Anda di halaman 1dari 38

Journal Reading

Reccurent Post Partum Depression and Infanticide:


A Case Report

Disusun oleh:
Christina 112015366
Lisa Sari 112015297
Veneranda Venny Grishela 112016170
Vinsensia Dini Bayuari 112017054
Ananta Yandini 1611901004
Desila Irma Susanti 1611901009

Dokter Penguji:
Dr. Bianti Hastuti Machroes, MH., Sp.KF

Residen Pembimbing:
Dr. Yudhitya Meglan

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya yang telah
memberikan berkah dan pengetahuan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Journal
Reading ini tentang “Reccurent Post Partum Depression and Infanticide: A Case Report”
yang diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu
Kedokteran Forensik.

Terimakasih kami ucapkan kepada dokter pembimbing yaitu dr. Bianti Hastuti Sp.KF
dan dr. Yudhitya Meglan yang telah bersedia membimbing kami, sehingga tugas ini dapat
selesai pada waktunya. Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
ataupun pengalaman bagi para pembaca.
Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Atas kritik dan
sarannya kami ucapkan terimakasih.

Semarang, 14 Desember 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................................... ii


Abstrak ..................................................................................................................................... 1
Laporan Kasus ......................................................................................................................... 2
Analisis Kasus .......................................................................................................................... 7
Kesimpulan .............................................................................................................................. 8
Bab I Pendahuluan ................................................................................................................... 9
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 9
1.2 Tujuan ........................................................................................................................ 10
1.2.1 Tujuan Umum ................................................................................................... 10
1.2.2 Tujuan Khusus .................................................................................................. 10
1.3 Manfaat Penulisan ...................................................................................................... 11
Bab II Tinjauan Pustaka ........................................................................................................... 11
2.1 Definisi Infantisida..................................................................................................... 11
2.2 Landasan Hukum Infantisida ..................................................................................... 13
2.3 Pemeriksaan Kedokteran Forensik Infantisida .......................................................... 15
2.4 Lahir Hidup atau Mati ................................................................................................ 18
2.5 Penyebab Kematian ................................................................................................... 24
2.6 Cukup Bulan dalam Kandungan ................................................................................ 26
2.7 Penentuan Usia Janin di Luar Kandungan ................................................................. 29
Bab III Penutup ....................................................................................................................... 33
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 33
Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 35

iii
Reccurent Post Partum Depression and Infanticide : a case report

Abstrak:

Bunuh diri dan pembunuhan anak sendiri adalah komplikasi paling parah dari
gangguan pasca melahirkan seperti depresi dan psikosis. Pembunuhan anak sendiri lebih
sering berkorelasi dengan usia ibu yang lebih muda, tekanan ekonomi, pengangguran dan
riwayat gangguan kejiwaan. Pembunuhan anak sendiri dapat dilihat dari beberapa bentuk
seperti pembunuhan bayi altruistik, terkait dengan bunuh diri ibu berikutnya, mungkin terkait
dengan gejala psikotik akut pada ibu, atau dapat terjadi pada kasus penganiayaan fatal
terhadap anak yang tidak diinginkan. Kami mempresentasikan kasus seorang wanita berusia
40 tahun yang didiagnosis dengan depresi pasca melahirkan (PPD) yang melakukan
pembunuhan anak sendiri setelah kelahiran anak ketujuhnya. Pasien memiliki riwayat
gangguan kejiwaan sehubungan dengan kehamilan sebelumnya karena beberapa di antaranya
mendapat bantuan medis namun tidak mengikuti pengobatan yang konstan. Pengelolaan
kasus ini sangat menantang dengan diagnosis cross-sectional awal yang ditetapkan pada saat
masuk (misalnya depresi pasca melahirkan) dan yang terakhir, yang dikembangkan secara
komprehensif oleh tim terapeutik, yang mencakup episode saat ini dalam kerangka
psikopatologis umum bersamaan dengan ciri kepribadian dan konteks sosial.

Kata kunci: depresi pasca melahirkan, gejala psikotik, pembunuhan anak sendiri.

Istilah pembunuhan anak sendiri, yang didefinisikan sebagai pembunuhan seorang


anak yang dilakukan oleh ibu di tahun pertama kelahiran, adalah tindakan kriminal yang
memiliki dampak psikopatologis dan konsekuensi sosial-keluarga yang penting. Perundang-
undangan Rumania menimpakan hal-hal berikut terkait pembunuhan anak:

1. Pasal 200 hukum pidana - pembunuhan terhadap bayi baru lahir yang dilakukan oleh
ibu dalam waktu 24 jam setelah kelahiran (yang dihukum dengan hukuman penjara 1
sampai 5 tahun jika ibu tersebut menderita gangguan kejiwaan)
2. Pasal 188 - Pembunuhan terhadap manusia (dihukum dengan penjara antara 10
sampai 20 tahun dan pelarangan beberapa hak) yang diselesaikan oleh pasal 199 yang
menyatakan bahwa jika tindakan kriminal dilakukan terhadap seorang anggota
keluarga, hukuman yang akan dipatuhi oleh pasal 188 meningkat seperempat.
Dalam tatanan psikiatri depresi pasca melahirkan dilampirkan dalam bab Major
Depressive Disorder, dengan spesifikasi onset peripartum dalam Manual Diagnostik dan
1
Statistik untuk Gangguan Mental - 5 ed. (DSM V) dan di bawah sindrom perilaku yang
terkait dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik dalam Klasifikasi Internasional Penyakit-
10 ed. (ICD- 10). DSM V menetapkan untuk PPD (depresi pasca melahirkan) onset bisa
terjadi kapan saja selama kehamilan sampai 4 minggu pertama setelah persalinan.

Prevalensi depresi pascamelahirkan adalah antara 10-15% dengan puncak tertinggi


terjadi pada 3 bulan pertama pasca persalinan, kerangka waktu yang sama dikaitkan dengan
sebagian besar pembunuhan anak sendiri (sekitar 58%).

Beberapa penelitian mencoba menjelaskan hubungan antara gejala klinis depresi


pascamelahirkan dan tindakan pembunuhan anak sendiri. Dengan itu, sebuah studi yang
menganalisis perbedaan antara wanita dengan dan tanpa gejala psikotik pada saat melakukan
pembunuhan anak (tindakan orang tua yang membunuh anaknya sendiri) menunjukkan
bahwa ibu dengan psikotik lebih cenderung memiliki riwayat atau sedang dalam perawatan
psikiatri, menganggur, bercerai atau berpisah dan pernah mengalami kehamilan sebelumnya
bila dibandingkan dengan ibu yang tanpa psikotik. Juga, pasien psikotik memiliki pemikiran
bunuh diri atau pembunuhan tentang anak-anak mereka sebelum melakukan tindakan
tersebut.

Studi lain yang menyebutkan pada sepuluh kasus pembunuhan anak sendiri
disimpulkan bahwa semua wanita menunjukkan gejala depresi berat pada saat pembunuhan,
gejala-gejalanya mencakup unsur psikotik dan pikiran untuk bunuh diri. Selain itu,
karakteristik lain dari kasus yang diajukan adalah hubungan yang berubah antara pasien
depresi dan ibu mereka sendiri yang dianggap menuntut, menolak dan tidak mendukung.

Sebuah analisis meta-analisis baru-baru ini tentang depresi pasca melahirkan


melaporkan bahwa prediktor terkuat gangguan tersebut adalah: riwayat gangguan kejiwaan
selama kehamilan, hubungan perkawinan yang buruk, dukungan sosial yang rendah, dan
peristiwa kehidupan yang penuh tekanan.

LAPORAN KASUS

Kami mempresentasikan kasus wanita berusia 40 tahun yang telah diakui sebagai
sebuah masalah darurat ke Klinik Psikiatri Kedua di Rumah Sakit Darurat County Cluj-
Napoca, dibawa oleh ambulans, polisi dan polisi militer setelah dia melemparkan putrinya
yang berusia 2 bulan dari balkon. Keluhan utama saat masuk di ruang psikiatri darurat
adalah: kegelisahan, penghindaran kontak visual, dan pengakuan bahwa "dia tidak pernah
2
menginginkan bayi ini, dia ingin melakukan aborsi tapi dia tidak bisa karena alasan tertentu".
Dia juga mengeluhkan fakta bahwa suasana hati dan tingkah lakunya semakin memburuk
segera setelah bayi itu lahir, dia merasa terbebani dan tidak dapat menjaganya, dia tidak
memiliki perasaan terhadap anak ini meskipun dia mencintai anak-anaknya yang lain dan dia
menolak untuk menyusui. Pasien tersebut setuju untuk dirawat di rumah sakit,
menandatangani informed consent untuk masuk secara sukarela di rumah sakit jiwa dan
semua pemeriksaan dilakukan dengan persetujuan pasien, anggota keluarganya, dengan
menghormati peraturan praktik klinis yang baik dan Deklarasi Helsinki.

Pemeriksaan kejiwaan yang dilakukan saat pengakuannya mengungkapkan hipotesis


negatif, delusi micromanic tentang ketidakberdayaan dan kehancuran, ketidakmampuan dan
rasa bersalah, delusi interpretasi dan inversi afektif terhadap bayi barunya.

Pemeriksaan fisik pasien berada dalam kisaran normal.

Berdasarkan penilaian awal, psikiater bertugas menegakkan diagnosa depresi berat


pasca melahirkan dengan gejala psikotik. Persalinan minggu kedelapan. Pembunuhan.

Kondisi keluarga dan sosial menunjukkan bahwa pasien adalah lulusan SMA, dia
tidak pernah memiliki pekerjaan; dia menikahi seorang warga asing Timur Tengah yang
memiliki 7 anak termasuk anak terakhir yang lahir pada bulan Agustus 2015. Sampai Juni
2015 dia tinggal di negara suaminya dengan 4 anak mereka. Sebelum kelahiran anak
perempuan terakhirnya, dia pindah ke Rumania bersama dua putrinya yang lebih muda dan
dia tinggal dengan ibunya karena alasan keuangan dan perkawinan.

Sejarah medis dan psikiatri mengungkapkan 3 episode depresi sebelumnya di tahun


2004, 2008 dan 2011, yang kesemuanya didokumentasikan di file kejiwaan pasien yang
diterima dari psikiater yang merawat pasien di negara suaminya. Lalu, pada tahun 2004
ketika pasien mengharapkan anak keempatnya, dia pernah mengalami perasaan dan gejala
kesedihan yang tidak biasa, penolakan terhadap bayi dan keluarga, kurangnya minat untuk
rumah tangga dan kebersihan diri dan tersiksa. Gejala ini berlangsung selama dua minggu
dan hilang tanpa intervensi kejiwaan. Pada tahun 2008, setelah kelahiran anak laki-lakinya
yang kelima, pasien tersebut menunjukkan gejala yang sama sama namun kali ini lebih parah
dan tidak terkendali (dia mengisolasi dirinya sendiri, terganggu oleh suara bising atau tawa,
dia ingin menyingkirkan bayinya, Dia bahkan mengancam untuk membunuhnya dua kali
dengan melemparkannya ke tangki air), jadi dia mencari bantuan psikiatri. Dia didiagnosis
3
menderita depresi pasca melahirkan dan memakai obat antipsikotik (Amisulpride) dan obat
lain yang tidak dapat diingat pasien, perawatan dijalani selama empat bulan saat pasien
merasa lebih baik dan menghentikannya. Menyadari ancaman yang akan segera terjadi
terhadap keselamatan bayi dan situasi yang tegang, sang suami disarankan dan membawa
bayi itu ke keluarga yang merawatnya selama 3 minggu, pasien dapat mengunjunginya dari
permintaan kapan pun. Pada tahun 2011 pasien melahirkan anak keenam dan sepuluh hari
kemudian dia mengalami gejala kesedihan, kekhawatiran terus-menerus tentang bayi (apakah
dia tidur, makan, merasa sehat), menangis, melupakan, tidak bisa fokus, kurangnya minat,
kebosanan, keputusasaan, kelelahan, mudah tersinggung, perasaan bersalah berhubungan
dengan bayi, sensasi napas berat dan kematian yang akan segera terjadi. Pasien juga
menunjukkan pikiran untuk bunuh diri (dia berpikir untuk minum obat agar mati) dan
keinginan untuk menyingkirkan bayi yang baru lahir (untuk membuangnya ke tempat
sampah). Dia kehilangan nafsu makan dan menjadi kurus dan dia tidur dengan buruk karena
selalu memiliki mimpi buruk tentang bayi itu. Gejala psikotik seperti halusinasi pendengaran
(suara pendengaran seperti seseorang ada di pintu) juga hadir selama episode ini. Dia
mengajukan permohonan layanan medis psikiaternya dan diterapi kembali dengan
antipsikotik (Amisulpride), antidepresan trisiklik (Amitriptiline), obat penenang
benzodiazepin (Diazepam) dan obat lain yang tidak dapat diingat oleh pasien; Dia mengambil
perawatan itu selama dua minggu dan memotongnya tanpa menemui dokter.

Sesaat sebelum penghentian pengobatan, gejala muncul kembali dan pasien menemui
psikiater lain mengeluh tentang keputusasaan, hipersensitivitas, mudah tersinggung, sesak
napas, terisolasi. Dia juga menyatakan bahwa dia membenci anak-anaknya, terutama bayi
yang baru lahir. Dia kembali didiagnosis menderita depresi pasca melahirkan dan diawali
dengan obat penenang benzodiazepin (Bromazepam 3 mg / hari). Selama episode ini, ibu
dipisahkan dari bayinya selama 6 bulan sampai dia merasa lebih baik.

Pada bulan agustus 2015, kira-kira 2 hari setelah kelahiran ke-7, di kota asalnya,
pasien tersebut menunjukkan hipertimia negatif, menangis, delusi ketidakmampuan,
keputusasaan, kehancuran, pembalikan yang tepat terhadap bayi baru lahir, ketakutan dalam
konteks delusional, penghindaran peran ibu, insomnia, alasan dimana pasien awalnya dibantu
oleh ginekolognya dan segera mencari psikiater yang memulai pengobatan antidepresan
(Amitriptilin) dan obat penenang (Bromazepam); dia patuh pada pengobatan namun
gejalanya memburuk dalam tiga minggu berikutnya dan pasien menjadi sangat mudah

4
tersinggung dan cepat marah dengan halusinasi pendengaran yang imperatif sehingga dia
kembali ke dokter di mana antipsikotik (Olanzapine 5mg / hari) ditambahkan ke terapi untuk
7 hari berikutnya. Seiring perubahan ini, halusinasi menjadi semakin jarang terjadi, namun
delusi, insomnia, dan inversi negatif masih ada. Pasien melanjutkan perawatan antidepresan
itu sendiri dengan peningkatan intensitas simtomatologi yang memuncak dengan tindakan
pembunuhan bayi yang dilakukan pada hari dia masuk ke rumah sakit kami (suatu
perselisihan hebat melalui telepon dengan suaminya dan beberapa ancaman eksplisit
mengenai maksud dan metode pembunuhan yang ditangani untuk ibunya).

Selama dirawat di rumah sakit, pasien menjalani pengobatan awal dengan obat
antidepresan (antidepresan trisiklik pada awalnya - Amytriptiline - diikuti oleh antidepresan
ganda - Venlafaxine), antipsikotik tipikal dan atipikal (Levomepromazine dan Olanzapine),
anxiolytics and sedatives (Lorazepam dan Diazepam) dengan remitansi progresif dari
halusinasi pendengaran imperatif, delusi dan hyperthymia negatif dan perbaikan signifikan
pada insomnia tapi dengan amnesia peristiwa traumatis, sikap bingung dan aborsi efektif dari
tindakan pembunuhan anak sendiri.

Beberapa penilaian psikologis dilakukan selama rawat inap; yang pertama terdiri dari
tes yang menilai fungsi intelektual, depresi dan sifat kepribadian. Lalu, The Raven Standard
Progressive Matrices menunjukkan potensi intelektual rendah (IQ = 97), Skala Penilaian
Depresi Hamilton (HDRS) dan Beck Depression Inventory (BDI) menunjukkan skor yang
konsisten dengan depresi berat (masing-masing 30 dan 33 poin). Tes Szondi (tes kepribadian
proyektif) mengungkapkan hasil berikut ini: gangguan parah di area kontrol yang efektif,
tidak stabil keseimbangannya, akumulasi kemarahan dan kebencian tanpa mekanisme kontrol
yang positif; ego yang ditekan dan biasanya kompulsif; Ego yang depersonal, keinginan
untuk membalas dendam, cemburu, pembunuhan, tindakan bunuh diri; kontak dengan
kenyataan mengungkapkan rasa takut kehilangan dukungan yang efektif, kebutuhan untuk
dicintai dan dilindungi dan tidak toleran terhadap frustrasi. Penilaian kepribadian yang
dilakukan dengan Wawancara Klinis Terstruktur untuk Gangguan DSM Axis II (SCID-II)
menunjukkan keasyikan untuk ketertiban, perfeksionisme, kurangnya toleransi terhadap
frustrasi dan episode agresi verbal dan fisik terhadap anak-anaknya.

Laporan kedua evaluasi psikologis diselesaikan oleh psikolog dari Institute of Legal
Medicine lebih dari sepuluh hari setelah pembunuhan bayi. Tes terapan adalah Raven
Standard Progressive Matrices (IQ = 97), tes penilaian bakat kognitif EVIQ secara umum,
5
Inventaris Multiaxial Milton Clinical, State-Trait Anxiety Inventory, Beck Depression
Inventory, Positive and Negative Syndrome scale PANSS (semuanya ada di bawah klinis
rata-rata), Cognitive Aptitudes Tests Battery (52% - di atas rata-rata klinis) dan Kuesioner
Kesehatan Mental (skor 60-setara dengan Penilaian Global Skala Berfungsi-GAFS).

Berdasarkan penilaian klinis dan psikologis, pada saat dikeluarkannya pasien,


psikiater menegakkan diagnosis gangguan mental dan perilaku berat yang berkaitan dengan
masa nifas. Gangguan depresi berulang episode berat saat ini dengan gejala psikotik.
Gangguan kepribadian anankastik dan impulsif tercampur. Pembunuhan anak. Situasi orang
tua atipikal. Hubungan yang sulit dengan suami atau pasangannya.

Selama dirawat di rumah sakit, pasien dievaluasi oleh komisi keahlian medis resmi
yang mengeluarkan laporan akhir dengan 3 kesimpulan: 1. Diagnosis yang telah ditetapkan;
2. Tidak adanya ketajaman pada saat melakukan pembunuhan bayi dan 3. Rekomendasi
untuk rawat inap wajib sesuai dengan peraturan undang-undang pasal 110.

