Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penerapan kebijakan konsep kota sehat (health city) merupakan salah satu
cara dalam mengupayakan peningkatan kesehatan individu maupun masyarakat.
Awalnya konsep Kota sehat dimulai pada negara-negara maju dan seiring
perkembangannya menyebar dan diperkenalkan oleh badan kesehatan dunia yaitu
WHO kepada negara-negara berkembang. Kota sehat didefinisikan sebagai suatu
kondisi kabupate/kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni
penduduk yang dicapai melalui terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dan
kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah daerah.
Penerapan konsep kebijakan kota sehat di dalam literatur sering disebut dengan
kebijakan publik sehat yang berfokus pada promosi kesehatan komunitas (Arifin,
2009; Anderson, 2007).
Kesepahaman dalam menerapkan konsep kebijakan publik sehat
dikemukakan dalam berbagai konferensi internasional diantaranya Deklarasi
Alma Ata 1978, Ottawa Charter For Health Promotion 1986, Konferensi
Kebijakan Publik Sehat Adelaide-Australia 1988, dan Konferensi promosi
kesehatan Jakarta Declaration Indonesia 1997 yang secara garis besar memiliki
tujuan untuk membangkitkan pemikiran baru dalam mencapai individu,
komunitas/masyakat, kota, atau negara yang lebih sehat dimasa mendatang.
Indonesia memulai gerakan kota sehat melalui kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia pada tahun
1998 tentang pembentukan kelompok kerja pembinaan pelaksanaan program
kabupaten/kota sehat. Sehat menurut Undang-Undang No.23 Tahun 29 diartikan
sebagai keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup
produktif secara sosial dan ekonomi. Pengembangan kebijakan kota sehat di
Indonesia diimplementasikan melalui ketersediaan program layanan kesehatan
seperti Jaminan Kesehatan, fasilitas rumah sakit umum daerah, ketersedian Pusat
1
Pelayanan Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS), dan program kesehatan
berbasis komunitas dan masyarakat yang pada dasarnya bertujuan untuk
mensejahterakan masyarakat baik badan, jiwa, dan sosial sehingga dapat hidup
2

produktif. Keberhasilan pencapaian kesejahteraan masyarakat diukur melalui


pencapaian standar dalam Profil Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Profil Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta (2015), menunjukkan Kota
Administrasi Jakarta Barat menempati urutan pertama dalam pertumbuhan
penduduk per tahun sebesar 1.36% dimana angka kelahiran mencapai 43.772
pertahun. Tingginya angka laju pertumbuhan penduduk di Jakarta Barat tidak
terlepas dari pemasalahan kesehatan penyakit menular dan penyakit tidak menular
seperti kasus baru TB mencapai 9,19% per 100.000 penduduk, Diare mencapai
57% per 100.000 penduduk, DBD mecapai 1.825 kasus, dan Hipertensi
mencapai 20,6%.
Tingginya berbagai kasus masalah kesehatan di Kota Administrasi
Jakarta Utara seperti penyakit menular dan penyakit tidak menular memerlukan
berbagai strategi diantaranya melalui proses pendekatan keluarga.
Permasalah kesehatan yang terjadi pada masyarakat didasari dari kemampuan
keluarga dalam mengenal, mengambil keputusan, merawat, memanfaatkan
fasilitas, dan memodifikasi lingkungan terkait kesehatan anggota keluarga
dikarenakan keluarga merupakan unsur terkecil dalam penyusun masyarakat
yang mampu menentukan status pembangunan masyarakat (Depkes RI, 1988 ;
Friedman, 2010).
Kota Administrasi Jakarta Utara sebagai bagian dari Ibu Kota DKI Jakarta
menjadi tolak ukur pembangunan sumber daya manusia di Indonesia dimana
faktor utama dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas didasari
oleh kesehatan. Kesadaran dan kemampuan keluarga dalam menyikapi
kesehatan ditanamkan melalui implementasi kebijakan/program kesehatan
berdasarkan upaya promotif, prefentif, dan kuratif yang dilakukan melalui
berbagai strategi kebijakan kesehatan bagi masyarakat.
Keluarga sebagai unit terkecil pembentuk masyakarat merupakan faktor
utama dalam penentuan derajat kesehatan masyarakat. Pembentukan sebuah
keluarga didasari oleh proses pernikahan sehingga dalam implementasinya
diperlukan intervensi upaya kesehatan untuk mempersiapkan pasangan agar
mampu menjalankan fungsi keluarga.Program Bina Keluarga Sehat (BKS)
merupakan langkah/upaya intervensi kesehatan melalui upaya promotif dan
preventif pada pasangan yang akan membentuk sebuah keluarga, digagas untuk
membantu dalam membentuk Keluarga yang siap melaksanakan fungsi
3

kesehatan sehingga kejadian penyakit menular dan tidak menular dapat


diminimalisih serta melahirkan generasi masyarkat sadar kesehatan, produktif,
dan, sejahtera khususnya di Kota Administrasi Jakarta Utara

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Implementas rencana pengembangan kota sehat melalui program Bina Keluarga
Sehat (BKS) sebagai upaya promotif dan preventif terhadap Penyakti Menular
dan Penyakit Tidak Menular di Kota Administrasi Jakarta Barat.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Analisis kebijakan kesehatan Kota Administrasi Jakarta Barat.
2. Mendeskripsikan rencana pengembangan kota sehat melalui program Bina
Keluarga Sehat (BKS) untuk masyarakat Kota Administrasi Jakarta Barat.

