupakan
kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi di Kota Makassar yaitu 32.093
jiwa/km2, disusul Kecamatan Mariso (29.293 jiwa/km2), dan Kecamatan Bontoala (28.703
jiwa/km2). Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan peneliti di Puskesmas
Maradekaya Kota Makassar, didapatkan jumlah penderita yang memiliki kadar glukosa
darah tidak terkontol yaitu sebanyak 68,49%. Terjadi peningkatan kejadian DM sebanyak
21 kasus selama tahun 2011 hingga 2012 (Dinkes Kota Makassar, 2012).

Dari latar belakang di atas, penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Maradekaya untuk
mengetahui gambaran upaya penanganan dan perilaku pasien penderita DM tipe 2 di
Puskesmas Maradekaya Kota Makassar Tahun 2013.

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 15
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini telah dilaksanakan di Puskesmas Maradekaya Kota Makassar. Jenis
penelitian ini adalah penelitian survei observasional deskriptif yaitu untuk mengamati dan
mendeskripsikan upaya penanganan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan perilaku
pasien penderita DM tipe 2. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien DM tipe 2
yang datang memeriksakan kesehatan ke Puskesmas Maradekaya pada 11 Maret sampai
13 April 2013. Sampel dalam penelitian ini diambil dari rata-rata kunjungan pasien DM
perbulan sebanyak 29 orang yang memenuhi kriteria penelitian. Dimana kriteria inklusi
dari penelitian ini yaitu pasien DM tipe 2 yang berkunjung ke puskesmas Maradekaya pada
bulan MaretApril 2013, tidak mengalami komplikasi yang mempengaruhi pola makan,
dapat berkomunikasi secara sadar dan bersedia menjadi responden. Dan kriteria eksklusi
yaitu dalam keadaan hamil atau menyusui, menderita penyakit neurogeneratif (pikun,
stroke) dan tidak mengikuti protokol penelitian. Data penelitian diperoleh dengan
mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari data hasil
penelitian langsung di lapangan dengan melalukan pengamatan terhadap petugas
kesehatan yang menangani pasien DM dan data karakteristik responden, pengetahuan,
sikap, kepatuhan diet, aktivitas fisik, kepatuhan minum obat serta kadar GDS dengan
menggunakan kusioner. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Dinas
Kesehatan dan Puskesmas Maradekaya berupa data Demografi dan data pasien DM yang
mendukung penelitian. Data dianalisis menggunakan program SPSS 16.0 dalam bentuk
distribusi dan persentase dari setiap variabel penelitian dan dalam bentuk tabulasi silang
(crosstab).

HASIL Karakteristik
Tabel 1 menunjukkan bahwa responden dengan DM tipe 2 terbanyak adalah berjenis
kelamin perempuan yaitu 21 orang (72,4%). Kelompok umur terbanyak menderita DM
tipe 2 adalah 45-59 tahun sebanyak 15 orang (51,8%). Dari segi pekerjaan, responden
dengan DM tipe 2 didominasi oleh IRT yaitu 17 orang (58,6%) dan pendidikan responden
yang terbanyak adalah SD sebanyak 10 orang (34,5%). Lama DM yang diderita responden
adalah >5 tahun sebanyak 14 orang (48,3%). Status gizi responden kebanyakan adalah
obesitas I sebanyak 13 orang (44,8%). Analisis Univariat

Tabel 2 menunjukkan bahwa kategori upaya penanganan pasien DM di Puskesmas


Maradekaya yang cukup adalah penanganan obat (100%) karena semua pasien
mendapatkan penjelasan mengenai cara minum obat, serta frekuensi minum obat.
Sedangkan penanganan berupa edukasi DM dan perencanaan diet adalah yang paling
kurang (100%). Hal ini disebabkan tidak ada pasien yang mendapatkan penjelasan dari
semua poin edukasi DM dan penrencanaan diet dalam pilar penanganan DM.

