Anda di halaman 1dari 23

PROGRAM “GERAKAN JENEPONTO GAMMARA BEBAS

TUBERKULOSIS”
(RANCANGAN KABUPATEN SEHAT)

OLEH:
NUR AKBAR
1606947572

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN KOMUNITAS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
MEI, 2017

1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan kesehatan merupakan salah satu dari tujuan pembangunan Nasional.
Sejatinya, pembangunan kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya dengan harapan sebagai investasi nantinya bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis
(Kemenkes, 2015).

Untuk mencapai keberhasilan tersebut perlu kerjasama antar program dan lintas sektor
masyarakat, serta kesinambungan dengan upaya-upaya yang telah dilaksanakan
sebelumnya. Salah satu upaya tersebut adalah dengan penyelenggaraan kota/kabupaten
sehat yang sudah di sahkan sejak tahun 2005 melalui surat keputusan bersama antara
menteri dalam negeri dan menteri kesehatan. Kabupaten/Kota Sehat adalah suatu kondisi
kabupaten/kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduk, yang
dicapai melalui terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dan kegiatan yang
terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah daerah (Kemenkes, 2005).

Salah satu masalah kesehatan yang masih menjadi masalah global hingga saat ini adalah
Tuberkulosis. Badan Kesehatan Dunia melaporkan 9,6 juta orang jatuh sakit dengan TB
dan 1,5 juta meninggal akibat penyakit ini. Lebih dari 95% kematian akibat TB terjadi di
negara berpenghasilan rendah dan menengah, dan menjadi salah satu dari lima besar
penyebab kematian bagi perempuan berusia 15 sampai 44 tahun. Indonesia menempati
posisi kedua di dunia dengan insidensi 1 juta kasus baru TB setiap tahun (WHO, 2016).
Salah satu provinsi dengan prevalensi TB yang cukup tinggi adalah Sulawesi Selatan.
Berdasarkan Riskesdas pada tahun 2013, terdapat 63.958 kasus baru TB yang
menempatkan Sulawesi Selatan urutan ketiga prevalensi tertinggi di Indonesia setelah
NTT dan Papua (Kemenkes, 2013).

2
Universitas Indonesia
Jeneponto adalah salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan dengan prevalensi TB yang
cukup tinggi. Pada tahun 2014, keseluruhan kasus TB BTA positif sebanyak 548 kasus
dengan angka kesembuhan dan pengobatan lengkap sebanyak 325 orang. Di tahun 2015
keseluruhan kasus TB BTA positif Sebanyak 463 kasus dengan angka kesembuhan dan
pengobatan lengkap hanya 164 orang (Dinkes Jeneponto, 2016). Walaupun terjadi
penurunan kasus dalam periode 2014-2015, diperkirakan kasus TB yang tidak berobat
masih lebih banyak lagi karena upaya yang dilakukan masih bersifat pasif.

Program penanggulangan TB di Indonesia sudah dimulai dari sejak zaman penjajahan


Belanda (Kemenkes, 2011). Saat ini program penanggulangan TB ditetapkan melalui
peraturan menteri kesehatan Indonesia nomor 67 tahun 2016 setelah mencabut peraturan
sebelumnya yaitu Kepmenkes no.364/Menkes/Sk/V/2009. Program penanggulangan TB
diselenggarakan secara terpadu, komprehensif dan berkesinambungan dengan target
program yaitu eliminasi pada tahun 2035 dan Indonesia bebas TB tahun 2050 (Kemenkes,
2016).

Pemeriksaan dan pengobatan TB saat ini masih gratis dengan pembiayaan dari Global
Fund. Untuk 1 orang dengan TB biasa ditanggung sekitar 2 juta, TB MDR sekitar 110
juta dan TB XDR sekitar 160 juta. Walaupun demikian tetap perlu upaya serius secara
bersama-sama dari semua pihak (pemerintah, swasta, masyarakat) untuk melakukan
upaya pencegahan secara komprehensif untuk menghindari dampak yang lebih besar di
kemudian hari seperti penghentian dana dari Global Fund yang tentunya akan
meningkatkan beban pemerintah dalam menalangi seluruh pembiayaan TB yang sangat
besar.

Berdasarkan data yang dikemukakan maka perlu suatu perencanaan yang dapat
mengurangi prevalensi TB. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah pengembangan
rancangan kabupaten sehat yang salah satu indikatornya adalah menurunkan angka TB.
Rancangan kabupaten sehat ini dinamakan “Gerakan Jeneponto Gammara Bebas TB”
yang disesuaikan dengan tagline kabupaten Jeneponto yaitu “Jeneponto Gammara” yang
tujuannya agar seluruh sendi dan sisi kehidupan di Jeneponto menjadi lebih baik.

3
Universitas Indonesia
Rancangan kabupaten sehat “Gerakan Jeneponto Gammara Bebas TB” ini akan
menggunakan beberapa teori sebagi sumber dalam pengembangannya. Untuk pengkajian
akan menggunakan pendekatan community as partner, kemudian dalam perencanaan
rancangan kota sehat menggunakan model perencanaan model McLaughin, untuk
implementasi menggunakan pendekatan Strategi Chin dan Benne dan untuk evaluasi akan
menggunakan model CIPP (Ervin, 2002).

