Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Mengitis adalah infeksi ruang subaraknoid dan leptomeningen yang di sebabkan oleh
berbagai organism pathogen. Meningitis adalah gangguan yang sangat serius yang terus
meliki insidensi mortalitas dan morbiditas signifikan. Meningitis bakteri atau purulenta
adalah bentuk yang paling penting di Amerika serikat dalam hal insiden, gejala sisa, dan
akhirnya kehilangan kehidupan produktif . Meningitis aseptic , yang biasanya di sebabkan
peh virus, lebih sering terjadi : namun , gejala sisa yang bermakna jarang di temukan dan
penyakit bersifat sembuh spontan. Meningitis granulomatosa, yang di sebabkan oleh M .
tuberculosis atau jamur , adalah penyebab utama cedera neuorologik dan kematian di bagian
dunia yang lain.

B. Epidemiologi

Asepek penting yang harus di perhatikan mencakup usia , etnik musim , factor pejamu ,
dan pola resistensi antibiotic regional di antara pathogen yang mungkin. Bulan pertama
setelah kelahiran merupakan priode dengan angka serangan meningitis tertinggi , dengan
kemungkinan pathogen antra S. agalactiae (streptokokus grup B) , E.coli organisme entrik
gram – negative lain , dan L . Monocytogenes , setela periode neotus, pathogen yang paling
penting adalah H.influenzae tipe B (sampai usia 6 tahun ), N. meningitides, dan
S.pneumoniae`. Frekuensi penyakit yang tinggi dilaporkan pada orang-orang Afrika-
Amerika, penduduk asli Amerika , dan masyarakat di daerah pedesaan . Walaupun factor
social ekonomi di laporkan turut berperan dalam tingginya insiden penyakit ini , tidak ada
kesepakatan di antara peneliti bahw hal tersebut merupakan satu-satunya factor. Penyakit ini
telah di ketahui memiliki pola musiman, dengan meningitis akibat N. meningitidis dan S.
Penuemoniae yang memuncak pada bulan-bulan musim dingin,H. influenzae memperhatikan
penyebaran bifasik yang memuncak pada pemulaan musim dingin dan musim semi , dan L.
monocytogenes yang terjadi paling sering pada bulan-bulan musim panas . Penjelasan atas
pola musiman ini terletak pada cara penularan organism ; meningokokus, pneumokokus , dan
Haemophilus menyebar melalui jalur pernapasan , trutama pada bulan-bulan meningkatnya
insidensi penyakit pernapasan biasa, dan Listeria di dapat akibat kontiminasi melalui
makanan atau akibat berkontak dengan hewan ternak. Faktor pejamu yang merupakan
predisposisi infeksi termasuk keadaan defisiensi imun didapat atau congenital ,
hemoglobinopati sabit , asplenia, dan penyakit hati atau ginjal kronis. Umumnya individu ini
memperlihatkan peningkatan kerentanan terhadap organisme berkapsul seperti S,
pneumoniae . Di banyak populasi pemberian imunisasi efektif dini terhadap H. influenzaetipe
B telah menurunkan insidensi meningitis akibat organisme ini hingga sebesar 90%. Akhirnya
, factor epidemiologi juga mempengaruhi pathogen ini. Sebelum tahun 1974 , semua srain H.
influenza sensitive terhadapap ampisilin. Pada waktu tersebut , akibat munculnya strain
penghasil B-laktamase , terapi untuk meningitis yang terjadi sekunder akibat organisme ini di
perluas hingga meliputi ampisilin dan kloramfenikol sampai uji kepekaan selesai. Beberapa
belahan dunia searang mlaporkan bahwa insidensi organisme yang resisten terhadap
ampisilin kloramfenikol sudah melebihi 50% sehingga regimen pengobatan ini sudah tidak
bisa di gunakan di daerah daerah tersebut. Sama hal nya keunculan pneumokokus resisten
penisilin di beberapa daerah bisa mengganggu pilihan terapi empiric tersebut . Dokter harus
mewaspadai kemunculan pola resistensi obat di mayarakat dan di rumah sakit yang merawat
pasien yang kondisi sakitnya sebagai komplikasi sekunder.

C. Etiologi

1. Bakteri : Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria


meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas
aeruginosa.
2. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
3. Faktor predisposisi : jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan dengan wanita.
4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan.
5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
6. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem
persarafan.

D. Patogenesis

Meningitis terjadi akibat masuknya bakteri ke ruang subaraknoid, baik melalui


penyebaran secara hematogen , perluasan langsung dari yang berdektan , atau sebagai akibat
kerusakan saraf motorik normal secara congenital ,traumatic , atau pembedahan. Penyebaran
hematogen merupakan penyebab tersering, dan bisa terjadi pada adanya focus penyakit lain
(misalnya, pneumonia , otitis media, selulitis) atau akibat bakterieremia spontan . Oleh
karena pathogen-lazim menyebar melalui saluran pernafasan , peristiwa awalnya adalah
kolonisasi trakus respiratorius bagian atas . Penelitihan pada hewan menunjukan bahwa
setela inokulasi intranasal dengan H. Influenzae atau N. meningitis , terjadi pelekatan ke sel
mukosa di nasofaring , mungkin melalui atau pili yang terdapat pada sel-sel tertentu di
traktus respiratorius bagian atas . Langkah berikutnya melibatkan pelintasan melalui atau di
antara sel-sel tersebut ke ruang submukosa , dengan perbanyakan diri dan pertahanan hidup.
Organisme kemudian memasuki aliran darah melalui kapiler submukosa atau saluran
limfatik, memperbanyak diri karna tidak adanya anti body yang bersirkulasi dan polisakarida
kapsul bakteri , yang memungkinkan bakteri bertahan terhadap fagositosis. Jika terdapat
bakterimania , invasi meningen terjadi sesuai dengan derajat densitas bakteri dalam darah ,
dan jalan masuk ke ruangan subaraknoid terinvasi , pertumbuhan bakteri langsung bebas
karena ruang subaraknoid merupakan daerah dengan pertahanan pejamu kurang. CSS hanya
mengandung sedikit sel “pnyapu ( scavenger)” yang diam atau bersirkulasi untuk
menghilangkan bakteri dan memiliki kemampuan opsonisasi serta bakterisid yang buruk.
Respon imun humoral dan selular yang belum akan efektif hingga infeksi benar-benar telah
berkembang menyebabkan multiflikasi bakteri dalam jumlah yang sangat besar , biasanya
sampai 10 organisme permiliter cairan spinal. Meningitis di sebabkan oleh penyebaran
nonhematogen mencakup penyebaran infeksi dari daerah infeksi yang berdekatan (otitis
media, mastoiditis, sinusitis, osteomelitis vertabralis atau tulang kranialis) serta kerusakan
anatomi ( fraktur dasar tengkorak, pasca-prosedur bedah saraf , atau sinus dermal kongenital
di sepanjang aksis kraniospinalis ). Gambaran lazim setiap penyebab infeksi adalah
masuknya baketri pathogen ke dalam ruang subaraknoid dan perbanyakan bakteri.
E. Patofisologi

Pada meningitis bakteri di temukan berbagai gangguan patofisiologi dan ini mungkin
terjadi sebagai akibat respons pejamu terhadap organisme penginfeksi. Abnormalitas tersebut
mungkin memaikan peran dalam berkembangnya gejala sisa neurologi pascameningitis , dan
pemahaman atas hal ini merupakan hal yang penting guna perawatan yang efektif bagi pasien
meningitis. Setelah satu decade menjalani studi intensif dengan model hewan, satu gamabran
luas mengenai dasar selular dan molecular perubahan patofisiologi ini telah di peroleh.
Begitu bakteri menuju akses ruang subaraknoid , komponen-komponen dinding sel bakteri
(lipopolisakarida , lipooligasakarida , asam teikoat) merangsang pembuatan sitoksin
proinflamatorik (TNF, IL , 1B, IL-6, PAF, dan lain lain ). Ini semua pada gilirannya akan
meninggalkan peletakan Leukosit ke endotel pembuluh darah otak, meningkatkan
permeabilitas sawar darah-otak serta megrasi Leukosit ke dalam ruang subaraknoid. Spesies
oksigen derivate-sel darah putih serta endotel dan mungkin nitrogen monoksida (NO)
kemudian berpartisipasi dalam mengubah reaktivitas serebrovaskular. Hal ini bersama
dengan peningkatan tekanan intrakranium , mengakibatkan iskemia serebrum dan perubahan
metabolism otak. Edema serebrum mempresentasikan suatu kombinasi edema nasogenik,
silotoksi , dan intertisial. Jika berat , edema ini mengakibatkan peningkatan besar pada
tekanan intrakranium. Abnormalitas metabolisme otak meliputi hipoglikorakia dan asidosis
laktat CSS. Kadar glukosa CSS yang rendah terjadi akibat terganggunya pengamgkutan
glukosa melintasi sawar rendah-otak dan mungkin akibat peningkatan penggunaan glukosa
otak. Asidosis laktat CSS mengidentifikasi pengguna glukosa secara anaerob di dalam
system saraf pusat. Perfusi otak telah terbukti menurun pada sekitar 30% anak penderita
meningitis yang telah menjalani penelitihan aliran darah otak. Di samping gangguan
vasoreaktivitas serebrum, factor lain yang dapat mengakitbatkan pengurangan perfusi
mencakup vaskulitis serebrum dan infark arteri atau vena. Peningkatan tekanan intrakranium
hampir selalu di temukan pada meningitis dan tidak turut mnyebabkan herniasi serebrum.
Pathogenesis oeningkatan tekanan intrakranium bersifat multifactor dan mencakup
keterlibatan edema otak , peningkatan volume CSS, dan abnormalitas aliran darah serebrum.
Sawar darah-otak , yang terdiri dari atas pleksus koroideus , mikrovaskulatur serebrum , dan
membrane araknoid, memperlihatkan peningkatan permeabilitas dalam meningitis .
mikroskopi electron telah memperhatikan bahwa taut-taut ketat pada venula serebrum
masuknya mekromolekul dan elemen sel dari kapiler serebrum ke dalam ruang interstisial.
Meski pun pasien meningitis memiliki keluaran neuorologi tang baik dengan upaya seportif
standard an antibiotic, pasien dengan gangguan system saraf pusat yang lebih berat
membutuhkan perawatan lebih instensif. Dalam situasi seperti ini , kita harus mampu
mengenali gangguan patofisiologi potensial dan menerapkan upaya trapi adjuvan (misalnya,
untuk menguangi tekana intrakranium) bersam dengan perawatan suportif dan trapi
antimikroba.
F. Patologi

Perubahan patologi dalam meningitis mencerminkan massa inflamatorik, vaskulitis ,


serembrum , edema serebrum , dan cedera sel. Massa inflamatorik biasanya di mulai di
sistrna basilar, menyebar di sekeliling serebrum . saraf-saraf cranial yang melintasi ruang
subaraknoid merupakan yang terutama rentan terhadap cedera dalam meningitis , mungkin
akibat peradangan yang mengelilinginya. Terjadi vaskulitis arteri sekaligus vena , trutama
pada meningitis akibat S. pnuemaniae , yang mengakibatkan iskemia jaringan dan infark
arteri serta vena. Cedera sel langsung , baik sebagai akibat toksin bakteri , factor pejamu ,
atau iskemia , sering kali terlihat pada pemeriksaan postmortem.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Hitung darah lengkap dengan perbedaanya: Memperlihatkan adanya peningkatan sel
darah putih dan neutrofil
2. Kultur darah : Mengindikasikan adanya organisme
3. Lumbal fungsi dengan kultur CSS: Peningkatan hitung sel , mengindikasikan adanya
organisme, pada pemeriksaan CSS untuk mengetahui adanya peningkatan glukosa,
protein dalam cairan serebro spinal..
4. MRI atau CT-Scan dengan / tanpa kontras : Untuk mengetahui adanya kelainan/ adanya
kecacatan.

H. KOMPLIKASI
1) Hidrosefalus obstruktif 5) Efusi subdural
2) MeningococcL Septicemia 6) Kejang
(mengingocemia) 7) Edema dan herniasi serebral
3) Sindrome water-friderichen (septik 8) Cerebral palsy
syok, DIC,perdarahan adrenal 9) Gangguan mental
bilateral) 10) Gangguan belajar
4) SIADH (Syndrome Inappropriate
Antidiuretic hormone)

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu menyesuaikan
dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi
dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan pengobatan meningitis meliputi:
Pemberian antibiotic yang mampu melewati barier darah otak ke ruang subarachnoid dalam
konsentrasi yang cukup untuk menghentikan perkembangbiakan bakteri. Baisanya
menggunakan sefaloposforin generasi keempat atau sesuai dengan hasil uji resistensi
antibiotic agar pemberian antimikroba lebih efektif digunakan.

Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa):


 Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal 500 mg selama 1
setengah tahun.
 Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun.
 Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3 bulan.

Obat anti-infeksi (meningitis bakterial):


 Sefalosporin generasi ketiga
 Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari
 Klorafenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari.

Pengobatan simtomatis:
 Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau rectal: 0,4-0,6 mg/kgBB,
atau fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau Fenobarbital 5-7 mg/kgBB/24 jam, 3
x sehari.
 Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis.
 Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat digunakan untuk
mengobati edema serebri.
 Pemenuhan oksigenasi dengan O2.
 Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik: pemberian tambahan volume
cairan intravena.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat/tanggal lahir, NO. MR
penanggungjawab, dll.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering adalah panas badan tinggi, koma, kejang dan
penurunan kesadaran.
3. Riwayat Kesehatan
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya
hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah pasien
mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan bedah saraf,
riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.
Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada pasien terutama apabila ada keluhan
batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat anti TB yang sangat berguna
untuk mengidentifikasi meningitis tuberculosia.
Pengkajian pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien, seperti pemakaian
obat kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai
resistensi pemakaian antibiotic).

B. Riwayat kesehatan sekarang


Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman
penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti kapan mulai
serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian pasien meningitis biasanya
didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK.
Keluhan tersebut diantaranya, sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit
kepala berhubungan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen.
Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam,
bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan
tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.
Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani perawatan di
RS, pernahkah mengalami tindakan invasive yang memungkinkan masuknya kuman ke
meningen terutama tindakan melalui pembuluh darah.

C. Riwayat Kesehatan Keluarga


Biasanya di dapatkan data adanya infeksi yang dialami ibu pada akhir kehamilan.

D. Pengkajian Fisik
 Aktivitas / istirahat
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise ), keterbatasan yang ditimbulkan kondisinya.
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan secara
umum, keterbatasan dalam rentang gerak.
 Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiologi, seperti endokarditis, beberapa penyakit jantung
conginetal ( abses otak ).
Tanda : Tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi berat (berhubungan
dengan peningkatan TIK dan pengaruh dari pusat vasomotor ); takikardi, distritmia ( pada
fase akut ) seperti distrimia sinus (pada meningitis ).
 Eliminasi
Tanda : Adanya inkotinensia dan retensi.
 Makanan dan Cairan
Gejala : Kehilangan napsu makan, kesulitan menelan (pada periode akut).
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering.
 Hygiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri ( pada periode akut).
 Tanda-tanda vital (TTV) :
Pada klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh tubuh dari
normal 38-41° C, dimulai pada fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat.
Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang
sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi berhubungan
dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Jika disertai peningkatan frekuensi napas sering
kali berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada
sistem pernapasan sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah (TD) biasanya normal
atau meningkat dan berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK.
 B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot
bantu napas dan peningkatan frekuensi napas yang sering didapatkan pada klien
meningitis yang disertai adanya gangguan pada sistem pernapasan. Palpasi toraks
hanya dilakukan jika terdapat deformitas pada tulang dada pada klien dengan efusi
pleura massif (jarang terjadi pada klien dengan meningitis). Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan meningitis tuberkulosa dengan
penyebaran primer dari paru.
 B2 (Mood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukan pada klien meningitis
pada tahap lanjOt seperti apabila klien sudah mengalami renjatan (syok). Infeksi
fulminasi terjadi pada sekitar 10% klien dengan meningitis meningokokus, dengan
tanda-tanda septikemia: demam tinggi yang tiba-tiba muncul, lesi purpura yang
menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas), syok dan tanda-tanda koagulasi
intravaskular diseminata (CID). Kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam
setelah serangan infeksi.
 B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
 Pengkajian Tingkat Kesadaran.
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkar
kewaspadaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling
sensitif untuk disfungsi sistem persaralan. Beberapa sistem digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya berkisar
pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

 Pengkajian Fungsi Serebral.


Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, nilai gays bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien meningitis tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
 Pengkajian Saraf Kranial.
 Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf I-XII.
 Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
 Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan
papiledema mungkin didapatkan terurama pada meningitis supuratif disertai
abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya pen ingka tan
TIK berlangsung lama.
 Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien meningitis
yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap
lanjut meningitis yang retail mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan
dari fungsi dan reaksi pupil akin didapatkan. Dengan alasan yang tidak
diketahui, klien meningitis mengelith mengalami fotofobia atau sensitif yang
berlebihan terhadap cahaya.
 Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot
wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
 Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
 Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
 Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
 Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya
usaha dad klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk (rigiditas nukal)
 Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
 Pengkajian Sistem Motorik.
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan, dan koordinasi pada meningitis
tahap lanjut mengalami perubahan.
 Pengkajian Refleks.
Pemeriksaan refleks profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum arau
periosteum derajat refleks pada respons normal. Refleks patologis akan didapatkan
pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya refleks Babinski (+)
merupakan tanda lesi UMN.
Gerakan Involunter Tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan distonia. Pada
keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, rerutama pada anak
dengan meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan
peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi sekunder
akibat area fokal kortikal yang peka.
 Pengkajian Sistem Sensorik.
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri,
suhu yang normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh, sensasi
propriosefsi, dan diskriminarif normal.
 Pemeriksaan fisik lainnya terutama yang herhubungan dengan peningkatan TIK
(tekanan intrakranial).
Tanda-tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema
serebral terdiri atas: perubahan karakterisrik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan
nadi dan bradikardia). Pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah, dan penurunan
tingkat kesadaran. Adanya ruam merupakan salah satu ciri yang mencolok pada
meningitis meningokokus (neisseria meningitis). Sekitar setengah dari semua klien
dengan ripe meningitis mengembangkan lesi-lesi pada k Mit di antaranya roam
petekie dengan lesi purpura sampai ekimosis pada daerah yang luas. lritasi meningen
mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali yang umumnya terlihat pada
semua ripe meningitis. Tanda tersebut adalah kaku kuduk, tanda Kernig (+), dan
adanya tanda Brudzinski.
 Kaku Kuduk
Kaku kuduk merupakan tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesulitan karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
 Tanda Kernig Positif
Ketika klien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi ke arab abdomen, kaki tidak
dapat diekstensikan sempurna.
 Tanda Brudzinski
Tanda ini didapatkan jika !cher klien difleksikan, terjadi fleksi lutut dan pinggul; jika
dilakukan fleksi pasif pada eksrremitas bawah pada salah satu sisi, gerakan yang sama
terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.

 B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume
pengeluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah
jantung ke ginjal.
 B5 (Bowel)
Mual sampai munrah disebabkan peningkatan produksi asam lambung.
Pementihan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang.
 B6 (Bone)
Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lunit dan
pergetangan kaki). Petekia dan lesi purpura yang didahului oleh roam. Pada pen ya kit
yang berat dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah dan ekstremitas. Klien
sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelernahan fisik secara mum sehingga
mengganggu ADL.

 Pengkajian pada Anak


Pengkajian pada anak sedikit berbeda dengan klien dewasa, hal ini disebabkan
pengkajian anamnesis lebih banyak pada orang tua dan pemeriksaan fisik yang berbeda
karena belum sempurnanva organ pertumbuhan terutama pada neonatus. Pengkajian yang
biasa didapatkan pada anak bergantung pada luasnya penyebaran infeksi di meningen dan
usia anak. Hal lain yang memengaruhi klinis pada anak adalah jenis organisme yang
menginvasi meningen dan seberapa keefektifan pemberian dari terapi, dalam hal ini
adalah jenis antibiotik yang dipakai sangat berpengaruh terhadap klinis pada anak. Untuk
memudahkan penilaian klinis, gejala pada meningitis pada anak dibagi menjadi tiga,
yaitu anak, bayi, dan neonatus.
Pada anak manifestasi klinis timbulnya sakit secara tiba-tiba, adanya demam,
sakit kepala, papas dingin, muntah, dan kejang-kejang. Anak menjadi rewel ‘Jan agitasi,
serta dapat berkembang fotofobia, delirium, halusinasi, tingkah laku yang agresif atau
mengantuk stupor dan koma. Gejala atau gangguan pada sistem pernapasan atau
gastrointestinal seperti sesak napas, muntah dan diare. Tanda yang khas adalah adanya
tahanan pada kepala jika difleksikan, kaku kuduk, tanda Kernig dan Brudzinski (+).
Akibat perfusi yang tidak optimal biasanya memberikan tanda klinis kulit dingin dan
sianosis. Gejala lainnya yang lebih spesifik seperti peteki (adanya purpura pada kulit)
sering didaparkan apabila anak mengalami infeksi meningokokus (meningokoksemia),
keluarnya cairan dari telinga merupakan gejala khas pada anak yang mengalami
meningitis pneumococal dan congenital dermal sinus terutama disebabkan oleh infeksi E.
Colli.
Pada bayi manifestasi klinisnya biasanya tampak pada anak usia 3 bulan sampai 2
tahun dan sering ditemukan adanya demam, nafsu makan menurun, muntah, newel,
mudah lelah dan kejang-kejang, sena menangis meraung-raung. Tanda khas di kepala
adalah fontanel menonjol. Regiditas nukal merupakan tanda meningitis pada anak,
sedangkan tanda-tanda Brudzinski dan Kernig dapat terjadi namun lambat atau ada pada
kasus.
 Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala ( berdenyut dengan hebat, frontal ) mungkin akan diperburuk oleh
ketegangan leher/ punggung kaku,nyeri pada gerakan ocular, tenggorokan nyeri.
Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi/ gelisah menangis/ mengeluh.
 Pernapasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (tahap awal ), perubahan mental ( letargi sampai
koma ) dan gelisah.
 Keamanan
Gejala : Adanya riwayat infeksi saluran napas atas atau infeksi lain, meliputi mastoiditis
telinga tengah sinus, abses gigi, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur
pada tengkorak / cedera kepala.Imunisasi yang baru saja berlangsung ; terpajan pada
meningitis, terpajan oleh campak, herpes simplek, gigitan binatang, benda asing yang
terbawa.Gangguan penglihatan atau pendengaran
Tanda : Suhu badan meningkat,diaphoresis, menggigil.
Kelemahan secara umum ; tonus otot flaksid atau plastic.

(Marylin E. Doenges : 1999, Hal: 308)

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
2. Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi.
3. Potensial terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental
dan penurunan tingkat kesadaran
4. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan penekanan respons
inflamasi
5. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan proses infeksi/inflamasi, toksin
dalam sirkulasi
6. Kerusakan Mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neouromuskuler, penurunan
kekuatan/ ketahanan.
7. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi; transmisi interpersonal dan keikutsertaan
merasakan. Ancaman kematian/perubahan dalam status kesehatan
F. INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA
NO INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1 Gangguan perfusi Pasien bed rest total Perubahan pada tekanan
jaringan sehubungan dengan posisi tidur intakranial akan dapat
dengan peningkatan terlentang tanpa bantal. meyebabkan resiko untuk
tekanan intrakranial. terjadinya herniasi otak.
Monitor tanda-tanda
status neurologis Dapat mengurangi kerusakan
dengan GCS. otak lebih lanjut.

Monitor tanda-tanda Pada keadaan normal


vital seperti TD, Nadi, autoregulasi mempertahankan
Suhu, Respirasi, dan keadaan tekanan darah sistemik
hati-hati pada hipertensi berubah secara fluktuasi.
sistolik Kegagalan autoreguler akan
menyebabkan kerusakan
Monitor intake dan
vaskuler cerebral yang dapat
output
dimanifestasikan dengan
peningkatan sistolik dan diiukuti
Bantu pasien untuk
oleh penurunan tekanan
membatasi muntah,
diastolik. Sedangkan
batuk. Anjurkan pasien
peningkatan suhu dapat
untuk mengeluarkan
menggambarkan perjalanan
napas apabila bergerak
infeksi.
atau berbalik di tempat
tidur.
Hipertermi dapat menyebabkan
peningkatan IWL dan
Berikan cairan perinfus
meningkatkan resiko dehidrasi
dengan perhatian ketat.
terutama pada pasien yang tidak
Monitor AGD bila sadar, nausea yang menurunkan
diperlukan pemberian intake per oral.
oksigen
Aktifitas ini dapat
Berikan terapi sesuai meningkatkan tekanan
advis dokter seperti: intrakranial dan
Steroid, Aminofel, intraabdomen.Mengeluarkan
Antibiotika. napas sewaktu bergerak atau
merubah posisi dapat
melindungi diri dari efek
valsava

Meminimalkan fluktuasi pada


beban vaskuler dan tekanan
intrakranial, vetriksi cairan dan
cairan dapat menurunkan edema
cerebral

Adanya kemungkinan asidosis


disertai dengan pelepasan
oksigen pada tingkat sel dapat
menyebabkan terjadinya
iskhemik serebral.

Terapi yang diberikan dapat


menurunkan permeabilitas
kapiler.

Menurunkan edema serebri.

Menurunkan metabolik sel /


konsumsi dan kejang.
2 Resiko terjadi kejang Longgarkan pakaian, Proses konveksi akan terhalang
ulang berhubungan berikan pakaian tipis oleh pakaian yang
dengan hipertermi. yang mudah menyerap
ketat dan tidak menyerap
keringat
keringat.
Berikan kompres dingin
Perpindahan panas secara
Berikan ekstra cairan konduksi
(susu, sari buah, dll)
saat demam kebutuhan akan
Observasi kejang dan cairan tubuh
tanda vital tiap 4 jam
meningkat
Batasi aktivitas selama
Pemantauan yang teratur
anak panas
menentukan tindakan
Berikan anti piretika
yang akan dilakukan
dan pengobatan sesuai
advis
aktivitas dapat meningkatkan
metabolisme dan

meningkatkan panas

Menurunkan panas pada pusat


hipotalamus dan

sebagai propilaksis
3 Potensial terjadinya Monitor kejang pada Gambaran tribalitas sistem saraf
injuri sehubungan tangan, kaki, mulut dan pusat memerlukan evaluasi yang
dengan adanya kejang, otot-otot muka lainnya. sesuai dengan intervensi yang
perubahan status mental tepat untuk mencegah terjadinya
dan penurunan tingkat komplikasi.
kesadaran
Melindungi pasien bila kejang
terjadi
Persiapkan lingkungan
yang aman seperti Mengurangi resiko jatuh /
batasan ranjang, papan terluka jika vertigo, sincope,
pengaman, dan alat dan ataksia terjadi
suction selalu berada
Untuk mencegah atau
dekat pasien
mengurangi kejang.
Pertahankan bedrest
Catatan : Phenobarbital dapat
total selama fase akut
menyebabkan respiratorius
Berikan terapi sesuai depresi dan sedasi.
advis dokter seperti;
diazepam,
phenobarbital, dll.
KASUS

Seorang anak A, usia 5 tahun datang ke RS dengan keluhan demam dan kejang selama dirumah.
Setelah dilakukan pemeriksaan suhu anak 38,5˚C, N : 60x/i , badan teraba hangat, kaku kuduk,
tanda kernig dan brudzinki (+) dan tidak sadar. Hasil pemeriksaan lumbal punksi, terdapat
infeksi pada meningen otak.

Data penunjang

Leukosit 14000 mg/dL


ANALISIS DATA

KEMUNGKINAN
NO DATA MASALAH
PENYEBAB
DS :
 Pasien tidak sadarkan diri
DO :
 Pasen tampak tidak sadar
Peningkatan tekanan
1  Pemeriksaan lumbal punksi : + Radang selaput otak
intrakranial
Infeksi meningen
 N : 60x/i
 S : 38,5 ˚C
 Pasien tampak kejang
DS :
 Ibu pasien mengatakan badan
pasien panas
DO :
2 Proses Infeksi Hipertermi
 S : 38,5˚C
 Badan teraba hangat
 Anak tampak kejang
 Leukosit 14000 mg/Dl
DS :

DO :
Kejang dan tidak
3  Pasien tampak kejang Resiko cidera
sadar
 Pasien tidak sadar
 S : 38.5°C
DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO TGL/JAM DIAGNOSA KEPERAWATAN PARAF

Peningkatan tekanan intracranial b.d Radang selaput otak


d.d Pasien tidak sadarkan diri, Pasen tampak tidak sadar,
1
Pemeriksaan lumbal punksi : + Infeksi meningen, N :
60x/i, S : 38,5 ˚C, Pasien tampak kejang
Putri dwi
adha

Hipertermi b.d Proses Infeksi d.d Ibu pasien mengatakan


2 badan pasien panas, S : 38,5˚C, Badan teraba hangat, Anak
tampak kejang, Leukosit 14000 mg/dL

Putri dwi
adha

Resiko cidera b.d Kejang dan tidak sadar d.d Pasien


3 tampak kejang, Pasien tidak sadar

Putri dwi
adha
PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN/ IMPLEMENTASI

NO
TGL/JAM TINDAKAN KEPERAWATAN PARAF
DX
 Memonitor tanda-tanda peningkatan TIK selama
perjalanan penyakit
H: N 62x/i, nafas ireguler,
 Memonitor TTV tiap 15 menit catat dan laporkan bila
ada tanda perubahan TIK
H: R :35x/i
 Menganjurkan pasien tirah baring hindari fleksi tungkai
 Meninggikan sedikit kepala klien dengan hati-hati, Putri dwi

hindari fleksi leher adha

 Berkolaborasi dalam pemberian steroid osmotic


H : mannitol 5 ml/kg BB dalam 10 menit

 Memantau suhu tubuh pasien


H : S:37,8˚C
 Memberi kompres hangat
 Mempertahankan lingkungan yang sejuk
 Berkolabiorasi dalam pemberian antipiretik dan
antibiotik
H:AP : Paracetamol drip 20mg/kgBB dalam 6 jam , AB
Putri dwi
: Cefriaxone 100 mg/kgBB selama 30-60 menit/12 jam
adha
 Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot
muka lainnya.
H: wajah kaki dan mulut tampak tenang dan tidak
tegang
 Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan
ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu
berada dekat pasien
H: terpasang pengaman/ rell pada tempat tidur Putri dwi
 Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam, adha
phenobarbital, dll.
H: Inj Diazepam IV
EVALUASI

MASALAH
TGL CATATAN PERKEMBANGAN PARAF
KEPERAWATAN
S:
 Pasien menunjukkan peningkatan
kesadaran
O:
 N 62x/i, nafas ireguler, R :35x/i
Perubahan perfusi Putri dwi
jaringan otak adha
A:
 Masalah Perubahan perfusi jaringan
otak teratasi sebagian
P:
 Lanjutkan intervensi
S:
 Ibu klien mengatakan panas tubuh
klien sudah turun
O:
 S: 37,8 C
 AP : Paracetamol drip 20mg/kgBB Putri dwi
Hipertermi
dalam 6 jam , AB : Cefriaxone 100 adha
mg/kgBB selama 30-60 menit/12 jam
A:
 Masalahhipertermi teratasi sebagian
P:
 Intervensi di lanjutkan
S:

O:
 Terpasang bed rell
Resiko cidera  Inj Diazepam via IV
Putri dwi
A:
adha
 Masalah resiko cidera teratasi
P:
 Intervensi dihentikan

Anda mungkin juga menyukai

  • Rencana Keperawatan HD
    Rencana Keperawatan HD
    Dokumen2 halaman
    Rencana Keperawatan HD
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Askep Plasenta Previa
    Askep Plasenta Previa
    Dokumen13 halaman
    Askep Plasenta Previa
    faldo
    Belum ada peringkat
  • Format 1
    Format 1
    Dokumen4 halaman
    Format 1
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • TUBERKULOSIS
    TUBERKULOSIS
    Dokumen21 halaman
    TUBERKULOSIS
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Kegiatan Aktivitas Harian
    Kegiatan Aktivitas Harian
    Dokumen2 halaman
    Kegiatan Aktivitas Harian
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN Respirasi
    FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN Respirasi
    Dokumen7 halaman
    FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN Respirasi
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Askep Klien Dengan Ppom Copd Bronchitis
    Askep Klien Dengan Ppom Copd Bronchitis
    Dokumen28 halaman
    Askep Klien Dengan Ppom Copd Bronchitis
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • KPK
    KPK
    Dokumen7 halaman
    KPK
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • ROLEPLAY
    ROLEPLAY
    Dokumen8 halaman
    ROLEPLAY
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • JOB2
    JOB2
    Dokumen45 halaman
    JOB2
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Tugas Maternitas-Fisiologis Haid
    Tugas Maternitas-Fisiologis Haid
    Dokumen9 halaman
    Tugas Maternitas-Fisiologis Haid
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • NCP Mening Ala Beyi
    NCP Mening Ala Beyi
    Dokumen2 halaman
    NCP Mening Ala Beyi
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Menstruasi
    Menstruasi
    Dokumen5 halaman
    Menstruasi
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • DIAGNOSA KEPERAWATAN Jiwa
    DIAGNOSA KEPERAWATAN Jiwa
    Dokumen3 halaman
    DIAGNOSA KEPERAWATAN Jiwa
    selfa
    Belum ada peringkat
  • Proposal Kantin
    Proposal Kantin
    Dokumen29 halaman
    Proposal Kantin
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • JOB1
    JOB1
    Dokumen32 halaman
    JOB1
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Askep Trimester 1
    Askep Trimester 1
    Dokumen24 halaman
    Askep Trimester 1
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • LP Persalinan Normal
    LP Persalinan Normal
    Dokumen26 halaman
    LP Persalinan Normal
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Pengelolaan Sampah
    Pengelolaan Sampah
    Dokumen8 halaman
    Pengelolaan Sampah
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Diit Hipertensi Leaflet
    Diit Hipertensi Leaflet
    Dokumen2 halaman
    Diit Hipertensi Leaflet
    Dede Fathurrahman
    Belum ada peringkat
  • Komunitas Ispa
    Komunitas Ispa
    Dokumen12 halaman
    Komunitas Ispa
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Proposal Kantin
    Proposal Kantin
    Dokumen29 halaman
    Proposal Kantin
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • PROPOSAL
    PROPOSAL
    Dokumen14 halaman
    PROPOSAL
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Makalah Studi Kelayakan Usaha 1
    Makalah Studi Kelayakan Usaha 1
    Dokumen10 halaman
    Makalah Studi Kelayakan Usaha 1
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • NCP Khusus
    NCP Khusus
    Dokumen3 halaman
    NCP Khusus
    Menik Rieskaa
    Belum ada peringkat
  • Rencana Keperawatan HD
    Rencana Keperawatan HD
    Dokumen2 halaman
    Rencana Keperawatan HD
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Kasus CHF
    Kasus CHF
    Dokumen1 halaman
    Kasus CHF
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • LP 1
    LP 1
    Dokumen13 halaman
    LP 1
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Psikososial Dan Budaya
    Psikososial Dan Budaya
    Dokumen13 halaman
    Psikososial Dan Budaya
    Bella Tiara Wulandari
    Belum ada peringkat