BAB II
TINJAUAN KONSEP

2.1 Kebijakan Kota Sehat


Duhl (1986) merupakan penggagas persyaratan kota sehat yaitu kota harus
merespons setiap kebutuhan perkembangan, menyelesaikan kerusakan sistem dan
perpecahan warga, memiliki kemampuan untuk memodifikasi diri dan memenuhi
setiap perubahan kebutuhan, kompeten agar warga kota dapat memanfaatkannya,
dan mendidik warganya. Proyek Kota Sehat secara resmi diluncukan oleh WHO
pada tahun 1986, dipandang sebagai suatu sarana untuk melegitimasi,
memelihara, dan mendukung proses pemberdayaan masyarakat, dengan
menggunakan metode partisipasi masyarakat untuk mencari pengurangan
ketidakadilan (inequality), memperkuat pencapaian kesehatan (health gain), serta
mengurangi kesakitan dan kematian (Dooris, 2011).
4

Konferensi tingkat dunia yaitu Konferensi pertama menghasilkan kebijakan


promosi kesehatan dan kebijakan komunitas atau kota sehat yaitu pada deklarasi
Alma Ata 1978 yang mengadopsi tujuan sehat untuk semua (health for all) tahun
2000 melalui pendekatan pelayanan kesehatan primer dan Konferensi terbaru
yaitu yang keempat mengenai promosi kesehatan diselenggarakan di Jakarta
Indonesia yang disebut Jakarta Declaration 1997 menghasilkan lima prioritas
promosi kesehatan pada abad ke-21 yaitu peningkatan tanggung jawab sosial
terhadap kesehatan, peningkatan investasi untuk pengembangan kesehatan,
konsolidasi dan perluasan kemitraan untuk kesehatan, peningkatan kapasistas
masyarakat dan pemberdayaan individual, dan pengamanan infrastruktur dalam
promosi kesehatan.
Di Indonesia, gerakan kota sehat mulai dicanangkan melalui kebijakan pemerintah
tepatnya oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia KepMendagri No.
650/174 tahun 1998 tentang pembentukan kelompok kerja pembinaan
pelaksanaan program kabupaten/kota sehat, dipertegas dengan dasar
penyelenggaraan kabupaten/kota sehat yaitu peraturan bersama menteri dalam
negeri dan menteri kesehatan nomor 34 tahun 2005 dan nomor
1138/menkes/PB/VIII/2005 tentang penyelenggaraan kota sehat.
Kota atau kabupaten sehat diartikan sebagai suatu kondisi kota atau kabupaten
yang bersih, nyaman, aman, dan sehat untuk dihuni penduduk yang dicapai
melalui terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dan kegiatan yang
4
terintegrasi yang disepakati oleh masyarakat dan pemerintah daerahnya, yang
dalam hal ini menyangkut pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
Sedangkan yang dImaksud dengan tatanan adalah sasaran yang akan dicapai oleh
kota atau kabupaten sesuai dengan potensi dan permasalahan pada masing-masing
kecamatan di kabupaten/kota tersebut.
Klasiffikasi yang harus dipenuhi menurut jabaran peraturan bersama menteri
dalam negeri dan menteri kesehatan nomor 34 tahun 2005 dan nomor
1138/menkes/PB/VIII/2005 mengenai kota/kabupaten sehat yaitu memenuhi wajib
belajar 9 tahun, terjadi peningkatan melek huruf, adanya peningkatan perkapita
domestik, penurunan angka kematian Bayi per 1000 kelahiran hidup, penurunan
kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup, terdapat rencana tata ruang
5

wilayah, dan terdapat program dana sehat dan jaminan sosal nasional bagi
masyarakat miskin.
2.2 Pelayanan Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Saat ini, pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia berbentuk jaminan
kesehatan berupa perlindungan kesehatan agar masyarakat memperoleh manfaat
pemeliharaan ksehatan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang
diberikan kepada setiap orang yang telah memabyar iuran atau iurannya dibayar
oleh pemerintah dan diselenggarakan oleh badan penyelenggara jaminan sosial
kesehatan (BPJS) sebagai badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan kesehatan (UU nomor 40, 2004).
Upaya penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi masyarakat di Indonesia
didukung oleh pelayanan kesehatan pada jaminan kesehatan yang dituangkan oleh
Permenkes nomor 71 tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan pada jaminan
kesehatan nasional yang bertujuan untuk memberikan jaminan kesehatan dan
fasilitas kesehatan dalam upaya pelayanan kesehatan perorangan baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan/atau Masyarakat untuk mecapai kondisi masyarakat sehat di tingkat
kota/kabupaten, provinsi, dan nasional.
2.3 Indikator Status Kesehatan Kota di Indonesia
Penilaian status kesehatan kota di Indoesia tertuang dalam indeks pembangunan
kesehatan masyarakat (IPKM) yang bertujuan menentukan pringkat provinsi dan
kabupaten/kota dalam keberhasilan pembangunan kesehatan masyarakat sebagai
dasar perencanaan program pembangunan kesehatan di kabupaten/kota.
Penggunaan IPKM sebagai tolak ukur status kesehatan masyarakat
kabupaten/kota disusun berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
dengan menggunakan 24 indikator status kesehatan masyarakat Nasional berupa
balita gizi buruk dan kurang, balita sangat pendek dan pendek, balita sangat kurus
dan kurus, Akses air bersih, Akses sanitasi, Penimbangan bailta, Kunjungan
neonatal, Imunisasi lengkap, Rasio jumlah dokter dengan jumlah puskesmas,
Rasio jumlah bidan dengan jumlah desa, Persalinan oleh tenaga kesehatan, Balita
gemuk, Diare, Hipertensi, Pneumonia, Perilaku cuci tangan, Gangguan menelan,
Konsumsi tembakau, Prevalensis sakit gigi dan mulut, Asma, Disabilitas, Cedera,
Sakit sendi, dan Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Hal tersebut diturunkan
kedalam mekanisme pencapaian pelayanan kesehatan yang diukur menggunakan
6

indikator sesuai kondisi wilayah dan disajikan dalam profile kesehatan dari dinas
provinsi atau kota/kabupaten setempat.
2.4 Kebijakan dan Status Kesehatan Jakarta Barat
2.4.1 Gambaran Status Kesehatan Kota Jakarta Barat
Berdasarkan profil dinas kesehatan DKI Jakarta 2015, Jakarta barat menempati
urutan ke empat terkait kondisi luas wilayah sebesar 129,54 Km2 dengan tingkat
laju kependudukan terbesar ke dua yaitu 1,36% per tahun lebih besar dari rata-rata
provinsi DKI Jakarta. Terkait status derajat kesehatan masyarakat, Jakarta Barat
menempati urutan ke dua angka kematian bayi per 1000 kelahiran yaitu sebesar
179 bayi mati dengan angka kematian bayi dan balita lebih tinggi dibanding
dengan wilayah lain di Jakarta, urutan perama dalam kasus DBD sebesar 1825
kasus, urutan pertama pada status gizi buruk balita sebesar 473 balita, terdapat
35,6% bayi yang tidak mendapatkan asi ekslusif di Jakarta Barat, terdapat 4,02%
masyarkat yang mengalami gangguan jiwa, dan 28,1% rumah tangga tidak ber
PHBS,
2.4.2 Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
Pemberdayaan kesejahteraan keluarga dicanangkan dengan upaya menjawab
tantangan pembangunan kesehatan dalam mencapai kesejahteaan masyarakat
melalui kebijakan pembangunan kesehatan tahun 2015-2019 yang difokuskan
pada penguatan upaya kesehatan dasar melalui peningkatan jaminan kesehatan,
peningkatan askes dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang
dijabarkan dalam 12 poko strategi yaitu akselerasi pemenuhan akses pelayanan
kesehatan ibu, anak, remaja, dan lanjut usia yang berkualitas, mempercepeat
perbaikan gizi masyarkat, meningkatkan pengendalian penyakit dan penyehatan
lingkungan, meningkatkan akses pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas,
meningkatkan akses pelayanan kesehatan rujukan yang berkualitas, meningkatkan
ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, dan kualitas farmasi dan alat
kesehatan, meningkatkan pengawasan obat dan makanan, meningkatkan
ketersediaan, penyebaran, dan mutu sumber daya manusia kesehatan,
meningkatkan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, menguatkan
manajemen, penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi kesehatan,
memantapkan pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional (SJSN), dan
mengembangkan serta meningkatkan efektivitas pembinaan kesehatan.
7

Kebijakan pendekataan keluarga dalam pencapaian pembangunan kesehatan


dilaksanakan melalui peningkatan jangkauan sasaran dan mendekatkan akses
pelayanan kesehatan (puskesmas) berdsarkan penyelenggaraan layanan kesehatan
di dalam gedung dan di luar gedung berdasarkan pendekatan masyarakat
khususnya keluarga.
Upaya pendekatan keluarga melalui Puskesmas diasari oleh fokus pendekatan
pelaksanaan program Indonesia sehat dengan memperhatikan secara intensif 5
fungsi keluarga yaitu fungsi afektif, fungsi sosial, fungsi reproduktif, fungsi
ekonomi, dan fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan.
2.4.3 Progam Ketuk Pintu Layani Dengan Hati (KPLDH)
Ketuk Pintu Layani Dengan Hati (KPLDH) merupakan salah satu kebijakan
kesehatan yang dituangkan dalam peraturan gubernur provinsi DKI Jakarta
Nomot 115 Tahun 2016 sebagai optimalisasi upaya promotif dan preventif melalui
pendekatan pelayanan kesehatan dengan pendataan setiap rumah sampai dengan
pemenuhan hak-hak kesehatan dasarnya, pematauan status kesehatan keluarga
hingga evaluasi hasilmya, termasuk kewajiban keluarga menjalankan perilaku
hidup bersih dan sehat.
KPLDH diimplementasikan melalui pendekatan continuum of care guna
mengatasi masalah kesehatan individu atau keluarga meliputi berbagai keluhan
fisik dan psikologis serta sosial yang dirasakan serta masalah kesehatan komunitas
meliputi berbagai keluhan sekelompok orang yang tinggal di suatu komunitas
tertentu dan didukung oleh data dan fakta risiko terjadinya masalah kesehatan bagi
komunitas.
2.5 Konsep Kesehatan Komunitas/Masyarakat
2.5.1 Masyarakat sebagai mitra kesehatan
Masyarakat sebagai mitra (community as partner) merupakan sebuah model
assessment terhadap segala bentuk permasalah yang ada di komunitas/masyarakat.
Melalui model ini, penekanan terdap peran pelayanan kesehatan primer menjadi
landasan dalam peberian intervensi primer, secunder, dan tersier untuk mengatasi
berbagai masalah kesehatan di masyarakat (Stanhope, M. & Lancester, J. 2011).
8

Gambar 1. Community as partner, Stanhope, M. & Lancester, J. (2011).


Proses asessment dilakukan berdasarkan pendekatan terhadap inti komunitas
terdiri dari sejarah, demografi, entnicithy (Etnis), nilai dan budaya serta
pendekatan pada subsistem komunitas terdiri dari physical environment,
education, safety & transportation, politic & government, health & sosial sevices,
communication, economics, dan recreation., dilakukan guna mendapatkan segala
bentuk informasi terkait kesehatan untuk dilakukan analisa sehingga petugas
kesehatan mampu mengetahui bentuk permasalahan dan potensi-potensi yang
dimiliki.
2.5.2 Perencanaan kesehatan pada masyarakat
Perencanaan/intervensi kesehatan pada masyarakat dilakukan sebagai langkah
kelanjutan dari hasil analisa permasalahan sehingga terdapat efektifitas dalam
penanganan masalah kesehatan. Kerangka/model dari perencanaan program
kesehatan diperlukan sebagai panduan terhadap penerapan program yang telah
direncanakan diantaranya yaitu “The community health-orienter model”.
Pada model ini, pemberlakukan program kesehatan didasari oleh pendekatan populasi
yang akan diberikan intervensi dengan kerangka kerja sebagai berikut:
Agency Community Program
“Rencana Stategi” “Rencana Sistem “Langkah Teknis”
Pelayanan”
Defining - Penyampaian segala bentuk - Mengumpulkan - Identifikasi infomrasi
informasi terkti sejarah, segala bentuk dari sasaran
kebutuhan komunitas, gagasan infomrasi tekait kesehatan
tenatang kebutuhan mendatan. masalah kesehatan - Lakukan telaah
- Menyampaikan inti informasi literature untuk
melalui wawancara atau diskusi mendapatkan
kesesuaian data
Analyzing - Menyampaikan rencana melalui - Merencanakan - Penyusunan dokumen
brainstorm mengenasi pertemuan dengan sementara rencana
kekuatan, peluang, tantnangan, pemegang program
dan rencana prioritas yang kepentingan untuk - Petimbangkan segala
harus dilakukan mengadvokasi kebutuhan biaya dan
- Pengajuan dokumen gagasan permasalah yang keuntungan dari
ditemukan setiap alternative
- Memberikan intervensi
gambaran masalah
dan rencana
Choosing - Audiensi rencana kepada pihak - Audiensi rencana - Menginformasikan
terkait hingga mendapatkan kepada pihak yang rencana kepada pihak
9

