Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Keperawatan Palliative Care


a. Pengertian Keperawatan Paliatif
Definisi Perawataan Paliatif yang diberikan oleh WHO pada tahun 2005 bahwa
perawatan paliatif adalah system perawatan terpadu yang bertujuan meningkatkan
kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan lain, memberikan
dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat
dan dukungan terhadap keluarga yang kehilangan/berduka.
Di sini dengan jelas dikatakan bahwa Perawatan Paliatif diberikan sejak
diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat. Artinya tidak memperdulikan pada stadium
dini atau lanjut, masih bisa disembuhkan atau tidak, mutlak Perawatan Paliatif harus
diberikan kepada penderita itu. Perawatan Paliatif tidak berhenti setelah penderita
meninggal, tetapi masih diteruskan dengan memberikan dukungan kepada anggota
keluarga yang berduka. Perawatan paliatif tidak hanya sebatas aspek fisik dari penderita
itu yang ditangani, tetapi juga aspek lain seperti psikologis, social dan spiritual.
Titik sentral dari perawatan adalah pasien sebagai manusia seutuhnya, bukan
hanya penyakit yang dideritanya. Dan perhatian ini tidak dibatasi pada pasien secara
individu, namun diperluas sampai mencakup keluarganya. Untuk itu metode
pendekatan yang terbaik adalah melalui pendekatan terintegrasi dengan mengikut
sertakan beberapa profesi terkait. Dengan demikian, pelayanan pada pasien diberikan
secara paripurna, hingga meliputi segi fisik, mental, social, dan spiritual. Maka
timbullah pelayanan palliative care atau perawatan paliatif yang mencakup pelayanan
terintegrasi antara dokter, perawat, terapis, petugas social-medis, psikolog, rohaniwan,
relawan, dan profesi lain yang diperlukan.
Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi bahwa
pelayanan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang
normal.
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
5. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya.

1
6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.
b. Perkembangan Keperawatan Paliatif
Dari seminar keperawatan 2007 yang berjudul “Home Care: Bukti Kemandirian
Perawat”, menyebutkan bahwa di negara maju, perawatan khusus bagi mereka yang
akan segera meninggalmerupakan kolaborasi antara keluarga dan para profesional, dan
memberikan layanan medis, psikologis, social dan spiritual. Pengobatan paliatif
bermaksud mengurangi nyeri dan mengurangi symptom selain nyeri sepertimual,
muntah dan depresi. Perawatan bagi mereka yang akan segera meninggal pertama
didirikan di Inggris melalui lokakarya cicely Saunders di RS Khusus St. Christopher,
RS khusus tersebut pindah ke AS pada thn 1970-an. RS khusus pertama di AS adalah
RS New Haven yang kemudian menjadi RS khusus Connecticut. RS tersebut kemudian
menyebar ke seluruh Negara.Di Indonesia perawatan paliatif baru dimulai pada tanggal
19 Februari 1992 di RS Dr. Soetomo (Surabaya), disusul RS Cipto Mangunkusumo
(Jakarta), RS Kanker Dharmais (Jakarta), RS Wahidin Sudirohusodo (Makassar), RS
Dr. Sardjito (Yogyakarta), dan RS Sanglah (Denpasar). Di RS Dr. Soetomo perawatan
paliatif dilakukan oleh Pusat Pengembangan Paliatif dan Bebas Nyeri. Pelayanan yang
diberikan meliputi rawat jalan, rawat inap (konsultatif), rawat rumah, day care, dan
respite care.
Pengertian rawat jalan dan rawat inap sudah cukup jelas. Rawat rumah (home
care) dilakukan dengan melakukan kunjungan ke rumah-rumah penderita, terutama yang
karena alasan-alasan tertentu tidak dapat datang ke rumah sakit. Kunjungan dilakukan
oleh tim yang terdiri atas dokter paliatif, psikiater, perawat, dan relawan, untuk
memantau dan memberikan solusi atas masalah-masalah yang dialami penderita kanker
dan keluarganya, bukan hanya menyangkut masalah medis/biologis, tetapi juga
masalah psikis, sosial, dan spiritual.
Day care merupakan layanan untuk tindakan medis yang tidak memerlukan
rawat inap, misalnyaperawatan luka, kemoterapi, dsb. Sedang respite care merupakan
layanan yang bersifat psikologis. Di sini penderita maupun keluarganya dapat
berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater, bersosialisasi dengan penderita kanker
lain, mengikuti terapi musik, atau sekedar bersantai danberistirahat. Bisa juga
menitipkan penderita kanker (selama jam kerja), jika pendamping ataukeluarga yang
merawatnya ada keperluan lain.

2
c. Perkembangan Hospice Care
Di Indonesia, perawatan di hospis atau Hospice care merupakan hal yang baru.
Falsafah Hospice Care adalah manusia yang menderita harus dibantu dan diringankan
penderitaannya, agar kualitas hidupnya dapat ditingkatkan selama sakit sampai ajal, dan
meninggal dengan tenang.
Lembaga Pelayanan Kesehatan, terdiri dari :
a. Rawat Jalan
b. Institusi
c. Hospice
d. Community Based Agency
Hospice care adalah perawatan pasien terminal (stadium akhir) dimana
pengobatan terhadap penyakitnya tidak diperlukan lagi. Perawatan ini bertujuan
meringankan penderitaan dan rasa tidak nyaman dari pasien, berlandaskan pada aspek
bio-psiko-sosial-spiritual (Hospice Home Care, 2011).
Ruang lingkup :
1. Pasien yg tinggal di daerah pedalaman.
2. Pasien dengan kanker, heart disease, AIDS, kidney and lung disease.
3. Pasien di nursing home.
4. Pasien yg tinggal sendirian
Tujuan Pelayanan Hospice Care :
1. Meringankan pasien dari penderitaannya.
2. Memberikan dukungan moril, spirituil maupun pelatihan praktis dalam hal
perawatan pasienbagi keluarga pasien dan pelaku rawat.
3. Memberikan dukungan moril bagi keluarga pasien selama masa duka cita.
Tim Pelaksana Hospice Care :
1. Dokter
2. Perawat
3. Pekerja Sosial
4. Relawan
Bentuk Hospice Care :
1. The Institution Hospice Care
2. Hospice Home Care
3. Palliative Care