1.2 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Menyusun rancangan kabupaten sehat dengan program “Gerakan Jeneponto
Gammara Bebas Tuberkulosis”
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.3 Menjelaskan tentang konsep kabupaten sehat
1.3.4 Menjelaskan tentang konsep Keperawatan Komunitas
1.3.5 Menjelaskan situasi Tuberkulosis di kabupaten Jeneponto dengan menggunakan
pendekatan pengkajian community as partner
1.3.6 Menjelaskan perencanaan kabupaten sehat dengan program “Gerakan Jeneponto
Gammara Bebas TB” dengan pendekatan model McLaughin
1.3.7 Menjelaskan pendekatan implementasi program “Gerakan Jeneponto Gammara
Bebas TB” dengan strategi Chin dan Benne
1.3.8 Menjelaskan pendekatan evaluasi program “Gerakan Jeneponto Gammara Bebas
TB” dengan Model Evaluasi CIPP

4
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Kota/Kabupaten Sehat


2.1.1 Definisi Kota Sehat
World Health Organisation (WHO) pada tahun 1986 memperkenalkan proyek kota sehat
pertama kali di wilayah Eropa dengan prinsip health for all (HFA) (WHO, 1997). WHO
(2017) mendefinisikan kota sehat sebagai kota yang terus menciptakan dan memperbaiki
lingkungan fisik dan sosialnya dan memperluas sumber daya masyarakat yang
memungkinkan orang saling mendukung dalam menjalankan semua fungsi kehidupan
dan mengembangkan potensi maksimalnya. Hal ini senada menurut Edwards dan Agis
(2008) yang mendefinisikan kota sehat sebagai kota yang aktif menciptakan dan
mengembangkan peluang agar seluruh warganya aktif secara fisik dalam kehidupan
sehari-hari.

Di Indonesia, definisi kota sehat ditegaskan dalam peraturan bersama mentri dalam negeri
dan mentri kesehatan nomor 34 tahun 2005 bahwa kabupaten/kota Sehat adalah suatu
kondisi kabupaten/kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduk,
yang dicapai melalui terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dan kegiatan yang
terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah daerah.
2.1.2 Pendekatan Kabupaten/Kota Sehat
Pendekatan kabupaten/kota sehat adalah menempatkan kesehatan sebagai agenda politik
dan sosial tertinggi di kota-kota dan untuk membangun gerakan yang kuat untuk
kesehatan masyarakat di tingkat local dengan menekankan keadilan, tata kelola
partisipatif dan solidaritas, kolaborasi dan tindakan lintas sektoral untuk mengatasi faktor-
faktor penentu kesehatan (WHO, 2017).

Pelaksanaan kota sehat adalah dengan mengenali faktor-faktor penentu kesehatan dan
kebutuhan untuk bekerja sama dalam kolaborasi di antara organisasi sektor publik,
swasta, sukarela dan organisasi masyarakat. Cara kerja dan pemikiran ini mencakup
dengan melibatkan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan, memerlukan

5
Universitas Indonesia
komitmen politik dan pengembangan organisasi dan masyarakat, dan mengakui proses
sama pentingnya dengan hasil (WHO, 2017).

2.2 Konsep Keperawatan Komunitas


Keperawatan Komunitas adalah kombinasi ilmu keperawatan dengan ilmu kesehatan
masyarakat yang diformulasikan untuk praktik komunitas dan populasi (Anderson &
McFarlane, 2011). Lebih lanjut menurut American Public Health Association, Public
Health Nursing Section (2013) keperawatan komunitas adalah praktik promosi dan
perlindungan kesehatan komunitas dengan menggunakan, pengetahuan keperawatan,
social dan ilmu kesehatan masyarakat.

Menurut Ervin (2002) proses keperawatan komunitas terbagi ke dalam 4 tahap yaitu
pengkajian komunitas, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang diseleksi dari 3
model keperawatan komunitas lanjutan yaitu model community as partner dari Anderson
dan McFarlan (2000), teori energy dari Helvie (1998) dan Integrative Model dari Laffrey
dan Kulbok (1999).
2.2.1 Pengkajian Komunitas
Pengkajian keperawatan komunitas digunakan untuk menilai status kesehatan suatu
komunitas atau populasi. Model pengkajian yang dapat digunakan adalah model
pengkajian community as partner dari Anderson & McFarlane yang menggambarkan
bahwa masyarakat terdiri dari core (inti) yang terdiri dari sejarah, demografi, etnis, nilai
dan kepercayaan, serta 8 sub sistem yaitu lingkungan fisik, pendidikan, keamanan dan
transportasi, pelayanan kesehatan dan sosial, komunikasi, rekreasi, ekonomi, politik dan
pemerintahan (Ervin, 2002).
2.2.2 Perencanaan Komunitas
Perencanaan komunitas digunakan untuk memproyeksikan kegiatan yang akan dilakukan
selanjutnya setelah melakukan pengkajian dan menetapkan diagnosa. Terdapat beberapa
model dalam perencanaan program salah satunya adalah McLaughlin Model of Health
Planning (Ervin, 2002). Model perencanaan McLaughlin adalah model perencanaan
kesehatan yang berdasarkan health belief model dan konsep Intentionality, termasuk
kekuatan kepercayaan dan sikap kelompok.

6
Universitas Indonesia
Terdapat 3 level pencegahan dalam model McLaughin yaitu pencegahan primer dengan
upaya promosi kesehatan (health promotion), pencegahan sekunder yaitu supervisi
kesehatan, deteksi dini, perlindungan kesehatan (health supervision & early detection,
disease avoidance & health protection), dan pencegahan tersier yaitu control penyakit
dan monitoring (disease control and monitoring) (Ervin, 2002).
2.2.3 Implementasi Komunitas
Implementasi komunitas digunakan berdasarkan perencanaan yang telah dilakukan
sebelumnya. Terdapat beberapa model pendekatan dalam implementasi keperawatan
komunitas salah satunya adalah strategi Chin dan Benne. Strategi dari Chin dan benne
untuk merubah dan asumsi yang dilihat dari setiap dasar yang digunakan. Terdapat 3
strategi Chin dan Benne yaitu rasional-empirikal (rational-empirical), normative-
reeducative, atau kekuatan yang koersif (power-coercive) (Ervin, 2002).
2.2.4 Evaluasi Komunitas
Evaluasi komunitas digunakan untuk mengetahui pencapaian tujuan program yang telah
diimplementasikan. Selanjutnya, hasil evaluasi program digunakan sebagai dasar untuk
melaksanakan kegiatan tindak lanjut atau untuk melakukan pengambilan keputusan
berikutnya. Terdapat sejumlah model evaluasi yang dapat digunakan salah satunya adalah
model evaluasi CIPP. Model evaluasi CIPP ini terdiri dari 4 komponen evaluasi yaitu
evalusi Context, evaluasi Input, evaluasi proses dan evaluasi produk (Ervin, 2002).

7
Universitas Indonesia
BAB 3
RANCANGAN PENGEMBANGAN KABUPATEN SEHAT

3.1 Pengkajian Berdasarkan Model Community as Partner


Untuk merancang sebuah rencana program khususnya kota/kabupaten sehat, maka
diperlukan sebuah pengkajian. Pengkajian community as partner terhadap rancangan
kabupaten sehat ini yaitu sebagai berikut:
3.1.1 Pengkajian Inti Komunitas
3.1.1.1 Sejarah
Jeneponto memiliki sejarah panjang hingga terbentuk menjadi suatu kabupaten sendiri di
Sulawesi Selatan. Kabupaten Jeneponto dahulunya adalah sebuah kerajaan dimana
masyarakatnya bersatu ikut berperang dalam perlawanan terhadap pemerintah kolonial
Belanda. Tanggal 1 Mei 1863, adalah bulan dimana Jeneponto menjalani masa-masa yang
sangat penting yaitu dilantiknya Karaeng Binamu, diangkat secara demokratis oleh
“Toddo Appaka” sebagai lembaga representatif masyarakat Turatea. Hingga sekarang
tanggal 1 mei dirayakan sebagai hari lahir kabupaten jeneponto (BPS Jeneponto, 2015).
3.1.1.2 Data Demografi
a) Umur
Berdasarkan informasi Badan Pusat Statistic Kabupaten Jeneponto (2015), angka usia
produktif (15-59 tahun) di kabupaten Jeneponto sebesar 62,21%. Jumlah lansia (>60
tahun) di kabupaten Jeneponto sebesar 8,76% dan bayi serta anak-anak (0-14 tahun)
sebesar 29,03%. Angka usia harapan hidup masyarakat Jeneponto yaitu 65,15 tahun
(BPS Jeneponto, 2015)
b) Jenis Kelamin
Total populasi di Jeneponto sebesar 351.006 jiwa dengan perbandingan wanita di
Jeneponto sebanyak 179.113 jiwa (51,45%) dan Pria sebanyak 164.023 jiwa (48,55%)
(BPS Jeneponto, 2015)

c) Suku Bangsa

8
Universitas Indonesia
Penduduk di Kabupaten jeneponto mayoritas bersuku Makassar. Budayawan
Mattulada (2011), menjelaskan bahwa orang Makassar berkarakter keras dan sangat
menjunjung tinggi kehormatan. Karakater keras tersebut bukan vandalism, anarkisme
atau merusak dan tindakan brutal lainnya. Keras yang dimaksud adalah tegas,
berbicara lugas, berterus terang dan bertanggung jawab. Di balik sikap keras itu, orang
Makassar sesungguhnya adalah orang yang ramah, sangat menghargai orang lain serta
menjunjung tinggi nilai kesetiakawanan.
d) Agama
Mayoritas penduduk Jeneponto beragama Islam dengan total 303.035 orang, Kristen
98 orang, katolik 13 orang dan hindu 3 orang (Kemenag, 2013).
e) Pekerjaan
Angka pekerja di jeneponto sebanyak 149.628 jiwa dengan pengangguran sebesar
2,77%. Mayoritas pekerjaan penduduk berada di sector pertanian dengan angka
51,80% (BPS Jeneponto, 2015).
f) Data Vital Statistik
Berdasarkan data dari bidang P2PL dinas kesehatan kabupaten Jeneponto, jumlah
penderita TB yang berobat (keseluruhan penderita baru pengobatan ulang) pada tahun
2014 sebesar 548 orang. Kemudian pada tahun 2015 jumlah kasus sebesar 463 orang.
Kasus TB di Kabupaten Jeneponto tahun 2014-2015
Indikator 2014 2015
Penderita baru 548 463
Sembuh 167 92
Pengobatan lengkap 158 72
Meninggal 37 31
Gagal 8 3
Default 156 57
3.1.1.3 Nilai dan Keyakinan (Tradisi)
Masyarakat Jeneponto menganut nilai lokal Siri na Pesse dan nilai-nilai spiritual agama
Islam sebagai falsafah hidup. Salah satu makna siri na pacce yang digunakan oleh
pemerintah kabupaten Jeneponto untuk menggambarkan masyarakatnya yaitu “A’bulo
sibatang, Accera sitong-tongka” yang berarti masyarakat jeneponto adalah masyarakat
yang saling satu rasa, saling bekerja sama dan sepenanggungan.

3.1.2 Pengkajian Sub Sistem

9
Universitas Indonesia
3.1.2.1 Lingkungan Fisik
Rumah sehat di kabupaten Jeneponto hanya sebesar 44,40%. Masih terdapat rumah yang
memiliki lantai tanah sebesar 3,35%. Salah satu indikator rumah sehat menurut WHO
adalah memiliki luas lantai perorang minimal 10 m2. Untuk di Jeneponto, rumah tinggal
yang memiliki luas lantai per kapita >10 m2 hanya 90,31%. Persentase keluarga dengan
air minum layak di kabupaten Jeneponto hanya sebesar 70,64%, kemudian untuk akses
sanitasi layak hanya sebesar 55,72% (BPS Jeneponto, 2015).
3.1.2.2 Pelayanan Kesehatan dan Sosial
Terdapat 19 Puskesmas di kabupaten Jeneponto dan 1 rumah sakit daerah. Secara
keseluruhan 19 Puskesmas. Semua Puskesmas telah melaksanakan DOTS dasar dan 1
rumah sakit sebagai pusat rujukan DOTS di kabupaten Jeneponto. Selain rumah sakit,
terdapat 3 puskesmas di kabupaten Jeneponto yang digunakan sebagai pusat rujukan
mikroskopis (PRM) dalam menentukan diagnosis TB di kabupaten Jeneponto yaitu
Puskesmas Bangkala, Puskesmas Tamalatea dan Puskesmas Binamu Kota. Di bawah
naungan program TB, Pelayanan TB bagi masyarakat digratiskan mulai dari pemeriksaan
hingga pengobatan (BPS Jeneponto, 2015). Dari 19 Puskesmas yang ada, hanya 4 petugas
program TB yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil dan hanya 2 orang petugas
program yang memiliki pendidikan S1 Ners.
3.1.2.3 Ekonomi
Upah Minimum Regional (UMR) yang ditetapkan oleh pemerintah kabupaten Jeneponto
adalah 65 ribu perhari. Kabupaten Jeneponto memiliki pertumbuhan ekonomi sebesar
7,42 persen selama periode 2011-2015. Mayoritas masyarakat Jeneponto bekerja sebagai
petani. Pada tahun 2015, peranan sektor pertanian terhadap perekonomian daerah
Jeneponto sekitar 51,80 persen. Tingginya peranan ini ditopang oleh sub-sektor pertanian,
peternakan, perburuan, dan jasa pertanian sebesar 41,67 persen (BPS Jeneponto, 2015).
3.1.2.4 Transportasi dan Keamanan
Pemerintah kabupaten Jeneponto menyediakan layanan brigade siaga 115 sebagai respon
cepat dalam memobilisasi orang sakit menuju pelayanan kesehatan. Pada tahun 2015,
rata-rata kejahatan di kabupaten Jeneponto mencapai 1,35% yang di dominasi di daerah
perkotaan (BPS Jeneponto, 2015).
3.1.2.5 Politik dan Pemerintahan

10
Universitas Indonesia
Pada tahun 2014, pemerintah kabupaten Jeneponto tidak mengalokasikan dana program
pencegahan dan penanggulangan penyakit menular (Dinkes Jeneponto, 2014). Di tahun
2016, pemerintah kabupaten Jeneponto menganggarkan insentif bagi petugas program TB
yang berasal dari APBD.
3.1.2.6 Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat Jeneponto masih rendah. Pada tahun 2015, penduduk
usia 15 tahun ke atas di Kabupaten Jeneponto yang menamatkan sekolah pada jenjang
pendidikan SMP ke atas hanya sebanyak 73,98 persen. Jika dilihat berdasarkan tingkat
pendidikan yang telah ditamatkan, secara umum masih ada 26,01 persen penduduk yang
tidak mempunyai ijazah pendidikan (BPS Jeneponto, 2015).
3.1.2.7 Komunikasi
Komunikasi yang digunakan oleh masyarakat Jeneponto adalah bahasa Konjo Makassar
dan bahasa Indonesia. Sebagian besar wilayah di Jeneponto sudah terdapat jaringan
telepon seluler dan internet yang memudahkan akses informasi. Pada tahun 2015,
penggunaan telepon seluler di kabupaten Jeneponto mencapai 46,27 % (BPS Jeneponto,
2015).
3.1.2.8 Rekreasi
Terdapat beberapa lokasi wisata di kabupaten jeneponto yang terdiri dari wisata pantai,
air terjun dan museum. Akan tetapi pariwisata yang ada belum terkelola dengan baik.
Untuk berekreasi sebagian besar Masyarakat Jeneponto ke kabupaten tetangga seperti
kabupaten Bantaeng atau ke kota Makassar karena pengelolaan wisata di dua daerah itu
yang sudah baik dan keterjangkauan oleh masyarakat. Pada tahun 2015, jumlah penduduk
kabupaten Jeneponto yang melakukan perjalanan wisata mencapai 24,86% (BPS
Jeneponto, 2015).
3.1.3 Persepsi
Masyarakat Jeneponto masih menganggap bahwa penyakit TB adalah penyakit kutukan.
Sehingga ketika ada masyarakat yang terkena TB biasanya akan dikucilkan. Orang yang
terdiagnosa TB akan merasa malu dan stigma terhadap dirinya sendiri. Dalam masyarakat
Jeneponto penyakit TB juga dikenal dengan sebutan “Garring Le’leng”.

Analisa Data

11
Universitas Indonesia
Data Masalah
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan, diperoleh data pendukung masalah TB di Defisiensi
Kabupaten Jeneponto yaitu: Kesehatan
1. Berdasarkan data dari bidang P2PL dinas kesehatan kabupaten Jeneponto, jumlah Komunitas
penderita TB yang berobat (keseluruhan penderita baru pengobatan ulang) pada tahun (00215)
2014 sebesar 548 orang. Kemudian pada tahun 2015 jumlah kasus sebesar 463 orang.
2. Rumah sehat di kabupaten Jeneponto hanya sebesar 44,40%.
3. Pemerintah kabupaten Jeneponto tidak mengalokasikan dana program pencegahan dan
penanggulangan penyakit menular.
4. Dari 19 Puskesmas yang ada, hanya 4 petugas program TB yang berstatus sebagai
pegawai negeri sipil dan hanya 2 orang petugas program yang memiliki pendidikan S1
Ners.
5. Tingkat pendidikan masyarakat Jeneponto masih rendah. Penduduk usia 15 tahun ke
atas di Kabupaten Jeneponto yang menamatkan sekolah pada jenjang pendidikan SMP
ke atas hanya sebanyak 73,98 persen.
6. Masyarakat Jeneponto masih menganggap bahwa penyakit TB adalah penyakit kutukan.
Sehingga ketika ada masyarakat yang terkena TB biasanya akan dikucilkan. Orang yang
terdiagnosa TB akan merasa malu dan stigma terhadap dirinya sendiri. Dalam
masyarakat Jeneponto penyakit TB juga dikenal dengan sebutan “Garring Le’leng”.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang diangkat adalah:
- Defisiensi Kesehatan Komunitas (00215)

12
Universitas Indonesia
3.3 Rencana Keperawatan
Diagnosa keperawatan NOC NIC
Domain 1: Promosi Kesehatan Pencegahan Primer Pencegahan Primer
Diagnosis: Domain 4: Pengetahuan tentang kesehatan & perilaku Domain 7: Komunitas
Defisiensi Kesehatan Kelas S: Pengetahuan tentang kesehatan Kelas c: Peningkatan Kesehatan Komunitas
Komunitas (00215) Outcomes: Intervensi:
1844- Pengetahuan: Manajemen Penyakit Akut 7320-Manajemen Kasus Y*
1847- Pengetahuan: Manajemen Penyakit Kronik 8500-Pengembangan Kesehatan Komunitas
1803- Pengetahuan: Proses Penyakit 5510-Pendidikan Kesehatan
1805- Pengetahuan: Perilaku Kesehatan 6530-Manajemen Imunisasi
1823- Pengetahuan: Promosi Kesehatan
1855- Pengetahuan: Gaya Hidup Sehat Pencegahan Sekunder
1808- Pengetahuan: Pengobatan Domain 7: Komunitas
Kelas d: Manajemen Risiko Komunitas
Pencegahan Sekunder Intervensi:
Domain 4: Pengetahuan tentang kesehatan & perilaku 8820-Manajemen penyakit menular
Kelas Q: Perilaku Sehat 6484-Manajemen Lingkungan: Komunitas
Outcomes: 6520-Skrining Kesehatan
1600-Perilaku Patuh (bersifat aktif) 6610-Identifikasi Risiko
1601-Perilaku Patuh (bersifat pasif) 8888-Perlindungan Lingkungan yang Berisiko
1623-Perilaku Patuh: Pengobatan yang disarankan 6652-Surveilans: Komunitas
1602-Perilaku Promosi Kesehatan Kelas c: Peningkatan kesehatan komunitas
1603-Perilaku Pencarian Kesehatan Intervensi:
1634-Perilaku Skrining Kesehatan pribadi 5510-Pendidikan Kesehatan S
Kelas T: Kontrol Risiko dan Keamanan Domain 3: Perilaku
Outcomes: Kelas O: Terapi Perilaku
1902- Kontrol Risiko Intervensi:
1924- Proses Infeksi 4360-Manajemen Perilaku
1908- Deteksi Risiko Domain 6: Sistem Kesehatan

