Anda di halaman 1dari 14

Penatalaksanaan Abses...

(Yuan AK, Bakti S)

PENATALAKSANAAN ABSES RETROFARING


DENGAN KOMPLIKASI MEDIASTINITIS DAN EMPIEMA TORAKS

Yuan Ariawan Kusuma, Bakti Surarso

Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok


Bedah Kepala dan Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo Surabaya

PENDAHULUAN ke mediastinum dapat


Abses leher dalam mengakibatkan abses mediastinum,
merupakan proses infeksi lanjut yang mediastinitis, perikarditis,
mengenai ruangan potensial leher. piopneumotoraks, pleuritis atau
Saat ini penyakit ini jarang empiema.2,3,5,7,10
ditemukan sejak ditemukannya Empiema toraks adalah
antibiotika. Walaupun jarang tingkat adanya nanah di ruang pleura
mortalitasnya tetap tinggi. Abses parietalis. Empiema toraks dapat
leher dalam dapat berakibat fatal disebabkan oleh infeksi yang berasal
akibat komplikasi yang dari paru atau dari luar paru. Infeksi
ditimbulkannya seperti mediastinitis, yang berasal dari paru dapat
fasitis nekrotik, sumbatan jalan nafas disebabkan oleh pneumonia, abses
dan sepsis.1,2 paru, fistel bronkopleura,
Abses retrofaring merupakan bronkiektasis, tuberkulosis paru dan
suatu keradangan yang disertai aktinomikosis paru, sedangkan
pembentukan nanah pada ruang infeksi yang berasal dari luar paru
retrofaring. Keadaan ini merupakan dapat disebabkan oleh trauma toraks,
salah satu infeksi pada leher bagian pembedahan toraks, torakosintesis,
dalam ( deep neck infection ). Ruang abses subfrenik, abses retrofaring,
retrofaring terletak disebelah mediastinitis dan fistel esofagus
posterior faring (nasofaring, pleura.4
orofaring, hipofaring) dengan batas Penanganan abses leher
bagian anterior ialah lapisan tengah dalam patut mendapat perhatian, bila
(visera) fasia leher dalam, posterior pengobatan terlambat atau tidak
ialah lapisan alar fasia leher sedang adekuat akan menimbulkan
pada lateral di dapat ruang komplikasi yang berakibat fatal.
parafaring, bagian superior ialah Penggunaan antibiotika telah
dasar tengkorak daerah basis osipital menurunkan angka kematian tetapi
dan inferior ke mediastinum di infeksi ini masih tetap memiliki
tingkat bifurkasi trakea.2,3,13 Sumber komplikasi berat disertai tingginya
infeksi dapat mencakup faringitis, mortalitas. Antibiotika dapat
tonsilitis, adenoiditis, otitis, sinusitis, mengubah gambaran klinis yang ada
dan infeksi lainnya yaitu hidung, serta perjalanan penyakit itu sendiri,
kelenjar liur atau gigi. Komplikasi dan resistensi antibiotika kadang
abses retrofaring mengakibatkan muncul pada beberapa penderita.
peradangan dan kerusakan jaringan Dengan pemberian antibiotika saja
yang berdekatan. Penyebaran infeksi penyakit ini belum dapat

14
Jurnal THT-KL.Vol. 5, No.1, Januari – April 2012, hlm. 14 - 27

tertanggulangi sepenuhnya sehingga sesak napas, nyeri dada maupun


diperlukan suatu tindakan operatif demam selain itu penderita juga
untuk mengeluarkan abses ini dari dapat makan dan minum seperti
ruang potensial leher untuk biasa, juga menderita DM sejak ± 8
menghindari komplikasi yang tahun lalu tapi tidak kontrol maupun
5,6,10
terjadi. minum obat rutin. Gigi geraham kiri
Pada makalah ini dilaporkan bawah berlubang dan goyang sejak ±
satu kasus abses leher dalam dengan 5 tahun yang lalu.
komplikasi mediastinitis dan Pemeriksaan fisik tanggal 07
empiema toraks dan penderita September 2011 tampak keadaan
sembuh. umum cukup, komposmentis,
tekanan darah 120 / 70 mmHg, nadi
LAPORAN KASUS 88 x / menit, frekwensi nafas 20 x /
Seorang laki-laki, Tn. NA, menit, suhu 36,7o C, Telinga, hidung
umur 46 tahun datang ke IRD dan tenggorok dalam batas normal.
dr.Soetomo pada tanggal 07 Pada daerah leher anterior
September 2011 rujukan dari RS didapatkan massa difus, fluktuatif,
Haji Surabaya dengan keluhan utama hiperemis dengan ukuran ± 20 x 15 x
bengkak pada leher depan sejak 2 5 cm dan dilakukan pungsi
bulan sebelumnya. Perjalanan percobaan dengan spuit 10 cc
penyakit dimulai pada bulan juli didapatkan cairan pus dan dilakukan
2011 penderita berobat ke RS Adi pemeriksaan kultur. Pada leher kiri
Husada Surabaya dengan keluhan didapatkan massa dengan konsistensi
nyeri pada daerah tengkuk dan keras, batas jelas ukuran 5 x 4 x 2
demam saat itu diberi terapi cm, tidak fluktuatif dan tidak nyeri
amoksisilin 3 x 500 mg dan non tekan.
flamin 3 x 50 mg karena tidak ada
perubahan maka penderita berobat ke
bagian saraf RS Haji Surabaya dan
diduga sebagai meningitis, dilakukan
pemeriksaan MRI. Kemudian
penderita di konsulkan ke bagian
THT-KL karena leher nyeri, terasa
kaku pada tengkuk dan muncul
bengkak pada leher kiri. Pemeriksaan
USG leher di dapatkan gambaran
infiltrat kemudian dirawat selama 16
hari mendapatkan terapi
ciprofloxacin 2 x 500 mg dan
metronidazole 3 x 500 mg, bengkak
pada leher kiri mengecil tetapi 3 hari
kemudian muncul bengkak pada
leher depan yang makin lama makin
membesar. Bengkak pada leher
depan mengempis jika dalam posisi
berbaring. Penderita tidak mengeluh

15
Penatalaksanaan Abses... (Yuan AK, Bakti S)

Pemeriksaan MSCT Scan


cervico-toraks dengan kesimpulan
lesi dengan ring contrast
enhancement di orofaring meluas ke
hipofaring, retrotrakea, presternal
dan mediastinum anterior, medius
dan posterior serta pleura dengan
track yang saling berhubungan
melalui retropharynx dan
retrolaryngeal space mengesankan
suatu formasi abses dan efusi pleura
kanan (empiema). Atelektasis lobus
medius dan inferior paru kanan.
Pemeriksaan laboratorim, Hb Pada tanggal 08 September 2011
11,2 g/dL, leukosit 9.700/uL, direncanakan urgent insisi abses.
trombosit 329.000/uL, albumin 2,8
g/dL, GDA 236,9 mg/dL, sedangkan
pada foto toraks di dapatkan
perselubungan masif dilapangan paru
kanan.

16
Jurnal THT-KL.Vol. 5, No.1, Januari – April 2012, hlm. 14 - 27

elektif insisi abses multiple untuk


drainase abses dan open mini
torakotomi untuk evakuasi empiema
toraks, diputuskan untuk dilakukan
operasi elektif tanggal 13 September
2011 dengan general anestesi di
dahului dengan bronkoskopi sebelum
dilakukan operasi dan konsul bedah
mulut untuk penanganan gigi yang di
curigai sebagai sumber infeksi. Pada
tanggal 10 September 2011 hasil
Kultur pus saat di IRD dari abses
colli superfisial didapatkan hasil,
tidak ada pertumbuhan kuman aerob.
Pemeriksaan bedah mulut
didapatkan calculus pada gigi
bawah kanan 1,2,3,4 dan 8 serta gigi
bawah kiri 1,2,3 dan 4 yang dapat
dimungkinkan menjadi fokal
infeksi, Gigi goyang dapat
disebabkan karena adanya resesi
gingiva dan calculus dan saran
untuk dilakukan pembersihan
karang gigi setelah operasi.
Operasi dilakukan dengan
anastesi general kemudian dimulai
dengan bronkoskopi dimeja operasi
dan dilanjutkan dengan insisi abses
colli anterior dan mediastinum
anterior. Serta dilakukan mini
torakotomi terbuka untuk
mengeluarkan pus serta debridemen
dan diakhiri pemasangan chest tube
dan WSD + continous suction.

Laporan bronkoskopi :
Hasil konsul dengan anestesi  Paru kiri : Bronkus utama :
didapatkan pasien dengan abses lumen bulat, mukosa normal.
regio colli anterior + retrofaring + Lobus superior : lumen bulat,
mediastinum. Pada tanggal 9 mukosa normal. Lingula :
September 2011 dan tanggal 12 lumen bulat, mukosa normal.
September 2011 di adakan diskusi Lobus inferior : lumen bulat
yang melibatkan THT-KL, Ilmu mukosa normal.
Penyakit Paru, BTKV dan Anastesi  Paru kanan : Bronkus utama :
sehubungan akan dilakukan operasi lumen bulat, mukosa normal.

17
Penatalaksanaan Abses... (Yuan AK, Bakti S)

Lobus superior : mukosa ml dengan pleura parietal yang sudah


normal, tampak pendesakan menebal. Dilakukan pengambilan
ekstraluminal pada segmen sampel cairan pus untuk keperluan
apikal dan anterior. Lobus pengecatan gram dan kultur /
inferior : tampak penutupan sensitivitas AB.
total pada orifisium segmen Paska operasi keadaan umum
apikobasal dan anterior. penderita baik. Penderita hanya
Lobus medius : tampak mengeluh agak nyeri pada luka bekas
eliptikal narrowing karena operasi. Tidak didapatkan keluhan
pendesakan ekstraluminal sesak napas maupun badan panas.
pada segmen medial dan Makan minum baik. Dilakukan
lateral, tampak rugae pemeriksaan darah lengkap, kultur
longitudinal, disini dilakukan darah, kultur sputum, analisa gas
manuver aspirasi biopsi, darah, dan foto toraks kontrol.
namun tidak didapatkan pus. Evaluasi pemeriksaan darah
FOB selesai paska operasi tanggal 14 September
 Kesimpulan : Atelektasis 2011, Hb 8,9 g/dL, leukosit
kompresi lobus medius dan 27.100/uL , trombosit 342.000/uL,
inferior paru kanan. Tidak GDA 272,2 mg/dL, albumin 2,64
didapatkan pus maupun g/dL. Analisa gas darah : PH 7,20,
fistula intraluminal, pCO2 42 mmHg, pO2 116, HCO3
disarankan untuk dilakukan 16,4 mmol/l, BE -11,6 mmol/l, sO2
torakotomi mini terbuka. 97 %.
Insisi abses leher anterior Terapi yang diberikan pada
dengan insisi Mosher, irisan tahap ini adalah infus PZ + drip
dilakukan 2 jari dibawah dan sejajar analgetik 21 tetes/menit, ceftriaxon 2
mandibula disepanjang tepi anterior x 1 gr iv, metronidazol 3 x 500 mg
m.Sternokleidomastoideus iv, insulin 3 x 4 u sc, transfusi PRC 2
diperpanjang sampai ke arah fosa kolf, Albumin 20% 100 ml,
jugularis dilanjutkan membuka fisioterapi dada, rawat luka dan diet
selubung karoris kanan, tampak TKTP.
sudah mengalami fibrosis dan Hasil foto toraks evaluasi
didapatkan cairan pus sebanyak 500 tanggal 15 September 2011 :
ml dan ditemukan track ke didapatkan kesan efusi pleura kanan.
mediastinum anterior yang sebagian Pemeriksaan darah paska operasi (
sudah mengalami fibrosis sehingga tanggal 17 September 2011 )
sulit ditelusuri, diputuskan untuk menunjukkan perbaikan dengan Hb
dilakukan insisi di mediastinum 10,6 g/dL, leukosit 12.600/uL,
anterior. Selanjutnya dilakukan trombosit 414.000/uL, LED 10,
torakotomi mini terbuka di ICS II GDA 133 mg/dL, albumin 2,9 g/dL.
dan ICS V dextra. Pada ICS II Pada tanggal 18 September
didapat track yang menghubungkan 2011dilakukan evaluasi MSCT Scan
abses di daerah leher anterior dengan cervico-toraks dengan hasil : masih
mediastinum anterior tetapi pus tampak lesi hipodense berdensitas
sudah terdrainase pada ICS V cairan dengan gas forming di
didapatkan cairan pus sebanyak 1700 dalamnya, multiple, batas tegas tepi

18
Jurnal THT-KL.Vol. 5, No.1, Januari – April 2012, hlm. 14 - 27

reguler, berkapsul diorofaring Kultur pus dari insisi abses


meluas ke hipofaring, retrofaring, leher superfisial dan pus dari
retrotrakea, presternal dan empiema toraks yang diambil pada
mediastinum anterior, medius dan saat operasi didapatkan hasil :
posterior dengan track yang saling terdapat pertumbuhan kuman aerob:
berhubungan melalui retrofaring dan kuman gram negatif jenis
retrofaringeal space sesuai gambaran enterobacter. Sensitif dengan
formasi abses (dibandingkan CT cefoperazone-sulbactam dan
Scan tanggal 7 September 2011 cotrimoxazol. Pemberian antibiotik
tampak berkurang signifikan ), masih ceftriaxon 2 x 1 gr iv diganti dengan
tampak atelektasis lobus medius cefperazone-sulbactam 3 x 1 gr iv.
yang tampak membaik, Pada tanggal 16 September
pneumotoraks segmen lateral lobus dilakukan pengulangan kultur cairan
medius paru kanan, emfisema sub pleura, cairan dari drainase abses
kutis regio colli kanan kiri sampai leher dan abses mediastinum anterior
hemitoraks kanan kiri dan tak dengan hasil : enterobacter cloacae
tampak jelas gambaran fistel dan eoromonas caviae pada cairan
bronkopleura. pleura. Sensitif ciprofloxacin,
levofloxacin, cotrimoxazol dan
imipenem. Sedangkan pada cairan
dari drainase leher dan mediastinum
tidak didapatkan pertumbuhan
kuman aerob. Hasil kultur darah juga
tidak didapatkan pertumbuhan
kuman. Antibiotik cefoperazone-
sulbactam diganti dengan
levofloxacin 1x 750 mg iv.
Dilakukan juga pemeriksaan sputum
BTA pada tanggal 16 - 17 September
2011 dengan hasil negatif 3x. Dari
pemeriksaan sputum gram
didapatkan batang gram negatif dan
coccus gram positif.
Hasil analisa cairan pleura
tanggal 21 September 2011 : Jumlah
sel pleura 2910 sel/uL, mono nuclear
73 %, Poli nuclear 27 %, glukosa
cairan pleura 17 mg/dL, protein
cairan pleura 3,8 g/dL, LDH cairan
pleura 4212 U/L, rivalta positif.
Pengecatan BTA : tidak didapatkan
adanya bakteri tahan asam,
pengecatan gram : tidak didapatkan
adanya kuman gram positif maupun
kuman gram negatif.

19
Penatalaksanaan Abses... (Yuan AK, Bakti S)

Foto toraks PA dan lateral klem 24 jam, pasien tidak sesak dan
dekubitus tanggal 19 dan 23 evaluasi foto toraks menunjukkan
September 2011 : mengesankan efusi tidak ada perubahan dengan foto
pleura yang sudah mengalami toraks sebelum diklem. Pada tanggal
organisasi. 24 September 2011 pasien
dipulangkan dengan saran kontrol
poli paru, BTKV, THT-KL, IPD dan
bedah mulut.
Pada tanggal 30 September
dan 4 Oktober pasien datang kontrol
ke poli BTKV dalam keadaan umum
baik serta tidak ada keluhan.
Dilakukan perawatan luka,
pemeriksaan darah dan foto toraks
ulang dengan hasil Hb 10,7 g/dL,
leukosit 7.880/uL, trombosit 381.000
g/dL, GDA 97 mg/dL dan foto toraks
evaluasi mengesankan hasil yang
sama dengan foto toraks terakhir
pada tanggal 23 September 2011.

PEMBAHASAN
Abses retrofaring adalah
infeksi leher dalam yang memilki
angka mortalitas tinggi, pada orang
dewasa abses ini jarang terjadi, lebih
sering terjadi pada anak-anak di
sebabkan saat anak ruang retrofaring
terisi 2-5 pasang kelenjar getah
bening di kedua sisi. Kelenjar getah
bening ini menampung aliran limfe
yang berasal dari hidung, sinus
paranasal, nasofaring, faring, tuba
Eustachius dan telinga tengah.6
Produksi drain cervical dan Fasia profunda leher dibagi
sternum semakin berkurang sehingga menjadi tiga lapisan, yang pada
pada hari ke-4 paska operasi gilirannya membagi leher dalam
dilakukan aff drain. Sedangkan menjadi tiga jalan utama dimana
toraks drain dilepaskan pada hari ke- infeksi orofaringeal dapat menyebar
10 paska operasi walaupun paru menuju mediastinum. Tiga lapisan
belum mengembang sempurna itu adalah pretracheal atau
karena permintaan dari penderita superfisial, viseral
berhubung putrinya akan diwisuda (lateropharyngeal) dan lapisan
dan penderita berniat untuk prevertebral (retropharyngeal).1,7-9
menghadiri acara tersebut. Toraks Adapun tiga jalur utama tersebut
drain dilepaskan setelah dilakukan ialah, pertama adalah jalur

20
Jurnal THT-KL.Vol. 5, No.1, Januari – April 2012, hlm. 14 - 27

pretracheal, anterior trakea dan


berakhir di mediastinum anterior
pada tingkat karina. Ruang ini
dibatasi di superior oleh kartilago
tiroid dan merupakan lapisan yang
paling superfisial. Kedua adalah jalur
lateropharyngeal, yang memanjang
dari dasar tengkorak ke lengkungan
aorta dan mengalir ke mediastinum
tengah. Ketiga, jalur retropharyngeal
ini terletak antara esofagus dan
tulang belakang dan juga disebut pre
vertebral atau retrovisceral space.
ruang interfasial ini dimulai pada VC Gambar 1. Anatomi Leher dalam.11
6 sampai VT1 dimana fasia alar
bergabung dengan otot-otot Mediastinum dibatasi oleh
konstriktor faring inferior dari titik klavikula pada bagian superior,
ini sampai seterusnya, disebut diafragma pada bagian inferior,
"danger space". sternum pada bagian anterior, kolum
Daerah ini dibatasi oleh fasia alar vertebral pada posterior, dan pleura
pada bagian anterior dan fasia parietalis di bagian lateral. Tiga
prevetebralis di posterior, terbentang bagian besar mediastinum adalah
dari dasar tengkorak ke diafragma, mediastinum anterior, mediastinum
sehingga memungkinkan penyebaran medius dan mediastinum posterior.
infeksi ke mediastinum. Ketika Pada mediastinum anterior terdapat
infeksi mencapai tingkat ini, lengkung aorta dan cabang,
prognosis biasanya jelek.7,11 pembuluh darah besar, kelenjar getah
bening dan kelenjar timus. Para
mediastinum medius berisi bronkus,
jantung, perikardium dan kedua hilus
paru, kelenjar getah bening, saraf
phrenikus dan trakea. Pada
mediastinum posterior terdapat vena
azigos, aorta desenden, esofagus,
kelenjar getah bening, duktus
torasikus serta saraf vagus.10

Gambar 2. Anatomi mediastinum.4

21
Penatalaksanaan Abses... (Yuan AK, Bakti S)

Sekitar 70% dari kasus yang memudahkan perluasan infeksi


desenden mediastinitis/abses dan penanganan yang tidak optimal
mediastinum terjadi melalui pada saat terjadi abses retrofaring
retropharyngeal pathway dan 8% sehingga timbul komplikasi ke abses
terjadi melalui route pretracheal. mediastinum dan empiema.10
Secara umum, abses faring menyebar Abses retrofaring disebabkan
ke ruang retropharyngeal untuk oleh banyak organisme seperti
mencapai mediastinum posterior, organisme aerob ( Steptococcus β
sedangkan abses sub mandibula haemolitik, Staphylococcus aureus),
menyebar menuju mediastinum anaerob ( Bacteriodes Sp, Veillonella
anterior.10,11 ) atau organism gram negatif (
Ruang retropharyngeal dapat Haemophilus parainfluenzae dan
terinfeksi dalam dua cara. Infeksi Bartonella henselae ).5 Pemberian
dapat menyebar dari kawasan yang antibiotika sedini mungkin sangatlah
berdekatan atau bisa langsung penting, pada kasus ini di berikan
diinokulasi dari trauma penetrasi. ceftriaxon 2 x 1 gram dan
"Klasik" abses retrofaring diamati metronidazole 3 x 500 mg sampai
pada pasien anak-anak terjadi ketika hasil kultur dan sensitivitas yang
infeksi saluran pernapasan atas sesuai jadi, hal ini penting untuk
(URI) menyebar ke kelenjar getah menghindari terjadinya komplikasi
bening retropharyngeal, membentuk lebih lanjut. Penelitian oleh Ridder et
pus di ruang retropharyngeal di al terhadap 234 penderita abses leher
kedua sisi dari otot konstriktor dalam di jerman pada tahun 2005
superior. Sumber infeksi dapat menyatakan, bahwa tingkat kematian
mencakup faringitis, tonsilitis, dari abses leher dalam sekitar 2,6%
adenoiditis, adenitis, otitis, sinusitis, dan sebagiam besar di akibatkan oleh
dan infeksi lainnya (yaitu, hidung, sepsis dan MODS.12
saliva, gigi). Sumber infeksi Diabetes melitus
(misalnya, osteomielitis tulang meningkatkan kerentanan terhadap
belakang) juga bisa menyebar secara suatu infeksi, faktor-faktor yang
langsung anterior dari ruang mempengaruhi antara lain :
prevertebral.6,10,11
Empiema didefinisikan 1. Tingginya kadar glukosa
sebagai adanya nanah didalam darah yang dapat
rongga pleura. Pada umumnya menurunkan kemampuan
penyebab empiema berasal dari lekosit untuk
penyakit yang primernya di paru. memfagositosis dan
Empiema paling sering terjadi karena membunuh bakteri.
lobar pneumonia dan 2. Gangguan mekanisme
bronchopneumonia yang seluler, ditandai dengan
penanganannya tidak sempurna.4,10 menurunnya IgA dan
Empiema yang terjadi akibat IgM, defisiensi
perluasan infeksi dari abses komplemen terutama C4
retrofaring dan mediastinum sangat yang berakibat tidak
jarang terjadi. Hal ini terjadi lebih bekerjannya neutrophil
kepada anatomi atau struktur tubuh

22
Jurnal THT-KL.Vol. 5, No.1, Januari – April 2012, hlm. 14 - 27

dan makrofag dalam ke jaringan sekitar. Foto torak


proses fagositosis. berguna untuk melihat adanya
3. Neuropati, yang berakibat komplikasi ke mediastinum.13
menurunnya ambang Tabel 1. Tebal normal jaringan
nyeri sehingga penderita lunak daerah servikal menurut
sering terlambat Wholey.13
mendapatkan terapi.14 C2 C6
Penegakan diagnosis abses Anak 1-7 mm 5-14 mm
retrofaring sedini mungkin sangatlah Rata-rata 3,4 mm 7 mm
penting. Gejala utama yang sering di Dewasa 1-7 mm 9-22 mm
keluhkan adalah demam, sulit Rata-rata 3,4 mm 14 mm
menelan, nyeri telan, nyeri leher, Penatalaksanaan abses
terbatasnya gerak leher dan sesak retrofaring, sebaiknya penderita di
nafas yang diakibatkan penekanan ke rawat di rumah sakit, guna
jalan nafas.8,9,11 Selain itu perlu memperbaiki keadaan umum, bila
dilakukan pemeriksaan darah dan didapatkan dehidrasi di upayakan
didapatkan adanya gambaran untuk rehidrasi terlebih dahulu dan
lekositosis yang menunjukkan dilanjutkan surgical drainage dan
adanya suatu infeksi tetapi tanda- pemberian antibiotika yang sesuai
tanda dari infeksi mungkin tak dengan hasil kultur kuman dan tes
tampak terutama pada kondisi kepekaan. Tindakan trakeotomi
penekanan sistim imun seperti dilakukan bila didapat tanda-tanda
diabetes melitus, selain itu sumbatan jalan nafas atas.5,11-13
pemberian terapi antibiotika Pada penderita ini diagnosa
sebelumnya dapat menghilangkan abses retrofaring ditegakkan dengan
keluhan.5,9,14 adanya keluhan leher nyeri, terasa
Pemeriksaan radiologi kaku pada tengkuk dan muncul
sangatlah diperlukan untuk bengkak pada leher kiri dan riwayat
membantu menegakkan diagnosis demam. Pada pemeriksaan fisik
abses retrofaring, hal ini penting didapatkan massa difus, fluktuatif,
untuk membedakan antara infiltrat hiperemis dengan ukuran ± 20 x 15
dan abses, serta menentukan letak x 5 cm pada daerah leher anterior
abses secara tepat dan menilai dan dilakukan pungsi percobaan
perluasan ke jaringan sekitar atau dengan spuit 10 cc didapatkan
ruang leher dalam lainnya.8,11,13Pada cairan pus. Pada leher kiri
foto leher lateral jaringan lunak, didapatkan massa dengan
didapatkan adanya penebalan konsistensi keras, batas jelas ukuran
jaringan lunak di anterior dari 5 x 4 x 2 cm, tidak fluktuatif dan
vertebra servikal atau tampak adanya tidak nyeri tekan. Pada pemeriksaan
gambaran air fluid level pada laboratorim, leukosit yang
jaringan lunak retrofaring serta meningkat, albumin rendah, dan
berkurangnya lordosis vertebra pada gula darah yang meningkat. Pada
foto.5,13 Pemeriksaan CT Scan foto toraks di dapatkan
sebaiknya dilakukan dengan kontras perselubungan masif dilapangan
untuk dapat mentukan letak abses paru kanan dan gambaran CT Scan
dengan tepat dan menilai perluasan didapat adanya lesi dengan ring

23
Penatalaksanaan Abses... (Yuan AK, Bakti S)

contrast enhancement di orofaring adanya sumbatan jalan nafas akibat


meluas ke hipofaring, retrotrakea, penekanan akibat abses retrofaring
presternal dan mediastinum anterior, atau kemungkinan terjadi udim pada
medius dan posterior serta pleura jalan nafas akibat tindakan bedah
dengan track yang saling dapat dilakukan trakeotomi.1 Pada
berhubungan melalui retropharynx kasus ini tidak dilakukan trakeotomi
dan retrolaryngeal space karena tidak didapat adanya keluhan
mengesankan suatu formasi abses sesak. Drainase bedah dilakukan
dan efusi pleura kanan (empiema) bertujuan untuk mengatasi
dan atelektasis lobus medius dan komplikasi dan mengantisipasi
inferior paru kanan. kemungkinan komplikasi yang
Penyebab dari abses terjadi.7,8,11,12Pada kasus ini
retrofaring diduga berasal dari dilakukan dua tindakan bersama-
infeksi gigi, dimana pada penderita sama, insisi Mosher untuk drainase
didapatkan gigi berlubang dan gigi abses retrofaring dan torakotomi
goyang sejak ± 5 tahun dengan mini terbuka untuk drainase abses di
penyakit komorbid diabetes melitus. mediastinum. Sebelumnya dilakukan
Penatalaksanaan abses pemeriksaan bronkoskopi guna
retrofaring pada penderita ini telah melihat adakah fistel bronkopleura
dilaksanakan sebagaimana selain itu guna menentukan lokasi
seharusnya, dimana telah dilakukan torakotomi mini terbuka.
pungsi aspirasi abses dan dilanjutkan Pemberian antibiotika
dengan pemeriksaan kultur, insisi sebaiknya diberikan sedini mungkin
abses dan pemberian antibiotika. dalam dosis yang adekuat
Pada kultur awal tidak didapatkan berdasarkan gambaran kuman yang
adanya kuman dimungkinkan karena tersering sambil menunggu hasil
penderita sudah mendapat terapi kultur dan uji
11,13
antibiotika sebelumnya atau resistensi. Mayoritas infeksi
disebabkan cara pengambilan dan diakibatkan kuman campuran aerob
pengiriman spesimen yang kurang dan anaerob sehingga diperlukan
benar.5 Dari kultur pus saat operasi perlindungan antibiotika dengan
didapatkan pertumbuhan kuman spektrum luas. Beberapa peneliti
aerob jenis enterobacter. Murray dan memulai terapi dengan sefalosporin
kawan-kawan mengutip penelitian generasi ketiga yang di kombinasi
yang dilakukan Asmar tahun 1990, dengan metronidazole yang bekerja
dari pemeriksaan kultur pada abses pada kuman anaerob.11
retrofaring didapatkan hasil
gambaran kuman campuran aerob KESIMPULAN
dan anaerob pada 90% penderita dan
kuman aerob didapat pada semua 1. Telah dilaporkan satu kasus
hasil kultur.7 abses retrofaring diduga
Pada kasus abses retrofaring berasal dari infeksi gigi
ada beberapa hal yang harus dengan komplikasi
diperhatikan yaitu kontrol dan mediastinitis dan empiema
proteksi jalan nafas dan drainase disertai penyakit diabetes
bedah. Pada penderita yang didapat melitus.

24
Jurnal THT-KL.Vol. 5, No.1, Januari – April 2012, hlm. 14 - 27

2. Penegakan diagnosis abses diakibatkan oleh abses itu


retrofaring sedini mungkin sendiri ataupun komplikasi
sangatlah penting untuk yang diakibatkan.
menghidari mortalitas yang

25
Penatalaksanaan Abses... (Yuan AK, Bakti S)

DAFTAR PUSTAKA
1. Porter MJ, Hasselt CA. Deep http://www.emedicine.medscape.co
neck space infections in m/article/837048-overview.
seminar in Accessed Desember 20, 2011
otorhinolaryngology. J Hong 8. Shin EJ. Parapharyngeal space
Kong Med Assoc. 1992; 1-4 neoplasms & deep neck space
2. Acerendo SL. Pediatric infection. In: Lalwani AK, eds.
retrofaryngeal abscess. Current Diagnosis &
Medscape. (Updated: July 22nd, Treatment in Otolaryngology
2011). Available from: Head & Neck Surgery. Int ed.
http://www.emidicine.com/arti New York: The Mc Graw-Hill
cle/995851-overview. co; 2004: 368-71
Accessed Desember 20, 2011 9. Roland NJ, McRae RDR,
McCombe AW. Neck space
3. Lee KJ, Byrne MN. Neck infection. In: Key Topics in
spaces and fascial planes. In: Otolaryngology. 1st ed. BIOS
Lee KJ, eds. Essential Scientific Publishers Ltd;
Otolaryngology Head & Neck 1995: 186-88
Surgery. 8th ed. New York: The 10. Watanabe M, Ohshika Y, Aoki
Mc Graw-Hill co; 2003: 422- T, et al. Empyema and
38 mediastinitis complicating
4. Alsagaff H, dkk. Empiema retrofaringeal abscess. Thorax
toraks. Dasar-dasar Ilmu 1994; 49:1179-80
Penyakit Paru 2002; 155-56
11. Lazow SK. Orofacial infection
5. Harkani A et al. in the 21st century. J Oral
Retropharyngeal abscess in Maxillofac Surg, 2005; 36-41
adult : five case report and 12. Ridder GJ, Technau-Ihling K,
review of the literature (Update Sander A, Boedeker CC.
: June 3rd, 2011). J Spectrum and management of
TheScientific World, deep neck space infection : an
vol.11,2011, pp1623-29 8-year experience of 234 cases.
6. Fachrudin D. Abses leher Otolaryngology-Head & Neck
dalam. Dalam : Soepardi EA, Surgery, vol 133, 2005, pp.
Iskandar N, ed. Buku Ajar 709-714
Ilmu Kesehatan Telinga 13. Fachrudin D.R. Abses
Hidung Tenggorok Kepala retrofaring. Dalam : Soepardi
Leher. Edisi 5. Jakarta: Balai E.A, Hadjat F, Iskandar N.A,
Penerbitan FKUI; 2001 : 185- ed. Penatalaksanaan penyakit
89 dan kelainan telinga hidung
7. Murray AD, Meyers AD. Deep tenggorok. Edisi 3. Jakarta:
neck infection (Update Balai Penerbitan FKUI; 2002 :
November 18, 2009). 250-55
Available from : 14. Soeatmadji D.W. Diabetes
mellitus dan infeksi. Dalam :
Noer H.M, Waspadji S,

26
Jurnal THT-KL.Vol. 5, No.1, Januari – April 2012, hlm. 14 - 27

Rachman A.M et al, ed. Buku Penerbitan FKUI; 1996 : 685-


ajar ilmu penyakit dalam jilid 91
1. Edisi 3. Jakarta : Balai

27

Anda mungkin juga menyukai