Setelah laporan akhir ini, kami mengajukan sebuah tindakan yang ditujukan kepada
arahan umum bantuan sosial dan perlindungan anak dengan permintaan dari sudut pandang
sehubungan dengan situasi keluarga pasien saat ini. Jawaban mereka menyimpulkan bahwa
pasien mampu dan bertanggung jawab untuk meningkatkan dan mendukung dua anak
kecilnya.

Pengadilan menolak rekomendasi dari komisi ahli hukum mengenai rawat inap wajib
dan 11 bulan kemudian, hal tersebut juga menolak ucapan intimidasi terhadap penuntutan
mengenai langkah-langkah keselamatan yang dikemukakan oleh undang-undang pasal 109
(perawatan medis wajib).

30 hari setelah sesampainya di rumah sakit pasien dipulangkan dan kembali ke


keluarganya. Pada tahun berikutnya, dia hadir secara reguler untuk mengambil resep
medisnya dan mengalami dua episode depresif yang memerlukan rawat inap (gejala
penyesalan dan kesedihan yang mendalam yang terjadi pada saat-saat sugestif-tanggal
kelahiran dan pembunuhan bayi) di antara tanda-tanda yang mengganggu lainnya seperti
apatis, keputusasaan, mudah tersinggung terhadap anak-anaknya dan kesulitannya dalam
memenuhi tugas sehari-hari.

ANALISIS KASUS
6
Kasus yang diajukan menimbulkan beberapa isu. Dari sudut pandang medis, pasien
mengalami gejala depresi sebelumnya, pikiran bunuh diri dan bunuh diri yang mengganggu
yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan sebelumnya. Terjadinya eksaserbasi
gejala depresi dan adanya unsur psikotik seperti halusinasi pendengaran imperatif
menyebabkan saat bayi dibunuh. Selain diagnosis utama, pasien memiliki ciri kepribadian
yang konsisten dengan gangguan kepribadian campuran, sebuah asosiasi yang diketahui
meningkatkan risiko tindak pidana. Bersamaan dengan sejarah kejiwaan, aspek sosial,
ekonomi dan keluarga lainnya (pengangguran, masalah keuangan, dan konflik perkawinan)
mewakili faktor risiko yang signifikan untuk pembunuhan bayi dalam kasus kami, seperti
dalam kasus-kasus yang melibatkan pembunuhan bayi oleh ibu kandung. Dalam kasus seperti
itu, pemantauan yang sangat hati-hati diperlukan dalam kemungkinan kehamilan baru.
Pemantauan ini harus dimulai bersamaan dengan kehamilan yang dikonfirmasi sampai risiko
komplikasi ibu / bayi dapat dikesampingkan dan harus melibatkan tim multidisiplin yang
terdiri dari ginekolog, psikiater, psikolog, dan perawat sosial. Aspek hukum dan sosial juga
penting dalam kasus tersebut. Data literatur medis Rumania langka mengenai patologi ini
namun data dari surat kabar internasional menunjukkan bahwa wanita yang melakukan
pembunuhan pada anak sendiri biasanya diwajibkan untuk melakukan perawatan medis di
negara-negara Eropa barat atau dihukum hukuman yang lebih berat di Amerika Serikat.
Pasien kami sekarang tinggal dengan tiga anak-anaknya (dua anak perempuan dan anak laki-
laki) dan bahkan jika dia tidak diwajibkan oleh pengadilan, dia menyiapkan resep bulanan
untuk keperluan medisnya. Sepengetahuan kami, tidak ada intervensi layanan sosial untuk
menilai situasi keluarga saat ini dan hubungan dalam keluarga mereka.
Kesulitan utama terutama bergantung pada penilaian diagnosis pasien tentang
pembunuhan tersebut, ketika sebagian besar tanda dan motifnya kurang jelas. Argumentasi
diagnosis yang lebih luas yang ditetapkan oleh psikiater dari rumah sakit mempertimbangkan
jenis onset berulang dari setiap episode dengan atau tanpa hubungan dengan kehamilan,
melahirkan anak; Berbagai gejala tampilan, mulai dari depresi ringan, depresi diri hingga
depresi berat dengan / tanpa gejala psikotik. Oleh karena itu, episode yang diikuti oleh
pembunuhan bayi bisa dikaitkan dengan konteks khusus periode perinatal namun dalam
penyakit rekuren; Episode pertama terbatas pada diri sendiri tetapi hal-hal berikut cukup
parah untuk menyebabkan tekanan subjektif, risiko bunuh diri / pembunuhan, bertahan lama
dan segera muncul lagi penghentian pengobatan. Poin penting dari kasus ini adalah: depresi
pasca melahirkan telah didiagnosis dan antidepresan namun juga pengobatan antipsikotik
7
direkomendasikan satu dua persidangan terakhir dan perlindungan terhadap ancaman
pembunuhan yang baru lahir dengan pemisahan sementara telah dilakukan. Episode depresif
terakhir, meski sejalan dengan dua yang sebelumnya, hanya bermanfaat sementara dari
pengobatan antipsikotik dan tidak ada dukungan sosial dari ibu dan anak-anak.

KESIMPULAN
Pembunuhan anak sendiri adalah komplikasi postpartum yang jarang namun sangat
parah, komplikasi yang mungkin terjadi kapan saja selama kehamilan dan persalinan empat
minggu satu persalinan. Kerangka luas DSM-V menegaskan diagnosis-diagnosis gangguan
mood secara hati-hati, tingkat keparahannya, memungkinkan untuk menentukan apakah ada
onset peri / postpartum, tingkat keparahan episode, ada tidaknya fitur psikotik. Pilihan ini
mengizinkan kebebasan diagnostik koheren yang bervariasi, seperti pada kasus pasien kami,
yang mengembangkan dua episode depresi berat lebih lanjut pada tiga depresi peripartum,
dengan alasan gangguan mood berulang. Wanita yang menampilkan risiko semacam itu harus
dievaluasi dan dipantau secara hati-hati untuk menghindari konsekuensi tragis seperti itu
bahkan saat melahirkan, dengan penilaian spesifik mengenai faktor risiko bunuh diri /
pembunuhan.
Kepentingan konflik. Penulis menyatakan bahwa mereka tidak memiliki kepentingan
konflik dalam hal artikel ini.

8
Bab I
Pendahuluan

1.1. Latar Belakang


Anak adalah individu unik yang tidak dapat disamakan dengan orang dewasa, baik
dari segi fisik, emosi, pola pikir, maupun perlakuan terhadap anak membutuhkan spesialisasi
perlakuan khusus dan emosi yang stabil. Anak adalah penerus cita-cita perjuangan bangsa,
bapak masa depan, dan pewaris keturunan.
Kasus pembunuhan anak sendiri akhir-akhir ini kian marak karena semakin bebasnya
pergaulan dan semakin kurangnya perhatian orang tua terhadap anaknya. Menurut KUHP
pembunuhan anak sendiri adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anaknya
ketika dilahirkan atau tidak berapa lama setelah dilahirkan, karena takut ketahuan ia
melahirkan anak. Di negara hukum seperti Indonesia, hal ini merupakan suatu tindak pidana
yang dapat dikenakan sanksi penjara pada ibu kandung yang membunuh anaknya sendiri
ataupun pada orang yang membantunya.
Cara pembunuhan yang paling sering digunakan dalam kasus pembunuhan anak
sendiri adalah dengan membuatt keadaan asfiksia mekanik yaitu dengan melakukan
pembengkapan, pencekikan, penjeratan, dan penyumbatan. Menurut data pada tahun 2008,
dilaporkan bahwa sebanyak 90 hingga 95% dari kurang lebih 30 hingga 40 kasus
pembunuhan anak sendiri setiap tahunnya dilakukan dengan cara asfiksia mekanik. Bentuk
pembunuhan anak sendiri yang biasa dilakukan adalah pembunuhan dengan menggunakan
benda tumpul di kepala dengan persentasi kejadian 5 hingga 10% dan pembunuhan dengan
benda tajam yaitu sekitar 1 kasus setiap 6 hingga 7 tahun.1
Masih tingginya angka kejadian pembunuhan anak sendiri di Indonesia merupakan
latar belakang untuk dibuatnya referat mengenai infantisida ini. Dalam referat ini akan
dibahas mengenai definisi, landasan hukum, ciri-ciri, serta hal-hal yang berhubungan dengan
infantisida. Diharapkan dengan adanya referat ini kita bisa menambah wawasan mengenai
infantisida.

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan umum
Mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai infantisida.

9
1.2.2. Tujuan khusus
1. Mengetahui definisi infantisida
2. Mengetahui landasan hukum infantisida
3. Mengetahui cara penentuan usia janin di luar kandungan
4. Mengetahui pemeriksaan kedokteran forensik terhadap kecurigaan kasus
infantisida.

1.3. Manfaat penulisan


1.3.1. Bagi Hukum
Memberikan penerangan mengenai landasan hukum dari infantisida dengan
segala aspek yang mempengaruhinya demi menindaklanjuti kasus-kasus
dugaan infantisida.
1.3.2. Bagi Masyarakat
Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai infantisida dan mampu
mengenali kasus dugaan infantisida.
1.3.3. Bagi Instansi Kesehatan
Menambah wawasan mengenai infantisida serta memberikan penjelasan
mengenai cara penanganan kasus dugaan infantisida dan segala aspek yang
mempengaruhinya.

10
Bab II
Tinjauan Pustaka

2.1. Definisi Infantisida


Pembunuhan bayi merupakan sebutan yang bersifat umum bagi setiap
perbuatan merampas nyawa bayi di luar kandungan, sedangkan infantisida (yang
dikenal di negara-negara Common Law) merupakan sebutan yang bersifat khusus bagi
tindakan merampas nyawa bayi yang belum berumur satu tahun oleh ibu kandungnya
sendiri atas motif takut ketahuan melahirkan anak. Pengkhususan motif infantisida ini
diberlakukan di Indonesia yang disebut Kinderdoodslag dan Kindermoord yang
dibedakan berdasarkan ada tidaknya rencana, di mana kinderdoodslag dilakukan
tanpa perencanaan sedangkan kindermoord dilakukan dengan perencanaan. Hal ini
membuat hukuman terhadap kindermoord lebih berat daripada kinderdoodslag.
Pengkhususan lain berkaitan dengan saat dilakukannya pembunuhan, yaitu saat
dilahirkan atau tidak lama kemudian. Hanya saja, sampai kapan batas “tidak lama
kemudian” itu tidak dijelaskan.2
Pengertian infantisida berdasarkan beberapa literatur dibagi atas:
 Neonatisida
Dapat didefinisikan sebagai pembunuhan anak secara sengaja dalam 24 jam
pertama kehidupannya, yang umumnya dilakukan oleh sang ibu, dan dilakukan
segera setelah anak dilahirkan. Umumnya neonatisida merupakan suatu tindakan
yang dilakukan oleh satu individu tanpa saksi yang melihat. Tujuan dari tindakan
ini adalah untuk menyembunyikan fakta bahwa ibu tersebut pernah melahirkan
anak, atau untuk membunuh anak yang tidak diinginkan.
 Infantisida
Didefinisikan sebagai pembunuhan anak secara sengaja yang dilakukan diatas 24
jam pertama kehidupannya. Metode yang digunakan biasanya jauh berbeda
dengan kasus neonatisida, serta biasanya terdapat campur tangan pihak lain seperti
suami, teman laki- laki, ataupun pengasuh dalam tindak pembunuhan tersebut.

Berdasarkan Byard dan Roger W. pengertian infantisida adalah pembunuhan


bayi yang terjadi antara usia 1 bulan sampai dengan 1 tahun kehidupannya.

11
Sedangkan neonatisida adalah pembunuhan bayi yang terjadi pada kurang dari 24
jam, atau kurang dari 28-30 hari setelah kelahiran.
Pada prakteknya, kebanyakan neonatisida terjadi langsung setelah ibu
melahirkan bayi, dengan motif berusaha menutupi kehamilan dan kelahirannya.
Pelaku biasanya adalah wanita muda, lajang, dengan tingkat pendidikan yang rendah,
dan tidak mempunyai rekaman tindak kejahatan. Mereka biasanya akan mencoba
melakukan aborsi.
Alasan melakukan tindakan neonatisida ini antara lain adalah rasa takut akan
kehilangan pekerjaan, tidak ingin mengurus anak, kemiskinan, dan psikosis. Wanita
muda yang masih lajang biasanya takut untk mengungkapkan tentang kehamilannya
kepada keluarga oleh karena malu dan rasa takut akan hukuman dan penolakan yang
akan diterimanya.
Substansi infantisida diatur dalam English Infanticide Act 1983 (Section I):
“dimana seorang wanita baik secara sengaja atau karena kelalaian menyebabkan
kematian pada bayi berusia kurang dari 12 bulan. Namun jika pada saat itu juga
keseimbangan pikirannya terganggu setelah melahirkan atau efek laktasi, dia bisa
dihukum seolah melakukan pembunuhan secara tidak sengaja pada bayi.”
Perlu diperhatikan bahwa:
 Hal tersebut hanya berlaku bagi ibu, bukan ayah atau kerabat lain
 Bayi tersebut harus berusia kurang dari 1 tahun, meskipun faktanya kebanyakan
infatisida terjadi pada beberapa jam bahkan menit setelah bayi tersebut dilahirkan
 Harus memiliki kemampuan hidup diluar janin tanpa bantuan alat
 Kematian disebabkan karena kesengajaan atau kelalaian ibu
Yang dimaksud dengan pembunuhan anak sendiri menurut undang- undang di
Indonesia adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anaknya pada
ketika dilahirkan atau tidak lama setelah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia
melahirkan anak.
Ada 4 faktor penting yang dapat dilihat, yaitu:
 Ibu: hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan pembunuhan
anak sendiri. Tidak dipersoalkan apakah ia telah menikah atau belum.
Sedangkan bagi orang lain yang melakukan atau turut membunuh anak
tersebut dihukum karena pembunuhan atau pembunuhan berencana, dengan
hukuman yang lebih berat.
12
 Korban. Korban harus bayi anak sendiri/anak kandung.
 Waktu. Dalam undang- undang tidak disebutkan batasan waktu yang tepat,
tetapi hanya dinyatakan “pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian”.
Sehingga boleh dianggap pada saat belum timbul rasa kasih sayang seorang
ibu terhadap anaknya. Bila rasa kasih saying tersebut sudah timbul, maka ibu
akan merawat dan tidak membunuh bayinya itu.
 Psikis. Ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa ketakutan akan
diketahui telah melahirkan anak. Biasanya anak yang didapatnya itu berasal
dari hubungan yang tidak sah.
2.2. Landasan Hukum Infantisida
Dalam KUHP, pembunuhan anak sendiri tercantum di dalam bab kejahatan
terhadap nyawa orang. Adapun bunyi pasal tersebut adalah:
 Pasal 341
“ Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak ada saat anak
dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa
anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara
paling lama 7 tahun.”
 Pasal 342
“ Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut
akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau
tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan
pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama
9 tahun.”
 Pasal 343
“ Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang
lain yang turut serta melakukan sebabgai pembunuhan atau pembunuhan
dengan rencana.
 Pasal 181
“ Barang siapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau
menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian atau
kelahirannya, diancam dengan pidana penjara selama 9 bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”

13
 Pasal 308
“ Jika seorang ibu karena takut akan diketahui orang tentang kelahiran
anaknya, tidak lama sesudah melahirkan, menempatkan anaknya untuk
ditemukan atau meninggalkannya dengan maksud untuk melepaskan diri dari
padanya, maka maksimum pidana tersebut dalam pasa 305 dan 306 diurangi
separuh.”
 Pasal 305
“ Barang siapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh tahun untuk
ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud untuk melepaskan diri
daripadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.”
 Pasal 306
“ (1) Jika salah satu perbuatan berdasarkan pasal 304 dan 305 itu
mengakibatkan luka- luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara
paling lama 7 tahun 6 bulan. (2) Jika mengakibatkan kematian, pidana penjara
paling lama 9 tahun.”

Untuk memenuhi kriteria pembunuhan anak sendiri, dengan sendirinya bayi


atau anak tersebut harus dilahirkan hidup setelah seluruh tubuhnya keluar dari tubuh
ibu. Bila bayi lahir mati kemudian dilakukan tindakan membunuh, maka hal ini
bukanlah pembunuhan anak sendiri atau pembunuhan. Juga tidak dipersoalkan apakah
bayi yang dilahirkan merupakan bayi yang cukup bulan atau belum, maupun viable
dan non- viable.
Kesimpulannya, tindak pidana merampas nyawa bayi yang bersifat
pembunuhan tanpa rencana ( Kinderdoodslag) dan pembunuhan dengan rencana
(Kindermoord), harus memenuhi syarat sebagai berikut:
 Pelaku harus ibu kandung, tidak dipersoalkan status pernikahannya
 Korban harus bayi anak kandung sendiri
 Pembunuhan harus dilakukan pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian
 Motif pembunuhan karena takut ketahuan telah melahirkan anak, biasanya
anak yang dilahirkan merupakan hasil dari hubungan luar nikah
Jika pembunuhan bayi tidak memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai
Kinderdoodslag ataupun Kindermoord seperti yang disebutkan di atas, maka
pembunuhan tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana perampasan nyawa yang
14
bersifat umum, sebagaimana diuraikan dalam pasal 338 dan 340 KUHP dengan
hukuman yang jauh lebih berat.
Adapun bunyi kedua pasal tersebut adalah:
 KUHP pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun
 KUHP pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampaas
nyawa orang lain, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

2.3. Pemeriksaan Kedokteran Forensik


Pada saat pemeriksaan jenazah bayi pada kasus curiga infantisida, dokter
harus memeriksa beberapa hal, yaitu:
1. Bayi tersebut viabel atau tidak
Terdapat beberapa pendapat yang berbeda mengenai definisi bayi viabel
berdasarkan literatur yang berbeda. Menurut Roger W. Byard (2004), seorang
bayi dikatakan viabel apabila dilahirkan dengan usia gestasi >28 minggu dan tidak
terdapat cacat bawaan berat yang dapat mengancam kehidupan.2
Berdasarkan Knight dan Bernard (2004) yang sebelumnya mengacu
kepada Infant Life 1929 mengenai kematian anak di mana seorang bayi dikatakan
viabel apabila dilahirkan dengan usia gestasi >28 minggu, saat ini khususnya di
Inggris bayi viabel diturunkan menjadi >24 minggu. Hal tersebut ditetapkan
karena dianggap seorang bayi yang lebih muda tanpa cacat bawaan yang berat
dapat bertahan hidup dengan bantuan hidup intensif.3
Di Indonesia juga terdapat beberapa pendapat berbeda mengenai batasan
di mana seorang bayi dapat dikatakan viabel atau non viabel. Berdasarkan
Budiyanto, dkk (1997), seorang bayi didefinisikan sebagai bayi yang dapat hidup
di luar kandungan lepas dari ibunya, bila memenuhi kriteria sebagai berikut:5
 Usia kehamilan >28 minggu
 Panjang badan kepala-tumit >35 cm
 Berat badan >1000 gram
 Lingkar kepala >32 cm
15
 Tidak ada cacat bawaan yang fatal
Berdasarkan Idries A.M. (1997), bayi yang viabel adalah keadaan bayi
atau janin yang dapat hidup di luar kandungan lepas dari ibunya tanpa bantuan
alat hidup yang canggih. Bayi dikatakan viabel merupakan seorang bayi yang
memenuhi persyaratan terukur maupun yang tidak dapat diukur. Tanda-tanda yang
dapat diukur antara lain:8
 Umur kehamilan >28 minggu
 Panjang badan kepala-tumit >35 cm
 Panjang badan kepala-bokong 30-33 cm
 Berat badan sekitar 500-3000 gram
 Lingkar kepala sudah mencapai 33 cm
Sedangkan tanda yang tidak dapat diukur antara lain:8
 Jenis kelamin sudah dapat dikenali
 Bulu badan, alis, dan bulu mata sudah tumbuh
 Kuku sudah melewati ujung jari, dengan menggesek ujung kuku pada kulit
pemeriksa
 Inti penulangan sudah terbentuk minimal pada tulang kalkaneus dan kalus
(menandakan usia kehamilan kurang lebih 7 bulan)
 Pertumbuhan gigi sudah sampai tahap kalsifikasi8
2. Bayi lahir hidup atau mati
Dengan melihat ada atau tidaknya tanda-tanda bayi lahir hidup dan mati.
Tanda-tanda bayi lahir hidup dengan menilai cara pernafasannya. Pada bayi yang
sistem bernafasnya pernah bernafas, ditemukan:8
 Dada sudah mengembang
 Tulang iga terlihat lebih mendatar
 Sela iga melebar
 Paru-paru telah memenuhi rongga dada
 Tepi paru tumpul
 Warna paru berubah dari livid menjadi bercak-bercak pink seperti mozaik
(mottled pink) karena terisinya alveolus dengan udara maka membuat darah
mengalir pada pembuluh darah

16
 Uji apung paru (Docimasia Pulmonum Hidrostatica) hasilnya positif jika
parunya mengapung. Akan tetapi, pada bayi lahir mati yang sudah
pembusukan, akan memberikan hasil positif palsu. Maka untuk membedakan
keduanya dilakukan pengeluaran udara pembusukan yaitu dengan memberikan
tekanan yang besar pada potongan paru tersebut sehingga udara hasil
pembusukan akan keluar sedangkan udara pernafasan akan tetap berada pada
alveolus.8
Namun, uji apung paru ini tetap meragukan karena masih ada
kemungkinan bayi bernafas meskipun masih di dalam uterus atau vagina
(vaginitus uterus atau vaginitus vaginalis) kemudian meninggal saat dilahirkan
secara lengkap sehingga bayi tetap dinyatakan lahir mati. Hasil meragukan juga
bisa terjadi pada bayi yang telah diberikan nafas buatan sehingga terjadi
pernafasan parsial. Oleh karena itu, dibutuhkan pemeriksaan lain, yaitu:8
 Ditemukan makanan atau bakteri di dalam usus
 Uji apung lambung-usus (uji Breslau) yang pelaksanaannya mirip dengan uji
apung paru. Pada keadaan bayi lahir hidup, akan terdapat udara dalam usus
bayi karena pada saat dia menangis atau hidup ada beberapa udara yang
tertelan sehingga akan memberikan hasil yang positif pada uji Breslau.
Pemeriksaan ini juga tidak dapat dilakukan pada saat sudah terjadi
pembusukan.
 Uji telingan tengah (uji Wreden Wendt) yaitu dengan menusuk telinga tengah
bayi di dalam bejana berisi air, hingga terlihat gelembung udara pada bayi.
Pada bayi yang sudah bernafas telinga tengahnya berisi udara.8
3. Lama hidup di luar kandungan
Setelah diketahui bayi lahir hidup, maka selanjutnya perlu diamati berapa
usia bayi dan berapa lama bayi hidup di luar kandungan. Usia bayi dapat dihitung
menggunakan rumus de Hass yaitu untuk 5 bulan pertama panjang kepala sampai
tumit (cm) adalah kuadrat dari umur (bulan). Untuk mengetahui lama hidup di
luar kandungan dapat dinilai juga dari:8
 Kondisi bayi, masih kotor atau sudah dirawat
 Mekonium yang akan keluar dari usus maksimal dalam 2 hari
 Tingkat proses pelepasan tali pusat
 Ikterus yang akan tampak pada hari ke-4 – 10
17
 Terdapat udara pada usus kecil (1 jam setelah lahir), duodenum (6-12 jam
pasca lahir) dan usus besar (12-24 jam pasca lahir).8
4. Sebab kematian
Penentuan sebab kematian dapat dilihat dari tanda-tanda jeratan, luka,
ataupun tanda kekerasan lain pada tubuh bayi. Cara yang paling sering dilakukan
adalah dengan pembekapan dan penjeratan.8
5. Apakah sudah ada tanda-tanda perawatan
Jika sudah tampak tanda perawatan maka pembunuhan yang dilakukan
oleh ibu tidak dapat dikatakan sebagai infanticide, tetapi pembunuhan biasa.
Tanda perawatan tersebut antara lain:
 Pemotongan tali pusat dengan alat. Dapat dilihat pada ujung pemotongan tali
pusat terlihat rata, apabila tidak dapat dinilai karena sudah mengelisut
penilaian dilakukan dengan memasukkan ujung tali pusat di dalam air.
Sehingga dapat terlihat apakah ujung pemotongan tersebut rata atau terkoyak
 Verniks kaseosa pada leher, lipat ketiak, dan lipat paha sudah dibersihkan
 Adanya ASI atau susu dalam lambung
 Adanya pakaian yang dikenakan oleh bayi

2.4. Lahir hidup atau mati


Pada pemeriksaan mayat bayi baru lahir, harus dibedakan apakah ia lahir
hidup atau lahir mati. Lahir hidup (live birth) adalah keluar atau dikeluarkannya hasil
konsepsi yang lengkap, yang setelah pemisahan, bernapas atau menunjukan tanda
kehidupan lain, tanpa mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belumnya tali pusat
dipotong dan ari dilahirkan. Lahir mati (Still Birth) adalah kematian hasil konsepsi
sebelum keluar atau dikeluarkan dari ibu, tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik
sebelum ataupun setelah kehamilan berumur 28 minggu dalam kandungan). Kematian
ditandai oleh janin yang tidak bernapas atau tidak menunjukan tanda kehidupan lain,
seperti denyut jantung, denyut nadi tali pusat atau gerakan otot rangka.
Berikut adalah tanda-tanda kehidupan pada bayi yang baru dilahirkan:
1. Pernafasan
2. Menangis
3. Pergerakan otot
4. Sirkulasi darah dan denyut jantung serta perubahan hemoglobin
18
5. Isi usus
6. Keadaan tali pusat