Tabel 2 menunjukkan bahwa pengetahuan responden kebanyakan kurang yaitu 19 orang


(65,5%) karena pengetahuannya hanya sebatas pengertian DM, jenis makanan yang harus
dikurangi/dibatasi dan obat. Sikap responden dalam penelitian ini kebanyakan negatif

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 16
yaitu 17 orang (58,6%). Sebagian besar responden yaitu 26 orang (89,7%) tidak patuh
terhadap diet yang seharusnya bagi diabetisi. Kebanyakan responden yaitu 16 orang
(55,2%) telah patuh terhadap aktivitas yang seharusnya bagi diabetisi. Sebagian besar
responden yaitu 19 orang (65,5%) tidak patuh mengkonsumsi obat yang telah diberikan.
Jenis obat DM yang dikonsumsi adalah obat oral seperti Metformin, Glibenklamid,
Glimepirid, Glurenorm dan Glucovance. Responden dalam penelitian ini kebanyakan
memiliki kadar GDS tidak terkontrol yaitu 19 orang (65,5%).

Analisis Bivariat
Tabel 4 menunjukkan bahwa hasil tabulasi silang perilaku responden dengan kadar
glukosa darah sewaktu diperoleh bahwa perilaku responden yang berkontribusi besar
terhadap terkontrolnya kadar GDS adalah kepatuhan minum obat yang berkontribusi
100% terhadap terkontrolnya kadar GDS responden. Pengetahuan responden
memberikan kontribusi sebesar 60% terhadap kadar GDS terkontrol dan kepatuhan
aktivitas fisik berkontribusi sebesar 43,8% terhadap kadar GDS terkontrol.

PEMBAHASAN Upaya Penanganan Pasien DM Tipe 2


Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, upaya penanganan pasien DM yang datang
berobat ke puskesmas masih dikategorikan kurang. Upaya penanganan yang tidak
maksimal ini disebabkan jumlah kunjungan pasien setiap harinya di Puskesmas
Maradekaya ±100 kunjungan tidak diimbangi dengan jumlah tenaga kesehatan (dokter)
yang menangani pasien. Selain itu, tidak adanya petugas kesehatan lain yang dapat
membantu memberikan edukasi karena disibukkan dengan kegiatan lapangan (posyandu,
puskesmas keliling). TPG di puskesmas Maradekaya hanya berjumlah 1 orang yang
kegiatannya berfokus di posyandu dan puskesmas keliling, sedangkan bila tidak ke
posyandu, TPG membuat rekapan data balita dan laporan. Selain itu, di puskesmas
Maradekaya tidak ada ruang pojok gizi (POZI) atau klinik gizi yang merupakan salah satu
langkah untuk melakukan perbaikan gizi di masyarakat dalam rangka mengoptimalkan
pelayanan gizi. Hal ini disebabkan terbatasnya ruangan dan jumlah TPG yang hanya 1
orang di puskesmas Maradekaya sehingga pelayanan berupa konsultasi/ penyuluhan
setelah pasien dari dokter tidak ada.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian di Puskesmas Balangnipa Kabupaten Sinjai
dan di Rumah Sakit Kota Tidore kepulauan, yaitu seluruh responden tidak pernah
mendapatkan penyuluhan/konsultasi gizi DM dikarenakan kurangnya tenaga kesehatan
yang bertugas memberikan penyuluhan/konsultasi serta kurangnya kerjasama antara
dokter dan tenaga gizi dalam memberikan konsultasi (Arta, 2010, Rustam, 2010).

Minimnya waktu kontak pasien dengan petugas kesehatan yang ada maka pasien perlu
didampingi agar dapat menangani penyakitnya dengan baik dan diperlukan tenaga-
tenaga terampil yang dapat meluangkan waktunya untuk mendampingi pasien DM
(Hadju, 2005). Penyuluhan/konsultasi gizi ini sangat penting bagi pasien DM karena
melalui penyuluhan/konsultasi ini mereka dapat memahami mengenai penyakitnya dan
diharapkan dapat memperbaiki pola hidup mereka yang mencakup pola makan, aktivitas

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 17
fisik, konsumsi obat dan hal lainnya yang berhubungan dengan DM sehingga pasien dapat
melakukan perawatan secara mandiri (Jazilah, 2003). Penyuluhan merupakan salah satu
faktor terpenting dalam penanganan DM khususnya dalam penerapan diet yang baik
dimana dalam penyuluhan ini dapat diberikan pengetahuan dan keterampilan dalam
menerapkan diitnya dengan baik (Wakhidiyah & Intan Zaina, 2010). Menurut Suyono
(2005), pengetahuan tersebut akan menjadi titik tolak perubahan sikap dan gaya hidup
mereka.

Pengetahuan Pasien DM Tipe 2


Kebanyakan responden dalam penelitian ini hanya mengetahui tentang makanan yang
harus dibatasi/dikurangi, jenis aktivitas yang dianjurkan dan obat yang diberikan.
Sedangkan mengenai penyakitnya, responden hanya sedikit yang mendapatkan informasi
dari dokter. Dari hasil tabulasi silang antara pengetahuan dengan kadar GDS diperoleh
responden yang memiliki pengetahuan cukup sebesar 60% berkontribusi terhadap
terkontrolnya kadar glukosa darah.

Hasil penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, didapatkan bahwa
mayoritas pasien memiliki tingkat pengetahuan yang kurang sebanyak 54,9% dan kadar
gula darah pasien rata-rata 246,9 mg/dl yang berarti tinggi. Rendahnya pengetahuan yang
dimiliki responden mengenai penyakit DM sehingga tidak mampunya responden
mengontrol kadar gula darah dan mengakibatkan kadar gula darah menjadi tinggi
(Misdarini & Yesi Ariani, 2012).

Tingkat pengetahuan yang rendah akan dapat mempengaruhi pola makan yang salah
sehingga menyebabkan kegemukan, yang akhirnya mengakibatkan kenaikan kadar
glukosa darah (Witasari, 2009). Rendahnya tingkat pengetahuan gizi akan dapat
mengakibatkan sikap acuh tak acuh terhadap penggunaan bahan makanan tertentu,
walaupun bahan makanan tersebut cukup tersedia dan mengandung zat gizi.
Pengetahuan dapat ditingkatkan dengan cara membentuk keyakinan pada diri sendiri
sehingga seseorang dapat berperilaku sesuai dengan kehidupan sehari-hari (Almatsier,
2009).

Sikap Pasien DM Tipe 2


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa responden yang bersikap positif terhadap
edukasi penanganan DM sebanyak 12 orang (41,4%) dan yang negatif sebanyak 17 orang
(58,6%). Hal ini disebabkan sebagian besar responden masih tidak mengetahui mengenai
bagaimana seharusnya menangani penyakitnya yang meliputi pengaturan diet, aktivitas
dan obat. Berdasarkan hasil tabulasi silang antara sikap responden dengan kadar GDS
diperoleh responden yang memiliki sikap positif sebesar 33,3% berkotribusi terhadap
terkontrolnya kadar glukosa darah. Terdapatnya responden yang memiliki sikap positif
namun kadar glukosa darahnya masih tidak terkontrol disebabkan responden masih tidak
bisa mematuhi anjuran dokter untuk membatasi/mengurangi jenis makanan dan
minuman tertentu seperti kopi, teh, dan kue-kue manis.

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 18
Menurut Notoatmodjo, pengetahuan dan sikap tidak berhubungan secara langsung
dengan perilaku kesehatan tetapi masih ada faktor-faktor penganggu yang
mempengaruhi perilaku kesehatan antara lain sistem kepribadian, pengalaman, adat
istiadat yang dipegang oleh individu tersebut serta adanya faktor pendukung atau kondisi
yang memungkinkan yaitu fasilitas yang memadai (Notoatmodjo, 2007).

Kepatuhan Diet Pasien DM Tipe 2


Ketidakpatuhan dalam mengkonsumsi jumlah kalori seperti kurang atau berlebih
akan memberikan dampak pada penderita DM. Apabila konsumsi kalori kurang, maka
penderita DM akan mudah mengalami penurunan berat badan karena tidak terpenuhinya
kebutuhan energi. Sebaliknya, konsumsi kalori yang tinggi akan meningkatkan kadar
glukosa dalam darah sehingga akan menambah beban glukosa darah penderita DM
(Abduracchin, dkk, 2008).

