Perubahan pola, bentuk, dan warna pada eliminasi feses merupakan tanda-
tanda gejala disfungsional pada saluran pencernaan. Retensi fekal merupakan salah
satu penyakit gangguan fungsional saluran pencernaan. Retensi fekal adalah
keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk melakukan pengosongan feses pada
rektum. Demikian, feses terhambat di dalam rektum dan sulit dikeluarkan. Efek
awal dari retensi fekal adalah terjadi iritasi kolon yang kemudian sering
berkembang menjadi kejang terutama saat setelah makan.
Keadaan ini kemudian menimbulkan nyeri perut kolik yaitu nyeri pada perut
bagian tengah, dimana nyeri ini sangat hebat hingga dapat menyebabkan syok.
Setelah efek retensi fekal ini terjadi beberapa tahun, kolon mengalami kehilangan
tonus otot sehingga tidak mampu mendeteksi rangsangan normal. Penurunan tonus
otot atau dinamakan atony biasanya terjadi karena faktor penuaan. Penurunan tonus
otot ini juga dapat menimbulkan sembelit dikarenakan tinja atau feses sulit
dikeluarkan dan ditahan dalam waktu yang cukup lama di dalam rektum.
Retensi fekal diawali dengan terjadinya penurunan tonus otot dimana hal ini
menandakan bahwa terjadi gangguan fungsional dalam sistem pencernaan. Apabila
sudah terdeteksi tanda dan gejala disfungsional sistem pencernaan, maka perlu
dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan yang pertama dilakukan ialah pemeriksaaan
fisik, dimana pemeriksaan fisik ini melalui anamnesis yaitu dengan mannayakan
beberapa hal terkait pola eliminasi fkal pada sistem pencernaan. Setelah itu dilanjut
dengan melihat secara visual (inspeksi), lalu meraba (palpasi), kemudian mengetuk
dengan jari (perkusi), dan terakhir mendengarkan menggunakan stetoskop
(auskultasi).
X-ray spinal
CT Scan
Colostomy
Colostomy dapat dilakukan di beberapa lokasi, diantaranya ascending,
transverse, descending, atau sigmoid kolon. Ascending colostomy diposisikan di
sisi kanan atas dari perut. Transversal colostomy diposisikan di tengah hingga
kanan perut atas. Transversal colostomy dilakukan untuk diverticulitis, obstruksi
usus, trauma, atau kanker kolon descendens (sigmoid). Transversal colostomy
biasanya bersifat sementara, tetapi bisa permanen ketika bagian bawah usus besar
harus dikeluarkan atau beristirahat secara permanen. Descending colostomy atau
sigmoid diposisikan di sisi kiri bawah perut. Descending colostomy biasanya
dilakukan ketika terjadi stoma permanen dengan pembukaan di ujung bawah usus
besar. Descending colostomy dilakukan pada klien dengan indikasi kanker rektum
atau kolon sigmoid, juga untuk diverticulus, obstruksi usus, trauma, dan paralisis
(Clark, 2004) dalam (Doengoes, Moorhouse, & Murr, 2010).
Colonoscopy
Pemeriksaan dengan melihat secara langsung atau visulisasi langsung dari usus
besar yang meliputi anus, rektum, sigmoid, hingga menuju ke usus dengan cara
colonoscopy menggunakan serat optik yang fleksibel. Inspeksi visual langsung dari
usus besar (anus, rektum, sigmoid, melampaui dan naik usus) mungkin dengan cara
kolonoskop serat optik yang fleksibel. Pemeriksaan colonospocy memiliki keahlian
yang sama dengan esophagogastroduodenoscopy (EGD) tetapi yang membedakan
adalah diameter colonoscopy lebih besar dan kinerjanya pun lama. Lingkup ini
memiliki kemampuan yang sama dengan yang digunakan untuk EGD tapi
berdiameter lebih besar dan lebih lama. Masih dan rekaman video dapat digunakan
untuk mendokumentasikan prosedur dan temuan.
Sigmoidoscopy
Sigmoidoscopy menggunakan serat optik yang fleksibel memberikan
kemungkinan bahwa usus besar diperiksa hingga ukuran 40 cm sampai 50 cm atau
sekitar 16 sampai 20 inci dari anus. Demikian, yang dapat dilihat dengan
sigmoidoscopy kaku lebih dari 25 cm atau sekitar 10 inci. Pemeriksaan
sigmoidoscopy ini bertujuan untuk mengidentifikasi jaringan yang robek dan
mengalami peradangan ulserasi dalam, adhesi, dan perubahan pada dinding
luminal.
MRI
Apabila hasil CT scan negatif dan pemeriksaan radiografi serviks lateral, maka
dilakukanlah pemeriksaan MRI untuk mengecualikan ketidakstabilan yang terjadi
pada klien. Klien dengan tanda dan gejala fraktur atau injury, neurologis fokal, dan
klien yang akan melakukan operasi, dimana harus ada pemeriksaan MRI scan
terlebih dahulu sebelum dilakukan operasi. MRI dilakukan dengan tujuan untuk
mengevaluasi lesi jaringan lunak, seperti abses atau tumor, edema, perdarahan
sumsum tulang belakang, dan/ atau hematoma ekstradural tulang belakang
(Doengoes, Moorhouse, & Murr, 2010). Pemeriksaan MRI dapat mengidentifikasi
adanya batu ginjal, batu empedu, atau penyakit lain pada hati dan sistem empedu.
Hitung Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC): Jenis tes skrining
yang biasanya dilakukan termasuk Hemoglobin; Hematokrit; Hitung RBC
(Red Blood Cells), morfologi, indeks, dan indeks lebar distribusi; jumlah
dan ukuran trombosit; serta jumlah dan diferensial WBC (White Blood
Cells). Keadaan anemia (Hb rendah dan hipokromik, kadang-kadang
makrositik RBCs) dapat terjadi karena kehilangan darah dari mukosa dan
defisiensi besi dan biasanya leukosit meningkat.
Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR) dan C-reactive protein (CRP): tes ini
untuk mengukur jumlah peradangan dalam tubuh. tes ini akan meningkat
pada klien dengan peradangan aktif.
Prealbumin / albumin / protein total: Pengukuran tingkat protein dalam
plasma untuk menentukan status gizi. Hasil akan menurun dikarenakan
hilangnya protein usus.
Kapasitas pengikatan zat besi serum, asam folat: Membantu menentukan
status gizi dan mendiagnosis penyebab anemia. Hasil menurun karena
infeksi kronis atau sekunder akibat kehilangan darah.
Pemeriksaan pembekuan darah: Pengukuran waktu koagulasi untuk
menentukan kelainan perdarahan. Perubahan bisa terjadi karena penyerapan
vitamin B12 yang buruk.
Elektrolit: Pembebanan mineral dalam larutan, melakukan arus listrik untuk
mengangkut nutrisi dan limbah melintasi membran sel, mengatur
keseimbangan cairan, dan membantu mempertahankan tingkat pH.
Kalium, kalsium, dan magnesium dapat menurun karena malabsorpsi.
Sodium dapat meningkat jika ada gangguan fungsi ginjal.
Berman, A., & Synder, S. J. (2012). Kozier & Erb's fundamentals of nursing:
concepts, process, and practice (ninth ed.). USA: Pearson Education Inc.
Doengoes, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2010). Nursing care plans:
guidelines for individualizing client care across the life span (eight ed.).
United States: F. A. Davis Company.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner &
Suddarth's textbook of medical-surgical nursing (12th ed.). China:
Lippincott Williams & Wilkins.