Anda di halaman 1dari 59

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara. Bahkan banyak negara yang

mengandalkan penerimaaan pajak sebagai sumber penerimaan negara yang utama.

Selain itu, pajak bagi pemerintah merupakan sumber pendapatan yang cukup

potensial untuk dapat mencapai keberhasilan pembangunan. Sedangkan bagi

perusahaan pajak merupakan biaya yang bentuk pengembaliannya tidak diterima

secara langsung, baik berupa barang, jasa atau dana, sehingga beban pajak harus

diperhitungkan dalam setiap keputusan yang melibatkannya.

Pajak menurut UU Nomor 28 Tahun 2010 pasal 1 ayat (1) pajak adalah

kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan kepada

negara yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan

jasa timbal balik (kontraperstasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Resmi, 2016).

Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan transaksi-

transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku bersangkutan. Dalam

menganalisis laporan keuangan baik pihak internal maupun pihak eksternal. Laba

1
2

merupakan salah satu informasi yang terkandung di dalam laporan keuangan dan

penting bagi pihak internal maupun eksternal perusahaan. Walaupun laba bukan satu-

satunya informasi yang tersedia, akan tetapi laba sering terjadi fokus utama pemakai

laporan keuangan sebagai dasar pembuatan keputusan (Halim, 2015). Laba

merupakan hal paling sederhana untuk menilai kinerja sebuah perusahaan dan juga

sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan seperti pemberian konpensasi,

bonus dan dasar penentuan besarnya pengenaan pajak. (Herdawati, 2015). Oleh

karena itu, kualitas laba menjadi pusat perhatian bagi investor, kreditor, pembuat

kebijakan akuntansi, dan pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Pajak.

Tujuan laporan keuangan untuk mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang

dibebankan kepadanya oleh para pemilik perusahaan. Selain itu, laporan keuangan

juga digunakan untuk memenuhi tujuan-tujuan lain yaitu sebagai laporan kepada

pihak diluar perusahaan. Kinerja manajemen perusahaan tersebut tercermin pada laba

yang terkandung dalam laporan laba-rugi. Oleh karena itu proses penyusunan laporan

keuangan dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu yang dapat menentukan kualitas

laporan keuangan. Manajemen perusahaan dapat memberikan kebijakan dalam

penyusunan laporan keuangan tersebut untuk mencapai tujuan tertentu (Herdawati,

2015)

Disamping itu, tujuan yang ingin dicapai manajemen adalah mendapatkan laba

yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan bonus yang akan diperoleh manajemen, karena

semakin tinggi laba yang diperoleh, maka semakin tinggi pula bonus yang diberikan

oleh perusahaan kepada pihak manajemen sebagai pengelola secara langsung. Dilain
3

pihak, informasi laba dapat membantu pemilik (stakeholders)dalam mengestimasi

earnings power (kekuatan laba) untuk menaksir resiko dalam investasi dan kredit.

Pentingnya informasi laba tersebut merupakan tanggung jawab dari pihak manajemen

yang diukur kinerjanya dari pencapaian laba yang diperoleh.

Diera global seperti ini perusahaanakan dihadapkan dengan persaingan antar

perusahaan, khususnya untuk perusahaan manufaktur di indonesia. Dalam rangka

untuk kuat bersaing, perusahaan dituntut untuk memiliki keunggulan kompetitif dari

perusahaan lainnya. Perusahaan tidak hanya dituntut untuk menghasilkan produk

yang bermutu bagi konsumen, tetapi juga mampu mengelola keuangannya dengan

baik, artinya kebijakan pengelolaan keuangan harus dapat menjamin keberlangsungan

usaha perusahaan dan hal tersebut ditunjukkan dengan besarnya laba yang dicapai

suatu perusahaan. Situasi inilah yang biasanya mendorong manajer untuk melakukan

perilaku menyimpang dalam menyajikan dan melaporkan informasi laba tersebut

yang dikenal dengan praktik manajemen laba (earnings management).

Menurut Aditama dan Anna (2014), manajemen laba merupakan upaya yang

dilakukan pihak manajemen untuk melakukan intervensi dalam penyusunan laporan

keuangan dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri, yaitu pihak

perusahaan yang terkait. Upaya intervensi ini menyebabkan laporan keuangan tidak

lagi mencerminkan kondisi sesungguhnya suatu perusahaan sehingga menimbulkan

asimetri informasi, yaitu kondisi dimana ada ketidakseimbangan perolehan informasi

antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi dengan pemegang saham dan

stakeholders. Dengan demikian sedapat mungkin apa yang dilaporkan perusahaan


4

mendekati hal sesungguhnya terjadi, baik untuk laporan pajak maupun laporan

kepada investor (Astuti dan Titik, 2016).

Sedangkan menurut (National Association of Certified Fraud Examiners, 1993)

mengartikan manajemen laba sebagai kesalahan atau kelalaian yang disengaja dalam

membuat laporan keuangan mengenai fakta material dan data akuntansi, sehingga

menyesatkan ketika semua informasi itu dipakai untuk membuat pertimbangan yang

pada akhirnya akan menyebabkan orang membacanya akan mengganti atau

mengubah pendapat atau keputusannya.

Manajemen laba dapat dilakukan melalui praktik perataan laba (income

smoothing), taking a bath, dan income maximization, Income minimization,dan

income smoothing (Scoot, 2015). Konsep mengenai manajemen laba dapat dijelaskan

dengan menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory) yakni teori yang

menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi oleh konflik kepentingan

antara pihak yang berkepentingan (principal) dengan manajemen sebagai pihak yang

menjalankan kepentingan (agent). Konflik ini muncul pada saat setiap pihak berusaha

untuk mencapai tingkat kemakmuran yang diinginkannya.

Menurut Harnanto (2013), beban pajak tangguhan adalah beban yang timbul

akibat perbedaan temporer antara laba akuntansi (laba dalam laporan keuangan untuk

pihak eksternal) dengan laba fiskal (laba yang digunakan sebagai dasar perhitungan

pajak). Beban pajak tangguhan dapat mempengaruhi perusahaan dalam melakukan

manajemen laba karena beban pajak tangguhan dapat menurunkan tingkat laba dalam

perusahaan. Oleh karena itu peneliti melakukan beban pajak tangguhan sebagai
5

variabel independen terhadap manajemen laba. Peneliti sebelumnya Perwita, dkk

(2015), melakukan penelitian bahwa beban pajak tangguhan berpengaruh positif

terhadap manajemen laba.

Aktiva pajak tangguhan adalah saldo akun di neraca sebagai manfaat pajak

yang jumlahnya merupakan jumlah estimasi yang akan dipulihkan dalam periode

yang akan datang sebagai akibat adanya perbedaan sementara antara standar

akuntansi keuangan dengan peraturan perpajakan dan akibat adanya saldo kerugian

yang dapat dikompensasi pada periode mendatang (IAI, 2013). Besaran aktiva pajak

tangguhan dicatat bila dimungkinkan adanya realisasi manfaat pajak dimasa yang

akan datang. Aktiva pajak tangguhan tidak dapat diakui jika timbul dari pengakuan

awal aktiva atau pengakuan awal liabilitas dalam transaksi yang bukan merupakan

kombinasi bisnis, dan pada saat transaksi yang dampaknya tidak mempengaruhi laba

akuntansi maupun laba kena pajak (IAI, 2013).

Akrual adalah suatu metode perhitungan penghasilan dan biaya dalam arti

penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang

(Muljono, 2009). Agar laporan mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas

dasar akrual. Dasar akrual umumnya memberikan indikasi yang lebih baik dalam

laporan keuangan karena transaksi dan peristiwa keuangan diakui pada saat kejadian

(dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan dicatat dalam

catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang

bersangkutan (IAI, 2013).


6

Tabel 1.1 Fenomena Penelitian


PT. Garuda Indonesia Tbk
2016-2018
Pendapatan Beban usaha Laba bersih
No. Tahun
Usaha (USD) (USD) (USD)
1. 2016 3,86 Miliar 3,79 Miliar 8,07 Miliar
2. 2017 4,18 Miliar 4,24 Miliar (216,58 Miliar)
3. 2018 4,37 Miliar 4,58 Miliar 0,81 Miliar
Sumber: Data diolah 2019

Dari tabel tersebut kita bisa lihat pada tahun 2016 pendapatan usaha Pt Garuda

Indonesia yaitu USD 3,86 Miliar, tahun 2017 naik menjadi USD 4,18 Miliar

sedangkan tahun 2018 memiliki kenaikan pendapatan tetapi tidak terlalu signifikan

meningkat seperti tahun 2016 ke 2017, yaitu USD 4,37 Miliar. Tahun 2016 Garuda

indonesia memiliki beban usaha yang relatif besar USD 3,79 Miliar, sedangkan tahun

2017 meningkat menjadi USD 4,24 miliar dan tahun 2018 meningkat kembali USD

4,58 miliar. Laba bersih yang berhasil dicetak garuda indonesia pada tahun 2016

yaitu USD 8,07 Miliar, sedangkan pada tahun 2017 garuda indonesia mengalami

kerugian yaitu USD 216,58 Miliar dan pada tahun 2018 garuda indonesia naik

kembali memiliki laba sebesar USD 0,81 Miliar. Namun, berita ini rupanya tak

disambut baik oleh seluruh pihak seperti, dua komisaris garuda indonesia yaitu

Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menolak menandatangani laporan buku tahunan

garuda 2018. Mereka merupakan perwakilan selaku pemilik dan pemegang saham

28,08 % saham garuda indonesia tetapi mereka tidak sepakat dengan salah satu

transaksi kerja sama dengan Pt Mahata Aero Teknologi yang dibubukan oleh

manajemen, dimana dalam surat didapatkan oleh awak media pada RUPST (Rapat
7

Umum Pemegang Saham Tahunan) bahwa Mahata bekerja sama secara langsung

dengan Pt Citilink indonesia.

Melalui kesepakatan itu, keuntungan yang diraih grup garuda indonesia sebesar

USD239.940 Miliar dan USD28.000 Miliar diantaranya merupakan bagi hasil

terhadap PT Sriwijaya Air. Hanya saja, perusahaan sebenarnya belum mendapatkan

bayaran dari Mahata atas kerja sama yang dilakukan. Namun pihak manajemen tetap

menuliskannya sebagai pendapatan, sehingga secara akuntansi garuda indonesia

menorehkan laba bersih dari sebelumnya yang rugi sebesar USD216,58 Miliar.

Selain faktor-faktor diatas yang dapat menimbulkan laba yang tidak normal dan

kinerja manajemen yang baik dan akurat, manajemen laba juga memiliki faktor-faktor

lain yang dapat mempengaruhi yaitu aktiva pajak tangguhan, akrual dan beban pajak

tangguhan, karena adanya perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal yang

menjadi instrumen bagi manajer untuk melakukan manajemen laba dalam

memanipulasi laba menjadi lebih tinggi.

Ada beberapa penelitian yang menggunakan beban pajak tangguhan, aktiva

pajak tangguhan, dan akrual sebagai indikator dalam melakukan manajemen laba.

