Disusun oleh:
Christina 112015366
Lisa Sari 112015297
Veneranda Venny Grishela 112016170
Vinsensia Dini Bayuari 112017054
Ananta Yandini 1611901004
Desila Irma Susanti 1611901009
Dokter Penguji:
Dr. Bianti Hastuti Machroes, MH., Sp.KF
Residen Pembimbing:
Dr. Yudhitya Meglan
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya yang telah
memberikan berkah dan pengetahuan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Journal
Reading ini tentang “Reccurent Post Partum Depression and Infanticide: A Case Report”
yang diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu
Kedokteran Forensik.
Terimakasih kami ucapkan kepada dokter pembimbing yaitu dr. Bianti Hastuti Sp.KF
dan dr. Yudhitya Meglan yang telah bersedia membimbing kami, sehingga tugas ini dapat
selesai pada waktunya. Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
ataupun pengalaman bagi para pembaca.
Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Atas kritik dan
sarannya kami ucapkan terimakasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
Reccurent Post Partum Depression and Infanticide : a case report
Abstrak:
Bunuh diri dan pembunuhan anak sendiri adalah komplikasi paling parah dari
gangguan pasca melahirkan seperti depresi dan psikosis. Pembunuhan anak sendiri lebih
sering berkorelasi dengan usia ibu yang lebih muda, tekanan ekonomi, pengangguran dan
riwayat gangguan kejiwaan. Pembunuhan anak sendiri dapat dilihat dari beberapa bentuk
seperti pembunuhan bayi altruistik, terkait dengan bunuh diri ibu berikutnya, mungkin terkait
dengan gejala psikotik akut pada ibu, atau dapat terjadi pada kasus penganiayaan fatal
terhadap anak yang tidak diinginkan. Kami mempresentasikan kasus seorang wanita berusia
40 tahun yang didiagnosis dengan depresi pasca melahirkan (PPD) yang melakukan
pembunuhan anak sendiri setelah kelahiran anak ketujuhnya. Pasien memiliki riwayat
gangguan kejiwaan sehubungan dengan kehamilan sebelumnya karena beberapa di antaranya
mendapat bantuan medis namun tidak mengikuti pengobatan yang konstan. Pengelolaan
kasus ini sangat menantang dengan diagnosis cross-sectional awal yang ditetapkan pada saat
masuk (misalnya depresi pasca melahirkan) dan yang terakhir, yang dikembangkan secara
komprehensif oleh tim terapeutik, yang mencakup episode saat ini dalam kerangka
psikopatologis umum bersamaan dengan ciri kepribadian dan konteks sosial.
Kata kunci: depresi pasca melahirkan, gejala psikotik, pembunuhan anak sendiri.
1. Pasal 200 hukum pidana - pembunuhan terhadap bayi baru lahir yang dilakukan oleh
ibu dalam waktu 24 jam setelah kelahiran (yang dihukum dengan hukuman penjara 1
sampai 5 tahun jika ibu tersebut menderita gangguan kejiwaan)
2. Pasal 188 - Pembunuhan terhadap manusia (dihukum dengan penjara antara 10
sampai 20 tahun dan pelarangan beberapa hak) yang diselesaikan oleh pasal 199 yang
menyatakan bahwa jika tindakan kriminal dilakukan terhadap seorang anggota
keluarga, hukuman yang akan dipatuhi oleh pasal 188 meningkat seperempat.
Dalam tatanan psikiatri depresi pasca melahirkan dilampirkan dalam bab Major
Depressive Disorder, dengan spesifikasi onset peripartum dalam Manual Diagnostik dan
1
Statistik untuk Gangguan Mental - 5 ed. (DSM V) dan di bawah sindrom perilaku yang
terkait dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik dalam Klasifikasi Internasional Penyakit-
10 ed. (ICD- 10). DSM V menetapkan untuk PPD (depresi pasca melahirkan) onset bisa
terjadi kapan saja selama kehamilan sampai 4 minggu pertama setelah persalinan.
Studi lain yang menyebutkan pada sepuluh kasus pembunuhan anak sendiri
disimpulkan bahwa semua wanita menunjukkan gejala depresi berat pada saat pembunuhan,
gejala-gejalanya mencakup unsur psikotik dan pikiran untuk bunuh diri. Selain itu,
karakteristik lain dari kasus yang diajukan adalah hubungan yang berubah antara pasien
depresi dan ibu mereka sendiri yang dianggap menuntut, menolak dan tidak mendukung.
LAPORAN KASUS
Kami mempresentasikan kasus wanita berusia 40 tahun yang telah diakui sebagai
sebuah masalah darurat ke Klinik Psikiatri Kedua di Rumah Sakit Darurat County Cluj-
Napoca, dibawa oleh ambulans, polisi dan polisi militer setelah dia melemparkan putrinya
yang berusia 2 bulan dari balkon. Keluhan utama saat masuk di ruang psikiatri darurat
adalah: kegelisahan, penghindaran kontak visual, dan pengakuan bahwa "dia tidak pernah
2
menginginkan bayi ini, dia ingin melakukan aborsi tapi dia tidak bisa karena alasan tertentu".
Dia juga mengeluhkan fakta bahwa suasana hati dan tingkah lakunya semakin memburuk
segera setelah bayi itu lahir, dia merasa terbebani dan tidak dapat menjaganya, dia tidak
memiliki perasaan terhadap anak ini meskipun dia mencintai anak-anaknya yang lain dan dia
menolak untuk menyusui. Pasien tersebut setuju untuk dirawat di rumah sakit,
menandatangani informed consent untuk masuk secara sukarela di rumah sakit jiwa dan
semua pemeriksaan dilakukan dengan persetujuan pasien, anggota keluarganya, dengan
menghormati peraturan praktik klinis yang baik dan Deklarasi Helsinki.