timbal balik. berkepentingan dan terkati hingga


- Evaluasi timbal balik untuk pengambil keputusan mendapatkan timbal
mempersiapkan rencana yang hingga mendapatkan balik sebagai evaluasi
sudah siap. timbal balik dan pemantapan
program
Mapping - Penentuan strategi pelaksanaan - rencana strategis - klasifikasikan
program untuk intervensi kebutuhan sdm dan
- Tim menyiapkan kerangka program material untuk proses
kerja dan keuangan untuk implementasi
mengimplementasikan rencana prorgam
strategi.
2.5.3 Kesehatan Pada Keluarga
Keluarga merupaka unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih
individu tergabung karena hubungan darah, perkawinan, pengangkatan (adopsi),
dan hidup dalam satu rumah tangga serta memiliki perannya masing-masing untuk
saling bergantung mempertahankan suatu budaya (Depkes RI, 1988 ; Friedman,
2010 ; Ali. 2010).
Sebagai unti terkecil penyususn dari masyarakat, keluarga memiliki peran penting
dalam membentuk individu berkualitas yang dilandasi dengan kesadaran akan
pemenuhan kebutuhan kesehatan. Komposisi keluarga terdiri dari ayah, ibu dan
anak dan tertera dalam kartu keluarga dan jika dalam satu rumah tangga terdapat
kakek atau individu lain maka dikatakan lebih dari satu keluarga (kemenkes RI,
2016).
Keluarga sebagai fokus dalam penentu kesehatan sebuah komunitas dikarenakan
memiliki fungsi dan tugas yang sangat vital dalam hal kesehatan karena menurut
Frieman (1998) keluarga memiliki lima fungsi yaitu fungsi afektif, fungsi sosial,
fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, dan fungsi perawatan kesehatan. Dari kelima
fungsi terebut, fungsi perawatan memiliki peran crusial untuk menentukan fungsi
lainnya sehingga seyogyanya keluarga sadar dan mampu melaksanakan tugas
dalam perawatan/pemeliharaan kesehatan berupa:
1. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga.
2. Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat bagi setiap
permasalahan padas anggota keluarga.
3. Memberikan perawatan kesehatan kepada anggota keluarga yang sakit.
4. Mampu mempertahankan kondisi lingkungan rumah yang menguntungkan
untuk kesehatan anggota keluarga.
5. Mampu memanfaatkan segala fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan keluarga.
2.5.4 Health Believe Model (HBM)
10

Teori Health Belief Model (HBM) dikemukakan pertama kali oleh Lewin pada
tahun 1960 yang kemudian disempurnakan oleh Becker dkk pada tahun 1970 dan
1980. HBM merupakan model kognitif dimana perilaku masyakat dipengaruhi
oleh proses kognitif. Proses kognitif dipengaruhi beberapa faktor yaitu demografi,
sosial, psikologis dan structural. HBM lebih tepat digunakan untuk mencegah
masalah kesehatan atau mempertahankan kesehatan karena menekankan pada
persepsi masyarakat. Komponen HBM untuk menciptakan kesehatan terdiri dari
Susceptibility (kemungkinan terpapar) yaitu kepercayaan seseorang dengan
menganggap bahwa menderita penyakit adalah hasil melakukan perilaku
tertentu, Severity (keparahan) yaitu kepercayaan subyektif dengan menganggap
bahwa penyebaran penyakit disebabkan oleh perilaku tertentu, Benefits
(keuntungan) yaitu kepercayaan terhadap keuntungan dari metode yang
disarankan untuk mengurangi risiko penyakit, Cues to action (isyarat bertindak)
yaitu dorongan dari lingkungan untuk melakukan perilaku sehat. Misalnya saran
perawat untuk berhenti merokok terutama pada orang tua yang memiliki balita,
dan Barriers (hambatan) yaitu aspek negatif dari perilaku kesehatan atau
hambatan yang dirasakan untuk melakukan tindakan yang dianjurkan. Misalnya
efek samping imunisasi pada balita.
Kelebihan Teori HBM yaitu persepsi terhadap hambatan dalam menjelaskan atau
memprediksi berbagai perilaku mempertahankan kesehatan, persepsi
hambatan merupakan prediktor perilaku preventif, bentuk intervensi praktis
khususnya yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit misalnya
skrinning, imunisasi, vaksinasi, dll. Kekurangan Teori HBM yaitu
mengansumsikan bawa setiap individu memiliki akses yang setara dalam
memperoleh informasi dalam membuat keputusan yang rasional (Peterson &
Bredow, 2013).
2.5.5 Donabedian Model
Donabian model merupakan metode evaluasi program promosi kesehatan yang
dilakukan berdasarkan proses evaluasi struktus, proses, dan hasil (outcome).
Evaluasi struktur dilakukan dalam menilai efektifitas organisasi meliputi
ketepatan pelaksanaan tupoksi (tugas pokok & fungsi), fungsi komando
organsisasi, kemampuan sumberdaya pelaksana, efektifitas metode yang
digunakan terhadap sasaran dan efektifitas sistem pendanaan, evaluasi proses
11

dilakukan untuk menilai kesesuaian pelaksanaan program dan hambatan yang


ditemukan dalam implementasi program, dan evaluasi hasil dilakukan untuk
menilai pencapaian target berdasarkan indikator yang tetapkan (Hawe, P.,
Degeling, D., dan Hall, J. 1999)
BAB III
RENCANA PENGEMBANGAN KESEHATAN
MASYARAKAT KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT

3.1 Analisis SWOT Kondisi Kesehatan di Kota Administrasi Jakarta


Barat
Analisis kondisi kota dilakukan melalui proses asessment berbagai tatanan
pelayanan dengan pendekatan komunitas sebagai mitra sehingga didapatkan hasil
sebagai berikut:
3.1.1 Strength (Kekuatan)
1. Dinas kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Suku Dinas Kesehatan Jakarta
Barat memiliki program untuk mengedapankan upaya promotif dan preventif
dengan ketersediaan sumberdaya yang handal dalam melaksanakan setiap
program kepemerintahan yang digalakkan.
2. Kota Jakarta Barat memiliki fasilitas komunikasi masal yang baik berupa
ketersediaan media komunikasi berupa adanya billboard elektronik di
sepanjang jalan utama dan layanan internet di tempat umum seperti taman dan
kantor-kantor pemerintahan sehingga memudahkan dalam upaya sosialisasi
setiap program untuk masyarakat.
3. Fasilitas pelayanan kesehatan primer tersedia di seluruh kecamatan wilayah
Jakarta Barat yang dibantu dengan puskesmas kelurahan, puskesmas keliling,
dan petugas KPLDH sehingga kebutuhan masyarakat terhadap Fasilitas
Pelayanan Kesehatan sangat terjangkau.
4. Jumlah petugas kesehatan sudah merata dan mencukupi disetiap fasilitas
pelayanan kesehatan primer yaitu Puskesmas.
3.1.2 Weakness (Kelemahan)
1. Latar belakang pendidikan tenaga kesehatan perawat masih sebagian besar
vokasi.
2. Upaya promotif dan preventif belum mendapat dukungan sepenuhnya dari
berbagai stake horder khususnya kesadaran pada masyarakat ditambah dengan
raradigma kesehatan yang masih melekat pada masyarakat yaitu upaya kuratif.
3. Tidak ada pembinaan kesehatan yang dilakukan sedini mungkin khususnya
bagi keluarga.

12
12

4. Jika dilihat dari visi, misi, dan program utama pemerintah kota Jakarta Barat,
program kesehatan bagi masyarakat khususnya kesehatan keluarga belum
menjadi hal prioritas.
5. Sistem penganggaran dana kesehatan bagi masyarkata masih mengedepankan
upaya kuratif.
3.1.3 Opportunities (Peluang)
1. Adanya kebijakan pemerintah pusat dalam bidang kesehatan yaitu peraturan
bersama menteri dalam negeri dan menteri kesehatan nomor 34 tahun 2005
dan nomor 1138/menkes/PB/VIII/2005 tentang penyelenggaraan
Kota/Kabupaten sehat.
2. Adanya upaya serius dari pemerintah DKI Jakarta dan Jakarta Barat untuk
menggiatkan upaya promotif dan preventif kesehatan bagi masyarakat pada
pelayanan kesehatan primer berupa adanya program KPLDH sebagai langkah
menyentuh keluarga secar langsung untuk mendapatkan pelayanan ksehatan.
3. Pendapatan perkapital masyarakat Jakarta Baras sebagian besar sudah berada
diatas rata-rata.
4. Akses masyarakat untuk menggunakan fasilitas layanan kesehatan di Jakarta
Barat mudah terjangkau.
5. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Jakarta Barat pada tahun 2015 mencapai
Rp60,5 Miliar yang berasal dari penerimaan pendapatan asli daerah, dana
perimbangan, dan pendapatan lainnya yang sah sehingga memiliki kekuatan
finansial yang cukup untuk melaksanakan program kesehatan di wilayahnya.
6. Tersedianya media komunikasi public di berbagai wilayah strategis kota
Jakarta Barat.
7. Adanya sistem jaminan sosial kesehatan bagi masyarakat berupa Kartu Jakarta
Sehat dan BPJS kesehatan sebagai fasilitas untuk menjaga kondisi kesehatan.
3.1.4 Threath (Ancaman)
1. Pertumbuhan penduduk di Jakarta Barat yang sangat pesat
2. Karakter masyarakat yang heterogen sehingga terjadari pembentukan keluarga
dengan multi budaya dengan berbagai risiko kesehatan.
3. Tingginya angka penyakit tidak menular dan penyakit menular pada
masyarakat Kota Jakarta Barat sehingga jika dibiarkan akan terjadi ledakan
penduduk dengan risiko penyakit yang cukup tinggi.
4. Jika masyarakat lebih mengedapankan upaya kesehatan kuratif maka akan
mengakibatkan pengeluaran anggaran daerah menjadi lebih besar dalam
jangka panjang.
13

5. Kurangnya pengetahuan dan kepedulian terhadap upaya kesehatan keluarga


akan meningkatkan berbagai risiko masalah kesehatan secara biologis,
psikologi, sosial, kultural, dan spiritual.
Berdasarkan analisa tersebut, maka Pemerintah Kota Jakarta Barat perlu
mengembangkan strategi upaya promotif dan preventif yang mampu menditeksi
dan memberikan pemahaman secara dini bagi keluarga sehingga dalam jangka
waktu tertentu dapat membentuk masyarakat yang mampu berperan aktif menjaga
kesehatannya untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas dalam
pembangungan Kota dan Negara. Upaya mendeteksi dan memberikan pemahaman
secara dini terkati kesehatan bagi keluarga dapat dilakukan dengan
mengaplikasikan Bina Keluarga Sehat (BKS).
3.2 Program “Bina Keluarga Sehat (BKS)”
3.1.1 Arah Kebijakan Progam
Bina Keluarga Sehat (BKS) merupakan strategi dalam optimalisasi upaya
promotif dan preventif bagi kesehatan masyarakat khsusnya keluarga serta sebagai
penunjang program Ketuk Pintu Layani Dengan Hati (KPLDH) dan Gerakan
Masyarkat Sehat (GERMAS). Pendekatan yang dilakukan dalam BKS yaitu
melalui proses screening, konseling, dan pendidikan kesehatan bagi pasangan pra-
nikah sehingga pemahaman/kesadaran kebutuhan kesehatan dapat diterapkan
sejak dini bagi keluarga untuk siap menjalani fungsi keluarga sehingga peran ini
mampu menekan angka penyakit menular dan tidak menular, menekan angka
kesakiran, dan melahirkan generasai masyarakat dan sumber daya manusia
berkualitas dalam kurun waktu 5-10 tahun kedepan.
3.1.2 Intervensi Progam BKS
1. Pendekatan keluarga sejak dini melalui BKS
Progam BKS mengupayakan proses pendekatan keluarga dengan memberikan
pengetahuan meningkatkan antusiasme keluarga baru untuk menggunakan
fasilitas pelayanan primer secara berkelanjutan. Proses penedakatan yang
dilakukan dengan memberikan kebijakan mengenai syarat dilakukannya screening
dan konseling kesehatan pra nikah untuk memastikan bahwa pasangan yang akan
membentuk keluarga memiliki kesadaran dan pengetahuan secara dini dan
berkelanjutan mengenai kesehatan keluarga.
Pendekatan kesehatan pada keluarga sejak dini dikarenkan menurut Friedman
(1988) dalam Suseno (2016) keluarga memiliki fungsi dasar yang harus dijalani
yaitu:
14