13
Universitas Indonesia
1910- Keamanan Lingkungan Rumah Kelas Y: Mediasi Sistem Kesehatan
Intervensi:
Domain 7: Kesehatan Komunitas 7560-Fasilitasi Kunjungan
Kelas CC: Perlindungan Kesehatan Komunitas
Outcomes: Pencegahan Tersier
2807-Keefektifan Skrining Kesehatan Komunitas Domain 7: Komunitas
2808-Keefektifan Program Komunitas Kelas c: Peningkatan Kesehatan Komunitas
2801-Kontrol Risiko Komunitas: Penyakit Kronik Intervensi:
2802-Kontrol Risiko Komunitas: Penyakit Menular 5510-Pendidikan Kesehatan
2810-Kontrol Risiko Komunitas: Tradisi Budaya yang Domain 6: Sistem Kesehatan
tidak sehat Kelas b: Manajemen Informasi
Intervensi:
Pencegahan Tersier 7910-Konsultasi
Domain 7 7920-Dokumentasi
Kesehatan Komunitas 7980-Pelaporan Kejadian
Kelas BB 8180-Konsultasi Melalui telepon
Kesejahteraan Komunitas 8190-Tindak lanjut melalui telepon
Outcomes:
2700-Kompetensi Komunitas
2701-Status Kesehatan Komunitas
2800-Status Imun Komunitas

14
Universitas Indonesia
3.4 Perencanaan Program
Perencanaan program untuk mengatasi masalah TB di Kabupaten Jeneponto yaitu dengan
menggunakan pendekatan model perencanaan McLaughin yang menjelaskan tentang tiga
level pencegahan yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier
(Ervin, 2002).
3.4.1 Nama Program
Program ini dinamakan “Gerakan Jeneponto Gammara Bebas TB”.
3.4.2 Visi Program
Jeneponto Bebas TB 2050
3.4.3 Misi Program
1) Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat
madani dalam pengendalian TB
2) Menetapkan kebijakan, memberikan panduan serta membuat evaluasi secara tepat,
benar dan lengkap
3) Menciptakan iklim kemitraan dan transparansi pada upaya penanggulangan
penyakit TB di semua setting dan agregat
4) Mempermudah akses pelayanan penderita TB untuk mendapatkan pelayanan yang
sesuai dengan standar mutu
3.4.2 Tujuan
3.4.2.1 Tujuan Jangka Panjang
Setelah dilaksanan program kabupaten sehat diharapkan:
Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB
3.4.2.2 Tujuan Jangka Pendek
Setelah dilaksanan program kabupaten sehat selama 2 tahun diharapkan:
1) Meningkatknya pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam tindakan
pencegahan penyakit TB
2) Meningkatnya penemuan kasus TB baru melalui upaya aktif case finding di
masyarakat
3) Meningkatnya peran serta kader sebagai relawan di masyarakat dalam upaya
pencarian kasus.
4) Meningkatnya peran aktif pengawas minum obat (PMO)

15
Universitas Indonesia
5) Meningkatnya partisipasi ibu membawa bayinya untuk melakukan imunisasi
6) Terbentuknya forum peduli TB di wilayah masing-masing Puskesmas
3.4.3 Rencana Tindakan
3.4.3.1 Health Promotion (Primary)
a) Goal
Meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk
dan bersama masyarakat, agar dapat menolong dirinya sendiri serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai social budaya
setempat dan didukung oleh kebijakan yang berwawasan kesehatan.
b) Objective
1) Meningkatnya pengetahuan masyarakat terhadap penyakit TB meliputi
penyebab TB, tanda dan gejala, komplikasi, serta pengobatan yang harus
dilakukan oleh masyarakat
2) Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memelihara kesehatan dengan
berperilaku hidup bersih dan sehat
c) Aktivitas
1) Melakukan penyuluhan melalui kegiatan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE)
terkait penyakit TB
2) Melakukan kampanye “TOSS TB” secara berkelanjutan yang dilakukan oleh
dinas kesehatan dan organisasi masyarakat
3) Melakukan kerjasama lintas sector kesehatan dalam mengoptimalkan promosi
kesehatan terkait upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit TB
4) Melakukan advokasi terhadap tokoh masyarakat dalam membuat kebijakan
berorientasi kesehatan di sekitar wilayahnya
5) Melakukan advokasi dengan dinas pendidikan dalam upaya pencegahan TB di
sekolah dan mengoptimalkan pelaksanaan UKS di sekolah.
6) Melakukan advokasi dengan dinas tenaga kerja dalam upaya pencegahan TB
di tempat kerja.
7) Melakukan advokasi terhadap pemerintah dalam membuat kebijakan
berorientasi kesehatan seperti “Jumat bebas Rokok” dan senam bersama di
taman Turatea setiap minggu

16
Universitas Indonesia
3.4.3.2 Health Supervision and Early Detection (Secondary)
a) Goal
Pencegahan yang cepat untuk mencegah meluasnya penyakit TB
b) Objective
Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan TB
c) Aktivitas
Melakukan kunjungan rumah penderita TB dan melakukan pemeriksaan
kesehatan terhadap keluarga yang lain
3.4.3.3 Disease Avoidance and Health Protection
a) Goal
Mencegah meluasnya penyakit TB serta mencegah terjadinya komplikasi
b) Objective
Meningkatnya kepatuhan dalam meminum obat TB secara penuh dan teratur
c) Aktivitas
1) Melakukan advokasi terhadap keluarga terdekat untuk dijadikan sebagai
pengawas minum obat
3.4.3.4 Disease Control and Monitoring (tertiary)
a) Goal
Mencegah bertambah parahnya penyakit TB
b) Objective
Meningkatnya upaya penanganan kasus TB
c) Aktivitas
1) Mendorong masyarakat Jeneponto untuk melakukan pemeriksaan kesehatan
secara berkala apabila memiliki riwayat TB sebelumnya
2) Melakukan rujukan dalam diagnosis, pengobatan secara sistematis dan
berjenjang
3) Memberikan penanganan bagi penderita TB yang mangkir dalam pengobatan
4) Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dengan melibatkan lintas
program, linta sector, organisasi profesi serta organisasi peduli TB.

17
Universitas Indonesia
5) Melakukan advokasi terhadap dinas kesehatan dalam pengoptimalan program
“TOSS TB” diwilayah kerja seluruh puskesmas di Jeneponto dengan
melakukan evaluasi secara berkala.

18
Universitas Indonesia
3.4.4 Perencanaan Anggaran
No Program Sub Program Target Budget (RP)
1 Health 1) Melakukan penyuluhan melalui kegiatan Komunikasi Informasi Mulai bulan 20.000.000
Promotion Edukasi (KIE) terkait penyakit TB kedua
2) Melakukan kampanye “TOSS TB” secara berkelanjutan yang 15.000.000
dilakukan oleh dinas kesehatan dan organisasi masyarakat
3) Melakukan kerjasama lintas sector kesehatan dalam mengoptimalkan 3.000.000
promosi kesehatan terkait upaya pencegahan dan penanggulangan
penyakit TB
4) Melakukan advokasi terhadap tokoh masyarakat dalam membuat 1.000.000
kebijakan berorientasi kesehatan di sekitar wilayahnya
5) Melakukan advokasi dengan dinas pendidikan dalam upaya 1.000.000
pencegahan TB di sekolah dan mengoptimalkan pelaksanaan UKS
di sekolah.
6) Melakukan advokasi dengan dinas tenaga kerja dalam upaya 1.000.000
pencegahan TB di tempat kerja.

7) Melakukan advokasi terhadap pemerintah dalam membuat kebijakan 1.000.000


berorientasi kesehatan seperti “Jumat bebas Rokok” dan senam
bersama di taman Turatea setiap minggu.

19
Universitas Indonesia
2 Health Melakukan kunjungan rumah penderita TB dan melakukan pemeriksaan Mulai bulan 10.000.000
Supervision and kesehatan terhadap keluarga yang lain ketiga
Early Detection
3 Disease Melakukan advokasi terhadap keluarga terdekat untuk dijadikan Mulai bulan 15.000.000
Avoidance and sebagai pengawas minum obat ketiga
Health
Protection
4 Disease Control 1) Mendorong masyarakat Jeneponto untuk melakukan pemeriksaan Mulai bulan 2.000.000
and Monitoring kesehatan secara berkala apabila memiliki riwayat TB sebelumnya ketiga
2) Melakukan rujukan dalam diagnosis, pengobatan secara sistematis 10.000.000
dan berjenjang
3) Memberikan penanganan bagi penderita TB yang mangkir dalam 5.000.000
pengobatan
4) Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dengan 10.000.000
melibatkan lintas program, linta sector, organisasi profesi serta
organisasi peduli TB.
5) Melakukan advokasi terhadap dinas kesehatan dalam pengoptimalan 10.000.000
program “TOSS TB” diwilayah kerja seluruh puskesmas di Jeneponto
dengan melakukan evaluasi secara berkala

20
Universitas Indonesia
3.4.5 Sumber Anggaran
Sumber anggaran untuk program ini dapat menggunakan
1) Dana BOK untuk Puskesmas di Kabupaten Jeneponto
2) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
3) Anggaran yang dialokasikan untuk upaya promotif dan preventif
4) Dana pemberdayaan desa
5) Dana alokasi usaha kesehatan sekolah
6) Dana CSR dari perusahaan
3.5 Implementasi Program
Dalam melakukan implementasi sebuah program maka dibutuhkan suatu strategi dalam
pelaksanaannya. Pendekatan model implementasi pada program ini menggunakan
Strategi Chin dan Benne (1976). Terdapat 3 strategi perubahan yang akan digunakan
berdasarkan model ini yaitu:
1) Rational-Empirical
Melakukan riset awal untuk mengetahui besaran masalah dan fakta dilapangan serta
masyarakat diajak berpikir secara rasional sehingga ketika melakukan promosi
kesehatan terkait TB akan lebih mudah diterima dan menambah kepercayaan
masyarakat.
2) Normative-Reductive
Untuk strategi ini akan lebih menekankan nilai dan pendidikan. Tujuannya adalah
agar supaya ada perubahan sikap, perasaan dan pola hubungan dalam masyarakat.
Fokusnya adalah menghilangkan stigma dan kepercayaan terhadap penyakit TB
seperti anggapan bahwa penyakit ini kutukan dan keturunan.
3) Power-Coercive
Untuk strategi ini yaitu mengedepankan kekuatan politik dan relasi kekuasaan.
Tujuannya adalah agar tercipta perubahan orientasi dan kemauan mengikuti arah
perubahan. Strategi ini dilakukan dengan melakukan advokasi terhadap orang-orang
yang memiliki pengaruh terhadap masyarakat sehingga diharapkan akan muncul
sebuah kebijakan yang diharapkan mampu dipatuhi oleh masyarakat. Untuk
implementasi di kabupaten Jeneponto akan dilakukan terhadap karaeng yaitu orang-

21
Universitas Indonesia
orang dari keturunan bangsawan Jeneponto yang dipandang masih memiliki pengaruh
di masyarakat Jeneponto.

3.6 Evaluasi Program


Evaluasi program ini menggunakan Model Evaluasi CIPP. Model evaluasi CIPP ini lebih
komprehensif jika dibandingkan model evaluasi lainnya. Evaluasi CIPP ini terdiri dari:
3.6.1 Evaluasi Context
Evaluasi konteks pada program ini yakni mengevaluasi sejauh mana kebutuhan dan
tujuan telah tercapai. Selain itu juga mencakup analisis masalah, kekuatan dan kelemahan
yang berkaitan dengan lingkungan program atau kondisi obyektif yang dilaksanakan.
3.6.2 Evaluasi Input
Evaluasi input pada program ini meliputi analisis personal analisis personal yang
berhubungan dengan penggunaan sumber-sumber yang tersedia, alternatif-alternatif
strategi yang harus dipertimbangkan untuk mencapai suatu program. Mengidentifikasi
dan menilai kapabilitas sistem, alternatif strategi program, desain prosedur untuk strategi
implementasi, pembiayaan dan penjadwalan.
3.6.3 Evaluasi Proses
Evaluasi proses pada program ini untuk melihat apakah pelaksanaan program sudah
sesuai dengan strategi yang telah dilaksanakan tersebut. Evaluasi proses pada program ini
berupa permasalahan prosedur pada pelaksanaan kejadian dan aktivitas. Setiap
perubahan-perubahan yang terjadi pada aktivitas dimonitor secara jujur dan cermat. Oleh
karenanya pencatatan aktivitas harian penting dilakukan karena berguna pada
pengambilan keputusan untuk menentukan tindak lanjut penyempurnaan dan menentukan
kekuatan dan kelemahan program.
3.6.4 Evaluasi Produk
Evaluasi Produk pada program ini akan mengukur keberhasilan pencapaian tujuan.
Caranya adalah dengan mengukur kriteria pengukuran yang telah dicapai (objektif),
melalui pengumpulan nilai dari stakeholder dengan apa yang telah dilaksanakan, baik
dengan menggunakan analisis secara kuantitatif, maupun kualitatif.

22
Universitas Indonesia
BAB 4
PENUTUP

4.1 Simpulan
Adapun simpulan dari makalah rancangan kabupaten sehat ini adalah:
Rancangan kabupaten sehat dengan program “Gerakan Jeneponto Gammara Bebas TB”
ini disusun berdasarkan proses keperawatan dengan pendekatan berbagai teori yang
dimulai dengan pengkajian keperawatan yang menggunakan model Community As
Partner, penetapan Diagnosa keperawatan sesuai fokus masalah yang diangkat,
Perencanaan program dengan pendekatan teori McLaughin, implementasi keperawatan
dengan pendekatan teori Chin dan benne dan Evaluasi keperawatan dengan pendekatan
model CIPP.
4.2 Saran
Adapun saran yang bisa diberikan dari makalah rancangan kabupaten sehat ini adalah
perlu upaya berkesinambungan dan terus menerus khususnya dalam preventif dan
promosi kesehatan mengenai TB serta komitmen bersama antar semua lintas sector,
pemerintah, swasta, stakeholder terkait, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan
dan masyarakat untuk bersama-sama menanggulangi penyakit TB ini.

23
Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai