Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN CKD

DIRUANG 27 RS. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun oleh :

Baityrahmi Atina

Nim : 0319005

PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKES DIAN HUSADA MOJOKERTO

2019
LAPORAN PENDAHULUAN
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

CKD

A. PENGERTIAN

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten
danirreversible. sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang
dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007). Gagal ginjal
kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan penurunan fungsi renal yang progresif
dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah) (Brunner & Suddart, 2002).

Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal
yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi
glomerular kurang dari 50 ml/menit (Suyono, et al, 2001). Gagal ginjal kronis merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektroli sehingga terjadi uremia
(Smeltzer & Bare, 2001). Gagal ginjal kronik/ Cronic Kidney Disease (CKD) adalah penurunan
fungsi ginjal yang persisten dan irreversible. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju
filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat (Arif Mansjoer, 2000).

Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis adalah
adanya kerusakan fungsi ginjal secara progresif sehingga tubuh akan mengalami gangguan
karena ginjal tidak mampu mempertahnkan substansi tubuh dalam keadaan nomal.
B. PENYEBAB

1. Infeksi saluran kemih (ISK)

ISK bagi dalam dua subkatagori yaitu ISK bagian bawah (pielonefritis akut). Pielonefritis kronik
adalah cedera ginjal yang progresip berupa kelainan ginjal disebabkan, oleh infeksi yang
berulang dan menetap pada ginjal, yang menyebabkan kelainan anatomi pada ginjal dan saluran
kemih seperti refluks vesiko, ureter, obstruksi, kalkuli atau kandung kemih neurogonik.
Kerusakan ginjal pada pielonefritis akut/kronik atau disebut juga nefropati refluks diakibatkan
refluks urin yang terinfeksi ke uretra dan masuk kedalam parenkim ginjal (refluks internal).
Piolonefritis kronik yang disertai refluks vesikoureter merupakan penyebab utama gagal ginjal
pada anak-anak.

2. Nefrosklerosis Hipertensif

Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat. Hipertensi mungkin merupakan
penyakit primer atau penyakit ginjal kronik merupakan pemicu hipertensi melalui mekanisme
retensi Na dan air, pengaruh vasopresor dari sistem renin-angiotensin mungkin juga melalui
defisiensi prostaglandin. Nefrosklerosis (pasang ginjal) menunjukan adanya perubahan patologis
pada pembuluh darah ginjal sebagai akibat hipertensi. Keadaan ini merupakan salah satu
penyebab utama gagal ginjal kronik, terutama pada populasi yang bukan orang kulit putih.

3. Glomerulonefritis

Glomerulonepritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai balam


glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan hematuria. Meski lesi terutama pada
glomerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, mengakibatkan
gagal ginjal kronik.

4. Penyakit ginjal kronik

Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista-kista multiple bilateral yang mengadakan
ekspansi dan lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat
penekanan. Ginjal dapat membesar dan terisi oleh klompok-klompok kista yang menyarupai
anggur. Perjalanan penyakit progresip cepat dan mengakibatkan kematian sebelum mencapai
usia 2 tahun. Tanda dan gejala yang sering tampak adalah rasa sakit didaerah pinggang,
hematutia, poliuria, proteinuria dan ginjal membesar teraba dari luar. Komplikasi yang sering
terjadi adalah hipertensi dan infeksi saluran kemih. Penyakit ginjal polikistik merupakan
penyebab ketiga tersering gagal ginjal stadium akhir.

5. Gout

Gout merupakan suatu penyakit metabolic yang ditandai oleh hiperurisemia (peningkatan kadar
asam urat plasma). Lesi utama pada gout terutama berupa endapan dan kristalisasi urat dan
dalam cairan tubuh. Pada gout kronik endapan kristal urat dalam interstisium ginjal dapat
menyebabkan nefritis interstisial, nefrosklerosis dan ginjal yang berjalan progresip lambat.

6. Diabetes mellitus

Nefropati diabetika merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang umum pada penderita
diabetes militus. Lesi ginjal yang sering dijumpai adalah nefrosklerosis akibat lesi pada arteriola,
pielonefritis dan nekrosis papila ginjal dan glomerulus sklerosis. Lesi tersebut disebabkan oleh
peningkatan endapan matriks mesingeal. Membrane basalis perifer juga lebih menebal. Mula-
mula lumen kapilet masih utuh tapi lambat laun mengalami obliterasi bersamaan dengan
berlanjutnya penyakit.

7. Hiperparatirodisme

Hiperparatiroidisme primer akibat hipersekresi hormone paratiroid merupakan penyakit yang


dapat menyebabkan nefrokalasinosis dan selanjutnya dapat menyebutkan gagal ginjal. Penyebab
yang paling sering adalah adenoma kelenjar paratiroid.

8. Nefropati toksik

Ginjal rentan terhadap efek toksik, karena ginjal menerima 25 aliran darah dari curah jantung
dan ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat. Sehingga insufiensi
ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan konsentrasi dalam cairan tubulus.
C. KLASIFIKASI

1. Stadium 1

Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal dapat dideteksi
sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit ginjal ini, tujuan pengobatan
adalah untuk memperlambat perkembangan CKD dan mengurangi resiko penyakit jantung dan
pembuluh darah.

2. Stadium 2

Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi ginjal kita mulai
menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD kita dan meneruskan pengobatan
untuk mengurangi resiko masalah kesehatan lain.

3. Stadium 3

Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium ini, anemia dan
masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja dengan dokter untuk mencegah
atau mengobati masalah ini.

4. Stadium 4

Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi CKD dan belajar
semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan
membutuhkan persiapan.

5. Stadium 5

Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk menahan
kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan ginjal.
D. MANIFESTASI KLINIK

a. Sistem Gastrointestinal

 Anoreksia, nausea dan muntah karena gangguan metabolisme protein dalam usus,
terbentuknya zat – zat toksik dari metabolisme bakteri usus seperti (amonia metil guanidin) serta
sembabnya mukosa usus.
 Uremik yaitu ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri dimulut menjadi
amonia. Sehingga nafas berbau amonia. Akibat lain timbul stomatitis dan parotitis.
 Gastritis erosif seperti ulkus peptikum dan klitis uremik.

b. Sistem Integumen

 Kulit berwarna pucat akibat anemia


 Gatal – gatal karena toksin uremik dan pengendapan kalsium di pori – pori.
 Ekimosis akibat gangguan hematologis.
 Bekas garukan karena gatal.

c. Sistem Hematologi

 Anemia

Penyebabnya yaitu berkurangnya produksi eritropoetin sehingga terjadi pengurangan eritropoesis


pada sumsum tulang belakang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam
suasana uremik, defesiensi asam folat akibat nafsu makan yang berkurang, perdarahan pada
saluran cerna dan fibrosis pada sumsum tulang akibat hipertiroid sekunder.

 Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia

Mengakibatkan perdarahan akibat agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang.

 Gangguan fungsi leukosi

Hiperpigmentasi leukosit, pagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit menurun


sehingga imunitas juga menurun.
d. Sistem Syaraf dan otot

 Pegal pada tungkai bawah dan selalu menggerak – gerakkan kakinya (Restless leg
syndrome).
 Rasa kesemutan dan sepserti terbakar terutama pada telapak kaki (Burning feet
syndrome).
 Encefalopati metabolic seperti lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor dan
kejang – kejang.

e. Sistem Kardiovaskuler

 Hipertensi, akibat penimbunan cairan dari garam atau peningkatan aktivitas sistem renin
– angiotensin – aldosteron.
 Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, gagal jantung akibat penimbunan cairan
dan hipertensi.
 Gangguan irama jantung, gangguan elektrolit.
 Edema akibat penimbunan cairan

f. Sistem Endokrin

 Gangguan seksual yaitu pada laki – laki libido menurun dan pada wanita gangguan
menstruasi (amenore)
 Gangguan toleransi glukosa.
 Gangguan metabolisme lemak
 Gangguan metabolisme Vitamin D.

g. Gangguan sistem lain

 Tulang : osteodistrofi renal, osteomalasia, klasifikasi metastatik.


 Asam basa : asidosis metabolic akibat penimbunan asam organik.
 Elektrolit : hiperkalemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia.
E. PATOFISIOLOGI

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga
utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan
memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai
¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang
bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah
nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke
dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.

1. Gangguan Klirens Ginjal

Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang
berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan
oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin
24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak
berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat.
Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan
indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh
tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam
diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.

2. Retensi Cairan dan Ureum

Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal pada
penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan
resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan
natrium, yang semakin memperburuk status uremik.

3. Asidosis

Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring dengan
ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi
asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan
mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga
terjadi

4. AnemiA

Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah
merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun
dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.

