Krisis ekonomi global juga memiliki implikasi pada pembangunan dan revitalisasi
pertanian dan agribisnis. Ada catatan menarik seperti yang dilaporkan oleh Subejo (2009c)
yaitu dengan menengok tragedi krisis ekonomi global yang saat ini tengah berlangsung di
belahan dunia, nampaknya pertanian sebagai akar awal profesi kehidupan di banyak Negara
Banyak tenaga muda produktif yang kehilangan pekerjaan di sektor industri dan jasa
diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan berbagai proses produksi pertanian. Kemudian
mereka (2.400 orang) dipekerjakan di berbagai sektor pertanian. Baik perusahaan pertanian,
koperasi pertanian, maupun rumah tangga pertanian skala besar. Mereka mendapat upah yang
Situasi ini merupakan momen yang tepat di tengah semakin berkurangnya dan
menuanya para pekerja pertanian di seluruh wilayah Jepang. Selain sebagai jarring pengaman
sosial/social safety net, program ini juga diarahkan untuk menjamin kedaulatan pangan dan
merevitalisasi pembangunan pertanian. Belajar dari strategi Jepang sebagai negara industri
terkemuka yang masih memiliki perhatian besar pada pertanian, semestinya Indonesia yang
masih memproklamirkan diri sebagai negara agraris harus melakukan perhatian dan tindakan
yang jauh lebih serius dari yang dilakukan Jepang. Dengan kontribusi pertanian sekitar 17
persen pada GDP nasional dan kemampuan menampung angkatan kerja lebih dari 40 persen,
nampaknya tidak ada alasan yang kuat dan logis untuk mengabaikan pembangunan pertanian
Indonesia. Selain itu pertanian juga merupakan penyumbang devisa negera yang cukup
signifikan. Dengan semakin kokohnya dominasi produk perkebunan seperti kelapa sawit,
karet, kakao di pasar dunia potensi devisa yang dapat diraup semakin terbuka lebar.
Fungsi lain yang kadang terlupakan adalah fungsi konservasi dan kemampuan pertanian
untuk memberikan ruang hidup yang nyaman, segar, dan udara yang bersih memiliki nilai
yang sangat strategis. Masih banyak persoalan substansial yang belum terpecahkan.
Bukan hanya persoalan klasik peningkatan produktivitas lahan dan teknologi saja. Persoalan
mendasar utamanya akses petani terhadap unsur utama pertanian juga belum terselesaikan.
Paling tidak akses terhadap lahan, benih dan air. Jika akses dasar pertanian sudah terpenuhi
akses-akses sekunder dan tersier yang muaranya peningkatan kesejahteraan petani perlu terus
didorong.
Akses terhadap pembiayaan, pasar, dan pengolahan hasil juga sangat penting.
Prioritas pembangunan pertanian yang hampir selalu berada di bawah baik di level nasional
maupun daerah masih menjadi hal biasa selama beberapa tahun terakhir. Apalagi di era
otonomi daerah di mana otoritas kepala daerah dan DPR daerah dalam penentuan prioritas
pembangunan yang kadang masih melihat pertanian sebagai sektor yang hasilnya lama
sehingga menjadi kurang menarik bagi mereka.Potensi, daya tahan akan goncangan dan multi
fungsi pertanian mestinya menjadi catatan penting bagi birokrasi dan legislatif di berbagai
level agar dapat dipertimbangkan menjadi salah satu prioritas utama dalam pembangunan.
Pendidikan politik akan arti penting pembangunan pertanian dan advokasi akan hal tersebut
nampaknya memang perlu terus menerus dilakukan sehingga dapat menggugah kesadaran pihak
yang berkompeten.