1) Fungsi afektif adalah fungsi keluarga dalam mengajarkan segala sesuatu


dalam mempersiapkan anggota keluarga untuk mampu berhubungan
dengan orang lain sesuai tahap perkembangan individu dalam anggota
keluarga.
2) Fungsi sosial adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui
individu dalam berinteraksi sosial dan belajar berperan dalam
lingkungannya mulai dari sejak lahir sehingga dapat terbentuk nilai dan
norma keluarga.
3) Fungsi reproduksi adalah proses atau upaya dalam mempertahankan
generasi atau menjaga keberlangsungan keluarga.
4) Fungsi ekonomi adalah upaya untuk memenuthi kebutuhan anggota
keluarga secara ekonomi dan untuk mengembangkan kemampuan individu
dalam meningkatkan penghasilan pokok.
5) Fungsi perawatan kesehatan adalah upaya untuk mempertahankan kondisi
kesehatan setiap anggota keluarga agar mampu memiliki produktifitas
tinggi dalam menjalani proses kehidupan. Peran fungsi perawatan
kesehatan perlu diiringin kemampuan keluarga dalam melaksanakan tugas
melakukan upaya pemeliharaan kesehatan berupa mengenal gangguan
kesehatan pada setiap anggota keluarga, mengambil keputusan yang tepat
untuk tindakan kesehatan, memberikan perawatan bagi anggota keluarga
yang sakit, memodifikasi lingkunga untuk memelihara kesehatan individu,
dan mampu memanfaatkan fasilitas layanan kesehatan secara cermat.
Pendekatan keluaga sejak dini melalui BKS akan terintegrasi dengan program
KPLDH sehingga petugas kesehatan mampu mengintervensi sedini mungkin pada
keluarga sehingga dapat dilakukan deteksi berbagai risiko masalah kesehatan yang
harus dihadapi dan kiat dalam membangun generasi keluarga yang sehat.
Implementasi BKS dilakukan melalui proses sebagai berikut:
1) Screening dan konseling kesehatan, dilakukan sebagai upaya preventif
sejak dini pada pasangan yang akan membentuk keluarga baru di Jakarta
Barat guna mengantisipasi sejak dini berbagai faktor penyebab terjadinya
penyakit menular dan tidak menular pada keluarga.
2) Edukasi tugas dan fungsi keluarga, dilakukan sebagai upaya promotif pada
pasangan yang akan membentuk keluarga baru di Jakarta Barat sehingga
pemahaman sejak dini terkati 5 fungsi keluarga (fungsi afektif, fungsi
15

sosial, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, dan fungsi perawatan


kesehatan).
Pengetahuan dan pemahaman fungsi dasar keluarga diberikan sebagai
upaya mempersiapkan individu dalam keluarga untuk berperan aktif
mewujudkan keluarga yang sadar akan kesehatan sehingga diharapkan
mampu mengetahui, mengantisipasi, dan mencari jalan keluar terhdap
berbagai risiko masalah kesehatan dalam keluarga.
3) Edukasi kesehatan keluarga, dilakukan dengan upaya konseloing untuk
menekankan pendalaman terhadap pelaksanaan fungsi reproduksi dan
fungsi perawatan kesehatan dengan tugas dalam perawatan/pemeliharaan
kesehatan menurut Friedman (1998) berupa:
- mengenal berbagai risiko kesehatan berdasarkan hasil screening.
- Mengambil keputusan terhadap tindaklanjut kesehatan yang tepat bagi
pemenuhan kesehatan keluarga.
- Memberikan perawatan kesehatan kepada anggota keluarga jika berada
dalam kondisi rentan sakit dan sakit.
- Mempertahankan kondisi lingkungan yang menguntungkan untuk
menjaga kesehatan keluarga khusnya dalam menjalankan upaya
Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS).
- Memanfaatkan segala fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan keluarga
untuk memenuhi kesehatan dan kesejahteraan keluarga.
4) Edukasi fasilitas pelayanan kesehatan, dilakukan sebagai upaya promotif
segala bentuk fasilitas kesehatan bagi anggota keluarga khusunya
kepemilikan dan pemanfaatan jaminan kesehatan seperti BPJS Kesehatan
dan Kartu Jakarta Sehat (KJS) untuk menunjang kesehatan dan
kesejahteraan keluarga.
Keempat proses dalam BKS tersebut, ditinjaklanjuti dengan Pemberian
rekomendasi pernikahan oleh petugas kesehatan di pelayanan primer
dengan upaya pembuatan komitmen bahwa pasangan akan membentuk
keluarga dan menjalani proses berkeluarga dengan prinsip pemenuhan
kesehatan keluarga.
Hasil dari proses penerapan BKS dilaporkan kepada stakeholder serta
ditindaklanjuti secara berkelanjutan oleh tim KPLD dalam memberikan
pembinaan secara contimun care pada keluarga.
2. Peran Puskesmas dalam BKS
16

Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan primer bagi masyarakat harus mampu


menciptakan pelaksanaan upaya kesehatan (UKP) dan upaya kesehatan
masyarakat (UKM) dengan prinsip promotif dan preventif. Target
penyelenggaraan kesehatan oleh Puskesmas berupa individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat ditegaskan melalui progam yang mampu menyentuk elemen-
elemen dalam masyarakat
Pembiayaan pelaksanaan UKP dan UKP diarahkan berdasarkan pemberian
jaminan kesehatan nasional (JKN) sesuai Undang-Undang No.24 tahun 2011 atau
Kartu Jakarta Sehat (KJS).
Pada Implementasi BKS, petugas puskesmas (Dokter dan Parawat) mampu
memfasilitasi segala kebutuhan screening, konseling dan pendidikan kesehatan
bagi pasangan yang akan menikah hingga memiliki kesiapan pelaksanaan
kesehatan keluarga secara holistik untuk menjalani proses berkeluarga.
3. Peran Kantor Urusan Agama
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1976 dan nomor 32 tahun 1945
tentang pencatatan nikah dan keputusan menteri agama nomor 517 tahun 2001
tentang penataan organisasi kantor urusan agama kecamatan sebagai pelaksana
dalam kegiatan pencatatan dan pelaksanaan nikah maka perlunya kerjasama KUA
dengan pelayanan kesehatan dalam upaya mempersiapkan pasangan individu yang
akan membentuk keluaga secara holistic (biologis, psikologis, sosial, spiritual,
kultural).
Penataran pra-nikahan sebaiknya tidak sebatas pada pembekalan spiritual,
penguatan kamantapan pernikahan antar pasangan, dan pemberian imunisasi,
namun perlu adanya kerjasama linstas sektoral yaitu antara KUA dengan
Puskesmas dalam melakukan screening, konseling, dan pendidikan kesehatan
melalui BKS sehingga pasangan mampu memiliki kesiapan secara matang dalam
melaksanakan fungsi dan tugas keluarga. Sehingga, dalam hal ini Departemen
Keagamaan Kota Administrasi Jakarta Barat perlu membentuk kebijakan dalam
penetapan persyaratan pernikahan berupa rekomendasi pernikahan bagi pasangan
yang diberikan oleh tim BKS di pelayanan kesehatan setempat.
17

Gambar 2. Upaya BKS

Bina Keluarga Sehat


(BKS)

Kebijakan Dinas Kesehatan Kab/Kota

Pembinaan Kesehatan Pada Keluarga Baru 1. Screening kesehatan pra-nikah


(Pra-Nikah) 2. Edukasi Tugas & Fungsi Keluarga
3. Edukasi Kesehatan Keluarga
4. Edukasi Fasyankes Kesehatan untuk keluarga
Promotif dan Preventif
sejak dini
Syarat Nikah:
Pasangan Individu Berkomitmen Membentuk 1. Hasil screening kesehatan dari Fasyankes Daerah
Keluarga Sehat 2. Rekomendasi Pernikahan dari Petugas Kesehatan
Daerah (pelayanan primer)

Kebijakan Dinas Keagamaan Kab/Kota

Continuum of care
1. Program Ketuk Pintu Layani Dengan Hati
2. Program Gerakan Masyarakat Sehat

Generasi Masyarakat Kota Sehat


Penurunan Penyakit Menular dan
(Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan, berprilaku hidup sehat,
Tidak Menular pada masyakarakat
dan memanfaatkan fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan sehingga
Jakarta Barat
produktifitas kehidupan stabil
18

3.1.3 Plan of Action (PoA)

Tabel 4.1. Plan of Action (PoA)

No Kegiatan Latar Belakang Tujuan Target Luaran Indikator Sasaran PIC Dana
Bina Upaya promontif 1. Audiensi program Pemerintah daerah 1. Terlaksananya Masyarakat Perawatan Pemanfaata
Keluarga dan prefentif ke Walikota Kota Administrasi pertemuan dengan Kota Kesehatan n dana
Sehat sejak dini pada Jakarta Barat Jakarta Barat Walikota beserta Adminsitrasi Masyarakat kesehatan
(BKS) pasangan menerima ajuan jajaran terkait Jakarta Barat melalui APBD DKI
pranikah sehingga program BKS 2. Tindaklanjut Keluarga Jakarta
satelah upaya realisasi yang mampu (13%) dan
membentuk program dari mengenal JKN
keluarga sudah Walikota Jakarta masalah
memahami tugas Barat kesehatan,
dan fungsinya 2. Pembentukan tim Terbentuknya 1. Adanya struktur berprilaku
dalam berkuarga formatur struktur organisasi dalam hidup sehat,
sehingga tebentuk orgransisasi, pelaksanaan dan
keluarga sadar deskripsi kerja, an program BKS memanfaatka
akan kesehatan rencana kerja yang disahkan n fasilitas
sebagai dasar oleh Walikota kesehatan
mewujudkan sesuai
masyarakat kota 3. Penyusunan Penyusunan 1. Tersusunnya kebutuhan
yang sehat proposal, media, proposal, modul, proposal pelatihan sehingga
modul pelatihan dan media fasilitator produktifitas
fasilitator pelatihan pelaksanaan kehidupan
program BKS stabil dan
19

4. Advokasi Advokasi proposal 1. Daftar peserta terbentuk


proposal pelatihan kegiatan kepada pelatihan yang Masyarakt
fasilitator ke dinas stake holder terkait berasal dari Kota Sehat
kesehatan dan Pelayanan
dinas pencatatan Kesehatan
sipil Daerah, dan
5. Audiensi program Tersosialisainya Pelayanan
kegiatana ke program pelatihan Pencatatan Sipil
camat, BKS Daerah
puskemesmas,
dan lurah
6. Pelatihan Terlaknanya 1. Tersedianya SDM
fasilitator kegiatan pelatihan yang siap
progam BKS melaksanakan
progam BKS
2. SDM memahami
penggunaan
instrument
pelassanaan
program BKS
7. Publikasi Adanya surat surat keputusan
kebijakan Dinas keputusan daerah walikota Kota
Kesehatan dan Kota Administrasi Administrasi Jakarta
Dinas Pencatatan Jakarta Barat Barat terkait
Sipil terkait syarat terkait pelaksanaan pelaksanaan progam
pernikahan oleh progam BKS BKS
dinas pencatatan
sipil
20

8. Pelaksanaan Kegiatan promotif Adanya dokumen


program BKS dan prevensif hasil screening
kesehatan pada kesehatan dan surat
pasangan yang rekomendasi menikah
akan menikah dari pelayanan
kesehatan setempat
dalam dokumen
persyaratan nikah
9. Pelaporan dan Instrumen 1. Laporan per 6
evaluasi pelaporan dan bulan pelaksanaan
terintegrasi evaluasi program program BKS ke
BKS Walikota dan
Dinas Kesehatan
2. Laporan
terintegrasi
dengan progam
ketuk pintu layani
dengan hati

3.1.4 Timeline Kegiatan

Tabel 4.2 Timeline Kegiatan


21
22

3.1.5 Implementasi
1. Kabijakan Pemerintah Daerah
Penetapan kebijakan mengenai pelaksanaan program BKS diperlukan sebagai
landasan pelaksanaan kegiatan didukung oleh kebijakan Dinas Keagamaan terkait
proses pelaknaan pernikahan sehingga kerja sama lintas sekotoral menjadi kunci
utama dalam implementasi BKS.
2. Pelatihan Fasilitator
Pemberian pelatihan pada tim fasilitator yang terdiri dati Dokter Umum, Perawat
Generalis/Spesialis, dan Petugas keagamaan tingkat kecamatan dilakukan sebagai
upaya pemberian pemahaman teknis upaya metode konseling dan pendidikan
kesehatan yang digunakan sehingga muatan materi diberikan secara tepat dan
cermat hingga terbentuk komitmen dan peran aktif keluarga dalam kesehatan.
3. Pelaksanaan BKS
1) Pasangan yang hendak melakukan pernikahan di wilayah Jakarta Barat
wajib mengurus syarat pernikahan.
2) Dokumen syarat pernikahan sesuai dengan keputusan menteri agama
nomor 517 tahun 2001 ditambah hasil screening dan rekomendasi
pernikahan dari petugas kesehatan setempat (Puskesmas Kecamatan).
3) Pemberian rekomendas pernikahan pelaksanaan progam BKS pada
pasangan dalam membangung komitmen dan partisipasi aktif untuk
menjadi generasi masyarkat sehat.
4) Setelah rekomendasi diberikan kepada pasangan, maka dilakukan
bimbingan pra-nikah oleh petugas keagamaan dan/atau kesehatan
setempat.
5) Dokumen persyaratan pernikahan diverifikasi oleh petugas/ penghulu
pernikahan.
6) Pasangan yang sudah memiliki dokumen persyaratan pernikahan sesuai
dengan ketentuan dilakukan proses pernikahan oleh petugas KUA.
3.1.6 Evaluasi
Proses evaluasi pelaksanaan BKS dilakukan berdasarkan laporan pendataan status
keluarga baru dengan hasil screening kesehatan dan penilaian pemahaman fungsi
dan tugas keluarga untuk selanjutnya dilakukan tindak lanjut dengan pemantauan
kesehatan oleh petugas Puskesmas.
Keberhasilan dalam pelaksanaan progam BKS dinilai secara menyeluruh
berdasarkan pencapaian indikator masyarakat sehat (IMS) pada tingkat
kecamatan, dan kabupaten/kota melalui proses evaluasi sebagai berikut (model
donabean):
23

1. Evaluasi Struktur
Evaluasi struktur dilakukan dalam menilai efektifitas organisasi meliputi
ketepatan pelaksanaan tupoksi (tugas pokok & fungsi), fungsi komando
organsisasi, kemampuan sumberdaya pelaksana, efektifitas metode yang
digunakan terhadap sasaran dan efektifitas sistem pendanaa melalui adanya
pedoman pelaksanaan progam dan adanya supervisi.
2. Evaluasi proses
Evaluasi proses dilakukan untuk menilai kesesuaian pelaksanaan program dan
hambatan yang ditemukan dalam implementasi program melalui tersedianya
dokumen pelaporan kegiatan dan adanya monev untuk membahas kendala dan
hambatan dalam implementasi.
3. Evaluasi Hasi (Outcome)
Evaluasi hasil dilakukan untuk menilai pencapaian target berdasarkan indikator
yang tetapkan saat proses penyusunan pedoman progam BKS dapat berupa
adanya pnurunan angka penyakit menular dan tidak menular serta adanya
peningkatan partisipasi aktif masyakarat terhadap program KPLDH.

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
Program Bina Keluaga Sehat (BKS) merupakan upaya promotif dan preventif
yang dilakukan dalam memberikan pemahaman sekaligus pemicu partisipasi aktif
kesehatan pada keluarga sehingga pengawasan terhadap ledakan penduduk,
penanganan penyakit menular dan tidak menular, kesehatan ibu dan anak,
kesehatan lingkungan keluarga, dan masalah sosial dapat diintervensi sejak dini
dengan harapan terbentuknya generasi masyarakat sehat berlandaskan
kesejahteraan dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan hidup produktif
secara sosial dan ekomoni pada masyarakat Kota Jakarta Barat.
24

Pelaksanan BKS memerlukan dukungan dari berbagai sektor kepemerintahan


khusunya dinas kesehatan kota dan keagamaan sehingga pencapaian Indeks
Masyakarat Sehat (IMS) pada setiap kecamatan dan Kota Jakarta Barat dapat
meningkat sebagai wujud upaya pemerintah melaksanakan amanah Undang-
Undang Dasar 1945 beurpa memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
4.2 Saran
Keseriusan seluruh elemen kesehatan dalam mewujudkan masyarkat sehat
menjadi tantangan tersendiri sehingga berbagai inovasi kebijakan dan playanan
kesehatan diperlukan melaui berbagai kerjasama lintas sektor. Upaya tindaklanjut
BKS diperlukan melalui audiensi dan advokasi kepada pemangku kepentingan
yang ditindaklanjuti dengan pembentukan tim formatur dan penyusunan
instrument pendukung pelaksanaan program secara rinci dan terintergrasi
sehingga pelaksanaan dapat diterapkan secara Spesifik, Measurable (terukur),
Achievable (pencapaian), Reasonable (dipertanggungjawabkan), dan Time
(tercapai dalam jangka waktu tertentu).

25

Anda mungkin juga menyukai