Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kalibrasi merupakan kunci untuk menyeragamkan setiap perlakuan herbisida.

Jika dosis rekomendasi tidak diaplikasikan secara merata, karena cara aplikasi

yang tidak benar, maka akan terjadi dua hal yang tidak diinginkan, yaitu: gulma

tidak akan mampu dikendalikan di areal yang teralikasi herbisida dengan dosis

yang lebih sedikit dari dosis rekomendasi dan gulma dan tanaman budidaya akan

mati di areal yang teraplikasi herbisida dengan dosis lebih tinggi dari dosis

rekomendasi. (Ahmad, Hiskia. 2007)

Untuk menghindari kesalahan tersebut serta untuk menjamin teknik aplikasi

yang akurat, terlebih dahulu harus ditentukan areal penyemprotan yang aktual

dengan memperhatikan jumlah herbisida yang diperlukan untuk areal perlakuan

dan bagaimana larutan herbisida tersebut dapat diaplikasikan secara seragam pada

areal perlakuan. Hal ini melibatkan pekerjaan kalibrasi dari alat semprot

(sparayer) yang akan dipergunakan dan orang yang akan melakukan aplikasi

(apliakator). (Ahmad, Hiskia. 2007 )

Ada tiga faktor yang menentukan keberhasilan kalibrasi, yaitu ukuran lubang

nozel (nozel curah), tekanan dalam tangki alat semprot, dan kecepatan berjalan (

ke depan) aplikator. Ketiga faktor tersebut harus diatur sedemikian rupa sehingga

diperoleh suatu volume larutan herbisida tertentu yang dapat dilepaskan melalui

lubang nozel pada setiap waktu yang dikehendaki. (Ahmad, Hiskia. 2007 )
1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah:

 untuk mengetahui dosis herbisida dan kebutuhan herbisida pada suatu lahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Sudarmo (1991), pestisida adalah bahan kimia yang digunakan


untuk mengendalikan perkembangan atau pertumbuhan dari hama, penyakit dan
gulma. Tanpa menggunakan pestisida akan terjadi penurunan hasil pertanian yang
signifikan. Pestisida secara umum digolongkan beberapa jenis menurut organisme
yang akan dikendalikan populasinya yaitu Insektisida, herbisida, fungsida dan
nematisida digunakan untuk mengendalikan hama, gulma, jamur tanaman yang
patogen dan nematoda. (Sudarmo, 1991)
Semua alat yang digunakan untuk mengaplikasikan pestisida dengan cara

penyemproan disebut alat semprot atau sprayer. Apapun bentuk dan mekanisme

kerjanya, sprayer berfungsi untuk mengubah atau memecah larutan semprot yang

dilakukan oleh nozzle, menjadi bagian-bagian atau butiran-butiran yang sangat

halus (droplet). Pada alat pengkabut (miss blower) dimasukkan kedalam

pengertian sprayer.Fogging machine dan cold aerosol generator sebenarnya juga

dapat dianggap sebagai sprayer. Banyak jenis alat penyemprot yang bisa

digunakan, yaitu penyemprot gendong, pengabut bermotor tipe gendong (Power

Mist Blower and Dust), mesin penyemprot tekanan tinggi (High Pressure Power

Sprayer), dan jenis penyemprot lainnya. Penggunaan alat penyemprot ini

disesuaikan dengan kebutuhan terutama yang berkaitan dengan luas areal

pertanaman sehingga pemakaian pestisida menjadi efektif dan efisien (Sukma, Y.

dan Yakup, 1991).

Alat yang digunakan dalam aplikasi pestisida tergantung formulasi yang

digunakan. Pestisida yang berbentuk butiran untuk menyebarkannya tidak

membutuhkan alat khusus, cukup dengan ember atau alat lainnya yang bisa

dugunakan untuk menampung pestisida tersebut dan sarungtangan agar tangan


tidak berhubungan langsung dengan pestisida. Pestisida berwujud cairan (EC)

atau bentuk tepung yang dilarutkan (WP atau SP) memerlukan alat penyemprot

untuk menyebarkannya. Sedangkan pestisida yang berbentuk tepung hembus bisa

digunakan alat penghembus. Pestisida berbentuk fumigant dapat diaplikasikan

dengan alat penyuntik, misalnya alat penyuntik tanah untuk nematisida atau

penyuntik pohon kelapa untuk jenis insektisida yang digunakan memberantas

penggerek batang (Djojosumarto, 2000). Pada dasarnya semua alat yang

digunakan untuk mengaplikasikan pestisida dengan cara penyemprotan disebut

alat semprot atau sprayer. Apapun bentuk dan mekanisme kerjanya, sprayer

berfungsi untuk mengubah atau memecah larutan semprot, yang dilakukan nozzle,

menjadi bagian-bagian atau butiran-butiran yang sangat halus.(Sukma, Y. dan

Yakup, 1991)

Berdasarkan ketahanannya di lingkungan, maka pestisida dapat

dikelompokkan atas dua golongan yaitu yang resisten dimana meninggalkan

pengaruh terhadap lingkungan dan yang kurang resisten. Menurut Raini (2007)

pestisida yang termasuk organoklorin termasuk pestisida yang resisten pada

lingkungan dan meninggalkan residu yang terlalu lama dan dapat terakumulasi

dalam jaringan melalui rantai makanan, contohnya DDT, Cyclodienes,

Hexachlorocyclohexane (HCH), endrin. Pestisida kelompok organofosfat adalah

pestisida yang mempunyai pengaruh yang efektif sesaat saja dan cepat

terdegradasi di tanah, contohnya Disulfoton, Parathion, Diazinon, Azodrin,

Gophacide, dan lain- lain (Manuaba, 2008).

Penyemprot gendong, baik yang otomatis atau semiotomatis dilengkapi

dengan sabuk penggendong. Sabuk ini berfungsi untuk menaruh alat pada
punggung penyemprot. Bagi penyemprot gendong otomatis, sebelum

penyemprotan dimulai maka diperlukan pemompaan terlebih dulu. Pemompaan

dilakukan berulang kali sampai tekanan di dalam tangki dianggap cukup dengan

melihat manometer yang ada pada alat tersebut. Tekanan yang terlalu tinggi

dikhawatirkan bisa meledak. Dan sebaliknya, apabila tekanan rendah maka air

semprotan keluarnya tidak sempurna. Lain lagi cara penggunaan penyemprotan

gendong semiotomatis, jenis penyemprot ini diperlukan pemompaan yang

kontinyu. (Sukma, Y. dan Yakup, 1991)

Pengabut bermotor tipe gendong (Power Mist Blower and Dust) adalah

alat untuk mengabutkan atau menghembuskan cairan dari dalam tangki. Untuk

melakukan pekerjaan tersebut masih diperlukan bantuan motor penggerak. Pada

dasarnya system kerjanya sama, yaitu memanfaatkan tekanan, hanya saja tekanan

yang diberikan pada alat ini berasal dari motor penggerak. Mesin penyemprot

tekanan tinggi (High Pressure Power Sprayer) adalah alat yang akan

mengeluarkan cairan semprot bila tekanan di dalam tangki cukup tinggi. Bagian-

bagian dari penyemprot tekanan tinggi adalah unit ruang tekan dan isap, unit

pompa, selang, laras dan nozzle. Alat ini digolongkan menjadi tiga tipe, yaitu tipe

penyemprot yang menggunakan kerangka besi, tipe penyemprot yang diletakkan

di atas gerobak, dan tipe yang diletakkan di atas traktor. (Djojosumarto, 2004)

Pestisida yang digunakan untuk mengendalikan gulma, hama dan penyakit

tanaman umumnya cair. Untuk pengaplikasiannya pestisida cair digunakan alat

semprot yang disebut sprayer. sprayer adalah alat atau mesin yang berfungsi untuk

memecah suatu cairan, larutan atau suspensi menjadi butiran cairan (droplets) atau

spray. (Fatimah, Soja)


BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu Dan Tempat

3.1.1 Waktu

Adapun waktu dilaksanakan praktikum ini adalah Selasa, 26 September

2018 pukul 16.00 – selesai.

3.1.2 Tempat

Adapun tempat dilaksanakan praktikum ini adalah di lahan percobaan

Fakultas Pertanian Universitas Methodist Indonesia Medan.

3.2 Alat Dan Bahan

3.2.1 Alat

Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pompa solo, gelas

ukur, alat tulis, stopwacth.

3.2.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah pestisida,

herbisida dan air.

3.3 Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah:

- Disiapkan alat dan bahan

- Dibuat tali, ukuran lahan

- Dihitung kecepatan sprayer, volume larutan, dan konsentrasi

- Ditentukan dosis
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Adapun hasil yang di dapat pada praktikum ini adalah:

Ulangan 1 : vol.air/menit ke 1 = 554 ml


Ulangan 2 : vol.air/menit ke 2 = 650 ml
Ulangan 3 : vol.air/menit ke 3 = 700 ml

Ulangan 1 : vol.air/menit ke 1 = 700 ml


Ulangan 2 : vol.air/menit ke 2 = 700 ml
Ulangan 3 : vol.air/menit ke 3 = 700 ml

Dosis = 1,5 L/Ha


Jarak = 25 meter

V1 = 700 ml

V2 = 700 ml

V3 = 700 ml

Rata2: 700 ml = 0,71/menit

Vol.pengaplikasian I = 25 m 1,53 mnt 132 m/menit

Vol.pengaplikasian II = 25 m 3,17 mnt 7,2 m/menit

Vol.pengaplikasian III = 25 m 3,01 mnt 7,8 m/menit

X = 2,4 m/menit

vol.sprayer × luas lahan


Vol. Larutan = ( )
luas nozel ×vol.pengaplikasian

0,7 l ×10.000
=( )
1,2 m ×9,4

7000
= 11,28 = 620,56 l/ha

K.larutan = (( dosis/ha) = keb. Larutan) x 100%)

= ( 11,5 l/ha = 620,56 l/ha) x 100%)


= 0,24 %

Dosis/l = 0,0024 l

= 2,4 ml/Lair

1 Kap = 15 x 2,4

= 36 ml/kap

Catatan: kecepatan sangat berpengaruh pada pengaplikasian.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan ketahanannya di lingkungan, maka pestisida dapat

dikelompokkan atas dua golongan yaitu yang resisten dimana meninggalkan

pengaruh terhadap lingkungan dan yang kurang resisten. Menurut Raini (2007)

pestisida yang termasuk organoklorin termasuk pestisida yang resisten pada

lingkungan dan meninggalkan residu yang terlalu lama dan dapat terakumulasi

dalam jaringan melalui rantai makanan,

Penyemprot gendong, baik yang otomatis atau semiotomatis dilengkapi

dengan sabuk penggendong. Sabuk ini berfungsi untuk menaruh alat pada

punggung penyemprot. Bagi penyemprot gendong otomatis, sebelum

penyemprotan dimulai maka diperlukan pemompaan terlebih dulu. Pemompaan

dilakukan berulang kali sampai tekanan di dalam tangki dianggap cukup dengan

melihat manometer yang ada pada alat tersebut.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum ini adalah jumlah dosis yang
digunakan yaitu 2,4 ml/Lair.

