Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

BRONKITIS AKUT DAN GLOMERULONEFRITIS AKUT

Disusun Oleh:
Nadya Regina Permata
NIM : 1765050118

Pembimbing:
dr. Catharina Dian, Sp.A

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 09 DESEMBER 2019 – 22 FEBRUARI 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

Bronkitis (bronchitis) adalah peradangan (inflamasi) pada selaput lendir


(mukosa) bronkus (saluran pernafasan dari trachea hingga saluran napas di
dalam paru-paru). Peradangan ini mengakibatkan permukaan bronkus
membengkak (menebal) sehingga saluran pernapasan relatif menyempit. Bronkitis
terbagi atas 2 jenis, yakni: bronkitis akut dan bronkitis kronis. Bronkitis akut
pada umumnya ringan. Berlangsung singkat (beberapa hari hingga beberapa
minggu), rata-rata 10-14 hari. Meski ringan, namun adakalanya sangat
mengganggu, terutama jika disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk
berkepanjangan. Kebanyakan brokitis pada anak yaitu brokitis akut sedangkan
bronkitis kronis terjadi pada usia dewasa.2
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap
akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis
yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan
utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.1
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan
dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau
hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada
akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal.2
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penyusun mengangkat kasus ini
sebagai bahan pembelajaran dalam upaya penanganan penyakit bronkitis akut dan
glomerulonefritis akut pada anak.

1
BAB II
KASUS

2.1 Identitas Pasien


• No. MR : 00.10.44.92
• Nama : An. A
• Umur : 2 tahun 11 bulan
• Tanggal Lahir : 21 Januari 2017
• Jenis kelamin : Perempuan
• Agama : Islam
• Alamat : Tebet
2.2 Identitas Orang Tua
Ayah Ibu

Nama Tn. M Ny. A

Umur 35 thn 29 thn

Pekerjaan Karyawan Swasta IRT

Agama Islam Jawa


Perkawinan 1 1

Pendidikan Terakhir SLTA SLTA

Hubungan dengan orang tua : anak kandung

2.3 Riwayat Perawatan di IGD


2.3.1 Anamnesis:
Keluhan Utama:
Demam
Keluhan tambahan:
Batuk berdahak
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD dengan keluhan demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Demam dirasakan pertama kali pada tanggal 20 Desember 2019 pagi hari,
dan terus menerus, demam membuat pasien menggigil. Ibu pasien sudah mengukur
suhu tubuh pasien, awal demam 38° C, lalu naik menjadi 39°C, kemudian suhu

2
tertinggi adalah 40,1°C pada malam hari. Pasien sudah berobat ke dokter dan
diberikan obat penurun panas dan antibiotik, setelah diminum panas sedikit
berkurang namun muncul kembali. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak tetapi
dahak sulit dikeluarkan. Batuk dirasakan muncul bersamaan dengan demam dan
dirasakan hampir sepanjang hari.
Sesak (-) mimisan (-) gusi berdarah (-) Riwayat kejang (+) 1x kurang lebih 5 bulan
yang lalu dengan durasi 3 menit, saat kejang kedua lengan pasien kaku dan mata
menghadap keatas, setelah kejang pasien tertidur. BAB dan BAK tidak ada keluhan,
pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri saat BAB dan BAK. Mual (-) muntah (+)
1x sewaktu pasien diberikan obat.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Pasien memiliki
riwayat kejang demam kurang lebih 5 bulan yang lalu, kejang durasi 3 menit, saat
kejang kedua lengan pasien kaku dan mata menghadap keatas, setelah kejang pasien
tertidur.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga satu rumah pasien tidak ada yang memiliki keluhan serupa dengan pasien.

2.3.2 Pemeriksaan Fisik


Tanggal : 21 Desember 2019
Pukul : 17:23 WIB
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Tekanan darah :-
 Frekuensi Nadi : 122 kali/menit
 Frekuensi Pernafasan : 44 kali/menit
 Suhu tubuh : 40,1 °C
 Data Antropometri
Berat Badan : 10 kg
Tinggi Badan : 89 cm
Status gizi : Baik
 Pemeriksaan Sistem

3
 Kepala : Normocephali
 Rambut : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
 Mata : Cekung (-/-), anemis (-/-), sclera ikterik (-/-).
 Telinga : Normotia, liang telinga lapang/lapang.
 Hidung : Cavum nasi lapang,
Sekret -/-, pernafasan cuping hidung (-).
 Mulut : T1-T1, faring hiperemis (+)
 Bibir : Lembab, mukosa merah muda.
 Leher : Kelenjar Getah bening tidak teraba membesar
 Toraks
 Inspeksi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris,
retraksi (-)
 Palpasi : Vokal fremitus kiri dan kanan sama
 Perkusi : Perkusi perbandingan kiri dan kanan sama sonor
 Auskultasi : BND vesikuler, ronki (+/+), wheezing (-/-)
Bunyi Jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
 Inspeksi : Perut tampak datar
 Auskultasi : Bising usus terdengar 4 kali per menit
 Palpasi : Supel, nyeri tekan(-), turgor kembali cepat,
hepar dan limpa tidak teraba membesar
 Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
 Kulit : Petekie (-), Rumple leed (-)
 Ekstremitas : Akral hangat, sianosis tidak ada,
capillary refill time < 2 detik, edema -/-/-/-

4
2.3.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium 21 Desember 2019 di RSU UKI

Darah Perifer Lengkap Hasil Nilai Normal


Laju Endap Darah 18 mm/jam <20 mm jam
Hemoglobin 13,3 g/dl 10.5 – 18 g/dl
Leukosit 8.6/uL 4.5 – 13.5 x 103/ul
Eritrosit 4.91 juta/ml 4 – 6 juta/ml
Hematokrit 38,1% 32 – 52 %
Trombosit 284.000/ul 150.000 – 400.000/ul

Hitung Jenis
Basofil 0% 0–1%
Eosinofil 1% 1–3%
Neutrofil batang 1% 3–5%
Neutrofil segmen 76% 54 – 62%
Limfosit 9% 25 – 30 %
Monosit 13% 3–7%
MCV 78. fl 80 – 100 fl
MCH 27.2 pg/cell 26 – 34 pg/cell
MCHC 34.9 g/dL 32 – 36 g/dL

Pemeriksaan Laboratorium 22 Desember 2019 di RSU UKI

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Urine Lengkap

Warna Kuning

Berat Jenis 1.010 1.003-1.030

PH 6.0 5.0-9.0

Blood 2+ Negatif

Leukosit Esterase Negatif Negatif

5
Nitrit Negatif Negatif

Protein Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

Aseton Negatif Negatif

Reduksi Negatif Negatif

Urobilinogen 0.2

Leukosit 1-2 1-3

Eritrosit 8-10 0-1

Epitel +1 +1

Bakteri Negatif Negatif

Silinder Negatif Negatif

Kristal Negatif Negatif

Pemeriksaan Laboratorium 23 Desember 2019 di RSU UKI

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Ureum Darah 21 15-45
Kreatinin 0.63 0.60-0.90

2.3.4 Diagnosis Kerja


Bronkitis Akut
Glomerulonefritis Akut

2.3.5 Penatalaksanaan di IGD


Instruksi dokter penanggung jawab pasien:
 Rawat inap
 Diet: Lunak 1020 kal
 IVFD: RL 18 tpm (makro)
 Medikamentosa :

6
 Amoxicilin syrup 3x125 mg (PO)
 Paracetamol syrup 3x120 mg (PO)
 Ambroxol syrup 2x1/2 cth ml (PO)
 Salbutamol syrup 3x1/2 cth (PO)

2.4 Riwayat Perawatan selama di Rumah Sakit

Pada tanggal 22 Desember 2019, pukul: 06:00 WIB. Pasien masih demam
naik turun tapi tidak sampai menggigil. Pasien masing mengeluh batuk berdahak
dan dahak tidak dapat dikeluarkan. Berdasarkan pemeriksaan fisik keadaan umum
pasien masih tampak sakit sedang, kompos mentis, frekuensi denyut nadi
124x/menit reguler, isi cukup dan kuat angkat, frekuensi pernapasan 32x/menit,
suhu tubuh 39,4°C. Bibir pasien tampak lembab, mukosa bibir berwarna merah
muda, faring hiperemis (+). Pemeriksaan paru didapatkan ronkhi pada lapang paru
kanan dan kiri. Pada pemeriksaan jantung dan abdomen dalam batas normal.Akral
teraba hangat, tidak ada edema pada ekstremitas atas dan bawah, CRT< 2 detik,
turgor kulit kembali segera. Pasien di diagnosis kerja dengan bronkitis akut. Pada
terapi pasien mendapatkan intruksi untuk terapi dilanjutkan. Untuk terapinya
diberikan diet dalam bentuk lunak 1224 kalori, cairan sebanyak 18 tpm (makro),
Obat yang diberikan Amoxicillin syrup 3x5 ml, Paracetamol syrup 3x5 ml,
Ambroxol syrup 2x2,5 ml, Salbutamol syrup 3x2,5 ml. Dan direncanakan untuk
periksa urine lengkap.

Pada tanggal 23 Desember 2019, pukul: 06:00 WIB. Pasien demam sudah
menurun. Pasien masing mengeluh batuk berdahak dan dahak tidak dapat
dikeluarkan. Berdasarkan pemeriksaan fisik keadaan umum pasien masih tampak
sakit sedang, kompos mentis, frekuensi denyut nadi 113x/menit reguler, isi cukup
dan kuat angkat, frekuensi pernapasan 24x/menit, suhu tubuh 36,6°C. Bibir pasien
tampak lembab, mukosa bibir berwarna merah muda, faring hiperemis (+).
Pemeriksaan paru didapatkan ronkhi pada lapang paru kanan dan kiri. Pada
pemeriksaan jantung dan abdomen dalam batas normal.Akral teraba hangat, tidak
ada edema pada ekstremitas atas dan bawah, CRT< 2 detik, turgor kulit kembali
segera. Pasien di diagnosis kerja dengan bronkitis akut. Pada terapi pasien
mendapatkan intruksi untuk terapi dilanjutkan. Untuk terapinya diberikan diet

7
dalam bentuk lunak 1224 kalori, cairan sebanyak 18 tpm (makro), Obat yang
diberikan Amoxicillin syrup 3x5 ml, Paracetamol syrup 3x5 ml, Ambroxol syrup
2x2,5 ml, Salbutamol syrup 3x2,5 ml. Dan direncanakan untuk periksa ASTO, C3,
dan ureum kreatinin. Hasil urine lengkap dinyatakan Blood +2 dan Eritrosit 8-
10/LPB

Pada tanggal 24 Desember 2019, pukul: 06:00 WIB. Pasien masing


mengeluh batuk berdahak dan dahak tidak dapat dikeluarkan. Berdasarkan
pemeriksaan fisik keadaan umum pasien masih tampak sakit sedang, kompos
mentis, frekuensi denyut nadi 129x/menit reguler, isi cukup dan kuat angkat,
frekuensi pernapasan 24x/menit, suhu tubuh 36,4°C. Bibir pasien tampak lembab,
mukosa bibir berwarna merah muda, faring hiperemis (+). Pemeriksaan paru
didapatkan ronkhi pada lapang paru kanan dan kiri. Pada pemeriksaan jantung dan
abdomen dalam batas normal.Akral teraba hangat, tidak ada edema pada
ekstremitas atas dan bawah, CRT< 2 detik, turgor kulit kembali segera. Pasien di
diagnosis kerja dengan bronkitis akut. Pada terapi pasien mendapatkan intruksi
untuk terapi dilanjutkan. Untuk terapinya diberikan diet dalam bentuk lunak 1224
kalori, cairan sebanyak 18 tpm (mikro), Obat yang diberikan Amoxicillin syrup 3x5
ml, Paracetamol syrup 3x5 ml, Ambroxol syrup 2x2,5 ml, Salbutamol syrup 3x2,5
ml. Yang diperiksakan hanya ureum kreatinin saja dengan hasil ureum 21, kreatinin
0.63.

Pada tanggal 25 Desember 2019, pukul: 06:00 WIB. Pasien masing


mengeluh batuk berdahak dan dahak tidak dapat dikeluarkan. Berdasarkan
pemeriksaan fisik keadaan umum pasien masih tampak sakit sedang, kompos
mentis, frekuensi denyut nadi 129x/menit reguler, isi cukup dan kuat angkat,
frekuensi pernapasan 32x/menit, suhu tubuh 36,9°C. Bibir pasien tampak lembab,
mukosa bibir berwarna merah muda, faring hiperemis (+). Pemeriksaan paru
didapatkan ronkhi pada lapang paru kanan dan kiri. Pada pemeriksaan jantung dan
abdomen dalam batas normal.Akral teraba hangat, tidak ada edema pada
ekstremitas atas dan bawah, CRT< 2 detik, turgor kulit kembali segera. Pasien di
diagnosis kerja dengan bronkitis akut. Pada terapi pasien mendapatkan intruksi
untuk terapi dilanjutkan. Untuk terapinya diberikan diet dalam bentuk lunak 1224
kalori, cairan sebanyak 18 tpm (makro), Obat yang diberikan Amoxicillin syrup 3x5

8
ml, Paracetamol syrup 3x5 ml, Ambroxol syrup 2x2,5 ml, Salbutamol syrup 3x2,5
ml

Pada tanggal 26 Desember 2019, pukul: 06:00 WIB. Pasien masing mengeluh
batuk berdahak dan dahak tidak dapat dikeluarkan. Berdasarkan pemeriksaan fisik
keadaan umum pasien masih tampak sakit sedang, kompos mentis, frekuensi denyut
nadi 130x/menit reguler, isi cukup dan kuat angkat, frekuensi pernapasan 28x/menit,
suhu tubuh 36,8°C. Bibir pasien tampak lembab, mukosa bibir berwarna merah
muda, faring hiperemis (+). Pemeriksaan paru didapatkan ronkhi pada lapang paru
kanan dan kiri. Pada pemeriksaan jantung dan abdomen dalam batas normal.Akral
teraba hangat, tidak ada edema pada ekstremitas atas dan bawah, CRT< 2 detik,
turgor kulit kembali segera. Pasien di diagnosis kerja dengan bronkitis akut. Pada
terapi pasien mendapatkan intruksi untuk terapi dilanjutkan. Untuk terapinya
diberikan diet dalam bentuk lunak 1224 kalori, cairan sebanyak 18 tpm (mikro),
Obat yang diberikan Amoxicillin syrup 3x5 ml, Paracetamol syrup 3x5 ml,
Ambroxol syrup 2x2,5 ml, Salbutamol syrup 3x2,5 ml

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Bronkitis : Bronkitis akut merupakan proses radang akut pada mukosa
bronkus berserta cabang – cabangnya yang disertai dengan gejala batuk dengan atau
tanpa sputum yang dapat berlangsung sampai 3 minggu. Tidak dijumpai kelainan
radiologi pada bronkitis akut. Gejala batuk pada bronkitis akut harus dipastikan
tidak berasal dari penyakit saluran pernapasan lainnya.1
GNAPS : GNAPS adalah suatu bentuk peradangan glomerulus yang secara
histopatologi menunjukkan proliferasi dan inflamasi glomeruli yang didahului oleh
infeksi group A B-Hemolytic Streptococcus (GABHS) dan ditandai dengan gejala
nefritik seperti hematuria, edema, hipertensi, oliguria yang terjadi secara akut.2

3.2 Epidemiologi
Bronkitis : Bronkitis akut paling banyak terjadi pada anak kurang dari 2
tahun, dengan puncak lain terlihat pada kelompok anak usia 9-15 tahun. Kemudian
bronkitis kronik dapat mengenai orang dengan semua umur namun lebih banyak
pada orang diatas 45 tahun. Lebih sering terjadi di musim dingin (di daerah non-
tropis) atau musim hujan (didaerah tropis).1
Angka kejadian GNAPS sukar ditentukan mengingat bentuk asimtomatik
lebih banyak dijumpai daripada bentuk simtomatik. Di negara maju, insiden
GNAPS berkurang akibat sanitasi yang lebih baik, pengobatan dini penyakit infeksi,
sedangkan di negara sedang berkembang insiden GNAPS masih banyak dijumpai.
Di Indonesia dan Kashmir GNAPS lebih banyak ditemukan pada glongan sosial
ekonomi rendah, masing-masing 68,9% dan 66,9%.2

3.4 Etiologi
Bronkitis akut dapat disebabkan oleh :
 Infeksi virus : influenza virus, parainfluenza virus, respiratory
syncytialvirus (RSV), adenovirus, coronavirus, rhinovirus, dan lain-
lain.

10
 Infeksi bakteri : Bordatella pertussis, Bordatella parapertussis,
Haemophilus influenzae,
Streptococcus pneumoniae, atau bakteri atipik (Mycoplasma
pneumoniae, Chlamydia pneumonia, Legionella).
 Jamur
 Noninfeksi : polusi udara, rokok, dan lain-lain.
Penyebab bronkitis akut yang paling sering adalah infeksi virus yakni sebanyak
90% sedangkan infeksi bakteri hanya sekitar < 10%.4 Belum ada bukti yang
meyakinkan bahwa bakteri lain merupakan penyebab primer Bronkitis Akut pada
anak. Di lingkungan sosio- ekonomi yang baik jarang terdapat infeksi sekunder oleh
bakteri. Alergi, cuaca, polusi udara dan infeksi saluran napas atas dapat
memudahkan terjadinya bronkitis akut

Penyebab utama GNAPS adalah Streptokokus yang bersifat nefritogenik


yaitu Streptokokus grup A. Pada pyodermatitis : Streptokokus M tipe 47,49,55,2,60,
dan 57. Pada infeksi tenggorokan : Streptokokus M tipe 1,2,4,3, 25, 49 dan 12.3
Bagian luar streptokokus grup A dibungkus oleh kapsul asam hyaluronat
untuk bertahan terhadap fagositosis dan sebagai alat untuk melekatkan diri pada
asel epitel. Selain itu pada permukaan kuman juga terdapat polimer karbohirat grup
A, mukopeptide, dan protein M. Protein M adalah suatu alpha-helical coiled-coil
dimer yang terlihat sebagai rambut-rambut pada permukaan kuman. Protein M
menentukan apakah strain kuman tersebut bersifat rematogenik atau nefritogenik.3

11
3.5 Patogenesis
Bronkitis akut terjadi karena adanya respon inflamasi dari membran mukosa
bronkus. Pada orang dewasa, bronkitis kronik terjadi akibat hipersekresi mukus
dalam bronkus karena hipertrofi kelenjar submukosa dan penambahan jumlah sel
goblet dalam epitel saluran nafas. Pada sebagian besar pasien, hal ini disebabkan
oleh paparan asap rokok. Pembersihan mukosiliar menjadi terhambat karena
produksi mukus yang berlebihan dan kehilangan silia, menyebabkan batuk
produktif. Pada anak-anak, bronkitis kronik disebabkan oleh respon endogen,
trauma akut saluran pernafasan, atau paparan alergen atau iritan secara terus-
menerus. Saluran nafas akan dengan cepat merespon dengan bronkospasme dan
batuk, diikuti inflamasi, udem, dan produksi mukus. Apabila terjadi paparan
secara kronik terhadap epitel pernafasan, seperti aspirasi yang rekuren atau infeksi
virus berulang, dapat menyebabkan terjadinya bronkitis kronik pada anak-anak.
Bakteri patogen yang paling banyak menyebabkan infeksi saluran respirasi bagian
bawah pada anak-anak adalah Streptococcus pneumoniae. Haemophilus
influenzae dan Moraxella catarrhalis dapat patogen pada balita (umur <5 tahun),
sedangkan Mycoplasma pneumoniae pada anak usia sekolah (umur >5-18 tahun).
Seperti disebutkan sebelumnya penyebab dari bronkitis akut adalah
virus,namun organisme pasti penyebab bronkitis akut sampai saat ini belum
dapat diketahui, oleh karena kultur virus dan pemeriksaan serologis jarang
dilakukan. Adapun beberapa virus yang telah diidentifikasi sebagai penyebab

12
bronkitis akut adalah virus – virus yang banyak terdapat di saluran pernapasan
bawah yakni influenza B, influenza A, parainfluenza dan respiratory syncytial
virus (RSV). Influenza sendiri merupakan virus yang timbul sekali dalam setahun
dan menyebar secara cepat dalam suatu populasi. Gejala yang paling sering akibat
infeksi virus influenza diantaranya adalah lemah, nyeri otot, batuk dan hidung
tersumbat. Apabila penyakit influenza sudah mengenai hampir seluruh populasi
disuatu daerah, maka gejala batuk serta demam dalam 48 jam pertama merupakan
prediktor kuat seseorang terinfeksi virus influenza. RSV biasanya menyerang
orang – orang tua yang terutama mendiami panti jompo, pada anak kecil yang
mendiami rumah yang sempit bersama keluarganya dan pada tempat penitipan
anak. Gejala batuk biasanya lebih berat pada pasien dengan bronkitis akut akibat
infeksi RSV. 4,10

GNAPS timbul setelah infeksi tertentu, terutama strain tertentu yaitu grup A
streptokokus. Daerah infeksi biasanya saluran napas atas, termasuk telinga tengah,
atau kulit. Glomerulonefritis pascastreptokokus dapat terjadi setelah radang
tenggorok dan jarang dilaporkan bersamaan dengan demam rematik akut.5,6
GNAPS berawal apabila host rentan yang terpapar kuman Streptokokus grup
A strain nefritogenik bereaksi untuk membentuk antibodi terhadap antigen yang
menyerang. GNAPS merupakan kelainan kompleks imun, namun mekanisme
interaksi antara antigen dan antibodi tidak diketahui. Kompleks imun yang
mengandung antigen streptokokus ini mengendap pada glomerulus. Ukuran
komplek streptokokus-imunoglobulin adalah 15 nm (streptokokus 10 nm dan
imunoglobulin 5 nm). Sedangkan ukuran pore membrana basalis pada anak dan
dewasa adalah 2-3 nm dan 4-4,5 nm. Oleh karena itu GNAPS banyak terjadi pada
anak-anak daripada dewasa.5
Kompleks antigen-antibodi terbentuk dalam aliran darah dan terkumpul dalam
glomerulus. Akibat hal ini akan terjadi inflamasi pada glomerulus dan akan
mengaktifkan sistem komplemen.7
GNAPS adalah suatu penyakit imunologik akibat reaksi antigen-antbodi yang
terjadi dalam sirkulasi atau in situ dalam glomerulus. Proses inflamasi yang
mengakibatkan terjadinya jejas renal dipicu oleh2:

13
 Aktivitas plasminogen menjadi plasmin oleh streptokinase yang kemudian
diikuti oleh aktivasi kaskade komplemen.
 Deposisi kompleks Ag-Ab yang telah terbentuk sebelumnya ke dalam
glomerulus.
 Ab antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan dengan
molekul tiruan (molecule mimicy) dari protein renal yang menyerupai Ag
Streptokokus (jaringan glomerulus yang normal yang bersifat autoantigen
bereaksi dengan Ab dalam sirkulasi yang terbentuk sebelumnya untuk
melawan Ag Streptokokus)
Sistem imun humoral dan kaskade komplemen akan aktif bekerja apabila
terdapat deposit subepitel C3 dan IgG dalam membran basal glomerulus. Kadar C3
dan C5 yang rendah dan kadar komplemen jalur klasik (C1q, C2 dan C4) yang
normal menunjukkan bahwa aktivasi komplemen melalui jalur alternatif. Deposisi
IgG terjadi pada fase berikutnya yang diduga oleh karena Ab bebas berikatan
dengan komponen kapiler glomerulus, membran bassal atau terhadap Ag
Streptokokus yang terperangkap dalam glomerulus. Aktivasi C3 glomerulus
memici aktivasi monosit dan netrofil. Infiltrat inflamasi tersebut secara histologik
terlihat sebagai glomerulonefritis eksudatif. Psoduksi sitokin oleh sel inflamasi
memperparah jejas glomerulus. Hiperselularitas mesangium dipacu oleh proliferasi
sel glomerulus akibat induks oleh mitogen lokal.2
Gejala GNAPS biasanya berlangsung singkat. Dengan berkhirnya serangan Ag
Streptokokus, maka reaksi inflamasi akan mereda dan struktur glomerulus kembali
normal. 2
Semua bentuk GNAPS dimediasi oleh proses imunologis. Baik imunitas
humoral maupun imunitas seluler. Imunitas seluler GNAPS dimediasi oleh
pembentukan kompleks antigen-antibodi streptkokus yang bersifat nefritogenik dan
imun kompleks yang bersirkulasi. Proses terjadinya adalah stretokokus yang
bersifat nefritogenik memprodksi protein dengan antigen determinan khas. Antigen
deteriminan ini memiliki afinitas spesifik terhadap glomerulus normal 2
Antigen ini kemudian akan berikatan pada glomerulus. Sekali berikatan antigen
ini akan mengaktifkan komplemen secara lansung melalui interaksi dengan
properdin. Komplemen yang telah teraktivasi ini akan menyebabkan timbul