Kondisi keluarga dan sosial menunjukkan bahwa pasien adalah lulusan SMA, dia
tidak pernah memiliki pekerjaan; dia menikahi seorang warga asing Timur Tengah yang
memiliki 7 anak termasuk anak terakhir yang lahir pada bulan Agustus 2015. Sampai Juni
2015 dia tinggal di negara suaminya dengan 4 anak mereka. Sebelum kelahiran anak
perempuan terakhirnya, dia pindah ke Rumania bersama dua putrinya yang lebih muda dan
dia tinggal dengan ibunya karena alasan keuangan dan perkawinan.
Sesaat sebelum penghentian pengobatan, gejala muncul kembali dan pasien menemui
psikiater lain mengeluh tentang keputusasaan, hipersensitivitas, mudah tersinggung, sesak
napas, terisolasi. Dia juga menyatakan bahwa dia membenci anak-anaknya, terutama bayi
yang baru lahir. Dia kembali didiagnosis menderita depresi pasca melahirkan dan diawali
dengan obat penenang benzodiazepin (Bromazepam 3 mg / hari). Selama episode ini, ibu
dipisahkan dari bayinya selama 6 bulan sampai dia merasa lebih baik.
Pada bulan agustus 2015, kira-kira 2 hari setelah kelahiran ke-7, di kota asalnya,
pasien tersebut menunjukkan hipertimia negatif, menangis, delusi ketidakmampuan,
keputusasaan, kehancuran, pembalikan yang tepat terhadap bayi baru lahir, ketakutan dalam
konteks delusional, penghindaran peran ibu, insomnia, alasan dimana pasien awalnya dibantu
oleh ginekolognya dan segera mencari psikiater yang memulai pengobatan antidepresan
(Amitriptilin) dan obat penenang (Bromazepam); dia patuh pada pengobatan namun
gejalanya memburuk dalam tiga minggu berikutnya dan pasien menjadi sangat mudah
4
tersinggung dan cepat marah dengan halusinasi pendengaran yang imperatif sehingga dia
kembali ke dokter di mana antipsikotik (Olanzapine 5mg / hari) ditambahkan ke terapi untuk
7 hari berikutnya. Seiring perubahan ini, halusinasi menjadi semakin jarang terjadi, namun
delusi, insomnia, dan inversi negatif masih ada. Pasien melanjutkan perawatan antidepresan
itu sendiri dengan peningkatan intensitas simtomatologi yang memuncak dengan tindakan
pembunuhan bayi yang dilakukan pada hari dia masuk ke rumah sakit kami (suatu
perselisihan hebat melalui telepon dengan suaminya dan beberapa ancaman eksplisit
mengenai maksud dan metode pembunuhan yang ditangani untuk ibunya).
Selama dirawat di rumah sakit, pasien menjalani pengobatan awal dengan obat
antidepresan (antidepresan trisiklik pada awalnya - Amytriptiline - diikuti oleh antidepresan
ganda - Venlafaxine), antipsikotik tipikal dan atipikal (Levomepromazine dan Olanzapine),
anxiolytics and sedatives (Lorazepam dan Diazepam) dengan remitansi progresif dari
halusinasi pendengaran imperatif, delusi dan hyperthymia negatif dan perbaikan signifikan
pada insomnia tapi dengan amnesia peristiwa traumatis, sikap bingung dan aborsi efektif dari
tindakan pembunuhan anak sendiri.
Beberapa penilaian psikologis dilakukan selama rawat inap; yang pertama terdiri dari
tes yang menilai fungsi intelektual, depresi dan sifat kepribadian. Lalu, The Raven Standard
Progressive Matrices menunjukkan potensi intelektual rendah (IQ = 97), Skala Penilaian
Depresi Hamilton (HDRS) dan Beck Depression Inventory (BDI) menunjukkan skor yang
konsisten dengan depresi berat (masing-masing 30 dan 33 poin). Tes Szondi (tes kepribadian
proyektif) mengungkapkan hasil berikut ini: gangguan parah di area kontrol yang efektif,
tidak stabil keseimbangannya, akumulasi kemarahan dan kebencian tanpa mekanisme kontrol
yang positif; ego yang ditekan dan biasanya kompulsif; Ego yang depersonal, keinginan
untuk membalas dendam, cemburu, pembunuhan, tindakan bunuh diri; kontak dengan
kenyataan mengungkapkan rasa takut kehilangan dukungan yang efektif, kebutuhan untuk
dicintai dan dilindungi dan tidak toleran terhadap frustrasi. Penilaian kepribadian yang
dilakukan dengan Wawancara Klinis Terstruktur untuk Gangguan DSM Axis II (SCID-II)
menunjukkan keasyikan untuk ketertiban, perfeksionisme, kurangnya toleransi terhadap
frustrasi dan episode agresi verbal dan fisik terhadap anak-anaknya.
