Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH

PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA


Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahan Berbahaya
Dosen Pengampu : Nurmaya Arofah M.Eng

Disusun Oleh :
Nurul Pratiwi 11160960000027
Muhammad Ihda HLZ 11160960000038
Usnia Maharani Fadhilah 11180960000038
Adelya Aprilya 11180960000041

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2019 M
A. JENIS-JENIS BAHAN KIMIA

Jenis- Jenis Bahan Kimia Secara Umum

Bahan kimia adalah bahan yang terbuat dari bahan buatan atau sintetis (non-herbal).
Yang digunakan untuk menambahi atau menyempurnakan suatu produk mentah menjadi
produk jadi. Bahan kimia dibagi menjadi dua jenis yaitu bahan kimia berbahaya dan bahan
kimia tak berbahaya, tetapi umumnya bahan kimia berbahaya bagi tubuh. Penggunaanya juga
harus sesuai dosis atau takaran, bila tidak sesuai dosis akan menyebabkan bahan kimia yang
tadinya tidak berbahaya akan menjadi berbahaya bahkan akan menyebabkan kerusakan,
membekas pada bagian tubuh, cacat, dan juga bisa menyebabkan kematian. Tidak hanya itu
saja, penyalahgunaan juga dapat menyebabkan ganguan pada tubuh (Syukri, 2009).
Bahan kimia berbahaya adalah bahan-bahan yang pembuatan, pengolahan,
pengangkutan, penyimpanan dan penggunaanya menimbulkan atau membebaskan debu, kabut,
uap, gas, serat, atau radiasi sehingga dapat menyebabkan iritasi, kebakaran, ledakan, korosi,
keracunan dan bahaya lain dalam jumlah yang memungkinkan gangguan kesehatan bagi orang
yang berhubungan langsung dengan bahan tersebut atau meyebabkan kerusakan pada barang-
barang (Syukri, 2009). Berdasarkan sifatnya, bahan kimia berbahaya dapat diklasifikasikan
atas:
1. Bahan Kimia Pengoksidasi (Oxidizing Substances)
Bahan kimia pengoksidasi, yang juga dikenal sebagai bahan kimia oksidator adalah
bahan kimia yang kaya akan oksigen. Dalam penguraiannya atau reaksinya dengan
senyawa lain, zat-zat ini akan melepaskan oksigen yang dikandungnya. Huruf kode: O.
Frase-R untuk bahan pengoksidasi: R7, R8 dan R9. contohnya: NaNO2, NaNO3, KNO3
(Sumardjo, 2006)
2. Bahan Kimia yang Mudah Meledak (Explosive Substances)
Bahan kimia mudah meledak adalah bahan kimia yang mempunyai sifat reaktif dan
mudah meledak. Bahan kimia ini tidak stabil dan sangat peka terhadap pengaruh
goncangan, tekanan, atau pukulan. Bahan ini juga dapat meledak walaupun tanpa
dicampur dengan bahan-bahan kimia lain. Huruf kode: E. Frase-R untuk bahan mudah
meledak: R1, R2 dan R3. contohnya: KClO3 , TNT, NaNO3 (Sumardjo, 2006).

3. Bahan Kimia Beracun (Toxic)


Bahan kimia beracun adalah bahan kimia yang apabila masuk kedalam tubuh dapat
menyebabkan kerusakan kesehatan akut atau kronis dan bahkan kematian pada

2
konsentrasi sangat rendah jika masuk ke tubuh melalui inhalasi, melalui mulut
(ingestion), atau kontak dengan kulit.Huruf kode: T. Frase-R untuk bahan beracun:R23,
R24 dan R25. Contohnya: CO2 , Cl2 , C6H6 (Sumardjo, 2006).
4. Bahan Kimia Karsinogenik
Bahan karsinogenik dapat menyebabkan kanker atau meningkatkan timbulnya kanker
jika masuk ke tubuh melalui inhalasi,melalui mulut dan kontak dengan kulit. Frase-R
untuk bahan karsinogenik: R45 dan R40. Contoh: Vinil klorida, benzidin, nitroso fenol,
C2H3Cl, C12H12N2, C6H5N2 (Sumardjo, 2006)
5. Bahan kimia Irritant (Menyebabkan Iritasi)
Bahan dan formulasi yang tidak korosif tetapi dapat menyebabkan inflamasi jika kontak
dengan kulit atau selaput lendir. Huruf kode: Xi. Frase-R untuk bahan irritant: R36, R37,
R38 dan R41. (Sumardjo, 2006).
6. Bahan Kimia Korosif (Corrosive)
Bahan kimia korosif adalah merusak jaringan hidup. Jika suatu bahan merusak kesehatan
dan kulit hewan uji atau sifat ini dapat diprediksi karena karakteristik kimia bahan uji,
seperti asam (pH <2) dan basa (pH>11,5). Huruf kode: C. Frase-R untuk bahan
korosif:R34 dan R35. Contoh bahan dengan sifat tersebut misalnya asam mineral seperti
HCl dan H2 SO4 maupun basa seperti larutan NaOH(>2%) (Sumardjo, 2006).
7. Bahan Kimia yang Mudah Terbakar (Inflammable Substances)
Bahan mudah terbakar terdiri dari bahan amat sangat mudah terbakar (extremely
flammable substances), dan bahan sangat mudah terbakar (highly flammable substances).
Bahan dapat terbakar (flammable substances) terbagi 3, yaitu:
a. Extremely flammable (amat sangat mudah terbakar)
Bahan kimia likuid yang memiliki titik nyala sangat rendah (di bawah 0ºC) dan
titik didih rendah dengan titik didih awal (di bawah +35ºC). Bahan amat sangat
mudah terbakar berupa gas dengan udara dapat membentuk suatu campuran
bersifat mudah meledak di bawah kondisi normal. Hurufkode: F+. Frase-R untuk
bahan amat sangat mudah terbakar : R12. Contoh bahan dengan sifat tersebut
adalah dietil eter (cairan) dan propan (gas).
b. Highly flammable (sangat mudah terbakar)
Bahan kimia yang mempunyai titik nyala rendah (di bawah +21ºC). Beberapa
bahan sangat mudah terbakar menghasilkan gas yang amat sangat mudah terbakar
di bawah pengaruh kelembaban. Bahan-bahan yang dapat menjadi panas di udara
pada temperatur kamar tanpa tambahan pasokan energy dan akhirnya terbakar.

3
Huruf kode: F. Frase-R untuk bahan sangat mudah terbakar: R11. Contoh bahan
dengan sifat tersebut misalnya aseton dan logam natrium, yang sering digunakan
di laboratorium sebagai solven dan agen pengering.
c. Flammable (mudah terbakar)
Bahan dan formulasi likuid yang memiliki titik nyala antara +21ºC dan +55ºC
dikategorikan sebagai bahan mudah terbakar (flammable). Huruf kode: tidak ada.
Frase-R untuk bahan mudah terbakar: R10. Contoh bahan dengan sifat tersebut
misalnya minyak terpentin (Sumardjo, 2006).
8. Bahan Kimia Radioaktif
Secara umum, bahaya radiasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu bahaya radiasi
eksternal (sumber radiasi berada di luar tubuh) dan bahaya radiasi internal (sumber
radiasi berada di dalam tubuh). Kedua bahaya radiasi ini ditanggulangi dengan cara yang
berbeda, yaitu:
a. Bahaya radiasi eksternal dapat ditanggulangi dengan mengatur waktu (semakin
singkat, semakin baik), mengatur jarak (semakin jauh, semakin baik), atau
memasang perisai radiasi di antara sumber radiasi dan tubuh, dengan melakukan
pengaturan tersebut, dosis radiasi yang diterima oleh orang yang menangani zat
radioaktif dapat ditekan serendah mungkin.
b. Bahaya radiasi internal dapat ditanggulangi dengan mencegah masuknya zat
radioaktif ke dalam tubuh melalui hidung, mulut, dan luka terbuka pada kulit. Jadi,
bila tugas kita adalah menangani zat radioaktif yang berbentuk gas, serbuk, atau
cairan, kita harus mengusahakan untuk tidak makan/minum, merokok ditempat
kerja dan menggunakann pakaian kerja khusus. Selain itu, kita perlu membuat
pengaturan ventilasi ruangan yang baik,serta membuat dan mengikuti prosedur
kerja yang baik dan ketat untuk mencegah tersebarnya kontaminasi ketempat lain
yang bersih (Sumardjo, 2006).

Pelabelan Bahan Kimia


Pelabelan bahan kimia merupakan suatu simbol khusus yang bersifat universal, berguna
untuk membedakan antara bahan kimia berbahaya dengan bahan kimia yang tidak berbahaya.
Inilah yang mendasari dibuatnya suatu peraturan tentang simbol bahan kimia berbahaya.
Melalui peraturan tersebut, dibuatlah suatu simbol-simbol yang menandakan sifat berbahaya
dari suatu bahan kimia.
Ada 3 sistem pelabelan simbol bahan kimia berbahaya yaitu :

4
1. Pelabelan bahan kimia berdasarkan aturan EEC (European Economic Community)
2. Pelabelan bahan kimia berdasarkan aturan GHS (Globally Harmonized System of
Classification and Labeling of Chemicals)
3. Pelabelan bahan kimia berdasarkan aturan NFPA (National Fire Protection
Association)
Simbol Bahan Kimia Globally Harmonized System (GHS)

The Globally Harmonized System of Classification and Labeling of Chemicals atau


dikenal dengan GHS sebuah lembaga dibawah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang
bekerja untuk merancang sistem klasifikasi pelabelan barang kimia yang disepakati secara
internasional. GHS tersebut dibentuk untuk menyeragamkan dan menggantikan berbagai
klasifikasi dan pelabelan yang digunakan di berbagai Negara. Atas dasar perbedaan tersebut
maka perlu dilakukan penyeragaman di seluruh Negara. Disisi lain, luasnya perdagangan
internasional berupa bahan kimia mutlak diperlukan kontrol atas dampak yang ditimbulkan
dari bahan kimia tersebut. Untuk itu keberadaan GHS memang menjadi sangat penting.

GHS dirancang untuk menggantikan semua sistem klasifikasi yang beragam dan
menyajikan salah satu standar universal yang mengharuskan semua negara untuk
mengikutinya. Sistem ini menyediakan infrastruktur bagi negara-negara peserta untuk
menerapkan klasifikasi bahaya dan sistem komunikasinya. Kedepannya, GHS diharapkan
dapat meningkatkan pengetahuan tentang bahaya bahan kimia terhadap kesehatan dan
mendorong penghapusan bahan kimia yang berbahaya, terutama yang bersifat karsinogen,
mutagen dan racun reproduksi (CMR), atau menggantikan dengan bahan kimia yang kurang
berbahaya.

5
Di Indonesia sendiri telah diatur regulasi tentang pelabelan bahan kimia dengan
peraturan Menteri Perindustrian Nomor 87/M-IND/PER/9/2009 Tentang Sistem Harmonisasi
Global Klasifikasi Dan Label Pada Bahan Kimia junctis Peraturan Dirjen Industri Agro dan
Kimia Kementerian Perindustrian Nomor 21/IAK/PER/4/2010 Tentang Petunjuk Teknis
Penerapan Sistem Harmonisasi Global Klasifikasi Dan Pelabelan Bahan Kimia. Dalam
peraturan tersebut dijelaskan bahwa semua bahan kimia yang dipasarkan di Indonesia wajib
mengikuti klasifikasi dan label yang ditetapkan oleh sistem GHS. Klasifikasi bahan kimia
tersebut mengacu pada purple book revisi 2 yang dikeluarkan oleh GHS. Sistem GHS di
Indonesia untuk kimia tunggal berlaku sejak bulan Maret 2010, sedangkan untuk bahan kimia
campuran mulai berlaku efektif pada awal tahun 2014.
Jenis-Jenis Bahan Kimia secara Spesifik

1. Asam Sulfat (H2SO4)


Asam sulfat (H2SO4) merupakan cairan yang bersifat korosif, tidak berwarna, tidak
berbau, sangat reaktif dan mampu melarutkan berbagai logam. Berat molekul senyawa ini
98.08 g/mol, dapat larut dengan air dengan segala perbandingan, mempunyai titik lebur
10,31ºC dan titik didih pada 337°C tergantung kepekatan serta pada temperatur 300ºC atau
lebih terdekomposisi menghasilkan sulfur trioksida (Lutfiati et al, 2008) (PubChem, 2019)
2. Natrium Hidroksida (NaOH)
Larutan NaOH sangat basa dan biasanya digunakan untuk reaksi dengan asam lemah
dimana asam lemah seperti natrium karbonat tidak efektif. Berat molekul senyawa ini 39.997
g/mol, Titik didih 1388 °C, Titik leleh 323 °C, NaOH tidak bisa terbakar meskipun reaksinya
dengan metal amfoter seperti aluminium, timah, seng menghasilkan gas nitrogen yang bisa
menimbulkan ledakan. NaOH juga digunakan untuk mengendapkan logam berat dan dalam
mengontrol keasaman air (Riana, 2012) (PubChem, 2019)
3. Asam Sianida (HCN)
Asam sianida disebut juga Hidrogen sianida (HCN), Berat molekul senyawa ini 27.025
g/mol, Titik didih 25.63 °C, Titik leleh -13.28 °C. Senyawa ini biasanya terdapat dalam bentuk
gas atau larutan dan terdapat pula dalam bentuk garam-garam alkali seperti potasium sianida.
Sifat-sifat HCN murni mempunyai sifat tidak berwarna, mudah menguap pada suhu kamar dan
mempunyai bau khas. HCN biasanya bersifat toksik dan sangat beracun (ATSDR, 2006)
(PubChem, 2019)
Sianida dalam bentuk hidrogen sianida (HCN) dapat menyebabkan kematian yang sangat
cepat jika dihirup dalam konsentrasi tertentu. ASTDR (2006) mencatat bahwa konsentrasi

