Disusun oleh :
Baityrahmi Atina
Nim : 0319005
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
CKD
A. PENGERTIAN
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten
danirreversible. sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang
dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007). Gagal ginjal
kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan penurunan fungsi renal yang progresif
dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah) (Brunner & Suddart, 2002).
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal
yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi
glomerular kurang dari 50 ml/menit (Suyono, et al, 2001). Gagal ginjal kronis merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektroli sehingga terjadi uremia
(Smeltzer & Bare, 2001). Gagal ginjal kronik/ Cronic Kidney Disease (CKD) adalah penurunan
fungsi ginjal yang persisten dan irreversible. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju
filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat (Arif Mansjoer, 2000).
Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis adalah
adanya kerusakan fungsi ginjal secara progresif sehingga tubuh akan mengalami gangguan
karena ginjal tidak mampu mempertahnkan substansi tubuh dalam keadaan nomal.
B. PENYEBAB
ISK bagi dalam dua subkatagori yaitu ISK bagian bawah (pielonefritis akut). Pielonefritis kronik
adalah cedera ginjal yang progresip berupa kelainan ginjal disebabkan, oleh infeksi yang
berulang dan menetap pada ginjal, yang menyebabkan kelainan anatomi pada ginjal dan saluran
kemih seperti refluks vesiko, ureter, obstruksi, kalkuli atau kandung kemih neurogonik.
Kerusakan ginjal pada pielonefritis akut/kronik atau disebut juga nefropati refluks diakibatkan
refluks urin yang terinfeksi ke uretra dan masuk kedalam parenkim ginjal (refluks internal).
Piolonefritis kronik yang disertai refluks vesikoureter merupakan penyebab utama gagal ginjal
pada anak-anak.
2. Nefrosklerosis Hipertensif
Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat. Hipertensi mungkin merupakan
penyakit primer atau penyakit ginjal kronik merupakan pemicu hipertensi melalui mekanisme
retensi Na dan air, pengaruh vasopresor dari sistem renin-angiotensin mungkin juga melalui
defisiensi prostaglandin. Nefrosklerosis (pasang ginjal) menunjukan adanya perubahan patologis
pada pembuluh darah ginjal sebagai akibat hipertensi. Keadaan ini merupakan salah satu
penyebab utama gagal ginjal kronik, terutama pada populasi yang bukan orang kulit putih.
3. Glomerulonefritis
Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista-kista multiple bilateral yang mengadakan
ekspansi dan lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat
penekanan. Ginjal dapat membesar dan terisi oleh klompok-klompok kista yang menyarupai
anggur. Perjalanan penyakit progresip cepat dan mengakibatkan kematian sebelum mencapai
usia 2 tahun. Tanda dan gejala yang sering tampak adalah rasa sakit didaerah pinggang,
hematutia, poliuria, proteinuria dan ginjal membesar teraba dari luar. Komplikasi yang sering
terjadi adalah hipertensi dan infeksi saluran kemih. Penyakit ginjal polikistik merupakan
penyebab ketiga tersering gagal ginjal stadium akhir.
5. Gout
Gout merupakan suatu penyakit metabolic yang ditandai oleh hiperurisemia (peningkatan kadar
asam urat plasma). Lesi utama pada gout terutama berupa endapan dan kristalisasi urat dan
dalam cairan tubuh. Pada gout kronik endapan kristal urat dalam interstisium ginjal dapat
menyebabkan nefritis interstisial, nefrosklerosis dan ginjal yang berjalan progresip lambat.
6. Diabetes mellitus
Nefropati diabetika merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang umum pada penderita
diabetes militus. Lesi ginjal yang sering dijumpai adalah nefrosklerosis akibat lesi pada arteriola,
pielonefritis dan nekrosis papila ginjal dan glomerulus sklerosis. Lesi tersebut disebabkan oleh
peningkatan endapan matriks mesingeal. Membrane basalis perifer juga lebih menebal. Mula-
mula lumen kapilet masih utuh tapi lambat laun mengalami obliterasi bersamaan dengan
berlanjutnya penyakit.
7. Hiperparatirodisme
8. Nefropati toksik
Ginjal rentan terhadap efek toksik, karena ginjal menerima 25 aliran darah dari curah jantung
dan ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat. Sehingga insufiensi
ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan konsentrasi dalam cairan tubulus.
C. KLASIFIKASI
1. Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal dapat dideteksi
sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit ginjal ini, tujuan pengobatan
adalah untuk memperlambat perkembangan CKD dan mengurangi resiko penyakit jantung dan
pembuluh darah.
2. Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi ginjal kita mulai
menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD kita dan meneruskan pengobatan
untuk mengurangi resiko masalah kesehatan lain.
3. Stadium 3
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium ini, anemia dan
masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja dengan dokter untuk mencegah
atau mengobati masalah ini.
4. Stadium 4
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi CKD dan belajar
semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan
membutuhkan persiapan.
5. Stadium 5
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk menahan
kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan ginjal.
D. MANIFESTASI KLINIK
a. Sistem Gastrointestinal
Anoreksia, nausea dan muntah karena gangguan metabolisme protein dalam usus,
terbentuknya zat – zat toksik dari metabolisme bakteri usus seperti (amonia metil guanidin) serta
sembabnya mukosa usus.
Uremik yaitu ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri dimulut menjadi
amonia. Sehingga nafas berbau amonia. Akibat lain timbul stomatitis dan parotitis.
Gastritis erosif seperti ulkus peptikum dan klitis uremik.
b. Sistem Integumen
c. Sistem Hematologi
Anemia
Pegal pada tungkai bawah dan selalu menggerak – gerakkan kakinya (Restless leg
syndrome).
