Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA KASUS BESAR

RSUD KOTA KENDARI NOVEMBER 2019


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

KATARAK TRUMATIK

OLEH:
Sitti Nur Santriawati, S.Ked
K1A1 14 044

Pembimbing:
dr. Suryani Rustam, Sp. M.,M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA KENDARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama : Sitti Nur Santriawati
Stambuk : K1A1 14 044
Judul Kasbes : Katarak Traumatik

Telah menyelesaikan tugas kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada


Bagian Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu Oleo.

Kendari, November 2019


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Suryani Rustam, Sp. M.,M.Kes

1
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Tn. Z
Umur : 46 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Bunga Kamboja
Suku : Bugis
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Tanggal MRS : 6 November 2019
No. RM : 13XXXX
Dokter Muda Pemeriksa : Sitti Nur Santriawati
B. ANAMNESIS
Auto anamnesis pada Sabtu, 6 November 2019 jam 10.00 WITA
Keluhan utama : Terjadi penurunan penglihatan (kabur) pada mata kanan
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke RS diantar oleh keluarganya dengan keluhan tiba-tiba
saat bangun pagi mata kanan kabur. Awalnya pasien mengeluh pada mata
kanan merah, kadang terasa nyeri, gatal, sering keluar air mata berlebih.
Keluhan tersebut dialami sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat terkena hewan-
hewan di mata 1 tahun yanag lalu. Riwayat penyakit mata dalam keluarga
disangkal. Riwayat pengobatan sebelumnya tidak ada.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Present
Kesadaran kompos mentis, sakit ringan, status gizi kesan baik.

2
2. Status Ophtalmologis
a. Inspeksi
Pemeriksaan OD OS

Palpebra Ptosis (-), Edema (-), Ptosis (-), Edema (-),


Hiperemis(-) Hiperemis (-)
Sekret Sekret (-) Sekret (-)
App. Lakrimalis Lakrimasi (+) Lakrimasi (-)
Silia Madarosis(-), Sikatrik(-) Madarosis(-), Sikatrik(-)
Konjungtiva Edema (-), Hiperemis Edema (-), Hiperemis
(+) (+)
Mekanisme Bergerak kesegala arah Bergerak kesegala arah
muscular bola
mata

Kornea Keruh Jernih


Bilik mata depan Normal Normal
Iris Coklat, Kripte (+) Coklat, Kripte (+)
Pupil Bulat, sentral, refleks Bulat, sentral, Refleks
cahay (+) cahaya (+)
Lensa Keruh Jernih

b. Palpasi

Pemeriksaan OD OS
Tensi okular N N
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Massa tumor Tidak ada Tidak ada
Glandula Tidak ditemukan Tidak ditemukan
periaurikuler pembesaran pembesaran

3
c. Tonometri : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Visus : VOD (6/12) VOS = (6/6)
e. Penyinaran Obliq :

OD OS
Hiperemis (+), Hiperemis (+),
Konjungtiva Subkonjungtiva bleeding Subkonjungtiva
(-) bleeding (-)
Kornea Keruh Jernih

Bilik mata depan Normal Normal


Iris Coklat, Kripte (+) Coklat, Kripte (+)
Bulat, sentral, refleks Bulat, sentral,
Pupil
cahaya + Refleks cahaya (+)
Lensa keruh Jernih

f. Campus Visual : Tidak dilakukan pemeriksaan


g. Colour Sense : Tidak dilakukan pemeriksaan
h. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
i. Slit Lamp : Tidak dilakukan pemeriksaan
j. Laboratorium : Tidak dilakukan pemeriksaan

D. RESUME
Pasien datang ke RS diantar oleh keluarganya dengan keluhan tiba-tiba
saat bangun pagi mata kanan kabur. Awalnya pasien mengeluh pada mata
kanan merah, kadang terasa nyeri, gatal, sering keluar air mata berlebih.
Keluhan tersebut dialami sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat terkena hewan-
hewan di mata 1 tahun yang lalu. Riwayat penyakit mata dalam keluarga
disangkal. Riwayat pengobatan sebelumnya tidak ada.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum kesadaran kompos
mentis, sakit ringan, status gizi kesan baik. Pada pemeriksaan opthalmologis di
dapatkan, konjungtiva hiperemis pada kedua mata, pada mata kanan tampak
kornea agak keruh, lensa agak keruh, hiperlakrimalis, gatal, nyeri . Pemeriksaan
visus didapatkan visus mata kanan 6/12 dan mata kiri 6/6.

4
E. DIAGNOSIS
Katarak Traumatik OD
F. PENATALAKSANAAN
1. Cendo Lyteers
G. Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad fungsionam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
H. GAMBAR KLINIS

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Katarak
1. Definisi
Katarak berasal dari Yunan Katarhhakies, Inggeris Cataract, dan
Latin Cataracta yang berarti air terjun.Dalam baha Indoneisa disebut bular
dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang
keruh.Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapt
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa
terjadi akibat kedua-duanya.Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata
dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam
waktu yang lama.1
2. Epidemiologi
Katarak kini masih menjadi penyakit paling dominan pada mata dan
penyebab paling utama kebutaan.Paling sedikit 50% dari semua kebutaan
disebabkan oleh katarak, dan 90% diantaranya terdapat di negara
berkembang. Tidak terkecuali Indonesia, dimana berdasarkan hasil survei
kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993–1996,
prevalensi kebutaan mencapai 1,5% dan lebih dari separuhnya disebabkan
oleh katarak yang belum dioperasi.
3. Etiologi1
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi
dapat juga akibat kelainan congenital, atau penyakit pada usia lanjut, akan
tetapi dapat juga akibat kelainan congenital, atau penyulis penyakit mata
local menahun. Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan
katarak seperti glaucoma, ablasi, uveitis, retinitis pigmentosa bahan toksik
khusus (kimia dan fisik).Adapun kelianan sistemik atau metabolic yang
dapat menimbulkan katarak atau sistemik (katarak senile, juvenile,
herediter) atau kelainan congenital mata.

6
4. Patofisiologi

Trauma tumpul okuli tidak tembus dapat menyebabkan kekeruhan


lensa baik secara akut maupun lambat. Katarak yang terjadi dapat
melibatkan sebagian atau seluruh lensa. Kerusakan lensa secara traumatik
dapat disebabkan oleh suatu cedera mekanis dan kekuatan fisika (radiasi,
kimia, dan elektrik). Trauma tumpul okuli terkadang menyebabkan
pigmentasi dari pupillary ruff pada permukaan anterior lensa dari yang
disebut “cincin Vossius”. Cincin Vossius merupakan epitel pigmen iris yang
melekat pada kapsul anterior lensa saat terjadinya kontusio.Cincin Vossius
tidaklah bermakna dan dapat sembuh seiring dengan berjalannya waktu, tapi
merupakan suatu indikator dari trauma tumpul okuli(3,4)
Pembentukan katarak pada trauma tumpul merupakan suatu
rangkaian kejadian yang biasa terjadi. Mekanisme yang dipostulasikan
meliputi adanya kerusakan traumatik pada serat-serat lensa dan kapsul lensa
yang mengakibatkan influxakuos humor, hidarasi serat lensa dan kekeruhan
lensa.
Kontusio pada bola mata adalah cedera tertutup yang disebabkan
oleh trauma tumpul. Pada kontusio berat, dapat terjadi ruptur lensa. Pada
kontusio yang tidak terlalu berat dapat terjadi katarak superfisial atau
kekeruhan terlihat pada kortex subkapsular posterior di sepanjang sutura
posterior sehinggaberbentuk seperti bunga mawar (rosette)yang dapat
menghilang atau menetap.
Pada kontusio tahap awal,lensa menunjukkan zona serat lensa
superfisial yang ukuran, bentuk, dan kepadatan sitoplasmanya berubah
menjadi iregular dan terlihat halus di permukaan dengan berkurangnya
interdigitasi.Perubahan morfologi awal ditandai dengan pembengkakan
serat lensa yang kemudian mengalami degenerasi. Beberapa gangguan
morfologis yang menandai terjadinya proses degenerasi terlihat pada area
lebih dalamdari lapisan edema. Akumulasi globula dan droplet
menandakan terjadinya pemecahan seluler. Penumpukan materi berlebihan

7
sel-sel terdegenerasi menyebabkan abnormalitas pengaturan membran,
seperti pembentukan badan multilamellar, membran whorls, atau undulasi
beramplitudo tinggi.(3)
Pembengkakan osmotik dari serat lensa dapat terlihat pada berbagai
tipe katarak, Hal ini dapat disebabkan oleh gangguan stimulus pompa ion
pada sel epitel lensa sehingga terjadi influx cairan ke dalam jaringan
lensa.Proses ini mengakibatkan terjadinya pembengkakan dan kerusakan
sel-sel kortikalis.

Gambar 4.Gambar skematik pembentukan katarak traumatik.


Epitel dan serat lensa normal (kiri), serat lensa yang superfisial
membengkak dan vakuolisasi epitel lensa (tengah), seiring dengan
perjalanannya serat-serat lensa berdegenerasi dan mengkerut
meninggalkan sisa sitoplasma dan membran diantara lubang-lubang
interselular di antara serat lensa yang datar yang lama-kelamaan
akan masuk lebih dalam ke arah kortex (kanan).

Trauma tumpul okuli memiliki efek osmotik langsung pada daerah


superfisial lensa.Gaya kontusio dapat menyebabkan cedera mekanik
membran epitel sehingga terjadi abnormalitas ambilan. Pada sel epitel
dapat terlihat pembengkakan dan vakoul interselular yang jelas.Hal ini
menandakan ketidakmampuan sel menjaga hidrasi lensa.Serat lensa

8
hidrofik ini lalu mengalami degenerasi dan pengerutan yang selanjutnya
menghasilkan bentukan vakuolik dari rossete
5. Klasifikasi Katarak(1,9)
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam:
a. Katarak Kongenital, katarak yang terjadi pada usia dibawah 1 tahun
b. Katarak Juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
c. Katarak Senil, katarak setelah usia 50 tahun
d. Klasifikasi etiologi
1) Katarak kongenital
2) Katarak akuisita
a) Katarak senilis
b) Katarak traumatik
c) Katarak komplikata
d) Katarak metabolik
e) Katarak oleh karena logam berat dan obat-obatan
e. Klasifikasi morfologis
1) Katarak kapsular: meliputi kapsul
a) Katarak kaspular anterior
b) Katarak kapsular posterior
c) Katarak subkapsular: mengenai bagian superfisial dari korteks
(dibawah kapsul)
d) Katarak subkapsular anterior
e) Katarak subkapsular posterior
2) Katarak kortikal: meliputi sebagian besar dari korteks
3) Katarak supranuklear: meliputi bagian dalam korteks (diluar
nukelus)
4) Katarak nuklear: meliputi nukelus dari lensa
5) Katarak polaris: meliputi kapsul dan bagian superfisial dari korteks
pada daerah polar
a) Katarak polaris anterior
b) Katarak polaris posterior

9
a. Katarak Traumatik

Katarak traumatik merupakan kekeruhan pada lensa yang


muncul akibat trauma pada mata.Katarak traumatik dapat terjadi akibat
trauma tumpul, perforasi, atau penetrasi (tembus).Katarak traumatik
dapat menjadi salah satupenyebab hilangnya penglihatan akut atau
kronis.Pada trauma penetrasi okuli dapat terjadi ruptur kapsul lensa
sehingga materi lensa kristalin masuk ke bilik mata depan dan menjadi
stimulus inflamasi intraokular. Trauma okuli tidak tembus (tanpa luka
keluar)dapat menyebabkan kerusakan zonula sehingga terjadi
subluksasi atau perpindahan total lensa kristalin dari tempatnya dan
membutuhkan intervensi bedah. Pada anak-anak,gangguan visual
karena katarak traumatik dapat menyebkan ambliopia deprivasional
ireversibel (7)
Klasifikasi standar untuk morfologi katarak traumatik saat ini
tidak tersedia.Morfologi katarak traumatik bergantung kepada tipe
cedera dan interval waktu antara cedera dan intervensi yang diberikan.
Berdasarkan kekeruhan lensa, morfologi katarak traumatik
diklasifikasikan sebagai katarak total, katarak putih lunak, katarak
membranosa dan katarak tipe rosette. Katarak dikatakan total jika tidak
ditemukan materi lensa jernih di antara kapsul dan nukleus. Pada
Katarak putih lunak terdapat materi korteks yang ditemukan di bilik
mata depan dengan kapsul anterior yang ruptur. Sedangkan pada
katarak membranosa, kapsul dan materi terorganisir membentuk
membran dengan tingkat kekeruhan yang berbeda-beda.Katarak tipe
rosette membentuk pola rosette pada kekeruhan lensa-nya

10
Gambar 5.Morfologi katarak traumatik.Katarak total, katarak putih lunak, katarak
membranosa, katarak rossete. (dari kiri atas-kanan bawah).