3
Standar Asuhan Keperawatan :
1. Standard I
Perawat mengumpulkan data kesehatan klien.
2. Standard II
Dalam menetapkan diagnosa keperawatan, perawat melakukan analisa terhadap
data yang telah terkumpul.
3. Standard III
Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan baik dari klien maupun
lingkungannya
4. Standard IV
Perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan dengan menetapkan
intervensi yangakan dilakukan untuk mencapai hasil yang diharapkan.
5. Standard V
Perawat melaksanakan rencana intervensi yang telah di tetapkan dalam
perencanaan.
6. Standard VI
Perawat melakukan evaluasi terhadap kemajuan klien yang mengarah ke
pencapaian hasil yangdiharapkan.
Standar Kinerja Profesional (Profesional Performance)
1. Standard I
Kualitas asuhan keperawatan, perawat melakukan evaluasi terhadap kualitas dan
efektifitas praktik keperawatan secara sistematis
2. Standard II
Performance Appraisal, perawat melakukan evaluasi diri sendiri terhadap praktik
keperawatan yang dilakukannya dihubungkan dengan standar praktik professional,
hasil penelitian ilmiah dan peraturan yang berlaku.
3. Standard III
Pendidikan, perawat berupaya untuk selalu meningklatkan pengetahuan dan
kemampuandirinya dalam praktik keperawatan.
4. Standard IV
Kesejawatan, perawat berinteraksi dan berperan aktif dalam pengembangan
professionalisme sesama perawat dan praktisi kesehatan lainnya sebagai sejawat.
5. Standard V

4
Etika, putusan dan tindakan perawat terhadap klien berdasarkan pada landasan
etika profesi.
6. Standar VI
Kolaborasi, dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat berkolaborasi
dengan klien,keluarga dan praktisi kesehatan lain.
7. Standar VII
Penelitian, dalam praktiknya, perawat menerapkan hasil penelitian.
8. Standard VIII
Pemanfaatan sumber, perawat membantu klien atau keluarga untuk memahami
resiko,keuntungan dan biaya perencanaan dan pelaksanaan asuhan keperawatan.

2.2 Konsep Gagal Ginjal Kronis


a. Definisi Gagal Ginjal Kronis
Meskipun ukurannya kecil, organ ginjal bersifat sangat vital. Ginjal berfungsi
untuk menjaga keseimbangan serta mengatur konsentrasi dan komposisi cairan di
dalam tubuh. Ginjal juga berfungsi untuk membersihkan darah dan berbagai zat hasil
metabolisme serta racun di dalam tubuh. Sampah dari dalam tubuh tersebut akan diubah
menjadi air seni (urin). Air seni diproduksi terus menerus di ginjal, lalu dialirkan
melalui saluran kemih ke kandung kemih. Bila cukup banyak urin di dalam kandung
kemih, maka akan timbul rangsangan untuk buang air kecil. Jumlah urin yang
dikeluarkan setiap hari sekitar 1-2 liter. Selain itu, ginjal juga berperan untuk
mempertahankan volume dan tekanan darah, mengatur kalsium pada tulang, mengatur
produksi sel darah merah, dan menghasilkan hormon seperti erythropoetin, renin, dan
vitamin D.
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001).
b. Etiologi
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis).
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis).
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis).
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik).

5
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginjal).
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme).
7. Nefropati toksik.
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih).
9. BAK sedikit , warna urine lebih tua , bercampur darah.
10. Peningkatan ureum atau kreatinin.
(Price & Wilson, 1994)
c. Patofisiologi
a) Patofisiologi
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium
gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR (Glomerular Filtration Rate) yang
tersisa dan mencakup :
1) Penurunan cadangan ginjal;
Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi
tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi
nefron yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin,
menyebabkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan
untuk mendeteksi penurunan fungsi.
2) Insufisiensi ginjal;
Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-nefron yang
tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban
yang diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam darah karena
nefron yang sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon
terhadap diuretic, menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi
menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu
pengobatan medis.
3) Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
4) Penyakit gagal ginjal stadium akhir;
Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron
fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi
tubulus. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan
kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan

6
homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal.
(Corwin, 1994).
b) Perjalanan Penyakit
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium:
1) Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75 %). Tahap inilah yang
paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini
belum merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal
masih dalam masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan
kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan
memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama
atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
2) Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat
melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL
menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi
kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan
pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah
langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita
masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang
berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein
dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi
kadar normal.
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini
penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan
konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam
hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan
pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila
langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah
penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 %
jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas
batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari

7
kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai
meningkat melebihi kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang
terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang
lebih dari 3 liter / hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan
faal ginjal diantara 5 % - 25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul
gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, , aktifitas penderita
mulai terganggu.
3) Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %) Semua gejala sudah jelas
dan penderita masuk dalam keadaan diman tak dapat melakukan tugas sehari
hair sebaimana mestinya. Gejal gejal yang timbul antara lain mual, munta,
nafsu makan berkurang., sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih
berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan
kesadaran sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa
nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar
kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat
dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak
sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam
tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari
500/ hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula
menyerang tubulus ginjal, kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks
perubahan biokimia dan gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik
mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk
transplantasi ginjal atau dialisis.
d. Stadium Pada Gagal Ginjal Kronis
a) Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal dapat
dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit ginjal ini,
tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan CKD dan
mengurangi resiko penyakit jantung dan pembuluh darah.

8
b) Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi ginjal
kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD kita dan
meneruskan pengobatan untuk mengurangi resiko masalah kesehatan lain.
c) Stadium 3
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium ini,
anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja
dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.
d) Stadium 4
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi CKD
dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal.
Masing-masing pengobatan membutuhkan persiapan. Bila kita memilih
hemodialisis, kita akan membutuhkan tindakan untuk memperbesar dan
memperkuat pembuluh darah dalam lengan agar siap menerima pemasukan jarum
secara sering. Untuk dialisis peritonea, sebuah kateter harus ditanam dalam perut
kita. Atau mungkin kita ingin minta anggota keluarga atau teman menyumbang
satu ginjal untuk dicangkok.
e) Stadium 5
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk
menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan
ginjal.
Terapi yang dianjurkan pada stadium 5 adalah dialisis (cuci darah) atau dengan
cangkok ginjal.
1. Dialisis
Dua bentuk dialisis utama adalah hemodialisis dan dialisis peritonea. Pada
hemodialisis, darah kita dialihkan melalui penyaringan yang menghilangkan
bahan ampas. Darah bersih dikembalikan ke tubuh kita.
2. Pencangkokan / transplantasi
Sebuah ginjal yang dapat disumbangkan oleh donor tanpa nama yang baru saja
meninggal atau dari orang yang masih hidup, umumnya sanak saudara. Ginjal
yang kita terima harus cocok dengan tubuh kita. Semakin mirip ginjal baru
dengan kita, semakin tidak mungkin sistem kekebalan tubuh akan meningkat.

9
e. Manifestasi Klinis
a) Kardiovaskuler
1. Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis.
2. Pitting edema (kaki, tangan, sacrum).
3. Edema periorbital.
4. Friction rub pericardial.
5. Pembesaran vena leher.
b) Dermatologi
1. Warna kulit abu-abu mengkilat.
2. Kulit kering bersisik.
3. Pruritus.
4. Ekimosis.
5. Kuku tipis dan rapuh.
6. Rambut tipis dan kasar.
c) Pulmoner
1. Krekels
2. Sputum kental dan liat
3. Nafas dangkal
4. Pernafasan kussmaul
d) Gastrointestinal
1. Anoreksia, mual, muntah, cegukan
2. Nafas berbau ammonia
3. Ulserasi dan perdarahan mulut
4. Konstipasi dan diare
5. Perdarahan saluran cerna
e) Neurologi
1. Tidak mampu konsentrasi
2. Kelemahan dan keletihan
3. Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran
4. Disorientasi
5. Kejang
6. Rasa panas pada telapak kaki
7. Perubahan perilaku

10
f) Muskuloskeletal
1. Kram otot
2. Kekuatan otot hilang
3. Kelemahan pada tungkai
4. Fraktur tulang
5. Foot drop
f. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
1. Laboratorium darah
BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb, trombosit,
Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin).
2. Pemeriksaan Urin
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton,
SDP, TKK/CCT.
b) Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan
gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
c) Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate.
d) Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi
dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada,
pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.
g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :
a) Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
b) Obat-obatan: diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk
terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang
dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.
c) Dialisis: dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius,
seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki
abnormalitas biokimia; menyebabkan caiarn, protein dan natrium dapat

11
dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecendurungan perdarahan; dan
membantu penyembuhan luka.
d) Transplantasi ginjal (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).
e) Penanganan hiperkalemia; Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah
utama pada gagal ginjal akut; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling
mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya
hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium
> 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T
rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Pningkatan kadar kalium
dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren
sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.
f) Mempertahankan keseimbangan cairan; Penatalaksanaan keseimbanagan cairan
didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi
urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien.
Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses,
drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi
penggantia cairan.
h. Pengertian gagal ginjal kronik terminal
Disebut gagal ginjal kronik stadium 'terminal' (akhir) bila fungsi ginjal sudah dibawah
10-15% dan tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian obat-obatan atau diet. Pada
stadium ini ginjal sudah tidak mampu lagi beradaptasi/mengkompensasi fungsi-fungsi
yang seharusnya diemban oleh ginjal yang sangat dibutuhkan tubuh sehingga
memerlukan suatu terapi atau penanganan untuk menggantikan fungsinya yang
disebut terapi pengganti ginjal atau Renal Replacement therapy. Terapi Pengganti
Ginjal bisa dengan metode dialysis atau metode transpantasi (cangkok) ginjal. Metode
dialysis ada 2 jenis yaitu: metode cuci darah (haemodialysis atau disingkat HD) dan
cuci perut (peritoneal dialysis, disingkat PD). Keduanya akan diuraikan kemudian.
i. Perawatan Pada Klien Gagal Ginjal Kronik Terminal
Perawatan yang biasa di gunakan dalam penanganan gangguan ginjal kronik terminal
adalah manajemen diet, dialisis dan transplantasi ginjal. Manejemen diet di berikan
kepada penderita sejak dari tahap awal sampai tahap akhir.
a) Manajemen diet bertujuan untuk membantu mempertahankan status gizi yang
optimal mencegah faktor- faktor pemberat, mencoba untuk memperlambat

12
penurunan fungsi ginjal, mengurangi dan menghilangkan gejala yang
mengganggu dan mengatur keseimbangan elektrolit.
b) Dialistis merupakan tindakan terapi keperawatan yang harus di lakukan oleh
penderita gagal ginjal baik akut atau kronis. Dialisis saat ini hanya mengeluarkan
48 sampai 52% dari toksin urenik, oleh karena itu penderita tetap memerlukan
pembatasan pemasukan makanan dan minuman yang ketat serta intervensi obat-
obatan untuk mengatur aspek-aspek dari kegagalan fungsi ginjal yang lain serta
untuk mencegah terjadinya akumulasi sisa-sisa metabolisme diantaranya waktu
dialisa.
Transplantasi ginjal merupakan upaya terakhir dalam perawatan penderita
gangguan ginjal. Hal ini terutama dilakukan apabila fungsi ginjal yang tersisa
sangat sedikit bahkan tidak ada. Prinsip utama nya adalah mengganti ginjal yang
rusak dengan ginjal yang sehat lewat proses operasi.
Dampak Stres
Stres mempengaruhi banyak aspek dalam kehidupan manusia. Dalam aspek kognitif, stres
dapat menyebabkan gangguan pada fungsi kognitif dengan menurunkan atau meningkatkan
perhatian pada sesuatu. Dalam aspek emosi, stres dapat menimbulkan rasa ketakutan yang
merupakan reaksi yang umum ketika individu terasa terancam memunculkan perasaan sedih
dan depresi, serta memicu rasa marah ketika individu mengalami situasi yang
membahayakan atau membuat frustasi. Dalam aspek prilaku sosial stres dapat mengubah
prilaku individu dalam menghadapi orang lain.
a. Strategi Menghadapi Stres
Mengurangi tingkatan stres mengakibatkan kurangnya resiko memburuknya atau
kambuhnya suatu penyakit. oleh karena itu, manusia memotivasi untuk melakukan
sesuatu untuk mengurangi stres yang disebut juga dengan koping. Koping merupakan
suatu proses dalam mengatur tuntutan internal dan eksternal yang berat bahkan sangat
sulit.
b. Jenis - Jenis Koping
a) Emotion-Focused-Coping
Bentuk koping ini bertujuan untuk mengontrol respon emosional yang muncul
dalam menghadapi stresor. Beberapa strategi yang di gunakan antara lain
kontrol diri, mengambil jarak dengan stresor, berusaha untuk melihat dari sudut
pandang lain, menerima keadaan kontrol dan melarikan diri.

13
b) Problem-Focused-Coping
Bentuk koping ini bertujuan untuk mengurangi tuntutan stresor atau
mengembangkan sumber daya dalam menghadapi tuntutan. Beberapa strategi
yang berhubungan dengan bentuk koping ini antara lain melakukan konfrontasi
dengan menolak perubahan atau berusaha mengubah keyakinan orang lain,
bergantung pada dukungan sosial dan melakuakan strategi pemecahan masalah
yang terencana.
c. Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah informasi dari orang lain bahwa ia di cintai dan di perhatikan,
memiliki harga diri dan di hargai serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan
kewajiban bersama.
a) Sumber Dukungan Sosial
Dari definisi diatas dapat dilihat dengan jelas bahwa sumber dukungan sosial
ini adalah orang lain yang akan berinteraksi dengan individu sehingga individu
tersebut merasakan kenyamanan secara fisik dan pisikologis. Orang lain ini
terdiri dari:
1. Pasangan hidup
2. Orang tua
3. Saudara
4. Anak
5. Kerabat
6. Teman
7. Rekan kerja
8. Staf medis
9. Anggota dalam kelompok kemasyrakatan.
b) Bentuk Dukungan
1. Dukungan instrumental
Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat
memberikan pertolongan langsung seperti pinjaman uang, pemberian
barang, makanan serta pelayanan.
2. Dukungan informasional
Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, sarana atau umpan
balik tentang situasi dan kondisi individu.

14
3. Dukungan emosional
Membuat individu memiliki perasaan nyaman, yaki, di perdulikan dan di
cintai oleh sumber dukungan sosial sehingga individu dapat menghadapi
masalahnya dengan lebih baik.
4. Dukungan pada harga diri
Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif pada individu, pemberian
semangat, persetujuan pada pendapat individu, perbandingan yang positif
dengan individu lain.
5. Dukungan dari kelompok sosial
Bentuk dukungan ini akan membuat individu merasa menjadi anggota dari
suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktivitas sosial
dengannya.
d. Dukungan Spiritual
a) Anjurkan klien untuk melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya.
b) Ajak keluarga untuk mengikuti ibadah bersama dengan klien.
c) Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan ibadah di masyarakat, misalnya
pengajian
e. Quality Of Life atau Kualitas Hidup
Kualitas hidup pasien seharusnya menjadi perhatian penting bagi para
professional kesehatan karena dapat menjadi acuan keberhasilan dari suatu
tindakan/intervensi atau terapi. Disamping itu, data tentang kualitas hidup juga dapat
merupakan data awal untuk pertimbangan merumuskan intervensi/tindakan yang tepat
bagi pasien.
Kualitas hidup adalah persepsi seseorang tentang posisinya dalam hidup dalam
kaitannya dengan budaya dan sistem tata nilai di mana ia tinggal dalam hungannya
dengan tujuan, harapan, standar, dan hal-hal menarik lainnya. WHO mendefinisikan
kualitas hidup sebagai “the individual’s perception of their life status concerning the
context of culture and value system inwhich they live and their goals, expectations,
standards,and concerns”. (Nelson & Lotfy, 1999). Penderita GGKT yang menjalani
hemodialisis sering diikuti dengan penurunan kualitas hidup (Scot et al., 2007). Dari
penelitian sebelumnya beberapa faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien
antara lain adanya rasa nyeri dan ketidaknyamanan yang diakibatkan dari sakit yang
diderita atau tindakan atau prosedur pengobatan terkait sakit yang diderita, gangguan

15
tidur, kualitas pelayanan dan perawatan, penyakit penyerta, status sosial ekonomi dan
dukungan keluarga (Cohen et al., 2007, Joan et al., 2004. Scot et al., 2007).
Saat ini “health-related quality of life (HRQOL)” atau kualitas hidup yang
berhubungan dengan kesehatan telah menjadi salah satu ukuran dari keberhasilan
pelayanan kesehatan. Pengukuran HRQOL bersifat multidimensi yang meliputi antara
lain fungsi fisik, sosial dan fungsi peran , mental health dan persepsi kesehatan secara
umum (Albert et al., 2004, Bayliss et al., 2005). Pengukuran kualitas hidup dapat
dilakukan dengan menggunakan kuesioner kualitas hidup dari WHO.
Perawatan atau konseling paliatif adalah bentuk perawatan yang bertujuan
untuk berusaha meningkatkan kualitas hidup pasien saat menghadapi penyakitnya.
Perawatan paliatif berfokus untuk meredakan gejala-gejala seperti rasa sakit dan
kondisi seperti kesepian, yang dapat menyebabkan depresi dan mengganggu pasien
untuk dapat menjalani hidup. Pengobatan ini juga berusaha memastikan bahwa
keluarga dapat tetap berfungsi normal dan utuh serta memberikan dukungan kepada
pasien. Adapun bentuk-bentuk perawatan paliatif yang dapat diterapkan kepada pasien
antara lain sebagai berikut:
1. Mengurangi rasa sakit dan gejala tidak nyaman lainnya. Hal ini dilakukan
dengan berkonsultasi dengan dokter terkait.
2. Memberikan psikoedukasi mengenai arti kehidupan dan memandang kematian
sebagai suatu proses yang normal.
3. Melakukan terapi kelompok dengan sesama penderita gagal ginjal. Tujuannya
antara lain agar peserta terapi, termasuk pasien, dapat saling memberi
dukungan, berbagi pengalaman, dan mendapat informasi seputar penyakit gagal
ginjal dari sesama anggota kelompok.
4. Meningkatkan kualitas hidup dan memberikan pengaruh positif selama sakit,
antara lain dengan mendorong pasien agar tetap aktif dalam berkegiatan (seperti
olahraga dan bekerja) dan membuat perencanaan terperinci mengenai rencana
masa depan, termasuk bidang pekerjaan yang akan didalami.
5. Memberikan psikoedukasi kepada keluarga pasien mengenai pentingnya
dukungan keluarga bagi pasien dalam menghadapi penyakitnya

16
BAB III
TINJAUAN KASUS

3. 1 Kasus
Seorang Pria Bernama Tn D, Suku Sunda, Umur 35 Tahun Masuk Rumah Sakit Pada
Tanggal 12 Agustus 2014,
Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan Umum Klien : Gelisah, Sesak Nafas
b. Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 100 X/Menit
Pernafasan : 35x/Menit
Suhu : 37,6 0c
SPO2 : 80%.
d. BB : 80 Kg
e. TB : 165 cm

Pemeriksaan Penunjang Tanggal : 12 Agustus 2014 :


a. Ureum : 202,32
b. Kreatinin : 18,5 mg/dl
c. SGOT : 19
d. SGPT : 30
e. WBC : 5,5 X 103
f. RBC : 3,90
g. HGB : 10,7
h. HCT : 32,5%
i. GDS : 161
j. Pemeriksaan Radiologi :
a) Hasil Rontgen Thorax
Cor : Apeks Jantung Bergeser Ke Laterokauadal
Ctr Tidak Dapat Dinilai
Pulmo:
Tampak Bercak Keturunan Pada Pulmo

17
Diafragma Kanan Setingi Kosta Ix Posterior
Sinus Kostofrenikus Kanan Kiri Lancip
Adanya Cairan Dirongga Alveolus
Kesan:
Suspek Kardiomegali (Cv). Adanya Dalam Pulmo.
k. Pemeriksaan USG :
Ginjal Kanan : Bentuk Normal, Batas Kortiko Meduler Tampak Tidak Jelas,
Ekogenitas Parenkim Hiperecoic, Tak Tampak Batu.
Ginjal Kiri : Bentuk Dan Ukura Normal,Tak Tampak Batu.

Diet Yang Diperoleh :


a) Uremia 170 Kkal
b) Protein 0,6 Hd/Kg Bb
c) Rendah Garam
Terapi :
a) Oksigen 3 Liter (Nasal Kanul)
b) Injeksi Lasix Kurang Lebih 3x2 Ampu
c) Hemobion 2x1 (250 Mg) Per Oral
Dengan diagnosa Gagal Ginjal Kronik Stadium Akhir (V) (Ckd Stadium V), dan menjalani
hemodialisa rutin sejak tahun 2008 sampai dengan sekarang, sekarang klien mengeluh,
sesak nafas sudah dua hari, bengkak dikedua tangan dan kaki, BAK tidak lancar, air kencing
sedikit dan berwarna keruh, mual-mual, nafsu makan menurun, lemah, letih, lesu. Klien
makan dan minum sedikit, aktivitas berkurang, tidur terganggu karena sesak nafas, tidak
ada keluhan Nneri, hubungan klien dengan orang lain baik hubungan seksual dengan istri
terganggu akibat penyakit yang diderita oleh klien, dan keluarga telah mengetahui
mengenai penyakitnya dan telah menerimanya dengan lapang dada, pasien dan keluarga
rajin berdoa, baca Al-quran, dan sering dikunjungi oleh ustadz.

3. 2 Pembahasan Kasus
a. PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Identitas Klien
Nama Klien : Tn. D
Umur / Tanggal Lahir : 35 Tahun / 09 September 1977

18
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Sunda/ Indonesia
Status Pernikahan : Menikah
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Nyengseret Selatan RW 03
No.RM : 1040274/12012702
Tanggal Masuk RS : 12 Agustus 2014
Tanggal Pengkajian : 12 Agustus 2014
Diagnosa Medis : CKD Stadium V
b. Penanggung Jawab
Nama : Ny. M
Umur : 30 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan klien : Istri
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Sesak Nafas
Klien mengatakan sesak nafas akan bertambah apabila klien melakukan
aktivitas berlebihan, seperti : menaiki tangga, jalan-jalan disekitar rumah, dll
dan sesak nafas akan berkurang apabila klien berada didepan kipas angin
(menghirup angin dari kipas angin), klien merasa sesak nafas terus-menerus
selama sehari penuh, klien merasakan sesak sedang, dimana klien masih mampu
melakukan aktifitas sendiri seperti mengambil minum sendiri, mandi, walaupun
separuh aktivitas dibantu oleh keluarga seperti mengantar ke kamar madi dam
toilet,klien merasa sesak nafas pada saat pagi, siang, dan malam hari atau terus
menerus merasakan sesak nafas.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan sesak nafas sudah dua hari, bengkak dikedua tangan dan kaki,
BAK tidak lancar, air kencing sedikit dan berwarna keruh, mual-mual, nafsu
makan menurun, lemah, letih, lesu, pusing.
c. Riwayat Kesehatan Yang Lalu