Rasa kesemutan dan sepserti terbakar terutama pada telapak kaki (Burning feet
syndrome).
Encefalopati metabolic seperti lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor dan
kejang – kejang.
e. Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi, akibat penimbunan cairan dari garam atau peningkatan aktivitas sistem renin
– angiotensin – aldosteron.
Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, gagal jantung akibat penimbunan cairan
dan hipertensi.
Gangguan irama jantung, gangguan elektrolit.
Edema akibat penimbunan cairan
f. Sistem Endokrin
Gangguan seksual yaitu pada laki – laki libido menurun dan pada wanita gangguan
menstruasi (amenore)
Gangguan toleransi glukosa.
Gangguan metabolisme lemak
Gangguan metabolisme Vitamin D.
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga
utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan
memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai
¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang
bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah
nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke
dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang
berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan
oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin
24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak
berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat.
Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan
indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh
tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam
diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal pada
penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan
resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan
natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring dengan
ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi
asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan
mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga
terjadi
4. AnemiA
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah
merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun
dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan
fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah
satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus
ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid.
Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga
metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal
menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan
parathormon.
F. PATHWAYS
G. PENATALAKSANAAN
Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami CKD maka
penatalaksanaan pada klien CKD terdiri dari penatalaksanan medis/farmakologi, penatalaksanan
keperawatan dan penatalaksanaan diet.Dimana tujuan penatalaksaan adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.
1. Penatalaksanaan medis
a. Cairan yang diperbolehkan adalah 500 samapai 600 ml untuk 24 jam atau dengan
menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan IWL 500ml, maka air yang
masuk harus sesuai dengan penjumlahan tersebut.
b. Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein tidak cukup
memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
c. Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung alumunium atau
kalsium karbonat, keduanya harus diberikan dengan makanan.
d. Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan control volume
intravaskuler.
e. Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala dan tidak memerlukan
penanganan, namun demikian suplemen makanan karbonat atau dialisis mungkin diperlukan
untuk mengoreksi asidosis metabolic jika kondisi ini memerlukan gejala.
f. Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat disertai
pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium pada seluruh
medikasi oral maupun intravena. Pasien harus diet rendah kalium kadang – kadang kayexelate
sesuai kebutuhan.
g. Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin manusia
rekombinan). Epogen diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali seminggu.
h. Dialisis.
i. Transplantasi ginjal.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan hilangnya cairan
dengan cara lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam sebelumnya.
b. Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat diberikan
sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.
3. Penatalaksanaan Diet
a. Kalori harus cukup : 2000 – 3000 kalori dalam waktu 24 jam.
b. Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya katabolisme protein
c. Lemak diberikan bebas.
d. Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin dan asam folat.
e. Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil pemecahan makanan
dan protein jaringan akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gagguan pada
klirens ginjal. Protein yang diberikan harus yang bernilai biologis tinggi seperti telur, daging
sebanyak 0,3 – 0,5 mg/kg/hari.
H. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Biodata: Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda,
dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
2. Keluhan utama: Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan
(anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit.
3. Riwayat penyakit:
4. Tanda vital : Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan
dalam (Kussmaul), dyspnea.
5. Pemeriksaan Fisik :
Tanda-tanda vital. Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler. c.
Antropometri. Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi,
atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan. d.
Kepala. Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah,
mukosa mulut pucat dan lidah kotor. e.
Leher dan tenggorok. Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher. .
Dada Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah),
terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung. g.
Abdomen. Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit. h.
Genital. Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat
ulkus.
Kulit. Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia,
dan terjadi perikarditis.
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat : Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi
perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh
karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien
Pola nutrisi dan metabolisme : Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga
mulut, intake minum yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan klien.
Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu
hati, mual muntah, bau mulut (amonia), Penggunaan diuretic, Gangguan status mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran,
kejang, rambut tipis, kuku rapuh.
Pola Eliminasi : Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan
pekat, tidak dapat kencing. Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
abdomen kembung, diare atau konstipasi, Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat,
berawan) oliguria atau anuria.
Pola tidur dan Istirahat : Gelisah, cemas, gangguan tidur.
Pola Aktivitas dan latihan : Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan
klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, Kelemahan otot,
kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
Pola hubungan dan peran : Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran).
Pola sensori dan kognitif : Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami
neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu
melihat dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.
Pola persepsi dan konsep diri : Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan,
banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga (self esteem).
Pola seksual dan reproduksi : Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di
organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun
ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Penurunan libido, amenorea,
infertilitas.
Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping : Lamanya waktu perawatan,
perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada
kekuatan, karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan klien tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif. Faktor stress, perasaan tak berdaya,
tak ada harapan, tak ada kekuatan. Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian.
Pola tata nilai dan kepercayaan : Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan
fungsi tubuh serta gagal ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah
maupun mempengaruhi pola ibadah klien
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis
2. Kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium,
peningkatan aldosteron sekunder dari penuruan GFR
3. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d ketidakmampuan ginjal dalam mengatur
reabsorsi dan sekresi elektrolit
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan pigmentasi
5. Nyeri akut berhubungan dengan perubahan fungsi persyarafan (pegal, kesemutan)
6. Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan leukosit
7. Risiko perdarahan berhubungan dengan gangguan fungsi trombosit
J. RENCANA TINDAKAN
K. EVALUASI
1. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis
2. Kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium,
peningkatan aldosteron sekunder dari penuruan GFR
Pasien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Pasien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Pasien mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri
Pasien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
Tidak mengalami gangguan tidur
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan
Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4th ed. Phildelphia. Lipincott
Mediaction Publishing.
Mansjoer, A dkk. (2007). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mutaqqin, Arif & Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Suharyanto Toto dan Abdul Madjid.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKU