Anda di halaman 1dari 21

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronik adalah
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Penyakit Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan salah satu
penyakit yang menjadi masalah besar di dunia. Gagal ginjal kronik
merupakan suatu penyakit yang menyebabkan fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak mampu melakukan fungsinya
dengan baik (Cahyaningsih, 2011).
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan suatu gangguan
progresif fungsi ginjal yang bersifat irreversible dalam kasus metabolisme
maupun dalam menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit serta dapat
menyebabkan uremia (Moeljono, 2014).
Penyakit ginjal kronik merupakan penyakit tahap akhir yang sangat
progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga terjadi uremia (Smeltzer. C, Suzanne, 2002 dalam Padali, 2012).
Sedangkan menurut Kidney, et al., (2014) Chronic Kidney Disease
(CKD) merupakan kerusakan ginjal dengan atau tanpa penurunan tingkat
filtrasi glomerulus (GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 yang terjadi ≥ 3
bulan.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gagal
ginjal kronik atau yang sering disebut Chronic Kidney Disease (CKD)
adalah ketidakseimbangan metabolisme cairan dan elektrolit yang timbul
karena adanya penurunan fungsi glomerolus akibat banyaknya nefron yang
rusak sehingga ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya secara normal.

B. Klasifikasi
Chronic Kidney Disease (CKD) dapat dibagi menjadi 3 (tiga) stadium
menurut Suharyanto, toto (2013) yaitu :
1. Stadium 1 : dinamakan penurunan cadangan ginjal.
Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan
penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui
dengan tes pemekatan kemih dan tes GFR yang teliti.
2. Stadium II : dinamakan insufisiensi ginjal.
a. Pada stadium ini, dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi
telah rusak
b. GFR besarnya 25% dari normal
c. Kadar BUN dan kreatinin serum mulai meningkat dari normal
d. Gejala-gejala nokturia atau sering berkemih di malam hari sampai
700 ml dan poliuria (akibat dari kegagalan pemekatan)
3. Stadium III : dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
a. Sekitar 90% dari masa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya
sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh.
b. Nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal
c. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat dengan mencolok
d. Gejala-gejala yang timbul karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh:
oliguri karena kegagalan glomerulus, sindrom uremik.

K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari


tingkat penurunan LFG :

1. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria


persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
2. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60-89 mL/menit/1,73 m2
3. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
mL/menit/1,73m2
4. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-
29mL/menit/1,73m2
5. Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau
gagal ginjal terminal.

Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance


Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :

Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )

72 x creatini serum

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

C. Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronik menurut Price (1995) dibagi menjadi
delapan kelas, antara lain:
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik
2. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal
polikistik,asidosis tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
8. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung
kemih dan uretra.
Berdasarkan data dari Indonesia Renal Registry (2011), penyebab
terbanyak dari gagal ginjal kronik adalah hipertensi dengan 34 % dan
diabetes melitus sebesar 27 %. Dimana angka kejadian penyakit ginjal
hipertensi sebesar 4243 pasien dan nefropati diabetika sebesar 3405 pasien.
Berikut ini terdapat data Hasil Penelitian
Umur N %
45-59 tahun 41 68.3 %
>60 tahun 19 31,7 %
Total 60 100 %
Sumber : Data Primer, 2017
Dari 60 responden diperoleh informasi tentang karakteristik umur
menunjukkan bahwa sebagian besar memiliki umur >45-59 tahun sebanyak
41 responden (68,3%) dan sisanya memiliki umur >60 tahun sebanyak 19
responden (31,7%).

D. Manifestasi Klinis
Berikut ini adalah manifestasi klinis Chronic Kidney Disease (CKD)
menurut Suharyanto, toto (2013) :
1. Saluran cerna
Anoreksia, mual, muntah, nafas bau amoniak, mulut kering, perdarahan
saluran cerna, diare stomatitis, parotis.
2. Berkemih
Poliuria, berlanjut menuju oliguri, lalu anuria, nokturia, proteinuri.
3. Sex
Libido hilang, amenore, impotensi dan sterilitas.
4. Kardiovaskuler
Hipertensi, retinopati dan ensefalopati hipertensif, beban sirkulasi
berlebih, edema, gagal jantung kongestif, dan disritmia.
5. Pernafasan
Kussmaul, dispnea, edema paru, pneumonitis.
6. Hematologik
Anemia, hemolisis, kecenderungan perdarahan, risiko infeksi.
7. Metabolisme
Hiperglikemia, kebutuhan insulin menurun.
8. Neuromoskuler
Mudah lelah, otot mengecil dan lemah, kejang, konsentrasi buruk.
9. Gangguan kalsium
Hiperfosfatemia, hipokalsemia, hiperparatiroidisme, konjungtivitis.
10. Kulit
Pucat, pruritos, Kristal uremia, kulit kering dan memar.

E. Patofisiologi
Secara ringkas patofiologi CKD (Chronic Kidney Disease) atau gagal
ginjal kronik dimulai pada fase awal gangguan keseimbangan cairan,
penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan
bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang
dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronikmungkin minimal
karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang
rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan
sekresinya, serta mengalami hipertrofi.
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang
tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron
tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini
tampaknya berkaitan dengan saat penyusutan progresif nefron-nefron,
terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal akan berkurang.
Pelepasan rrenin akan meningkat bersama dengan kelebihan beban cairan
sehingga dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan memperburuk
kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi protein-
protein plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan semakin banyak
terbentuk jaringan parut sebagai respons dari kerusakaan nefron dan secara
progresif fungsi ginjal menurun drastic dengan manifestasi penumpukan
metabolit-metabolit yang seharusnya dikeluarkan dan sirkulasi sehingga
akan terjadi sindrom uremia berat yang memberikan banyak manifestasi
pada setiap organ tubuh.

F. Pemeriksaan Penunjang
Penyakit ginjal kronis biasanya tidak menimbulkan gejala pada stadium
awal. Hanya tes laboratorium yang dapat mendeteksi masalah yang
berkembang. Siapapun yang memiliki masalah pada peningkatan risiko
untuk penyakit ginjal kronis harus diuji secara rutin, dengan pemeriksaan:
1. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi sesuai dengan
penyakit yang mendasarinya, penurunan fungsi ginjal berupa
peningkatan ureum dan kreatinin serum, dan penurunan laju filtrasi
glomerolus (LFG) yang dapat dihitung mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault, serta kelainan biokimia darah lainnya, seperti
penurunan kadar hemoglobin, hiper atau hipokalemia, hiperfosfatemia,
hipokalsemia. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri,
leukosuria, dan silinder.
a. Tes Fungsi Ginjal
Bertujuan untuk mengetahui gangguan fungsi ginjal dan menetapkan
berat ringannya penyakit (NKDEP, 2015).
b. Tes Urin
1) Urinalisis
Analisis urin akan memberi gambaran keadaan fungsi ginjal secara
luas. Langkah pertama dalam urinalisis adalah melakukan tes
dipstick. Dipstick memiliki reagen-reagen yang dapat digunakan
memeriksa urin untuk mengetahui ada tidaknya berbagai zat atau
molekul yang normal maupun abnormal, seperti protein, sel darah
merah, dsb. Kemudian, setelah itu urin akan diperiksa dibawah
mikroskop untuk mencari apakah terdapat sel-sel darah merah dan
putih, adanya kristal ( padatan ), maupun sel-sel epitel dan sel-sel
di luar tubuh yang lain.
Dalam urin dapat dijumpai adanya albumin (protein) namun dalam
jumlah yang sangat minimal. Hasil positif pada tes dipstick untuk
protein menunjukkan terdapat keadaan yang abnormal. Pengujian
yang lebih sensitif daripada tes dipstick untuk mengetahui jumlah
protein dalam urin adalah estimasi laboratorium albumin urin (
protein ) dan kreatinin dalam urin. Rasio albumin ( protein ) dan
kreatinin dalam urin memberikan perkiraan yang baik dari albumin
( protein ) yang diekskresi per hari.
2) Tes urin-Dua puluh empat jam
Tes ini memerlukan pasien untuk mengumpulkan semua urin
mereka selama 24 jam berturut-turut. Urin dapat dianalisis untuk
mengetahui jumlah protein dan limbah produk (urea nitrogen, dan
kreatinin). Keberadaan protein dalam urin mengindikasikan
adanya kerusakan ginjal. Jumlah kreatinin dan urea diekskresikan
dalam urin dapat digunakan untuk menghitung tingkat fungsi
ginjal dan laju filtrasi glomerulus (GFR).
3) Laju filtrasi glomerulus (GFR)
GFR adalah sarana standar untuk mengekspresikan fungsi ginjal
secara keseluruhan. Pasien yang menderita penyakit ginjal
biasanya akan diikuti dengan menuruunnya GFR secara progresif.
GFR normal sekitar 100-140 ml / menit pada pria dan 85-115 mL
/ menit pada wanita. Biasanya akan menurun bersamaan dengan
bertambahnya usia seseorang. GFR dapat dihitung dari jumlah
produk limbah dalam urin selama 24 jam atau dengan
menggunakan petanda khusus yang diberikan secara intravena.
Estimasi GFR (eGFR) dapat dihitung dari tes darah rutin pasien.
Pasien CKD dibagi menjadi lima tahap penyakit ginjal kronis
berdasarkan GFRnya.
c. Tes Darah
1) Kreatinin dan urea ( BUN ) dalam darah

Urea darah dan kreatinin serum nitrogen adalah tes darah yang
paling umum digunakan untuk screening dan untuk memantau
penyakit ginjal. Kreatinin adalah produk dari kerusakan otot yang
normal. Sedangkan urea adalah produk limbah dari pemecahan
protein. Tingkat dari zat-zat ini biasanya akan meningkat dalam
darah jika pemecahan terlalu banyak atau fungsi ginjal yang
memburuk.
2) Perkiraan (estimasi) GFR ( eGFR )
Laboratoris atau dokter mungkin akan menghitung estimasi GFR
dengan menggunakan informasi dari darah pasien. Hal ini penting
untuk menyadari estimasi GFR seseorang dan stadium penyakit
ginjal kronis yang dideritanya. Dari sini dokter biasanya akan
menggunakan staging penyakit ginjal yang diderita pasien untuk
merekomendasikan pengujian tambahan dan memberikan saran
tentang manajemen selanjutnya.
3) Kadar elektrolit dan keseimbangan asam-basa
Disfungsi ginjal menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit,
khususnya kalium, fosfor, dan kalsium. Kadar kalium yang tinggi
(hiperkalemia) butuh perhatian yang khusus. Karena
keseimbangan asam-basa darah biasanya akan terganggu juga.
Penurunan produksi bentuk aktif dari vitamin D dapat
menyebabkan rendahnya kadar kalsium dalam darah.
Ketidakmampuan ginjal mengekskresikan fosfor menyebabkan
kadarnya di dalam darah meningkat. Kadar hormon testis atau
ovarium juga mungkin menjadi abnormal.
4) Jumlah sel darah
Karena penyakit ginjal mengganggu produksi sel darah dan
memperpendek kelangsungan hidup sel darah merah, sel darah
merah dan hemoglobin mungkin kadarnya akan rendah (anemia).
Beberapa pasien juga mungkin memiliki kekurangan zat besi
karena kehilangan darah dalam sistem pencernaan mereka.
Kekurangan nutrisi lainnya juga dapat mengganggu produksi sel
darah merah (Kathuria, 2014).

2. Pemeriksaan Lain
a. Foto polos abdomen: dapat terlihat batu radio opak
b. Pielografi intravena: sekarang jarang digunakan karena kontras
seriing tidak bisa melewati filter glomerolus, di samping
kekhawatiran terjadinya pengaruh toksisk oleh kontras terhadap
ginjal yang sudah mengalami kerusakan
c. Pielografi antergrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi
d. Pemeriksaan pemindaan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada
indikasi (Hogg, et al., 2003 dan KDOQI, 2014).
e. USG
Ultrasonografi sering digunakan dalam diagnosis penyakit ginjal.
USG merupakan jenis tes pencitraan yang non invasive. Secara
umum, ginjal akan mengalami penyusutan ukuran pada penyakit
ginjal kronis, meskipun pada beberapa penyakit dapat juga
ditemukan ukuran yang normal atau membesar seperti penyakit
polikistik ginjal dewasa, nefropati diabetes, dan amyloidosis. Selain
itu, USG juga dapat digunakan untuk mendiagnosa adanya obstruksi
saluran kemih, batuginjal dan juga untuk menilai aliran darah ke
dalam ginjal.
f. Biopsi
Sampel jaringan ginjal, kadang-kadang diperlukan dalam kasus
dimana penyebab penyakit ginjal masih belum jelas (NKDEP, 2015).

G. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit
dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut:
1. Dialisis, dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal
ginjal yang serius, seperti hiperklemia, perikarditis dan kejang, dialysis
memperbaiki abnormalitas biookimia; menyebabkan cairan, protein, dan
natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan
perdarahan; dan membantu penyembuhan luka.
2. Koreksi hiperkalemi. Mengendalikan kalium darah sangat penting
karena hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang
pertama harus diingat adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain
dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan
EEG dan ECG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya dengan
menguurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian
infus glukosa.
3. Koreksi anemia. Usaha pertama harus ditunjukkan untuk mengatasi
faktor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang
mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan
dapat meninggikan Hb. Transfuse darah hanya dapat diberikan bila
indikasi yang kuat, misalnya ada insuifisiensi koroner.
4. Koreksi asidosis. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan
harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau
parental. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena
perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis
peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
5. Pengendalian hipertensi. Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa,
dan vasodilator dilakukan. Mengurangi intake garam, dan
mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal
disertai retensi natrium.
6. Transpaltasi ginjal. Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien
Gagal Ginjal Kronik, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang
baru.
H. Komplikasi
Chronic Kidney Disease (CKD) juga disertai dengan penyakit lain sebagai
penyulit atau komplikasi yang sering lebih berbahaya. Komplikasi yang
sering ditemukan menurut Alam & Hadibroto (2008) antara lain :
1. Anemia
Dikatakan anemia bila kadar sel darah merah rendah, karena terjadi
gangguan pada produksi hormon eritropoietin yang bertugas
mematangkan sel darah, agar tubuh dapat menghasilkan energi yang
dibutuhkan untuk mendukung kegiatan sehari-hari. Akibat dari
gangguan tersebut, tubuh kekurangan energi karena sel darah merah
yang bertugas mengangkut oksigen ke seluruh tubuh dan jaringan tidak
mencukupi. Gejala dari gangguan sirkulasi darah adalah kesemutan,
kurang energi, cepat lelah, luka lebih lambat sembuh, kehilangan rasa
(baal) pada kaki dan tangan.
2. Osteodistrofi ginjal
Kelainan tulang karena tulang kehilangan kalsium akibat gangguan
metabolisme mineral. Jika kadar kalsium dan fosfat dalam darah tinggi,
akan terjadi pengendapan garam dan kalsium fosfat di berbagai jaringan
lunak (klasifikasi metastatic) berupa nyeri persendian (artritis), batu
ginjal (nefrolaksonosis), pengerasan dan penyumbatan pembuluh darah,
gangguan irama jantung, dan gangguan penglihatan.
3. Gagal jantung
Jantung kehilangan kemampuan memompa darah dalam jumlah yang
memadai ke seluruh tubuh. Jantung tetap bekerja, tetapi kekuatan
memompa atau daya tampungnya berkurang. Gagal jantung pada
penderita PGK dimulai dari anemia yang mengakibatkan jantung harus
bekerja lebih keras, sehingga terjadi pelebaran bilik jantung kiri (left
ventricular hypertrophy/LVH). Lama-kelamaan otot jantung akan
melemah dan tidak mampu lagi memompa darah sebagaimana mestinya
(sindrom kardiorenal).
4. Disfungsi ereksi
Ketidakmampuan seorang pria untuk mencapai atau mempertahankan
ereksi yang diperlukan untuk melakukan hubungan seksual dengan
pasangannya. Selain akibat gangguan sistem endokrin (yang
memproduksi hormon testosteron untuk merangsang hasrat seksual
(libido)), secara emosional penderita gagal ginjal kronis menderita
perubahan emosi (depresi) yang menguras energi. Penyebab utama
gangguan kemampuan pria penderita gagal ginjal kronis adalah suplai
darah yang tidak cukup ke penis yang berhubungan langsung dengan
ginjal.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
Identitas meliputi identitas pasien dan identitas penanggung jawab.
Identitas biasanya terdiri dari nama, tanggal lahir, jenis kelamin, nomer
RM, umur, status, alamat.
2. Keluhan utama
Keluhan yang paling dominan yang dirasakan pasien saat dilakukan
anamnesa.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien saat dianamnesa
meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiation,
severity skala dan time
b. Riwayat kesehatan dahulu
Mengkaji adanya riwayat penyakit, riwayat pemakaian obat, riwayat
alergi terhadap jenis obat
c. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada/ tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit
yang sama, bagaimana pola hidup yang diterapkan di keluarga
4. Pengkajian Sekunder
a. System Pernafasan (B1)
Mengkaji tentang RR, irama nafas, pola nafas, suara nafas,
ada/tidaknya sumbatan jalan nafas, terpasang/tidak alat bantu nafas,
tracheostomy, penggunaan WSD
(Respons uremia didapatkan adanya pernapasan kussmaul. Pola napas
cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan
karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi)
b. System Kardiovaskuler (B2)
Mengkaji tentang keluhan nyeri dada, irama jantung, suara jantung,
CRT, EKG, JVP, CVP, CTR
(Pada kondisi uremia berat didapatkan tanda dan gajala gagal janyung
kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT >3 detik, palpitasi, nyeri
dada atau angina dan sesak napas, gangguan irama jantung, edema,
penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung
akibat hiperkalemi, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel).
c. System Persyarafan (B3)
Mengkaji tentang GCS, Refleks, Pemeriksaan saraf cranial, nyeri
(Didapatkan penurunan tingkat kesasadaran, disfungsi serebral,
seperti perubahan proses pikir dan disorientasi. Klien sering
didapatkan adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning feet
syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot).
d. System Perkemihan (B4)
Mengkaji tentang produksi urine, cairan input output, kemampuan
berkemih, terpasang DC/ tidaknya, keluhan berkemih, kandung kemih
membesar ada/ tidaknya
(penurunan output <400 ml/hari sampai anuria, terjadi penurunan
libido berat).
e. System Pencernaan (B5)
Mengkaji tentang TB, BB, IMT, Membran mukosa, BAB, bising usus,
diit yang diberikan, ada/ tidaknya lokasi operasi
(Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder
dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus
saluran cerna sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi
dari kebutuhan).
f. System Muskoloskeletal (B6)
Mengkaji tentang kekuatan otot, kelaian ekstremitas, keluhan nyeri,
ada/ tidaknya putting oedema, luka bekas operasi, sirkulasi perifer
(Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, defosit fosfat kalsium pada
kulit, jaringan lunak, dan keterbatasan gerak sendi.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet berlebih dan
retensi cairan dan natrium
2. Ketidakimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi
yang tidak adekuat sekunder dari anoreksia, mual, muntah
3. Intoleransi aktivias b/d kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialisis.
4. Terjadinya kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolik,
sirkulasi, penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum
dalam kulit

C. Intervensi Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet berlebih
dan retensi cairan dan natrium
Tujuan :
Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Kriteria Hasil
a. Nadi perifer teraba jelas
b. JVP tidak Nampak
c. Intake dan output seimbang
d. Tidak ada edema perifer
e. Tidak haus abnormal
Intervensi keperawatan Rasional
1. Kaji status cairan : Pengkajian merupakan dasar dan
a. Timbang berat badan data dasar berkelanjutan untuk
setiap hari memantau perubahan dan
b. Hitung keseimbangan mengevaluasi intervensi
cairan
c. Kaji turgor kulit dan
adanya edema
d. Kaji adanya distensi vena
leher
e. Pantau TD, denyut nadi
dan irama
2. Batasi masukan cairan Pembatasan cairan akan
menentukan berat tubuh ideal,
keluaran urine, dan respons
terhadap terapi
3. Identifikasi sumber potensial Sumber kelebihan cairan yang
cairan : medikasi dan cairan tidak diketahui dapat
yang digunakan untuk diidentifikasi
pengobatan oral dan
intravena serta makanan
4. Jelaskan pada pasien dan Pemahaman meningkatkan
keluarga alasan pembatasan kerjasama pasien dan keluarga
cairan dalam pembatasan cairan
5. Bantu pasien dalam Kenyamanan pasien
menghadapi meningkatkan kepatuhan
ketidaknyamanan akibat terhadap pembatasan diet
pembatasan
6. Tingkatkan dan dorong Hygine oral mengurangi
hygine oral dengan sering kekeringan membrane mukosa
mulut

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi


yang tidak adekuat sekunder dari anoreksia, mual, muntah
Tujuan :
Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil :
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda tanda malnutrisi
e. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi keperawatan Rasional

1. Kaji status nutrisi : Menyediakan data dasar untuk


perubahan berat badan, nilai memantau perubahan dan
laboratorium (BUN, evaluasi intervensi
kreatinin, protein, besi dan
transferin)

2. Kaji pola diet nutrisi : Pola diet dulu dan sekarang dapat
riwayat diet, makanan dipertimbangkan dalam
kesukaan, dan hitung kalori menyusun menu

3. Kaji faktor merubah dalam Menyediakan informasi mengenai


masukan nutrisi : mual, faktor lain yang dapat diubah atau
muntah, anoreksia, diet yang dihilangkan untuk meningkatkan
tiak menyenangkan, depresi, masukan diet
kurang memahami
pembatasan, stomatitis

4. Menyediakan makanan Mendorong peningkatan masukan


kesukaan pasien dalam diet
batas-batas diet

5. Tingkatkan masukan protein Protein lengkap diberikan untuk


yang mengandung nilai mencapai keseimbangan nitrogen
biologis tinggi, seperti telur, yang diperlukan untuk
daging, produk susu pertumbuhan dan penyembuhan

6. Anjurkan kepada pasien jika Mengurangi makanan dan protei


makan cemilan yang ynag dibatasi dan menyediakan
mengandung tinggi kalori, kalori untuk energi
rendah protein, rendah
natrium diantara waktu
makan

7. Jelaskan alasan pembatasan Meningkatkan pemahamana


diet dan hubungannya pasien tentang hubungan antara
dengan penyakit ginjal dan diet urea, kretinin dengan
peningkatan urea dan penyakiit ginjal
kreatinin

8. Ciptakan lingkungan yang Faktor yang tidak menyenangkan


menyenangkan selama dapat menimbulkan anoreksia
waktu makan

9. Timbang berat badan setiap Ubtuk memantau status cairan


hari dan nutrisi
10. Kaji bukti danya masukan Masukan protein yang tidak
protein yang tidak adekuat, adekuat dan menurunkan kadar
seperti edema, penurunan albumin dan protein lain,
albumin serum dan menimbulkan edema,
penyembuhan yang lambat perlambatan penyembuhan

3. Intoleransi aktivias b/d kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan


prosedur dialisis
Tujuan :
Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi
Kriteria hasil :
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi dan RR
b. Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
c. Tanda-tanda vital normal
d. Mampu berpindah : dengan atau tanpa bantuan alat

Intervensi keperawatan Rasional

1. Kaji faktor yang Menyediakn informasi


menimbulkan keletihan : mengenai indikasi tingkat
anemia, ketidakseimbangan keletihan
cairan dan elektrolit, retensi
produk sampah, depresi

2. Tingkatkan kemandirian Meningkatkan aktivitas


dalam aktivitas perawatan ringan/sedang dan memperbaiki
diri yang dapat ditoleransi harga diri

3. Anjurkan aktivitas Mendorong latihan dan aktivitas


alternative sambil istirahat dalam batas yang dapat
ditoleransi dan istirahat yang
cukup

4. Anjurkan untuk istirahat Istirahat yang adekuat setelah


setelah dialisis dialisis, untuk pasien yang
kelelahan
4. Terjadinya kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolik,
sirkulasi, penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum
dalam kulit
Tujuan :
Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria Hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi
b. Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
c. Ketebalan dan tekstur jaringan normal
d. Menunjukka terjadinya penyembuhan luka
Intervensi keperawatan Rasional

1. Kaji terhadap kekeringan Perubahan mungkin disebabkan


kulit, pruiritis, ekskoriasi dan oleh penurunan aktivivitas
infeksi kelenjar keringat atau
pengumpulan kalsium dan fosfat
pada lapiran kutaneus

2. Kaji terhadap adanya petekie Perdarahan yang abnormal sering


dan purpura dihubungkan dengan penurunan
jumlah dan fungsi platedet akibat
uremia

3. Monitor lipatan kulit dan Area-area ini sangat mudah


area yang edema terjadinya injuri

4. Gunting kuku dan Penurunan curah jantung,


pertahankan kuku terpotong mengakibatkan gangguan perfusi
pendek dan bersih ginjal, retensi natrium/air dan
penurunan urine output

5. Kolaborasi
a. Berikan pengobatan Mengurangi stimulus gatal pada
antipruritis sesuai anjuran kulit
DAFTAR PUSTAKA

Alam, S., & Hadriboto. 2008. Gagal Ginjal. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Ilmiah.

Brunner & Suddarth.(2001). Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.Jakarta
:EGC.
Cahyaningsih, D. (2011). Panduan Praktis Perawatan Gagal Ginjal. Yogyakarta:
Cendekia Press.
Dani, Rahma Dkk. 2015. Hubungan Motivasi, Harapan, Dan Dukungan Petugas
Kesehatan Terhadap Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal Kronik Untuk
Menjalani Hemodialisis. JOM. 14 Maret 2108 pukul 13.20
https://media.neliti.com/media/publications/184149-ID-hubungan-
motivasi-harapan-dan-dukungan-p.pdf
Departemen Kesehatan RI.2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan:Jakarta
Kallo, Vandri Dkk.2017. Perbandingan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik
Dengan Comorbid Faktor Diabetes Melitus Dan Hipertensi Di Ruangan
Hemodialisa Rsup. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. e-Jurnal
Keperawatan (e-Kp). 12 Maret 2018 pukul 14. 30
https://media.neliti.com/media/publications/106621-ID-perbandingan-
kualitas-hidup-pasien-gagal.pdf
Moeljono, F.l.,dkk.2014.Treatment of the Chronic Kidne Disease (CKD) Patient in
the PGI Hospital Cikini. Jakarta. International journal of pharmacy
teaching & practices
Nurarif, A.H dan H. Kusuma. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa medis dan NANDA Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis


Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Rostanti, Anggreini Dkk.2016. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kepatuhan Menjalani Terapi Hemodialisa Pada Penyakit Ginjal Kronik
Di Ruangan Dahlia Dan Melati Rsup Prof. Dr. R. D Kandou Manado.
e-journal Keperawatan (e-Kp). 12 Maret 2018 pukul 14.16
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/viewFile/12873/1246
3
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suharyanto, toto Dkk. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sitme Perkemihan. Jakarta. CV. Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai

  • Poa
    Poa
    Dokumen2 halaman
    Poa
    Arlindaerisa
    Belum ada peringkat
  • Halu 2
    Halu 2
    Dokumen41 halaman
    Halu 2
    Arlindaerisa
    Belum ada peringkat
  • Sap Halusinasi HV FIX
    Sap Halusinasi HV FIX
    Dokumen13 halaman
    Sap Halusinasi HV FIX
    Arlindaerisa
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Mioma Uteri
    Laporan Pendahuluan Mioma Uteri
    Dokumen13 halaman
    Laporan Pendahuluan Mioma Uteri
    ayu ningsih
    Belum ada peringkat
  • Pathway
    Pathway
    Dokumen2 halaman
    Pathway
    Arlindaerisa
    Belum ada peringkat
  • Pathway
    Pathway
    Dokumen2 halaman
    Pathway
    Arlindaerisa
    Belum ada peringkat
  • Sebutir Pasir
    Sebutir Pasir
    Dokumen2 halaman
    Sebutir Pasir
    botani
    Belum ada peringkat
  • Sahabatku
    Sahabatku
    Dokumen1 halaman
    Sahabatku
    Arlindaerisa
    Belum ada peringkat
  • Dx Intervensi Keperawatan Infark Miokard
    Dx Intervensi Keperawatan Infark Miokard
    Dokumen2 halaman
    Dx Intervensi Keperawatan Infark Miokard
    Arlindaerisa
    Belum ada peringkat
  • Mario Teguh
    Mario Teguh
    Dokumen7 halaman
    Mario Teguh
    Arlindaerisa
    Belum ada peringkat
  • Ku Bosan Dan Benci
    Ku Bosan Dan Benci
    Dokumen1 halaman
    Ku Bosan Dan Benci
    Arlindaerisa
    Belum ada peringkat
  • Pathway
    Pathway
    Dokumen2 halaman
    Pathway
    Arlindaerisa
    Belum ada peringkat
  • Batu Kecil
    Batu Kecil
    Dokumen1 halaman
    Batu Kecil
    AndrawanRiskiansyah
    Belum ada peringkat
  • Jauhi Pacaran
    Jauhi Pacaran
    Dokumen2 halaman
    Jauhi Pacaran
    Arlindaerisa
    Belum ada peringkat
  • Mario Teguh
    Mario Teguh
    Dokumen7 halaman
    Mario Teguh
    Arlindaerisa
    Belum ada peringkat
  • Sebutir Pasir
    Sebutir Pasir
    Dokumen2 halaman
    Sebutir Pasir
    botani
    Belum ada peringkat
  • Ku Bosan Dan Benci
    Ku Bosan Dan Benci
    Dokumen1 halaman
    Ku Bosan Dan Benci
    Arlindaerisa
    Belum ada peringkat
  • Cerita Motivasi
    Cerita Motivasi
    Dokumen20 halaman
    Cerita Motivasi
    Arlindaerisa
    Belum ada peringkat
  • Sahabatku
    Sahabatku
    Dokumen1 halaman
    Sahabatku
    Arlindaerisa
    Belum ada peringkat
  • Meninggalkan Sholat
    Meninggalkan Sholat
    Dokumen2 halaman
    Meninggalkan Sholat
    Arlindaerisa
    Belum ada peringkat
  • Ku Bosan Dan Benci
    Ku Bosan Dan Benci
    Dokumen1 halaman
    Ku Bosan Dan Benci
    Arlindaerisa
    Belum ada peringkat
  • Pathway STEMI
    Pathway STEMI
    Dokumen4 halaman
    Pathway STEMI
    Arlindaerisa
    Belum ada peringkat
  • Cerita Motivasi
    Cerita Motivasi
    Dokumen20 halaman
    Cerita Motivasi
    Arlindaerisa
    Belum ada peringkat
  • Baru Tetrasiklin
    Baru Tetrasiklin
    Dokumen20 halaman
    Baru Tetrasiklin
    Arlindaerisa
    Belum ada peringkat
  • M2 Sarana Prasarana
    M2 Sarana Prasarana
    Dokumen8 halaman
    M2 Sarana Prasarana
    Arlindaerisa
    Belum ada peringkat
  • Dulu Pernah
    Dulu Pernah
    Dokumen1 halaman
    Dulu Pernah
    Arlindaerisa
    Belum ada peringkat