19
Pasien mengatakan sering kerumah sakit untuk melakukan hemodialisa, dan
mengontrolkan diri kedokter.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga dan pasien mengatakan tidak ada yang mengalami penyakit penyakit
ginjal, jantung, dan hipertensi, diabetes mellitus, dll.
3. Pola Persepsi
Pasien mengatakan dirinya mengalami gagal ginjal dan mengetahui tentang gagal
ginjal yang dideritanya. Pasien tahu apa yang menyebabkan terjadinya gagal ginjal,
akibat lanjut gagal ginjal dan tahu tentang cara perawatannya. Selama ini pasien
mengatakan sering minum minuman keras (alkohol) dan jarang minum air
putih.pasien tidak menghiraukan tentang kesehatannya. Setelah sakit, baru
menyadari dan menyesali perbuatan buruknya serta berobat ke sarana kesehatan.
4. Pola nutrisi metabolik
a. Sebelum sakit : pasien makan 3 kali sehari, makan habis satu porsi,
mengkonsumsi nasi, lauk, buah, nafsu makan baik, minum air putih 6-8 gelas
sehari.
b. Setelah sakit : pasien makan 3 kali sehari, porsi sedikit, tidak habis 1 porsi,
habis 2-3 sendok makan. Minu, Pasien merasa mual-mual, sehingga nafsu
makan menurun.
5. Pola eliminasi
a. Sebelum sakit : BAB 1 kali sehari, warna kuning, konsistensi lunak,
BAK warna kuning jernih, tidak sakit.
b. Selama sakit : BAB 1 kali / 3 hari, konsistensi sedikit keras, BAK lewat
selang kateter, warna keruh.
6. Pola latihan dan aktivitas
a. Sebelum sakit : melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang
lain.
b. Selama sakit : aktivitas dibantu oleh keluarga, karena sesak nafas, klien
kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan menegeluh lemah, letih
dan lesu.
7. Pola istirahat dan tidur
a. Sebelum sakit : pasien tidur 7 jam pada malam hari dan kadang-kadang
tidur siang, 30 menit – 1 jam perhari.

20
b. Selama sakit : pasiensusah tidur dan kadang tidak tidur karena sesak nafas
yang dialaminya.
8. Pola persepsi sensori dan kognitif
Sebelum sakit dan selama sakit daya ingat klien bagus, tidak ada keluhan nyeri
maupun yang berkaitan dengan kemampuan sensasi.
9. Pola hubungan dengan orang lain
Sebelum dan selama sakit, hubungan pasien dengan orang lain baik.
10. Pola reproduksi dan seksual
Hubungan seksual dengan istri terganggu, terkait penyakit yang dialami oleh klien,
sehingga menghambat hubungan suami istri.Namun pasien mengatakan mampu
mengontrol nafsu seksualnya.
11. Riwayat psikososial
a. Pola konsep diri
Keluarga pasien dan pasien menerima penyakit yang diderita pasien serta
berusaha untuk melakukan perawatan yang terbaik demi kesembuhan pasien.
b. Pola kognitif
Keluarga pasien dan pasienmengetahui tentang penyakit yang diderita pasien.
c. Pola koping
Keluarga pasien dan pasien sempat khawatir dalam menghadapi penyakit yang
diderita pasien terlebih lagi tentang pembiayaan (obat serta cuci darah).
12. Riwayat Spiritual
a. Ketaatan Pasien Beribadah
Pasien beragama Islam, pasien rajin solat dan berdoa ditempat tidur serta setiap
malam pasien membaca Al-quran (pasien mengatakan bahwa Tuhan adalah
kekuatannya dan tempatnya mengadu).
b. Dukungan Keluarga Pasien
Keluarga sering berdoa dan membacakan ayat Al-quran ketika mengunjungi
pasien serta mengundang ustadz atau kyai untuk datang mendoakan pasien.
c. Ritual Yang Biasa Dijalankan Pasien
Solat, berdoa, dan membaca Al-quran.
13. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum Klien : Gelisah, Sesak Nafas
b. Tingkat kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda-tanda Vital

21
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Pernafasan : 35x/menit
Suhu : 37,6 0C
SPO2 : 80%.
BB : 80 kg
TB : 165 cm
d. Sistem Kardivaskuler
Jantung berada dibagian depan rongga mediastinum, iktus cordis tak tampak,
iktus cordis teraba di IC VI linea mid clavicula, bunyi redup dan bunyi
tambahan.
e. Sistem Pencernaan
Bentuk perut buncit, tidak ada massa, nteri tekan, bising usus 11x/menit.
f. Sistem Muskuloskeletal
Kekuatan otot menurun, tidak ada kelainan tulang, edema pada kaki dan
tangan, kekuatan otot masing – masing tangan dan kaki, pada skala 4 (kekuatan
cukup kuat tapi bukan kekuatan penuh). (kekuatan otot skala menggunakan
lovette’s, dengan nilai 0 - 5).
g. Sistem Endokrin
Warna kulit putih kebiruan (kusam dan kering), bersisik pada tangan dan kaki,
Wajah sedikit bengkak.
h. Sistem Integumen
Warna kulit putih kebiruan (kusam dan kering), bersisik pada tangan dan kaki,
CRT > 3 Detik, kulit diraba hangat.
i. Sistem Neurologi
Tingkat kesadaran pasien apatis.
j. Sistem Reproduksi
Tidak Ada Masalah.
k. Sistem Perkemihan
BAK tidak lancar, air kencing sedikit dan berwarna keruh.Pasien
menggunakan foley cateter.
l. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Tgl : 12 Agustus 2014

22
Ureum : 202,32
Kreatinin : 18,5 mg/dl
SGOT : 19
SGPT : 30
WBC : 5,5 x 103 / ?l
RBC : 3,90
HGB : 10,7
HCT : 32,5%
GDS : 161
2. Pemeriksaan Radiologi :
Hasil rontgen thorax
COR: Apeks jantung bergeser ke laterokauadal
CTR tidak dapat dinilai
Pulmo:
Tampak bercak keturunan pada pulmo
Diafragma kanan setingi kosta IX posterior
Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip
Adanya cairan dirongga alveolus
Kesan:
Suspek kardiomegali (CV).Adanya dalam pulmo.
3. Pemeriksaan USG :
Ginjal kanan : Bentuk normal, batas kortiko meduler tampak tidak jelas,
ekogenitas parenkim hiperecoic, tak tampak batu.
Ginjal kiri : Bentuk dan ukura normal,tak tampak batu.
m. Diet yang diperoleh :
Uremia 170 kkal
Protein 0,6 hd/kg BB
Rendah garam
n. Terapi :
Oksigen 3 liter (nasal kanul)
Injeksi Lasix kurang lebih 3x2 ampul
Hemobion 2x1 (250 mg) per oral.

23
b. Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DS : Edema Pola nafas tidak
Klien mengatakan sesak nafas efektif
Cairan masuk
DO : ke paru
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah: 140/90 mmHg Edema paru
Nadi : 100 x/menit
Pernafasan : 35x/menit Difusi 0ksigen
Suhu : 36,6.0c dan CO2 paru
SPO2 :80% . terganggu
Hasil pemeriksaan fisik paru :
simetris statis dinamis Pola nafas
taktil fremitus teraba kanan dan tidak efektif
kiri lemah, redup, ronkhi basah
hasil rontgen : adanya cairan di
rongga alveolus.

2 DS : kerusakan fungsi Gangguan perfusi


Klien mengeluh lemah, letih, lesu ginjal jaringan
DO :
Tanda-tanda Vital sekresi eritropoetin
Tekanan Darah: 140/90 mmHg menurun
Nadi : 100 x/menit
Pernafasan : 35x/menit produksi eritrosit
Suhu : 37,6 0c menurun
Konjungtiva palpebral anemis
CRT pada ekstremitas atas dan oksi hemoglobin
bawah lebih dari 3 detik menurun
Hemoglobin 8.4 g/dl (low)
Hematokrit 26.4 % (low)

24
Eritrosit3.5 juta/mmk (low) suplay oksigen ke
SPO2 :80% . jaringan menurun

gangguan perfusi
jaringan
3 DS : GGK dan gagal Kelebihan
Klien mengatakan BAK tidak jantung volume cairan
lancar, air kencing sedikit dan
warna keruh. Tanggan dan kaki Peningkatan cairan
membengkak. intravaskuler

Terjadi
DO : perpindahan cairan
Edema pada tangan dan kaki Dari intravaskuler
Turgor kulit tidak elastis ke interstitial di
CRT lebih dari 3 detik. perifer
BB : 80 kg
Ureum 202,32 mg/dl Cairan interstitial
meningkat

Edema perifer dan


paru

kelebihan volume
cairan
4 DS : Kerusakan fungsi Gangguan
Klien mengatakan mual-mualn ginjal nutrisi kurang dari
nafsu makan berkurang. kebutuhan tubuh
BUN, kreatinin
DO : meningkat
Klien makan porsi sedikit, tidak
habis 1 porsi, habis 2-3 sendok Produksi sampah
makan. dialiran darah

25
Ureum : 202,32
Kreatinin : 0,10 Masuk dalam
SGOT : 19 saluran
SGPT : 30 gastrointestinal
WBC : 5,5 x 103 /
RBC : 3,90 Nausea
HGB : 10,7 Vomitus
HCT : 32,5%
GDS : 161 Gangguan nutrisi
Diet : kurang dari
Uremia 170 kkal kebutuhan tubuh
Protein 0,6 hd/kg BB
Rendah garam

5 DS : Klien dan Memiliki


Klien mengatakan menyerahkan keluarga hubungan yang
semua masalah kesehatnnya baik dengan
kepada Tuhan. Kekuatan iman Tuhan

DO : Berdoa dan
Klien dan keluarga tampak membaca Al-quran
berdoa, solat dan membaca al-
quran dan sering dikunjungi oleh Kedekatan
ustadz/ kiyai dengan Tuhan

Memiliki
hubungan yang
baik dengan Tuhan
6 DS : Klien dan Kualitas
Klien dan keluarga mengatakan keluarga hidup meningkat
tetap menjalani perawatan untuk
kesembuhan pasien dan terus memiliki
hidup dengan penuh semangat Semangat Hidup

26
dengan menjaga pola makan, dan
pola hidup Menghadapi
penyakit dengan
DO : sabar
Klien dan keluarga tampak
tenang menghadapi perawatan Pasrah kepada
yang melelahkan Tuhan

Kualitas hidup
meningkat

3. 3 DiagnosaKeperawatan
1. Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Edema Paru.
2. Gangguan Perfusi Jaringan Berhubungan Dengan Suplai Oksigen Ke Jaringan
Menurun.
3. Kelebihan Volume Cairan Berhubungan Dengan Input Cairan Lebih Besar Dari
Pada Output.
4. Gangguan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Berhubungan Dengan Intake
Tidak Adekuat.
5. Memiliki Hubungan Yang Baik Dengan TuhanBerhubungan Dengan Kepasrahan
Dan Kesabaran Dalam Menghadapi Tingkat Penyakit Yang Dialami Oleh Pasien
(Gagal Ginjal Kronik Tahap Akhir/Stadium V).
6. Kualitas Hidup Meningkat Berhubungan Dengan Kemampuan Pasien Dan
Keluarga Dalam Menghadapi Sulitnya Menjalani Hidup Dengan Penyakit Yang
Berat.

3. 4 Intervensi Keperawatan

NO TUJUAN DAN RASIONAL


RENCANA
DX KRITERIA HASIL
1. Tujuan : a. Auskultasi bunyi nafas, a. menyatakan adanya
pola nafas kembali catat adanya crakles pengumpulan sekret
normal/stabil b. Ajarkan klien batuk b. membrsihkan jalan
Kriteria hasil : efektif dan nafas dalam nafas dan

27
Klien tidak mengalami c. Atur posisi senyaman memudahkan alirfan
dyspnea mungkin oksigen
d. Batasi untuk c. mencegah terjadimya
beraktivitas sesak nafas
e. Anjurkan diet d. mencegah sesak atau
hipertonis hipoksia
f. kolaborasi pemberian e. mengurangi edema
oksigen paru
f. perfusi jaringan
adekuat.
2. Tujuan : a. Selidiki adanya tanda a. Mengetahui penyebab
Perfusi jaringan anemia b. Edema merupakan
adekuat b. Observasi adanya penyebab
Kriteria hasil : edema ekstremitas c. Meningkatkan
CRT kurang dari 2 c. Dorongan latihan aktif sirkulasi perifer
detik. dengan rentang gerak d. Meningkatkan suplai
sesuai toleransi oksigen
d. Kolaborasi pemberian
oksigen

3. a. Kaji status cairan a. Mengetahui status


dengan menimbang BB cairan, meliputi input
Tujuan : perhari, keseimbangan dan output.
Volume cairan dalam masukan dan keluaran, b. Pembatasan cairan
keadaan seimbang turgor kulit Tanda- akan menentukan BB
tanda vital ideal, keluaran urine,
b. Batasi masukan cairan dan respon terhadap
Kriteria hasil : c. Jelaskan pada pasien terapi.
Tidak ada edema, dan keluarga tentang c. Pemahaman
keseimbangan antara pembatasan cairan. meningkatkan
input dan output cairan d. Anjurkan pasien / ajari kerjasama klien dan
klien untuk mencatat keluarga dalam
penggunaan cairan pembatasan cairan.

28
terutama pemasukan d. Mengetahui
dan keluaran. keseimbangan input
dan output.
4. Tujuan : a. Awasi konsumsi a. Mengidentifikasi
Mempertahankan makanan / minuman kekurangan nutrisi
masukan nutrisi yang b. Perhatikan adanya mual b. Menurunkan
adekuat dengan muntah pemasukan dan
Kriteria hasil : c. Berikan makanan memerlukan
Menunjukan protein sedikit tapi sering intervensi
albumin stabil. d. Berikan diet protein 0.6 c. Porsi lebih kecil dapat
hd/kg BB meningkatkan
e. Berikan perawatan masukan makanan
mulut sering d. Meningkatkan protein
albumin
e. Menurunkan
ketidaknyamanan dan
mempengaruhi
masukan makanan.
5 Tujuan : a. Rajin melakukan doa a. Mendekatkan diri
Memelihara hubungan b. Rajin membaca al- pada Tuhan
baik dengan Tuhan. quran (membina hubungan
c. Rajin melakukan hal- yang baik dengan
hal yang berkaitan Tuhan melalui doa).
dengan kerohaniaan. b. Menenangkan diri
dengan melihat dan
merengungkan
ajaran-ajaran Tuhan.
c. Meningkatkan
keimanan dengan
melibatkan diri
dengan hal-hal yang
berkaitan dengan
kerohaniaan.

29
6 Tujuan : a. Mampu a. Menghadapi segala
Mempertahankan mengendalikan sesuatu dengan
kualitas hidup yang masalah tenang
baik. b. Menghadapi b. Mampu
perawatan dengan mengendalikan stress
tabah dan sabar dengan baik.

30
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Laporan ini berisi tentang Palliative Care pada penderita gagal ginjal kronik.
Diharapkan perawat dapat mengetahui lebih lagi mengenai Palliative Care dan cara
penanganan pada pasien penderita gagal ginjal kronik, tidak hanya tindakan medis tetapi
penanganan pada psikis penderita (Meningkatkan kualitas hidup penderita) dan keluarga
dan dapat melakukan komunikasi terapeutik.

4.2 Saran
1. Bagi pembaca diharapkan makalah ini dapat memberi informasi dan pengetahuan
tentang penyakit Gagal Ginjal Kronis serta dapat menjadi pemicu untuk melakukan
tindakan pencegahan dini terhadap Penyakit Gagal Ginjal Kronis.
2. Bagi petugas perawatan diharapkan makalah ini dapat menjadi informasi tambahan
mengenai penyakit Gagal Ginjal Kronis sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan yang tepat dan dapat menjadi sarana informasi bagi klien/ masyarakat
dalam memberikan pendidikan kesehatan.
3. Bagi institusi pendidikan diharapkan dapat ikut serta untuk melakukan promosi
kesehatan atau penyuluhan tentang Penyakit Gagal Ginjal Kronis kepada masyarakat.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Moore E.E, Mattox K.L, Feliciano D.V ; Principles of Critical Care, in


Trauma Manual, ED. Moore E.E, Mattox K.L, Feliciano D.V ; 2003, McGraw Hill
Book Coy.,p. 441 – 451
2. Rivet E.B and Coopersmith C.M : Critical Care, in The Washington MANUAL OF
surgery, 5th ed. , Ed. Klingensmith M.E, Lie E.C, Glasgow S.C et al, 2008, Lippincot
Williams & Wilkins, Philadelphia, p. 134 – 52.

3. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical–surgical
nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli
diterbitkan tahun 1996)
4. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC;
2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
5. Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2001

32

Anda mungkin juga menyukai