14
mediator inflamasi dan kemudian timbul inflamasi.5
Antigen nefritogenik lainnya adalah zymogen (nephritic strain-associated
protein NSAP) dan nephritis plasmin binding protein (NAP1r). NSAP ini ditemukan
pada biosi ginjal pasien dengan GNAPS dan tidak ditemukan pada bentuk lain GNA
maupun demam rematik. NAP1r juga ditemukan pada biopsi renal awal pasien
GNAPS. Setelah NAP1r ini berikatan dengan glomerulus dan menyebabkan
pembentuk plasmin yang diaktivasi oleh streptokinase yang kemudian beikatan
dengan NAP1r. Akibat ikatan ini membran basal glomerular menjadi rusak secara
langsung. NAP1r juga akan mengaktivasi komponen melalui jalur alternatif dan
menyebabkan terkumpulnya sel PMN dan makrofag dan terjadi inflamasi
setempat.2
Mekanisme lainnya adalah kompleks nonimun, yang pertama adalah
hipersensitifitas tipe lambat. Pertama, terjadi proliferasi pada endotel, hal ini akibat
infiltrasi leukosit PMN dan monosit dan makrofag merupakan sel efektornya.
Infiltrasi makrofag ini dimediasi oleh komplemen dan sel T helper.2
Kedua, adanya protein stretokokus M dan eksotoksin pirogenik yang bersifat
superantigen. Hal ini menyebabkan aktivasi sel Tmasif dan pelepasan limfokin
seperti IL1 dan IL6.2
Ketiga, IgG autologus akan bersifat antigenic dan menyebabkan pementukan
cryoglobulin. Cryoglobulin,factor rematik akan menjadi superantigen.2

3.7 Manifestasi Klinis


Gejala utama bronkitis akut adalah batuk-batuk yang dapat berlangsung 2-
3 minggu. Batuk bisa atau tanpa disertai dahak. Dahak dapat berwarna jernih, putih,
kuning kehijauan, atau hijau. Selain batuk, bronkitis akut dapat disertai gejala
berikut ini :
 Demam,
 Sesak napas,
 Bunyi napas mengi
 Rasa tidak nyaman di dada atau nyeri dada

Bronkitis akut akibat virus biasanya mengikuti gejala – gejala infeksi

15
saluran respiratori seperti rhinitis dan faringitis. Batuk biasanya muncul 3 – 4 hari
setelah rhinitis. Batuk pada mulanya keras dan kering, kemudian seringkali
berkembang menjadi batuk lepas yang ringan8
dan produktif. Karena anak – anak biasanya tidak membuang lendir tapi
menelannya, maka dapat terjadi gejala muntah pada saat batuk keras dan memuncak.
Pada anak yang lebih besar, keluhan utama dapat berupa produksi sputum dengan
batuk serta nyeri dada pada keadaaan yang lebih berat.
Karena bronchitis akut biasanya merupakan kondisi yang tidak berat dan
dapat membaik sendiri, maka proses patologis yang terjadi masih belum diketahui
secara jelasa karena kurangnya ketersediaanjaringan untuk pemeriksaan. Yang
diketahui adalah adanya peningkatan aktivitas kelenjar mucus dan terjadinya
deskuamasi sel – sel epitel bersilia. Adanya infiltrasi leukosit PMN ke dalam
dinding serta lumen saluran respiratori menyebabkan sekresi tampak purulen. Akan
tetapi karena migrasi leukosit ini merupakan reaksi nonspesifik terhadap kerusakan
jalan napas, maka sputum yang purulen tidak harus menunjukkan adanya
superinfeksi bakteri.
Pemeriksaan auskultasi dada biasanya tidak khas pada stadium awal.
Seiring perkembangan dan progresivitas batuk, dapat terdengar berbagai macam
ronki, suara napas yang berat dan kasar, wheezing ataupun suara kombinasi. Hasil
pemeriksaan radiologist biasanya normal atau didapatkan corakan bronchial. Pada
umumnya gejala akan menghilang dalam 10 -14 hari. Bila tanda – tanda klinis
menetap hingga 2 – 3 minggu, perlu dicurigai adanya infeksi kronis. Selain itu dapat
pula terjadi infeksi sekunder.10

GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 tahun dan jarang pada
usia di bawah 2 tahun. GNAPS didahului oleh infeksi GABHS melalui infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA) atau infeksi kulit (pioderma) dengan periode laten
1-2 minggu pada ISPA atau 3 minggu pada pioderma.
Penelitian multisenter di Indonesia menunjukkan bahwa infeksi melalui ISPA
terdapat pada 45,8% kasus sedangkan melalui kulit sebesar 31,6%.
Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai gejala
yang khas. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada bentuk simtomatik baik

