Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

“HALUSINASI”

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Gangguan Sensori Persepsi adalah suatu keadaan dimana
seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang
mendekati (yang diprakarsai secara internal/ eksternal) disertai dengan suatu
pengurangan berlebih-lebihan distorsi atau kelainan berespon terhadap suatu
stimulus (Townsend, 1998).
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa
stimulus yang nyata artinya klien menginteprestasikan sesuatu yang nyata
tanpa stimulus/ rangsangan dari luar (Keliat, 1999).
Halusinasi merupakan reaksi terhadap stress dan usaha dari alam
tak sadar untuk melindungi egonya atau pernyataan simbolik dari gangguan
psikotik individu. Halusinasi adalah gejala sekunder dari Skizofrenia dan
klien dengan skizofrenia 70 % mengalami halusinasi dan 20 % mengalami
campuran halusinasi pendengaran dan halusinasi penglihatan (Stuart dan
Sundeen, 1998).

2. Rentang Respon
RENTANG RESPON NEUROBIOLOGIK

RESPON ADAPTIF RESPON MALADAPTIF

Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan pikiran


Persepsi akurat Ilusi Halusinasi

Atik Mayasari (1320042) STIKes Kepanjen | 1


Emosi konsisten Reaksi emosi berlebihan Kesukaran proses
dengan pengalaman atau kurang emosi
Perilaku sesuai Perilaku yang tidak biasa Perilaku disorganisasi
Berhubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial
(Stuart dan Laraia, 1998)

3. Penyebab
1. Faktor Predisposisi.
a. Biologis
1. Gangguan perkembangan dan fungsi otak / susunan saraf pusat.
2. Gejala yang mungkin muncul adalah : hambatan dalam belajar,
berbicara, daya ingat dan mungkin perilaku kekerasan.
b. Psikologis
1. Sikap dan keadaan keluarga juga lingkungan.
2. Penolakan dan kekerasan dalam kehidupan klien.
3. Pola asuh pada usia kanak-kanak yang tidak adekuat mis :
tidak ada kasih sayang, diwarnai kekerasan dalam keluarga.
c. Sosial budaya
1. Kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan,
kerawanan keamanan).
2. Kehidupan yang terisolir disertai stres yang menumpuk.
2. Faktor Presipitasi
a. Kurangnya sumber daya atau dukungan sosial yang dimiliki.
b. Respon koping yang maladaptif.
c. Komunikasi dalam keluarga kurang atau juga kemampuan
finansial keluarga.
Fase-fase dalam halusinasi
1. Fase pertama/ Comforting (Ansietas sedang)
a. Klien mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, kesepian
yang memuncak dan tidak dapat diselesaikan.
b. Klien mulai melamun dan memikirkan tentang hal-hal yang
menyenangkan. Cara ini hanya menolong sementara.

Atik Mayasari (1320042) STIKes Kepanjen | 2


2. Fase ke kedua/ Condemning (Ansietas Berat)
a. Kecemasan meningkat, melamun, berfikir sendiri jadi domonan.
b. Mulai diresahkan oleh bisikan yang tidak jelas.
c. Klien tidak ingin orang lain tahu dan dia tetap dapat mengontrol.
3. Fase ketiga/ Controlling (Ansietas Berat)
a. Bisikan suara, isi halusinasi makin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien.
b. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya tehadap halusinasinya.
4. Fase keempat/ Conquering (Panik)
a. Halusinasi berubah menjadi mengancam, mamerintah dan
memarahi klien.
b. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
Identifikasi adanya perilaku halisinasi
1. Isi halusinasi
a. Menanyakan suara siapa yang didengar.
b. Apa bentuk bayangan yang dilihat.
c. Bau apa yang tercium.
d. Rasa apa yang dikecap.
e. Merasakan apa dipermukaan tubuh.
2. Waktu dan frekuensi halusinasi
a. Kapan pengalaman halusinasi itu muncul.
b. Bila mungkin klien diminta menjelaskan kapan persis waktu
terjadinya halusinasi tersebut.
3. Situasi pencetus halusinasi
a. Menanyakan kepada klien peristiwa atau kejadian yang dialami
sebelum halusinasi muncul.
b. Mengobserfasi apa yang dialami klien menjelang munculnya
halusinasi.
4. Respon klien
a. Apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman
halusinasi.

Atik Mayasari (1320042) STIKes Kepanjen | 3


b. Apakah masih bisa mengontrol stimulus halusinasi atau sudah
tidak berdaya lagi terhadap halusinasi.

Macam-macam halusinasi
1. Halusinasi Pendengaran
2. Halusinasi Penglihatan
3. Halusinasi Penciuman
4. Halusinasi Pengecapan
5. Halusinasi Perabaan

4. Tanda dan gejala


a. Bicara dan senyum sendiri
b. Mendengar suara – suara.
c. Marah – marah, gelisah.
d. Merusak / menyerang.
e. Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
f. Suka menyendiri
g. Tidak bisa membedakan nyata dan tidak nyata.
h. Tidak dapat memusatkan perhatian / konsentrasi.
i. Bermusuhan.
j. Ekspresi muka tegang dan mudah tersinggung

5. Akibat
a. Mencederai perilaku kekerasan
b. Bermusuhan dan perilaku kekerasan

III. A. POHON MASALAH

Risiko perilaku kekerasan


Akibat -------------------------

Gangguan Sensori Persepsi :


Masalah utama ---------------- Halusinasi

n
Atik Mayasari (1320042) STIKes Kepanjen | 4
Isolasi Sosial
Penyebab ----------------------

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU


DIKAJI
1. Risiko perilaku kekerasan
DS : “ Suara-suara itu menyuruh saya untuk marah-marah”
DO : - Klien gelisah.
- Klien marah-marah ingin memukul.
- Bermusuhan, merusak/ menyerang.
2. Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran
DS : “ Saya juga mendengar suara-suara“
DO : - Klien bicara dan tertawa sendiri.
- Klien tiba-tiba marah.
- Ekpresi muka tegang, mudah tersinggung.
3. Isolasi Sosial
DS : “ Suara-suara itu datang saat saya sedang sendiri di
kamar”
DO : - Klien menyendiri dikamar.
- Menghindar dari pergaulan dengan orang lain.
- Tidak mampu memusatkan perhatian.
- Selalu menunduk saat diajak bicara.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan sensori persepsi :halusinasi pendengaran
2. Isolasi ssosial

V. RENCANA KEPERAWATAN
Dx. 1 : Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaraan
a. Tujuan Umum (TUM)

Atik Mayasari (1320042) STIKes Kepanjen | 5


Klien dapat mengontrol perilaku halusinasi yang dialaminya.
b. Tujuan Khusus (TUK)
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1.1 Bina Hubungan saling percaya.
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non
verbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan.
e. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
f. Berikan perhatian pada klien, perhatikan kebutuhan dasar
klien.
1.2 Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
1.3 Dengarkan ungkapan klien dengan empati.

2. Klien dapat mengenal halusinasinya.


2.1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
2.2 Observasi tingkah laku klien terkait halusinasinya : bicara
dan tertawa tanpa stimulus, memandang ke kanan/ kekiri/
kedepan seolah-olah ada teman bicara.
2.3 Bantu klien mengenal halusinasinya.
a. Jika menemukan klien sedang halusinasi, tanyakan
apakah ada suara yang di dengar.
b. Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang dikatakan.
c. Katakan bahwa perawat percaya klien mendenar suara
itu, namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengann
nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi).
d. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien.
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien.

Atik Mayasari (1320042) STIKes Kepanjen | 6


2.4 Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan/ tidak menimbulkan
halusinasi.
b Waktu, frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore
dan malam atau jika sendiri, jengkel/ sedih).
2.5 Diskusikan denganklien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah/ takut, sedih, senang) beri kesempatan
mengungkapkan perasaan.

3. Klien dapat mengontrol halusinasi


3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika
terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukan diri, dll).
3.2 Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika
bermanfaat beri pujian.
3.3 Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya
halusinasi :
a. Katakan “saya tidak mau dengar kamu“ (pada saat
halusinasi terjadi).
b. Temui orang lain (perawat/ teman/ anggota keluarga)
untuk bercakap – cakap atau mengatakan halusinasi yang
didengar.
c. Membuat jadual kegiatan sehari – hari.
d. Meminta keluarga/ teman/ perawat menyapa klien jika
tampak bicara sendiri.
3.4 Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi
secara bertahap.
3.5 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dilatih.. Evaluasi
hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
3.6 Anjurkan klien mengikuti terapi aktifitas kelompok, orientasi
realita, stimulasi persepsi.

Atik Mayasari (1320042) STIKes Kepanjen | 7


4. Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
4.1 Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami
halusinasi.
4.2 Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung/
kunjungan rumah).
a. Gejala halusinasi yang dialami klien.
b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk
memutus halusinasi.
c. Cara merawat anggota keluarga yang mengalami
halusinasi dirumah : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri,
makan bersama, bepergian bersama.
d. Beri informasi waktu fallow up atau kapan perlu mendapat
bantuan halisinasi tidak terkontrol dan resiko mencederai
orang lain.

5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik untuk mengontrol


halusinasinya.
5.1 Diskusikan dengan keluarga dan klien tentang jenis, dosis,
frekuensi, dan manfaat obat.
5.2 Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya.
5.3 Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping obat yang dirasakan.
5.4 Diskusikan akibat berhenti obat tanpa konsultasi.
5.5 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

Atik Mayasari (1320042) STIKes Kepanjen | 8


DAFTAR PUSTAKA

1. Stuart GW, Sundeen SJ. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta :
EGC. 1998
2. Townsend, M.C. 1998. Buku saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri, edisi 3. Jakarta: EGC.
3. Stuart, G.W. & Michele T. Laraia, Principles and Practice of Psychiatric
Nursing, 6 th Edition, Mosby Company, St. Louis, 1998
4. Keliat, B. A., Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC, Jakarta, 1999
5. Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa :
Yasmin Asih, Edisi 6, EGC, Jakarta, 1998

Atik Mayasari (1320042) STIKes Kepanjen | 9

Anda mungkin juga menyukai