Laporan kedua evaluasi psikologis diselesaikan oleh psikolog dari Institute of Legal
Medicine lebih dari sepuluh hari setelah pembunuhan bayi. Tes terapan adalah Raven
Standard Progressive Matrices (IQ = 97), tes penilaian bakat kognitif EVIQ secara umum,
5
Inventaris Multiaxial Milton Clinical, State-Trait Anxiety Inventory, Beck Depression
Inventory, Positive and Negative Syndrome scale PANSS (semuanya ada di bawah klinis
rata-rata), Cognitive Aptitudes Tests Battery (52% - di atas rata-rata klinis) dan Kuesioner
Kesehatan Mental (skor 60-setara dengan Penilaian Global Skala Berfungsi-GAFS).
Selama dirawat di rumah sakit, pasien dievaluasi oleh komisi keahlian medis resmi
yang mengeluarkan laporan akhir dengan 3 kesimpulan: 1. Diagnosis yang telah ditetapkan;
2. Tidak adanya ketajaman pada saat melakukan pembunuhan bayi dan 3. Rekomendasi
untuk rawat inap wajib sesuai dengan peraturan undang-undang pasal 110.
Setelah laporan akhir ini, kami mengajukan sebuah tindakan yang ditujukan kepada
arahan umum bantuan sosial dan perlindungan anak dengan permintaan dari sudut pandang
sehubungan dengan situasi keluarga pasien saat ini. Jawaban mereka menyimpulkan bahwa
pasien mampu dan bertanggung jawab untuk meningkatkan dan mendukung dua anak
kecilnya.
Pengadilan menolak rekomendasi dari komisi ahli hukum mengenai rawat inap wajib
dan 11 bulan kemudian, hal tersebut juga menolak ucapan intimidasi terhadap penuntutan
mengenai langkah-langkah keselamatan yang dikemukakan oleh undang-undang pasal 109
(perawatan medis wajib).
ANALISIS KASUS
6
Kasus yang diajukan menimbulkan beberapa isu. Dari sudut pandang medis, pasien
mengalami gejala depresi sebelumnya, pikiran bunuh diri dan bunuh diri yang mengganggu
yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan sebelumnya. Terjadinya eksaserbasi
gejala depresi dan adanya unsur psikotik seperti halusinasi pendengaran imperatif
menyebabkan saat bayi dibunuh. Selain diagnosis utama, pasien memiliki ciri kepribadian
yang konsisten dengan gangguan kepribadian campuran, sebuah asosiasi yang diketahui
meningkatkan risiko tindak pidana. Bersamaan dengan sejarah kejiwaan, aspek sosial,
ekonomi dan keluarga lainnya (pengangguran, masalah keuangan, dan konflik perkawinan)
mewakili faktor risiko yang signifikan untuk pembunuhan bayi dalam kasus kami, seperti
dalam kasus-kasus yang melibatkan pembunuhan bayi oleh ibu kandung. Dalam kasus seperti
itu, pemantauan yang sangat hati-hati diperlukan dalam kemungkinan kehamilan baru.
Pemantauan ini harus dimulai bersamaan dengan kehamilan yang dikonfirmasi sampai risiko
komplikasi ibu / bayi dapat dikesampingkan dan harus melibatkan tim multidisiplin yang
terdiri dari ginekolog, psikiater, psikolog, dan perawat sosial. Aspek hukum dan sosial juga
penting dalam kasus tersebut. Data literatur medis Rumania langka mengenai patologi ini
namun data dari surat kabar internasional menunjukkan bahwa wanita yang melakukan
pembunuhan pada anak sendiri biasanya diwajibkan untuk melakukan perawatan medis di
negara-negara Eropa barat atau dihukum hukuman yang lebih berat di Amerika Serikat.
Pasien kami sekarang tinggal dengan tiga anak-anaknya (dua anak perempuan dan anak laki-
laki) dan bahkan jika dia tidak diwajibkan oleh pengadilan, dia menyiapkan resep bulanan
untuk keperluan medisnya. Sepengetahuan kami, tidak ada intervensi layanan sosial untuk
menilai situasi keluarga saat ini dan hubungan dalam keluarga mereka.
Kesulitan utama terutama bergantung pada penilaian diagnosis pasien tentang
pembunuhan tersebut, ketika sebagian besar tanda dan motifnya kurang jelas. Argumentasi
diagnosis yang lebih luas yang ditetapkan oleh psikiater dari rumah sakit mempertimbangkan
jenis onset berulang dari setiap episode dengan atau tanpa hubungan dengan kehamilan,
melahirkan anak; Berbagai gejala tampilan, mulai dari depresi ringan, depresi diri hingga
depresi berat dengan / tanpa gejala psikotik. Oleh karena itu, episode yang diikuti oleh
pembunuhan bayi bisa dikaitkan dengan konteks khusus periode perinatal namun dalam
penyakit rekuren; Episode pertama terbatas pada diri sendiri tetapi hal-hal berikut cukup
parah untuk menyebabkan tekanan subjektif, risiko bunuh diri / pembunuhan, bertahan lama
dan segera muncul lagi penghentian pengobatan. Poin penting dari kasus ini adalah: depresi
pasca melahirkan telah didiagnosis dan antidepresan namun juga pengobatan antipsikotik
7
direkomendasikan satu dua persidangan terakhir dan perlindungan terhadap ancaman
pembunuhan yang baru lahir dengan pemisahan sementara telah dilakukan. Episode depresif
terakhir, meski sejalan dengan dua yang sebelumnya, hanya bermanfaat sementara dari
pengobatan antipsikotik dan tidak ada dukungan sosial dari ibu dan anak-anak.
KESIMPULAN
Pembunuhan anak sendiri adalah komplikasi postpartum yang jarang namun sangat
parah, komplikasi yang mungkin terjadi kapan saja selama kehamilan dan persalinan empat
minggu satu persalinan. Kerangka luas DSM-V menegaskan diagnosis-diagnosis gangguan
mood secara hati-hati, tingkat keparahannya, memungkinkan untuk menentukan apakah ada
onset peri / postpartum, tingkat keparahan episode, ada tidaknya fitur psikotik. Pilihan ini
mengizinkan kebebasan diagnostik koheren yang bervariasi, seperti pada kasus pasien kami,
yang mengembangkan dua episode depresi berat lebih lanjut pada tiga depresi peripartum,
dengan alasan gangguan mood berulang. Wanita yang menampilkan risiko semacam itu harus
dievaluasi dan dipantau secara hati-hati untuk menghindari konsekuensi tragis seperti itu
bahkan saat melahirkan, dengan penilaian spesifik mengenai faktor risiko bunuh diri /
pembunuhan.
Kepentingan konflik. Penulis menyatakan bahwa mereka tidak memiliki kepentingan
konflik dalam hal artikel ini.
8
Bab I
Pendahuluan
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan umum
Mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai infantisida.
9
1.2.2. Tujuan khusus
1. Mengetahui definisi infantisida
2. Mengetahui landasan hukum infantisida
3. Mengetahui cara penentuan usia janin di luar kandungan
4. Mengetahui pemeriksaan kedokteran forensik terhadap kecurigaan kasus
infantisida.
10
Bab II
Tinjauan Pustaka
11
Sedangkan neonatisida adalah pembunuhan bayi yang terjadi pada kurang dari 24
jam, atau kurang dari 28-30 hari setelah kelahiran.
Pada prakteknya, kebanyakan neonatisida terjadi langsung setelah ibu
melahirkan bayi, dengan motif berusaha menutupi kehamilan dan kelahirannya.
Pelaku biasanya adalah wanita muda, lajang, dengan tingkat pendidikan yang rendah,
dan tidak mempunyai rekaman tindak kejahatan. Mereka biasanya akan mencoba
melakukan aborsi.
Alasan melakukan tindakan neonatisida ini antara lain adalah rasa takut akan
kehilangan pekerjaan, tidak ingin mengurus anak, kemiskinan, dan psikosis. Wanita
muda yang masih lajang biasanya takut untk mengungkapkan tentang kehamilannya
kepada keluarga oleh karena malu dan rasa takut akan hukuman dan penolakan yang
akan diterimanya.
Substansi infantisida diatur dalam English Infanticide Act 1983 (Section I):
“dimana seorang wanita baik secara sengaja atau karena kelalaian menyebabkan
kematian pada bayi berusia kurang dari 12 bulan. Namun jika pada saat itu juga
keseimbangan pikirannya terganggu setelah melahirkan atau efek laktasi, dia bisa
dihukum seolah melakukan pembunuhan secara tidak sengaja pada bayi.”
Perlu diperhatikan bahwa:
Hal tersebut hanya berlaku bagi ibu, bukan ayah atau kerabat lain
Bayi tersebut harus berusia kurang dari 1 tahun, meskipun faktanya kebanyakan
infatisida terjadi pada beberapa jam bahkan menit setelah bayi tersebut dilahirkan
Harus memiliki kemampuan hidup diluar janin tanpa bantuan alat
Kematian disebabkan karena kesengajaan atau kelalaian ibu
Yang dimaksud dengan pembunuhan anak sendiri menurut undang- undang di
Indonesia adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anaknya pada
ketika dilahirkan atau tidak lama setelah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia
melahirkan anak.
Ada 4 faktor penting yang dapat dilihat, yaitu:
Ibu: hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan pembunuhan
anak sendiri. Tidak dipersoalkan apakah ia telah menikah atau belum.
Sedangkan bagi orang lain yang melakukan atau turut membunuh anak
tersebut dihukum karena pembunuhan atau pembunuhan berencana, dengan
hukuman yang lebih berat.
12
Korban. Korban harus bayi anak sendiri/anak kandung.
Waktu. Dalam undang- undang tidak disebutkan batasan waktu yang tepat,
tetapi hanya dinyatakan “pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian”.
Sehingga boleh dianggap pada saat belum timbul rasa kasih sayang seorang
ibu terhadap anaknya. Bila rasa kasih saying tersebut sudah timbul, maka ibu
akan merawat dan tidak membunuh bayinya itu.
Psikis. Ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa ketakutan akan
diketahui telah melahirkan anak. Biasanya anak yang didapatnya itu berasal
dari hubungan yang tidak sah.
2.2. Landasan Hukum Infantisida
Dalam KUHP, pembunuhan anak sendiri tercantum di dalam bab kejahatan
terhadap nyawa orang. Adapun bunyi pasal tersebut adalah:
Pasal 341
“ Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak ada saat anak
dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa
anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara
paling lama 7 tahun.”
Pasal 342
“ Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut
akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau
tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan
pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama
9 tahun.”
Pasal 343
“ Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang
lain yang turut serta melakukan sebabgai pembunuhan atau pembunuhan
dengan rencana.
Pasal 181
“ Barang siapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau
menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian atau
kelahirannya, diancam dengan pidana penjara selama 9 bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”
13
Pasal 308
“ Jika seorang ibu karena takut akan diketahui orang tentang kelahiran
anaknya, tidak lama sesudah melahirkan, menempatkan anaknya untuk
ditemukan atau meninggalkannya dengan maksud untuk melepaskan diri dari
padanya, maka maksimum pidana tersebut dalam pasa 305 dan 306 diurangi
separuh.”
Pasal 305
“ Barang siapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh tahun untuk
ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud untuk melepaskan diri
daripadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.”
Pasal 306
“ (1) Jika salah satu perbuatan berdasarkan pasal 304 dan 305 itu
mengakibatkan luka- luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara
paling lama 7 tahun 6 bulan. (2) Jika mengakibatkan kematian, pidana penjara
paling lama 9 tahun.”
16
Uji apung paru (Docimasia Pulmonum Hidrostatica) hasilnya positif jika
parunya mengapung. Akan tetapi, pada bayi lahir mati yang sudah
pembusukan, akan memberikan hasil positif palsu. Maka untuk membedakan
keduanya dilakukan pengeluaran udara pembusukan yaitu dengan memberikan
tekanan yang besar pada potongan paru tersebut sehingga udara hasil
pembusukan akan keluar sedangkan udara pernafasan akan tetap berada pada
alveolus.8
Namun, uji apung paru ini tetap meragukan karena masih ada
kemungkinan bayi bernafas meskipun masih di dalam uterus atau vagina
(vaginitus uterus atau vaginitus vaginalis) kemudian meninggal saat dilahirkan
secara lengkap sehingga bayi tetap dinyatakan lahir mati. Hasil meragukan juga
bisa terjadi pada bayi yang telah diberikan nafas buatan sehingga terjadi
pernafasan parsial. Oleh karena itu, dibutuhkan pemeriksaan lain, yaitu:8
Ditemukan makanan atau bakteri di dalam usus
Uji apung lambung-usus (uji Breslau) yang pelaksanaannya mirip dengan uji
apung paru. Pada keadaan bayi lahir hidup, akan terdapat udara dalam usus
bayi karena pada saat dia menangis atau hidup ada beberapa udara yang
tertelan sehingga akan memberikan hasil yang positif pada uji Breslau.
Pemeriksaan ini juga tidak dapat dilakukan pada saat sudah terjadi
pembusukan.
Uji telingan tengah (uji Wreden Wendt) yaitu dengan menusuk telinga tengah
bayi di dalam bejana berisi air, hingga terlihat gelembung udara pada bayi.
Pada bayi yang sudah bernafas telinga tengahnya berisi udara.8
3. Lama hidup di luar kandungan
Setelah diketahui bayi lahir hidup, maka selanjutnya perlu diamati berapa
usia bayi dan berapa lama bayi hidup di luar kandungan. Usia bayi dapat dihitung
menggunakan rumus de Hass yaitu untuk 5 bulan pertama panjang kepala sampai
tumit (cm) adalah kuadrat dari umur (bulan). Untuk mengetahui lama hidup di
luar kandungan dapat dinilai juga dari:8
Kondisi bayi, masih kotor atau sudah dirawat
Mekonium yang akan keluar dari usus maksimal dalam 2 hari
Tingkat proses pelepasan tali pusat
Ikterus yang akan tampak pada hari ke-4 – 10
17
Terdapat udara pada usus kecil (1 jam setelah lahir), duodenum (6-12 jam
pasca lahir) dan usus besar (12-24 jam pasca lahir).8
4. Sebab kematian
Penentuan sebab kematian dapat dilihat dari tanda-tanda jeratan, luka,
ataupun tanda kekerasan lain pada tubuh bayi. Cara yang paling sering dilakukan
adalah dengan pembekapan dan penjeratan.8
5. Apakah sudah ada tanda-tanda perawatan
Jika sudah tampak tanda perawatan maka pembunuhan yang dilakukan
oleh ibu tidak dapat dikatakan sebagai infanticide, tetapi pembunuhan biasa.
Tanda perawatan tersebut antara lain:
Pemotongan tali pusat dengan alat. Dapat dilihat pada ujung pemotongan tali
pusat terlihat rata, apabila tidak dapat dinilai karena sudah mengelisut
penilaian dilakukan dengan memasukkan ujung tali pusat di dalam air.
Sehingga dapat terlihat apakah ujung pemotongan tersebut rata atau terkoyak
Verniks kaseosa pada leher, lipat ketiak, dan lipat paha sudah dibersihkan
Adanya ASI atau susu dalam lambung
Adanya pakaian yang dikenakan oleh bayi
1. Pernafasan
Pernafasan yang terjadi saat bayi lahir mengakibatkan perubahan letak
diafragma dan sifat paru-paru, diantaranya
a. Letak diafragma
Pada bayi yang sudah bernafas, letak diafragma setinggi iga ke-5 atau
ke-6. Sedangkan pada yang belum bernafas setinggi iga ke-3 atau ke-4.
b. Gambaran makroskopik paru
Paru-paru bayi yang sudah bernafas mengisi rongga dada dan
menutupi sebagian kandung jantung. Paru berwarna merah muda tidak merata
dengan pleura yang tegang (taut pleura), dan yang menunjukan gambaran
mozaik karena alveoli sudah terisi udara. Apeks paru kanan paling dulu atau
jelas terisi karena halangan paling minimal. Konsistensi seperti spons, teraba
derik udara. Pada pengirisan paru dalam air terlihat jelas keluarnya gelembung
udara dan darah. Berat paru bertambah hingga dua kali atau kira-kira 1/35 kali
berat badan karena berfungsinya sirkulasi darah dalam jantung paru.
