A. Definisi
Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh genetik dan /
atau dikarenakan kekurangan produksi insulin oleh pankreas, atau dengan tidak
efektifnya insulin yang dihasilkan. Seperti hasil kekurangan dalam peningkatan
konsentrasi glukosa dalam darah, yang pada gilirannya merusak banyak sistem tubuh,
khususnya pembuluh darah dan saraf. (WHO, 2016)
B. Anatomi dan Fisiologi
Pankreas adalah organ pipih yang terletak dibelakang dan sedikit di bawah
lambung dalam abdomen. Organ ini memiliki 2 fungsi : fungsi endokrin dan fungsi
eksokrin (Sloane, 2003).
Bagian eksokrin dari pankreas berfungsi sebagai sel asinar pankreas,
memproduksi cairan pankreas yang disekresi melalui duktus pankreas ke dalam usus
halus (Sloane, 2003)
Pankreas terdiri dari 2 jaringan utama yaitu :
1. Asini mensekresi getah pencernaan ke dalam duodenum
2. Pulau langerhans yang mengeluarkan sekretnya keluar. Tetapi, mengekskresikan
insulin dan glukagon langsung ke darah.
1. Sel alfa : jumlah sekitar 20-40%, memproduksi glukagon yang menjadi faktor
hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai antiinsulin like activity.
2. Sel beta : mengekskresikan insulin yang berfungsi untuk menurunkan kadar gula
darah
3. Sel delta : mengekskresi somastatin, hormon yang berfungsi menghalangi hormon
pertumbuhan untuk menghambat sekresi glukagon dan insulin.
4. Sel F : mengekskresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan dimana
fungsinya tidak jelas.
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan
oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel
beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai dengan
kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah.
D. Epidemiologi
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global
diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366
juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia
dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada
tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun
2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya
50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka menderita
diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur.
E. Patogenesis
1. Diabetes Mellitus Tipe 1
Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel
pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun,
meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya
adalah: pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua,
keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme
pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga adalah insulitis,
sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T
teraktivasi. Tahap keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel
asing. Tahap kelima adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau
sekarang dianggap sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja
sama dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta
dan penampakan diabetes.
2. Diabetes Mellitus Tipe 2
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta
pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2.
Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat
daripada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain
seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiens
incretin), sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi
glukosa), dan otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam
menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2.
DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver
dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM
tipe-2 tetapi terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the
ominous octet.
Gambar 2. The ominous octet, delapan organ yang berperan dalam patogenesis
hiperglikeia pada DM Tipe 2
Secara garis besar patogenesis DM Tipe 2 disebabkan oleh delapan hal
(ominous octet) berikut:
1. Kegagalan sel beta pancreas
Pada saat diagnosis DM Tipe 2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah
sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis. Dan DPP-4
2. Liver
Pada penderita DM Tipe 2 terjadi resistensi inuslin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver
(HGP=Hepatic Glucose Production) meningkat. Obat yang bekerja melalui
jalur ini adalah metformin yang menekan proses fgluconeogenesis
3. Otot
Didapatkan gangguan kinerja insulin yang multipel di intramioselular, akibat
gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transport glukosa
dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa.
Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin dan tiazolidindion.
4. Sel lemak
Sel leak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin menyebabkan
peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas (FFA=free fatty
acid) dalam plasma. Peningkatan FFA akan merangsang proses
glukoneogenesis dan mecetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga
akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini
disebut sebagai liptoxicity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion.
5. Usus
Glukosa yang ditelan memicu repon insulin jauh lebih besar dibanding kalau
diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebgai efek incretin ini
diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP
(glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut gastric inhibtory
polypeptide). Pada penderita DM tipe 2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan
resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut, incretin segera dipecah oleh
keberadaam enzim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit.
Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4
inhibitor. Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan
karbohidrat melalui kinerja enzim alfa-glukosidase yang memecah
polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan
berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja
untuk menghambat kinerja enzim alfa-glukosidase adalah akarbosa.
6. Sel Alpha Pancreas
Sel alfa pancreas berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa
kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningatan ini menyebabkan HFP
dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang
normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor
glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP-4 inhibitor dan amylin.
7. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam patogenesis DM Tipe
2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari, sembilan puluh persen
dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2
(Sodium Glucose co-Transporter) pada bagian convulated tubulus proksimal.
Sedangkan 10% sisanya akan diabsorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus
desendes dan asendens, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine.
Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang
menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan kembali
glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat
yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 Inhibitor. Dapaglofin adalah salah
satu contoh obatnya.
8. Otak
Insulin merupakan penekanan nafsu makan yang kuat. Pada ind=vidu yang
obes baik yang DM maupun non DM, didapatkan hiperinsulinemia yang
merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini
asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga
terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan
romokriptin.
F. Kriteria Diagnosis
DM dapat didiagnosis berdasarkan kriteria glukosa plasma, baik glukosa plasma
puasa (FPG) atau glukosa plasma 2 jam (2-h PG) pada Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) atau dengan kriteria A1C (ADA, 2016)
Menurut ADA 2016 diagnosis DM dapat ditegakkan dengan cara :
1. HbA1C ≥ 6,5 % haemoglobin terglikasi yang menggambarkan glukosa
plasma rata-rata selama delapan hingga 12 minggu terakhir. Pemeriksaan
HbA1C memerlukan persiapan khusus seperti puasa.
2. Kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L) pada
individudengan gejala hiperglikemia klasik atau krisis hipoglikemia.
Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
3. Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L). Glukosa plasma
puasa dilakukan setelah pasien tidak mendapatkan kalori tambahan
sedikitnya 8 jam sebelum pemeriksaan.
Kadar glukosa plasma 2 jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral ≥ 200 mg/dL
(11,1 mmol/L). Pemeriksaan dilakukan 2 jam setelah glukosa diberikan per oral
sebanyak 75 mg.
Cara pelaksanaan TTGO menurut WHO pada tahun 1994:
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari
(dengan kaarbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani
seperti biasa
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,
minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
3. Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa
4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-
anak), dilarutkan dalam air 250 dan diminum dalam waktu 5 menit
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2
jam setelah minum larutan glukosa selesai
6. Diperiksa gluosa darah dua jam sesudah beban glukosa
7. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi
tiga, yaitu :
1. <140 mg/dL = normal
2. 140 - <200 mg/dL = toleransi glukosa terganggu
3. >200 mg/dL = diabetes
insulin absolut atau relatif dan peningkatan kadar hormon regulator, yang
klinis dari ketoasidosis diabetika yakni kadar glukosa plasma > 250 mg/dL,
dengan gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis. Tanda klinis
NHHNK yakni kadar glukosa plasma > 600 mg/dL , keton pada urin negatif
Adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang tidak normal merupakan
terutama terjadi pada endotel pembuluh darah, sel otot polos pembuluh darah
a. Mikroangiopati
Komplikasi DM dalam bentuk mikrovaskuler yakni retinopati, nefropati
diabetik.
b. Makroangiopati
K. Penatalaksanaan