Seluruh responden dalam penelitian ini tidak patuh terhadap jadwal makan,
padahal bagi seorang penderita DM dianjurkan untuk sering makan dengan porsi yang
kecil. Jadwal yang dianjurkan yaitu 6 kali makan sehari (3 kali makanan utama dan 3 kali
makanan selingan) dengan interval waktu makan tiap 3 jam. Ketidakpatuhan menjalankan
diet dapat disebabkan karena beberapa alasan yaitu tidak dapat mengendalikan nafsu
makan, merasa telah terkontrol gula darahnya karena pemberian obat diabetes dari
dokter, sehingga merasa tidak perlu menjalankan diet dengan baik, juga alasan kesibukan
bekerja sehingga tidak dapat mengatur waktu yang tepat untuk makan sesuai jadwal,
jumlah maupun jenis dari bahan makanan yang boleh dan tidak boleh untuk dikonsumsi
(Abduracchim, dkk, 2008).

Kepatuhan Aktivitas Fisik Pasien DM Tipe 2


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh sebagian besar responden (55,2%) telah patuh
terhadap aktivitas fisik untuk diabetisi dan hasil tabulasi silang antara aktivitas fisik dengan
kadar GDS didapatkan sebesar 43,8% memberikan kontribusi terhadap terkontrolnya
kadar glukosa darah responden. Adapun responden yang tidak patuh aktivitas disebabkan
mereka hanya melakukan pekerjaan rumah dan faktor kemampuan fisik mereka tidak
kuat untuk melakukannya.

Hal ini sejalan dengan penelitian Ira Puspita Arta (2010) dan Nurhayat Rustam (2010)
dimana responden hanya melakukan aktivitas ringan seperti memasak, menonton, tidur,
dan makan. Hal ini disebabkan mayoritas responden sudah berusia lanjut sehingga
kemampuan fisiknya juga sudah menurun. Selain itu, semua responden melakukan
aktivitas pekerjaan yang tidak terlalu banyak memerlukan tenaga yang besar. Aktivitas
fisik (olahraga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki
kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali maka akan mencegah
komplikasi kronik DM (Puji, 2007).

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 19
Kepatuhan Minum Obat Pasien DM Tipe 2
Dalam penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar responden (65,5%) masih tidak
patuh dalam mengkonsumsi obat yang diresepkan oleh dokter, dan hanya (34,5%) yang
patuh, namun dari hasil tabulasi silang antara kepatuhan minum obat dengan kadar GDS
responden diperoleh persentase 100% berkontribusi terhadap terkontrolnya kadar
glukosa darah. Kesibukan karena pekerjaan seringkali membuat mereka lupa atau
terlambat untuk mengkonsumsi obat yang telah diresepkan oleh dokter. Selain itu,
ketidakpatuhan responden dalam mengkonsumsi obatnya karena mereka bosan jika
harus setiap harinya sehingga kadang tidak dikonsumsi lagi.

Kadar glukosa darah pada penderita DM tidak normal karena terganggunya metabolisme
karbohidrat. Sebagai akibatnya kadar gula darah akan naik hingga mencapai kadar yang
lebih tinggi dan proses kembalinya membutuhkan waktu yang lama (Sukardji, 2005).
Kadar glukosa darah penyandang DM selalu berfluktuasi sepanjang hari dan dipengaruhi
oleh banyak hal, yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah antara lain makanan,
stress, keadaan sakit sedangkan yang dapat menurunkan kadar glukosa darah antara lain
olahraga, obat anti diabetes (OAD) dan insulin (Sukardji, 2005). Faktor-faktor yang
mempengaruhi kenaikan glukosa darah adalah kandungan serat dalam makanan, proses
pencernaan, cara pemasakannya, ada atau tidaknya zat anti nutrien, waktu makan dengat
lambat atau cepat pengaruh intoleransi glukosa dan pekat tidaknya makanan (Waspadji,
2005).

Kadar glukosa darah pada penderita DM tidak normal karena terganggunya metabolisme
karbohidrat (Sukardji, 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan glukosa darah
adalah kandungan serat dalam makanan, proses pencernaan, cara pemasakannya, ada
atau tidaknya zat anti nutrient, waktu makan dengat lambat atau cepat pengaruh
intoleransi glukosa dan pekat tidaknya makanan (Waspadji, 2005).

KESIMPULAN
Upaya penanganan pasien penderita DM Tipe 2 di Puskesmas Maradekaya tidak berjalan
sesuai dengan pilar penanganan DM. Pengetahuan responden lebih banyak termasuk
kategori kurang dan hanya sebagian kecil yang memiliki pengetahuan cukup. Responden
dengan pengetahuan cukup lebih banyak memiliki kadar GDS tidak terkontrol. Sebagian
besar responden memiliki sikap negatif dan baik responden dengan sikap positif maupun
negatif, keduanya lebih banyak yang memiliki kadar GDS tidak terkontrol. Hampir seluruh
responden tidak patuh dalam mengkonsumsi jumlah kalori, seluruh responden tidak
patuh terhadap jadwal makan, dan sebagian besar responden tidak patuh dalam
mengkonsumsi jenis makanan yang seharusnya bagi diabetisi. Hanya sebagian kecil
responden yang patuh terhadap diet memiliki kadar GDS terkontrol. Sebagian besar
responden telah patuh terhadap aktivitas fisik yang seharusnya bagi diabetisi dan memiliki
kadar GDS terkontrol. Lebih banyak responden tidak patuh dalam mengkonsumsi obat
yang telah diresepkan dibandingkan responden yang patuh. Responden yang patuh
mengkonsumsi obat, seluruhnya memiliki kadar GDS terkontrol. Kadar glukosa darah

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 20
sewaktu responden sebagian besar tidak terkontrol dan hanya sebagian kecil yang
terkontrol.

SARAN
Disarankan kepada puskesmas merancang program peyuluhan/konsultasi gizi terhadap
pasien DM dengan pengadaan pojok gizi (POZI) dan mengoptimalkan peran TPG agar
pasien dapat mengetahui penanganan DM secara tepat dan benar serta dapat merawat
dirinya secara mandiri, sehingga dapat mempertahankan tingkat kepatuhan pasien sesuai
penatalaksanaan pilar penanganan DM dan memonitoring kadar glukosa darahnya demi
meningkatkan derajat kesehatan yang optimal. Diperlukan penelitian selanjutnya yaitu
penelitian intervensi agar tingkat glukosa darah terkontrol responden semakin baik.

DAFTAR PUSTAKA
Abduracchim, R, dkk. 2008. Hubungan Tingkat Kepatuhan Diet Dengan Gula Reduksi Urin
Dan Indeks Massa Tubuh Pada Diabetesi Yang Berobat Jalan Di Poliklinik Gizi
RSUD Ulin Banjarmasin. Jurnal Kalimatan Scientiae No.71 Th XXVI Vol. April 2008.

Agustina, T. 2009. Gambaran Sikap Pasien Diabetes Mellitus di Poli Penyakit Dalam RSUD
Dr. Moewardi Surakarta Terhadap Kunjungan Ulang Konsultasi Gizi. Jurnal KTI D3.
Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Almatsier, S., 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Arta, I.P. 2010. Gambaran Karakteristik dan Penatalaksanaan Pasien Diabetes Melitus
Rawat Jalan di Puskesmas Balangnipa Kab. Sinjai tahun 2010. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar.

Basuki, E. 2005. Teknik Penyuluhan Diabetes Mellitus. Penatalaksanaan Diabetes Melitus


Terpadu. Jakarta : FKUI.

Dinas Kesehatan Kota Makassar. 2012. Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kota Makassar.

Hadju, V. 2005. Diktat Ilmu Gizi Dasar. Program Studi Ilmu Gizi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Jazilah. 2003. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Praktek (PSP) Penderita
Diabetes Melitus dengan Kendali Kadar Glukosa Darah. Program Studi Ilmu

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 21
Kesehatan Masyarakat. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Jurnal
Sains Kesehatan Volume 1 No. 3 Edisi September 2003 Hal: 419.

Misdarini dan Yesi Ariani, 2012. Pengetahuan Diabetes Melitus dengan Kadar Gula Darah
Pada Pasien DM Tipe 2 di RSUP H. Adam Malik Medan. Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara, Medan.

Ngurah, H. K dan Ketut Suastika. 2008. Hubungan Kendali Glikemik dengan Asymmetric
Dimethylarginine Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Lanjut Usia. Jurnal Sains
Kesehatan. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar.

Notoatmodjo, S., 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.

Pratiwi, S. 2007. Epidemiologi, Program Penanggulangan, dan Isu Mutakhir Diabetes


Mellitus, Current Issue. Makassar: Jurusan Epidemiologi, Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Hasanuddin.

Puji, I. 2007. Pengaruh Latihan Fisik; Senam Aerobik Terhadap Penurunan Kadar Gula
Darah Pada Penderita DM Tipe 2 di Wilayah Puskesmas Bukateja Purbalingga.
Media Ners, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2007, Hal: 49 – 99.

Rustam, N. 2010. Gambaran Karakteristik dan Penatalaksanaan Pasien Diabetes Melitus


Rawat Jalan di Rumah Sakit Kota Tidore Kepulauan Tahun 2010. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin, Makassar.
Soeharto, I., 2004. Penyakit Jantung Koroner dan Serangan Jantung. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Sukardji, K. 2005. Penatalaksanaan Gizi pada Diabetes Mellitus. Penatalaksanaan


Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta : FKUI.

Suyono, S. 2005. Kecenderungan Peningkatan Jumlah Penyandang


Diabetes.
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Wakhidiyah dan Intan Zaina. 2010. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan, Sikap dan
Keikutsertaan Penyuluhan Gizi Dengan Perilaku Diit Pada Pasien Diabetes Melitus
Tipe II Di Klinik Diabetes Melitus RSJ. Prof. Dr. Soeroyo Magelang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. Volume 6/No.1/Juli-Desember 2010.

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 22
Waspadji, S. 2005. Diabetes Mellitus: Mekanisme Dasar dan Pengelolaannya yang
Rasional. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta : FKUI.

Waspadji, S. 2009. Pedoman Diet Diabetes Mellitus. Jakarta : Fakultas Kedokteran.


Universitas Indonesia.

Witasari, U. 2009. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Asupan Karbohidrat dan Serat Dengan
Pengendalian Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat
Jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol.
10, No. 2.

Zeinnamira, R. 2012. Gambaran Pelayanan Konseling Gizi Bagi Pasien DM di Klinik Gizi
Puskesmas Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur Tahun 2012. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Sampel Pasien DM Tipe 2 (n=29) Di


Puskesmas Maradekaya Kota Makassar Tahun 2013
Karakteristik Jumlah (Persen %)
Jenis Kelamin :
Laki-laki 8 (27,6%)
Perempuan 21 (72,4%)
Kelompok Umur :
30 – 44 tahun 1 (3,4%)
45 – 59 tahun 15 (51,8)
≥60 tahun 13 (44,8%)
Pekerjaan :
Pegawai Swasta 2 (6,9%)
Pedagang 6 (20,7%)
IRT 17 (58,6%)
Lainnya 4 (13,8%)
Pendidikan :
Makassar 57 (61,3%)
Bugis 25 (26,9%)
Lainnya 11 (11,8%)
Pendidikan Terakhir :
SD 10 (34,5%)
SMP 8 (27,6%)
SMA 8 (27,6%)
Diploma 2 (6,9%)
Sarjana 1 (3,4%)

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 23
Lama DM :
<1 tahun 1 2 (6,9%)
– 5 tahun 11 (37,9%)
>5 tahun 14 (48,3%)
11 – 15 tahun Status 2 (6,9%)
Gizi :
Kurang 1 (3,4%)
Normal 9 (31,0%)
Berisiko (Overweight) 5 (17,2%)
Obesitas I 13 (44,8%)
Obesitas II 1 (3,4%)
Sumber: Data Primer, 2013

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Upaya Penanganan Pasien DM Di


Keterang an
Upaya
Penanganan (+) 3 (+) 2 Total
DM A+B+C A+B A+C B+C A (+) 1 B C (-) 3
n % N% n% n % n % n% n % n % n %

Edukasi
0 0 0 0 0 0 9 31.0 0 0 6 20.7 8 27.6 6 20.7 29 100
DM
Perencanaan
0 0 0 0 0 0 14 48.3 0 0 4 13.8 6 20.7 5 17.2 29 100
Diet
Aktivitas Fisik
2 6.9 2 6.9 8 27.6 0 0 5 17.2 0 0 0 0 12 41.4 29 100

Obat (OHO) 29 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0


29 100

Puskesmas Maradekaya Kota Makassar Tahun 2013


Sumber: Data Primer, 2013

Keterangan :

(+3) = Semua dijelaskan

(+2) = Hanya dua dijelaskan

(+1) = Hanya satu dijelaskan

(-3) = Tidak ada dijelaskan

Edukasi DM = Pengertian DM, Faktor Risiko DM, Komplikasi DM

Perencanaan Diet = Tepat Jumlah, Tepat Jadwal, Tepat Jenis

Aktivitas Fisik = Jenis, Frekuensi, Durasi Aktivitas Fisik

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 24
Obat (OHO) = Cara Minum Obat, Jadwal, Frekuensi Minum Obat

Tabel 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Variabel Penelitian DM Tipe 2 Di


Puskesmas Maradekaya Kota Makassar Tahun 2013
Variabel Penelitian n %
Pengetahuan : Cukup
Kurang Sikap : 10 34,5
Positif 19 65,5
Negatif
12 41,4
17 58,6
Kepatuhan Diet : Patuh
Tidak patuh 3 10,3
26 89,7
Kepatuhan Aktivitas Fisik :
Patuh 16 55,2
Tidak patuh 13 44,8
Kepatuhan Minum Obat :
Patuh 10 34,5
Tidak patuh 19 65,5
Kadar GDS :
Terkontrol 10 34,5
Tidak terkontrol 19 65,5

Sumber: Data Primer, 2013

Tabel 4. Distribusi Hasil Tabulasi Silang Perilaku Responden DM Tipe 2


Terhadap Kadar GDS Di Puskesmas Maradekaya Kota Makassar
Tahun 2013
Jumlah Terkontrol
Perilaku Responden Tidak Terkontrol
n % n %

Pengetahuan : Cukup
Kurang 6 60 4 40
4 21,1 15 78,9

Sikap : 4 33,3 8 66,7


Positif 6 35,3 11 64,7
Negatif

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 25
Kepatuhan Diet : Patuh 1 33,3 2 66,67
Tidak patuh 9 34,6 17 65,4

Kepatuhan Aktivitas Fisik : 7 43,8 9 56,2


Patuh 3 23,1 10 76,9
Tidak patuh

Kepatuhan Minum Obat :


Patuh 10 100 0 0
Tidak patuh 0 0 10 100
Sumber: Data Primer, 2013

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 26
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Maradekaya Kota Makassar. Jenis
penelitian ini adalah penelitian survei observasional deskriptif yaitu untuk
mengamati dan mendeskripsikan upaya penanganan yang dilakukan oleh
petugas kesehatan dan perilaku pasien penderita DM tipe 2. Data primer diambil
dari hasil penelitian langsung dilapangan dengan melakukan pengamatan data
langsung karakteristik responden pengetahuan, sikap, kepatuhan diet, aktivitas
fisik, kepatuhan minum obat, serta kadar GDS dengan menggunakan kuisioner.
Dilihat dari tabel perilaku responden pengetahuan sangat berperan dalam
perilaku pasien DM sekitar 78,9 %. Tingkat pengetahuan yang rendah akan
dapat mempengaruhi perilaku dan perilaku akan mempengauhi pola makan
yang salah sehingga menyebabkan kegemukan

B. Saran
Jurnal penelitias tersebut sangat bermanfaat dan bagus hanya hasil
penelitian tidak langsung pada topik sehingga sulit untuk dipahami.

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 27
DAFTAR PUSTAKA

ISYATURRODLIYAH 2008., Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pasien.


http://puskesmas-oke.blogspot.co.id/2008/11/faktor-faktor-yang
mempengaruhi.html. Diakses tanggal 11 Agustus 2017
PDCA 2012., Langkah- Langkah Pemecahan Masalah. http://ikhtisar.com/teknik-pemecahan-
masalah-dan-pengambilan-keputusan/. Diakses tanggal 11 Agustus 2017

PSIKOLOGI KEPERAWATAN 28

Anda mungkin juga menyukai