Sedangkan pemeriksaan makroskopik paru pada bayi lahir mati, terlihat paru-
paru mungkin masih tersembunyi dibelakang kandung jantung atau telah
mengisi rongga dada. Paru-paru berwarna kelabu ungu merata seperti hati,
konsistensi padat, tidak teraba derik udara dan pleura yang longgar (slack
pleura). Berat paru kira-kira 1/70 kali berat badan.
c. Uji apung paru
Uji apung paru dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch
technique), paru-paru tidak disentuh untuk menghindari kemungkinan
timbulnya artefak pada sediaan histopatologik jaringan paru akibat manipulasi
berlebihan.
Lidah dikeluarkan seperti biasa di bawah rahang bawah, ujung lidah
dijepit dengan pinset atau klem, kemudian ditarik ke arah ventrokaudal
sehingga tampak palatum mole. Dengan scalpel yang tajam, palatum mole
disayat sepanjang perbatasannya dengan palatum durum. Faring, laring,
esophagus bersama dengan trakea dilepaskan dari tulang belakang. Esofagus
19
bersama dengan trakea diikat di bawah kartilago krikoid dengan benang.
Pengikatan ini dimaksudkan agar pada manipulasi berikutnya cairan ketuban,
mekonium atau benda asing lain tidak mengalir ke luar melalui trakea; bukan
untuk mencegah masuknya udara ke dalam paru.
Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan forsep
atau pinset bedah dan scalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan. Kemudian
esophagus diikat di atas diafragma dan dipotong di atas ikatan. Pengikatan ini
dimaksudkan agar udara tidak masuk ke dalam lambung dan uji apung
lambung-usus (uji Breslau) tidak memberikan hasil meragukan
Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu
dimasukkan ke dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam.
Kemudian paru-paru kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kembali ke
dalam air, dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Setelah itu tiap lobus
dipisahkan dan dimasukkan ke dalam air, dan dilihat apakah mengapung atau
tenggelam. Lima potong kecil dari bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke
dalam air, diperhatikan apakah mengapung atau tenggelam.
Hingga tahap ini, paru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung
oleh karena kemungkinan adanya pembusukan. Bila potongan kecil itu
mengapung, letakkan di antara dua karton dan ditekan dengan arah penekanan
tegak lurus jangan digeser untuk mengeluarkan gas pembusukan yang terdapat
pada jaringan interstisial paru, lalu masukkan kembali ke dalam air dan
diamati apakah masih mengapung atau tenggelam. Bila masih mengapung
berarti paru terisi udara residu yang tidak akan keluar. Namun, terkadang
dengan penekanan, dinding alveoli pada mayat bayi yang telah membusuk
lanjut akan pecah dan udara residu keluar dan memperlihatkan hasil uji apung
paru negatif.
Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil
paru mengingat kemungkinan adanya pernapasan sebagian (parsial
respiration) yang dapat bersifat buatan atau alamiah (vagitus uternus atau
vagitus vaginalis) yaitu bayi sudah bernapas walaupun kepala masih dalam
uterus atau dalam vagina).
Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati karena adanya
kemungkinan bayi dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernapas
20
meskipun jantung masih berdenyut, sehingga udara dalam alveoli diresorpsi.
Pada hasil uji negatif ini, pemeriksaan histopatologik paru harus dilakukan
untuk memastikan bayi lahir mati atau lahir hidup. Bila sudah jelas terjadi
pembusukan, maka uji apung paru kurang dapat dipercaya, sehingga tidak
dianjurkan untuk dilakukan. Sedangkan untuk bayi lahir hidup, uji apung paru
akan memberikan hasil yang positif.
d. Mikroskopik paru
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan
fiksasi dengan larutan formalin 10 %. Sesudah 12 jam, dibuat irisan melintang
untuk memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke dalam paru.
Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan histopatologik.
Biasanya digunakan perwarnaan HE dan bila paru telah membusuk digunakan
pewarnaan Gomori atau Ladewig.
Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang belum
bernapas, tetapi merupakan ciri paru janin yang belum mencapai usia gestasi
26 minggu. Tanda khas untuk paru janin belum bernapas adalah adanya
tonjolan (projection) yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang
kemudian akan bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga akan tampak
seperti gada (club like). Pada permukaan ujung bebas projection tampak
kapiler yang berisi banyak darah. Pada paru bayi belum bernapas yang sudah
membusuk dengan perwarnaan Gomori atau Ladewig, tampak serabut-serabut
retikulin pada permukaan dinding alveoli berkelok-kelok seperti rambut yang
keriting, sedangkan pada projection berjalan di bawah kapiler sejajar dengan
permukaan projection dan membentuk gelung-gelung terbuka (open loops).
Serabut-serabut elastin pada dinding alveoli belum terwarnai dengan jelas,
masih merupakan fragmen-fragmen yang tersusun dan belum membentuk satu
lapisan yang mengelilingi seluruh alveoli.
Pada paru bayi yang lahir mati mungkin pula ditemukan tanda inhalasi
cairan amnion yang luas karena asfiksia intrauterin, misalnya akibat
tertekannya tali pusat atau solusio plasenta sehingga terjadi pernapasan janin
prematur (intrauterine submersion). Tampak sel- sel verniks akibat
deskuamasi sel-sel permukaan kulit, berbentuk persegi panjang dengan inti
piknotik berbentuk huruf “S”, bila dilihat dari atas samping terlihat seperti
21
bawang (onion bulb). Juga tampak sel-sel amnion bersifat asidofilik dengan
batas tidak jelas dan inti terletak eksentrik dengan batas yang juga tidak jelas.
Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua mungkin
terlihat dalam bronkioli dan alveoli. kadang-kadang ditemukan deskuamasi
sel-sel epitel bronkus yang merupakan tanda maserasi dini, atau fagositosis
mekonium oleh sel-sel dinding alveoli. Lahir mati ditandai pula oleh keadaan
yang tidak memungkinkan terjadinya kehidupaan seperti trauma persalinan
yang hebat, perdarahan otak yang hebat, dengan atau tanpa robekan tentorium
serebeli, pneumonia intrauterin, kelainan kongenital yang fatal seperti
anensefalus dan sebaginya. Sementara, pemeriksaan mikroskopik paru bayi
lahir hidup menunjukan alveoli paru yang mengembang sempurna dengan atau
tanpa enfisema obstruktif, serta tidak terlihat adanya projection. Pada
pewarnaan Gomori atau Ladewig, serabut retikulin akan tampak tegang.
2. Menangis
Bernapas dapat terjadi tanpa menangis, tetapi menangis tidak dapat terjadi
tanpa bernapas. Suara tangis yang terdengar belum berarti bayi tersebut lahir
hidup karena suara tangisan dapat terjadi dalam uterus atau dalam vagina. Yang
merangsang bayi menangis dalam uterus adalah masuknya udara dalam uterus dan
kadar oksigen dalam darah menurun dan atau kadar CO2 dalam darah meningkat.
3. Pergerakan Otot
Keadaan ini harus disaksikan oleh saksi mata, karena post mortem tidak
dapat dibuktikan. Kaku mayat dapat terjadi pada bayi yang lahir hidup kemudian
mati maupun yang lahir mati.
4. Peredaran Darah, Denyut Jantung, dan Perubahan pada Hemoglobin
Meliputi bukti fungsional yaitu denyut tali pusat dan detak jantung (harus
ada saksi mata) dan bukti anatomis yaitu perubahan-perubahan pada Hb serta
perubahan dalam duktus arteriosus, foramen ovale dan dalam duktus venosus
(cabang vena umbilicalis yang langsung masuk vena cava inferior). Bila ada yang
menyaksikan denyut nadi tali pusat/detak jantung pada bayi yang sudah terlahir
lengkap, maka ini merupakan bukti suatu kelahiran hidup. Foramen ovale tertutup
bila telah terjadi pernapasan dan sirkulasi (satu hari sampai beberapa minggu).
Duktus arteriosus perlahan-lahan menjadi jaringan ikat (paling cepat dalam 24
jam) Duktus venosus menutup dalam 2-3 hari sampai beberapa minggu.
22
5. Isi Usus dan Lambung
Bila dalam lambung bayi ditemukan benda asing yang hanya dapat masuk
akibat reflek menelan, maka ini merupakan bukti kehidupan (lahir hidup). Udara
dalam lambung dan usus dapat terjadi akibat pernapasan wajar, pernapasan
buatan, atau tertelan. Keadaan-keadaan tersebut tidak dapat dibedakan. Cara
pemeriksaan yaitu esophagus diikat, dikeluarkan bersama lambung yang diikat
pada jejunum lekuk pertama, kemudian dimasukkan ke dalam air. makin jauh
udara usus masuk dalam usus, makin kuat dugaan adanya pernapasan 24-48 jam
post mortem, mekonium sudah keluar semua seluruhnya dari usus besar
6. Keadaan Tali Pusat
Yang harus diperhatikan pada tali pusat adalah pertama ada atau tidaknya
denyut tali pusat setelah kelahiran. Ini hanya dapat dibuktikan dengan saksi mata.
Kedua, pengeringan tali pusat, letak dan sifat ikatan, bagaimana tali pusat itu di
putus (secara tajam atau tumpul).
7. Keadaan Kulit
Tidak satupun keadaan kulit yang dapat membuktikan adanya kehidupan
setelah bayi lahir, sebaliknya ada satu keadaan yang dapat memastikan bahwa
bayi tersebut tidak lahir hidup yaitu maceration, yang dapat terjadi bila bayi sudah
mati in utero beberapa hari (8-10 hari). Hal ini harus dibedakan dengan proses
pembusukan yaitu pada maserasi tidak terbentuk gas karena terjadi secara steril.
Kematian pada bayi dapat terjadi waktu dilahirkan, sebelum dilahirkan atau
setelah terpisah sama sekali dari ibu. Bukti kematian dalam kandungan:
Ante partum rigor mortis yang sering menimbulkan kesulitan waktu
melahirkan
Meceration, yaitu perlunakan janin dalam air ketuban dengan ciri-ciri:
Warna merah kecoklatan (pada pembusukan warnanya hijau)
Kutikula putih, sering membentuk bula berisi cairan kemerahan
Tulang-tulang lentur dan lepas dari jaringan lunak
Tidak ada gas, baunya khas
Maserasi ini terjadi bila bayi sudah mati 8-10 hari dalam kandungan
23
2.5. Penyebab Kematian
Baik bayi lahir hidup (sudah bernapas) ataupun bayi lahir mati (belum
bernapas), harus ditentukan penyebab kematiannnya. Ada berbagai penyebab
kematian pada bayi, yaitu:8,9
A. Kematian wajar
1. Kematian secara alami
Imaturitas
Bayi yang lahir belum cukup matang dan mampu hidup di luar kandungan
sehingga mati setelah beberapa saat setelah lahir.
