PENDAHULUAN
Sumberdaya lahan/tanah merupakan sumberdaya alam yang semakin penting. Selain karena
luasannya yang sangat terbatas, pemanfaatannya juga harus disesuaikan dengan potensinya
berdasarkan hasil penelitian. Penelitian ilmu tanah bertujuan untuk memahami sifat-sifat, dinamika, dan
fungsi tanah sebagai bagian dari landskap dan ekosistem. Suatu persyaratan dasar untuk memahami hal
tersebut adalah mempelajari informasi sumberdaya tanah yang meliputi karakteristik morfologi tanah
dan karakteristik lainnya yang diperoleh melalui pemeriksaan tanah di lapangan.
Penelitian lapangan dilakukan terhadap sifat-sifat yang dapat diamati dan diukur di lapangan.
Deskripsi tanah perlu dilakukan secara lengkap dan rinci sebagai dasar untuk klasifikasi tanah, evaluasi
lahan, interpretasi untuk penggunaan lahan tertentu dan fungsi lingkungan dari tanah. Pencatatan
keadaan tanah di suatu tempat tidaklah cukup hanya dengan mencatat tekstur, warna, dan pH saja,
tetapi juga harus meliputi seluruh karakter tanah secara eksplisit, termasuk klasifikasi tanahnya.
Mengetahui sifat-sifat dan klasifikasi suatu tanah sangat perlu dilakukan. Temuan paket teknologi hasil
percobaan lapangan pada suatu tanah tertentu tidak dapat dialihkan ke tempat lain, jika sifat-sifat dan
klasifikasi tanahnya tidak diketahui. Oleh karena itu mengetahui sifat-sifat dan klasifikasi tanah suatu
lokasi percobaan mutlak perlu dilakukan, demikian juga dengan lokasi yang akan dijadikan tempat alih
teknologi.
Memahami karakteristik tanah dimulai dengan deskripsi profil tanah atau pedon. Pedon dapat
disamakan seperti suatu sel dari kristal, berbentuk tiga dimensi. Batas ke bawah agak sukar digambarkan
antara tanah dan bukan tanah. Dimensi lateralnya harus cukup lebar agar dapat menggambarkan
keadaan horizon-horizon dan perbedaan-perbedaannya, apabila ada. Pedon adalah suatu area terkecil
dari profil tanah yang memberikan gambaran tentang susunan horizon (A, E, B, C, dan R) yang dihasilkan
dari proses pedogenesis (proses pembentukan tanah) selama jangka waktu tertentu. Suatu pedon
meliputi area berkisar antara 1 sampai 10 meter tergantung dari variabilitas tanahnya. Sifat morfologi
dari tanah harus dideskripsi pada tiap horizon. Selanjutnya dilakukan pengambilan contoh tanah dari
tiap horizon untuk dianalisis di laboratorium terhadap sifat-sifat tanah yang tidak dapat diukur atau
diamati di lapangan. Pedon yang sudah dipilih dijadikan sebagai pewakil satuan tanah dalam suatu
landform tertentu. Perbedaan sifat morfologi bisa terlihat dalam hal ketebalan, susunan horizon, atau
batas horizon yang terputus-putus. Tanah yang dimaksud dalam naskah ini didasarkan pada definisi dari
Soil Survey Staff (2014), yaitu sebagai benda alam yang tersusun dari padatan (bahan mineral dan
organik), cairan dan gas yang menempati permukaan daratan, menempati ruang, dan dicirikan oleh
salah satu atau kedua berikut: horizon-horizon atau lapisan-lapisan yang dapat dibedakan dari bahan
asalnya sebagai suatu hasil dari proses penambahan, kehilangan, pemindahan, dan transformasi energi
dan bahan atau berkemampuan mendukung tanaman berakar di dalam lingkungan alami.
Batas atas dari tanah adalah batas antara tanah dan udara, air dangkal, tumbuhan hidup atau
bahan tumbuhan yang belum mulai terlapuk. Suatu wilayah dianggap tidak mempunyai tanah, apabila
permukaannya secara permanen tertutup oleh air yang dalam (lebih dari 2,5 meter). Batas-batas
horizontal tanah adalah wilayah yang mempunyai tanah berangsur beralih ke air dalam, daerah tandus,
batuan atau es. Pada sebagian wilayah pemisahan antara tanah dan bukan tanah terjadi secara
berangsur sehingga perbedaannya tidak terlihat dengan jelas.
Untuk keperluan survei tanah, batas bawah tanah ditetapkan pada kedalaman 200 cm. Pada
tanah yang kegiatan biologis atau proses-proses pedogeniknya terjadi melebihi 200 cm, batas bawah
untuk tujuan klasifikasi tetap 200 cm. Untuk tujuan pengelolaan tanah tertentu, lapisan-lapisan yang
terletak lebih dalam dari batas bawah tanah yang diklasifikasikan (200 cm), harus juga dideskripsi
apabila lapisan tersebut mempengaruhi kandungan dan gerakan air serta udara atau apabila lapisan
tersebut mempengaruhi nilai-nilai interpretasinya (Soil Survey Staff 2014).
1.2. Tujuan
A. Pengamatan tentang profil tanah dan horizon di lahan Kampus 2 UIN Sunan Gunung Djati Bandung
B. Penentuan warna tanah di lapangan pada lahan kampus 2 UIN Sunan Gunung Djati Bandung
C. Sebagai pedoman /panduan bagi para mahasiswa ilmu tanah, khususnya di UIIN Sunan Gunung Djati
Bandung dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian maupun para praktisi di institusi lain.
Bahan :
1. Cangkul
2. Skop
3. Meteran
4. Penggaris besi
5. Alat tulis
Metode :
2. Tandai tinggi lereng setiap 20 cm dari puncak lalu diambil sampelnya untuk diamati.
3. Sampel yang diamati diidentifikasi dan didata dalam lembar kerja deskripsi tanah.
II. PEMBAHASAN
Tanah didefiniskan sebagai lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang
telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk regolit
(lapisan partikel halus). Menurut Ahli Ilmu Alam Murni (berdasarkan pendekatan Pedologi)
Tanah didefinisikan sebagai bahan padat (baik berupa mineral maupun organik) yang terletak
dipermukaan bumi, yang telah dan sedang serta terus mengalami perubahan yang dipengaruhi
oleh faktor-faktor: bahan induk, iklim, organisme, topografi, dan waktu(Foth, 1988).
Tanah merupakan lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat
tumbuh & berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman dan menyuplai
kebutuhan air dan udara, secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau
nutrisi (senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial seperti: N, P, K, Ca,
Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl dan secara biologi berfungsi sebagai habitat biota (organisme)
yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh,
relatif muda dibandingkan latosol, yang sifat- sifatnya sangat ditentukan oleh mineral liat yang
dikandungnya yaitu alofan yang bersifat amorf. Tanah ini mempunyai horizon A1 tebal bewarna
hitam yang kaya bahan organik, tetapi tidak mempunyai horizon A2, dengan horizon B berwarna
kuning pucat, coklat kekuningan atau coklat keabu- abuan volkan terlapuk sampai ke horizon C.
Umumnya mempunyai kejenuhan basa relatif rendah tetapi mempunyai AL dapat ditukar relatif
tinggi. Terbawa oleh sifat mineral liat dominan yang dimilikinya maka andosol mempunyai sifat
tiksotrofik, mempunyai kemampuan mengikat air besar, porositas tinggi, bobot isi rendah,
gembur, tidak plastis dan tidak lengket serta kemampuan fiksasi fosfat yang tinggi (Hanafiah,
2009).
Tanah latosol adalah tanah yang bersolum dalam, mengalami pencucian dan pelapukan
lanjut, berbatas horizon baur, kandungan mineral primer dan unsur hara rendah, konsistensi
gembur dengan stabilitas agregat kuat dan terjadi penumpukan relatif seskwioksida didalam
tanah sebagai akibat pencucian silikat. Warna tanah merah, coklat kemerahan, coklat, coklat,
coklat kekuningan atau kuning tergantung bahan induk, warna batuan,iklim dan letak ketinggian
(Hanafiah, 2009).
berasal dari tufa maupun batuan beku.Horizon tanah merupakan lapisan-lapisan tanah yang
terbentuk karena hasil dari proses pembentukan tanah (pedogenesis). Batas horizon tanah dengan
horizon lainnya bdalam profil yanah dapat diamati dengan mudah, namun dapat pula sukar. Di
lapang, ketajaman peralihan horizon di bedakan menjadi empat tingkat yaitu nyata (lebar
peralihan <>12.5 cm). bentuk horizon topografi tanah juga dibedakan dalam empat tingkat yaitu
rata, berombak, tidak teratur dan putus.Penamaan horizon tanah dan cirinya yaitu pada horizon O,
merupakan horizon organic yang terbentuk di atas lapisan tanah mineral, ditemukan pada tanah
yang belum terganggu. Untuk O1, bentuk asli sisa tumbuhan masih terlihat jelas, O2 bentuk asli
sisa tumbuhan tidak tampak lagi. Horizon A, horizon di permukaan tanah yang terdiri dari
campuran bahan mineral dan organic, merupakan horizon eluviasi yang telah mengalami
pencucian. Dapat di kelompokkan, A1 bahan mineral bercampur humus dengan warna gelap; A2
tempat terjadinya pencucian maksimum terhadap liat, Fe, Al dan bahan organic; AB horizon
bahan liat, Fe dan bahan organik. Dikelompokkan dalam, B1 peralihan dari A ke B lebih
peralihan ke horizon C lebih menyerupai horizon B. Horizon C, bahan induk yang sedikit
terlapuk. Horizon D atau R, batuan keras yang belum terlapuk. Namun semua tanah tidak selalu
memiliki susunan horizon sesuai dengan susunan horizon yang telah dijelaskan. Para ahli
(1) sebagai indikator dari bahan induk untuk tanah yang beru berkembang,
(2) indikator kondisi iklim untuk tanah yang sudah berkembang lanjut, dan
Secara umum dikatakan bahwa: makin gelap tanah berarti makin tinggi produktivitasnya,
selain ada berbagai pengecualian, namun secara berurutan sebagai berikut: putih, kuning, kelabu,
merah, coklat-kekelabuan, coklat-kemerahan, coklat, dan hitam. Kondisi ini merupakan integrasi
dari pengaruh:
(1) kandungan bahan organik yang berwarna gelap, makin tinggi kandungan bahan organik
(2) intensitas pelindihan (pencucian dari horison bagian atas ke horison bagian bawah dalam
tanah) dari ion-ion hara pada tanah tersebut, makin intensif proses pelindihan
menyebabkan warna tanah menjadi lebih terang, seperti pada horison eluviasi, dan
(3) kandungan kuarsa yang tinggi menyebabkan tanah berwarna lebih terang.
Pada saat penggalian lubang pada tanah, akan terlihat lapisan lapisan tanah yang mempunyai
sifat yang berbeda-beda. Warna tanah dari umumnya akan bewarna terang jika kedalaman semakin
dalam. Warna tersebut menggambarkan lapisan-lapisan tanah yang terbentuk. Lapisan lapisan tanah
yang terbentuk karena hasil dari proses pembentukan tanah disebut Horison. Horison terbentuk karena
dua hal yaitu : 1. Pengendapan yang berulang-ulang oleh genangan air. 2. Karenan proses pembentukan
tanah. Penampang melintang (vertikal) tanah yang terdiri dari / tersusun dari lapisan tanah disebut
Profil tanah. Pembagian sifat batas-batas horison pada suatu profil meliputi :
Tekstur tanah, biasa juga disebut besar butir tanah, termasuk salah satu sifat tanah yang paling
sering ditetapkan. Hal ini disebabkan karena tekstur tanah berhubungan erat dengan pergerakan air dan
zat terlarut, udara, pergerakan panas, berat volume tanah, luas permukaan spesifik (specific surface),
kemudahan tanah memadat (compressibility), dan lain-lain (Hillel, 1982).
Tekstur adalah perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu dan liat, 2 mm. Di dalam
analisisyaitu partikel tanah yang diameter efektifnya tekstur, fraksi bahan organik tidak diperhitungkan.
Bahan organik terlebih dahulu didestruksi dengan hidrogen peroksida (H2O2). Tekstur tanah dapat
dinilai secara kualitatif dan kuantitatif. Cara kualitatif biasa digunakan surveyor tanah dalam
menetapkan kelas tekstur tanah di lapangan. Berbagai lembaga penelitian atau institusi mempunyai
kriteria sendiri untuk pembagian fraksi partikel tanah. Sebagai contoh, pada Tabel 1 diperlihatkan sistem
klasifikasi fraksi partikel menurut International Soil Science Society (ISSS), United States Departement of
Agriculture (USDA) dan United States Public Roads Administration (USPRA).
2.3 Horizon
Horison adalah suatu lapisan tanah yang terletak hampir paralel (sejajar) dengan permukaan
tanah, mempunyai ketebalan minimal dan dibedakan berdasarkan warna, tekstur, struktur, konsistensi
dan sifat-sifat lainnya yang dapat diamati di lapangan. Horizonisasi merupakan suatu proses yang
menyebabkan bahan induk terdiferensiasi menjadi profil tanah dengan sejumlah horison. Berdasarkan
letaknya, horison penciri tanah dibagi dua yaitu horison permukaan tanah bagian atas (epipedon) dan
horison bawah permukaan tanah. Sedangkan berdasarkan bahan penyusunnya, horison tanah
dibedakan atas horison organik tanah (O) dan horison mineral tanah (yang terdiri dari horison A, B, C
dan R)
Soil Survey Staff (1999) membagi ketebalan batas horison menjadi empat kelas yaitu (1) abrupt
(mendadak, dengan ketebalan < 2.5 cm); (2) clear, (jelas, ketebalan 2.5 - 6 cm); gradual (berangsur,
ketebalan 6.4 - 12.7 cm) dan (4) diffuse (baur, jika ketebalan > 12.7 cm). Topografi batas horison dibagi
menjadi empat kelas yaitu (1) rata, jika batas horison hampir datar, (2) berombak, jika batas horison
membentuk lengkungan berulang dan teratur, (3) tidak teratur, batas horison membentuk lengkuangan
berulang yang tidak teratur, sedangkan (4) patah, jika batas horison terputus atau memotong horison
lainnya yang di atas atau di bawah.
Epipedon penciri
Epipedon adalah horison diagnostik yang terbentuk di permukaan tanah dan struktur batuannya telah
hancur. Epipedon berwarna cukup gelap akibat dekomposisi bahan organik ataupun telah mengalami
eluviasi. Epipedon bukan merupakan horizon A saja tetapi dapat juga meliputi horizon B-iluvial jika
tanah masih berwarna gelap oleh bahan organik. Epipedon penciri yang dapat dijumpai pada tanah
dapat berupa epipedon antropik, folistik, histik, melanik, mollik, okrik, plaggen dan umbrik. Pada
Gambar 2.2 dapat dilihat perbedaan morfologi dari epipedon penciri tersebut.
Epipedon Antropik
Epipedon Antropik (Gambar 2.2) mempunyai persamaan dalam hal warna, struktur dan kandungan C
organik dengan epipedon molik tetapi kandungan P2O5 lebih tinggi ( > 1500 ppm P2O5 larut dalam
asam sitrat). Epipedon ini terbentuk akibat pengaruh penggunaan tanah yang terus menerus oleh
manusia baik sebagai tempat tinggal ataupun untuk bercocok tanam. Limbah tulang belulang
meningkatkan kadar Ca dan P tanah. Tingginya kadar P pada epipedon ini tidak berbanding lurus dengan
peningkatan persentase kejenuhan basa tanah.
Epipedon Antropik mempunyai mempunyai persyaratan yang sama dengan epipedon mollik, kecuali
salah satu dari kriteria dibawah ini:
kadar P2O5 di horizon permukaan > 1,500 mg dalam 1% asam sitrat dan terjadi penurunan kadar P2O5
secara regular sampai kedalaman 125 cm; atau
jika tanah tidak diairi oleh irigasi, seluruh bagian epipedon kering selama 9 bulan setiap tahunnya.
Epipedon Folistik
Epipedon folistik adalah horison permukaan tanah yang tersusun oleh bahan organik baik yang telah
dibajak maupun yang tidak. Jika tanah telah dibajak, maka kriteria C organik lebih rendah. Epipedon
folistik biasanya ditemui pada daerah yang sejuk dan basah. Epipedon folistik digunakan hanya pada
tanah mineral yang jenuh air < 30 hari, sedangkan horison histik adalah untuk tanah organik dan
tergenang lebih dari 30 hari.
Epipedon Histik
Epipedon histik terbentuk dalam tanah yang jenuh air selama 30 hari dan terjadi proses
reduksi atau drainase buatan. Ciri-ciri epipedon histik:
Tebal 20 sampai 60 cm dan terdiri dari ≥ 75% serat-serat sphagnum atau dengan BV < 0.1 Mgm-3 ;
atau
Tebal 20 sampai 40 cm; atau
Epipedon Melanik
Epipedon melanik adalah horison yang tebal (≥ 30 cm), hitam, bahan organik tinggi dan dijumpai
pada tanah berbahan induk vulkanis. Epipedon melanik sedalam ≥ 30 cm serta mempunyai:
Sifat dan ciri tanah andik;
Warna Munsell value dan chroma ≤ 2 dan indek melanik ≤ 1.7; dan
Kadar C organik ≥ 6% dan pada horison lainnya ≥ 4%.
Ciri Tanah Andik
1. Alo + 1/2 Feo ≥ 2% (Al dan Fe terlarut dengan amonium oksalat asam)
2. Berat Volume (BV) ≤ 0.90 Mgm-3
3. Retensi P ≥ 85%
Epipedon Mollik
Horison permukaan berwarna gelap, kaya akan bahan organik dan relatif tebal. Terbentuk oleh
dekomposisi rerumputan yang mengandung Ca dan Mg. Epipedon mollik mempunyai sifat-sifat:
Struktur tanah yang cukup berkembang dan lunak jika kering;
Warna Munsell value dan chroma ≤ 3 (basah) dan ≤ 5 (kering);
Epipedon ochrik dapat mencapai horison eluviasi yang terletak diatas horison argillik, kandik, natrik atau
spodik.
Epipedon Plaggen
Epipedon plaggen adalah horison permukaan berwarna yang dibuat oleh manusia dan mempunyai
warna gelap yang tebal lebih dari 50 cm sebagai akibat pemupukan dengan pupuk kandang atau organik
secara terus menerus selama bertahun-tahun. Kadar C organik berkisar antara 1.5 sampai 4% dan warna
Munsell value antara 1 dan 4 sedangkan chroma ≤ 2. Ciri-ciri:
mengandung serpihan ataupun bongkahan batu bata atau keramik;
terdapat jejak penggunaan skop atau cangkul.
Epipedon Umbrik
Epipedon umbrik adalah horison permukaan yang tebal, berwarna gelap dan kaya akan bahan
organik. Secara visual di lapangan, epipedon umbrik tidak dapat dibedakan dengan epipedon mollik,
tetapi hanya dari hasil analisis kejenuhan basa di laboratorium. Epipedon umbrik mempunyai kejenuhan
basa (NH4OAc) ≤ 50%, tidak harus lunak jika kering serta berkembang karena curah hujan yang tinggi.
2.4 PH TANAH
Reaksi tanah adalah sifat kimia tanah yang paling penting untuk diamati karena berpengaruh
terhadap serangkaian proses-proses kimiawi dalam tanah, antara lain proses pembentukkan mineral
lempung, reaksi kimia dan biokimiawi tanah, serta penentuan status hara dalam tanah. Reaksi tanah
menunjukan perimbangan konsentrasi asam-basa dalam tanah dan keasaman atau alkalinitas tanah yang
dinyatakan dengan nilai pH.
Penentuan pH tanah merupakan salah satu uji penting yang dapat digunakan untuk mendiagnosa
masalah pertumbuhan seperangkat faktor utama kimia tertentu untuk menentukan pH terukur pada tanah.
Reaksi pH tanah berdasarkan atas dua unsur kimia di mana kemasaman tanah merupakan asam-
asam organik dan anorganik serta ion-ion H+ dan Al dapat ditukar. Misal koloid dan sumber alkalinitas
atau garam-garam alkalis. Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, contohnya pH
tanah serendah 5,5 atau kurang, maka penyakit tanaman mungkin disebabkan oleh defisiensi besi
sehingga warna daun pucat karena senyawa besi mudah larut dalam asam (Foth, 1982).
Hasil pengamatan pada lapangan yaitu di lahan kampus 2 UIN Sunan Gunung Djati Bandung
didapatkan warna tanah yang kelabu dikarenakan tanah pada lahan sudah mengalami pasang surut air
yang mengakibatkan tanah yang berubah menjadi agak kelabu disebabkan pencucian dan terjeratnya air
di dalam tanah dan membuat tanah seperti lumpur karena jenuhnya tanah oleh air.
III. HASIL PENGAMATAN
Depth : 90 cm
TABEL PENGAMATAN.
Concrection fma f F f
123 2 2 2
Fe Ca Mn Fe Fe Fe
wmh m M m
Texture S ls sl l Sl Sl Sl
Si Cl scl sicl scl Scl Scl
Se sie sil c sil Sil Sil
Consistency W S S s
M fi Fi Fi
D Sh Sh sh
Structur 0123 2 2 2
V f f m c vc M M m
Pl pr cpr abk sbk gr cr sg m
abk Abk abk
Organic Matter Hm h H h
Fc hc sc he He he
Pauna activity Z1 z2 z3 Z1 Z1 Z1
Clay skin C1 c2 c3 C1 C1 C1
Cracks fma f F f
123 l L l
Pores fma f F f
123 l L l
Roots fma f F f
123 l L l
Stones/Laterites fma f F f
Lgt lg lb st g co lgt Lgt lgt
( 1 2 3 ) 2 = sedang
( f d p ) d = distinct = jelas
(“F2d artinya karatan sedikit, ukuran sedang dengan perbandingan yang jelas”)
( 1 2 3 ) 2 = sedang
( Fe Ca Mn ) Fe = Besi
( w m h ) m = moderat = sedang
( Vf f m c vc ) m = medium = sedang
( 1 2 3 ) 1 = kecil, < 2 mm
( 1 2 3 ) 1 = kecil
Berdasarkan praktikum yang sudah dilakukan dilapangan, dapat disimpulkan bahwa tanah di
lahan kampus 2 UIN Sunan Gunung Djati, Bandung tanahnya sudah mengalami pencucian yang
terbilang sering dikarenakan naik turunnya intensitas air yang ada pada tanah tersebut. Bisa dilihat pada
gambar 1.0 ini
Gambar 1.0
Tanahnya yang sudah jenuh oleh rendaman air mengakibatkan bentuknya menyerupai
lumpur karena sebelumnya dipakai sebagai lahan basah (sawah). Karena tanahnya yang
mengalami pasang surut mengakibatkan kandungan besi (Fe) yang ada pada air terjerembab
dalam tanah dan terjadinya pengkaratan pada kandungan besi di dalam tanah.
pH tanah pada lahan di kampus 2 UIN Sunan Gunung Djati pun termasuk pH yang cukup
optimum dikarenakan. pH yang ada pada lahan 2 UIN Sunan Gunung Djati ialah 6 yang
mengidikasikan sudah cukup bisa ditanami tanaman untuk kegiatan budidaya, tetapi perlu
pengolahan lebih lanjut agar bisa mencapai pH stabil di angka 7 pHnya. Contoh gambar 2.0
gambar 2.0 pH tanah
Struktur tanahnya pun termasuk lempung liat berpasir, yang dapat diartikan struktur pada tanah
tersebut masih berupa butiran butiran kasar serta karena tanahnya yang merupakan tanah bekas lahan
sawah mengakibatkan mengandung banyak air membuat si tanah tersebut meblok sesuatu hal yang
masuk kedalamnya tetapi tidak terlalu padat, tetapi cukup membuat air yang run off/ mengalir tidak
masuk kedalam tanah karena tanah yang sudah jenuh oleh air yang dikandungnya. Ini pun bisa dijadikan
indikasi bahwa tebing tebing yang ada di penggunungan bisa terjadi erosi karena disebkan hal tersebut
dan biasa disebut land slide.
V. DAFTAR PUSTAKA
Buurman, P and Tom Balsem. 1990. Land unit Classification for the Reconnaissance Soil Survey of
Sumatra. Soil Data Base Management Project. Center for Soil and Agroclimate. Bogor.
Dudal, R. dan M. Soepraptohardjo. 1957. Soil Classification in Indonesia. Cont. Gen. Agr. Res. Sta. No.
148. Bogor.
Dwiyono Hari Utomo. 2016. MORFOLOGI PROFIL TANAH VERTISOL DI KECAMATAN KRATON,
KABUPATEN PASURUAN. JURNAL PENDIDIKAN GEOGRAFI: Kajian, Teori, dan Praktek dalam Bidang
Pendidikan dan Ilmu Geografi Tahun 21, No. 2, Juni 2016 Halaman: 47-57
Hooijer, A., Silvius, M., Wösten, H. and Page, S. 2006. PEAT-CO2, Assessment of CO2 emissions from
drained peatlands in SE Asia. Delft Hydraulics report Q3943 (2006)
Oktari Hermita Putri, Sri Rahayu Utami*, Syahrul Kurniawan. 2019. SIFAT KIMIA TANAH PADA BERBAGAI
PENGGUNAAN LAHAN DI UB FOREST Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 6 No 1 : 1075-1081
Soil Survey Staff. 1975. Soil Taxonomy, A Basic System of Soil Classification for Making and Interpreting
Soil Surveys. USDA handbook No. 436. 754 hal.
Soil Survey Staff. 1990. Keys to Soil Taxonomy. 4th ed. AID, USDA, SMSS Technical Monograph, No. 19.
Blacksburg, Virginia. 280 hal.