6. Gejala Klinis1,9
Kekeruhan lensa dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala, dan
dijumpai pada pemeriksaan mata rutin. Gejala katarak yang sering
dikeluhkan adalah:
a. Silau
Pasien katarak sering mengeluh silau, yang bisa bervariasi
keparahannya mulai dari penurunan sensitivitas kontras dalam
lingkungan yang terang hingga silau pada saat siang hari atau sewaktu
melihat lampu mobil atau kondisi serupa di malam hari. Keluhan silau
tergantung dengan lokasi dan besar kekeruhannya, biasanya dijumpai
pada tipe katarak posterior subkapsular.
b. Diplopia monokular atau polypia
Terkadang, perubahan nuklear terletak pada lapisan dalam nukleus
lensa, menyebabkan daerah pembiasan multipel di tengah lensa

11
sehingga menyebabkan refraksi yang ireguler karena indeks bias yang
berbeda.
c. Halo
Hal ini bisa terjadi pada beberapa pasien oleh karena terpecahnya
sinar putih menjadi spektrum warna oleh karena meningkatnya
kandungan air dalam lensa.
d. Distorsi
Katarak dapat menyebabkan garis lurus kelihatan bergelombang
e. Penurunan tajam penglihatan
Katarak menyebabkan penurunan penglihatan progresif tanpa rasa
nyeri. Umumnya pasien katarak menceritakan riwayat klinisnya
langsung tepat sasaran. Dalam situasi lain, pasien hanya menyadari
adanya gangguan penglihatan setelah dilakukan pemeriksaan. Pada
katarak kupuliform (opasitas sentral) gejala lebih buruk ketika siang
hari dan membaik ketika malam hari. Pada katarak kuneiform (opasitas
perifer) gejala lebih buruk ketika malam hari.
f. Myopic shift
Seiring dengan perkembangan katarak, dapat terjadi peningkatan
dioptri kekuatan lensa, yang pada umumnya menyebabkan miopia
ringan atau sedang. Umumnya, pematangan katarak nuklear ditandai
dengan kembalinya penglihatan dekat oleh karena meningkatnya
miopia akibat kekuatan refraktif lensa nuklear sklerotik yang menguat,
sehingga kacamata baca atau bifokal tidak diperlukan lagi. Perubahan
ini disebut ”second sight”. Akan tetapi, seiring dengan penurunan
kualitas optikal lensa, kemampuan tersebut akhirnya hilang.

12
7. Diagnosis1,9
a. Anamnesis
Merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui
riwayat penyakit dan merupakan kunci untuk menentukan diagnosis
yang tepat dari penyakit pasien.
1) Identitas pasien
2) Riwayat penyakit sekarang
3) Riwayat penyakit dahulu
4) Riwayat kesehatan keluarga
b. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda vital
2) Pemeriksaan mata dasar:
a) Mata eksternal, (palpebra, konjungtiva, kornea, kamera
anterior, iris/pupil, lensa)
b) Ketajaman visus, (Snellen chart 6/6, finger counting 6/60, hand
movement 1/300, persepsi cahaya 1/~)
c) Lapang pandang, (tes konfrontasi, perimetri atau kampimetri)
d) TIO palpasi, (tonometri)
e) Funduskopi, untuk memeriksa segmen anterior maupun
fundus.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Angiografi fundus
2) Laboratorium darah

13
8. Penatalaksanaan1

Pasien katarak traumatik yang memiliki visus lebih baik dari 20/40,
katarak yang nonprogresif dan mata yang tenang tidak membutuhkan
penanganan tertentu dan disarankan untuk evaluasi berkala.(8)
Laserasi atau ruptur kornea dipilih untuk diperbaiki terlebih dahulu
lalu selanjutnya operasi katarak dilaksanakan setelah inflamasi teratasi
kecuali jika terjadi ruptur lensa. Operasi katarak yang dilakukan bersamaan
dengan perbaikan luka primer memiliki keuntungan yaitu mengontrol
inflamasi yang berasal dari materi lensa yang masuk ke bilik matadepan,
menghilangkan sumber terjadinya peningkatan tekanan intraokular,
memungkinkan visualisasi segmen posterior, mempercepat rehabilitasi visual
pasien dimana penting pada anak-anak untuk mencegah amblyopia,
mendapatkan aksis visual yang jernih dan hanya membutuhkan satu kali
operasi sehingga biaya yang dikeluarkan lebih sedikit.(7)
Operasi primer pada katarak traumatik juga memiliki kerugian yaitu
lensa bisa saja tidak megalami katarak, terjadinya inflamasi akibat operasi,
operator yang tidak berpengalaman dan ruang operasi yang tidak memadai
dalam melakukan operasi.Operasi katarak yang dilakukan sekunder dilakukan
saat inflamasi teratasi, media jernih dan luka yang stabil.Pengurukan lensa
tanamlebih tepat dan memperlihatkan hasil yang lebih baik.(7)
Pemilihan teknik pengangkatan katarak mempertimbangkan dua hal
yaitu usia pasien dan kondisi kapsul posterior terutama pada pasien dengan
subluksasi lensa. Pada subluksasi lensa lebih dipilih metode ICEE
dibandingkan dengan implantasi capsular tension ring
Indikasi pembedahan pada katarak traumatik adalah penurunan tajam
penglihatan, inflamasi atau lens induced glaucoma, pembengkakan lensa dari
rupture kapsul, dan kekeruhan segmen posterior.

a. Tindakan non-bedah(1,2)

14
1) Pengobatan dari penyebab katarak: Penyebab katarak harus dicari,
karena apabila penyakit tersebut dapat ditemui dan diobati
seringkali memberhentikan progresi dari penyakit tersebut,
contohnya adalah:
a) Kontrol gula darah pada pasien DM
b) Menghentikan penggunaan obat-obatan seperti kortikosteroid
c) Pengobatan uveitis untuk mencegah komplikasi
2) Memperlambat progresi: penggunaan yodium, kalsium, kalium,
vitamin E dan aspirin dihubungkan dengan perlambatan dari
kataraktogenesis.
3) Meningkatkan penglihatan pada katarak insipien dan imatur
dengan:
a) Refraksi
b) Pencahayaan: Pada opasitas sentral menggunakan penerangan
yang terang. Pada opasitas perifer menggunakan penerangan
yang sedikit redup.
4) Pengunaan kacamata hitam ketika beraktifitas diluar ruangan pada
pasien dengan opasitas sentral
5) Midriatikum pada pasien dengan katarak aksial yang kecil.
b. Indikasi operasi katarak ialah:
1) Fungsi penglihatan: Ini merupakan indikasi yang paling sering.
Operasi katarak dilakukan ketika cacat visus menjadi
menyebabkan gangguan signifikan pada kehidupan sehari-hari
pasien.
2) Indikasi medis: meskipun pasien merasa nyaman dari aspek
penglihatan, operasi dapat dianjurkan apabila pasien menderita:
a) Glaukoma lens-induced
b) Endoftalmitis fakoanafilaktik
c) Penyakit retina seperti retinopati diabetikum dan ablasio retina
yang terapinya terganggu karena adanya kekeruhan lensa.

15
3) Indikasi kosmetik: Terkadang pasien dengan katarak matur
meminta ekstraksi katarak agar pupil kembali menjadi hitam.
Evaluasi Preoperatif:
1) Pemeriksaan umum: untuk melihat apakah pasien memiliki
penyakit diabetes mellitus, hipertensi dan masalah jantung, PPOK
dan daerah potensi infeksi seperti periodontitis dan infeksi saluran
kemih. Gula darah harus terkontrol dan hipertensi tidak boleh
diatas 160/100 mmHg
2) Pemeriksaan fungsi retina:
a) Persepsi sinar: apakah operasi tersebut akan menguntungkan
dengan melihat apakah fungsi retina masih baik atau tidak.
b) RAPD: apabila positif maka kemungkinan ada lesi nervus
optikus
c) Persepsi warna
d) Pemeriksaan diskriminasi dua sinar
e) Pemeriksaan objektif seperti elektroretinogram, EOG dan
VOR.
3) Mencari sumber infeksi lokalis: infeksi konjungktiva,
meibomitis,blefaritis dan infeksi sakus lakrimalis harus
disingkirkan. Dilakukan uji anel untuk melihat patensi sakus
lakrimalis apabila pasien memiliki riwayat mata berair. Apabila
terdapat penyakit dakriosistitis, maka harus dilakukan
dakriosistektomi ato dakriosistorinostomi.
4) Evaluasi segmen anterior: apakah ada tanda-tanda uveitis seperti
keratic precipitate, efek Tyndall dan harus diobati sebelum operasi
katarak
5) Pengukuran TIO: tekanan intraokuler yang tinggi merupakan
prioritas pengobatan sebelum ekstraksi katarak

Penyulit yang mungkin timbul setelah operasi katarak :

16
1) Peradangan pada hari pertama post-operasi, dapat dicegah dengan
pemberian antibiotika lokal dan sistemik
2) Prolaps iris melewati lubang diantara sayatan atau tempat jahitan
3) Jika prolaps iris dibiarkan, maka sekitar hari ke 4-5 dapat
menyebabkan coa dangkal, kemudian dapat timbul ablasi retina,
akibat badan siliar kedepan
c. Tindakan Pembedahan
1) Ekstraksi katarak intrakapsular (ICCE)
Pada teknik ini, keseluruhan lensa katarak dan kapsulnya
diangkat. Zonula yang lemah dan terdegenerasi merupakan syarat
dari operasi ini. Karena hal ini, teknik ini tidak bisa dilakukan pada
pasien yang muda karena zonula yang kuat. Pada usia 40-50 tahun,
digunakan enzim alphachymotrypsin yang melemahkan
zonula.Indikasi: Subluksasi dan dislokasi lensa.
2) Ekstraksi katarak ekstrakapsular (ECCE)
Pada teknik ini, bagian besar dari kapsula anterior dan epitel,
nukleus dan korteks diangkat; kapsula posterior ditinggalkan
sebagai penyangga lensa implant.
Indikasi: Operasi katarak pada anak-anak dan dewasa.
Kontraindikasi: Subluksasi dan dislokasi lensa.
3) Fakoemulsifikasi
Pembedahan menggunakan vibrator ultrasonik untuk
menghancurkan nukleus yang kemudian diaspirasi melalui insisi
2.5-3 mm, dan kemudian dimasukan lensa intraokular yang dapat
dilipat. Keuntungan yang didapat ialah pemulihan visus lebih
cepat, induksi astigmatis akibat operasi minimal, komplikasi dan
inflamasi pasca bedah minimal

4) Lensa Tanam Intraokuler

17
Implantasi lensa intraokular merupakan metode pilihan
untuk koreksi afakia. Biasanya bahan lensa intraokuler terbuat dari
polymethylmethacrylate (PMMA).Pembagian besar dari lensa
intraokular berdasarkan metodi fiksasi pada mata ialah:
a) IOL COA: Lensa di depan iris dan disangga oleh sudut dari
COA.
b) Lensa yang disangga iris: lensa dijahit kepada iris, memiliki
tingkat komplikasi yang tinggi.
c) Lensa Bilik Mata Belakang: Lensa diletakan di belakang iris,
disangga oleh sulkus siliaris atau kapsula posterior lensa.
9. Komplikasi1
Glaukoma dikatakan sebagai komplikasi katarak. Glaukoma ini
dapat timbul akibat intumesenensi atau pembekakan lensa. Komplikasi
katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi karena proses
fakoliti, fakotopik, fakotoksik.
a. Fakolitik
1) Pada lensa yang keruh terdapat kerusakan maka substansi lensa
akan keluar yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior
terutama bagian kapsul lensa
2) Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli akan
bertumpuk pula serbukanfagosit atau makrofag yang berfungsi
mereabsorbsi substansi lensa tersebut.
3) Tumpukan akan menutup suduk kamera okuli anterior sehingga
timbul glaukoma.
b. Fakotopik
1) Berdasarkan posisi lensa
2) Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut
kamera okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran hmor
aqueaous tidak lancar sedangkan produksi berjalan terus, akibatnya
tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul glaukoma
c. Fakotoksik

18
1) Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi
mata sendiri (auto toksik)
2) Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang
kemudian akan menjadi glaukoma.
10. Prognosis1
Apabila ada proses pematangan katarak dilakukan penanganan yang
tepat sehingga tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan
pembedahan pada saat yang tepat maka prognosis pada katarak traumatik
umumnya baik.
Prognosis yang buruk biasa dihubungan dengan beberapa faktor
seperti usia tua, keadaan sosial ekonomi yang rendah, interval waktu terapi
dari kejadian dan tipe trauma yang terjadi.