Penyakit kongenital
Bayi dengan cacat bawaan yang menyebabkan kelainan pada organ
internal seperti paru, jantung, dan otak. Biasa jika ibu mengalami sakit saat
mengandung seperti sifilis, tifus, campak, dan lain-lain.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi dari umbilikus, perut, anus dan genital.
3. Malfomasi
Kelainan pembentukan organ tubuh, misalnya pada anansefali
4. Penyakit plasenta
Pelepasan plasenta secara tidak sengaja dari dinding uterus dapat
menyebabkan kematian ibu dan bayi.
5. Spasme laring
Dapat terjadi apabila terdapat aspirasi mekonium atau pembesaran kelenjar
timus.
6. Eritoblastosis Fetalis
Pada ibu dengan rhesus negatif dan anak dengan rhesus positif akan terjadi
lisisnya sel darah anak karena reaksi antibodi rhesus ibu pada antigen anak,
biasa terjadi pada anak kedua.
B. Kematian akibat kecelakaan
a. Distosia
Kematian dapat terjadi karena adanya kompresi kepala bayi oleh pelvis
yang menyebabkan ekstravasasi darah ke selaput otak dan jaringan otak.
b. Jeratan tali pusat
24
Tali Pusat sering kali melilit pada leher bayi sehingga dapat menyebabkan
asfiksia karena tercekik.
c. Trauma
Hantaman yang keras pada perut wanita baik tumpul atau tajam dapat
menyebabkan kematian pada janin.ika ibu mati saat proses melahirkan
ataupun sebelum melahirkan, maka bayi harus dikeluarkan sesegera
mungkin karena bayi tidak akan bertahan lama. Jika ibu meninggal karena
penyakit kronis kemungkinan nyawa anak diselamatkan kecil, tetapi jika
ibu meninggal karena penyakit akut maka kemungkinan nyawa anak
diselamatkan lebih besar.
f. Kekerasan Tajam
Luka pada organ dalam seperti hati, jantung, dan otak akibat benda tajam
seperti gunting atau pisau akan menyebabkan luka fatal yang
menyebabkan kematian.8,9
28
Klavikula 1.5
Tulang Panjang (diafisis) 2
Iskium 3
Pubis 4
Kalkaneus 5-6
Manubrium Sterni 6
Talus Akhir 7
Sternum bawah Akhir 8
Distal femur Akhir 9 atau setelah lahir
Proksimal tibia Akhir 9 atau setelah lahir
Kuboid Akhir 9 setelah lahir
Bayi perempuan lebih cepat
30
Ukuran rahim pada saat post partum setinggi pusat. Sedangkan pada
6-7 hari pasca melahirkan yaitu setinggi tulang kemaluan dan kembali
ke ukuran semula setelah 2-3 minggu.
Getah nifas. Pada 1-3 hari post partum berwarna merah, 4-9 hari post
partum berwarna putih, 10-14 hari post partum getah nifas habis.
Robekan pada alat kelamin sembuh dalam 8-10 hari.
d. Pemeriksaan DNA
Cara ini merupakan cara yang canggih namun harus diinterpretasikan
dengan hati-hati. Hanya separuh DNA inti sel anak yang berasal dari ibu,
sedangkan yang lainnya berasal dari ayah. Sehingga apabila identitas ayah
tidak dapat ditemukan maka interpretasi hasil akan menjadi sangat sulit.
31
Penggunaan DNA mitokondria yang memiliki cara yang persis sama antara
ibu dan anak juga kurang memiliki kemampuan determinasi
32
Bab III
Penutup
3.1. Kesimpulan
1. Pengertian infantisida
Infantisida merupakan pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibu
kandung sendiri, segera setelah atau beberapa saat setelah dilahirkan karena
takut ketahuan bahwa ia melahirkan bayi.
2. Landasan hukum infantisida
Dasar hukum yang menyangkut pembunuhan anak sendiri, yaitu :
Dalam KUHP terdapat pasal-pasal yang berkaitan dengan pembunuhan
anak; yaitu pasal 341, 342, 343
Kinderdoodslag dilakukan tanpa rencana, sedangkan Kindermoord
dilakukan dengan rencana, sehingga hukuman Kindermoord lebih berat
dari pada Kinderdoodslag. Kesimpulannya, tindak pidana merampas
nyawa bagi bayi harus memenuhi syarat sebagai berikut :
o Pelaku harus ibu kandung
o Korban harus bayi anak sendiri
o Pembunuhan harus dilakukan pada saat dilahirkan atau tidak lama
kemudian
o Motif pembunuhan karena takut ketahuan telah melahirkan anak
3. Pemeriksaan kedokteran forensik infantisida (bayi post mortem)
Pemeriksaan kedokteran forensik pada kasus pembunuhan anak atau
yang diduga kasus pembunuhan anak ditujukan untuk memperoleh kejelasan di
dalam hal sebagai berikut :
Bayi viabel atau tidak
Bayi lahir hidup atau mati
Sebab kematian bayi
Lama hidup di luar kandungan
4. Pemeriksaan terhadap pelaku (suspect)
Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu lahir anak
33
Adanya bekas-bekas kehamilan seperti striae gravidarum, dinding
perut kendor, rahim dapat diraba di atas symphisis dan juga payudara
yang besar dan kecil
Adanya bekas-bekas persalinan seperti robekan perineum dan keluar
cairan lochea
Mencari data antropologi yang khas pada ibu dan anak
Memeriksa golongan darah ibu dan anak
Sidik jari DNA
34
DAFTAR PUSTAKA
35