1. Pernafasan
Pernafasan yang terjadi saat bayi lahir mengakibatkan perubahan letak
diafragma dan sifat paru-paru, diantaranya
a. Letak diafragma
Pada bayi yang sudah bernafas, letak diafragma setinggi iga ke-5 atau
ke-6. Sedangkan pada yang belum bernafas setinggi iga ke-3 atau ke-4.
b. Gambaran makroskopik paru
Paru-paru bayi yang sudah bernafas mengisi rongga dada dan
menutupi sebagian kandung jantung. Paru berwarna merah muda tidak merata
dengan pleura yang tegang (taut pleura), dan yang menunjukan gambaran
mozaik karena alveoli sudah terisi udara. Apeks paru kanan paling dulu atau
jelas terisi karena halangan paling minimal. Konsistensi seperti spons, teraba
derik udara. Pada pengirisan paru dalam air terlihat jelas keluarnya gelembung
udara dan darah. Berat paru bertambah hingga dua kali atau kira-kira 1/35 kali
berat badan karena berfungsinya sirkulasi darah dalam jantung paru.
Sedangkan pemeriksaan makroskopik paru pada bayi lahir mati, terlihat paru-
paru mungkin masih tersembunyi dibelakang kandung jantung atau telah
mengisi rongga dada. Paru-paru berwarna kelabu ungu merata seperti hati,
konsistensi padat, tidak teraba derik udara dan pleura yang longgar (slack
pleura). Berat paru kira-kira 1/70 kali berat badan.
c. Uji apung paru
Uji apung paru dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch
technique), paru-paru tidak disentuh untuk menghindari kemungkinan
timbulnya artefak pada sediaan histopatologik jaringan paru akibat manipulasi
berlebihan.
Lidah dikeluarkan seperti biasa di bawah rahang bawah, ujung lidah
dijepit dengan pinset atau klem, kemudian ditarik ke arah ventrokaudal
sehingga tampak palatum mole. Dengan scalpel yang tajam, palatum mole
disayat sepanjang perbatasannya dengan palatum durum. Faring, laring,
esophagus bersama dengan trakea dilepaskan dari tulang belakang. Esofagus
19
bersama dengan trakea diikat di bawah kartilago krikoid dengan benang.
Pengikatan ini dimaksudkan agar pada manipulasi berikutnya cairan ketuban,
mekonium atau benda asing lain tidak mengalir ke luar melalui trakea; bukan
untuk mencegah masuknya udara ke dalam paru.
Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan forsep
atau pinset bedah dan scalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan. Kemudian
esophagus diikat di atas diafragma dan dipotong di atas ikatan. Pengikatan ini
dimaksudkan agar udara tidak masuk ke dalam lambung dan uji apung
lambung-usus (uji Breslau) tidak memberikan hasil meragukan
Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu
dimasukkan ke dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam.
Kemudian paru-paru kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kembali ke
dalam air, dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Setelah itu tiap lobus
dipisahkan dan dimasukkan ke dalam air, dan dilihat apakah mengapung atau
tenggelam. Lima potong kecil dari bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke
dalam air, diperhatikan apakah mengapung atau tenggelam.
Hingga tahap ini, paru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung
oleh karena kemungkinan adanya pembusukan. Bila potongan kecil itu
mengapung, letakkan di antara dua karton dan ditekan dengan arah penekanan
tegak lurus jangan digeser untuk mengeluarkan gas pembusukan yang terdapat
pada jaringan interstisial paru, lalu masukkan kembali ke dalam air dan
diamati apakah masih mengapung atau tenggelam. Bila masih mengapung
berarti paru terisi udara residu yang tidak akan keluar. Namun, terkadang
dengan penekanan, dinding alveoli pada mayat bayi yang telah membusuk
lanjut akan pecah dan udara residu keluar dan memperlihatkan hasil uji apung
paru negatif.
Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil
paru mengingat kemungkinan adanya pernapasan sebagian (parsial
respiration) yang dapat bersifat buatan atau alamiah (vagitus uternus atau
vagitus vaginalis) yaitu bayi sudah bernapas walaupun kepala masih dalam
uterus atau dalam vagina).
Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati karena adanya
kemungkinan bayi dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernapas
20
meskipun jantung masih berdenyut, sehingga udara dalam alveoli diresorpsi.
Pada hasil uji negatif ini, pemeriksaan histopatologik paru harus dilakukan
untuk memastikan bayi lahir mati atau lahir hidup. Bila sudah jelas terjadi
pembusukan, maka uji apung paru kurang dapat dipercaya, sehingga tidak
dianjurkan untuk dilakukan. Sedangkan untuk bayi lahir hidup, uji apung paru
akan memberikan hasil yang positif.
d. Mikroskopik paru
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan
fiksasi dengan larutan formalin 10 %. Sesudah 12 jam, dibuat irisan melintang
untuk memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke dalam paru.
Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan histopatologik.
Biasanya digunakan perwarnaan HE dan bila paru telah membusuk digunakan
pewarnaan Gomori atau Ladewig.
Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang belum
bernapas, tetapi merupakan ciri paru janin yang belum mencapai usia gestasi
26 minggu. Tanda khas untuk paru janin belum bernapas adalah adanya
tonjolan (projection) yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang
kemudian akan bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga akan tampak
seperti gada (club like). Pada permukaan ujung bebas projection tampak
kapiler yang berisi banyak darah. Pada paru bayi belum bernapas yang sudah
membusuk dengan perwarnaan Gomori atau Ladewig, tampak serabut-serabut
retikulin pada permukaan dinding alveoli berkelok-kelok seperti rambut yang
keriting, sedangkan pada projection berjalan di bawah kapiler sejajar dengan
permukaan projection dan membentuk gelung-gelung terbuka (open loops).
Serabut-serabut elastin pada dinding alveoli belum terwarnai dengan jelas,
masih merupakan fragmen-fragmen yang tersusun dan belum membentuk satu
lapisan yang mengelilingi seluruh alveoli.
Pada paru bayi yang lahir mati mungkin pula ditemukan tanda inhalasi
cairan amnion yang luas karena asfiksia intrauterin, misalnya akibat
tertekannya tali pusat atau solusio plasenta sehingga terjadi pernapasan janin
prematur (intrauterine submersion). Tampak sel- sel verniks akibat
deskuamasi sel-sel permukaan kulit, berbentuk persegi panjang dengan inti
piknotik berbentuk huruf “S”, bila dilihat dari atas samping terlihat seperti
21
bawang (onion bulb). Juga tampak sel-sel amnion bersifat asidofilik dengan
batas tidak jelas dan inti terletak eksentrik dengan batas yang juga tidak jelas.
Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua mungkin
terlihat dalam bronkioli dan alveoli. kadang-kadang ditemukan deskuamasi
sel-sel epitel bronkus yang merupakan tanda maserasi dini, atau fagositosis
mekonium oleh sel-sel dinding alveoli. Lahir mati ditandai pula oleh keadaan
yang tidak memungkinkan terjadinya kehidupaan seperti trauma persalinan
yang hebat, perdarahan otak yang hebat, dengan atau tanpa robekan tentorium
serebeli, pneumonia intrauterin, kelainan kongenital yang fatal seperti
anensefalus dan sebaginya. Sementara, pemeriksaan mikroskopik paru bayi
lahir hidup menunjukan alveoli paru yang mengembang sempurna dengan atau
tanpa enfisema obstruktif, serta tidak terlihat adanya projection. Pada
pewarnaan Gomori atau Ladewig, serabut retikulin akan tampak tegang.
2. Menangis
Bernapas dapat terjadi tanpa menangis, tetapi menangis tidak dapat terjadi
tanpa bernapas. Suara tangis yang terdengar belum berarti bayi tersebut lahir
hidup karena suara tangisan dapat terjadi dalam uterus atau dalam vagina. Yang
merangsang bayi menangis dalam uterus adalah masuknya udara dalam uterus dan
kadar oksigen dalam darah menurun dan atau kadar CO2 dalam darah meningkat.
3. Pergerakan Otot
Keadaan ini harus disaksikan oleh saksi mata, karena post mortem tidak
dapat dibuktikan. Kaku mayat dapat terjadi pada bayi yang lahir hidup kemudian
mati maupun yang lahir mati.
4. Peredaran Darah, Denyut Jantung, dan Perubahan pada Hemoglobin
Meliputi bukti fungsional yaitu denyut tali pusat dan detak jantung (harus
ada saksi mata) dan bukti anatomis yaitu perubahan-perubahan pada Hb serta
perubahan dalam duktus arteriosus, foramen ovale dan dalam duktus venosus
(cabang vena umbilicalis yang langsung masuk vena cava inferior). Bila ada yang
menyaksikan denyut nadi tali pusat/detak jantung pada bayi yang sudah terlahir
lengkap, maka ini merupakan bukti suatu kelahiran hidup. Foramen ovale tertutup
bila telah terjadi pernapasan dan sirkulasi (satu hari sampai beberapa minggu).
Duktus arteriosus perlahan-lahan menjadi jaringan ikat (paling cepat dalam 24
jam) Duktus venosus menutup dalam 2-3 hari sampai beberapa minggu.
22
5. Isi Usus dan Lambung
Bila dalam lambung bayi ditemukan benda asing yang hanya dapat masuk
akibat reflek menelan, maka ini merupakan bukti kehidupan (lahir hidup). Udara
dalam lambung dan usus dapat terjadi akibat pernapasan wajar, pernapasan
buatan, atau tertelan. Keadaan-keadaan tersebut tidak dapat dibedakan. Cara
pemeriksaan yaitu esophagus diikat, dikeluarkan bersama lambung yang diikat
pada jejunum lekuk pertama, kemudian dimasukkan ke dalam air. makin jauh
udara usus masuk dalam usus, makin kuat dugaan adanya pernapasan 24-48 jam
post mortem, mekonium sudah keluar semua seluruhnya dari usus besar
6. Keadaan Tali Pusat
Yang harus diperhatikan pada tali pusat adalah pertama ada atau tidaknya
denyut tali pusat setelah kelahiran. Ini hanya dapat dibuktikan dengan saksi mata.
Kedua, pengeringan tali pusat, letak dan sifat ikatan, bagaimana tali pusat itu di
putus (secara tajam atau tumpul).
7. Keadaan Kulit
Tidak satupun keadaan kulit yang dapat membuktikan adanya kehidupan
setelah bayi lahir, sebaliknya ada satu keadaan yang dapat memastikan bahwa
bayi tersebut tidak lahir hidup yaitu maceration, yang dapat terjadi bila bayi sudah
mati in utero beberapa hari (8-10 hari). Hal ini harus dibedakan dengan proses
pembusukan yaitu pada maserasi tidak terbentuk gas karena terjadi secara steril.
Kematian pada bayi dapat terjadi waktu dilahirkan, sebelum dilahirkan atau
setelah terpisah sama sekali dari ibu. Bukti kematian dalam kandungan:
 Ante partum rigor mortis yang sering menimbulkan kesulitan waktu
melahirkan
 Meceration, yaitu perlunakan janin dalam air ketuban dengan ciri-ciri:
 Warna merah kecoklatan (pada pembusukan warnanya hijau)
 Kutikula putih, sering membentuk bula berisi cairan kemerahan
 Tulang-tulang lentur dan lepas dari jaringan lunak
 Tidak ada gas, baunya khas
Maserasi ini terjadi bila bayi sudah mati 8-10 hari dalam kandungan

23
2.5. Penyebab Kematian
Baik bayi lahir hidup (sudah bernapas) ataupun bayi lahir mati (belum
bernapas), harus ditentukan penyebab kematiannnya. Ada berbagai penyebab
kematian pada bayi, yaitu:8,9
A. Kematian wajar
1. Kematian secara alami
 Imaturitas
Bayi yang lahir belum cukup matang dan mampu hidup di luar kandungan
sehingga mati setelah beberapa saat setelah lahir.
 Penyakit kongenital
Bayi dengan cacat bawaan yang menyebabkan kelainan pada organ
internal seperti paru, jantung, dan otak. Biasa jika ibu mengalami sakit saat
mengandung seperti sifilis, tifus, campak, dan lain-lain.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi dari umbilikus, perut, anus dan genital.
3. Malfomasi
Kelainan pembentukan organ tubuh, misalnya pada anansefali
4. Penyakit plasenta
Pelepasan plasenta secara tidak sengaja dari dinding uterus dapat
menyebabkan kematian ibu dan bayi.
5. Spasme laring
Dapat terjadi apabila terdapat aspirasi mekonium atau pembesaran kelenjar
timus.
6. Eritoblastosis Fetalis
Pada ibu dengan rhesus negatif dan anak dengan rhesus positif akan terjadi
lisisnya sel darah anak karena reaksi antibodi rhesus ibu pada antigen anak,
biasa terjadi pada anak kedua.
B. Kematian akibat kecelakaan
a. Distosia
Kematian dapat terjadi karena adanya kompresi kepala bayi oleh pelvis
yang menyebabkan ekstravasasi darah ke selaput otak dan jaringan otak.
b. Jeratan tali pusat

24
Tali Pusat sering kali melilit pada leher bayi sehingga dapat menyebabkan
asfiksia karena tercekik.
c. Trauma
Hantaman yang keras pada perut wanita baik tumpul atau tajam dapat
menyebabkan kematian pada janin.ika ibu mati saat proses melahirkan
ataupun sebelum melahirkan, maka bayi harus dikeluarkan sesegera
mungkin karena bayi tidak akan bertahan lama. Jika ibu meninggal karena
penyakit kronis kemungkinan nyawa anak diselamatkan kecil, tetapi jika
ibu meninggal karena penyakit akut maka kemungkinan nyawa anak
diselamatkan lebih besar.

C. Kematian karena tindakan pembunuhan


a. Pembekapan (Sufokasi)
Ibu yang baru saja melahirkan anak umumnya akan panik dan segera
membekan mulut dan hidung bayi dengan tenaga sehingga menimbulkan
jejas, padahal penekanan ringan pada hidung dan mulut bayi yang baru
dilahirkan dengan menggunakan bantal atau tangan tanpa tenaga saja
sudah cukup untuk membunuh bayi yang baru lahir. Umumnya daidapati
tanda-tanda pembekapan seperti memar dan lecet pada wajah, dapat juga
ditemukan benang atau kapuk apabila pembekapan dilakukan dengan
bantal atau kain
b. Penjeratan (Strangulasi)
Penjeratan pada leber bayi biasanya akan meninggalkan jejas di daerah
leher, kadang disertai dengan luka memar dan resapan darah. Terkadang
tali pusat digunakan sebagai alat penjerat agar terlihat alami.
c. Pencekikan
Pencekikan akan menimbulakan luka lecet di daerah tengkuk dan memar
di daerah leher. Luka lecet dapat berbentuk garis lengkung atau lengkung
akibat tekanan kuku. Biasa dibarengi dengan pembekapan.
d. Penenggelaman (Drowning)
Biasa dilakukan dengan membuang bayi ke dalam penampungan berisi air,
sungai, ataupun toilet.
e. Kekerasan tumpul pada kepala
25
Biasa akan ditemukan memar pada daerah kepala dan dapat disertai fraktur
kranium.

f. Kekerasan Tajam
Luka pada organ dalam seperti hati, jantung, dan otak akibat benda tajam
seperti gunting atau pisau akan menyebabkan luka fatal yang
menyebabkan kematian.8,9

2.6 Cukup Bulan dalam Kandungan


Cukup bulan dalam kandungan adalah usia kehamilan yang telah mencapai
usia diatas 36 minggu. Dinyatakan cukup bulan dalam kandungan atau aterm, jika :
 Berat badan lebih dari 2500 gram, panjang badan lebih dari 48 cm, lingkar
kepala lebih dari 34 cm dan diameter puting susu berukuran 7 mm.
 Terdapat pusat penulangan epifisis di distal femur dan proksimal tibia
(berwarna merah dengan ukuran 5x5mm). Cara pemeriksaannya adalah
dengan melakukan pemeriksaan secara radiologis atau dengan memeriksa
langsung pada tulang tersebut. Contohnya adalah pemeriksaan yang dilakukan
pada proksimal tibia. Pertama kulit daerah lutut di insisi secara melintang,
patela dilepaskan dan ujung distal femur di iris melintang sejajar tipis-tipis.
Pusat penulangan tampak berwarna merah tua dengan dasar berwarna putih.
Pusat penulangan epifisis seperti ini juga dapat ditemukan pada tulang
sternum, tibia, kuboid.
 Lanugo yang tipis, panjang kuku sudah melewati ujung jari dan mengeras,
daun telinga elastis, daktilografi telah jelas, biasanya kedua testis sudah turun
ke kantung testis dan labia mayor telah menutupi labia minor.
Usia kehamilan dihitung dan ditulis dalam satuan minggu. Bayi yang cukup
bulan adalah bayi yang lahir setelah dikandung selama 37 minggu atau lebih tetapi
kurang dari 42 minggu.

Perhitungan usia bayi matur dapat dinilai dari:


1. Ciri-ciri eksternal
 Daun telinga
26
Pada bayi yang lahir matur, daun telinga telah terbentuk secara sempurna,
pada helix teraba tulang rawan yang keras pada bagian dorsokranialnya dan
bila dilipat cepat kembali ke keadaan semula.
 Puting susu
Pada bayi yang lahir matur puting susu sudah berbatas tegas, areola menonjol
di atas permukaan kulit dan diameter puting susu 7 mm atau lebih.
 Kuku jari tangan
Kuku jari tangan sudah panjang, melewati ujung jari, ujung distalnya tegas
dan mengeras sehingga terasa bila digarukkan pada telapak tangan pemeriksa.
Pada bayi yang prematur, kuku jari tangan belum melewati ujung jari dan
relatif lebih lunak sehingga ujungnya mudah dilipat.
 Garis telapak kaki
Pada bayi yang lahir matur terdapat garis-garis pada seluruh telapak kaki, dari
bagian ujung jari hingga daerah tumit. Garis-garis yang dinilai pada
pemeriksaan ini adalah garis-garis yang lebar dan dalam.
 Alat kelamin luar
Pada bayi laki-laki yang matur, testis sudah turun dengan sempurna yakni
pada dasar skrotum dan rugae pada kulit skrotum sudah lengkap. Pada bayi
perempuan yang sudah matur, labia mayor sudah menutupi labia minor.
 Rambut kepala
Pada bayi matur, rambut kepala teraba kasar, masing-masing helai terpisah
satu sama lain dan tampak mengkilat dan batas rambut pada dahi jelas. Pada
bayi yang premature rambut kepala halus, masing-masing helai sulit
dibedakan satu sama lain dan batas rambut pada dahi tidak jelas.
 Skin Opacity
Pada bayi matur, jaringan lemak bawah kulit cukup tebal sehingga pembuluh
darah pada tubuh tampak samar-samar, sedangkan pada bayi premature
pembuluh-pembuluh tersebut tampak jelas.
 Alis mata
Pada bayi yang matur, alis mata sudah lengkap, yakni meliputi seluruh bagian
alis hingga bagian lateralnya, sedangkan pada bayi yang premature
penyebarannya masih belum terdistribusi dengan baik.
 Pusat penulangan
27
Pusat-pusat penulangan khususnya pada femur mempunyai arti yang cukup
penting. Bagian distal femur dan proksimal tibia akan menunjukkan pusat
penulangan pada umur kehamilan 36 minggu. Demikian juga pada cuboideum
dan cuneiform. Sedangkan, talus dan calcaneus pusat penulangan akan tampak
pada umur kehamilan 28 minggu.
2. Menggunakan rumus:
 Rumus De Haas
Menurut rumus De Haas, untuk 5 bulan pertama panjang kepala-tumit dalam
sentimeter adalah sama dengan kuadrat angka bulan. Untuk 5 bulan terakhir,
panjang badan adalah sama dengan angka bulan dikalikan dengan angka 5.
 Rumus Arey
Menggunakan panjang kepala, tumit, bokong.
Umur (bulan) = panjang kepala – tumit (cm) x 0.2
Umur (bulan) = panjang kepala – bokong (cm) x 0.3
 Rumus Finnstrom
Menggunakan panjang lingkar kepala oksipito-frontal.
Umur gestasi = 11.03 + 7.75 (panjang lingkar kepala)
Tabel 1. Umur bayi dan panjang badan
Umur Panjang Badan (Kepala –
Tumit)
1 bulan 1 x 1 = 1 (cm)
2 bulan 2 x 2 = 4 (cm)
3 bulan 3 x 3 = 9 (cm)
4 bulan 4 x 4 = 16 (cm)
5 bulan 5 x 5 = 25 (cm)
6 bulan 6 x 5 = 30 (cm)
7 bulan 7 x 5 = 35 (cm)
8 bulan 8 x 5 = 40 (cm)
9 bulan 9 x 5 = 45 (cm)

Tabel 2. Pusat penulangan (ossification centers)


Pusat penulangan pada: Umur (bulan)

28
Klavikula 1.5
Tulang Panjang (diafisis) 2
Iskium 3
Pubis 4
Kalkaneus 5-6
Manubrium Sterni 6
Talus Akhir 7
Sternum bawah Akhir 8
Distal femur Akhir 9 atau setelah lahir
Proksimal tibia Akhir 9 atau setelah lahir
Kuboid Akhir 9 setelah lahir
Bayi perempuan lebih cepat

2.7. Penentuan Usia Janin Di Luar Kandungan


Usia pasca lahir dapat ditentukan dari : 5,8
a. Udara dalam saluran pencernaan
Bila terdapat udara di lambung berarti bayi tersebut baru saja lahir, namun
belum tentu lahir hidup atau lahir mati. Bila terdapat udara di duodenum berarti
lebih dari 2 jam. Terdapat udara di usus halus berarti 6-12 jam. Terdapat udara di
usus besar berarti 12-24 jam.
b. Mekonium dalam kolon
Bila mekonium telah keluar seluruhnya berarti bayi tersebut telah lahir 24
jam atau lebih.
c. Perubahan tali pusat.
Setelah bayi lahir, tali pusat akan mengalami proses kemerahan,
mengering dan akhirnya terlepas dari umbilikus bayi. Arteri atau vena akan
tertutup pada 24 jam pertama. Bila terdapat kemerahan di pangkalnya berarti bayi
tersebut berusia 36 jam, bila telah kering berarti 6-8 hari. Bila telah sembuh
sempurna berarti telah 15 hari. Pada pemeriksaan mikroskopik daerah yang akan
melepas akan tampak reaksi inflamasi yang mulai timbul setelah 24 jam berupa
sebukan sel-sel leukosit berinti banyak, kemudian akan terlihat sel-sel limfosit
dan jaringan granulasi.
d. Perubahan sirkulasi darah
29
Arteri dan vena umbilikalis akan mengalami obliterasi dalam waktu 3-4
hari. Duktus arteriosus dan venosus akan menutup pada minggu ke 3-4. Foramen
ovale juga akan menutup setelah 3-4 minggu, tetapi kadang-kadang tidak
menutup walau sudah tidak berfungsi lagi.
e. Ginjal
Pada hari ke 2-4 akan terdapat deposit asam urat yang berwarna jingga
berbentuk kipas yang lebih banyak terdapat dalam piramid daripada medula
ginjal. Deposit ini akan hilang pada hari ke 4 saat metabolisme telah terjadi.
f. Sel darah merah berinti (retikulosit)
Retikulosit akan hilang dalam 24 jam pertama. Namun masih dapat
ditemukan di sinusoid hati.
2.8. Pemeriksaan terhadap Pelaku Infantisida
Pemeriksaan terhadap wanita yang disangka sebagai ibu dari bayi yang
bersangkutan bertujuan untuk menentukan apakah wanita tersebut baru melahirkan.
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi : 5,8
a. Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu lahir anak
Ibu diperiksa apakah memang baru melahirkan. Sedangkan saat lahir si
anak dilihat dari usia pasca lahir ditambah lama kematian.
Tanda telah melahirkan anak yaitu :
 Robekan baru pada alat kelamin
 Ostium uteri dapat dilewati ujung jari
 Keluar darah dari rahim
 Payudara besar, kencang dan mengeluarkan air susu
 Ukuran rahim yang masih besar
 Hiperpigmentasi pada areola mamae
 Striae gravidarum dari warna merah menjadi putih
 Dinding perut kendor
 Lochia dan Kolostrum

Perkiraan lama waktu setelah melahirkan :

30
 Ukuran rahim pada saat post partum setinggi pusat. Sedangkan pada
6-7 hari pasca melahirkan yaitu setinggi tulang kemaluan dan kembali
ke ukuran semula setelah 2-3 minggu.
 Getah nifas. Pada 1-3 hari post partum berwarna merah, 4-9 hari post
partum berwarna putih, 10-14 hari post partum getah nifas habis.
 Robekan pada alat kelamin sembuh dalam 8-10 hari.

Tanda-tanda partus presipitatus


 Robekan pada alat kelamin.
 Inversion uteri yaitu bagian dalam rahim menjadi keluar, terutama jika
tali pusat pendek.
 Robekan tali pusat anak yang biasanya terdapat pada anak atau tempat
lekat tali pusat. Robekan ini harus tumpul, dibuktikan dengan
pemeriksaan histopatologis.
 Luka pada kepala bayi menyebabkan perdarahan di bawah kulit
kepala, perdarahan di dalam tengkorak.
b. Pemeriksaan histopatologi yaitu sisa plasenta pada darah yang berasal dari
rahim
c. Memeriksa golongan darah ibu dan anak
Hal ini juga sulit dilakukan karena tidak adanya golongan darah ayah,
akan tetapi sekarang pemeriksaan golongan darah ini merupakan prosedur
standard yang digunakan. Eksklusi hanya dapat ditegakkan bila 2 faktor
dominan terdapat bersama-sama pada satu individu sedangkan individu lain
tidak mempunyai sama sekali. Contohnya adalah bila ibu dengan golongan
darah AB sedangkan anaknya memiliki golongan darah O atau sebaliknya.
Penggunaan banyak jenis golongan darah akan lebih memungkinkan
mencapai tujuan.

d. Pemeriksaan DNA
Cara ini merupakan cara yang canggih namun harus diinterpretasikan
dengan hati-hati. Hanya separuh DNA inti sel anak yang berasal dari ibu,
sedangkan yang lainnya berasal dari ayah. Sehingga apabila identitas ayah
tidak dapat ditemukan maka interpretasi hasil akan menjadi sangat sulit.
31
Penggunaan DNA mitokondria yang memiliki cara yang persis sama antara
ibu dan anak juga kurang memiliki kemampuan determinasi

32
Bab III
Penutup

3.1. Kesimpulan
1. Pengertian infantisida
Infantisida merupakan pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibu
kandung sendiri, segera setelah atau beberapa saat setelah dilahirkan karena
takut ketahuan bahwa ia melahirkan bayi.
2. Landasan hukum infantisida
Dasar hukum yang menyangkut pembunuhan anak sendiri, yaitu :
 Dalam KUHP terdapat pasal-pasal yang berkaitan dengan pembunuhan
anak; yaitu pasal 341, 342, 343
 Kinderdoodslag dilakukan tanpa rencana, sedangkan Kindermoord
dilakukan dengan rencana, sehingga hukuman Kindermoord lebih berat
dari pada Kinderdoodslag. Kesimpulannya, tindak pidana merampas
nyawa bagi bayi harus memenuhi syarat sebagai berikut :
o Pelaku harus ibu kandung
o Korban harus bayi anak sendiri
o Pembunuhan harus dilakukan pada saat dilahirkan atau tidak lama
kemudian
o Motif pembunuhan karena takut ketahuan telah melahirkan anak
3. Pemeriksaan kedokteran forensik infantisida (bayi post mortem)
Pemeriksaan kedokteran forensik pada kasus pembunuhan anak atau
yang diduga kasus pembunuhan anak ditujukan untuk memperoleh kejelasan di
dalam hal sebagai berikut :
 Bayi viabel atau tidak
 Bayi lahir hidup atau mati
 Sebab kematian bayi
 Lama hidup di luar kandungan
4. Pemeriksaan terhadap pelaku (suspect)
 Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu lahir anak

33
 Adanya bekas-bekas kehamilan seperti striae gravidarum, dinding
perut kendor, rahim dapat diraba di atas symphisis dan juga payudara
yang besar dan kecil
 Adanya bekas-bekas persalinan seperti robekan perineum dan keluar
cairan lochea
 Mencari data antropologi yang khas pada ibu dan anak
 Memeriksa golongan darah ibu dan anak
 Sidik jari DNA

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Afandi D, Hertian S. Pembunuhan Anak Sendiri (PAS) dengan Kekerasan Multipel.


Majalah Kedokteran Indonesia. Vol. 5, No. 9. 2008
2. Dimaio VJ, Dimaio D. Neonaticide , and child homicide. Forensic Pathology. Second
ed. London CRC Press LLC. 2001; 1:335-65
3. Byard, Roger W. Sudden death in infancy childhood and adolescence, 2nd edition. U
K: Cambridge University Press; 2004:491-575
4. Knight, Bernard; Saukko, Pekka. Knight’s forensic pathology. 3rd ed. UK: Hodder Ar
nold. 2004.
5. James, Jason Payne, et al. Simpson’s Forensic Medicine. 13th ed. UK: Hooder Arnold
. 2011
6. Budiyanto, dkk. Ilmu kedlkteran forensik. Edisi pertama, cetakan kedua. Jakarta: Bagi
an Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997.
7. Pembunuhan anak sendiri. Dalam: peranan ilmj forensik dalam penegakkan hukum. E
disi pertama. Jakarta. 2008; 161-170
8. Apuranto, H, Hoediyanto. Buku ajar ilmu kedokteran forensik dan medikolegal. Surab
aya: Bagian ilmu kedokteran forensik dan medikolegal fakultas kedokteran universita
s airlangga; 1997
9. Idries AM. Infanticide. Dalam: pedoman ilmu kedokteran foprensik. Edisk pertama. P
enerbit binarupa aksara. 1997: 256-69
10. Knight, Bernard. Knight’s forensic pathology. 3rd ed. London: Arnold. 2004
11. Sheperd R. Simpson’s forensic medicine. 12th. London: Arnold. 2003

35

Anda mungkin juga menyukai