BAB III
PEMBAHASAN

19
Pasien datang ke RS diantar oleh keluarganya dengan keluhan tiba-tiba
saat bangun pagi mata kanan kabur. Awalnya pasien mengeluh pada mata
kanan merah, kadang terasa nyeri, gatal, sering keluar air mata berlebih.
Keluhan tersebut dialami sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat terkena hewan-
hewan di mata 1 tahun yang lalu. Riwayat penyakit mata dalam keluarga
disangkal. Riwayat pengobatan sebelumnya tidak ada.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum kesadaran kompos
mentis, sakit ringan, status gizi kesan baik. Pada pemeriksaan opthalmologis di
dapatkan, konjungtiva hiperemis pada kedua mata, pada mata kanan tampak
kornea agak keruh, lensa agak keruh, hiperlakrimalis, gatal, nyeri . Pemeriksaan
visus didapatkan visus mata kanan 6/12 dan mata kiri 6/6.
Diagnosis katarak traumatik ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.Pada anamnesis didapatkan
riwayat trauma okuli.Trauma dapat berupa trauma tembus atau trauma tidak
tembus pada bola mata.Trauma tidak tembus meliputi kontusio dan konkusio
orbita, kepala atau tubuh.Riwayat terkena kejutan listrik, radiasi atau cedera
kimia menyebabkan terjadinya katarak traumatik.Pasien dengan kontusio atau
subluksasi lensa jarang segera mencari pertolongan medis.Gejala penglihatan
yang dirasakan pasien berupa diplopia monokular, silau, dan perburukan
ketajaman penglihatan.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisis yang dilakukan pasien dicurigai
Katarak Traumatik. Katarak traumatik merupakan kekeruhan pada lensa yang
muncul akibat trauma pada mata.Katarak traumatik dapat terjadi akibat trauma
tumpul, perforasi, atau penetrasi (tembus). Riwayat terkena kejutan listrik,
radiasi atau cedera kimia menyebabkan terjadinya katarak traumatik.Gejala
penglihatan yang dirasakan pasien berupa diplopia monokular, silau, dan
perburukan ketajaman penglihatan. Pada trauma penetrasi okuli dapat terjadi
ruptur kapsul lensa sehingga materi lensa kristalin masuk ke bilik mata depan
dan menjadi stimulus inflamasi intraokular. Trauma okuli tidak tembus (tanpa
luka keluar) dapat menyebabkan kerusakan zonula sehingga terjadi subluksasi

20
atau perpindahan total lensa kristalin dari tempatnya dan membutuhkan
intervensi bedah.

BAB III
DAFTAR PUSTAKA

21
1. Ilyas, Sidarta. 2010. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas
Kedokteran UniversitasIndonesia. Jakarta
2. Shah MA, Shah SM, Applewar A, Patel C, Patel K. Ocular trauma score as
a predictor of final visual outcomes in traumatic cataract cases in pediatric
patient. J Cataract Refract Surg. 2012;38:959-69.

3. AAO S. Anatomy. In: Skuta G, Cantor L, Weiss J, editors. Lens and


cataract. 11. San Francisco: American Academy Ophthalmology; 2011. p.
5-9

4. Eagle, C R. The Lens. In: Eagle, C R, editors. Eye pathology. 2nd ed.
Philadelphia: Lippincot Willians & wilkins; 2010 p. 85-95

5. Yanoff M, Sassani J. Ocular pathology. New York: Elsevier; 2009.

6. AAO S. Pathology. In: Skuta G, Cantor L, Weiss J, editors. Lens and


Cataract. 11. San Francisco: American Academy of Opthalmology 2011. p.
53-5.

7. Shah M, Shah S, Upadhyay P, Agrawal R. Controversies in traumatic


cataract classification and management: a review. Can J Ophthalmol.
2013;48:251-8.

8. Gombos DS, Houson, Gombos GM. Traumatic cataract. In: Steinert RF,
editor. Cataract surgery. New York: Elsevier; 2010. p. 351-67.

9. Medical Mini notes.2018. OPHTHALMOLOGY

22

Anda mungkin juga menyukai