16
sporadik maupun epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui bila terdapat kelainan
sedimen urin terutama hematuria mikroskopik yang disertai riwayat kontak dengan
penderita GNAPS simtomatik.2
GNAPS simtomatik
1. Periode laten :
Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi
streptokokus dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3 minggu;
periode 1-2 minggu umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh
ISPA, sedangkan periode 3 minggu didahului oleh infeksi kulit/pioderma.
Periode ini jarang terjadi dibawah 1 minggu. Bila periode laten ini
berlangsung kurang dari 1 minggu, maka harus dipikirkan kemungkinan
penyakit lain, seperti eksaserbasi dari glomerulonefritis kronik, lupus
eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein atau Benign recurrent
haematuria.
2. Edema :
Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul dan
menghilang pada akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di
daerah periorbital (edema palpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi
retensi cairan hebar, maka edema timbul didaerah perut (asites) dan
genitalia eksterna (edema skrotum/vulva) menyerupai sindrom nefrotik.
Distribusi edema bergantung pada 2 faktor yaitu gaya gravitasi dan tahanan
jaringan lokal. Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat menonjol waktu
bangun pagi, karena adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan
menghilang atau berkurang pada siang dan sore hari atau setelah melakukan
kegiatan fisik. Hal ini terjadi karena gaya gravitasi. Kadang-kadang terjadi
edema laten, yaitu edema yang tidak tampak dari luar dan baru diketahui
setelah terjadi diuresis dan penurunan berat badan.
Edema bersifat pitting sebagai akibat cairan jaringan yang tertekan masuk
ke jaringan interstitial yang dalam waktu singkat akan kembali ke
kedudukan semula.
3. Hematuria :

17
Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS, sedangkan
hematuria mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus. Suatu
penelitian multisenter di Indonesia mendapatkan hematuria makroskopik
berkisar 46-100% sedangkan hematuria mikroskopik berkisar 84-100%.
Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air cucian
daging atau berwarna seperti cola. Hematuria makroskopik biasanya timbul
dalam minggu pertama dan berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula
berlangsung sampai beberapa minggu. Hematuria mikroskopik dapat
berlangsung lebih lama, umumnya menghilang dalam waktu 6 bulan.
Kadang-kadang masih dijumpai hematuria mikroskopik dan proteinuria
walaupun secara klinik GNAPS sudah sembuh. Bahkan hematuria
mikroskopik bisa menetap lebih dari satu tahun, sedangkan proteinuria
sudah menghilang. Keadaan terakhir ini merupakan indikasi untuk
dilakukan biopsi ginjal, mengn=ingat kemungkinan adanya
glomerulonefritis kronik.
4. Hipertensi :
Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-7-% kasus GNAPS.
Albar mendapati hipertensi berkisar 32-70%. Umumya terjadi dalam
minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala
klinik yang lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai hipertensi ringan
(tekanan diastolik 80-80 mmHg). Hipertensi ringan tidak perlu diobati
sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang teratur, tekanan darah akan
normal kembali. Adakalanya hipertensi berat menyebabkan ensefalopati
hipertensi yang disertai gejala serebral, seperti sakit kepala, muntah-
muntah, kesadaran menurun dan kejang-kejang. Penelitian multisenter di
Indonesia menemukan ensefalopati hipertensi berkisar 4-50%.
5. Oliguria
Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan
produksi urin kurang dari 350ml/m2 LPB/hari. Oliguria terjadi bila fungsi
ginjal menurun atau timbul kegagalan ginjal akut. Seperti ketiga gejala
sebelumnya, oliguria umumnya timbul dalam minggu pertama dan
menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu

18
pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya
kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek.
6. Gejala Kardiovaskular :
Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi yang
terjadi pada 20-70% kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi dahulu diduga
terjadi akibat hipertensi atau miokarditis, tetapi ternyata dalam klinik
bendungan tetap terjadi walaupun tidak ada hipertensi atau gejala
miokarditis. Ini berarti bahwa bendungan terjadi bukan karena hipertensi
atau miokarditis, tetapi diduga akibat retensi Na dan air sehingga terjadi
hipervolemia.2

3.8 Diagnosis
Diagnosis dari bronkitis akut dapat ditegakkan bila; pada anamnesa
pasien mempunyai gejala batuk yang timbul tiba – tiba dengan atau tanpa
sputum dan tanpa adanya bukti pasien menderita pneumonia, common cold,
asma akut, eksaserbasi akut bronkitis kronik dan penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK). Pada pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya tidak khas. Dapat
ditemukan adanya demam, gejala rinitis sebagai manifestasi pengiring, atau
faring hiperemis. Sejalan dengan perkembangan serta progresivitas batuk, pada
auskultasi didadapat terdengar ronki, wheezing, ekspirium diperpanjang atau
tanda obstruksi lainnya. Bila lendir banyak dan tidak terlalu lengket akan
terdengar ronki basah. Dalam suatu penelitian terdapat metode untuk
menyingkirkan kemungkinan pneumonia pada pasien dengan batuk disertai
dengan produksi sputum yang dicurigai menderita bronkitis akut, yang
antara lain bila tidak ditemukan keadaan sebagai berikut:

 Denyut jantung > 100 kali per menit


 Frekuensi napas > 24 kali per menit
 Suhu > 38°C
 Pada pemeriksaan fisik paru tidak terdapat focal konsolidasi dan
peningkatan suara napas.
Keadaan tersebut tidak ditemukan, kemungkinan pneumonia dapat
disingkirkan dan dapat mengurangi kebutuhan untuk foto thorax).

19
Tidak ada pemeriksaan penunjang yang memberikan hasil definitif untuk
diagnosis bronkitis. Pemeriksaan kultur dahak diperlukan bila etiologi bronkitis
harus ditemukan untuk kepentingan terapi. Hal ini biasanya diperlukan pada
bronkitis kronis. Pada bronkitis akut pemeriksaan ini tidak berarti banyak karena
sebagian besar penyebabnya adalah virus. Pemeriksaan radiologis biasanya
normal atau tampak corakan bronkial meningkat. Pada beberapa penderita
menunjukkanadanya penurunan ringan uji fungsi paru. Akan tetapi uji ini tidak
perlu dilakukan pada penderita yang sebelumnya sehat.1 0
a. Foto thorax
Foto thorax biasanya menunjukkan gambaran normal atau
tampak corakan bronkial meningkat.

b. Uji faal paru


Pada beberapa penderita menunjukkan adanya penurunan uji
fungsi paru.
c. Laboratorium
Pada bronkhitis didapatkan jumlah leukosit meningkat.

Laboratorium

Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan


tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberikan
antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat
dipakai untuk membuktikan adanya infeksi streptokokus, antara lain

20
antistreptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining
antistreptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi
terhadap beberapa antigen streptokokus. Titer anti streptolosin O meningkat
pada 75-80% pasien dengan glomerulonefritis akut pasca streptokokus dengan
faringitis, meskipun beberapa strain streptokokus tidak memproduksi
streptolisin O. Bila semua uji dilakukan uji serologis dilakukan, lebih dari 90%
kasus menunjukkan adanya infeksi streptokokus.3
Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus glomerulonefritis akut
pascastreptokokus atau pascaimpetigo, tetapi antihialuronidase atau antibodi
yang lain terhadap antigen streptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit
titer antibodi streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer
dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali lipat berarti adanya infeksi. Tetapi ,
meskipun terdapat bukti adanya infeksi streptokokus, hal tersebut belum bdapat
memastikan bahwa glomerulonefritis tersebut benar-benar disebabka karena
infeksi streptokokus. Gejala klinis dan perjalanan penyakit pasien penting
untuk menentukan apakah biopsi ginjal memang diperlukan.2
Titer antibodi streptokokus positif pada >95 % pasein faringitis, dan 80%
pada pasien dengan infeksi kulit. Antistreptolisin, antinicotinamid
dinucleotidase (anti-NAD), antihyaluronidase (Ahase) dan anti-DNAse B
positif setelah faringitis. Titer antibodi meningkat dalam 1 minggu puncaknya
pada satu bulan dan akan menurun setelah beberapa bulan.2
Pada pemeriksaan serologi didapatkan penurunan komponen serum CH50
dan konsentrasi serum C3. Penurunan C3 terjadi ada >90% anak dengan GNA
PS. Pada pemeriksaan kadar komplemen, C3 akan kembali normal dalam 3 hari
atau paling lama 30 hari setelah onset 2
Peningkatan BUN dan kreatinin. Peningkatannya biasanya transien. Bila
peningkatan ini menetap beberapa minggu atau bulan menunjukkan pasien
bukan GNA PS sebenarnya. Pasien yang mengalami bentuk kresentik GN
mengalami perubahan cepat, dan penyembuhan tidak sempurna. Adanya
hiperkalemia dan asidosis metabolik menunjujjan adanya gangguan fungsi
ginjal. Selain itu didapatkan juga hierfosfatemi dan Ca serum yang menurun.6
Pada urinalisis menggambarkan abnormalitas, hematuria dan proteinuria

21
muncul pada semua kasus. Pada sedimen urin terdapat eritrosit, leukosit,
granular. Terdapat gangguan fungsi ginjal sehingga urin menjadi lebih
terkonsentrasi dan asam. Ditemukan juga glukosuria. Eritrosit paling baik
didapatkan pada urin pagi hari, terdapat 60-85% pada anak yang dirawat di RS.
Hematuria biasanya menghilang dalam waktu 3-6 bulan dan mungkin dapat
bertahan 18 bulan. Hematuria mikroskopik dapat muncul meskipun klinis
sudah membaik. Proteinuria mencapai nilai +1 sampai +4, biasanya
menghilang dalam 6 bulan. Pasien dengan proteinuria dalam nephrotic-range
dan proteinuria berat memiliki prognosis buruk.2
Pada pemeriksaan darah tepi gambaran anemia didapatkan,anemia
normositik normokrom.6
a) Pemeriksaan Pencitraan
a. Foto toraks dapat menunjukkan Congestif Heart Failure.
b. USG ginjal biasanya menunjukkan ukuran ginjal yang normal.
b) Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan bila terjadi perubahan fungsi ginjal
yang menetap, abnormal urin dalam 18 bulan, hipokomplemenemia
yang menetap, dan terjadi sindrom nefrotik.4
Indikasi Relatif :
a. Tidak ada periode laten dianara infeksi streptokokus dan GNA
b. Anuria
c. Perubahan fungsi ginjal yang cepat
d. Kadar komplemen serum yang normal
e. Tidak ada peningkatan antibodi antistreptokokus
f. Terdapat manifestasi penyakit sistemik di ekstrarenal
g. GFR yang tidak mengalami perbaikan atau menetap dalam 2
minggu
h. Hipertensi yang menetap selama 2 minggu

Indikasi Absolut :
a. GFR yang tidak kembali normal dalam 4 minggu
b. Hipokomplemenemia menetap dalam 6 minggu
c. Hematuria mikroskopik menetap dalam 18 bulan

22
d. Proteinuria menetap dalam 6 bulan

3.9 Penatalaksanaan
a. Antibiotik
Beberapa studi menyebutkan, bahwa sekitar 65 – 80 % pasien dengan
bronkitis akut menerima terapi antibiotik meskipun seperti telah diketahui
bahwa pemberian antibiotik sendiri tidak efektif. Terdapat beberapa
penelitian mengenai kegunaan antibiotik terhadap pengurangan lama
batuk dan tingkat keparahan batuk pada bronkitis akut. Kesimpulan dari
beberapa penelitian itu adalah pemberian antibiotik sebenarnya tidak
bermanfaat pada bronkitis akut karena penyakit ini disebabkan oleh virus.4
Namun begitu, penggunaan antibiotik diperlukan pada pasien bronkitis
akut yang dicurigai atau telah dipastikan diakibatkan oleh infeksi bakteri
pertusis atau seiring masa perjalanan penyakit terdapat perubahan warna
sputum. Pengobatan dengan eritromisin (atau dengan
trimetroprim/sulfametoksazol bila makrolid tidak dapat diberikan) dalam
hal ini diperbolehkan. Pasien juga dianjurkan untuk dirawat dalam ruang
isolasi selama 5 hari.4

b. Bronkodilator
Dalam suatu studi penelitian dari Cochrane, penggunaan
bronkodilator tidak direkomendasikan sebagai terapi untuk bronkitis akut
tanpa komplikasi. Ringkasan statistik dari penelitian Cochrane tidak
menegaskan adanya keuntungan dari penggunaan β-agonists oral maupun
dalam mengurangi gejala batuk pada pasien dengan bronkhitis akut.7
Namun, pada kelompok subgrup dari penelitian ini yakni pasien
bronkhitis akut dengan gejala obstruksi saluran napas dan terdapat
wheezing, penggunaan bronkodilator justru mempunyai nilai
kegunaan.Efek samping dari penggunaan β-agonists antara lain, tremor,
gelisah dan tangan gemetar. Penggunaan antikolinergik oral untuk
meringankan gejala batuk pada bronkitis akut sampai saat ini belum diteliti
dan oleh karena itu tidak dianjurkan.1,9

23
c. Antitusif
Penggunaan codein atau dekstrometorphan untuk mengurangi
frekuensi batuk dan perburukannya pada pasien bronkitis akut sampai saat
ini belum diteliti secara sistematis. Dikarenakan pada penelitian
sebelumnya, penggunaan kedua obat tersebut terbukti efektif untuk
mengurangi gejala batuk untuk pasien dengan bronkitis kronik, maka
penggunaan pada bronkitis akut diperkirakan memiliki nilai kegunaan.
Suatu penelitian mengenai penggunaan kedua obat tersebut untuk
mengurangi gejala batuk pada common cold dan penyakit saluran napas
akibat virus, menunjukkan hasil yang beragam dan tidak
direkomendasikan untuk sering digunakan dalam praktek keseharian3,9

24
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien datang ke IGD dengan keluhan demam sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit dan batuk berdahak tetapi sulit dikeluarkan, manifestasi ini merupakan
yang paling menonjol dari bronkitis akut, yang bukan merupakan gejala spesifik
dan dapat merupakan gejala/bagian dari berbagai penyakit respiratori maupun
nonrespiratori.10 Sebagian bronkitis dapat disebabkan oleh virus antara lain yaitu
Rhinovirus, RSV, Virus Influenza, dll. Akan tetapi zat iritan, polusi udara juga
dilaporkan dapat menyebabkan bronkitis akut. Bronkitis juga dapat ditemukan
setelah pajanan yang berat, seperti saat aspirasi setelah muntah, atau pajanan dalam
jumlah besar terhadap zat kimia. Bronkitis akut biasanya mengikuti gejala-gejala
infeksi saluran respiratori lainnya seperti rinitis dan faringitis. Batuk pada mulanya
keras dan kering, kemudian seringkali berkembang menjadi batuk lepas yang ringan
dan produktif. Karena anak-anak biasanya tidak membuang lendir tetapi
menelannya maka dapat terjadi gejala muntah pada saat batuk keras dan memuncak.
Pemeriksaan auskultasi dada biasanya tidak khas pada stadium awal. Seiring
perkembangan dan progresivitas batuk dapat terdengan berbagai macam ronki,
suara napas yang berat dan kasar, wheezing maupun kombinasi.

Karena pasien mengalami infeksi pada saluran nafasnya dan demam pasien yang
beberapa hari tidak turun maka diperiksakan pemeriksaan urine lengkap dan
didapatkan Blood +2 dan Eritrosit 8-10 yang menandakan hematuria mikroskopik
maka pasien dapat didiagnosis dengan glomerulonefritis akut. Dimana pada
glomerulonefritis akut gejalanya antara lain hematuria, edema, proteinuria sampai
azotemia. Pada hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS,
sedangkan hematuria mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus. Suatu
penelitian multisenter di Indonesia mendapatkan hematuria makroskopik berkisar
46-100% sedangkan hematuria mikroskopik 84-100%. Hematuria makroskopik
biasanya timbul dalam minggu pertama dan berlangsung beberapa hari, tetapi dapat
pula berlangsung sampai beberapa minggu. Hematuria mikroskopik dapat

25
berlangsung lebih lama, umumnya menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang-
kadang masih dijumpai hematuria mikroskopik dan proteinuria walaupun secara
klinik GNAPS sudah sembuh. 2

26
BAB V
KESIMPULAN

Bronkitis (bronchitis) adalah peradangan (inflamasi) pada selaput lendir


(mukosa) bronkus (saluran pernafasan dari trachea hingga saluran napas di
dalam paru-paru). Peradangan ini mengakibatkan permukaan bronkus
membengkak (menebal) sehingga saluran pernapasan relatif menyempit.
Bronkitis terbagi atas 2 jenis, yakni: bronkitis akut dan bronkitis kronis. Perlu
diingat bahwa istilah akut dan kronis adalah terminologi (istilah) berdasarkan
durasi berlangsungnya penyakit, bukan berat ringannya penyakit. Bronkitis akut
pada umumnya ringan. Berlangsung singkat (beberapa hari hingga beberapa
minggu), rata-rata 10-14 hari. Meski ringan, namun adakalanya sangat
mengganggu, terutama jika disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk
berkepanjangan. Kebanyakan brokitis pada anak yaitu brokitis akut sedangkan
bronkitis kronis terjadi pada usia dewasa.2 Bronkitis akut yang disebabkan oleh
bakteri biasanya memberikan respon cepat terhadap terapi antibiotik.
Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post
sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai
glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A,
tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak.7
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal
terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman
streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk
menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan
inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis.
Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi
klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan
penyakit dan prognosis.3

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Fahy JV,Dickey BF. Review Artikel Airway Mucus Function and


Dysfunction. New England of Jurnal Medicine. Vol 363. No.23. Dec 2,
2010.
2. Konsensus IDAI Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. 2012. Jakarta
3. Noer MS.2006.Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus.Dalam:
Kumpulan Makalah Simposium dan Workshop Sehari: Kegawatan pada
Penyakit Ginjal Anak.Makasar:UKK Nefrologi IDAI.p56-67
4. Sidney S. Braman. Chronic Cough Due to Acute Bronchitis :ACCP
Evidence-Based Clinical Practice Guidelines. Chest Journal. 2006;129;95S-
103S.
5. Geetha D.Poststreptococcal Glomerulonephritis.[Internet].
6. Lum GM.2005.Glomerulonephritis.In:Hematuria&Glomerular
Disease.In:Kidney&Urinary tract.In:Hay WW,Levin MJ,etc.editors.Current
Pediatric Diagnosis and Treatment.New York:McGraw-Hill.p.713
7. Noer MS. 2002.Glomerulonefritis.Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono
PP,Pardede SO. Buku Ajar Nefrologi Anak.Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.p 345-352
8. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC.
Jakarta : 1997.
9. Pedoman Terapi Ilmu Kesehatan Anak, Unpad. Bandung : 2005
10. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). (2008). Buku Ajar Respirologi anak,
edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

28

Anda mungkin juga menyukai