Pendahuluan
Tindakan memperoleh asset di luar negara asal disebut investasi asing. Seringkali Negara
tidak memiliki modal untuk kegiatan-kegiatan ekonomi, maka dibutuhkannya investasi asing.
Investasi asing biasanya dibutuhkan dalam kegiatan pengelolaan sumber daya alam, pertanian, dan
manufaktur.
Investasi asing pada masa-masa awal telah menyebabkan adanya kelompok pertambangan
multi-nasional utama yang dimiliki dan dikendalikan oleh Australia. Kelompok tersebut seperti
BHP Limited, CRA Limited dan MIM Holdings Limited. Perusahaan-perusahaan tersebut
memiliki peran penting sebagai investor asing di industry pertambangan Papua Nugini dan
Indonesia.
Perbandingan antara rejim fiskal Australia, Indonesia dan PNG yaitu dengan menggunakan
tambang emas terbuka yang disimulasikan di di masing-masing Negara. Efektivitas perpajakan
diperiksa dengan mengacu pada perubahan relative dalam tingkat pengembalian proyek internal
(IRR). Perbandingan perbedaan relative antara IRR sebelum pajak dan setelah pajak memberikan
daya tarik terhadap rejim fiskal setiap negara.
Investasi Asing di Australia
Investasi asing dalam pertambangan telah terjadi di Australia telah menghasilkan evolusi
kebijakan investasi asing dalam periode yang lama. Evolusi kebijakan investasi asing dimulai pada
basis yang sementara yaitu “open door”.
Bahwa Australia telah menjadi penghasil dan pengekspor utama dunia untuk berbagai
komoditas mineral. Karena inisiatif pemerintah Australi maka terbentuklah perusahaan-
perusahaan utama yang menjadi investor asing. Perusahaan tersebut menjadi investor utama di
Indonesia dan Papua Nugini.
Pemerintah membentuk Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada tahun 1973
(Neil, 1992) dengan tugas memproses permohonan dan persetujuan investasi serta menyediakan
informasi dan layanan investasi. Indonesia mengakui bahwa modal dan teknologi asing diperlukan
untuk pembangunan nasional untuk meningkatkan produksi dan PDB nasional, pengembangan
keahlian Indonesia melalui transfer teknologi, dan peluang kerja (Sigit, 1992).
Semua ketentuan yang berkaitan dengan kenaikan ekuitas, pajak dan tarif royalti
dimasukkan ke dalam Kontrak dan sebagai akibatnya tidak diperlukan aplikasi tambahan untuk
berbagai tahapan kegiatan penambangan (Sigit, 1992). Kontrak Karya ini menguntungkan bagi
investor karena menjamin bahwa tidak adanya negosiasi atau persetujuan tambahan setelah
ditemukanna cadangan.
Kontrak Karya menyatakan bahwa 'perusahaan tidak akan dikenakan pajak, bea, pungutan,
kontribusi, biaya lainnya. Kontrak tersebut merupakan bukti dari pemerintah bahwa kontrak kerja
sedang berlangsung dengan baik.
Papua New Guinea (PNG) adalah negara berkembang yang baru-baru ini merdeka di
sebelah utara Australia dan di Indonesia. Dengan wilayahnya yang sangat luas, Negara ini masih
banyak daerah yang belum tereksplorasi. Diharapkan bahwa Negara ini terdapat penemuan-
penemuan yang besar.
Investasi pertambangan di PNG yaitu dimulai dari penemuan dan pengerukkan emas di
Morobe Goldfield. Tambang hard rock besar pertama dikembangkan di bawah Administrasi
Kolonial Australia dengan penemuan deposit Panguna di Pulau Bougainville.
Pada tahun 1974, dua tahun setelah dimulainya produksi Tembaga Bougainville, Perjanjian
Tembaga Bougainville dinegosiasikan ulang untuk meninjau ketentuan-ketentuan perjanjian,
terutama yang berkaitan dengan ketentuan pajak. Dalam negosiasi ulang ini, sistem perpajakan
sewa sumber daya diperkenalkan untuk tambang.
Adanya negosiasi kembali untuk kepemilikan tanah mengakibatkan negosiasi tertunda dan
berlarut-larut. Hal ini memiliki efek distabilisasi pada kepercayaan investor karena menyiratkan
bahwa pemerintah siap untuk mengubah posisinya dengan menghormati kebijakan setelah
penambangan dimulai, mengubah asumsi mendasar yang mendasari keputusan investasi awal.
Sistem kepemilikan pertambangan Papua Nugini didasarkan pada skema Australia dengan
perusahaan yang mengajukan Izin Eksplorasi untuk area tertentu. Lisensi memberi perusahaan hak
prioritas pada perusahaan lain untuk aplikasi sewa pertambangan dalam area Lisensi Eksplorasi.
Ada dua jenis sewa pertambangan; Sewa Tambang Umum untuk operasi skala kecil dan Sewa
Tambang Khusus untuk operasi skala lebih besar. Pemerintah memiliki hak untuk mengambil
hingga 30 persen dari ekuitas (dengan biaya) dalam setiap operasi pada saat menetapkan sewa
pertambangan.
Insentif utama yang diberikan oleh Sewa Tambang Khusus adalah penyusutan yang
dipercepat. Ini diperbolehkan selama periode pemulihan investasi yang didefinisikan sebagai
periode antara dimulainya produksi dan waktu ketika akumulasi pendapatan pertambangan
melebihi investasi modal awal. Perusahaan diizinkan untuk mempercepat pemotongan untuk
mencapai target pendapatan atau mengurangi penghasilan yang dapat dikenai pajak.
PNG dihadapkan oleh beberapa resiko dalam dunia pertambangannya, diantaranya karena
kepemilikan tanah adat, seringkali tidak mungkin untuk membeli tanah yang akan ditempati oleh
tambang dan perjanjian-perjanjian dibuat yang menetapkan bahwa para pemilik tanah akan diberi
kompensasi atas hilangnya penggunaan tanah mereka selama periode penggunaan tambang. Serta
adanya negosiasi yang berlarut antara investor dengan pemerintahan. Adanya distabilisasi hingga
terjadinya penutupan pertambangan Bouganville. Serta adanya serangan bersenjata yang
mempengaruhi para investor untuk berinvestasi.
Solusi dari resiko yang dihadapi tersebut yaitu bahwa PNG memiliki rezim kebijakan yang
stabil yang sampai saat ini telah bebas dari campur tangan politik di tingkat administrasi. Dengan
demikian, investor mengembangkan kepercayaan terhadap sistem dan investasi semakin
meningkat sebagaimana dibuktikan dengan meningkatnya pengeluaran eksplorasi.