Penelitian yang dilakukan oleh Perwita, dkk (2015), menemukan bukti empiris bahwa

beban pajak tangguhan memiliki hubungan positif signifikan dengan probabilitas

perusahaan untuk melakukan manajemen laba guna menghindari kerugian perusahaan

yang terdapat di BEI 2009-2013. Penelitian tersebut menggunakan variabel beban

pajak tangguhan, aktiva pajak tangguhan, dan akrual sebagai prediktor manajemen

laba.
8

Penelitian yang dilakukan oleh Ni Putu Eka (2011), menemukan bukti empiris

bahwa hanya variabel aktiva pajak tangguhan yang memiliki pengaruh signifikan

pada terjadinya manajemen laba dengan tingkat signifikansi 5% dan akrual (hanya

discretionary accrual) tidak berpengaruh. Penelitian tersebut menggunakan variabel

aktiva pajak tangguhan dan discretionary accrual sebagai prediktor manajemen laba

pada perusahaan yang terdapat di BEI.

Penetilian selanjutnya yaitu Sumbari, dkk (2017), menemukan bahwa beban

pajak tangguhan berpengaruh terhadap deteksi manajemen laba untuk tujuan

penurunan laba, akrual berpengaruh terhadap deteksi manajemen laba untuk tujuan

meningkatkan laba dan faktor-faktor lain yang dapat mendeteksi manajemen laba

lainnya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu beban pajak tangguhan

dan akrual dalam mendeteksi manajemen laba. Penelitian yang dilakukan Irsan Lubis

dan Suryani (2018), menunjukkan bahwa beban pajak tangguhan tidak berpengaruh

signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan tax planning dan ukuran perusahaan

berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Desy anggraeni (2014) menunjukkan

bahwa hanya akrual yang berpengaruh signifikan dalam mendeteksi manajemen laba,

sedangkan beban pajak tangguhan, beban pajak kini tidak berpengaruh secara

signifikan. Penelitian yang dilakukan Lucy Citra Fitriany (2016) menunjukkan bahwa

aktiva pajak tangguhan dan perencanaan pajak yang memiliki pengaruh signifikan

terhadap manajemen laba, sedangkan beban pajak tangguhan tidak berpengaruh

terhadap manajemen laba.


9

Berdasarkan beberapa hasil penelitian diatas maka penulis tertarik untuk

meneliti kembali dan mengambil judul penelitian “Analisis Beban Pajak

Tangguhan, Aktiva Pajak Tangguhan DanAkrual Terhadap Manajemen Laba

(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Di BEI 2016-2018)”.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini

yaitu:

1. Apakah beban pajak tangguhan berpengaruh terhadap manajemen laba?

2. Apakah aktiva pajak tangguhan berpengaruh terhadap manajemen laba?

3. Apakah akrual berpengaruh terhadap manajemen laba?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai:

1. Untuk menguji apakah beban pajak tangguhan berpengaruh terhadap

manajemen laba.

2. Untuk menguji apakah aktiva pajak tangguhan berpengaruh terhadap

manajemen laba.

3. Untuk menguji apakah akrual berpengaruh terhadap manajemen laba.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat dan
kontribusi bagi:
10

a. Manfaat Teoritis
Adapun manfaat teoritis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti
dalam pengembangan ilmu ekonomi, khususnya pada bagian ilmu
akuntansi.
2. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan refrensi dan
perbandingan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan
dengan analisis beban pajak tangguhan, aktiva pajak tangguhan dan
akrual terhadap manajemen laba.
b. Manfaat Praktisi
Adapun manfaat praktisi yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Memberikan masukan kepada perusahaan yang terdapat di BEI agar
melakukan manajemen laba dengan baik.
2. Dapat dijadikan refrensi bagi para peneliti yang akan melakukan
penelitian lebih lanjut berkaitan dengan masalah ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis


2.1.1 Teori Keagenan (Agency Teory)

Teori Keagenan (Agency Theory) merupakan basis teori yang mendasari

praktik bisnis perusahaan yang digunakan selama ini. Teori tersebut berakar dari

sinergi teori ekonomi dan teori keputusan. Prinsip utama teori ini menyatakan

adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang yaitu investor

dengan pihak yang menerima wewenang yaitu manajer.

Menurut Gunawan, dkk (2015), teori keagenan menggambarkan bahwa

manajemen laba terjadi sebagai akibat dari kepentingan ekonomis yang berbeda

antara manajemen selaku agen dan pemilik entitas selaku prinsipal. Teori

keagenan berasumsi bahwa setiap individu baik principal maupun agent memiliki

motivasi dan kepentingan yang berbeda sehingga akan mengakibatkan adanya

konflik kepentingan diantara mereka Prasetya dan Gayatri (2016).

Teori keagenan menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi

oleh adanya konflik kepentingan antara agen dengan prinsipal yang timbul ketika

setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran

yang dikehendakinya (Djamaluddin, 2013). Prinsipal tidak memiliki informasi

yang mencukupi mengenai kinerja agen, maka prinsipal tidak pernah merasa pasti

bagaimana usaha agen memberikan konstribusi pada hasil aktual perusahaan.

Dengan demikian, prinsipal berada sebagai asimetri informasi karena agen lebih

mengetahui kinerja dan aktivitas perusahaan dibandingkan prinsipal.

11
12

Adanya perbedaan kepentingan dan informasi antara principal dan agent

memamcu agent untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi yang dihasilkan

dapat lebih memaksimalkan kepentingannya. Cara yang dapat dilakukan agent

untuk mempengaruhi angka-angka akuntansi tersebut dapat berupa rekayasa laba

atau manajemen laba dalam laporan keuangan. Oleh karena laporan keuangan

sering digunakan sebagai indikator penilaian kinerja, maka perilaku manajemen

laba dimungkinkan dapat terjadi karena manajemen mempunyai informasi lebih

banyak dan lebih akurat dari pada prinsipal.

2.1.2 Pengertian Pajak

Pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara. Bahkan banyak negara

yang mengandalkan penerimaaan pajak sebagai sumber penerimaan negara yang

utama. Selain itu, pajak bagi pemerintah merupakan sumber pendapatan yang

cukup potensial untuk dapat mencapai keberhasilan pembangunan. Sedangkan

bagi perusahaan pajak merupakan biaya yang bentuk pengembaliannya tidak

diterima secara langsung, baik berupa barang, jasa atau dana, sehingga beban

pajak harus diperhitungkan dalam setiap keputusan yang melibatkannya.

Adapun pengertian pajak menurut UU Nomor 28 Tahun 2010 pasal 1 ayat

(1) pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi

atau badan kepada negara yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang,

dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak adalah iuran

rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan)


13

dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjukkan dan

yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum Resmi, (2016). “Pajak

adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tanpa mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang

langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

umum” Mardiasmo (2011).

Menurut Diana dan Sari, (2013), “Pajak adalah iuran masyarakat kepada

negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya

menurut peraturan-peraturan umum Undang-undang dengan tidak mendapat

prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang hanya adalah untuk

membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk

menyelenggarakan pemerintahan. Bahwa pengertian pajak adalah prestasi yang

terutang kepada pemerintah melalui norma-norma umum dan dapat dipaksakan,

tanpa ada kontraprestasi langsung dalam hal yang individual, dimasukkan untuk

membiayai pengeluaran pemerintah (Waluyo, 2011),.

Dari pengertian pajak diatas dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran

wajib kepada negara berdasakan Undang-undang yang berlaku (yang dapat

dipaksakan), tanpa adanya kontraprestasi, yang langsung dapat ditunjuk dan

penggunaannya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.

2.1.2.1 Fungsi Pajak


Pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara

khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan, karena pajak merupakan sumber


14

penerimaan terbesar negara yang digunakan untuk membiayai semua pengeluaran

negara yang berkaitan dengan pembangunan.

Menurut Mardiasmo (2016), ada fungsi pajak yaitu:


1. Fungsi anggaran (budgetair)
Pajak berfungsi sebagai salah satu sumber dana bagi pemerintah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi mengatur (regulerend)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

Terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan

negara) dan fungsi regularend (pengatur) Resmi (2016):

1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)


Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu
sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran, baik rutin
maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah
berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara.
Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi dan intensifikasi
pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak,
seperti pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak
Penjualan atas barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), dan sebagainya.
2. Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial
dan ekonomi serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang
keuangan.

Fungsi pajak menurut Erly Suandy (2011:12) antara lain sebagai berikut:

a. Fungsi Finansial (Budgeter)

Memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara, dengan tujuan

untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Sebagai contoh

penerimaan dari sektor pajak menjadi tulang punggung penerimaan

negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN).

b. Fungsi Mengatur (Reguler)


15

Pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat baik di

bidang ekonomi, sosial, maupun politik dengan tujuan tertentu. Pajak

digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu, dapat dilihat

dari beberapa contoh sebagai berikut:

1. Pemberian insentif pajak (misalnya tax holiday, penyusutan

dipercepat) dalam rangka meningkatkan investasi baik investasi

dalam negeri maupun investasi asing.

2. Pengenaan pajak ekspor untuk produk-produk tertentu dalam

rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri.

3. Pengenaan bea masuk dan pajak penjuala atas barang mewah untuk

produk-produk impor tertentu dalam rangka melindungi produk-

produk dalam negeri.

2.1.3 Pengertian Laba


Laba (keuntungan) merupakan salah satu tujuan utama perusahaan dalam

menjalankan aktivitasnya. Laba yang diperoleh perusahaan akan digunakan untuk

berbagai kepentingan, laba akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan

perusahaan tersebut atas jasa yang diperolehnya. Adapun pengertian laba menurut

para ahli yaitu yang pertama, menurut M. Nafarin (2007:788), Laba (income)

adalah perbedaan antara pendapatan dengan keseimbangan biaya-biaya dan

pengeluaran untuk periode tertentu.

Sedangkan menurut Halim & Supomo (2005), “laba merupakan pusat

pertanggungjawaban yang masukan dan keluarannya diukur dengan menghitung


16

selisi antara pendapatan dan biaya”. Analisis laba merupakan salah satu kegiatan

yang sangat penting bagi manajemen guna mengambil keputusan untuk masa

sekarang dan masa yang akan datang. Artinya analisis laba akan memberi manfaat

dan akan banyak membantu manajemen dalam melakukan tindakan apa yang akan

diambil kedepan dengan kondisi yang terjadi sekarang atau untuk mengevaluasi

apa penyebab turun atau naiknya laba tersebut sehingga target tidak tercapai.

Dengan demikian, analisis laba memberikan manfaat yang cukup banyak bagi

pihak manajemen.

Adapun menurut Kasmir (2011) menyatakan bahwa ada dua jenis laba
yakni:
1. Laba Kotor (Gross Profit) artinya laba yang diperoleh sebelum
dikurangi biaya-biaya yang menjadi beban perusahaan. Artinya laba
keseluruhan yang pertama sekali perusahaan peroleh.
2. Laba bersih (Net Profit) merupakan laba yang telah dikurangi biaya-
biaya yang merupakan beban perusahaan dalam suatu periode
tertentu termasuk pajak.

2.1.4 Pengertian Manajemen Laba


Salah satu tolak ukuran perusahaan yang sering digunakan sebagai dasar

pengambilan keputusan bisnis adalah laba yang dihasilkan perusahaan. Informasi

laba sebagaimana dinyatakan dalam Statementof Financial Accounting Concept

(SFAC) Nomor 2 merupakan unsur utama dalam laporan keuangan dan sangat

penting bagi pihak-pihak yang menggunakannya karena memiliki nilai

prediktif. Hal tersebut membuat pihak manajemen berusaha untuk melakukan

manajemen laba agar kinerja perusahaan tampak baik oleh pihak eksternal.

Menurut Aditama dan Anna (2014), manajemen laba merupakan upaya

yang dilakukan pihak manajemen untuk melakukan intervensi dalam penyusunan

laporan keuangan dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri, yaitu


17

pihak perusahaan yang terkait. Upaya intervensi ini menyebabkan laporan

keuangan tidak lagi mencerminkan kondisi sesungguhnya suatu perusahaan

sehingga menimbulkan asimetri informasi, yaitu kondisi dimana ada

ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai

penyedia informasi dengan pemegang saham dan stakeholders.

Menurut Yulianti (2005), earnings management dalan arti sempit

didefinisikan sebagai perilaku dimana manajer “bermain” dengan komponen

discretionary accruals dalam menentukan besarnya earnings. Sedangkan dalam

arti luas earnings management didefinisikan sebagai tindakan manajer untuk

meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit

dimanamanajer bertanggungjawab, tanpa mengakibatkan peningkatan

(penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang. Sedangkan menurut Asih

dan Gundono (2000:37), mengartikan manajemen laba sebagai suatu proses yang

dilakukan dengan sengaja dalam batasan General Accepted Accounting

Principples (GAAP) untuk mengarah padasuatu tingkat yang diinginkan atas laba

yang dilaporkan.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

manajemen laba merupakan upaya manajemen untuk memaksimumkan atau

meminimumkan laba perusahaan termasuk didalamnya perataan laba sesuai

dengan keinginan manajer untuk tujuan tertentu. Pengukuran variabel ini

mengacu pada penelitian Fitriany (2016).

Berikut ini adalah formula untuk mendapatkan skala pengukuran variabel

probabilitas perusahaan untuk melakukan manajemen laba Fitriany (2016):


18

Scaled Earning Change = Net Incomet-1


MVEt-1
Sumber: Fitriany (2016)

keterangan :
Scaled Earning Change = Manajemen laba
Net income = Pendapatan bersih
MVEit = Saham yang Beredar x Harga Saham

2.1.4.1 Bentuk Manajemen Laba


Dalam melakukan manajemen laba, pemilihan metode akuntansi harus

dilakukan dengan penuh kecermatan oleh manajer agar tidak diketahui oleh

pemakai laporan keuangan. Oleh karena itu manajer harus memiliki strategi agar

manajemen laba yang dilakukan tidak diketahui pihak luar. Menurut Scott (2015),

manajemen laba memiliki pola yang biasa dilakukan dalam 4 jenis:

1. Taking big bath, yaitu manajemen mencoba mengalihkan expected future


cost ke periode kini agar memiliki peluang yang lebih besar mendapatkan
laba di masa datang. Biasanya dilakukan bila perusahaan mengadakan
restrukturisasi atau reorganisasi.
2. Income minimization, yaitu manajemen mencoba memindahkan beban ke
masa kini agar memiliki peluang yang lebih besar mendapatkan laba di
masa mendatang.
3. Income maximization, yaitu manajemen mencoba meningkatkan laba masa
kini dengan memindahkan beban ke masa mendatang. Biasanya dilakukan
manajer dalam rangka memperoleh bonus tahunan.
4. Income smoothing, yaitu tindakan dimana manajemen memperhalus
fluktuasi laba dari periode ke periode dengan cara memindahkan laba dari
periode yang memiliki laba tinggi ke periode yang memiliki laba rendah.

2.1.4.2 Motivasi Manajemen Laba


Terdapat beberapa motivasi yang dapat mendorong manajer untuk

melakukan manajemen laba yang dikemukakan oleh Scott (2015) yaitu :


19

1. Bonus purposes, yakni manajer yang memiliki informasi atas laba bersih
perusahaan akan bertindak secara oportunistic untuk melakukan
manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini.
2. Kontrak utang jangka panjang, yakni semakin dekat perusahaan dengan
perjanjian kredit, maka manajer akan cenderung memilih prosedur yang
dapat memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan. Hal ini
bertujuan untuk mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami
kegagalan dalam pelunasan hutang.
3. Political motivations, yakni manajemen laba digunakan untuk mengurangi
laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Jadi perusahaan cenderung
mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang
mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.
4. Taxation motivations, yakni saat ini motivasi penghematan pajak menjadi
motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi
digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.
5. Pergantian CEO, yakni CEO yang mendekati masa pensiun akan
cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka.
Apabila kinerja perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan
pendapatan agar tidak diberhentikan.
6. Initital Public Offering (IPO), yakni perusahaan yang akan go public
belum memiliki nilai pasar, sehingga mendorong manajer perusahaan yang
akan go public melakukan manajemen laba dalam prospectus mereka
dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.
7. Pentingnya memberi informasi kepada investor, yakni Informasi mengenai
kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan
laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut
dalam kinerja yang baik.

2.1.5 Beban Pajak Tangguhan (deferred tax expense)

Pajak tangguhan merupakan jumlah pajak penghasilan yang terutang

(payable) atau terpulihkan (recoverable) pada tahun mendatang sebagai akibat

adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dari sisa kompensasi

kerugian yang dapat dikompensasikan. Pengakuan pajak tangguhan berdampak

terhadap berkurangnya laba atau rugi bersih sebagai akibat adanya kemungkinan

pengakuan beban pajak tangguhan dan manfaat pajak tangguhan (Waluyo, 2008).

Menurut PSAK No. 46, pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan

untuk periode mendatang sebagai akibat dari perbedaan temporer (waktu) yang
20

boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian. Sedangkan menurut PSAK

No.46 (IAI, 2009) Pajak tangguhan adalah saldo akun di neraca sebagai manfaat

pajak yang jumlahnya merupakan jumlah estimasi yang akan dipulihkan dalam

periode yang akan datang sebagai akibat adanya perbedaan temporer antara

standar akuntansi keuangan dengan peraturan perpajakan dan akibat adanya saldo

kerugian yang dapat dikompensasi pada periode mendatang.

Menurut Philips, dkk (2003) beban pajak tangguhan adalah beban yang

timbul akibat perbedaan temporer antara laba akuntansi (yaitu laba dalam laporan

keuangan untuk kepentingan pihak eksternal) dengan laba fiskal (laba yang

digunakan sebagai dasar perhitungan pajak). Adapun menurut Harnanto (2003)

beban pajak tangguhan adalah beban yang timbul akibat perbedaan temporer

antara laba akuntansi (yaitu laba dalam laporan keuangan untuk kepentingan

pihak eksternal) dengan laba fiskal (laba yang digunakan sebagai dasar

perhitungan pajak).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa beban pajak tangguhan

yaitu beban yang timbul akibat perbedaan waktu antara laba akuntansi dengan

laba fiskal (laba yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak). Penyebab

perbedaan antara beban pajak penghasilan dengan PPh terutang menurut Purba

(2009), dapat dikategorikan dalam dua kelompok:

1. Perbedaan permanen atau tetap dan,

Perbedaan permanen timbul dari adanya penghasilan yang bukan

merupakan objek pajak atau penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final

(PPh final), contohnya penghasilan bunga deposito. Laporan keuangan


21

komersial melaporkannya sebagai penghasilan lain-lain, sedangkan laporan

keuangan fiskal tidak memasukkannya dalam perhitungan laba fiskal karena

telah dikenakan PPh Final. Selain itu terdapat beberapa jenis beban yang tidak

boleh menjadi pengurang oleh Undang-Undang Perpajakan. Sebagai contoh,

biaya sumbangan.

2. Perbedaan temporer atau waktu.

Perbedaan temporer ialah perbedaan karena pengakuan pembebanan dalam

periode yang berbeda, namun kejadian-kejadian tersebut tetap diakui baik

dalam laporan keuangan maupun dalam laporan fiskal tetapi dalam periode

yang berbeda. Perbedaan temporer merupakan perbedaan dasar pengenaan

pajak (DPP) dari suatu aktiva atau kewajiban, yang menyebabkan laba fiskal

bertambah atau berkurang pada periode yang akan datang.

Perhitungan beban pajak tangguhan mengacu pada penelitian Fitriany

(2016) yaitu menggunakan indikator rasio beban pajak tangguhan dengan total

aktiva atau total aset/aktiva.

Beban Pajak Tangguhan = Beban Pajak Tangguhan periode t


Total Aset periodet-1

Sumber: Fitriany (2016)

2.1.6 Aktiva Pajak Tangguhan


Aktiva pajak tangguhan adalah saldo akun di neraca sebagai manfaat pajak

yang jumlahnya merupakan jumlah estimasi yang akan dipulihkan dalam periode

yang akan datang sebagai akibat adanya perbedaan sementara antara standar

akuntansi keuangan dengan peraturan perpajakan dan akibat adanya saldo


22

kerugian yang dapat dikompensasi pada periode mendatang (IAI, 2013). Besaran

aktiva pajak tangguhan dicatat bila dimungkinkan adanya realisasi manfaat pajak

dimasa yang akan datang. Aktiva pajak tangguhan tidak dapat diakui jika timbul

dari pengakuan awal aktiva atau pengakuan awal liabilitas dalam transaksi yang

bukan merupakan kombinasi bisnis, dan pada saat transaksi yang dampaknya

tidak mempengaruhi laba akuntansi maupun laba kena pajak (IAI, 2013).

Aset pajak tangguhan adalah aset yang terjadi apabila perbedaan waktu

menyebabkan koreksi positif yang berakibat beban pajak menurut komersial lebih

kecil dibanding beban pajak menurut Undang-Undang pajak (Waluyo, 2008). Aset

pajak tangguhan disebabkan jumlah pajak penghasilan terpulihkan pada periode

mendatang sebagai akibat perbedaan temporer yangboleh dikurangkan dan sisa

kompensasi kerugian. Besarnya aset pajak tangguhan dicatat apabila

dimungkinkan adanya realisasi manfaat pajak di masa yang akan datang. Oleh

karena itu dibutuhkan judgment untuk menaksir seberapa mungkin aset pajak

tangguhan tersebut dapat direalisasikan.

Menurut Wibowo (2018), aktiva pajak tangguhan (Deferred Tax Assets)

adalah jumlah pajak penghasilan terpulihkan pada periode mendatang sebagai

akibat adanya:

1. Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan (deductible temporary

differences)

2. Sisa kerugian yang belum dikompensasi.

Penilaian kembali aktiva pajak tangguhan harus dilakukan setiap tanggal

neraca, terkait dengan setiap tanggal neraca, terkait dengan kemungkinan dapat
23

atau tidaknya pemulihan aktiva pajak tangguhan direalisasikan dalam periode

mendatang. Penyajian aktiva pajak tangguhan dalam neraca harus disajikan

terpisah dari aktiva, disajikan dalam aktiva tidak lancar. PSAK yang khusus

mengatur tentang akuntansi pajak tangguhan adalah PSAK 46 tahun 2010. Di

dalam PSAK dijelaskan: “Aktiva pajak tangguhan adalah jumlah pajak

penghasilan terpulihkan (recoverable) pada periode mendatang sebagai akibat

adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi

kerugian (berasal dari koreksi positif)”.

Berdasarkan pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa aktiva

pajak tangguhan adalah jumlah penghasilan yang dapat terpulihkan di periode

yang akan datang dengan melihat di dalam aktiva tidak lancar. Dalam penelitian

ini aktiva pajak tangguhan sebagai variabel bebas yang diukur dengan perubahan

nilai aktiva pajak tangguhan pada periode t dengan t-1 dibagi dengan nilai aktiva

pajak tangguhan pada akhir periode t. Perhitungan aktiva pajak tangguhan ini

dilihat dari penelittian Fitriany (2016):

APTit= aktivapajak tangguhant-1/aktiva pajak tangguhan t

Sumber: Fitriany (2016)

2.1.7 Akrual (accrual)


Akrual adalah suatu metode perhitungan penghasilan dan biaya dalam arti

penghasilan diakui pada waktu diperoleh biaya diakui pada waktu terhutang

(Muljono, 2013). Teknik akuntansi berbasis akrual diyakini dapat menghasilkan

laporan keuangan yang lebih dapat dipercaya, lebih akurat dan relevan untuk

pengambilan keputusan ekuitas (Elingga, 2008). Akrual tidak tergantung kapan


24

penghasilan diterima dan kapan biaya dilunasi. Dengan pendekatan ini, mengakui

pendapatan ketika dihasilkan dan mengakui beban pada periode terjadinya, tanpa

memperhatikan waktu penerimaan atau pembayaran kas.

Pendekatan yang sering digunakan adalah pendekatan akrual. Akuntansi

akrual dianggap lebih berpengaruh terhadap praktik manajemen laba, dikarenakan

konsep akrual tersebut bisa direkayasa angka-angka yang ada didalam laporan

keuangan, sehingga dapat digunakan untuk mengubah angka laba yang dihasilkan

(Ukirama, 2018).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa akrual adalah suatu

kegiatan akuntansi yang terjadi antara transaksi pengeluaran atau penerimaan kas

diakui, di sajikan dalam laporan keuangan tanpa melihat masa kas diterima atau

dibayarkan. Agar laporan mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas

dasar akrual. Dasar akrual umumnya memberikan indikasi yang lebih baik

dalam laporan keuangan, karena transaksi dan peristiwa keuangan diakui pada

saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan

dicatat dalam catan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada

periode yang bersangkutan (IAI, 2013).

Model akrual melibatkan perhitungan total akrual. Model akrual

berdasarkan model Heally terbagi menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut

(Belkaoui, 2013):

a. Discretionary Accrual

Adalah pengakuan akrual laba atau beban yang bebas tidak diatur dan

merupakan pilihan kebijakan manajemen. Akrual yang muncul akibat diskresi


25

manajemen atau berada di bawah kebijakan manajemen. Hal ini biasanya

digunakan sebagai pengukur dalam manajemen laba dan besarannya merupakan

hasil modifikasi angka-angka pada laporan keuangan untuk memenuhi tujuan

manajemen sehingga keberadaan Discretionary Accrual menandakan rendahnya

kualitas laba.

Efek dari kualitas laba yang rendah adalah tidak adanya prediktif value dari

laba, yang berarti informasi mengenai laba perusahaan ini tidaklah

menggambarkan keadaan sesungguhnya dari perusahaan sehingga informasi laba

menjadi bias bagi penggunanya. Sehingga perekayasaan laba tersebut termasuk

salah satu praktek manajemen laba atau earnings management melalui

perekayasaan akrual.

Model Discretionary Accrual dihitung dengan:

TAit = NIit - CFOit


total assetst-1
Sumber: Sumbari (2017)

Keterangan:

TAit = Total akrual perusahaan i untuk tahun t

NIit = Laba bersih perusahaan i untuk tahun t

CFOit = Arus kas operasi perusahaan i untuk tahun t.

b. Non Discretionary Accrual

Adalah sebaliknya, pengakuan akrual laba yang wajar yang tunduk suatu

standart atau prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Alasan peneliti menggunakan jenis discretionary accrual sebagai alat ukur

untuk menghitung akrual karena discretionary accrual paling baik mencerminkan


26

manajemen laba, karena pengakuan akrual labanya bebas tidak diatur berdasarkan

prinsip akuntansi, namun merupakan pilihan kebijakan manajemen.

2.1.8 Hubungan Antara Variabel


2.1.8.1 Hubungan Beban Pajak Tangguhan terhadap Manajemen Laba
Hubungan beban pajak tangguhan terhadap manajemen laba, beban pajak

tangguhan adalah salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mendeteksi

adanya praktik manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen perusahaan.

Keberadaan pajak sebenarnya merupakan salah satu sumber penerimaan negara,

selain itu akuntansi juga merupakan sistem pencatatan untuk menghasilkan

laporan keuangan.

Semakin besar presentase beban pajak tangguhan terhadap total beban

pajak perusahaan menunjukkan standar akuntansi yang semakin liberal (Yulianti,

2005). Perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal memiliki hubungan

positif dengan insentif pelaporan keuangan seperti pemberian bonus, dengan

adanya hal tersebut maka dimungkinkan manajer dapat melakukan rekayasa laba

dengan memperbesar atau memperkecil jumlah beban pajak tangguhan yang

diakui dengan laporan laba rugi. Selisih negatif antara laba akuntansi dan laba

fiskal mengakibatkan terjadinya koreksi negatif yang menimbulkan terjadinya

beban pajak tangguhan (Djamaludin, 2008). Beban yang besar akan menurunkan

tingkat laba yang diperoleh suatu perusahaan, begitu pula sebaliknya beban yang

sedikit akan menaikkan tingkat laba yang diperoleh perusahaan.

Berdasarkan penelitian Philips. et al (2003) membuktikan adanya praktik

manajemen laba dengan menggunakan beban pajak tangguhan. Penelitian yang


27

dilakukan Yulianti (2005) juga menemukan bukti empiris bahwa beban pajak

tangguhan memiliki hubungan positif signifikan dengan probabilitas perusahaan

untuk melakukan manajemen laba guna menghindari kerugian perusahaan.

Manajemen laba merupakan peluang bagi manajemen untuk merekayasa besarnya

beban pajak tangguhan guna menaikan dan menurunkan tingkat labanya.

Beban pajak tangguhan mengakibatkan tingkat laba yang diperoleh

menurun dengan demikian memiliki peluang yang lebih besar untuk mendapatkan

laba yang lebih besar di masa yang akan datang dan mengurangi besarnya pajak

yang dibayarkan. Berdasarkan temuan-temuan tersebut diatas maka diekspektasi

peranan yang signifikan antara beban pajak tangguhan dengan manajemen laba

(earnings management). Earnings management dilakukan dengan menaikkan atau

menurunkan jumlah beban yang diakui dalam laporan laba rugi.

2.1.8.2 Hubungan Aktiva Pajak Tangguhan terhadap Manajemen Laba


Hubungan aktiva pajak tangguhan terhadap manajemen laba yaitu jika

semakin besar perbedaan antara laba dilaporkan perusahaan (laba Komersial)

dengan laba fiskal menunjukkan bendera merah bagi laporan keuangan. Aktiva

pajak tangguhan terjadi apabila laba akuntansi lebih kecil daripada laba fiskal

akibat perbedaan temporer. Lebih kecilnya laba akuntansi dari laba fiskal

mengakibatkan perusahaan menunda pajak terutang periode mendatang

(Suranggane, 2007) dalam Lucy Citra (2016).

Perwita, dkk (2015), dalam penelitiannya menyatakan bahwa aktiva pajak

tangguhan dijadikan proyeksi sebagai indikator dari praktik manajemen laba yang

dilakukan perusahaan. Aktiva pajak tangguhan yang jumlahnya diperbesar oleh


28

manajemen dimotivasi adanya pemberian bonus, beban politis atas besarnya

perusahaan dan minimalisasi pembayaran pajak agar tidak merugikan perusahaan.

Hal ini lah yang menyebabkan aktiva pajak tangguhan dapat digunakan sebagai

indikator adanya manajemen laba.

2.1.8.3 Hubungan Akrual terhadap Manajemen Laba


Hubungan akrual terhadap manajemen laba, akrual adalah suatu metode

perhitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu

diperoleh dan biaya diakui pada waktu terhutang (Felicia Amanda, 2015). Teknik

akuntansi berbasis akrual diyakini dapat menghasilkan laporan keuangan yang

lebih dapat dipercaya, lebih akurat, komprehensif, dan relevan untuk pengambilan

keputusan ekuitas (Elingga, 2008). Akrual tidak tergantung kapan penghasilan

diterima dan kapan biaya dilunasi. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan

peristiwa lain diakui pada saat kejadian (bukan pada saat kas atau setara kas

diterima atau dibayar) dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam

laporan keuangan pada periode yang bersangkutan.

Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut

posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang

bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomis

(IAI, 2013). Agar laporan mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas

dasar akrual. Dasar akrual umumnya memberikan indikasi yang lebih baik

dalam laporan keuangan karena transaksi dan peristiwa keuangan diakui pada

saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan
29

dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada

periode yang bersangkutan (IAI, 2013). Namun konsep akrual tersebut memiliki

kelemahan yaitu dapat dimanfaatkan untuk rekayasa angka- angka dalam laporan

keuangan, sehingga dapat digunakan untuk mengubah angka laba yang dihasilkan

apabila standar akuntansi memungkinkan.

2.2 Penelitian Terdahulu


Ada beberapa peneliti yang sudah melakukan penelitian mengenai analisis

beban pajak tangguhan, aktiva pajak tangguhan dan akrual tehadap manajemen

laba, diantaranya:

1. Perwita, dkk (2015). Penelitian ini bertujuan untuk menguji probabilitas

manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2009-2013. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu kuantitatif, dan penelitian ini

menggunakan regresi logistik untuk pengujian hipotesis nya. Dari Hasil

penelitian dengan regresi logistik biner menunjukkan bahwa beban pajak

tangguhan dan akrual berpengaruh positif dan signifikan terhadap

manajemen laba, sedangkan aktiva pajak tangguhan tidak bepengaruh

signifikan.

2. Desy anggraeni (2014), penelitian ini bertujuan untuk menganalisis beban

pajak tangguhan, beban pajak kini, akrual dan manipulasi aktivitas Riil

dalam mendeteksi manajemen laba. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari

12 consumer goods industry pada food and beverages yang terdaftar di


30

Bursa Efek Indonesia dari tahun 2009 - 2011. Metode yang digunakan

untuk menganalisis yaitu regresi logistik biner. Hasil dari penelitian ini

yaitu secara akrual adalah (1) Beban pajak tangguhan tidak berpengaruh

secara signifikan dalam mendeteksi manajemen laba (2) Beban pajak kini

tidak berpengaruh secara signifikan dalam mendeteksi manajemen laba. (3)

Akrual berpengaruh secara signifikan dalam mendeteksi manajemen laba.

(4) Manipulasi aktivitas riil dalam kegiatan operasi tidak berpengaruh secara

signifikan dalam mendeteksi manajemen laba. Hasil penelitian secara

simultan untuk beban pajak tangguhan, beban pajak kini, akrual dan

manipulasi aktivitas riil berpengaruh secara signifikan dalam mendeteksi

manajemen laba.

3. Widiastuti dan Chusniah (2011), penelitian ini bertujuan untuk menguji

secara empiris apakah aktiva pajak tangguhan berpengaruh terhadap

probabilitas perusahaan dalam melakukan manajemen laba dan menguji

secara empiris apakah dicretionary accrual dalam laporan keuangan

perusahaan berpengaruh terhadap probabilitas perusahaan dalam melakukan

manajemen laba. Jumlah sampel yang diteliti yaitu 20 data dengan

menggunakan metode purpose sampling. Hasil dari analisis penelitian

secara uji parsial menunjukkan bahwa aktiva pajak tangguhan dan

dicretionary accrual menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap

adanya praktik manajemen laba.

4. Lucy Citra Fitriany (2016), penelitian ini bertujuan menguji hubungan aset

pajak tangguhan, beban pajak tangguhan dan perencanaan pajak terhadap


31

manajemen laba. Periode yang digunakan yaitu 2011-2013 yang objek

penelitiannya terdapat pada perusahaan manufaktur di BEI. Metode yang

digunakan yaitu regresi logistik biner. Hasil dari penelitian ini yaitu aset

pajak tangguhan, beban pajak tangguhan dan perencanaan pajak mampu

menjelaskan manajemen laba sebesar 59.2 %.

5. Sumbari, dkk (2017), penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah beban

pajak tangguhan, dan akrual berpengaruh terhadap manajemen laba. Metode

yang digunakan menggunakan metode linear berganda. Periode yang

digunakan yaitu 2013-2015. Hasil dari penelitian ini yaitu beban pajak

tangguhan berpengaruh terhadap deteksi manajemen laba untuk tujuan

penurunan laba, akrual berpengaruh terhadap deteksi manajemen laba untuk

tujuan meningkatkan laba.

6. Irsan Lubis dan Suryani, (2018) penelitian ini bertujuan untuk menguji

apakah tax planning, beban pajak tangguhan dan ukuran perusahaan

berpengaruh terhadap manajemen laba. Metode analisis data yang

digunakan yaitu menggunakan metode linear berganda. Hasil dari penelitian

ini yaitu beban pajak tangguhan tidak berpengaruh terhadap manajemen

laba sedangkan tax planning dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap

manajemen laba.

Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Variabel Hasil
Perwita, Analisis Beban Variabel Dari Hasil penelitian
dkk (2015) Pajak Tangguhan, Dependen: dengan regresi logistik
Aktiva Pajak Manajemen Laba biner menunjukkan
Tangguhan, dan bahwa beban pajak
32

Akrual Sebagai Variabel tangguhan dan akrual


Prediktor Independen: berpengaruh positif
Manajemen Laba Beban Pajak dan signifikan
pada Perusahaan Tangguhan, terhadap manajemen
Manufaktur yang Aktiva Pajak laba, sedangkan aktiva
Terdaftar di BEI Tangguhan Dan pajak tangguhan tidak
Periode (2009- Akrual bepengaruh
2013). signifikan.
Desy Analisis Beban Variabel Hasil penelitian secara
anggraeni Pajak Tangguhan, Dependen: simultan untuk beban
(2014) Beban Pajak Kini, Manajemen Laba pajak tangguhan,
Akrual Dan beban pajak kini,
Manipulasi AktivitasVariabel akrual dan manipulasi
Riil Dalam Independen: aktivitas riil
Mendeteksi Beban Pajak berpengaruh secara
Manajemen Laba. Tangguhan, signifikan dalam
Beban Pajak Kini, mendeteksi
Dan Akrual. manajemen laba.
Ni Putu Analisis Aktiva Variabel Hasil dari analisis
Eka Pajak Tangguhan Dependen: penelitian secara uji
Widiastuti Dan Discretionary Manajemen Laba parsial menunjukkan
(2011) Accrual Sebagai bahwa aktiva pajak
Prediktor Variabel tangguhan dan
Manajemen Laba Independen: dicretionary accrual
Pada Perusahaan Aktiva Pajak menunjukkan
Yang Terdaftar Di Tangguhan, Dan pengaruh yang
bei discretionary signifikan terhadap
Accrual. adanya praktik
manajemen laba.
Lucy Citra Pengaruh Aset Pajak Variabel Hasil dari penelitian
Fitriany Tangguhan, Beban Dependen: ini yaitu aset pajak
(2016) Pajak Tangguhan Manajemen Laba tangguhan, beban
Dan Perencanaan pajak tangguhan dan
Pajak Terhadap Variabel perencanaan pajak
Manajemen Laba. Independen: mampu menjelaskan
Aset Pajak manajemen laba
Tangguhan, sebesar 59.2 %.
Beban Pajak
Tangguhan Dan
Perencanaan
Pajak .
Sumbari, Analisis Beban Variabel Hasil dari penelitian
dkk (2017) Pajak Tangguhan Dependen: ini yaitu beban pajak
Dan Akrual Dalam Manajemen Laba tangguhan
Mendeteksi berpengaruh terhadap
Manajemen Laba. Variabel deteksi manajemen
33

Independen: laba untuk tujuan


Beban Pajak penurunan laba, akrual
Tangguhan, Dan berpengaruh terhadap
Akrual deteksi manajemen
laba untuk tujuan
meningkatkan laba.
Irsan Pengaruh Tax Variabel Hasil dari penelitian
Lubis dan Planning, Beban Dependen: ini yaitu beban pajak
Suryani Pajak Tangguhan Manajemen Laba tangguhan tidak
(2018) Dan Ukuran berpengaruh terhadap
Perusahaan Variabel manajemen laba
Terhadap Independen: sedangkan tax
Manajemen Laba. Beban Pajak planning dan ukuran
Tangguhan, Dan perusahaan
Ukuran berpengaruh terhadap
Perusahaan manajemen laba.

Sumber: Diolah tahun 2019

2.3 Kerangka Konseptual


Kerangka Pemikiran merupakan konsep yang menggambarkan hubungan

antara teori dengan faktor yang teridentifikasi sebagai masalah yang diteliti

Sugiyono, (2009). Manajemen laba merupakan fenomena umum dalam dunia

bisnis dan pemberitaan media yang terjadi di beberapa perusahaan khususnya

terkait dengan pajak (yusrianti et al, 2015). Pengetahuan tentang manajemen laba

memungkinkan untuk meningkatkan manfaat informasi akuntansi, khususnya

laporan laba rugi sebagai dasar pengambilan keputusan bagi investor laporan

keuangan semuanya sebenarnya diperlukan, tetapi sebagian besar perhatian

investor lebih kepada laporan laba rugi. Investor beranggapan bahwa stabilitas

laba akan mempengaruhi stabilitas deviden (Lestari, 2012).

Beban pajak tangguhan dan aktiva pajak tangguhan memiliki hubungan

yang signifikan terhadap manajemen, dikarenakan semakin besar beban dan


34

aktiva pajak tangguhan maka otomatis laba akan mengalami kenaikan dan

penurunan. Teknik akuntansi berbasis akrual diyakini dapat menghasilkan laporan

keuangan yang lebih dapat dipercaya, lebih akurat dan relevan untuk pengambilan

keputusan ekuitas (Elingga, 2008).

Dari uraian di atas, hubungan tersebut dapat dilihat dalam bagan berikut:

Beban pajak
tangguhan (X1) Uji t

Aktiva pajak Manajemen Laba


tangguhan (X2) Uji t (Y)

Akrual (X3)
Uji t

Uji f
Gambar 1.1 Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis Penelitian


Hipotesis dalam penelitian ini berdasarkan kerangka pemikiran teoritis

adalah sebagai berikut:

H1 = beban pajak tangguhan berpengaruh terhadap manajemen laba.

H2 = aktiva pajak tangguhan berpengaruh terhadap manajemen laba

H3 = akrual berpengaruh terhadap manajemen laba.

H4 = beban pajak tangguhan, aktiva pajak tangguhan dan akrual berpengaruh

terhadap manajemen laba.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian


Menurut Nasution (2003) lokasi penelitian menunjukkan pada pengertian

tempat atau lokasi sosial penelitian yang dicirikan oleh adanya unsur yaitu pelaku,

tempat, dan kegiatan yang dapat di observasi. Penelitian ini dilakukan pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (2016-2018)

melalui situs www.idx.co.id.

Objek penelitian merupakan sasaran untuk mendapatkan suatu data.

Menurut Sugiyono (2015) objek penelitian adalah sasaran ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu sesuai hal objektif, valid

dan reliable tentang suatu hal (variabel tertentu). Objek di dalam penelitian ini

adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun

2016-2018. Objek pengamatan terbatas pada laporan tahunan (annual report),

laporan keuangan, yang di unduh melalui website www.idx.co.id.

3.2 Populasi Dan Sampel


3.2.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2012), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri

atas objek/subjek yang merupakan kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Jadi, populasi merupakan sekumpulan objek yang ditentukan melalui kriteria

tertentu dan dapat dikatagorikan ke dalam objek tersebut berupa manusia,

35
36

dokumen-dokumen atau file-file yang dapat dianggap sebagai objek penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 168 perusahaan manufaktur yang

terdapat di BEI pada tahun 2016-2018.

3.2.2 Sampel
Menurut Sugiyono (2015) Sampel merupakan sebagian dari populasi atau

dalam istilah matematika disebut sebagai himpunan bagian dari populasi. Dalam

penarikan sampel peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Purposive

sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu

(Sugiyono, 2017). Purposive sampling dilakukan dengan mengambil sampel dari

populasi berdasarkan pertimbangan (judgement) tertentu atau jatah (quota)

tertentu (Jogiyanto, 2013). Adapun alasan pemilihan sampel dengan

menggunakan teknik purposive sampling adalah karena tidak semua sampel

memiliki kriteria sesuai dengan yang telah ditentukan, oleh karena itu penulis

memilih teknik ini dengan menetapkan pertimbangan-pertimbangan atau kriteria-

kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh sampel yang digunakan dalam

penelitian ini.

Adapun kriteria yang ditentukan untuk pemilihan sampel dalam penelitian

ini adalah:

1. Perusahaan manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia (BEI)


selama periode penelitian 2016-2018.
2. Perusahaan tidak delisting atau keluar dari BEI selama periode
penelitian.
3. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit oleh
auditor independen.
4. Perusahaan yang melaporkan laporan keuangan dengan mata uang
rupiah.
37

5. Perusahaan memiliki informasi terkait variabel penelitian.


Adapun sampel yang menjadi kriteria dalam pemilihan sampel penelitian

dapat dilihat dalam tabel 3.1.

Tabel 3.1 Penentuan Sampel


No Keterangan Jumlah

1. Perusahaan yang terdaftar di BEI 168


selama tahun 2016-2018.
2. Perusahaan yang delisting atau keluar (6)
dari BEI selama periode penelitian.
3. Perusahaan yang tidak (38)
mempublikasikan laporan keuangan
yang telah diaudit oleh auditor
independen.
4. Perusahaan yang tidak melaporkan (26)
laporan keuangan dengan mata uang
rupiah
5. Perusahaan memiliki informasi variabel (64)
terkait penelitian.
Jumlah sampel 34
Sumber: Data diolah 2019

Berdasarkan kriteria yang dibuat dalam tabel 3.1 diatas maka sampel yang

ada dalam penelitian ini adalah sebanyak 34 perusahaan.

Tabel 3.2
Sampel Penelitian
No Kode Perusahaan
1. AMFG Asahimas Flat Glass Tbk
2. ARNA Arwana Citramulia Tbk
3. ALKA Alakasa Industrindo Tbk
4. ALMI Alumindo Light Metal Industry Tbk
5. INAI Indal Aluminium Indust0 vkry Tbk
6. LION Lion Metal Works Tbk
7. LMSH Lionmesh Prima Tbk
8. PICO Pelangi Indah Canindo Tbk
9. EKAD Ekadharma International Tbk
10. INCI Intanwijaya Internasional Tbk
11. SRSN Indo Acidatama Tbk
12. IGAR Champion Pacific Indonesia Tbk
13. YPAS Yanaprima Hastapersada Tbk
14. SIPD Sierad Produce Tbk
38

15. KDSI Kedawung Setia Industrial Tbk


16. LPIN Multi Prima Sejahtera Tbk
17. BELL PT Trisula Textile Industries Tbk
18. RICY Ricky Putra Globalindo Tbk
19. TRIS Trisula International Tbk
20. UNIT Nusantara Inti Corpora Tbk
21. BIMA Primarindo Asia Infrastructure Tbk
22. KBLI KMI Wire and Cable Tbk
23. KBLM Kabelindo Murni Tbk
24. SCCO Supreme Cable Manufacturing Corporation Tbk
25. VOKS Voksel Electric Tbk
26. CEKA PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk
27. SKLT Sekar Laut Tbk
28. WIIM Wismilak Inti Makmur Tbk
29. INAF Indofarma (Persero) Tbk
30. PEHA PT Phapros Tbk
31. MBTO Martina Berto Tbk
32. TCID Mandom Indonesia Tbk
33. CINT PT Chitose Internasional Tbk
34. KICI Kedaung Indah Can Tbk
Sumber: Bursa Efek Indonesia (BEI)

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder berupa

laporan tahunan (annual report) dan laporan keuangan yang terdapat pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI 2016-2018. Metode pengumpulan

data ini adalah metode dokumentasi. Menurut Arikunto (2006) metode

dokumentasi, yaitu mengumpulkan data mengenai hal-hal berupa catatan,

transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen, rapor, agenda dan sebagainya yang

dilakukan dengan mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang akan diteliti

pada perusahaan manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia (BEI) 2016-

2018 www.idx..co.id .
39

3.4 Operasional Variabel


Dalam penelitian ini menggunakan variabel dependen dan variabel

independen. Sugiyono (2016) menyatakan variabel independen adalah sejumlah

gejala dengan berbagai unsur atau faktor yang didalamnya menentukan atau

mempengaruhi adanya variabel-variabel yang lain. Sedangkan variabel dependen

adalah sejumlah gejala dengan berbagai unsur atau faktor didalamnya yang ada

ditentukan atau dipengaruhi oleh adanya variabel lain. Adapun variabel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah:

3.4.1 Variabel Dependen (variabel terikat)


Menurut Sugiyono (2016), definisi variabel dependen adalah variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel independen.

Variabel dependen disimbolkan dengan huruf (Y). Adapun variabel dependen

dalam penelitian ini adalah Manajemen Laba.

3.4.1.1 Manajemen Laba (Y)


Penelitian ini variabel dependen adalah manajemen laba (earning

management). Salah satu tolak ukuran perusahaan yang sering digunakan sebagai

dasar pengambilan keputusan bisnis adalah laba yang dihasilkan perusahaan.

Informasi laba sebagaimana dinyatakan dalam Statementof Financial Accounting

Concept (SFAC) Nomor 2 merupakan unsur utama dalam laporan keuangan dan

sangat penting bagi pihak-pihak yang menggunakannya karena memiliki nilai


40

prediktif. Hal tersebut membuat pihak manajemen berusaha untuk melakukan

manajemen laba agar kinerja perusahaan tampak baik oleh pihak eksternal.

Menurut Aditama dan Anna (2014), manajemen laba merupakan upaya

yang dilakukan pihak manajemen untuk melakukan intervensi dalam penyusunan

laporan keuangan dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri, yaitu

pihak perusahaan yang terkait. Upaya intervensi ini menyebabkan laporan

keuangan tidak lagi mencerminkan kondisi sesungguhnya suatu perusahaan

sehingga menimbulkan asimetri informasi, yaitu kondisi dimana ada

ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai

penyedia informasi dengan pemegang saham dan stakeholders.

Manajemen laba diukur menurut Fitriany(2016) yaitu:

Scaled Earning Change = Net Incomet-1


MVEt-1

Sumber: Fitriany (2016)

keterangan :
Scaled Earning Change = Manajemen laba
Net income = Pendapatan bersih
MVEit = Saham yang Beredar x Harga Saham

3.4.2 Variabel Independen

Menurut Sugiyono (2015), mendefinisikan variabel bebas sebagai berikut:

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi

sebabperubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel


41

independen disimbolkan dengan huruf (X). Variabel bebas terdiri dari beban pajak

tangguhan, aktiva pajak tangguhan dan akrual.

3.4.2.1 Beban Pajak Tangguhan (X1)


Beban pajak tangguhan yaitu beban yang timbul akibat perbedaan waktu

antara laba akuntansi dengan laba fiskal (laba yang digunakan sebagai dasar

perhitungan pajak). Menurut Philips, dkk (2003) beban pajak tangguhan adalah

beban yang timbul akibat perbedaan temporer antara laba akuntansi (yaitu laba

dalam laporan keuangan untuk kepentingan pihak eksternal) dengan laba fiskal

(laba yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak).

Perhitungan beban pajak tangguhan mengacu pada penelitian Fitriany

(2016) yaitu menggunakan indikator rasio beban pajak tangguhan dengan total

aktiva atau total aset/aktiva.

Beban Pajak Tangguhan = Beban Pajak Tangguhan periode t


Total Aset periodet-1

Sumber: Fitriany (2016)

3.4.2.2 Aktiva Pajak Tangguhan (X2)


Aktiva pajak tangguhan adalah jumlah penghasilan yang dapat

terpulihkan di periode yang akan datang dengan melihat di dalam aktiva tidak

lancar. Aktiva pajak tangguhan adalah saldo akun di neraca sebagai manfaat pajak

yang jumlahnya merupakan jumlah estimasi yang akan dipulihkan dalam periode

yang akan datang sebagai akibat adanya perbedaan sementara antara standar
42

akuntansi keuangan dengan peraturan perpajakan dan akibat adanya saldo

kerugian yang dapat dikompensasi pada periode mendatang (IAI, 2013).

Dalam penelitian ini aktiva pajak tangguhan sebagai variabel bebas yang

diukur dengan perubahan nilai aktiva pajak tangguhan pada periode t dengan t-1

dibagi dengan nilai aktiva pajak tangguhan pada akhir periode t. Perhitungan

aktiva pajak tangguhan ini dilihat dari penelittian Fitriany (2016).

APTit= aktivapajak tangguhant-1/aktiva pajak tangguhan t

Sumber: Fitriany (2016)

3.4.2.3 Akrual (X3)


Akrual adalah suatu kegiatan akuntansi yang terjadi antara transaksi

pengeluaran atau penerimaan kas diakui, di sajikan dalam laporan keuangan tanpa

melihat masa kas diterima atau dibayarkan. Teknik akuntansi berbasis akrual

diyakini dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih dapat dipercaya, lebih

akurat dan relevan untuk pengambilan keputusan ekuitas (Elingga, 2008). Akrual

tidak tergantung kapan penghasilan diterima dan kapan biaya dilunasi. Dengan

pendekatan ini, mengakui pendapatan ketika dihasilkan dan mengakui beban pada

periode terjadinya, tanpa memperhatikan waktu penerimaan atau pembayaran kas.

Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut

posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang

bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomis

(IAI, 2013). Model akrual menurut Belkaoui (2013), yang digunakan untuk

menghitung total akrual adalah sebagai berikut:


43

TAit = NIit - CFOit


total assetst-1
Sumber: Sumbari (2017)

Keterangan:

TAit = Total akrual perusahaan i untuk tahun t

NIit = Laba bersih perusahaan I untuk tahun t

CFOit = Arus kas operasi perusahaan i untuk tahun t.

Perekayasaan menaikan atau menurunkan akrual antara lain dapat dilakukan

dengan cara mempercepat pendapatan atau mempercepat beban. Perekayasaan

laba tersebut termasuk salah satu praktek manajemen laba atau earnings

management melalui perekayasaan akrual.

Table 3.3
Defenisi Operasional Variabel
Nama
No Defenisi operasional Indikator Skala
variabel
1. Manajemen Manajemen laba SEC = NetIncomet-1 Rasio
Laba merupakan upaya yang MVEt-1
dilakukan pihak
manajemen untuk Ket:
melakukan intervensi Scaled Earning
dalam penyusunan Change =
laporan keuangan Manajemen laba
dengan tujuan untuk Net income =
menguntungkan dirinya Pendapatan bersih
sendiri, yaitu pihak MVEit = Saham yang
perusahaan yang Beredar x Harga
terkait. Saham
2. Beban pajak Beban pajak tangguhan BPT = BPTt Rasio
tangguhan adalah beban yang T.Asett-1
timbul akibat perbedaan
waktu antara laba Ket:
akuntansi dengan laba beban pajak
fiskal ( laba yang tangguhan periode
digunakan sebagai berjalan dibagi total
dasar perhitungan aset periode
44

pajak). sebelumnya
3. Aktiva Aktiva pajak tangguhan APTt- = aktivapajak Rasio
pajak adalah saldo akun di tangguhant-1/aktiva
tangguhan neraca sebagai manfaat pajak tangguhant
pajak yang jumlahnya
merupakan jumlah Ket:
estimasi yang akan nilai aktiva pajak
dipulihkan dalam tangguhan pada
periode yang akan periode t dengan t-1
datang sebagai akibat dibagi dengan nilai
adanya perbedaan aktiva pajak
sementara antara tangguhan pada akhir
standar akuntansi periode t
keuangan dengan
peraturan perpajakan
dan akibat adanya saldo
kerugian yang dapat
dikompensasi pada
periode mendatang
(IAI, 2013).
4. Akrual Akrual adalah suatu TAit = NIit - CFOit Rasio
kegiatan akuntansi yang total assetst-1
terjadi antara transaksi
pengeluaran atau Ket:
penerimaan kas diakui, TAt = Total akrual
di sajikan dalam perusahaan i untuk
laporan keuangan tanpa tahun t
melihat masa kas NIt = Laba bersih
diterima atau perusahaan I untuk
dibayarkan. Teknik tahun t
akuntansi berbasis CFOit = Arus kas
akrual diyakini dapat operasi perusahaan
menghasilkan laporan untuk tahun t.
keuangan yang lebih Total asett-1
dapat dipercaya, lebih
akurat dan relevan
untuk pengambilan
keputusan ekuitas
(Elingga, 2008:52).
Sumber: Data diolah 2019
45

3.5 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data merupakan tahapan proses penelitian dimana data yang

sudah dikumpulkan untuk diolah dalam rangka menjawab rumusan masalah atau

menguji hipotesis dalam suatu penelitian (Sugiyono, 2015). Dalam penelitian ini

menerapkan metode analisis regresi linear berganda. Analisis regresi ini bertujuan

guna memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai hubungan antara

variabel independen dan variabel dependen untuk kinerja pada masing-masing

perusahaan baik secara parsial maupun simultan. Analisis regresi ini

mensyaratkan untuk melakukan uji asumsi klasik yang berguna untuk

mendapatkan hasil yang optimal.

3.5.1 Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan

atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau

populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan

yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2016).

Penelitian ini menggunakan analisis statistik deskriptif untuk memberikan

gambaran distribusi data dan perilaku sampel yang dilihat dari nilai rata-rata

(mean), standar deviasi, maksimum, dan minimum (Ghozali, 2016). Uji

pengelolaan data dalam penelitian ini menggunakan SPSS versi 20. Ukuran yang

digunakan dalam deskripsi ini adalah pada perusahaan di Bursa Efek Indonesia

pada tahun 2016-2018.


46

3.5.2 Uji Asumsi Klasik


Menurut Ansofino (2016), uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik

yang harus dipenuhi pada analisis regresi linear berganda yang berbasis

ordinaryleast square (OLS). Terdapat empat uji asumsi klasik yang harus

dilakukan terhadap suatu model regresi linear berganda sebelum dilakukan

pengujian hipotesis, maka dilakukan uji asumsi klasik terdiri dari sebagai berikut:

3.5.2.1 Uji Normalitas


Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang

dibentuk dari variabel terikat dan bebas mempunyai distribusi normal atau tidak.

Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati

normal. Dalam melakukan uji normalitas dapat dilakukan dengan uji histogram,

uji normal P Plot, uji Chi Square, Skewness dan Kurtosis atau uji Kolmogrov-

Smirnov. Dalam penelitian ini menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov. Jika hasil

Kolmogrov-Smirnov (K-S) menunjukkan nilai signifikan diatas 0,05, maka data

residual terdistribusi dengan normal. Sedangkan jika dibawah 0,05, maka data

residual tersebut tidak normal (Ghozali, 2016).

3.5.2.2 Uji Autokorelasi


Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan

antar residu, karena autokorelasi seringkali terjadi ketika data dikumpulkan

selama suatu periode tertentu.Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah

dalam suatu model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan penggunaan

periode satu dengan kesalahan periodet-1(tahun sebelumnya) (Ghozali, 2013).


47

Terjadinya hubungan atau korelasi antara data menurut waktu dan ruang

menyebabkan uji f dan uji t menjadi tidak akurat yang akhirnya menghasilkan

analisis regresi tidak lagi efisien dan varian tidak lagi maksimum.

Oleh karena itu, untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi

digunakan metode Durbin-Watson. Uji Durbin Watson (DW-test) hanya

digunakan untuk autokorelasi tingkat satu dan mensyaratkan adanya konstanta

dalam model regresi dan tidak ada variabel diantara variabel independen (Imam

Ghozali, 2011). Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi dilihat pada

Tabel 3.4.

Tabel 3.4.
Dasar pengambilan keputusan uji autokorelasi1
Hipotesis nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi positif Ditolak 0<d<dl
Tidak ada autokorelasi positif No decision dl≤d≤du
Tidak ada autokorelasi negatif Ditolak 4-dl<d<4
Tidak ada autokorelasi negatif No decision 4-du≤d≤4-dl
Tidak ada autokorelasi positif atau Tidak ditolak Du<d<4-du
negatif
Sumber: Imam ghozali (2011)

3.5.2.3 Uji Multikolinieritas


Uji multikolinearitas berfungsi untuk mengetahui adanya hubungan atau

korelasi antar masing-masing variabel dalam penelitian ini (Ghozali, 2012).

Multikolinearitas terjadi jika terdapat hubungan linier yang tinggi antara

independen variabel, maka standard error koefisien regresi akan semakin besar

dan mengakibatkan confidence interval untuk pendugaan parameter semakin

lebar, dengan demikian terbuka kemungkinan terjadi kekeliruan dalam

penerimaan atau tidak diterimanya sebuah hipotesis.


48

Penggunaan uji Multikolinieritas dapat dilakukan dengan cara

meregresikan model analisis dan melakukan uji korelasi antara independen

variabel dengan menggunakan Tolerance value / variance inflation factor (VIF).

Adapun batasan yang digunakan dalam mengetahui tingkat kolinieritas adalah:

1. Jika VIF lebih dari 5 dan tolerance value kurang dari 0,05 maka

terdapat korelasi yang terlalu besar diantar salah satu variabel independen

dengan variabel independen yang lain (terjadi multikolinearitas).

2. Jika VIF kurang dari 5 dan tolerance value lebih dari 0,05 maka tidak

terdapat korelasi yang terlalu besar diantara salah satu variabel independen

dengan variabel independen yang lain (tidak terjadi multikolinearitas)

(Irwhantoko dan Basuki, 2016).

3.5.2.4 Uji Heteroskedastisitas


Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah terjadi

ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain

dalam model regresi. Model regresi yang baik adalah jika variance dari residual

satu pengamatan ke pengamatan lain berbeda (heteroskedastisitas). Uji statistik

yang dapat digunakan dalam menguji heteroskedastisitas adalah uji Glejser, uji

Park atau uji White.

Dalam penelitian ini untuk meguji heteroskedastisitas digunakan uji

glejser, yaitu dengan menguji tingkat signifikan. Pengujian ini dilakukan dengan

meregresi variabel (X) sebagai variabel independen dengan nilai

absolutunstandardizer residual regresi sebagai variabel dependen. Apabila hasil


49

uji diatas level signifikan (p>0,05) berarti tidak terdapat heteroskedastisitas,

namun apabila dibawah level signifikan (p<0,05) maka mengalami

heteroskedastisitas (Ghozali, 2016).

3.6 Metode Analisis Data


3.6.1 Analisis Regregi Linier Berganda

Metode yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah metode

kuantitatif dan dalam penelitian ini adalah model regresi linear berganda, yaitu

untuk menganalisis pengaruh variabel dependen (bebas) terhadap variabel

dependen (terikat). Adapun persamaan regresi dapat diformulasikan sebagai

berikut:

Y = α + 𝑏1 𝑋1 + 𝑏2 𝑋2 + 𝑏3 𝑋3 + 𝑒

Keterangan:
Y = Manajemen Laba
a = Harga Konstanta
𝑏1 , 𝑏2 , 𝑏3 , 𝑏4 , 𝑏5 = Koefisien Regresi
𝑋1 = Variabel Independen Pertama (BPT)
𝑋2 = Variabel Independen Kedua(APT)
X3 = Variabel Independen Ketiga (Akrual)
e = Eror atau Pengaruh Luar

3.7 Pengujian Hipotesis Penelitian


3.7.1 Uji Signifikansi Pengaruh Parsial Atau Statistik t

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu

variabel independen secara terpisah dalam menerangkan variabel dependen


50

(Ghozali, 2013). Untuk melihat ada tidaknya pengaruh dapat ditentukan dengan

melihat tingkat signifikan 0,05. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini

adalah:

H0 Variabel bebas tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap


variabel terikat
Ha Variabel bebas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel
terikat
Adapun kriteria yang diterapkan dalam uji t ini adalah sebagai berikut :

1. Jika tingkat signifikan <𝛼 = 0,05 maka tersedia bukti yang cukup untuk

menerima hipotesis H1, H2, H3. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

Beban Pajak Tangguhan, Aktiva Pajak Tangguhan dan Akrual

berpengaruh terhadap Manajemen Laba

2. Jika tingkat signifikan >𝛼 = 0,05 maka hipotesis H1, H2, H3 ditolak.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Beban Pajak Tangguhan, Aktiva

Pajak Tangguhan dan Akrual tidak berpengaruh terhadap Manajemen

Laba.

3.7.2 Uji Statistika f Atau Ketepatan Model(Simultan)


Uji F menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukan

dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama atau simultan terhadap

variabel dependen (Ghozali, 2013). Dalam penelitian ini, hipotesis yang

digunakan adalah:

Ho Variabel bebas tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap


variabel terikat
Ha Variabel bebas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel
terikat
51

Apabila signifikansi > 0,05 (5%) maka hipotesis ditolak. Hal tersebut berarti

variabel independen secara bersama-sama (simultan) tidak mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap variabel dependen.Namun apabila signifikansi < 0,05

(5%) maka hipotesis tidak ditolak. Hal ini berarti variabel independen secara

bersama-sama (simultan) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel

dependen.

3.7.3 Uji Koefesien Determinan (R2)


Menurut Ghozali (2009), koefesien determinasi (R2) pada intinya digunakan

guna untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan

variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu.

Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variasi

variabel terikat amat terbatas. Begitu pula sebaliknya, nilai yang mendekati satu

berarti variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan

untuk memprediksi variasi variabel terikat.

Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bisa

terhadap jumlah variabel bebas yang dimasukkan kedalam model. Setiap

tambahan satu variabel bebas, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah

variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Oleh

karena itu, banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai adjusted R2

pada saat mengevaluasi mana model regresi yang terbaik. Tidak seperti R2, nilai

adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan

kedalam model.
52

KEPUSTAKAAN

Aditama, Ferry., & Anna Purwaningsih. (2014). Pengaruh Perencanaan pajak


terhadap Manajemen Laba pada perusahaan Manufaktur yang
terdftar di Bursa Efek Indonesia. Modus Vol. 26.
Astutik, Ratna., Eka Puji. (2016). Pengaruh Perencanaan Pajak Dan Beban
Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Ilmu Dan Riset
Akuntansi Vol. 5, Nomor 3, September 2019.ISSN:2460-0585
Asih dan Gundono. (2000). Hubungan Tindakan Perataan Laba Dengan
Reaksi Pasar Atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan Yang
Terdaftar Di BEJ. Jurnal riset akuntansi indonesia. Vol. 3. No. 1
September 2019.
Resmi, Siti. (2016). Perpajakan teori dan kasus. Edisi 9. Buku 1. Salemba
Empat

Arif Rachmad, Hakim. (2015) Pengaruh Aktiva Tetap Pajak Tangguhan Dan
Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Ilmu Dan
Riset Akuntansi, Vol. 4 No. 7

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta.

Kasmir. (2011). Analisis Laporan Keuangan. Bandung: Alfa Beta.

Djamaluddin, Subekti. 2008. Analisis Perbedaan Antara Laba Akuntansi dan


Laba Fiskal Terhadap Persistensi Laba, Akrual, dan Aliran Kas
pada Perusahaan Perbankan. September 2019.

Djamaluddin, Subekti. (2013). Analisis Perbedaan Antara Alaba Akuntansi


Dan Laba Fiskal Terhadap Akrual, Dan Aliran Kas Pada Perusahaan
Perbankan Yang Terdaftar Di BEI. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia.
Vol. 11, No. 1 September 2019.

Pratiwi. (2019). Ilustrasi Pesawat Garuda Indonesia. CNN Indonesia. 24 April


2019

Perwita, dkk. (2015). Analisis Beban Pajak Tangguhan, Aktiva Pajak


Tangguhan Dan Akrual Sebagai Prediktor Manajemen Laba Pada
Perusahaan Yang Terdaftar Di BEI Periode 2009-2013. Jurnal
akuntansi dan keuangan 2015. Universitas Sahid Surakarta
53

Desy Anggraeni. (2014). Analisis Beban Pajak Tangguhan, Beban Pajak Kini,
Akrual Dan Manipulasi Aktivitas Rill Dalam Mendeteksi Manajemen
Laba. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan. FE Universitas Budi Luhur. Vol,
3 No. 1 April 2014. ISSN: 2252 7141

Widiastuti dan Chusniah. (2011). Analisis Aktiva Pajak Tangguhan Dan


Discretionary Accrual Sebagai Prediktor Manajemen Laba Pada
Perusahaan Yang Terdaftar Di BEI. Vol IX. No 1, September 2019

Fitriany. (2016). Pengaruh Aset Pajak Tangguhan, Beban Pajak Tangguhan


Dan Perencanaan Pajak Terhadap Manajemen Laba Pada
Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI 2011-2013.
Universitas Riau. Fakultas ekonomi. Vol 3 No 1, Juni 2019

Sumbari, dkk. (2017). Analisis Beban Pajak Tangguhan Dan Akrual Dalam
Mendeteksi Manajemen Laba. Konfersi ilmiah akuntansi IV. Universitas
Pancasila. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. ISBN: 978-602-70083-4-2

Harnanto. (2013). Akuntansi Perpajakan. Yogjakarta. Jurnal Hidayat Achmad.


(2018). Analisis Pengaruh Beban Pajak Kini Dan Pajak Tangguhan
Terhadap Laba Bersih Pada Perusahaan Agribisnis Yang Terdaftar di
BEI. Vol, 2 No. 1 Mei 2018

Irsan Lubis dan Suryani. (2018). Pengaruh Tax Planning, Beban Pajak
Tangguhan Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba
Pada Perusaaan Industri Barang Konsumsi Pada Di BEI 2012-2016.
Jurnal akuntansi dan keuangan. FEB Universitas Budi Luhur. Vol. 7 No
1, Juni 2018. ISSN: 2252 7141

Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.


Semarang: Universitas Diponegoro.

Ghozali, Imam. (2010). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.


Cetakan Keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Ghozali, Imam. (2016). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS


. Semarang : UNDIP.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.


Alfabeta: Bandung.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Alfabeta: Bandung.
________. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Alfabeta: Bandung.
54

________. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.


Alfabeta: Bandung.
Jogiyanto, Hartono. (2013). Teori Portofolio dan Analisis Investasi. BPFE
Yogyakarta. Edisi Kedelapan: Yogyakarta.

Bursa Efek Indonesia. www.idx.co.id. Diakses 12 september 2019.

Ikatan Akuntansi Indonesia. (2013). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan


Nomor 46 Akuntansi Pajak Penghasilan. Jakarta :IkatanAkuntansi
Indonesia.

Philips, Pincusdan S.O. Rego. (2003). Earnings Management : New Evidence


Based on Deferred Tax Expense. The Accounting Review. No. 78.

Yulianti, 2005. Kemampuan Beban Pajak Tangguhan dalam Memprediksi


Manajemen Laba. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia.Vol. 2, No.
1, September 2019

Purba, Marini. 2008. Akuntansi Pajak Penghasilan Bab 15. Jakarta; Andaes
Graha Ilmu

Prasetya dan Gayatri. (2016). Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap


Manajemen Laba dengan Pengungkapan Corporate Social
Responsibility sebegai Variabel Intervening. E-Jurnal Akuntansi
Universitas Udayana Vol. 14.1 September 2019:511-538. ISSN: 2303-
1018.

Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia Buku II. Salemba Empat: Jakarta. 15


September 2019
55

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1.

Populasi Perusahaan Manufaktur 2016-2018

NO KODE NAMA PERUSAHAAN


1 INTP Indocement Tunggal Prakasa Tbk
2 SMBR Semen Baturaja Persero Tbk
3 SMCB Holcim Indonesia Tbk
4 SMGR Semen Indonesia Tbk
5 WTON Wijaya Karya Beton Tbk
6 WSBP Waskita Beton Precast Tbk
7 AMFG Asahimas Flat Glass Tbk
8 ARNA Arwana Citra Mulia Tbk
9 CAKK Cahayaputra Asa Keramik Tbk
10 IKAI Inti Keramik Alam Asri Industri Tbk
11 KIAS Keramik Indonesia Assosiasi Tbk
12 MARK Mark Dynamics Indonesia Tbk
13 MLIA Mulia Industrindo Tbk
14 TOTO Surya Toto Indonesia Tbk
15 ALKA Alaska Industrindo Tbk
16 ALMI Alumindo Light Metal Industry Tbk
17 BAJA Saranacentral Bajatama Tbk
18 BTON Beton Jaya Manunggal Tbk
19 CTBN Citra Turbindo Tbk
20 GDST Gunawan Dianjaya Steel Tbk
21 INAI Indal Aluminium Industry Tbk
22 ISSP Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk
23 JKSW Jakarta Kyoei Steel Work LTD Tbk
24 JPRS Jaya Pari Steel Tbk
25 KRAS Krakatau Steel Tbk
26 LION Lion Metal Works Tbk
27 LMSH Lionmesh Prima Tbk
28 NIKL Pelat Timah Nusantara Tbk
29 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk
30 TBMS Tembaga Mulia Semanan Tbk
31 AGII Aneka Gas Industri Tbk
56

32 BRPT Barito Pasific Tbk


33 BUDI Budi Starch and Sweetener Tbk
34 DPNS Duta Pertiwi Nusantara
35 EKAD Ekadharma International Tbk
36 ETWA Eterindo Wahanatama Tbk
37 INCI Intan Wijaya International Tbk
38 MDKI Emdeki Utama Tbk
39 SRSN Indo Acitama Tbk
40 TPIA Chandra Asri Petrochemical
41 UNIC Unggul Indah Cahaya Tbk
42 AKKU Alam Karya Unggul Tbk
43 AKPI Argha Karya Prima Industry Tbk
44 APLI Asiaplast Industries Tbk
45 BRNA Berlina Tbk
46 FPNI Lotte Chemical Titan Tbk
47 IGAR Champion Pasific Indonesia Tbk
48 IMPC Impack Pratama Industri
49 IPOL Indopoly Swakarsa Industry Tbk
50 PBID Panca Budi Idaman Tbk
51 SIAP Sekawan Intipratama Tbk
52 SIMA Siwani Makmur Tbk
53 TALF Tunas Alfin Tbk
54 TRST Trias Sentosa Tbk
55 YPAS Yana Prima Hasta Persada Tbk
56 CPIN Charoen Pokphand Indonesia Tbk
57 JPFA Japfa Comfeed Indonesia Tbk
58 MAIN Malindo Feedmill Tbk
59 SIPD Siearad Produce Tbk
60 SULI SLJ Global Tbk
61 TIRT Tirta Mahakam Resources Tbk
62 ALDO Alkindo Naratama Tbk
63 DAJK Dwi Aneka Jaya Kemasindo Tbk
64 FASW Fajar Surya Wisesa Tbk
65 INKP Indah Kiat Pulp & paper Tbk
66 INRU Toba Pulp Lestari Tbk
67 KBRI Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk
68 KDSI Kedaung Setia Industrial Tbk
69 SPMA Suparma Tbk
70 TKIM Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk
57

71 AMIN Ateliers Mecaniques D'Indonesie Tbk


72 GMFI Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk
73 KRAH Grand Kartech Tbk
74 ASII Astra International Tbk
75 AUTO Astra Auto Part Tbk
76 BOLT Garuda Metalindo Tbk
77 BRAM Indo Kordsa Tbk d.h Branta Mulia Tbk
78 GDYR Goodyear Indonesia Tbk
79 GJTL Gajah Tunggal Tbk
80 IMAS Indomobil Sukses International Tbk
81 INDS Indospring Tbk
82 LPIN Multi Prima Sejahtera Tbk
83 MASA Multistrada Arah Sarana Tbk
84 NIPS Nippres Tbk
85 PRAS Prima alloy steel Universal Tbk
86 SMSM Selamat Sempurna Tbk
87 ADMG Polychem Indonesia Tbk
88 ARGO Argo Pantes Tbk
89 BELL Trisula Textile Industries Tbk
90 CNTX Centex Tbk
91 ERTX Eratex Djaya Tbk
92 ESTI Ever Shine Textile Industry Tbk
93 HDTX Panasia Indo Resources Tbk
94 INDR Indo Rama Synthetic Tbk
95 MYTX Apac Citra Centertex Tbk
96 PBRX Pan Brothers Tbk
97 POLY Asia Pasific Fibers Tbk
98 RICY Ricky Putra Globalindo Tbk
99 STAR Star Petrochem Tbk
100 TFCO Tifico Fiber Indonesia Tbk
101 SRIL Sri Rejeki Isman Tbk
102 SSTM Sunson Textile Manufacturer Tbk
103 TRIS Trisula International Tbk
104 UNIT Nusantara Inti Corpora Tbk
105 BATA Sepatu Bata Tbk
106 BIMA Primarindo Asia Infrastructure Tbk
107 IKBI Sumi Indo Kabel Tbk
108 JECC Jembo Cable Company Tbk
109 KBLI KMI Wire and Cable Tbk
58

110 KBLM Kabelindo Murni Tbk


111 SCCO Supreme Cable Manufacturing and Commerce Tbk
112 VOKS Voksel Electric Tbk
113 AISA Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
114 ALTO Tri Banyan Tirta Tbk
115 CAMP Campina Ice Cream Industry Tbk
116 CEKA Cahaya Kalbar Tbk
117 CLEO Sariguna Primatirta Tbk
118 DLTA Delta Djakarta Tbk
119 ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
120 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk
121 MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk
122 MYOR Mayora Indah Tbk
123 PCAR Prima Cakrawala Abadi Tbk
124 PSDN Prashida Aneka Niaga Tbk
125 ROTI Nippon Indosari Corporindo Tbk
126 SKBM Sekar Bumi Tbk
127 SKLT Sekar Laut Tbk
128 STTP Siantar Top Tbk
129 ULTJ Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk
130 GGRM Gudang Garam Tbk
131 HMSP Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk
132 RMBA Bentoel International Investama Tbk
133 WIIM Wismilak Inti Makmur Tbk
134 DVLA Darya Varia Laboratoria Tbk
135 INAF Indofarma Tbk
136 KAEF Kimia Farma Tbk
137 KLBF Kalbe Farma Tbk
138 MERK Merck Tbk
139 PEHA Phapros Tbk
140 PYFA Pyridam Farma Tbk
141 SCPI Schering Plough Indonesia Tbk
142 SIDO Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk
143 TSPC Tempo Scan Pasific Tbk
144 ADES Akasha Wira International Tbk
145 KINO Kino Indonesia Tbk
146 MBTO Martina Berto Tbk
147 MRAT Mustika Ratu Tbk
148 TCID Mandom Indonesia Tbk
59

149 UNVR Unilever Indonesia Tbk


150 CINT Chitose Internasional Tbk
151 KICI Kedaung Indag Can Tbk
152 LMPI Langgeng Makmur Industry Tbk
153 WOOD Integra Indocabinet Tbk
154 HRTA Hartadinata Abadi Tbk
155 SOBI
156 SQBB
157 DAJK
158 JPRS
159 PANI
160 CAKK
161 ZONE
162 PTSN
163
164
165
166
167
168

Anda mungkin juga menyukai