5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat

Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan
fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah
satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus
ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid.
Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga
metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal
menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik

Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan
parathormon.
F. PATHWAYS
G. PENATALAKSANAAN

Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami CKD maka
penatalaksanaan pada klien CKD terdiri dari penatalaksanan medis/farmakologi, penatalaksanan
keperawatan dan penatalaksanaan diet.Dimana tujuan penatalaksaan adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.
1. Penatalaksanaan medis
a. Cairan yang diperbolehkan adalah 500 samapai 600 ml untuk 24 jam atau dengan
menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan IWL 500ml, maka air yang
masuk harus sesuai dengan penjumlahan tersebut.
b. Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein tidak cukup
memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
c. Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung alumunium atau
kalsium karbonat, keduanya harus diberikan dengan makanan.
d. Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan control volume
intravaskuler.
e. Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala dan tidak memerlukan
penanganan, namun demikian suplemen makanan karbonat atau dialisis mungkin diperlukan
untuk mengoreksi asidosis metabolic jika kondisi ini memerlukan gejala.
f. Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat disertai
pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium pada seluruh
medikasi oral maupun intravena. Pasien harus diet rendah kalium kadang – kadang kayexelate
sesuai kebutuhan.
g. Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin manusia
rekombinan). Epogen diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali seminggu.
h. Dialisis.
i. Transplantasi ginjal.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan hilangnya cairan
dengan cara lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam sebelumnya.
b. Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat diberikan
sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.

3. Penatalaksanaan Diet
a. Kalori harus cukup : 2000 – 3000 kalori dalam waktu 24 jam.
b. Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya katabolisme protein
c. Lemak diberikan bebas.
d. Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin dan asam folat.
e. Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil pemecahan makanan
dan protein jaringan akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gagguan pada
klirens ginjal. Protein yang diberikan harus yang bernilai biologis tinggi seperti telur, daging
sebanyak 0,3 – 0,5 mg/kg/hari.
H. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Biodata: Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda,
dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
2. Keluhan utama: Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan
(anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit.
3. Riwayat penyakit:

 Sekarang : Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan


kardiogenik.
 Dahulu : Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia, prostatektomi.
 Keluarga : Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM)

4. Tanda vital : Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan
dalam (Kussmaul), dyspnea.
5. Pemeriksaan Fisik :

 .Penampilan / keadaan umum. Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas


nyeri. Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma. b.

 Tanda-tanda vital. Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler. c.

 Antropometri. Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi,
atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan. d.

 Kepala. Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah,
mukosa mulut pucat dan lidah kotor. e.

 Leher dan tenggorok. Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher. .

 Dada Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah),
terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung. g.

 Abdomen. Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit. h.
 Genital. Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat
ulkus.

 Ekstremitas. Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan


tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik. j.

 Kulit. Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia,
dan terjadi perikarditis.

g. Pola aktivitas sehari-hari

 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat : Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi
perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh
karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien
 Pola nutrisi dan metabolisme : Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga
mulut, intake minum yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan klien.
Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu
hati, mual muntah, bau mulut (amonia), Penggunaan diuretic, Gangguan status mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran,
kejang, rambut tipis, kuku rapuh.
 Pola Eliminasi : Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan
pekat, tidak dapat kencing. Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
abdomen kembung, diare atau konstipasi, Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat,
berawan) oliguria atau anuria.
 Pola tidur dan Istirahat : Gelisah, cemas, gangguan tidur.
 Pola Aktivitas dan latihan : Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan
klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, Kelemahan otot,
kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
 Pola hubungan dan peran : Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran).
 Pola sensori dan kognitif : Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami
neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu
melihat dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.
 Pola persepsi dan konsep diri : Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan,
banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga (self esteem).
 Pola seksual dan reproduksi : Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di
organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun
ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Penurunan libido, amenorea,
infertilitas.
 Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping : Lamanya waktu perawatan,
perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada
kekuatan, karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan klien tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif. Faktor stress, perasaan tak berdaya,
tak ada harapan, tak ada kekuatan. Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian.
 Pola tata nilai dan kepercayaan : Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan
fungsi tubuh serta gagal ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah
maupun mempengaruhi pola ibadah klien

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis
2. Kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium,
peningkatan aldosteron sekunder dari penuruan GFR
3. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d ketidakmampuan ginjal dalam mengatur
reabsorsi dan sekresi elektrolit
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan pigmentasi
5. Nyeri akut berhubungan dengan perubahan fungsi persyarafan (pegal, kesemutan)
6. Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan leukosit
7. Risiko perdarahan berhubungan dengan gangguan fungsi trombosit

J. RENCANA TINDAKAN

Diagnose Tujuan dan criteria hasil Intervensi


Pola nafas tidak NOC: NIC:
efektif b.d edema Respiratory status :
paru, asidosis Ventilation  Posisikan pasien untuk
metabolic, Respiratory status : Airway memaksimalkan ventilasi
pneumonitis, patency  Pasang mayo bila perlu
perikarditis Vital sign Status  Lakukan fisioterapi dada jika
Setelah dilakukan tindakan perlu
keperawatan selama  Keluarkan sekret dengan batuk
………..pasien atau suction
menunjukkan keefektifan  Auskultasi suara nafas, catat
pola nafas, dibuktikan adanya suara tambahan
dengan kriteria hasil:  Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
 Mendemonstrasikan  Atur intake untuk cairan
batuk efektif dan suara mengoptimalkan keseimbangan.
nafas yang bersih, tidak ada  Monitor respirasi dan status
sianosis dan dyspneu O2
(mampu mengeluarkan  Bersihkan mulut, hidung dan
sputum, mampu bernafas dg secret trakea
mudah, tidakada pursed  Pertahankan jalan nafas yang
lips) paten
 Menunjukkan jalan  Observasi adanya tanda tanda
nafas yang paten (klien hipoventilasi
tidak merasa tercekik, irama  Monitor adanya kecemasan
nafas, frekuensi pernafasan pasien terhadap oksigenasi
dalam rentang normal, tidak  Monitor vital sign
ada suara nafas abnormal)  Informasikan pada pasien dan
 Tanda Tanda vital keluarga tentang tehnik relaksasi
dalam rentang normal untuk memperbaiki pola nafas.
(tekanan darah, nadi,  Ajarkan bagaimana batuk
pernafasan) efektif
 Monitor pola nafas

Kelebihan volume NOC : NIC :


cairan b.d
penurunan volume  Electrolit and acid  Pertahankan catatan intake dan
urine, retensi cairan base balance output yang akurat
dan natrium,  Fluid balance  Pasang urin kateter jika
peningkatan  Hydration diperlukan
aldosteron sekunder  Monitor hasil lab yang sesuai
dari penuruan GFR Setelah dilakukan tindakan dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
keperawatan selama osmolalitas urin )
….Kelebihan volume cairan  Monitor vital sign
teratasi dengan kriteria:  Monitor indikasi retensi /
kelebihan cairan (cracles, CVP ,
 Terbebas dari edema, distensi vena leher, asites)
edema, efusi, anaskara  Kaji lokasi dan luas edema
 Bunyi nafas bersih,  Monitor masukan makanan /
tidak ada dyspneu/ortopneu cairan
 Terbebas dari  Monitor status nutrisi
distensi vena jugularis.  Berikan diuretik sesuai
 Memelihara tekanan interuksi
vena sentral, tekanan kapiler  Kolaborasi pemberian obat
paru, output jantung dan  Monitor berat badan
vital sign DBN  Monitor elektrolit
 Terbebas dari  Monitor tanda dan gejala dari
kelelahan, kecemasan atau odema
bingung

Ketidakseimbangan Setelah diberikan asuhan Electrolyte Monitoring


cairan dan elektrolit keperawatan selama ….x
b.d diharapkan cairan dan  Identifikasi kemungkinan
ketidakmampuan elektrolit klien seimbang penyebab ketidakseimbangan
ginjal dalam dengan kriteria hasil : elektrolit
mengatur reabsorsi  Monitor adanya kehilangan
dan sekresi Label NOC : Fluid Balance cairan dan elektrolit
elektrolit  Monitor adanya mual,muntah
 Turgor kulit elastic ( dan diare
skala 5 )
 Intake dan output Fluid Management
cairan seimbang ( skala 5 )
 Membrane mucus  Monitor status hidrasi (
lembab ( skala 5 ) membran mukus, tekanan ortostatik,
keadekuatan denyut nadi )
Label NOC : Vital sign  Monitor keakuratan intake dan
output cairan
 Vital signs klien  Monitor vital signs
dalam rentang normal (BP :  Monitor pemberian terapi IV
120/80 mmHg, RR : 15-20
x/menit, HR : 60-100
x/menit, suhu klien 36,5- Vital Signs Monitoring
37,5
 Monitor vital sign klien
 Kadar elektrolit
dalam tubuh normal

Gangguan integritas NOC: NIC : Pressure Management


kulit berhubungan Tissue Integrity : Skin and
dengan gangguan Mucous Membranes  Anjurkan pasien untuk
pigmentasi Wound Healing : primer menggunakan pakaian yang longgar
dan sekunder  Hindari kerutan pada tempat
Setelah dilakukan tindakan tidur
keperawatan selama…..  Jaga kebersihan kulit agar
kerusakan integritas kulit tetap bersih dan kering
pasien teratasi dengan  Mobilisasi pasien (ubah posisi
kriteria hasil: pasien) setiap dua jam sekali
 Monitor kulit akan adanya
 Integritas kulit yang kemerahan
baik bisa dipertahankan  Oleskan lotion atau
(sensasi, elastisitas, minyak/baby oil pada derah yang
temperatur, hidrasi, tertekan
pigmentasi)  Monitor aktivitas dan
 Tidak ada luka/lesi mobilisasi pasien
pada kulit  Monitor status nutrisi pasien
 Perfusi jaringan baik  Memandikan pasien dengan
 Menunjukkan sabun dan air hangat
pemahaman dalam proses  Kaji lingkungan dan peralatan
perbaikan kulit dan yang menyebabkan tekanan
mencegah terjadinya sedera  Observasi luka : lokasi,
berulang dimensi, kedalaman luka,
 Mampu melindungi karakteristik,warna cairan, granulasi,
kulit dan mempertahankan jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi
kelembaban kulit dan lokal, formasi traktus
perawatan alami  Ajarkan pada keluarga tentang
 Menunjukkan luka dan perawatan luka
terjadinya proses  Kolaburasi ahli gizi pemberian
penyembuhan luka diae TKTP, vitamin
 Cegah kontaminasi feses dan
urin
 Lakukan tehnik perawatan
luka dengan steril
 Berikan posisi yang
mengurangi tekanan pada luka

Nyeri akut NOC : NIC :


berhubungan Level control,
dengan perubahan comfort level  Lakukan pengkajian nyeri
fungsi persyarafan Setelah dilakukan tinfakan secara komprehensif termasuk lokasi,
(pegal, kesemutan) keperawatan selama karakteristik, durasi, frekuensi,
….Pasien tidak mengalami kualitas dan faktor presipitasi
nyeri, dengan kriteria hasil:  Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan
 Mampu mengontrol  Bantu pasien dan keluarga
nyeri (tahu penyebab nyeri, untuk mencari dan menemukan
mampu menggunakan dukungan
tehnik nonfarmakologi  Kontrol lingkungan yang
untuk mengurangi nyeri, dapat mempengaruhi nyeri seperti
mencari bantuan) suhu ruangan, pencahayaan dan
 Melaporkan bahwa kebisingan
nyeri berkurang dengan  Kurangi faktor presipitasi
menggunakan manajemen nyeri
nyeri  Kaji tipe dan sumber nyeri
 Mampu mengenali untuk menentukan intervensi
nyeri (skala, intensitas,  Ajarkan tentang teknik non
frekuensi dan tanda nyeri) farmakologi: napas dala, relaksasi,
 Menyatakan rasa distraksi, kompres hangat/ dingin
nyaman setelah nyeri  Berikan analgetik untuk
berkurang mengurangi nyeri: ……..
 Tanda vital dalam  Tingkatkan istirahat
rentang normal  Berikan informasi tentang
 Tidak mengalami nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
gangguan tidur lama nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
 Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali

Risiko infeksi NOC : NIC :


berhubungan Immune Status
dengan gangguan Knowledge : Infection  Pertahankan teknik aseptif
leukosit control  Batasi pengunjung bila perlu
Risk control  Cuci tangan setiap sebelum
Setelah dilakukan tindakan dan sesudah tindakan keperawatan
keperawatan  Gunakan baju, sarung tangan
selama…… pasien tidak sebagai alat pelindung
mengalami infeksi dengan  Ganti letak IV perifer dan
kriteria hasil: dressing sesuai dengan petunjuk
umum
 Klien bebas dari  Gunakan kateter intermiten
tanda dan gejala infeksi untuk menurunkan infeksi kandung
 Menunjukkan kencing
kemampuan untuk  Tingkatkan intake nutrisi
mencegah timbulnya infeksi  Berikan terapi
 Jumlah leukosit antibiotik:.................................
dalam batas normal  Monitor tanda dan gejala
 Menunjukkan infeksi sistemik dan lokal
perilaku hidup sehat  Inspeksi kulit dan membran
 Status imun, mukosa terhadap kemerahan, panas,
gastrointestinal, drainase
genitourinaria dalam batas  Monitor adanya luka
normal  Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam

Risiko perdarahan Setelah dilakukan tindakan  Monitor tanda-tanda


berhubungan keperawatan selama …….. penurunan trombosit yang disertai
dengan gangguan diharapkan Tidak terjadi tanda klinis
fungsi trombosit perdarahan
Dengan Kriteria hasil: Rasional : Penurunan trombosit
- TD 100/60 mmHg, N: 80- merupakan tanda adanya kebocoran
100x/menit reguler, pulsasi pembuluh darah yang pada tahap
kuat tertentu dapat menimbulkan tanda-
- Tidak ada tanda tanda klinis seperti epistaksis, ptike.
perdarahan lebih lanjut,
trombosit meningkat.  Anjurkan pasien untuk banyak
- Tidak ada tanda-tanda istirahat ( bedrest )
syok hipovolemik (sianosis,
pucat, keringat dingin) Rasional : Aktifitas pasien yang tidak
a. terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan.

 Berikan penjelasan kepada


klien dan keluarga untuk melaporkan
jika ada tanda perdarahan seperti :
hematemesis, melena, epistaksis.

Rasional : Keterlibatan pasien dan


keluarga dapat membantu untuk
penaganan dini bila terjadi
perdarahan.

 Antisipasi adanya perdarahan :


gunakan sikat gigi yang lunak,
pelihara kebersihan mulut, berikan
tekanan 5-10 menit setiap selesai
ambil darah.
Rasional : Mencegah terjadinya
perdarahan lebih lanjut.
 Kolaborasi, monitor trombosit
setiap har.

Rasional : Dengan trombosit yang


dipantau setiap hari, dapat diketahui
tingkat kebocoran pembuluh darah
dan kemungkinan perdarahan yang
dialami pasien.

K. EVALUASI

1. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis

 Tidak ada sianosis


 Adanya batuk yang efektif
 Tidak ada sesak napas
 Sputum dapat keluar
 Tidak ada pursed lips
 Jalan napas paten (tidak merasa tercekik, irama napas teratur, frekuensi napas 16-20
x/menit, tidak ada suara napas tambahan)
 Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

2. Kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium,
peningkatan aldosteron sekunder dari penuruan GFR

 Tidak ada edema, efusi, anasarka


 Bunyi napas bersih
 Tidak ada dipsnea
 Tidak ada distensi vena jugularis
 Tidak ada kelelahan dan bingung
 Vital signs klien dalam rentang normal (BP : 120/80 mmHg, RR : 15-20 x/menit, HR :
60-100 x/menit, suhu klien 36,5-37,5

3. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d ketidakmampuan ginjal dalam mengatur


reabsorsi dan sekresi elektrolit

 Turgor kulit elastic


 Intake dan output cairan seimbang
 Membrane mucus lembab
 Vital signs klien dalam rentang normal (BP : 120/80 mmHg, RR : 15-20 x/menit, HR :
60-100 x/menit, suhu klien 36,5-37,5
 Kadar elektrolit dalam tubuh normal

4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan pigmentasi

 Perfusi jaringan baik


 Tidaka da luka /lesi pada kulit
 Turgor kulit elastic
 Hidrasi cukup
 Kelembaban kulit baik

5. Nyeri akut berhubungan dengan perubahan fungsi persyarafan (pegal, kesemutan)

 Pasien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
 Pasien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
 Pasien mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri
 Pasien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
 Tanda vital dalam rentang normal
 Tidak mengalami gangguan tidur

6. Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan leukosit

 Tidak ada tanda-tanda infeksi


 Jumlah leukosit dalam batas normal
 Pasien menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
 Adanya perilaku hidup sehat
 Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal

7. Risiko perdarahan berhubungan dengan gangguan fungsi trombosit

 TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat


 Tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat.
 Tidak ada tanda-tanda syok hipovolemik (sianosis, pucat, keringat dingin)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan

masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4th ed. Phildelphia. Lipincott

William & Wilkins.


Kusuma, Hardhi & Amin, Huda Nurarif. (2012). Handbook for Health Student. Yogyakarta:

Mediaction Publishing.

Mansjoer, A dkk. (2007). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Mutaqqin, Arif & Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.

Jakarta: Salemba Medika.

Suharyanto Toto dan Abdul Madjid.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan

Sistem Perkemihan. Jakarta. TIM.

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai

Penerbit FKU

Anda mungkin juga menyukai