5.2 Saran
Adapun saran pada praktikum ini adalah:
 Sebaiknya praktikan datang tepan waktu
 Sebaiknya praktikan mengerjakan acc di rumah
 Sebaiknya praktikan selalu hadir
 Sebaiknya praktikan sopan terhadap asisten dosen
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman pangan yang penting di dunia,

selain padi dan gandum. Jagung sebagai salah satu tanaman yang memiliki

sumber karbohidrat utama (Tim Karya Tani Mandiri, 2010). Menurut Badan Pusat

Statistika (2013) produksi jagung di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 18,51 juta

ton. Produksi ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2012 sebesar 0,88

juta ton, dengan penurunan produksi jagung maka Indonesia masih melakukan

import jagung sebesar 3,2 juta ton dari luar negeri. Salah satu penyebab

penurunan produksi tanaman adalah gulma.

Kompetisi antara gulma dan tanaman pada sistem produksi tanaman

budidaya berhubungan dengan ketersediaan sarana tumbuh yang ada hanya

terbatas jumlahnya, seperti air, hara, cahaya, CO2, dan ruang tumbuh .

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah:

 untuk mengetahui pengaruh kerapatan gulma pada pertumbuhan tanaman.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Telah diketahui bahwa gulma merupakan tumbuhan yang kehadirannya

dapat menimbulkan gangguan terhadap tanaman budidaya. Secara fisik, gulma


bersaing dengan tanaman budidaya untuk memperoleh cahaya, air, dan nutrisi

(Moenandir dalam Hasanuddin et al., 2012). Derajat persaingan antara gulma dan

tanaman tergantung pada densitas gulma jenis gulma, varietas tanaman dan

tingkat pemupukan. Spesies yang berbeda mempunyai kemampuan bersaing

berbeda karena memiliki karakteristik morfologi dan fisiologi yang berbeda

sedangkan densitas gulma berpengaruh pada penurunan hasil tanaman, yaitu

semakin tinggi densitas maka hasil tanaman semakin menurun (Tjitrosoedirdo et

al. dalam Hasanuddin et al., 2012).

Gulma mampu bersaing efektif selama jangka waktu kira-kira 1/4 - 1/3

dari umur tanaman semusim (annual crops) sejak awal pertumbuhannya. Pada

lahan kering gulma tumbuh lebih awal dan populasinya lebih padat dan menang

bersaing dengan tanaman yang dibudidayakan, sehingga gulma seringkali menjadi

masalah utama setelah faktor air dalam sistem produksi tanaman di lahan kering,

terutama tanaman semusim (pangan dan sayuran).

Pada budidaya tanaman di lahan kering beberapa spesies gulma

seperti Imperata cylindrica (alang alang), Cynodon dactylon (grinting), Borreriaal

ata, Ageratum conyzoides (babandotan), Synedrella nodiflora (jontang kuda), Cyp

-erus rotundus (teki berumbi) mempunyai sifat pertumbuhan yang cepat,

berkembang biak dengan biji maupun stolon/rimpang, toleran terhadap kekeringan

dan mampu menghambat perkecambahan biji maupun pertumbuhan awal tanaman

yang dibudidayakan (Fatimah, Soja)

Oleh karena itu, dalam memahami mengenai kerugian yang timbulkan

oleh gulma terhadap tanaman budidaya, perlu dilakukan kajian yang berkaitan

dengan kompetisi antara gulma dengan tanaman budidaya. Sehingga, setelah


diperoleh pengetahuan mengenai kompetisi tersebut, dapat dilakukan usaha untuk

mengurangi terjadinya kerugian produksi tanaman budidaya yang disebabkan oleh

gulma.

2.1 Kerugian Langsung dan Tidak Langsung Kompetisi Gulma

2.1.1 Penurunan Hasil Panen

Kerugian langsung yang ditimbulkan akibat adanya gulma yang paling

mendapat perhatian para peneliti ialah yang berkaitan dengan penurunan hasil

panen. Gulma dapat menurunkan hasil panenan dalam dua cara yaitu :

 dengan mengurangi jumlah hasil yang dapat dipanen (biji-bijian,rumput,buah-

buahan, dan sebagainya)

 dengan mengurangi jumlah individu tanaman yang dipanen.

Penurunan dalam hasil yang dapat dipanen. Besarnya penurunan dalam hasil

panen yang disebabkan oleh gulma sagatlah bervariasi bergantung jenis tanaman

pokoknya, jenis gulma dan factor petrtumbuhan yang mempengaruhinya. Adanya

gulma dalam jumlah yang cukup banyak dan rapat selama musim pertumbuhan

akan menyebabkan kehilangan hasil secara total (Sastroutomo, 1990).