6
HCN yang fatal bagi manusia jika dihirup selama 10 menit adalah 546 ppm. Beberapa
gangguan pada sistem pernapasan, jantung, sistem pencernaan dan sistem peredaran darah
berhubungan dengan paparan terhadap sianida pada manusia dalam konsentrasi tertentu telah
terdeteksi (ATSDR, 2006).
Selain itu, sistem saraf juga menjadi sasaran utama sianida. Paparan HCN secara lama
dalam konsentrasi tinggi dapat menstimulasi sistem saraf pusat yang kemudian diikuti oleh
depresi, kejang-kejang, lumpuh dan kematian (ATSDR, 2006). HCN dapat terserap cepat ke
dalam tubuh dan terbawa hingga ke dalam plasma (Pitoi, 2014)
4. Karbon Monoksida (CO)
Sumber polusi yang utama berasal dari transportasi, dimana hampir 60% dari polutan
yang dihasilkan terdiri dari karbon monoksida dan sekitar 15% terdiri dari hidrokarbon. Berat
molekul senyawa ini 28.01 g/mol, Titik didih 191.5 °C, Titik leleh 205.02 °C. Polutan yang
utama adalah karbon monoksida yang mencapai hampir setengahnya dari seluruh polutan udara
yang ada (Fardiaz, 2008) (PubChem, 2019).
Karbon Monoksida (CO) adalah gas yang tidak berbau, tidak berasa, dan juga tidak
berwarna (Wardhana, 2004).Gas CO dapat berbentuk cairan pada suhu dibawah -129ºC. Gas
CO sebagian besar berasal dari pembakaran bahan fosil dengan udara, berupa gas buangan. Di
kota besar yang padat lalu lintasnya akan banyak menghasilkan gas CO sehingga kadar CO
dalam udara relatif tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan.
Selain itu, gas CO dapat pula terbentuk dari proses industri. Karbon monoksida (CO)
adalah suatu gas tidak berwarna, tidak berbau yang dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna
material yang mengandung zat arang atau bahan organik, baik dalam alur pengolahan hasil jadi
industri, ataupun proses di alam lingkungan. Ia terdiri dari satu atom karbon yang secara
kovalen berikatan dengan satu atom oksigen. Dalam ikatan ini, terdapat dua ikatan kovalen dan
satu ikatan kovalen koordinasi antara atom karbon dan oksigen (Anggraeni, 2009).
5. Asam Klorida (HCl)
HCl adalah asam kuat, dan memisah sepenuhnya dalam air.HCl dibentuk oleh ikatan
kovalen antara ion hidrogen dan klorida dan bersifat sangat korosif. Berat molekul senyawa ini
36.46 g/mol, Titik didih -85.1 °C, Titik leleh -114.2 °C. HCl memiliki banyak kegunaan

komersial, termasuk penggunaan dalam produksi baja dan dalam produksi obat-obatan. Selain
itu, HCl digunakan oleh perut untuk mengaktifkan enzim yang memecah protein. Kimotripsin
dan pepsin adalah dua enzim ini, dan kehadiran HCl akan memungkinkan enzim ini menjadi
aktif dan mempercepat proses pencernaan (Supiati, et al, 2014). (PubChem, 2019)

7
6. Hidrogen Sulfida (H2S)
Hidrogen Sulfida atau H2 Sadalah senyawa kimia gas yang tidak berwarna, lebih berat
daripada udara, flammable, explosive, corrosive, dan sangat berbahaya, beracun, dengan bau
khas"telur busuk" (IPCS,1985). Berat molekul senyawa ini 34.08 g/mol , Titik didih 445 °C,
Titik leleh -85 °C. Struktur kimia dari hydrogen sulfida adalah sebagai berikut:
Rumus Kimia: H2S
Berat Molekul: 34,1g/mol
Titik didih: -77°C (760 mmHg)
Titik Lebur: -82°C
Berat Jenis: 1,2 g/ml
Tekanan Uap: 1740 kPA (pada 20°C)
Bentuk: Gas (Pada Suhu Kamar)
Kelarutan: Sedikit Larut dalam air. (PubChem, 2019)
7. Metanol (CH3OH)
Metanol diperoleh dari destilasi destruktif kayu, merupakanalkohol yang paling
sederhana dengan rumus kimia CH3OH, memiliki berat molekul 32.042 g/mol, Metanol
memiliki titik didih 65 °C, titik leleh -97.6°C, bersifat ringan, mudah menguap, tidak bewarna
dan mudah terbakar. Dalam bidang industri metanol digunakan sebagai bahan tambahan pada
bensin, bahan pemanas ruangan, pelarut industri pada larutan mesin fotocopy, serta bahan
makanan untuk bakteri yang memproduksi protein(Said, 2009) (PubChem, 2019).
8. Benzilklorida (C6H5CH2Cl)
Benzoilklorida, juga dikenal sebagi benzene karbonil klorida, adalah cairan tak berwarna
dan berkabut C6H5COCl dengan bau yang menusuk.Senyawa ini digunakan sebagai bahan
kimia antara dalam pembuatan zat warna, parfum, peroksida, obat-obatan, dan resin. memiliki
berat molekul 126.58 g/mol, memiliki titik didih 174 °C, titik leleh -39.4 °C. Ia juga digunakan
dalam bidang fotografi dan digunakan dalam proses pembuatan tanin sintetik. Ia sebelumnya
digunakan sebagai gas iritan dalam peperangan. Benzilklorida ini bersifat korosif dan toksik
(Friedrich, 1982) (PubChem, 2019).
9. Nitrogen dioksida (NO2)
Nitrogen dioksida adalah gas toksik, kelarutannya dalam air rendah, tetapi mudah larut
dalam larutan alkali, karbon disulfida dan kloroform. memiliki berat molekul 46.006 g/mol,
memiliki titik didih 21.2 °C, titik leleh -11.2 °C. Gas ini berwarna coklat kemerahan dan pada
suhu di bawah 21,2ºC akan berubah menjadicairan berwarna kuning. Baunya khas dan

8
mengganggu bahkan dapat mengiritasisaluran napas pada konsentrasi 1-3 ppm (Handayani et
al, 2003) (PubChem, 2019).
Pada saat di atmosfer, gas ini akan mengalami siklus fotolitik NO2 bersama dengan gas
NO dan oksigen dengan bantuan sinar matahari. Siklus fotolitik ini dapat terganggu jika di
dalam udara terdapat hidrokarbon (HC), karena hidrokarbon akan berekasi dengan O
maupunO2 . Reaksi HC dengan O akan menghasilkan radikal bebas HC yang sangat reaktif.
Radikal bebas HC akan menyerang NO dan NO2 sehingga jumlah NO akan berkurang. Radikal
bebas HC dapat juga bereaksi dengan HC lainnya dan menghasilkan senyawa-senyawa
organik. Di samping itu radikal bebas HC yang bereaksi dengan O2 dan NO2 akan menghasilkan
Peroxyl Acetyl Nitrates atau disingkat PAN (Wardhana, 2004).
10. Asam Nitrat (HNO3)
Asam Nitrat (HNO3), memiliki berat molekul 63.013 g/mol, memiliki titik didih 121 °C,
titik leleh -41.6 °C, dikenal dengan nama air keras, senyawa in digunakan dalam berbagai
pembentukan senyawa sintetis, pembantukan senyawa-senyawa grup nitro, pembuatan zat
pewarna dan berbagai bahan peledak(Syukri,2009) (PubChem, 2019).
11. Asam Asetat (CH3COOH)
Asam Asetat (CH3COOH) merupakan zat kimia murni yang terdiri dari beberapa unsur
yang dapat di pecah-pecah lagi. memiliki berat molekul 60.05 g/mol, memiliki titik didih 117.9
°C, titik leleh 16.6 °C, CH3COOH merupakan senyawa kimia asam organik yang dikenal
sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka murni adalah cairan
higroskopis tak berwarna dan memiliki titik beku 16,7ºC. Asam cuka merupakan hasil olahan
makanan melalui fermentasi. Fermentasi glukosa secara anaerob menggunakan khamir
saccharomyces cerevicae menghasilkan etanol. Fermentasi etanol secara aerob nmenggunakan
bakteri acerobacter aceti menghasilkan asam cuka (Bucckle et al, 2010) (PubChem, 2019).
12. Fenol (C6H5OH)
Fenol (C6H5OH) merupakan senyawa organik yang mempunyai gugus hidroksil yang
terikat pada cincin benzena. memiliki berat molekul 94.1 g/mol, memiliki titik didih 181.8 °C
titik leleh - 40.9 °C, Senyawa fenol memiliki beberapa nama lain seperti asam karbolik, fenat
monohidroksibenzena, asam fenat, asam fenilat, fenil hidroksida, oksibenzena, benzenol,
monofenol, fenil hidrat, fenilat alkohol, dan fenol alkohol (Nair et al, 2008). (PubChem, 2019).
Fenol adalah zat kristal yang tidak berwarna dan memiliki bau yang khas. Senyawa fenol
dapat mengalami oksidasi sehingga dapat berperan sebagai reduktor (Hoffman et al., 1997).
Fenol bersifat lebih asam bila dibandingkan dengan alkohol, tetapi lebih basa daripada asam

9
karbonat karena fenol dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Lepasnya ion H+
menjadikan anion fenoksida C6H5O- dapat melarut dalam air. Fenol mempunyai titik leleh 41oC
dan titik didih 181oC. Fenol memiliki kelarutan yang terbatas dalam air yaitu 8,3 gram/100 mL
(Fessenden dan Fessenden, 1992).
Fenol merupakan senyawa yang bersifat toksik dan korosif terhadap kulit (iritasi) dan
pada konsentrasi tertentu dapat menyebabkan gangguan kesehatan manusia hingga kematian
pada organisme. Tingkat toksisitas fenol beragamtergantung dari jumlah atom atau molekul
yang melekat pada rantai benzenanya (Qadeer and Rehan, 1998).
13. Kalium permanganat (KMNO4)
Kalium permanganat adalah suatu senyawa kimia anorganik dan obat-obatan. Sebagai
obat senyawa ini digunakan untuk membersihkan luka dan dermatitis. memiliki berat molekul
158.034 g/mol, Senyawa ini memiliki rumus kimia KMNO4 dan merupakan garam yang
mengandung ion K+ dan MnO−4.Senyawa ini merupakan agen pengoksidasi kuat. Ia larut dalam
air menghasilkan larutan berwarna merah muda atau ungu yang intens, penguapan larutan ini
meinggalkan kristal prismatik berwarna keunguan-hitam.Pada tahun 2000, produksi di seluruh
dunia diperkirakan mencapai 30,000 ton. Dalam senyawa ini, mangan memiliki bilangan
oksidasi +7 (BMA, 2015). (PubChem, 2019).

TABEL SIFAT BERBAHAYA BAHAN KIMIA


No Nama Karakteristik
Irritant Korosif Pengoksidasi Explosive Toxic Karsinogenik Radioaktif Flammable
1 KMNO4  
2 C6H5OH  

10
3 CH3COOH  
4 HNO3  
5 NO2   
6 C6H5CH2Cl   

7 CH3OH  

8 H2S  
9 HCl  
10 CO  
11 HCN  
12 NaOH 
13 H2SO4 

B. BAHAN KIMIA RAMAH LINGKUNGAN (GREEN CHEMISTRY)


Menurut BPTBA LIPI (Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam), green chemistry atau
“kimia hijau” merupakan bidang kimia yang berfokus pada pencegahan polusi. Pada awal
1990-an, green chemistry mulai dikenal secara global setelah Environmental Protection
Agency (EPA) mengeluarkan Pollution Prevention Act yang merupakan kebijakan nasional
untuk mencegah atau mengurangi polusi.
Green chemistry merupakan pendekatan untuk mengatasi masalah lingkungan baik itu
dari segi bahan kimia yang dihasilkan, proses ataupun tahapan reaksi yang digunakan. Konsep
ini menegaskan tentang suatu metode yang didasarkan pada pengurangan penggunaan dan
pembuatan bahan kimia berbahaya baik itu dari sisi perancangan maupun proses. Bahaya bahan
kimia yang dimaksudkan dalam konsep green chemistry ini meliputi berbagai ancaman
terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, termasuk toksisitas, bahaya fisik, perubahan iklim
global, dan penipisan sumber daya alam.
Istilah kimia digunakan dalam “green chemistry” dimaksudkan karena melibatkan
struktur dan perubahan suatu materi.Perubahan tersebut pasti melibatkan energi sebagai
sumbernya. Oleh karena itu konsep green chemistry ini juga erat kaitannya dengan energi dan
penggunaannya baik itu secara langsung maupun yang tidak langsung seperti penggunaan suatu
material dalam hal pembuatan, penyimpanan dan proses penyalurannya.
Green chemistry merupakan pendekatan yang sangat efektif untuk mencegah terjadinya
polusi karena dapat digunakan secara langsung oleh para ilmuwan dalam situasi sekarang.
Konsep ini lebih memfokuskan pada cara pandang seorang peneliti untuk menempatkan aspek
lingkungan pada prioritas utama. Area penelitian dalam bidang green chemistry ini meliputi

11
pengembangan cara sintesis yang lebih ramah lingkungan, penggunaan bahan baku yang
terbarukan, merancang bahan kimia yang green, serta penggunaan bioteknologi sebagai
alternatif dalam industri (Sharma, 2008).
Anastas dan Warner (1998) mengusulkan konsep“The Twelve Principles of Green
chemistry” yang digunakan sebagai acuan oleh para peneliti untuk melakukan penelitian yang
ramah lingkungan. Berikut adalah ke-12 prinsip kimia hijau yang diusulkan oleh Anastas dan
Warner:
1) Mencegah timbulnya limbah dalam proses
Lebih baik mencegah daripada menanggulangi atau membersihkan limbah yang timbul
setelah proses sintesis, karena biaya untuk menanggulangi limbah sangat besar.
2) Mendesain produk bahan kimia yang aman
Pengetahuan mengenai struktur kimia memungkinkan seorang kimiawan untuk
mengkarakterisasi toksisitas dari suatu molekul serta mampu mendesain bahan kimia yang
aman. Target utamanya adalah mencari nilai optimum agar produk bahan kimia memiliki
kemampuan dan fungsi yang baik akan tetapi juga aman (toksisitas rendah). Caranya adalah
dengan mengganti gugus fungsi atau dengan cara menurunkan nilai bioavailability.
3) Mendesain proses sintesis yang aman
Metode sintesis yang digunakan harus didesain dengan menggunakan dan menghasilkan
bahan kimia yang tidak beracun terhadap manusia dan lingkungan. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu meminimalkan paparan atau meminimalkan bahaya terhadap
orang yang menggunakan bahan kimia tersebut.
4) Menggunakan bahan baku yang dapat terbarukan
Penggunaan bahan baku yang dapat diperbarui lebih disarankan daripada menggunakan
bahan baku yang tak terbarukan didasarkan pada alasan ekonomi. Bahan baku terbarukan
biasanya berasal dari produk pertanian atau hasil alam, sedangkan bahan baku tak terbarukan
berasal dari bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas alam, batu bara, dan bahan tambang
lainnya.

5) Menggunakan katalis
Penggunaan katalis memberikan selektifitas yang lebih baik, rendemen hasil yang
meningkat, serta mampu mengurangi produk samping.Peran katalis sangat penting karena
diperlukan untuk mengkonversi menjadi produk yang diinginkan.Dari sisi green chemistry
penggunaan katalis berperan pada peningkatan selektifitas, mampu mengurangi penggunaan
reagen, dan mampu meminimalkan penggunaan energi dalam suatu reaksi.

12
6) Menghindari derivatisasi dan modifikasi sementara dalam reaksi kimia
Derivatisasi yang tidak diperlukan seperti penggunaan gugus pelindung,
proteksi/deproteksi, dan modifikasi sementara pada proses fisika ataupun kimia harus
diminimalkan atau sebisa mungkin dihindari karena pada setiap tahapan derivatisasi
memerlukan tambahan reagen yang nantinya memperbanyak limbah.
7) Memaksimalkan atom ekonomi
Metode sintesis yang digunakan harus didesain untuk meningkatkan proporsi produk
yang diinginkan dibandingkan dengan bahan dasar.Konsep atom ekonomi ini mengevaluasi
sistem terdahulu yang hanya melihat rendemen hasil sebagai parameter untuk menentukan
suatu reaksi efektif dan efisiens tanpa melihat seberapa besar limbah yang dihasilkan dari reaksi
tersebut.Atom ekonomi disini digunakan untuk menilai proporsi produk yang dihasilkan
dibandingkan dengan reaktan yang digunakan.Jika semua reaktan dapat dikonversi sepenuhnya
menjadi produk, dapat dikatakan bahwa reaksi tersebut memiliki nilai atom ekonomi 100%.
8) Menggunakan pelarut yang aman
Penggunaan bahan kimia seperti pelarut, ekstraktan, atau bahan kimia tambahan yang
lain harus dihindari penggunaannya. Apabila terpaksa harus digunakan, maka harus seminimal
mungkin. Penggunaan pelarut memang sangat penting dalam proses sintesis, misalkan pada
proses reaksi, rekristalisasi, sebagai fasa gerak pada kromatografi, dan lain-lain. Penggunaan
yang berlebih akan mengakibatkan polusi yang akan mencemari lingkungan. Alternatif lain
adalah dengan menggunakan beberapa tipe pelarut yang lebih ramah lingkungan seperti ionic
liquids, flourous phase chemistry, supercritical carbon dioxide, dan“biosolvents”.Selain itu
ada beberapa metode sintesis baru yang lebih aman seperti reaksi tanpa menggunakan pelarut
ataupun reaksi dalam media air.

9) Meningkatkan efisiensi energi dalam reaksi


Energi yang digunakan dalam suatu proses kimia harus mempertimbangkan efek
terhadap lingkungan dan aspek ekonomi. Jika dimungkinkan reaksi kimia dilakukan dalam
suhu ruang dan menggunakan tekanan.Penggunaan energi alternatif dan efisien dalam sintesis
dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode baru diantaranya adalah dengan
menggunakan radiasai gelombang mikro (microwave), ultrasonik dan fotokimia.
10) Mendesain bahan kimia yang mudah terdegradasi
Bahan kimia harus didesain dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, oleh karena
itu suatu bahan kimia harus mudah terdegradasi dan tidak terakumulasi di lingkungan.Seperti
sintesis biodegradable plastik, bioderadable polimer, serta bahan kimia lainya.

13
11) Penggunaan metode analisis secara langsung untuk mengurangi polusi
Metode analisis yang dilakukan secara real-time dapat mengurangi pembentukan produk
samping yang tidak diinginkan.Ruang lingkup ini berfokus pada pengembangan metode dan
teknologi analisis yang dapat mengurangi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dalam
prosesnya.
12) Meminimalisasi potensi kecelakaan
Bahan kimia yang digunakan dalam reaksi kimia harus dipilih sedemikian rupa sehingga
potensi kecelakaan yang dapat mengakibatkan masuknya bahan kimia ke lingkungan, ledakan
dan api dapat dihindari.
Aplikasi penerapan ke-12 prinsip kimia hijau ini masih belum sepenuhnya dilakukan para
kimiawan khususnya yang bergerak pada bidang sintesis dalam hal desain reaksi dan metode
yang digunakan untuk mencegah seminimal mungkin terjadinya pencemaran lingkungan.
Marilah kita mulai penelitian yang lebih berwawasan lingkungan dengan mempertimbangkan
aspek green chemistry, agar generasi mendatang dapat hidup lebih baik.

C. MEMBELI BAHAN KIMIA


Pembelian adalah kegiatan yang dilakukan untuk pengadaan barang yang dibutuhkan
perusahaan dalam menjalankan usahanya dimulai dari pemilihan sumber sampai memperoleh
barang. Dengan adanya pembelian, perusahaan dapat secara mudah menyediakan sumber
daya yang diperlukan organisasi secara efisien dan efektif.Bagian dari pembelian bahan kimia
adalah analisis masa pakai dan biayanya.Biaya pembelian hanyalah bagian awalnya. Biaya
penanganan, dari segi manusia dan keuangan, serta biaya pembuangan juga harus
diperhitungkan. Tanpa analisis ini, pesanan bisa jadi rangkap dan bahan kimia tak terpakai bisa
jadi bagian signifikan dari limbah berbahaya di laboratorium. Prosedur pembelian bahan kimia
menurut James (2007)adalah:
1. Dimulai dari adanya permohonan kebutuhan chemical untuk mengisi kembali stok
persediaan melalui pengamatan terhadap catatan persediaan.
2. Tahap selanjutnya adalah proses pembelian yang dilakukan dengan cara memilih
perusahaan pemasok dengan mempertimbangkan harga, mutu, jumlah yang tersedia,
pelayanan dan waktu penyerahan yang dapat dipenuhi oleh perusahaan pemasok.
3. Kemudian perusahaan mengajukan surat persetujuan pemesanan atau pembelian.
4. Setelah barang diterima, informasi tentang bukti penerimaan persediaan digunakan untuk
meng-update catatan persediaan.

14
5. Tahap yang terakhir yaitu berdasarkan faktur yang diterima dari pemasok, perusahaan
memproses hutang dagang.
Dalam pelaksanaan suatu transaksi terdapat internal check diantara unit organisasi
pelaksana. Beberapa fungsi yang terkait dan memiliki tanggung jawab serta wewenang
dalammelaksanakan transaksi pembelian adalah:
1. Fungsi Gudang
Dalam prosedur pembelian, fungsi gudang bertanggung jawab untuk mengajukan
permintaan pembelian sesuai dengan posisi persediaan yang ada di gudang dan untuk
menyimpan barang yang telah diterima.
2. Fungsi Pembelian
Fungsi pembelian bertanggung jawab untuk memperoleh informasi mengenai harga
barang, menentukan pemasok yang dipilih dalam pengadaan barang, dan mengeluarkan
order pembelian kepada pemasok yang dipilih.Ada beberapa alasan untuk memesan bahan
kimia sesuai kebutuhan dan dalam wadah kecil, yaitu:
a. Ukuran kemasan kecil utamanya mengurangi risiko kerusakan.
b. Wadah yang lebih kecil mengurangi risiko terjadinya kecelakaan dan pemaparan
terhadap bahan berbahaya.
c. Inventaris ukuran tunggal mengurangi kebutuhan ruang penyimpanan.
d. Wadah kecil lebih cepat habis, sehingga mengurangi peluang terurainya senyawa
reaktif.
e. Wadah besar sering kali harus dibagi. Ini memerlukan peralatan lain, seperti wadah
pemindah yang lebih kecil, corong, pompa, dan label, serta peralatan kerja tambahan
dan peralatan pelindung diri (PPE), untuk mengantisipasi bahaya yang ditimbulkan.
Biaya pembuangan wadah kecil dari bahan berbahaya yang tidak digunakan lebih
kecil.
Lembaga juga harus meminimalkan jumlah bahan kimia yang diterima sebagai hadiah
atau bagian dari kontrak penelitian untuk membatasi biaya pemeliharaan atau pembuangan
bahan kimia yang tidak dibutuhkan.
3. Fungsi Penerimaan
Fungsi penerimaan bertanggunng jawab untuk melakukan pemeriksaan terhadap jenis,
mutu dan kuantitas barang yang diterima dari pemasok guna menentukan dapat atau tidaknya
diterima.Batasi pengiriman bahan kimia ke area yang memiliki perlengkapan untuk menangani
bahan kimia tersebut, seperti tempat bongkar muat, ruang penerimaan, atau laboratorium.
Jangan mengirimkan bahan kimia ke kantor departemen yang tidak memiliki perlengkapan

15
untuk menerima paket ini. Namun, jika pengiriman ke kantor serupa merupakan opsi satu-
satunya, tentukan lokasi terpisah dan jauh dari gangguan, seperti meja atau rak, untuk
pengiriman bahan kimia. Berikut ini langkah-langkah untuk memastikan penerimaan bahan
kimia yang tepat:
a. Latih pegawai ruang penerimaan, tempat bongkar muat, dan tata usaha untuk
mengenali bahaya yang mungkin terkait dengan bahan kimia yang datang ke
fasilitas. Mereka perlu tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi masalah, seperti
kemasan bocor atau terjadi tumpahan.
b. Lengkapi ruang penerimaan dengan peralatan yang sesuai untuk menerima bahan
kimia. Ini meliputi rantai yang menahan silinder dan kereta yang dirancang untuk
memindah berbagai jenis wadah bahan kimia dengan selamat. Siapkan rak, meja,
atau area terkunci untuk kemasan untuk menghindari kerusakan akibat kendaraan
ruang penerimaan.
c. Segera buka paket yang datang dan periksa untuk mengonfirmasi pesanan dan
memastikan bahwa segel wadah dalam keadaan baik. Pegawai laboratorium harus
memverifikasi bahwa wadah yang sampai dilabeli dengan nama dan tanggal
penerimaan yang tepat pada label yang melekat dengan baik. Biarkan label yang
dipasang pabrik.Segera masukkan bahan kimia baru ke dalam inventaris
laboratorium.
d. Simpan bahan kimia yang tidak dikemas dengan aman. Secara khusus, segera buka
kemasan dan simpan bahan kimia reaktif yang dikirimkan dalam wadah logam
bersegel (seperti lithium aluminium hidrida, natrium peroksida,fosfor).
Penyimpanan yang tepat mencegah terjadinya degradasidan korosi serta
menyediakan bahan kimia untuk inspeksi berkala.
e. Kirimkan bahan kimia dengan aman di dalam fasilitas. Pegawai boleh membawa
satu kotak bahan kimia dalam kemasan aslinya. Pindahkan kelompok paket atau
paket berat dengan kereta yang stabil, memiliki tali atau bagian samping untuk
mengamankan paket, serta memiliki roda yang cukup besar untuk melewati
permukaan yang tidak rata dengan mudah.
f. Jika pegawai pengiriman luar tidak menangani bahan sesuai standar fasilitas
penerimaan, segera perbaiki atau cari pengangkut atau pemasok lain.
4. Fungsi Akuntansi
Fungsi akuntansi yang terkait dalam transaksi pembelian adalah fungsi mencatat utang
dan fungsi pencatat persediaan. Fungsi pencatat utang bertanggungjawab untuk mencatat

16
transaksi pembelian kedalam register bukti kas keluar dan untuk menyelenggarakanarsip
dokumen(bukti kaskeluar) yang berfungsi sebagai catatan utang atau menyelenggarakan kartu
utang sebagai buku pembantu utang. Sedangkan fungsi pencatat persediaan bertanggung jawab
untuk mencatat harga pokok persediaan barang yang dibeli ke dalam kartu persediaan.
Contoh: Pembelian bahan kimia PT.Unitex, Tbk
PT. Unitex, Tbk adalah sebuah perusahaan patungan Indonesia – Jepangyang bergerak
dalam bidang tekstil terpadu (Fully Integrated Textile Manufacture).Dalammelakukan
pembelian bahan penunjang seperti bahan kimmia, PT.Unitex, Tbk biasanya melakukan
pembelian secara lokal dan import. Dalam pembelian tersebut perusahaan menetapkan bahwa:
a. Untuk pembelian bahan kimia dari luar negeri (import) membutuhkan waktu kurang lebih
dua minggu sampai dengan satu bulan dari waktu pemesanan sampai barang tersebut
diterima.
b. Untuk pembelian bahan kimia daridalam negeri (lokal) membutuhkan waktu kurang lebih
tiga hari samapai dengan satu minggu dari waktu pemesanan sampai barangtersebut
diterima.

17
Gambar 1. Skema Pembelian PT. Unitex, Tbk

Keterangan gambar adalah sebagai berikut:


1. Bagian produksi mengajukan permohonan kebutuhan bahan baku kepada bagian
gudang.
2. Bagian gudang akan memeriksa barang, apabila barang kurang maka akan mengajukan
permintaan barang kepada bagian pembelian. Permintaan kebutuhanbarang
dilakukansecara rutin setiap bulan.
3. Bagian pembelian akan melakukan penawaran permintaan dan surat
permintaanpenawaran harga kepada supplier.
4. Supplier akan memberikan daftar harga kepada bagian pembelian.
5. Bagian pembelian akan memberikan daftar harga tersebut kepada bagian gudang dan
kepala bagian (gudang) memilihpemasok sesuai dengan barang yang akan dipesan
dalam daftar pemasok terpilih.

18
6. Kepala bagian pembelian mengadakan negosiasi pembelian, meliputi:
a. Kualitas
b. Harga
c. Pengiriman (delivery)
d. Syarat pembayaran (kelengkapan dokumen dan waktu)
7. Bagian gudang menerbitkan Purchasing Order yang berisi:
a. Item barang beserta spec/kualitas
b. Jumlah barang
c. Tanggal pengiriman
d. Harga hasil negosiasi
e. Nama pemasok terpilih

D. INVENTARIS BAHAN KIMIA


Inventarisasimerupakankegiatan/tindakan untuk melakukan penghitungan,pengurusan,
penyelenggaraan peraturan, pencatatan data dan pelaporan barang milik daerahdalam unit
pemakaian (Sholeh dan Rochamnsjah, 2010).
Inventarisasi peralatan laboratorium dan bahan kimia sangat penting dan merupakan
asset pendidikan yang sangat berharga sehingga harus dilakukan secara ketatPeralatan sangat
mahal sehingga harus diamankan dari kehilangan, kerusakan fatal, penyalahgunaan, pencurian
dan kebakaran.Adapun tujuan penataan alat dan bahan kimia adalah:
1. Memahami cara menata dan menyimpan alat dan bahan di laboratorium.
2. Memahami cara mengadministrasikan alat dan bahan di Laboratorium.
3. Mengenal dan mengisi perangkat Administrasi.
4. Menerapkan cara menata,menyimpan, dan mengadministrasikan alat dan bahan di
Laboratorium.
Inventaris alat-alat laboratorium dibuat dengan data yang aktual dan memuat tentang
alat-alat yang ada di laboratorium yaitu nama alat, jumlahnya, dan tahun perolehan, sedangkan
Inventaris bahan-bahan kimia di laboratorium dibuat dengan data yang aktual dan memuat
informasi tentang bahan kimia yang ada di laboratorium yaitu nama bahan kimia, rumus
molekul dan CAS number. CAS atau singkatan dari Chemical Abstract Service merupakan
indentitas berupa nomor unik untuk unsure kimia yang diperlukan untuk memudahkan
pencarian bahan tersebut.

19
Jenis-Jenis Inventaris
a. Berbasis Kertas

Gambar 2. Inventaris Bahan Kimia PLT UIN Jakarta Gambar 3. Inventaris Bahan Kimia MAN 13 Jakarta

b. Sistem Berbasis Komputer/Web

Gambar 4. Aplikasi SIBaKi

Gambar 5. Simbol Aplikasi SIBaKI Gambar 6. Barcode Senyawa Al

20
Gambar 7. Tampilan Add Inventory Sistem Inventori Bahan Kimia (SIBaKi)

Gambar 8. Tampilan Database Sistem Inventori Bahan Kimia (SIBaKi).

Memelihara Inventaris
Inventaris bernilai bagi operasi laboratorium jika semua orang mendukungdan
berkontribusi terhadap pengoperasian tersebut. Untuk memastikan inventaristerkelola dengan
baik dan berguna, lakukan langkah-langkah ini.
• Masukkan semua bahan kimia di laboratorium ke dalam inventaris.
• Selalu perbarui inventaris. Tunjuk satu atau beberapa pegawai yang mencatat inventaris
dan memasukkan bahan baru ke dalam sistem. Hanya pegawai-pegawai inilah yang
memiliki akses untuk menulis ataumengedit inventaris.
• Audit inventaris dan sistem pelacakan secara berkala untuk menghapus data yang tidak
akurat. Setiap tahun, buatlah inventaris nyata bahanbahan kimia yang disimpan,
verifikasi data masing-masing item, dan cocokkan setiap perbedaannya. Pada saat
bersamaan,identifikasi bahan kimia yang tidak diperlukan, kedaluwarsa, atau rusak, lalu
atur pembuangannya.

21
• Pastikan wadah yang kosong dihapus dari inventaris yang aktif.
Menghapus Inventaris yang Tidak Diinginkan
1) Pertimbangkan untuk membuang bahan-bahan yang kira-kira tidak akan digunakan
dalam periode lumayan lama, seperti dua tahun. Untuk zat-zat yang stabil dan relatif
tidak berbahaya dengan usia pakai tak terbatas, keputusan untuk menyimpannya harus
mempertimbangkan nilai ekonomis, ketersediaan, dan biaya penyimpanannya. Pastikan
Anda mencari wadah yang rusak atau wadah yang isinya terbukti jelas mengalami
perubahan kimia. Wadah-wadah seperti ini harus diperiksa dan ditangani oleh orang
yang berpengalaman dalam mengantisipasi kemungkinan bahaya dalam situasi
semacam ini.
2) Buang atau lakukan daur ulang bahan kimia sebelum tanggal kedaluwarsanya
sebagaimana tertulis di wadah tersebut.
3) Ganti label yang rusak sebelum informasinya buram atau hilang.
4) Segera pindahkan zat yang berbau dari penyimpanan dan inventaris.
5) Segera kurangi inventaris bahan kimia yang memerlukan penyimpanan pada suhu
rendah di ruang kendali suhu atau lemari es. Karena bahan kimia ini mungkin meliputi
bahan yang sensitif terhadap udara dan kelembapan, bahan-bahan kimia ini utamanya
cenderung mengalami masalah kondensasi.
6) Buanglah semua bahan kimia berbahaya yang terkait dengan pegawai laboratorium
yang sudah berhenti bekerja atau dipindahkan ke laboratorium lain. Lembaga harus
menetapkan kebijakan pembersihan bagi peneliti laboratorium atau siswa yang akan
pergi dan harus memberlakukan kebijakan ini dengan ketat untuk mencegah timbulnya
bahaya bagi orang lain akibat bahan kimia yang tidak terurus dan tidak diketahui.
7) Kembangkan dan berlakukan prosedur pemindahan atau pembuangan bahan kimia atau
bahan lain saat menghentikan operasi laboratorium karena renovasi dan relokasi.
8) Coba hindari menerima seluruh inventaris bahan kimia dari laboratorium yang sudah
berhenti beroperasi dan jangan sumbangkan seluruh inventaris bahan kimia kepada
sekolah atau unit usaha kecil.

E. PENYIMPANAN BAHAN KIMIA(Moran dan Masciangioli, 2010)


Berikut panduan umum ini saat menyimpan bahan kimia dan peralatan bahan kimia:
1. Sediakan tempat penyimpanan khusus untuk masing-masing bahan kimia dan
kembalikan bahan kimia ke tempat itu setelah digunakan.

22
2. Simpan bahan dan peralatan di lemari dan rak khusus penyimpanan.
3. Amankan rak dan unit penyimpanan lainnya. Pastikan rak memiliki bibir pembatas di
bagian depan agar wadah tidak jatuh. Idealnya, tempatkan wadah cairan pada baki logam
atau plastik yang bisa menampung cairan jika wadah rusak. Tindakan pencegahan ini
utamanya penting di kawasan yang rawan gempa bumi atau kondisi cuaca ekstrem
lainnya.
4. Hindari menyimpan bahan kimia di atas bangku, kecuali bahan kimia yang sedang
digunakan. Hindari juga menyimpan bahan dan peralatan di atas lemari. Jika terdapat
sprinkler, jaga jarak bebas minimal 18 inci dari kepala sprinkler.
5. Jangan menyimpan bahan pada rak yang tingginya lebih dari 5 kaki (~1,5 m).
6. Hindari menyimpan bahan berat di bagian atas.
7. Jaga agar pintu keluar, koridor, area di bawah meja atau bangku, serta area peralatan
keadaan darurat tidak dijadikan tempat penyimpanan peralatan dan bahan.
8. Labeli semua wadah bahan kimia dengan tepat. Letakkan nama pengguna dan tanggal
penerimaan pada semua bahan yang dibeli untuk membantu kontrol inventaris.
9. Hindari menyimpan bahan kimia pada tudung asap kimia, kecuali bahan kimia yang
sedang digunakan.
10. Simpan racun asiri (mudah menguap) atau bahan kimia pewangi pada lemari berventilasi.
Jika bahan kimia tidak memerlukan lemari berventilasi, simpan di dalam lemari yang
bisa ditutup atau rak yang memiliki bibir pembatas di bagian depan.
11. Simpan cairan yang mudah terbakar di lemari penyimpanan cairan yang mudah terbakar
yang disetujui.
12. Jangan memaparkan bahan kimia yang disimpan ke panas atau sinar matahari langsung.
13. Simpan bahan kimia dalam kelompok-kelompok bahan yang sesuai secara terpisah yang
disortir berdasarkan abjad.
14. Ikuti semua tindakan pencegahan terkait penyimpanan bahan kimia yang tidak sesuai.
15. Berikan tanggung jawab untuk fasilitas penyimpanan dan tanggung jawab lainnya di atas
kepada satu penanggung jawab utama dan satu orang cadangan. Kaji tanggung jawab ini
minimal setiap tahun.

23
Gambar 9. Contoh Pelabelan yang Tepat

Gambar 10. Kode Label

1. Wadah dan Peralatan


Ikuti panduan khusus di bawah ini tentang wadah dan peralatan yang digunakan untuk
menyimpan bahan kimia.
1. Gunakan perangkat pengaman sekunder, seperti wadah pengaman (overpack), untuk
menampung bahan jika wadah utama pecah atau bocor.
2. Gunakan baki penyimpanan yang tahan korosi sebagai perangkat pengaman sekunder
untuk tumpahan, kebocoran, tetesan, atau cucuran. Wadah polipropilena sesuai untuk
sebagian besar tujuan penyimpanan.
3. Sediakan lemari berventilasi di bawah tudung asap kimia untuk menyimpan bahan
berbahaya.
4. Segel wadah untuk meminimalkan terlepasnya uap yang korosif, mudah terbakar, atau
beracun.

2. Penyimpanan Dingin
Penyimpanan bahan kimia, biologis dan radioaktif yang aman di dalam lemari es,
ruangan yang dingin, atau freezer memerlukan pelabelan dan penataan yang baik. Manajer
laboratorium menugaskan tanggung jawab untuk menjaga unit-unit ini agar aman, bersih, dan
tertata, serta mengawasi pengoperasiannya yang benar. Ikuti panduan penyimpanan dingin ini:

24
1. Gunakan lemari penyimpanan bahan kimia hanya untuk menyimpan bahan kimia.
Gunakan pita dan penanda tahan air untuk memberi label lemari es dan freezer
laboratorium.
2. Jangan menyimpan bahan kimia yang mudah terbakar dalam lemari es, kecuali
penyimpanan bahan tersebut disetujui. Jika penyimpanan dalam lemari es diperlukan di
dalam ruang penyimpanan bahan yang mudah terbakar, pilih lemari es tahan-ledakan.
Jangan menyimpan oksidator atau bahan yang sangat reaktif dalam unit yang sama dengan
bahan yang mudah terbakar.
3. Semua wadah harus tertutup dan stabil. Perangkat pengaman sekunder, seperti baki plastik,
penting untuk labu laboratorium kimia dan disarankan untuk semua wadah.
4. Labeli semua bahan dalam lemari es dengan isi, pemilik, tanggal perolehan atau
penyiapan, dan sifat potensi bahayanya.
5. Tata isi berdasarkan pemilik, namun pisahkan bahan yang tidak sesuai. Tata isi dengan
memberi label pada rak dan tempelkan skema penataan di luar unit.
6. Setiap tahun, kaji semua isi dari masing-masing unit penyimpanan dingin. Buang semua
bahan tidak berlabel, tidak diketahui, atau tidak diinginkan, termasuk bahan yang dimiliki
oleh pegawai yang telah meninggalkan laboratorium.

3. Penyimpanan Cairan yang Mudah Terbakar dan Gampang Menyala


Cairan yang mudah terbakar dan gampang menyala di laboratorium hanya boleh tersedia
dalam jumlah terbatas. Jumlah yang diperbolehkan tergantung pada sejumlah faktor, termasuk:
 konstruksi laboratorium;
 jumlah zona api dalam gedung;
 tingkat lantai tempat laboratorium berlokasi;
 sistem pelindungan api yang dibangun dalam laboratorium;
 adanya lemari penyimpanan cairan yang mudah terbakar atau kaleng keselamatan;
 jenis laboratorium (yaitu, pendidikan atau penelitian dan pengembangan).
Ikuti panduan ini untuk menyimpan cairan yang mudah terbakar dan gampang menyala:
1. Jika tempatnya memungkinkan, simpan cairan yang gampang menyala dalam lemari
penyimpanan bahan yang mudah terbakar.
2. Simpan cairan gampang menyala di dalam wadah aslinya (atau wadah lain yang disetujui)
atau dalam kaleng keselamatan. Jika memungkinkan, simpan cairan yang mudah terbakar
yang berjumlah lebih dari 1 L dalam kaleng keselamatan.

25
3. Simpan 55 galon (~208-L) drum cairan yang mudah terbakar dan gampang menyala dalam
ruang penyimpanan khusus untuk cairan yang mudah terbakar.
4. Jauhkan cairan yang mudah terbakar dan gampang menyala dari bahan oksidasi kuat,
seperti asam nitrat atau kromat, permanganat, klorat, perklorat, dan peroksida.
5. Jauhkan cairan yang mudah terbakar dan gampang menyala dari sumber penyulutan. Ingat
bahwa banyak uap yang mudah terbakar lebih berat dibandingkan udara dan dapat menuju
ke sumber penyulutan.

4. Penyimpanan Silinder Gas


Periksa undang-undang gedung dan kebakaran internasional, regional, dan lokal untuk
menentukan jumlah gas maksimal yang dapat disimpan di dalam laboratorium. Dengan gas
beracun dan reaktif, atau gas penyebab mati lemas dalam jumlah besar, lemari gas khusus
mungkin diperlukan. Lemari gas dirancang untuk pendeteksian kebocoran, penggantian yang
aman, ventilasi, dan jalan keluar darurat. Untuk gas laboratorium yang biasanya digunakan,
pertimbangkan pemasangan sistem gas internal. Sistem tersebut menghapuskan perlunya
pengiriman dan penanganan silinder gas mampat dalam laboratorium.

5. Penyimpanan Zat yang Sangat Reaktif


Periksa undang-undang gedung dan kebakaran internasional, regional, atau lokal untuk
menentukan jumlah maksimal bahan kimia yang sangat reaktif yang dapat disimpan di dalam
laboratorium. Ikuti panduan umum di bawah ini saat menyimpan zat yang sangat reaktif.
1. Pertimbangkan persyaratan penyimpanan setiap bahan kimia yang sangat reaktif sebelum
membawanya ke dalam laboratorium.
2. Baca MSDS atau literatur lainnya dalam mengambil keputusan tentang penyimpanan
bahan kimia yang sangat reaktif.
3. Bawa bahan sejumlah yang diperlukan ke dalam laboratorium untuk tujuan jangka pendek
(hingga persediaan 6 bulan, tergantung pada bahannya).
4. Pastikan memberi label, tanggal, dan mencatat dalam inventaris semua bahan yang sangat
reaktif segera setelah bahan diterima.
5. Jangan membuka wadah bahan yang sangat reaktif yang telah melebihi tanggal
kedaluwarsanya. Hubungi koordinator limbah berbahaya di lembaga Anda untuk
mendapatkan instruksi khusus.
6. Jangan membuka peroksida organik cair atau pembentuk peroksida jika ada kristal atau
endapan. Hubungi CSSO Anda untuk mendapatkan instruksi khusus.

26
7. Untuk masing-masing bahan kimia yang sangat reaktif, tentukan tanggal pengkajian untuk
mengevaluasi kembali kebutuhan dan kondisi dan untuk membuang (atau mendaur ulang)
bahan yang terurai dari waktu ke waktu.

Gambar 11. Penyimpanan Bahan Reaktif

8. Pisahkan bahan berikut:


 agen pengoksidasi dengan agen pereduksi dan bahan mudah terbakar;
 bahan reduksi kuat dengan substrat yang mudah direduksi;
 senyawa piroforik dengan bahan yang mudah terbakar; dan
 asam perklorik dengan bahan reduksi.
9. Simpan cairan yang sangat reaktif di baki yang cukup besar untuk menampung isi botol.
10. Simpan botol asam perklorik dalam baki kaca atau keramik.
11. Jauhkan bahan yang dapat diubah menjadi peroksida dari panas dan cahaya.
12. Simpan bahan yang bereaksi aktif dengan air sejauh mungkin dari kemungkinan kontak
dengan air.
13. Simpan bahan yang tidak stabil karena panas dalam lemari es. Gunakan lemari es dengan
fitur keselamatan ini:
 semua kontrol yang menghasilkan percikan di bagian luar;
 pintu terkunci magnetik;
 alarm yang memperingatkan jika suhu terlalu tinggi; dan
 suplai daya cadangan.
14. Simpan peroksida organik cair pada suhu terendah yang mungkin sesuai dengan daya larut
atau titik beku. Peroksida cair sangat sensitif selama perubahan fase. Ikuti panduan pabrik
untuk penyimpanan bahan yang sangat berbahaya ini.
15. Lakukan inspeksi dan uji bahan kimia pembentuk peroksida secara periodik dan beri bahan
label akuisisi dan tanggal kedaluwarsa. Buang bahan kimia yang kedaluwarsa.

27
16. Simpan bahan yang sangat sensitif atau simpan lebih banyak bahan eksplosif dalam kotak
anti ledakan.
17. Batasi akses ke fasilitas penyimpanan.

Gambar 12. Asam harus disimpan dalam botol kaca yang dimasukkan dalam wadah individu dan disimpan
di atas baki. Upaya ini akan membuat bahan terpisah dan tidak terkena tumpahan apa pun

6. Penyimpanan Bahan yang Sangat Beracun


Lakukan tindakan pencegahan berikut saat menyimpan karsinogen, toksin reproduktif,
dan bahan kimia dengan tingkat toksisitas akut tinggi.
1. Simpan bahan kimia yang diketahui sangat beracun dalam penyimpanan berventilasi
dalam perangkat pengaman sekunder yang resisten secara kimia dan anti pecah.
2. Jaga jumlah bahan pada tingkat kerja minimal.
3. Beri label area penyimpanan dengan tanda peringatan yang sesuai.
4. Batasi akses ke area penyimpanan.
5. Pelihara inventaris untuk semua bahan kimia yang sangat beracun

F. PEMINDAHAN, PENGANGKUTAN DAN PENGIRIMAN BAHAN


KIMIA(Moran dan Masciangioli, 2010)
Saat memindahkan bahan kimia di lokasi kerja, gunakan perangkat pengaman sekunder,
seperti kaleng karet, untuk membawa bahan kimia yang disimpan dalam botol. Lembaga
dengan kampus yang besar mungkin ingin memakai pembawa atau kendaraan khusus untuk
mengangkut bahan yang diatur peraturan tertentu.
Peraturan internasional berlaku untuk pemindahan bahan kimia, sampel, dan bahan
penelitian lainnya di jalan publik, dengan pesawat terbang, atau melalui pos atau pengangkutan
lainnya. Hukum nasional dan internasional mengatur dengan ketat pengiriman domestik dan
internasional sampel, contoh, obat, dan elemen genetik, serta peralatan penelitian, teknologi,
dan bahan, meski bahan tersebut tidak berbahaya, tidak berharga, atau umum sekali pun.

28
Untuk sebagian besar bahan kimia, bahan biologis, dan radioaktif, pengiriman domestik
atau internasional diatur oleh International Air Transport Association (IATA/Asosiasi
Transportasi Udara Internasional; lihat www.iata.org). Individu yang mempunyai sertifikat
IATA harus melakukan inspeksi pengemasan, pengkajian administrasi, dan menandatangani
dokumen pengiriman.
Beri label selengkap mungkin segala sampel bahan eksperimen yang akan dikirimkan.
Jika tersedia, sertakan informasi berikut dengan bahan eksperimen yang dikirimkan:
1. Pemilik awal: nama pemilik atau individu yang menerima bahan pertama kali. Jika
mengirimkan bahan ke fasilitas lainnya, tambahkan informasi kontak untuk orang yang
dapat memberikan informasi penanganan yang aman.
2. Tanda pengenal: rujukan catatan laboratorium.
3. Komponen berbahaya: komponen berbahaya utama yang diketahui.
4. Potensi bahaya: bahaya yang mungkin timbul.
5. Tanggal: tanggal bahan diletakkan di wadah dan diberi label.
6. Dikirim ke: nama, lokasi, dan nomor telepon orang yang menjadi tujuan pengiriman bahan.
7. MSDS: sertakan ini dengan sampel bahan berbahaya yang dikirimkan ke lembaga lainnya.
Angkut bahan berbahaya menggunakan kendaraan yang dirancang khusus yang
mematuhi peraturan internasional. Jangan menggunakan kendaraan pribadi, perusahaan, atau
lembaga (termasuk pesawat terbang), untuk mengirimkan bahan kimia berbahaya.

G. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)


1. Pengertian K3
Menurut International Labour Organization(ILO),Kesehatan danKeselamatan
Kerja atau Occupational Safety and Health adalah meningkatan dan memelihara derajat
tertinggi semua pekerja baik secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial di semua jenis
pekerjaan, mencegah terjadinya gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pekerjaan,
melindungi pekerja pada setiappekerjaan dari risiko yang timbul dari faktor-faktor yang
dapat mengganggu kesehatan, menempatkan dan memelihara pekerja di lingkungan kerja
yang sesuai dengan kondisi fisologis dan psikologis pekerja dan untuk menciptakan
kesesuaian antara pekerjaan dengan pekerja dan setiap orang dengan tugasnya. Selain itu,
pengertian K3 menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) adalah
suatu aplikasi ilmu dalam mempelajari risiko keselamatan manusia dan properti baik
dalam industri maupun bukan. Kesehatan keselamatan kerja merupakan mulitidispilin

29
ilmu yang terdiri atas fisika, kimia, biologi dan ilmu perilaku dengan aplikasi pada
manufaktur, transportasi, penanganan material bahaya (Sujoso, 2012).
Terdapat perbedaan dari kedua definisi K3 menurut WHO-ILO dan OSHA yang
dapat disimpulkan sebagai berikut, pendekatan yang dilakukan WHO-ILO mengarah
pada perlindungankesehatan masyarakat pekerjamelalui upaya promotif,prefentif, kuratif
dan rehabilitasi dan sasarannya adalah pekerja itu sendiri. Sedangkan OSHA lebih
menekankan pada pengendalian lingkungan kerja fisik, kimia, biologi dan ergonomi
psikologi yang dapat mengganggu status kesehatan dan keselamatan pekerja dan
sasarannya adalah lingkungan kerja. Perbedaan yang kedua adalah WHO-ILO
menekankan pada kesehatan kerja sedangkan OSHA pada keselamatan kerja. Namun
demikian perlu digarisbawahi, bahwa masalah K3 tidak bisa dipisahkan antara masalah
kesehatan atau keselamatankarena keduanya saling berkaitan (Sujoso, 2012).

2. Kecelakaan Kerja
Bahaya adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan cedera atau luka, sedangkan
risiko adalah kemungkinan kecelakaan akan terjadi dan dapat mengakibatkan kerusakan.
Kecelakaan merupakan sebuah kejadian tak terduga yang dapat menyebabkan cedera
atau kerusakan. Kecelakaan dapat terjadi akibat kelalaian dari perusahaan, pekerja,
maupun keduanya, dan akibat yang ditimbulkan dapat memunculkan trauma bagi kedua
pihak. Bagi pekerja, cedera akibat kecelakaan dapat berpengaruh terhadap kehidupan
pribadi, kehidupan keluarga, dan kualitas hidup pekerjatersebut. Bagi perusahaan, terjadi
kerugian produksi akibat waktu yang terbuang pada saat melakukan penyelidikan atas
kecelakaan tersebut serta biaya untuk melakukan proses hukum atas kecelakaan kerja
(Redjeki, 2016).
Kecelakaan dapat dibagi menjadi 2 jenis, kecelakaan langsung dan kecelakaan
tidak langsung. Kecelakaan langsung dapat dibedakan menjadi kejadian kecelakaan
sesungguhnya dan juga kejadian nyaris celaka/hampir celaka. Nyaris celaka adalah
sebuah kejadian yang hampir menyebabkan terjadinya cedera atau kerusakan dan hanya
memiliki selang perbedaan waktu yang sangat singkat. Nyaris celaka tidak
mengakibatkan kerusakan sedangkan kecelakaan pasti mengakibatkan kerusakan
(Redjeki, 2016).
Tindakan pencegahan kecelakaan bertujuan untuk mengurangi peluang terjadinya
kecelakaan hingga mutlak minimum. Hal ini sesuai dengan teori domino yang
menggambarkan rangkaian penyebab kecelakaan sehingga menimbulkan cedera atau

30
kerusakan. Teori domino Heinrich digambarkan pada Gambar 13. Teori domino Heinrich
menyebutkan suatu kecelakaan bukanlah suatu peristiwa tunggal, melainkan merupakan
hasil dari serangkaian penyebab yang saling berkaitan (Redjeki, 2016).

Gambar 13. Teori Domino Heinrich

Jika satu domino jatuhmaka domino tersebut akan menimpa dominolainnya hingga
pada akhirnya akan terjadi kecelakaan pada saat domino yang terakhir jatuh. Jika salah
satu faktor penyebab kecelakaan dalam domino tersebut dapat dihilangkan maka tidak
akan terjadi kecelakaan. Domino yang pertama adalah sistem kerja. Sistem kerja yang
dikelola dengan baik seperti pengendalian manajemen dan standar kerja yang sesuai akan
membuat domino tersebut terkendali dan tidak akan menimpa yang lainnya seperti
kesalahan orang dan seterusnya. Oleh karena domino-domino tersebut tetap terjaga
makakecelakaan yang mengakibatkan cedera tidak akan terjadi (Redjeki, 2016).

3. Tujuan K3
Menurut Redjeki (2016), tujuan K3 adalah sebagai berikut:
a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan
untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan produktivitas nasional.
b. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja tersebut.
c. Memelihara sumber produksi agar dapat digunakan secara aman dan efisien.

Tujuan utama pelaksanaan K3 ada dua yaitu, menciptakan lingkungan kerja yang
selamat dengan melakukan penilaian secara kualitatif dan kuantitatif serta menciptakan
kondisi yang sehat bagi karyawan, keluarga dan masyarakat sekitarnya melalui upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif (Sujoso, 2012).
Penilaian lingkungan kerja secara kualitatif meliputi lingkungan kerja fisik, kimia,
biologis dan psikologi ergonomi sedangkan secara kuantitatif merupakan penilaian
lingkungan kerja dengan parameter yangtelah ditentukan dan dibandingkan dengan nilai
standaryang ada.Beberapa pedoman standar yang sering digunakan bersumber dari
Kementerian Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi dan Standar Nasional Indonesia.

31
Sedangkan beberapa parameter lingkungan kerja yang belum ada standar nasional masih
mengacu standar yang dikeluarkan oleh NIOSH (National Institute of Occupational
Safety and Health) dan ACGIH (American Conference of Govermental and Industrial
Hygienist) (Sujoso, 2012).
Promosi kesehatan di tempat kerjamenurut WHO adalah berbagai kebijakan dan
aktifitas di tempat kerja yang dirancang untuk membantu pekerja dan perusahaan di
semua level untuk memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan dengan melibatkan
partisipasi pekerja, manajemen dan stakeholder lainnya. Upaya promotif K3 dilakukan
dengan peningkatan kesehatan (health promotion) dan perlindungan khusus (spesific
protection).Peningkatan kesehatan di tempat kerja dilakukan melalui pendidikan dan
pelatihandengan berbagai metode dan media yang intraktif. Sedangkan perlindungan
khusus (spesific protection) adalah upaya promosi K3 dalam mencapai tujuan tertentu
(Sujoso, 2012).
Usaha preventif di tempat kerjadilakukan dengan diagnosisawaldan pengobatan
dini. Diagnosis dilakukan dengan penapisan (screening), pemantauan, pemeriksaan
kesehatan. Pada penapisanini petugas kesehatan kerja termasuk dokter perusahaan dan
perawat harus mengetahui kriteriayang ditemukan pada pekerja yang terpapar. Dari hasil
penapisan dapat diketahui kelompok pekerja yang mengalami gangguan kelainan fungsi
paru dan yang tidak, dibandingkan dengan kelompok pekerja yang tidak terpajan.
Pengobatan awal dapat diberikan apabila diperlukan setelah dilakukan pemeriksaan
kesehatan pekerja. Pemeriksaan kesehatan dilakukan sebelum bekerja, berkala dan
pemeriksaan kesehatan khusus (Sujoso, 2012).
Kesehatan kerja kuratif yaitu upaya yang dilakukan untuk membatasi terjadinya
kecacatan karena penyakit akibat kerja atau kecelakaan kerja. Secara harfiah, kesehatan
kerja kuratif berarti memberikan pengobatan. Pengobatan yang tepat bertujuan untuk
menghentikan penyakit dan mencegah komplikasi dan cacat menetap. Adanyakepastian
jaminan kesehatan kerja juga merupakan usaha kesehatan kerja kuratif. Rehabilitatif atau
pembatasan kecacatan bertujuan mengoptimalkan fungsi-fungsi yang masih ada. Pekerja
yang mengalami kecacatan akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja masih bisa
bekerja secara penuh (Sujoso, 2012).

4. Lambang K3

32
Lambang K3 beserta arti dan maknanya tertuang dalam Kepmenaker RI
1135/MEN/1987 tentang Bendera Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Berikut ini
penjelasan mengenai arti dari makna lambang K3 tersebut (Redjeki, 2016).

Gambar 14. Logo Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Bentuk lambang K3 yaitu palang dilingkari roda bergigi sebelas berwarna hijau di
atas warna dasar putih. Arti dan makna lambang K3 yaitu (Redjeki, 2016):
a. Palang bermakna bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK).
b. Roda gigi bermakna bekerja dengan kesegaran jasmani maupun rohani.
c. Warna putih bermakna bersih dan suci.
d. Warna hijau bermakna selamat, sehat,dan sejahtera.
e. Sebelas gerigi roda bermakna sebelas bab dalam Undang-undang No. 1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja.

5. Terminologi K3(Sujoso, 2012)


a. Bahaya/hazard
Bahaya adalah suatu sumber yang berpotensi menimbulkan kerusakan
misalnya cidera, sakit, kerusakan properti, lingkungan atau gabungan dari
semuanya. Bahaya merupakan suatu karakteristik yang menjadi satu atau melekat
pada suatu bahan, kondisi, sistem dan peralatan. Penting untuk memahami konsep
bahaya. Pemahaman yang keliru mengenai konsep bahaya akan mengakibatkan
bentuk pengendalian bahaya yang tidak efektif. Bahaya juga berkaitan dengan
keberadaan energi. Supaya dapat menimbulkan kecelakaan, maka harus terjadi
kontak dengan energi atau substansi.
Incident is usually the result of contact with source of energy (i.e
kinetic,electrical, chemical, thermal,etc)above the threshold limit of the body or
structure(Frank E Bird-Loss Control Management).

33
Bila merujuk pada pengertian ini, bahaya merupakan bentuk energi. Jenis-
jenis bahaya atau energi yang dapat membahayakan dapat diklasifikasikan
menjadi:

 Bahaya mekanis
Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mesin yang bergerak secara
mekanis. Contoh bahaya mekanis adalah mesin pemotong kayu, mesin
pengepakan, penggergajian, mesin gerindra. Jenis karyawan yang
berkaitan dengan bahaya mekanisantara lain karyawan pemotong kayu,
karyawan di proses produksi.
 Bahaya listrik
Bahaya listrik berasal dari energi listrik. Contoh bahaya listrik
hubungan singkat, kebakaran, sengatan listrik.
 Bahaya fisik
Sumber bahaya fisik ini misalnya kebisingan, getaran mekanis,
temperatur yang ekstrim, radiasi, tekanan udara.Karyawanyang
berkaitan dengan sumber bahaya ini adalah karyawan di unit radiologi,
bengkel kereta api, karyawan di pabrik pengalengan ikan, dan
penyelam.
 Bahaya biologis
Sumber bahaya biologis ini bisa berupa keberadaan virus, bakteri,
jamur, protoza yang berada di lingkungan kerja. Sumber bahaya
biologis banyak terdapat di rumah sakit atau laboratorium. Karyawan
sering terpapar bahaya biologis yaitu mereka yang bekerja di
penyamakan kulit, penyembelihan hewan, laboratorium.
 Bahaya kimia
Sumber bahaya kimia adalah bahan-bahan kimia dengan karakteristik
yang dimiliki. Karakteristik bahaya bahan kimia adalah korosif, mudah
meledak, iritasi, mutagen, karsinogen. Contoh bahan kimia timbal (Pb),
H2SO4, karbonmonoksida (CO2), amonia (NH3).
b. Kecelakaan/accident

34
Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan yang dapat
menyebabkan kerugian baik pada manusia, properti dan proses produksi.
Berdasarkan jenisnya, kecelakaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
 Kecelakaan umum/community accident
Kecelakaan umum adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan yang
dapat menyebabkan kerugian dan tidak merujuk selain ketentuan di
atas. Contoh kecelakaan yang umum adalah kecelakaan lalu lintas,
peristiwa kebakaran di rumah tangga, seoarang anak yang tidak sengaja
menelan mainannya dan keracunan makanan.
 Kecelakaan kerja
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan yang
dapat menyebabkan kerugian dan terjadi pada saat jam kerja dan di
tempat kerja. Suatu kecelakaan dapat juga disebut kecelakaan kerja
meskipun tidak terjadi di tempat kerja, namun kejadiannya ada di jalur
rutin yang biasa dilewati dari dan ke tempat kerja. Beberapa contoh
kasus kecelakaan kerja misalnya kasus pertama, seorang mekanik
sedang bekerja di bengkel. Pintu dan jendela dalam kondisi tertutup
karena cuaca dingin.Mesin kendaraan yang berada di samping mekanik
yang sedang bekerja dalam keadaan hidup. Udara yang mengandung
karbonmonoksida memenuhi ruangan. Akibantnya mekanik tersebut
mengalami sesak nafas, apabila terjadi dalam waktu yang lama dapat
berakibat pingsan dan pada akhirnya berakibat fatal. Kasus kedua,
seorang teknisi sedangmembawa indikator aliran cairan yang telah
dikalibrasi untuk dipasang di tempat kerja. Tanpa sengaja, teknisi
tersebut terpeleset karena lantai yang dilewatinya licin, dan
menyebabkan alat yang dibawanya jatuh dan rusak.
Kejadian hampir celaka/near miss/near accident/incident. Jika pengertian
kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan dan dapat menimbukan
kerugian, kejadian hampir celaka atau near miss/near accident/incident adalah
kejadian yang tidak diinginkan, namun tidak sampai menimbulkan kerugian.
Contoh kejadian hampir celaka adalah sesorang sedang mengecat bangunan lantai
atas, tanpa disadari kakinya menyenggol suatu benda dan menyebabkan tergelincir.
Namun karena orang tersebut memakai sabuk pengaman, maka bisa selamat.
c. Resiko/risk
35
Risiko adalah kombinasi antara kemungkinan dan keparahan. Besarnya
risiko dapat diketahui melalui suatu pengukuran risiko (risk assessment). Penilaian
risiko meliputi dua tahapan proses yaitu analisis risiko (risk analysis) dan
mengevaluasi risiko (risk evaluation).

d. Kerugian/loss
Sebagai akibat dari peristiwa kecelakaan adalah kerugian. Dari gambaran
definisi kecelakaan kerja, kerugian yang paling terlihat adalah cidera pada manusia,
kerusakan properti dan hilangnya waktu proses produksi. Secara tidaklangsung
mengurangi performa dan berkurangnya keuntungan. Kerugian yang diakibatkan
kecelakaan kerja berupa : cidera pada manusia yang dapat menyebabkan hilangnya
waktu kerja karyawan, bahkan meninggal dunia, hilangnya waktu kerja rekan
kerja, dan supervisor. Selain waktu kerja yang hilang, kerugian akbiat kecelakaan
kerja berupa kerusakan properti dan terhambatnya proses produksi.
e. Keselamatan/safety
Selamat mengandung arti terbebas dari kerugian, kondisi aman dari cidera,
sakit atau kerugian (free from loss). Definisi lain yang diungkapkan oleh ILCI lebih
fungsional, pengertian berkaitan dengan cidera, keluhan, kerusakan properti dan
berkurangya waktu produksi/ proses. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang
berkaitan dengan mesin, peralatan, dan suatu sistem kerja. Sasaran keselamatan
kerja adalah mesin, peralatan, proses produksi dan sistem kerja.
Dari beberapa istilah di atas maka dapat ditarik sebuah pengertian bahwa
keselamatan kerja adalah suatu upaya pengendalian bahaya supaya tidak
menyebabkan kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan kerugian dan
memberikan jaminan karyawan dan sistem kerja aman.

6. Landasan Hukum/Regulasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja(Redjeki, 2016)


Landasan hukum merupakan bentuk perlindungan yang diberikan oleh pemerintah
terhadap masyarakat dan karyawan yang wajib untuk di terapkan oleh perusahaan.
Berikut adalah peraturan yang mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
a. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 mengenai Keselamatan Kerja

36
Undang-undang ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan
tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja. Menurut UU
ini kewajiban dan hak tenaga kerja sebagai berikut.
 Memberikanketerangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas
atau ahli keselamatan kerja.
 Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
 Memenuhi dan menaatisemua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan
yang diwajibkan.
 Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan
kesehatan yang diwajibkan.
 Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan ketikasyarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan
diragukan olehnya,kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh
pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat
dipertanggungjawabkan.
b. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 mengenai Kesehatan
Undang-undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan
berkewajiban memeriksakankesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan
fisik pekerja yang baru maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru,
sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada pekerja, serta
pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya,para pekerja juga
berkewajiban memakai alat pelindung diri (APD) dengan tepat dan benar serta
mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.
Undang-undang No.23 tahun 1992, Pasal 23 tentang Kesehatan Kerja juga
menekankan pentingnya kesehatan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja
secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya
hingga diperoleh produktivitas kerja yang optimal. Karena itu, kesehatan kerja
meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibatkerja dan
syarat kesehatan kerja.
c. Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
UU ini mengatur mengenai segala hal yang berhubungan dengan
ketenagakerjaan mulai upah kerja, hak maternal, cuti sampai dengan

37
keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam UU ini mengenai K3 ada pada Bagian
Kesatu Perlindungan, Paragraf 5 Keselamatan Kesehatan Kerja Pasal 86 yaitu:
Pasal 86 Ayat (1):
Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama.
Pasal 86 Ayat (2):
Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan
kesehatan kerja.
Pasal 86 Ayat (3):
Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 87 Ayat (1):
Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatandan
kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
Pasal 87 Ayat (2):
Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05 Tahun 1996 mengenai Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
UU ini mengatur mengenai K3 di perusahaan, yang bertujuan untuk
mengendalikan risiko pekerjaan. SMK3 merupakan sistem manajemen yang
terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan lainnya seperti sistem
manajemen mutu dan lingkungan.
e. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 04 Tahun 1967 mengenai
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata Cara
Penunjukkan Ahli Keselamatan Kerja
f. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/MEN/98 tentang Tata Cara
Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan

38
g. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 155 Tahun 1984 yang
merupakan penyempurnaan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor
125 Tahun1982 mengenai Pembentukan Susunan dan Tata Kerja DK3N,
DK3W, dan P2K3, pelaksanaan dari Undang-undang Keselamatan Kerja
h. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012
mengenai Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
i. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 02 Tahun 1992 mengenai Tata
cara Penunjukkan, Kewajiban,dan Wewenang Ahli K3
j. Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul
Akibat Hubungan Kerja

7. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)


a. Pengertian SMK3
SMK3 adalah bagian dari sistem manajamen perusahaan secara keseluruhan
yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan
pemeliharaan kebijakan K3 dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan
dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan
produktif. Dasar Hukum SMK3 adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
05/MEN/1996. Dalam penerapan SMK3 perusahaan wajib melakaukanpenetapan
kebijakan K3 dan menjamin komitmen, perencanaan K3, penerapan K3,
pengukuran dan evaluasi dan peninjauan ulang dan peningkatan SMK3 oleh
manajemen.
b. Tujuan Penerapan SMK3
Tujuan penerapan sistem manajemen K3 adalah:
 Sebagai alat ukur kinerja K3.
 Sebagai pedoman implementasi K3 dalam organisasi
 Sebagai dasar penghargaan. Beberapa penghargaan dalam SMK3 misalnya
Sword of Honour dari British Safety Council, Five Star Reating Safety dari
Netherland Safety Council dan penghargaan bagi perusahaan yang
menerapkan SMK3 dari Kementerian Tenaga Kerja Indonesia
 Sebagai dasar pemberian sertifikasi. Sertfikasi SMK3 diberikan sebagai
suatu penghargaan dan pengakuan terhadap prestasi dalam implementasi

39
SMK3. Pengakuan secara internasional diberikan dalam bentuk OHSAS
18000 (18001 & 18002)
 Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
manusia (pasal 27 ayat 2 UUD 1945)
 Meningkatkan komitment pimpinan perusahaan dalam melindungi tenaga
kerja
 Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja untuk menghadapi kompetisi
perdagangan global
 Proteksi terhadap industri dalam negeri
 Meningkatkan daya saing dalam perdagangan internasional
 Mengeliminir boikot LSM internasional terhadap produk ekspor nasional
 Meningkatkan pelaksanaan pencegahan kecuali melalui pendekatan sistem
 Perlunya upaya pencegahan terhadap problem sosial dan ekonomi yang tekait
dengan penerapan K3
c. Prinsip Penerapan SMK3
Prinsip dasar dalam penerapan SMK3 ada lima, yaitu komitmen dan
kebijakan, perencanaan, penerapan, pengukuran dan evaluasi, peninjauan ulang
dan peningkatan manajemen, terakhir perbaikan berkelanjutan. Secara skematis
digambarkan dalam bagan berikut ini:

Gambar x. Bagan Elemen OHSAS 18001

40
Gambar x. Bagan Elemen SMK3 Permenaker 5 Tahun 1996

Langkah-langkah penerapan SMK3(Redjeki, 2016)


Dalam menerapkan SMK3 ada beberapa tahapan yang harus dilakukan agar
SMK3 tersebut menjadi efektif, karena SMK3 mempunyai elemen-elemen atau
persyaratan tertentu yang harus dibangun di dalam suatu organisasi atau
perusahaan. Sistem Manajemen K3 juga harus ditinjau ulang dan ditingkatkan
secara terus menerus di dalam pelaksanaannya untuk menjamin bahwa sistem
tersebut dapat berperan dan berfungsi dengan baik serta berkontribusi terhadap
kemajuan perusahaan. Untuk lebih memudahkan penerapan SMK3 berikut ini
merupakan langkah dan tahapannya. Tahapan dan langkah tersebut di bagi menjadi
2 bagian besar.
a. Tahap persiapan
Merupakan tahapan atau langkah awal yang harus dilakukan suatu
organisasi/perusahaan. Langkah ini melibatkan lapisan manajemen dan
sejumlah personel, mulai dari menyatakan komitmen sampai dengan kebutuhan
sumber daya yang diperlukan, adapun tahap persiapan ini antara lain:
1) Komitmen manajemen puncak
2) Menentukan ruang lingkup
3) Menetapkan cara penerapan
4) Membentuk kelompok penerapan
5) Menetapkan sumber daya yang diperlukan
b. Tahap pengembangan dan penerapan
Dalam tahapan ini berisi langkah-langkah yang harus dilakukan oleh
organisasi/perusahaan dengan melibatkan banyak personel, mulai dari
menyelenggarakan penyuluhan dan melaksanakan sendiri kegiatanaudit internal
serta tindakan perbaikannya sampai melakukan sertifikasi.

41
Langkah 1. Menyatakan Komitmen
Pernyataan komitmen dan penetapan kebijakan untuk menerapkan sebuah
SMK3 dalam organisasi/perusahaan harus dilakukan oleh manajemen puncak.
Persiapan SMK3 tidak akan berjalan tanpa adanya komitmen terhadap sistem
manajemen tersebut. Manajemen harus benar-benar menyadari bahwa merekalah
yang paling bertanggung jawab terhadap keberhasilan atau kegagalan penerapan
sistem K3. Komitmen manajemen puncak harus dinyatakan bukan hanya dalam
kata-kata tetapi juga harus dengan tindakan nyata agar dapat diketahui, dipelajari,
dihayati dan dilaksanakan oleh seluruh staf dan pekerja perusahaan. Seluruh
pekerja dan staf harus mengetahui bahwa tanggung jawab dalampenerapan SMK3
bukan urusan bagian K3 saja. Tetapi mulai dari manajemen puncak sampai pekerja
terendah. Karena itu ada baiknya manajemen membuat cara untuk
mengomunikasikan komitmennya ke seluruh jajaran dalam perusahaannya. Untuk
itu perlu dicari waktuyang tepat guna menyampaikan komitmen manajemen
terhadap penerapan SMK3.
Langkah 2. Menetapkan cara penetapan
Dalam menerapkan SMK3, perusahaan dapat menggunakan jasa konsultan
dengan pertimbangan sebagai berikut:
1) Konsultan yang baik tentu memiliki pengalaman yang banyak dan bervariasi
sehingga dapat menjadi agen pengalihan pengetahuan secara efektif,
sehingga dapat memberikan rekomendasi yang tepat dalam proses penerapan
SMK3.
2) Konsultan yang independen kemungkinan konsultan tersebut secara
bebasdapat memberikan umpan balik kepada manajemen secara objektif
tanpa terpengaruh oleh persaingan antar kelompok di dalam
organisasi/perusahaan.
3) Konsultan jelas memiliki waktu yang cukup. Berbeda dengan tenaga
perusahaan yang meskipun mempunyai keahlian dalam SMK3 namun karena
desakan tugas-tugas lain di perusahaan, akibatnya tidak punya cukup waktu.
Sebenarnya perusahaan dapat menerapkan SMK3 tanpa menggunakan jasa
konsultan, jika organisasi yang bersangkutan memiliki personel yang cukup
mampu untuk mengorganisasikan dan mengarahkan orang. Selain itu,organisasi
tentunya sudah memahami dan berpengalaman dalam menerapkan SMK3 ini dan
mempunyai waktu yang cukup.

42
Langkah 3. Membentuk Kelompok Kerja Penerapan
Jika perusahaan akan membentuk kelompok kerja sebaiknya anggota
kelompok tersebut terdiri dari atas seorang wakil dari setiap unit kerja. Biasanya
manajer unit kerja, hal ini penting karena merekalah yang tentunya paling
bertanggung jawab terhadap unit kerja yang bersangkutan. Dalam proses
penerapan ini maka peranan anggota kelompok kerja adalah menjadi agen
perubahan sekaligus fasilitator dalam unit kerjanya. Merekalah yang pertama-tama
menerapkan SMK3 ini diunit-unit kerjanya termasuk mengubah cara dan kebiasaan
lama yang tidak menunjang penerapan sistem ini. Selain itu,mereka juga akan
melatih dan menjelaskan tentang standar ini termasuk manfaat dan
konsekuensinya. Menjaga konsistensi dari penerapan SMK3 baik melalui tinjauan
sehari-hari maupun berkala.
Langkah 4. Menetapkan sumber daya yang diperlukan
Sumber daya di sini mencakup orang/personel, perlengkapan, waktu dan
dana. Orang yang dimaksud adalah beberapa orang yang diangkat secara resmi di
luar tugas-tugas pokoknya dan terlibat penuh dalam proses penerapan.
Perlengkapan adalahperlunya mempersiapkan kemungkinan ruangan tambahan
untuk menyimpan dokumen atau komputer tambahan untuk mengolah dan
menyimpan data. Waktu yang diperlukan tidaklah sedikit terutama bagi orang yang
terlibat dalam penerapan, mulai mengikuti rapat, pelatihan, mempelajari bahan-
bahan pustaka, menulis dokumen mutu sampai menghadapi kegiatan audit
assesment.Penerapan SMK3 bukan sekedar kegiatan yang dapat berlangsung
dalam satu atau dua bulan saja. Untuk itu selama kurang lebih satu tahun
perusahaan harus siap menghadapi gangguan arus kas karena waktu yang
seharusnya dikonsentrasikan untuk beroperasi banyak terserap ke proses penerapan
SMK3. Keadaan ini sebetulnya dapat dihindari dengan perencanaan dengan
pengelolaan yang baik. Sementara dana yang diperlukan adalah untuk membayar
konsultan (jika menggunakan jasa konsultan), lembaga sertifikasi, dan biaya untuk
pelatihan karyawan di luar perusahaan.
Di samping itu juga perlu dilihat apakah dalam penerapan SMK3 ini
perusahaan harus menyediakan peralatan khusus yang selama ini belum dimiliki.
Sebagai contoh yaitu apabila perusahaan memiliki kompresor dengan kebisingan
di atas rata-rata, karena sesuai dengan persyaratan SMK3 yang mengharuskan
adanya pengendalian risiko dan bahaya yang ditimbulkan, perusahaan tentuharus

43
menyediakan peralatan yang dapat menghilangkan tingkat kebisingan tersebut.
Alat pengukur tingkat kebisingan juga harus disediakan, dan alat ini harus
dikalibrasi. Oleh karena itu,besarnya dana yang dikeluarkan untuk peralatanini
tergantung pada masing-masing perusahaan.
Langkah 5. Kegiatan penyuluhan
Penerapan SMK3 adalah kegiatan dari dan untuk kebutuhan personel
perusahaan. Oleh karena itu harus dibangun rasa adanya keikutsertaan dari seluruh
pekerja dalam perusahaan melalui program penyuluhan. Kegiatan ini bertujuan
untuk:
1) menyamakan persepsi dan motivasi terhadap pentingnya penerapan SMK3
bagi kinerja perusahaan;
2) membangun komitmen menyeluruh mulai dari direksi, manajer, staf dan
seluruh jajaran dalam perusahaan untuk bekerja sama dalam menerapkan
standar sistem ini.
3) kegiatan penyuluhan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya
dengan pernyataan komitmen manajemen, melalui ceramah, surat edaran
atau pembagian buku-buku yang terkait dengan SMK3.
Dalam kegiatan ini, manajemen mengumpulkan seluruh pekerja dalam acara
khusus. Kemudian manajemen menyampaikan sambutan yang isinyaberikut ini.
1) Pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja bagi kelangsungan dan
kemajuan perusahaan.
2) Bahwa SMK3 sudah banyak diterapkan di berbagai negara dan sudah
menjadi kewajiban perusahaan-perusahaan di Indonesia.
3) Bahwa manajemen telah memutuskan serta mengharapkan keikutsertaan dan
komitmen setiap orang dalam perusahaan sesuai tugas dan jabatan masing-
masing.
4) Bahwa manajemen akan segera membentuk tim kerja yang dipilih dari setiap
bidang di dalam perusahaan.
5) Perlu juga dijelaskan oleh manajemen puncak tentang batas waktu kapan
sertifikasi SMK3 harus diraih, misalnya pada waktu ulang tahun perusahaan
yang akan datang. Tentu saja pernyataan seperti ini harus memperhitungkan
konsekuensi bahwa sertifikasi diharapkan dapat diperoleh dalam batas waktu
tersebut. Hal ini penting karena menyangkut kredibilitas manajemen dan
waktu kelompok kerja.

44
Langkah 6. Peninjauan sistem
Kelompokkerja penerapan yang telah dibentuk kemudian mulai bekerja
untuk meninjau sistem yang sedang berlangsung dan kemudian dibandingkan
dengan persyaratan yang ada dalam Sistem Manajemen K3. Peninjauan ini dapat
dilakukan melalui dua cara yaitu dengan meninjau dokumen prosedur dan
meninjau pelaksanaan. Apakah perusahaan sudah mengikuti dan melaksanakan
secara konsisten prosedur atau instruksi kerja dari OHSAS 18001 atau Permenaker
05/MEN/1996. Perusahaan belum memiliki dokumen, tetapi sudah menerapkan
sebagian atau seluruh persyaratan dalam standar SMK3. Perusahaan belum
memiliki dokumen dan belum menerapkan persyaratan standar SMK3 yang dipilih.
Langkah 7. Penyusunan jadwal kegiatan
Setelah melakukan peninjauan sistem maka kelompok kerja dapat menyusun
suatu jadwal kegiatan. Jadwal kegiatan dapat disusun dengan mempertimbangkan
hal-hal berikut:
1) Ruang lingkup pekerjaan
Dari hasil tinjauan sistem akan menunjukkan berapa banyak yang harus
disiapkan dan berapa lama setiap prosedur itu akan diperiksa,
disempurnakan, disetujui dan diaudit. Semakin panjang daftar prosedur yang
harus disiapkan, semakin lama waktu penerapan yang diperlukan.
2) Kemampuan wakil manajemen dan kelompok kerja penerapan
Kemampuan di sini dalam hal membagi dan menyediakan waktu. Seperti
diketahui bahwa tugas penerapan bukanlah satu-satunya pekerjaan para
anggota kelompok kerja dan manajemen representatif. Mereka masih
mempunyai tugas dan tanggung jawab lain di luar penerapan standar SMK3
yang kadang-kadang juga sama pentingnya dengan penerapan standar ini.
Hal ini menyangkut kelangsungan usaha perusahaan seperti pencapaian
sasaran penjualan, memenuhi jadwal dan target produksi.
3) Keberadaan proyek
Khusus bagi perusahaan yang kegiatannya berdasarkan proyek (misalnya
kontraktor dan pengembangan), maka ketika menyusun jadwal kedatangan
asesor badan sertifikasi, pastikan bahwa pada saat asesor datang proyek
sedang dikerjakan.
Langkah 8. Pengembangan Sistem Manajemen K3

45
Beberapa kegiatan yang perlu dilakukan dalam tahap pengembangan SMK3
antara lain mencakup dokumentasi, pembagian kelompok, penyusunan bagan air,
penulisan manual SMK3, prosedur dan instruksi kerja.
Langkah 9. Penerapan Sistem
Setelah semua dokumen selesai dibuat, maka setiap anggota kelompok kerja
kembali ke masing-masing bagian untuk menerapkan sistem yang ditulis. Adapun
cara penerapannya sebagai berikut.
1) Anggota kelompok kerja mengumpulkan seluruh stafnya dan menjelaskan
mengenai isi dokumen tersebut. Kesempatan ini dapat juga digunakan untuk
mendapatkan masukan-masukan dari lapangan yang bersifat teknis
operasional.
2) Anggota kelompok kerja bersama dengan staf unit kerjanya mulai mencoba
menerapkan hal-hal yang telah ditulis. Setiap kekurangan yang dijumpai
harus dicatat sebagai masukan untuk menyempurnakan sistem.
3) Mengumpulkan semua catatan K3 dan rekaman tercatat yang merupakan
bukti pelaksanaan hal-hal yang telah ditulis.Rentang waktu untuk
menerapkan sistem ini sebaiknya tidak kurang dari tiga bulan sehingga cukup
memadai untuk menilai efektif tidaknya sistem yang telah dikembangkan.
Tiga bulan ini sudah termasuk waktu yang digunakan untuk
menyempurnakan sistem dan memodifikasi dokumen.
4) Dalam praktikpelaksanaannya, maka kelompok kerja tidak harus menunggu
seluruh dokumen selesai. Begitu satu dokumen selesai sudah mencakup salah
satu elemen standar maka penerapan sudah dapat dimulai. Sementara proses
penerapan sistem berlangsung, kelompok kerja dapat tetap melakukan
pertemuan berkala untuk memantau kelancaran proses penerapan sistem ini.
Apabila langkah-langkah terdahulu dapat dijalankan dengan baik maka
proses sistem ini relatif lebih mudah dilaksanakan. Penerapan sistem ini
harus dilaksanakan sedikitnya tiga bulan sebelum pelaksanaan audit internal.
Waktu tiga bulan ini diperlukan untuk mengumpulkan bukti-bukti secara
memadai dan untuk melaksanakan penyempurnaan sistem serta modifikasi
dokumen.
Langkah 10. Proses Sertifikasi
Ada sejumlah lembaga sertifikasi sistem Manajemen K3. Misalnya
Sucofindo melakukan sertifikasi terhadap Permenaker No. 05/MEN/1996. Namun

46
untuk OHSAS 18001:1999 organisasi bebas menentukan lembaga sertifikasi
manapun yang diinginkan. Untuk organisasi disarankan untuk memilih lembaga
sertifikasi OHSAS 18001 yang paling tepat.

47
DAFTAR PUSTAKA

Nair CI, Jayachandran K, Shashidar S. 2008. Biodegradation of phenol. African Journal of


Biotechnology. 7. 4951-4958.

Friedrich Wöhler; Justus von Liebig. 1832. "Untersuchungen über das Radikal der
Benzoesäure".Annalen der Pharmacie. 3: 249.

Alen, Y., Ammirawati, D. Handayani, dan D. Arbain. 2003. Isolasi SenyawaAntibakteri Fraksi
Non Polar Ekstrak Metanol Daun Glycosmis Malayana Ridl. Jurnal Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam.

Anastas, P., dan Warner, J.C. 1998.Green Chemistry, Theory and Practice.Oxford University
Press. Oxford.

Sharma, S.K., Chaudhary,A., dan Singh, R.V. 2008.Gray Chemistry Versus Green Chemistry:
Challenges and Opportunities, Rasayan J.Chem., 1, 1, 68-92.

Lutfiati, A., Fathoni, R., & Mulyaningtyas, A. 2008. Prarancangan Pabrik Asam Sulfat Dari
Sulfur Dan Udara Dengan Proses Kontak Kapaistas 225.000 Ton Per Tahun. Surakarta.
Universitas Muhammadiyah.

Wardhana, Wisnu. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta. Andi Offset.

Syukri, S. 2009. Kimia Dasar II. Bandung. ITB

Sumardjo, D.D. 2006. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran.
Jakarta. EGC.

Fessenden, R.J. and J.S. Fessenden. 1986. Kimia Organik Dasar Edisi Ketiga. Jilid 1.
Terjemahan oleh A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.

ATSDR. 2006.Toxicological Profile for Cyanide. Registry, A.f.T.S.a.D.

Pitoi, M. M. 2014. Sianida: Klasifikasi , Toksisitas , Degradasi , Analisis ( Studi Pustaka).


Manado.FMIPA Unsrat.

Fardiaz. 2008. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta. Penerbit Kanisius.

Anggraeni,N.I.S. 2009. Pengaruh Lama Paparan Asap Knalpot dengan Kadar CO 1800 Ppm
Terhadap Gambaran Histopatologi Jantung Pada Tikus Wistar. Semarang. Fakultas
Kedokteran. UNDIP. Skripsi.

48
International Programme on Chemical Safety (IPCS). 1985. Environmental Health Criteria
(EHC). Hidrogen Sulfide. WHO. Geneva

Supiati, H. Muh Yudi, Sitti Chadijah. 2000. Pengaruh Konsentrasi Aktivator Asam Klorida
(HCl) Terhadap Kapasitas Adsorpsi Arang Aktif Kulit Durian (Durio Zibethinus) Pada
Zat Warna Methanil Yellow. Makassar. Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi,
UIN Alauddin Makassar.

British Medical Association(BMA). 2015. British national formulary : BNF 69 (edisi ke-
69).840.

Qadeer & Rehan. 1998. Proses Pengolahan Minyak Bumi. Bandung.

Buckle, K.A. 2010. Ilmu Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Said, Muhammad. 2009. Jurnal Penelitian, Metanolisis Minyak Jarak Pagar Menghasilkan
Biodiesel: Pengaruh Waktu Reaksi, Jumlah Katalis dan Rasio Reaktan terhadap konversi
minyak jarak, Majalah Dinamika Penelitian BIPA, Palembang.

James, A. Hall. 2007. Sistem Informasi Akuntansi. Salemba Empat


Sholeh, Chabib dan Rochmansjah, Heru. 2010. Membuat Aplikasi Inventarisasi. PT. Elex
Media Koputindo. Jakarta.
Moran, Lisa dan Masciangioli, Tina. 2010. Panduan Pengelolaan Bahan Kimia dengan Bijak.
Washington DC: The National Academies Press.
Redjeki, Sri. 2016. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.
Sujoso, Anita Dewi Prahastuti. 2012. Dasar-dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jember:
Jember University Press.
Daftar Pustaka Baru
PubChem. 2019. MSDS Sulfuric Acid. National Center For Biotechnology Information, U.S.
National Library of Medicine.
PubChem. 2019. MSDS Hydrochloric Acid. National Center For Biotechnology Information,
U.S. National Library of Medicine.
PubChem. 2019. MSDS Acetic Acid. National Center For Biotechnology Information, U.S.
National Library of Medicine.
PubChem. 2019. MSDS Phenol. National Center For Biotechnology Information, U.S.
National Library of Medicine.

49
PubChem. 2019. MSDS Pottasium Permanganate. National Center For Biotechnology
Information, U.S. National Library of Medicine.
PubChem. 2019. MSDS Nitric Acid. National Center For Biotechnology Information, U.S.
National Library of Medicine.
PubChem. 2019. MSDS Nitrogen Dioxide. National Center For Biotechnology Information,
U.S. National Library of Medicine.
PubChem. 2019. MSDS Benzyl Chloride. National Center For Biotechnology Information,
U.S. National Library of Medicine.
PubChem. 2019. MSDS Hydrogen Sulfide. National Center For Biotechnology Information,
U.S. National Library of Medicine.
PubChem. 2019. MSDS Carbon Monoxide. National Center For Biotechnology Information,
U.S. National Library of Medicine.
PubChem. 2019. MSDS Hydrogen Cyanide. National Center For Biotechnology Information,
U.S. National Library of Medicine.
PubChem. 2019. MSDS Sodium Hydroxide. National Center For Biotechnology Information,
U.S. National Library of Medicine.

50

Anda mungkin juga menyukai