Penurunan kualitas hasil panen. Gulma dapat menyebabkan penurunan hasil

sebagai akibat :

1. tercampurnya hasil panenan dengan biji-bijan gulma yang sulit untuk

dipisahkan dan dimurnikan. Contohnya pada tanaman kapas jenis gulma yang

biasanya menyerang yaitu jenis kekangkungan (Ipomeas sp.) dimana gulma

tersebut menyebabkan peningkatan kotoran 2 kali lipat pada hasil kapasnya.

2. adanya gulma dapat mempengaruhi pemanennan khususnya dengan mesin

misalnya pada jenis-jenis gulma merambat atau gulma berkayu. Oleh karena itu
akibat adanya pencampuran oleh gulma menyebabkan keuntungan menjadi

menurun. Jumlah umbi bawang liar yang bercampur dengan 100 gr biji gandum

adalah 2 atau lebih akan menyebabkan penurunan harga menjadi separuh lebih

rendah dibandingkan dengan gandum yang tidak tercampur dengan

umbi (Sastroutomo, 1990).

2.2 Panen Campuran dalam Komunitas

Adanya campuran gulma pada tanaman komunitas yang ditanam akan

mempengaruhi hasil panen total dari tanaman pangnnya dan gulma. Jika hasil

total komunitas khususnya tanaman pangannya melebihi dari hasil panen tanaman

pangan yang tidak ada gulmanya, maka dalam keadaan ini pengendalian gulma

tidak perlu dilakukan. Namun jika hasil total komunitas khususnya tanaman

pangannya tidak melebihi atau malah kurang dari hasil panen tanaman pangan

yang tidak ada gulmanya, maka dalam keadaan ini pengendalian gulma perlu

dilakukan (Sastroutomo, 1990).

2.3.1 Penyerapan Beberapa Faktor Pertumbuhan oleh Jenis Gulma.

Pada kenyataanya, penurunan hasil oleh adanya gulma merupakan akibat dari

adanya penyerapan sumber daya yang tidak seimbang dan lebih besar di serap

oleh gulma dari pada tanaman budidayanya (Sastroutomo, 1990).


BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu dan tempat

3.1.1 Waktu

Adapun waktu dilaksanakan praktikum ini adalah Selasa, 2 Oktober

2018, pukul 16.00 – selesai.

3.1.2 Tempat

Adapun tempat dilaksanakan praktikum ini adalah di Laboratorium

Fakultas Pertanian Universitas Methodist Indonesia.

3.2 Alat dan bahan

3.2.1 Alat

Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sprayer dan

polibeg 5 kg sebanyak 4.

3.2.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah tanah, benih

jagung, dan umbi teki – tekian.

3.3 Prosedur kerja

1. Disiapkan alat dan bahan seperti, tanah dan polibeg

2. Di isi polibeg dengan tanah dan Disiram tanah dengan air

3. Di tanam benih jagung sebanyak 5 benih per polibeg

4. Ditanam umbi teki pada polibeg 1 sebanyak 0

5. Ditanam umbi teki pada polibeg 2 sebanyak 5 teki

6. Ditanam umbi teki pada polibeg 3 sebanyak 12 teki

7. Ditanam umbi teki pada polibeg 4 sebanyak 16 teki


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Adapun hasil yang didapat dari praktikum ini adalah:

Parameter I

Benih Yang Tinggi Kondisi


Keterangan
Tumbuh Tanaman(cm) Tanaman
5
5
5 5
4
Hijau Tanpa Teki

5
5

5 6
7
5
Sedikit Kuning 5 Teki

5
5
4
5 4
4
Kuning Dan
Pendek
12 Teki

4
5
4 Kuning, Cacat
5 4
4
Daun, dan
Pendek
16 Teki

Parameter II

Benih Yang Tinggi Kondisi


Keterangan
Tumbuh Tanaman(cm) Tanaman
9
9
5 9
8
Hijau Tanpa Teki

10
9

5 8
7
8
Sedikit Kuning 5 Teki

9
9
7
5 8
6
Kuning Dan
Pendek
12 Teki

7
10
6 Kuning, Cacat
5 5
7
Daun, dan
Pendek
16 Teki

Parameter III

Benih Yang Tinggi Kondisi


Keterangan
Tumbuh Tanaman(cm) Tanaman
39
39
5 39
38
Hijau Tanpa Teki

39
28

5 27
27
27
Sedikit Kuning 5 Teki

27
23,2
22
5 22
22
Kuning Dan
Pendek
12 Teki

21
24
24 Kuning, Cacat
5 23
24
Daun, dan
Pendek
16 Teki

25

Parameter IV

Benih Yang Tinggi Kondisi


Keterangan
Tumbuh Tanaman(cm) Tanaman
40
41
5 40
40
Hijau Tanpa Teki

41
32

5 34
35
32
Sedikit Kuning 5 Teki

32
24
23
5 24
23,5
Kuning Dan
Pendek
12 Teki

23
26
25 Kuning, Cacat
5 26
26
Daun, dan
Pendek
16 Teki

26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapat pada praktikum ini adalah Derajat

persaingan antara gulma dan tanaman tergantung pada densitas gulma jenis

gulma, varietas tanaman dan tingkat pemupukan. Spesies yang berbeda

mempunyai kemampuan bersaing berbeda karena memiliki karakteristik

morfologi dan fisiologi yang berbeda sedangkan densitas gulma berpengaruh pada

penurunan hasil tanaman, yaitu semakin tinggi densitas maka hasil tanaman

semakin menurun

5.2 Saran

Adapun saran pada praktikum ini adalah:

 Sebaiknya praktikan datang tepat waktu

 Sebaiknya praktikan mengerjakan acc di rumah

 Sebaiknya praktikan sopan terhadap asdos.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada umumnya dipandang dari manfaat yang didapat, tumbuhan dibagi

menjadi dua yaitu, tanaman yaitu tumbuhan yang menguntungkan dan

dibudidayakan dan tumbuhan yang merugikan. Tumbuhan yang menguntungkan

disebut tanaman yaitu tumbuhan yang dibudidayakan oleh manusia atau sengaja

untuk ditanam karena mempunyai nilai ekonomis yang menjanjikan. Sedangkan

tumbuhan yang merugikan adalah tumbuhan yang tidak dikehendaki

keberadaannya. Dalam kegiatan budidaya atau dalam ilmu pertanian, tumbuhan

tersebut sering disebut dengan gulma (weed).

Pengertian gulma yang lain adalah tumbuhan yang belum diketahui

manfaatnya secara pasti sehingga kebanyakan orang juga menganggap bahwa

gulma mempunyai nilai negatif yang lebih besar daripada nilai ekonomisnya.

Sehingga gulma tersebut harus dimusnahkan dari, agar tidak menimbulkan

kerugian-kerugian yang lainnya, yang nantinya dapat mengganggu kegiatan

pertanian. Baik secara teknis, produksi, maupun secara ekonomis. Gulma adalah

suatu tumbuhan lain yang tumbuh pada lahan tanaman budidaya, tumbuhan yang

tumbuh disekitar tanaman pokok (tanaman yang sengaja ditanam) atau semua

tumbuhan yang tumbuh pada tempat (area) yang tidak diinginkan oleh si penanam

sehingga kehadirannya dapat merugikan tanaman lain yang ada di dekat atau

disekitar tanaman pokok tersebut (Guntoro, 2010).

Gulma dibedakan menjadi tiga golongan yaitu rumput-rumputan (grasses),

teki (sedges) dan golongan berdaun lebar (broad leaves). Gulma merupakan salah
satu faktor penting yang dapat mempengaruhi produksi dan produktivitas

pertanian. Gulma menjadi pesaing kuat bagi tanaman dalam pemanfaatan sarana

tumbuh seperti hara, air, dan cahaya.

Analisis vegetasi biasa ditujukan untuk mempelajari tingkat suksesi,

evaluasi hasil pengendalian gulma, perubahan flora sebagai akibat metode

pengendalian tertentu dan evaluasi herbisida ( trial ) untuk menentukan aktivitas

suatu herbisida terhadap jenis gulma di lapangan. Selain itu, analisis vegetasi

digunakan untuk mengetahui gulma-gulma yang memiliki kemampuan tinggi

dalam penguasaan sarana tumbuh dan ruang hidup.

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan praktikum ini adalah unntuk mengetahui nili penting dari

vegetasi gulma di suatu lahan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Gulma

Gulma adalah suatu tumbuhan lain yang tumbuh pada lahan tanaman

budidaya, tumbuhan yang tumbuh disekitar tanaman pokok (tanaman yang

sengaja ditanam) atau semua tumbuhan yang tumbuh pada tempat (area) yang

tidak diinginkan oleh sipenanam sehingga kehadirannya dapat merugikan tanaman

lain yang ada di dekat atau disekitar tanaman pokok tersebut (Guntoro, 2010).

Sifat gulma umumnya mudah beradapt

asi dengan lingkungan yang berubah dibandingkan dengan tanaman budidaya.

Daya adaptasi dan daya saing yang kuat merupakan sifat umum gulma

(Tjirtosoedirdjo et. al. 1984).

Menurut Mangoensoekarjo (1983) adalah tumbuhan pengganggu yang nilai

negatif apabila tumbuhan tersebut merugikan manusia baik secara langsung

maupun tidak langsung dan sebaliknya tumbuhan dikatakan memiliki nilai positif

apabila mempunyai daya guna manusia.

2.2 Pengelompokan Gulma

Pengelompokan ini berkaitan dengan kesamaan reaksi gulma dengan

morfologi daun tertentu terhadap herbisida yang serupa. Berdasarkan sifat-sifat

tersebut, gulma dikelompokkan kedalam (Sukman, 2001):

a. Kelompok berdaun sempit

Spesies-spesies gulma yang daunnya berbentuk garis (linearis),

memanjang dan sempit, pipih, tepinya sejajar, berbentuk pita (ligulatus) seperti
linearis tetapi lebih lebar. Gulma rumput biasanya berada pada

marga Poaceae(Gramineae).

b. Kelompok teki-tekian

Spesies-spesies gulma dari marga Cyperaceae yang memiliki penampang

batang segitiga, daunnya berbentuk garis (linearis). Contoh yang tremasuk

kelompok ini: Cyperus rotundusdan Fymbristilis miliaceae.

c. Kelompok berdaun lebar

Spesies-spesies gulma dengan bentuk daun bulat panjang (oblongus),

lanset (lanceolatus), bulat telur (ovatus), lanset terbalik (oblanceolatus), jantung

(cordatus), segitiga sama sisi (sagittatus) dan bentuk elips.Kelompok ini memiliki

arah pertumbuhan batang tegak, berbaring, menjalar, memanjat, dan melilit.

Kelompok gulma daun lebar terdiri dari spesies-spesies class Dicotyledonae,

termasuk didalamnya marga-margaEuphorbiaceae, Amaranthaceae, Asteraceae,

Mimosaceae, Leguminoceae, Rubiaceae, Commelinaceae, dan sebagainya

2.3 Analisis Vegetasi Gulma

Ada empat metode yang lazim digunakan yaitu estimasi visual, metode

kuadratik, metode garis atau rintisan dan metode titik. Selanjutnya akan

dibicarakan hanya metode estimasi visual dan metode kuadratik (Syakir, 2008):

a) Metode Estimasi.

Setelah letak letak dan kuas petak contoh yang akan diamati ditentukan,

lazimnya berbentuk lingkaran, pengamatan dilakukan pada titik tertentu yang

selalu tetap letaknya, m isalnya selalu di tengah atau di salah satu sudut yang tetap

pada petak contoh yang telah terbatas.


Besaran yang dihitung berupa dominasi yang dinyatakan dalam persentse

penyebaran. Karena nilai penyebaran tiap jenis dalam area dihitung dalam persen,

maka bila dijumlah akan diperoleh 100% (termasuk % daerah kosong jika ada).

Dapat juga dominansi dihitung berdasar suatu skala abundansi (scale abundance)

yang bernilai 1 – 5 (Braun-Blannquat; Weaver), 1 – 10 (Domin) atau 1 – 3

(Wirahardja & Dekker). Cara ini sangat berguna bilamana populasi vegetasi

cukup merata dan tidak banyak waktu tersedia. Tetapi memiliki kelemahan yaitu

terdapat kecenderungan untuk menaksir lebih besar jenis-jenis yang menyolok

(warna maupun bentuknya), sebaliknya menaksir lebih sedikit jenis-jenis yang

sulit dan kurang menarik perhatian. Juga sulit untuk dapat mewakili keadaan

populasi vegetasi seluruhnya, dan penaksiran luas penyebaran msing-masing

komponen tidak terkamin ketepatannya.

b) Metode Kuadrat.

Yang dimaksud kuadrat disini adalah ukuran luas dalam satuan kuadrat

(m2, cm2, dsb), tetapi bentuk petak-contoh dapar berupa segi empat, segi-panjang

ataupun lingkaran. Untuk vegetasi yang pendek/rendah, bentuk lingkaran lebih

menguntungkan karena ukurannya dapat diperluas dengan cepat dan teliti dengan

menggunakan seutas tali yang dikaitkan pada titik pusat petak.

Untuk gulma berbebtuk herba rendah lebih efisien menggunakan metode

kuadrat segi-panjang dari pada kuadrat segi-empat, karena kelompok tumbuhan

berkembang membentuk sebuah lingkaran. Dengan kuadrat segi panjang akan

lebih memungkinkan memotong kelompok tumbuhan dan lebih banyak kelompok

yang bisa diamati.


Jika yang ditinjau distribusi suatu kelompok tumbuhan, kuadrat lingkaran

kurang efiasien dibanding semua bentuk segi-empat, tetapi lingkaran mempunyai

keuntungan dibanding semua bentuk geometri lainnya karena lingkaran

mempunyai perbandingan terkecil antara tepi dan luasnya.

Bentuk lingkaran juga paling cocok untuk evaluasi asosiasi gulma di

daerah yang luas dan bila menggunakan sampling estimasi visual. Karena luas dan

keadaan vegetasi yang sangat bervariasi maka yang selalu menimbulkan

pertanyaan adalah berapa luas/jumlah petak contoh yang memedai. Terutama bila

kita hanya menggunakan petak contoh tunggal , luas yang memadai harus kita

tentukan. Luas/jumlah petak-contoh minimal ini berbentuk kaudrat atau lingkaran,

dapat ditentukan dengan menyusun sebuah kurva-jenis (Syakir, 2008).

Dalam hal ini, penguasaan sarana tumbuh pada umumnya menentukan

gulma tersebut penting atau tidak. Namun dalam hal ini jenis tanaman memiliki

peran penting, karena tanaman tertentu tidak akan terlalu terpengaruh oleh adanya

gulma tertentu, meski dalam jumlah yang banyak Oleh karenanya, pelaksanaan

praktikum analisis vegetasi perlu dilakukan guna mengetahui macam-macam

gulma yang hidup mendominasi di alam bebas, sehingga nantinya dapat dijadikan

acuan untuk dilakukan pengendalian gulma secara efektif.

umumnya tanaman dibagi menjadi dua yaitu, tanaman yang

menguntungkan dan tanaman yang merugikan. Tanaman yang menguntungkan

pastinya tanaman yang dibudidayakan oleh manusia atausengaja untuk ditanam

karena mempunyai nilai ekonomis yang menjanjikan. Sedangkan tanaman

yangmerugikan adalah tanaman yang tidak dikehendaki keberadaannya. Atau

dalam bahasa pertanian sering disebut dengan gulma (weed). Tetapi perlu
diketahui bahwa tidak selamanya gulma hanya memberikan nilai negatif saja

untuk tanaman budidaya. Gulma jugamempunyai nilai positif yang memberikan

keuntungan bagi tanaman budidaya. Yang pertama, gulma dapatmengurangi

resiko erosi yang terjadi di areal pertanaman tanaman budidaya. Kedua, gulma

dapat menjadiinang hewan predator bagi hama – hama yang merusak tanaman.

Gulma juga dapat berperan sebagai LCC (Legume cover crop).


BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu Dan Tempat

3.1.1 Waktu

Adapun waktu dilaksanakan praktikum ini adalah Selasa, 10 oktober 2018

pukul 16.00 – selesai.

3.1.2 Tempat

Adapun tempat dilaksanakan praktikum ini adalah di Laboratorium

Fakultas Pertanian Universitas Methodist Indonesia Medan.

3.2 Alat Dan Bahan

3.2.1 Alat

Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah tali rafia, pancak,

spidol permanen, dan plastik putih ukuran 5 kg.

3.2.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah buku tulis dan

pulpen.

3.3 Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja pada praktikum ini adalah:


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Adapun hasil yang di dapat pada praktikum ini adalah:

Analisis
Plot Nama Gulma
Golonngan/ Jenis Habitat Jlh. Gulma

I a. Leptochola chinensis Rerumputan Lahan kering 20

b. Imprata cylindrica Rumput Lahan kering 25

II a. Mimosa pudica Rumput Lahan kering 10

b. Cyperus rotundus Seedgis Lahan kering 10

III a. Imprata cylindrica Rumput Lahan kering 5

b. Euphorbia hirta Rumput Lahan kering 20

IV a. Cacabean Rumput Lembab/basah 20

b. Ageratum conyzoides Rumput Lahan kering 17

a. KM Alang – alang

25
= 6,25
4

b. KM Leptochola

20
=5
4

c. KM Mimosa pudica

10
= 2,5
4

d. KM Cyperus rotundus

10
= 2,5
4
e. KM Euphorbia hirta

20
=5
4

f. KM Cacabean

20
=5
4

g. KM Babadotan

17
= 4,25
4

7,5
KM Relatif Alang-alang =
31,75
= 0,23

2
FM Alang-alang =
4

= 0,5

1
FM Leptochola =
4

= 0,25

1
FM Cyperus rotundus =
4

= 0,25

1
FM Euphobia hirta =
4

= 0,25

1
FM Cacabean =
4

= 0,25
1
FM Babadotan =
4

= 0,25

FM = 1,75

0,5
FR Alang-alang =
1,75

= 0,28

25
DM Alang-alang = x1
45

= 0,5
10
DM Mimosa pudica = DM = 2,9
20

= 0,5
10
DM Cyperus rotundus =
20

= 0,5

20
DM Leptochola =
45

= 0,4

0,5
Domain Jenis =
2,54

= 0, 19

Np = KM relatif + FR alang-alang + Domain jenis

= 0,23 + 0,28 + 0,19

= 0,7
0,7
SDR =
3

= 0,23 alang – alang

5
KM relatif Leptochola =
31,75

= 0,15

1
FM =
4

=0,25

0,25
FR =
1,75

= 0,14

20
DM Leptochola = x1
45

= 0,4

0,4
Domain jenis =
2,54

= 0,15

NP = 0,15 + 0,14 + 0,4

= 0,69

0,69
SDR =
3

= 0,2

2,5
KM relatif Mimosa pudica =
31,75

= 0,07
1
FM =
4

= 0,25

0,25
FR =
1,75

= 0,14

10
DM Leptochola = x1
20

= 0,5

0,5
Domain jenis =
2,54

= 0,19

NP = 0,07 + 0,14 + 0,19

= 8,4

8,4
SDR =
3

= 0,13

5
KM relatif Euphorbia =
31,75

= 0,15

1
FM =
4

= 0,25

0,25
FR =
1,75

= 0,14
20
DM Leptochola = x1
20

=1

1
Domain jenis =
2,54

= 0,39

NP = 0,15 + 0,14 + 0,39

= 0,68

0,68
SDR =
3

= 0,22

5
KM relatif Cacabean =
31,75

= 0,15
1
FM =
4
= 0,25

0,25
FR =
1,75

= 0,14

20
DM Leptochola = x1
37

= 0,54

0,54
Domain jenis =
2,54

= 0,21

NP = 0,15 + 0,14 + 0,21

= 0,5
0,5
SDR =
3

= 0,16

Jadi perbandingannya:

0,23 Alang-alang : 0,2 Leptochola : 0,13 Mimosa pudica : 0,22 Euphorbia : 0,16 Cacabean

4.2 Pembahasan

Dalam praktikum ini populasi gulma yang terdapat di lahan petani di jl.

Harmonika Baru, Tj. Sari Medan telah dapat diidentifikasi dengan baik. Hal ini

dibuktikan dengan result atau hasil yang diperoleh dari kegiatan analisis gulma

tanaman pada lahan fakultas pertanian telah tersaji secara sistematis. Metode yang

digunakan pun telah dijalankan dengan baik dan benar. Gulma – gulma tersebut

perlu diidentifikasi guna untuk mengetahui seberapa besar populasi gulma dalam

satu lahan petani. Dalam pengambilan gulma tersebut tidak boleh dilakukan

secara subyektif, karena jika dilakukan secara subyektif maka hasil dari

identifikasi tersebut sudah dapat diperkirakan. Padahal tujuan dalam identifikasi

ini untuk mengetahui seberapa besar nilai – nilai penting dalam analisis vegetasi

secara kuantitatif.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari kegiatan analisis gulma secara kuantitatif dapat kami simpulkan nilai-

nilai terendah dan nilai – nilai tertinggi dalam satu populasi gulma disatu lahan

petani. Dalam hasil analisis vegetasi gulma kuantitatif diperoleh dua nilai yang

sangat tinggi ataupun selisih dengan gulma – gulma yang lain sangat jauh, yaitu

:Daftar nilai tertinggi : Nilai tertinggi ini dimiliki oleh gulma golongan rumput,

family poaceae, dengan nama lokal rumput Alang - alang, gulma tersebut adalah

Imprata cylindrica. Dengan nilai dari KM (kerapatan mutlak) sampai kolom SDR

(Sumed Dominancy Ratio) diperoleh nilai yang paling tinggi dibandingkan

dengan gulma – gulma yang lain. Sedangkan untuk gulma yang memiliki nilai

SDR paling rendah terdapat tiga jenis gulma, yaitu, Nilai SDR terendah dimiliki

oleh Mimosa pudica, Cacabean, Leptochola dan Euphorbia hirta. Tidak hanya

dilihat dari nilai SDR saja tetapi juga nilai – nilai yang lain. Nilai yang diperoleh

tersebut adalah nilai – nilai paling rendah dalam penghitungan.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan pada praktikum ini adalah:

 Sebaiknya praktikan datang tepat waktu

 Sebaiknya praktikan mengerjakan acc di rumah

 Sebaiknya praktikan sopan terhadap asisten dosen


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Waktu Dan Tempat

3.1.1 Waktu

Adapun waktu dilaksanakan praktikum ini adalah pada tanggal 20

oktober 2018, pukul 14.00 – selesai.

3.1.2 Tempat

Adapun tempat dilaksanakan praktikum ini adalah disamping Rumah

Kasa Fakultas Pertanian Universitas Methodist Indonesia..

3.2 Alat Dan Bahan

3.2.1 Alat

Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah tanggok, goni, tali

rafia, terpal, ayakan/ paranet, pemukul, plastik, cangkul, dan karung.

3.2.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Azolla dan

serbuk kayu.

3.4 Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja pada praktikum ini adalah:

 Disediakan alat seperti tanggok, karung dan tali rafia

 Diambil Azolla menggunakan tanggok

 Dimasukkan Azolla ke dalam karung

 Disipkan terpal

 Dibentangkan terpal di dekat rumah kasa

 Dijemur Azolla selama 7 hari

 Disiapkan alat dan bahan untuk pemberian serbuk kayu pada Azolla

 Dipecah-pecahkan Azolla yang bergulung


 Diayak terlebih dahulu serbuk kayu menggunakan paranet

 Diambil serbuk kayu yang halus

 Dicampur serbuk kayu yg halus dengan Azolla dengan merata

 Disiapkan alat dan bahan untuk pengayakan Azolla

 Diayak Azolla menggunakan pengayak

 Dipisahkan Azolla yang telah diayak

 Dimasukkan kedalam karung


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diproleh pada prktikum ini adalah:

 Gulma Azolla dapat digunakan sebagai pupuk organik yang berupa

kompos baik digunakan di bidang pertanian.

 Azolla memiliki kemampuan dalam mengikat N2 udara karena adanya

simbiosis sianobakteri dalam rongga daun.

5.2 Saran

Adapun saran pada praktikum ini adalah:

 Sebaiknnya praktikan datang tepat waktu

 Sebaiknya praktikan mengerjakan Acc di rumah

 Sebaiknya praktikan sopan terhadap Asdos


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Hiskia. 2007. Kimia Larutan. PT. Citra aditia bakti, Bandung.

Anwar Hadi. 2005. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. PT.

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Arie, Arifin. 2008. Perlindungan Tanaman, Hama Penyakit dan Gulma. Surabaya:

Usaha Nasional.Barus, Emanuel. 2003. Pengendalian Gulma Di

Perkebunan. Yogyakarta: Kanisus.

Bilman, Dkk. 2014. Penuntun Praktikum Pengendalian Gulma. Fakultas

Pertanian. UNIB. Bengkulu.

Djojosuwito, S. 2010. Azolla. Pertanian Organik dan multigna. J. Kanisius.

Yogyakarta. 39(22):11-36

Fatimah, Soja. 2003. Kalibrasi dan Perawatan Spektrofotometer UV-VIS.

Bandung : FMIPA UPI.

Gardner, P.G., R. B. Pearce dan R.L. Michell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.

UI Press. Depok.

Handayanto, E. 1996. Dekomposisi dan Mineralisasi Nitrogen Bahan Organik.

Habitat. J Zootek. 7 (96) : 26 - 29

Handayanto, E dan E. Arisoesilaningsih. 2004 Biomassa Flora Lokal Sebagai

Bahan Organik Untuk Pertanian Sehat di Lahan Kering. Habitat J. Stigma

15(3) : 140 – 151


ISO (Internasional Standar Operasional). 2005. ISO/IEC 17025 (Versi Bahasa

Indonesia) Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan

Laboratorium Kalibrasi.

Mahfudz. 2003. Studi Dinamika Gulma pada Berbagai Sistem Pertanaman di

Taman Nasional Lore Lindu.Jurnal Agroland 10 (4) : 334-339.

Sebayang, H. T. 2005. Gulma dan Pengendaliannya Pada Tanaman Padi.

Universitas Brawijaya. Malang.

Sukman dan Yakup. 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT. Rajawali.

Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai