Anda di halaman 1dari 34

Case Report Session

DIARE AKUT

OLEH
Ahmad Giffar Danto Putro 1010313065
Meivita Wulandari 1210311008

Preseptor:
dr. Viona Putria

KEPANITERAAN KLINIK FOME 3


PUSKESMAS LUBUK BEGALUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN........................................................................

1.1 Latar Belakang..................................................................... 3

1.2 Batasan Masalah................................................................... 3

1.3 Tujuan Penulisan.................................................................. 4

1.4 Metode Penulisan................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................. 3

2.1. Definisi ................................................................................ 5


2.2. Epidemiologi........................................................................ 5
2.3. Cara Penularan dan Faktor Risiko........................................ 6
2.4. Etiologi................................................................................. 6
2.5. Patogenesis........................................................................... 7
2.6. Mekanisme Diare.................................................................. 9
2.7. Diagnosis.............................................................................. 11
2.8. Penyulit Diare Akut.............................................................. 13
2.9. Pencegahan........................................................................... 16
2.10. Penatalaksanaan.................................................................... 18
BAB III LAPORAN KASUS.................................................................. 26
BAB IV DISKUSI.................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 34

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak-
anak di bebagai negara berkembang. Di Indonesia penyakit diare merupakan penyakit
endemis dan juga merupakan penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering
disertai dengan kematian. Pada tahun 2015 terjadi 18 kali KLB diare yang tersebar di 11

2
provinsi, 18 kabupaten/kota dengan jumlah penderita 1.213 dengan kematian 30 orang (CFR
2,47%). Angka kesakitan nasional hasil Survei Morbiditas Diare 2012 mencapai 214/1.000
1
penduduk dan hanya 74% jumlah penderita diare yang ditangani di fasilitas kesehatan.
Menurut laporan Depkes RI, di Indonesia setiap anak mengalami diare 1,6-2 kali
setahun. Sekitar 80 % kematian yang berhubungan dengan diare yang terjadi pada 2 tahun
pertama kehidupan. Penyebab kematian adalah karena dehidrasi sebagai akibat dari
2
kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinja.
Diare merupakan penyakit yang biasa terjadi pada anak-anak dan dapat disebabkan
oleh berbagai macam penyebab dengan variasi penyakit dari yang ringan hingga berat. Diare
yang terjadi pada anak-anak biasanya disebabkan oleh karena infeksi, meskipun demikian
diet makanan yang tidak sesuai, terjadinya malabsorpsi makanan, dan berbagai macam
gangguan pada saluran cerna juga dapat menyebabkan keadaan tersebut. Penyakit diare ini
biasanya merupakan penyakit yang sembuh dengan sendirinya (“self-limited”), tetapi
manajemen dan tatalaksana yang tidak baik dari infeksi akut tersebut dapat menyebabkan
3
komplikasi yang tidak diinginkan.
Oleh karena masih tingginya angka kematian dan kesakitan pada anak karena
penyakit diare ini, pencegahan harus dilakukan dengan cara hidup sehat dan penanganan
yang cepat dan tepat dalam mengatasi diare ini juga sangat penting untuk menurunkan angka
kematian akibat penyakit ini.

1.2 Batasan Masalah


Makalah ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, cara penularan dan faktor
risiko, etiologi, patogenesis, mekanisme, diagnosis, penyulit, serta penatalaksanaan diare
akut.

1.3 Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai
diare akut.
1.4 Metode Penulisan
Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari
berbagai literatur

3
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar dengan konsistensi lebih encer/cair dari biasanya,
tiga kali atau lebih dalam satu hari, dapat/tidak disertai dengan lendir/darah yang timbul
secara mendadak dan berlangsung kurang dari 1 minggu. Pada bayi yang masih mendapat
ASI tidak jarang frekuensi defekasinya lebih dari 3-4 kali sehari, keadaan ini tidak dapat
3
disebut diare, melainkan masih bersifat fisiologis atau normal.

2.2 Epidemiologi
Sampai saat ini penyakit diare atau juga sering disebut gastroenteritis, masih
merupakan masalah masyarakat di Indonesia. Dari daftar urutan penyebab kunjungan
Puskesmas/ Balai Pengobatan, hampir selalu termasuk dalam kelompok 3 penyebab utama ke
Puskesmas. Angka kesakitannya adalah sekitar 200-400 kejadian diare diantara 1000
penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia diperkirakan ditemukan penderita
diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya, sebagian besar (70-80%) dari penderita ini
adalah anak dibawah umur 5 tahun. Kelompok ini setiap tahunnya mengalami lebih dari satu
kali kejadian diare. Sebagian dari penderita (1-2%) akan jatuh ke dalam dehidrasi dan kalau
tidak segera ditolong 50-60% diantaranya dapat meninggal. Jika ditinjau dari hasil survey
rumah tangga (LRKN 1972) diantara 8 penyakit utama, ternyata presentase penyakit diare
yang berobat sangat tinggi, yaitu 72% dibandingkan 56% untuk rata-rata penderita seluruh
2
penyakit yang memperoleh pengobatan.
Di dunia diare akut menyebabkan kematian sebanyak 5 juta pertahun, 25
%diantaranya disebabkan oleh diare kronik. Di Indonesia angka kesakitan angka diare pada
saat ini adalah 230-330 / 1000 penduduk untuk golongan umur balita dan 1,6 – 2,2 episode
diare tiap tahunnya untuk golongan umur balita. Angka kematian diare golongan umur balita
adalah sekitar 4 per 1000 balita. Diare pada bayi dan balita sekarang menduduki peringkat
3,4
kedua setelah ISPA dengan persentase 15 % pada bayi dan 25 % pada balita.

5
2.3 Cara Penularan dan Faktor Risiko
Cara penularan diare pada umumnya adalah secara oro-fecal melalui makanan dan
minuman yang telah terkontaminasi oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan
penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita, atau tidak langsung melalui
lalat. Cara penularan diare adalah 4F yaitu food (makanan), feces (tinja), finger (jari tangan),
3
and fly (lalat).
Faktor risiko terjadinya diare diantaranya adalah tidak memberikan ASI secara
penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak cukup tersedianya air bersih,
tercemarnya air oleh tinja, tidak ada/kurangnya sarana MCK, higiene perorangan dan sanitasi
lingkungan yang buruk, cara penyimpanan dan penyediaan makan yang tidak higienis, dan
cara penyapihan bayi yang tidak baik (terlalu cepat disapih, terlalu cepat diberi susu botol,
dan terlalu cepat diberi makanan padat). Selain itu terdapat pula beberapa faktor risiko pada
pejamu (host) yang dapat meningkatkan kerentanan pejamu terhadap enteropatogen
diantaranya adalah malnutrisi dan bayi berat badan lahir rendah (BBLR), imunodefisiensi
atau imunodepresi, rendahnya kadar asam lambung, dan menurunnya motilitas usus,
3
menderita campak dalam 4 minggu terakhir, dan faktor genetik.
2.4 Etiologi
3,5,6
Penyebab diare akut adalah sebagai berikut ini:
1. Infeksi : virus, bakteri, dan parasit.
Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non inflammatory dan
inflammatory. Enteropatogen minumbulkan non inflammatory diare melalui
produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan vili oleh virus,
perlekatan oleh parasit, perlekatan dan/ atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya,
inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara
langsung atau memproduksi sitotoksin.
a. Golongan virus : Rotavirus, Adenovirus, Virus Norwalk, Astrovirus,
Calicivirus, Coronavirus, Minirotavirus.
b. Golongan bakteri : Shigella spp., Salmonella spp., Escherecia coli,
Vibrio cholera, Vibrio parahaemoliticus, Aeromonas hidrophilia,
Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium difficile, Clostridium
perfringens, Staphylococcus aureus, Yersinia enterocolitica.
c. Golongan parasit, protozoa : Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Balantidium coli ; cacing perut : Ascariasis, Trichuris truchiura,
Strongiloides stercoralis ; jamur : Candida spp.

6
2. Malabsorpsi : karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak terutama trigliserida
rantai panjang, atau protein seperti beta-laktoglobulin.
3. Makanan : makanan basi, makanan beracun. Diare karena keracunan
makanan terjadi akibat dua hal yaitu makanan mengandung zat kimia atau
makanan mengandung mikroorganisme yang mengeluarkan toksin, antara
lain Clostridium perfringens, Staphylococcus.
4. Alergi terhadap makanan : terutama disebabkan oleh Cow’s milk protein
sensitive enteropathy (CMPSE), dan juga dapat disebabkan oleh makanan
lainnya.
5. Defek anatomis: Malrotasi, Penyakit Hirchsprung, dan Short Bowel
Syndrome
6. Neoplasma: Neuroblastoma
7. Endokrinopati: Thyrotoksikosis
8. Psikologis : rasa takut dan cemas.
Dari berbagai macam penyebab diare akut tersebut diatas, maka yang paling
sering menjadi penyebab diare akut apa anak-anak adalah infeksi virus. Rotavirus dan
3
adenovirus merupakan penyebab tersering diare akut pada anak dibawah usia 2 tahun.

2.5 Patogenesis
1. Virus.
Virus terbanyak penyebab diare adalah rotavirus, selain itu juga dapat
disebabkan oleh adenovirus, enterovirus, astrovirus, minirotavirus, calicivirus, dan
sebagainya. Virus masuk ke dalam traktus digestivus bersama makanan dan/atau
minuman, kemudian berkembang biak di dalam usus. Setelah itu virus masuk ke
dalam epitel usus halus dan menyebabkan kerusakan bagian apikal vili usus halus.
Sel epitel usus halus bagian apikal akan diganti oleh sel dari bagian kripta yang
belum matang, berbentuk kuboid atau gepeng. Akibatnya villus mengalami atrofi dan
tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya akan terjadi
diare osmotik. Cairan dan makan yang tidak terserap akan meningkatkan tekanan
koloid osmotik usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta
6,7
makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus.

7
2. Bakteri.
Bakteri masuk ke dalam traktus digestivus, kemudian berkembang biak di
dalam traktus digestivus tersebut. Bakteri ini kemudian mengeluarkan toksin yang
akan merangsang epitel usus sehingga terjadi peningkatan aktivitas enzim adenili
siklase (bila toksin bersifat tidak tahan panas, disebut labile toxin = LT) atau enzim
guanil siklase (bila toksin bersifat tahan panas atau disebut stable toxin = ST).
Sebagai akibat peningkatan aktivitas enzim-enzim ini akan terjadi peningkatan
cAMP atau cGMP, yang mempunyai kemampuan merangsang sekresi klorida,
natrium, dan air dari dalam sel ke lumen usus (sekresi cairan yang isotonis) serta
menghambat absorpsi natrium, klorida, dan air dari lumen usus ke dalam sel.
Kemudian akan terjadi hiperperistaltik usus untuk mengeluarkan cairan yang
berlebihan di dalam lumen usus tersebut, sehingga cairan dapat dialirkan dari lumen
usus halus ke lumen usus besar (kolon). Dalam keadaan normal, kolon seorang anak
dapat menyerap sebanyak hingga 4400 ml cairan sehari, karena itu produksi atau
sekresi cairan sebanyak 400 ml sehari belum menyebabkan diare. Bila kemampuan
penyerapan kolon berkurang, atau sekresi cairan melebihi kapasitas penyerapan
kolon, maka akan terjadi diare. Pada kolera sekresi cairan dari usus halus ke usus
besar dapat mencapai 10 liter atau lebih sehari. Oleh karena itu diare pada kolera
biasanya sangat hebat, suatu keadaan yang disebut sebagai diare profus. Bakteri
dapat menembus (invasi) sel mukosa usus sehingga dapat menyebabkan reaksi
sistemik seperti toksin shigella yang dapat masuk ke dalam serabut saraf otak
sehingga menimbulkan kejang.
Secara umum golongan bakteri yang menghasilkan cAMP akan
menyebabkan diare yang lebih hebat dibandingkan dengan golongan bakteri lain
yang menghasilkan cGMP. Golongan kuman yang mengandung LT dan merangsang
pembentukan cAMP, diantaranya adalah V. Cholera, ETEC, Shigella spp., dan
Aeromonas spp. Sedangkan yang mengandung ST dan merangsang pembentukan
6,7
cGMP adalah ETEC, Campylobacter sp., Yersinia sp., dan Staphylococcus sp.

8
2.6 Mekanisme Diare
Menurut mekanisme terjadinya diare, maka diare dapat dibagi menjadi 3 bagian besar
yaitu:
1. Diare Sekretorik
Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim adenil
siklase. Enzim ini selanjutnya akan mengubah ATP menjadi cAMP. Akumulasi
cAMP intrasel akan menyebabkan sekresi aktif ion klorida, yang akan diikuti secara
pasif oleh air, natrium, kalium dan bikarbonat ke dalam lumen usus sehingga terjadi
diare dan muntah-muntah sehingga penderita cepat jatuh ke dalam keadaan
dehidrasi.
Pada anak, diare sekretorik ini sering disebabkan oleh toksin yang dihasilkan
oleh mikroorganisme Vibrio, ETEC, Shigella, Clostridium, Salmonella,
Campylobacter. Toksin yang dihasilkannya tersebut akan merangsang enzim adenil
siklase, selanjutnya enzim tersebut akan mengubah ATP menjadi cAMP. Diare
sekretorik pada anak paling sering disebabkan oleh kolera.
Gejala dari diare sekretorik ini adalah 1) diare yang cair dan bila disebabkan
oleh vibrio biasanya hebat dan berbau amis, 2) muntah-muntah, 3) tidak disertai
dengan panas badan, dan 4) penderita biasanya cepat jatuh ke dalam keadaan
3
dehidrasi.
2. Diare Invasif
Diare invasif adalah diare yang terjadi akibat invasi mikroorganisme dalam
mukosa usus sehingga menimbulkan kerusakan pada mukosa usus. Diare invasif ini
disebabkan oleh Rotavirus, bakteri (Shigella, Salmonella, Campylobacter, EIEC,
Yersinia), parasit (amoeba). Diare invasif yang disebabkan oleh bakteri dan amoeba
menyebabkan tinja berlendir dan berdarah, sering disebut sebgai dysentriform
diarrhea.
Di dalam usus pada shigella, setelah kuman melewati barier asam lambung,
kuman masuk ke dalam usus halus dan berkembang biak sambil mengeluarkan
enterotoksin. Toksin ini akan merangsang enzim adenil siklase untuk mengubah ATP
menjadi cAMP sehingga terjadi diare sekretorik. Selanjutnya kuman ini dengan
bantuan peristaltik usus sampai di usus besar/kolon. Di kolon, kuman ini bisa keluar
bersama tinja atau melakukan invasi ke dalam mukosa kolon sehingga terjadi
kerusakan mukosa berupa mikro-mikro ulkus yang disertai dengan serbukan sel-sel
radang PMN dan menimbulkan gejala tinja berlendir dan berdarah.

9
Gejala dysentriform diarrhea adalah 1) tinja berlendir dan berdarah biasanya
b.a.b sering tapi sedikit-sedikit dengan peningkatan panas badan, tenesmus ani, nyeri
abdomen, dan kadang-kadang prolapsus ani, 2) bila disebabkan oleh amoeba,
seringkali menjadi kronis dan meninggalkan jaringan parut pada kolon/rektum,
disebut amoeboma.
Mekanisme diare oleh rotavirus berbeda dengan bakteri yang invasif dimana
diare oleh rotavirus tidak berdarah. Setelah rotavirus masuk ke dalam traktus
digestivus bersama makanan/minuman tentunya harus mengatasi barier asam
lambung, kemudian berkembang biak dan masuk ke dalam bagian apikal vili usus
halus. Kemudian sel-sel bagian apikal tersebut akan diganti dengan sel dari bagian
kripta yang belum matang/imatur berbentuk kuboid atau gepeng. Karena imatur, sel-
sel ini tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan makanan sehingga terjadi
gangguan absorpsi dan terjadi diare. Kemudian vili usus memendek dan kemampuan
absorpsi akan bertambah terganggu lagi dan diare akan bertambah hebat. Selain itu
sel-sel yang imatur tersebut tidak dapat menghasilkan enzim disakaridase. Bila
daerah usus halus yang terkena cukup luas, maka akan terjadi defisiensi enzim
disakaridase tersebut sehingga akan terjadilah diare osmotik.
Gejala diare yang disebabkan oleh rotavirus adalah 1) paling sering pada
anak usia dibawah 2 tahun dengan tinja cair, 2) seringkali disertai dengan
3
peningkatan panas badan dan batuk pilek, 3) muntah.
3. Diare Osmotik
Diare osmotik adalah diare yang disebabkan karena tingginya tekanan
osmotik pada lumen usus sehingga akan menarik cairan dari intra sel ke dalam lumen
usus, sehingga terjadi diare berupa watery diarrhea. Paling sering terjadinya diare
osmotik ini disebabkan oleh malabsorpsi karbohidrat.
Monosakarida biasanya diabsorpsi baik oleh usus secara pasif maupun
transpor aktif dengan ion Natrium. Sedangkan disakarida harus dihidrolisa dahulu
menjadi monosakarida oleh enzim disakaridase yang dihasilkan oleh sel mukosa.
Bila terjadi defisiensi enzim ini maka disakarida tersebut tidak dapat diabsorpsi
sehingga menimbulkan osmotic load dan terjadi diare.
Disakarida atau karbohidrat yang tidak dapat diabsorpsi tersebut akan
difermentasikan di flora usus sehingga akan terjadi asam laktat dan gas hidrogen.
Adanya gas ini terlihat pada perut penderita yang kembung (abdominal distention),
pH tinja asam, dan pada pemeriksaan dengan klinites terlihat positif. Perlu diingat
bahwa enzim amilase pada bayi, baru akan terbentuk sempurna setelah bayi berusia
3-4 bulan. Oleh sebab itu pemberian makanan tambahan yang mengandung
10
karbohidrat kompleks tidak diberikan sebelum usia 4 bulan, karena dapat
menimbulkan diare osmotik.
Gejala dari diare osmotik adalah 1) tinja cair/watery diarrhae akan tetapi
biasanya tidak seprogresif diare sekretorik, 2) tidak disertai dengan tanda klinis
umum seperti panas, 3) pantat anak sering terlihat merah karena tinja yang asam,

4) distensi abdomen, 5) pH tinja asam dan klinitest positif. Bentuk yang paling
sering dari diare osmotik ini adalah intoleransi laktosa akibat defisiensi enzim laktase
yang dapat terjadi karena adanya kerusakan mukosa usus. Dilaporkan kurang lebih
3
sekitar 25-30% dari diare oleh rotavirus terjadi intoleransi laktosa.
2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis

Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut; lama diare, frekuensi diare,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada atau tidak lender dan darah. Bila disertai muntah
volume dan frekuensinya. Riwayat pemberian makan pada anak sangat penting diketahui.
8
Pengobatan antibiotik yang baru diminum anak atau pengobatan lainnya.
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik pada penderita diare maka dapat ditemukan beberapa hal,
antara lain adalah sebagai berikut ini :
1. Kehilangan cairan tubuh (volume deficit)
 Kehilangan turgor kulit
 Denyut nadi lemah atau tidak ada
 Takikardia,
 Mata cekung,Ubun-ubun besar cekung
 Suara parau
 Kulit dingin, sianosis (jari)
 Selaput lendir kering
 Anuria/ oliguria
2. Kehilangan elektrolit tubuh (electrolyte deficit)

1) Defisiensi bikarbonas/ asidosis


 Muntah-muntah
 Pernafasan cepat dan dalam
+
 Defisiensi K intrasel
2) Defisiensi K+
 Kelemahan otot-otot
 Ileus paralitik (distensi abdomen)
11
 Cardiac Arrhytmia/arrest
3) Hipoglikemia (lebih sering pada anak kurang gizi dan bayi prematur) 5,8
9
MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit)

12
2.7.3 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan,
hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya 1) penyebab dasar tidak diketahui
5
atau 2)ada sebab-sebab lain selain diare akut 3) pada penderita dengan dehidrasi berat.
Pemeriksaan laboratorim yang kadang diperlukan pada diare akut:
1. Darah: Darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur, dan tes sensitivitas terhadap antibiotika.
2. Urine: Urine lengkap, kultur, dan tes sensitivitas terhadap antibiotika.
3. Tinja: Analisa dan kultur feses.
2.8 Penyulit Diare Akut
Sebagai akibat dari diare akut tersebut diatas maka akan terjadi hal-hal sebagai
berikut :
1. Dehidrasi
Sebagai akibat diare adalah tubuh akan kehilangan cairan dan elektrolit yang
dikenal dengan dehidrasi. Dehidrasi terjadi karena 1) hilangnya cairan melalui tinja
atau muntah (concomitant water losses) selama diare/muntah berlangsung.
Diperkirakan jumlahnya sekitar 25-30 ml/kgBB/24 jam, 2) kehilangan cairan melalui
pernafasan, keringat, dan urin (insensible water losses), 3) besarnya jumlah
kehilangan cairan (previous water losses).
Kehilangan cairan yang normal (normal water losses) adalah banyaknya
kehilangan cairan/elektrolit melalui pernafasan, keringat, urin, tergantung dari umur.
Makin muda anak makin banyak kehilangan cairan dan makin bertambah umur
makin berkurang. NWL menurut Darrow adalah 0-3 kg: 175ml/kgBB/24 jam, 3-10
Kg: 105ml/kgBB/24 jam, 10-15 Kg: 85ml/kgBB/24 jam, > 15 Kg: 65ml/kgBB/24
jam. Selain itu NWL juga dipengaruhi oleh suhu tubuh, makin tinggi suhu tubuh
maka akan bertambah kehilangan cairannya. Setiap kenaikan suhu 1°C diatas normal
(37°C) akan menambah hilangnya cairan sebanyak 12,5% dari NWL.
Tanda utama dehidrasi adalah rasa haus, menurunnya turgor kulit, mukosa
mulut dan lidah kering, mata cekung, air mata tidak ada, ubun-ubun besar yang
cekung pada bayi, oliguria yang dapat berlanjut menjadi anuria, hipotensi, takikardia,
dan menurunnya kesadaran. Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya
asidosis metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada muncul pada hipokalemi.
Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan
3,4,6
dehidrasi yang terjadi.

13
Tabel 1. Penilaian Derajat Dehidrasi menurut WHO 1995
3
Penilaian A B C
1.Lihat :
Keadaan umum Baik sadar *Gelisah rewel *Lesu/lunglai/tdk
Mata Normal Cekung sadar
Air Mata Ada Tidak ada Sangat cekung,
Mulut dan Lidah Basah Kering kering
Rasa Haus Minum biasa, *Haus ingin minum Tidak ada
tidak haus banyak Sangat kering
*Malas minum/tdk
bisa minum
2.Periksa Turgor Kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat
lambat
3.Hasil Pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi Ringan/ Dehidrasi Berat
Sedang Bila ada 1 tanda
Bila ada 1 tanda * *ditambah 1 atau
ditambah 1 atau lebih tanda lain
lebih tanda lain
4.Terapi Rencana Terapi Rencana Terapi B Rencana Terapi C
A

2. Gangguan keseimbangan elektrolit


Tonisitas dari plasma sebagian besar ditentukan oleh natrium. Dehidrasi
dapat dibagi menjadi 3 menurut tonisitas plasma yaitu :
1) Dehidrasi isotonik/isonatremik bila kadar Na plasma 130-150 mEq/L. Dalam
praktek di klinik dehidrasi inilah yang terbanyak.
2) Dehidrasi hipotonik, bila Na plasma < 130 mEq/L.
3) Dehidrasi hipertonik, bila Na plasma > 150 mEq/L.
Selain perubahan kadar Na plasma juga kalium dapat mengalami perubahan
karena kalium banyak keluar pada tinja. Pada diare biasa sebesar 26 mEq/L dan pada
kolera 96 mEq/L sehingga dapat terjadi hipokalemia, namun penurunan kalium pada
plasma ini biasanya akan diganti dengan kalium yang terdapat pada cairan
intraseluler, dengan tentunya kadar kalium intraseluler akan menurun. Secara
singkatnya maka gangguan elektrolit yang sering terjadi pada keadaan diare adalah
hiponatremia (Na < 130mEq/L), hipernatremia (Na >150mEq/L), dan hipokalemia
(K < 3 mEq/L).
3. Gangguan asam basa
Kehilangan cairan yang banyak pada diare akan menyebabkan terjadinya
hemokonsentrasi/hipoksia. Akibat hipoksia maka jaringan akan terjadi metabolisme
secara anaerobik yang akan menghasilkan produk asam laktat yang selanjutnya akan
menyebabkan keadaan asidosis respiratorik/metabolik. Tanda-tanda asidosis tersebut
dapat terlihat berupa pernafasan cepat dan dalam (Kussmaul).

14
Akibat lain dari keadaan diare adalah keluarnya bikarbonat melalui tinja,
akibatnya pH darah akan menurun bila badan tidak mengadakan koreksi dengan
jalan mengeluarkan CO2 melalui paru-paru. Sebagai akibat diare yang hebat dan
tubuh tidak sanggup mengadakan kompensasi lagi, maka terjadilah asidosis
metabolik, dan mungkin akan diperberat lagi bila terjadi ketosis, oliguria atau anuria
4,6
dan penimbunan asam laktat karena terjadinya hipoksia pada jaringan tubuh.
4. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat kehilangan cairan tubuh lebih dari 10% berat badan
(dehidrasi berat) akan terjadi gangguan sirkulasi dan dapat terjadi syok. Hal ini
disebabkan cairan ekstraseluler banyak berkurang (hipovolemik) sehingga perfusi
darah ke jaringan berkurang, dengan akibat hipoksia yang akan menambah beratnya
asidosis metabolik, gagal ginjal pre-renal, penurunan kesadaran, dan dapat
menimbulkan kematian bila tidak segera ditangani dengan baik.4,6
5. Hipoglikemia
Hipoglikemia biasanya dapat terjadi pada anak yang menderita diare dan
lebih sering lagi bila sebelumnya menderita gangguan gizi (KEP). Sebab yang pasti
belum diketahui tapi kemungkinanya adalah 1) gangguan proses glikogenolisis, 2)
gangguan penyimpanan glikogen pada hati, 3) gangguan absorpsi dan digesti
karbohidrat terutama pada KEP di mana terjadi atropi jonjor usus. Akibat dari
hipoglikemia ini cairan ekstraseluler akan menjadi hipotonik dengan kompensasi air
akan masuk ke dalam cairan intraseluler sehingga terjadi edema sel-sel otak yang
dapat memberikan gejala penurunan kesadaran, kejang-kejang.
6. Gangguan gizi
Gangguan gizi biasanya terjadi akibat diare dimana pemberian makanan
selama sakit dihentikan. Selain itu akibat infeksi usus terjadi gangguan absorpsi
terutama laktosa karena terjadinya defisiensi enzim laktase, akibatnya pemberian
susu dengan laktosa tinggi akan menambah beratnya diare. Pada anak yang
sebelumnya sudah menderita KEP akan memperberat keadaan KEP nya, yang dalam
fase selanjutnya akan memperberat pula diarenya.4,6

15
2.9 Pencegahan
1. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam
bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja
sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang
dibutuhkan selama masa ini.10
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan
lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam botol yang
kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol,
menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare.
Keadaan seperti ini di sebut disusui secara penuh (memberikan ASI Eksklusif).10
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari
kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain
(proses menyapih).10
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-
zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi
yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar
terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal usus
bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko
tinggi menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.10
2. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI
yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI
diberikan.10
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI, yaitu:10
a. Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan
pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau lebih.
Berikan makanan lebih sering (4x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun, berikan
semua makanan yang dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian
ASI bila mungkin.

b. Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk
energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-
buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.

16
c. Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak dengan
sendok yang bersih.

d. Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan
panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
3. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral kuman
tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman atau benda
yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah atau tempat
makan-minum yang dicuci dengan air tercemar.10
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai
risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air
bersih.10
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari
sumbernya sampai penyimpanan di rumah.10
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:10
a. Ambil air dari sumber air yang bersih

b. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus
untuk mengambil air.

c. Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak

d. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)

e. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan
cukup.
4. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian
diare ( Menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%).10
5. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban
mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga
yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di
jamban.10

17
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:10
a. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh
anggota keluarga.

b. Bersihkan jamban secara teratur.

c. Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.


6. Membuang Tinja Bayi Yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar
karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja
bayi harus dibuang secara benar.10
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:10
a. Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban

b. Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau olehnya.

c. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang atau di
kebun kemudian ditimbun.

d. Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.
7. Pemberian Imunisasi Campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi
tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga
pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah imunisasi
campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.10

2.10 Penatalaksanaan

Kebanyakan diare merupakan yang self-limiting, maka dalam pengelolaannya hanya


bersifat suportif. Rehidrasi secara oral (OR) merupakan terapi utama bagi semua anak-anak
yang menderita diare. Neonatus dan bayi berada dalam kelompok risiko tinggi untuk
mengalami komplikasi sekunder seperti dehidrasi berat dan gangguan elektrolit sehingga
memerlukan pengawasan ketat. Jika perlu maka dapat dilakukan rehidrasi cairan secara
intravena bila pemberian cairan secara oral tidak berhasil mengatasi keadaan. Tetapi sebagai
patokan dalam pemberian cairan ini tetap mengacu kepada rencana terapi A, B, atau C.
Cairan yang diberikan untuk rehidrasi idealnya memiliki osmolaritas yang rendah (210-250
mOsm) dan mengandung natrium sekitar 50-60 mmol/L. Pemberian obat antimotilitas tidak
memiliki indikasi untuk diare. Terapi antimikroba juga dilakukan jika penyebab diarenya
3
adalah non-virus.

18
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare yaitu:
1. Rehidrasi dengan oralit baru. Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas
rendah yang memiliki keefektivitasan lebih baik daripada oralit lama. Oralit
baru ini menurunkan kebutuhan suplemen intravena dan mampu mengurangi
pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%.
Ibu diberi 2 bungkus oralit baru dimana tiap 1 bungkus dilarutkan dalam 1 liter
air matang untuk 24 jam dengan pemberian setiap anak buang air besar. Untuk
anak < 2 tahun diberikan 50-100 ml dan untuk anak 2 tahun atau lebih diberikan
100-200 ml.
2. Zinc selama 10 hari berturut-turut. Zinc mengurangi lama dan beratnya diare.
Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak.. Dosis zinc untuk anak di
bawah 6 bulan adalah 10 mg (1/2 tablet) perhari dan untuk anak di atas 6 bulan
adalah 20 mg (1 tablet) perhari.

3. ASI dan makanan tetap diteruskan. Pemberian sesuai menu yang sama saaat
anak sehat sesuai dengan umur untuk mencegah kehilangan berat badan dan
sebagai pengganti nutrisi yang hilang. Adanya perbaikan nafsu makan
menandakan fase kesembuhan. Anak tidak boleh dipuasakan, makanan
diberikan sedikit-sedikit tapi sering (lebih kurang 6 x sehari), rendah serat, buah-
buahan diberikan terutama pisang.

4. Antibiotik selektif. Antibiotik diberikan bila ada indikasi karena pemberian


antibiotik yang tidak rasional akan menganggu keseimbangan flora usus
sehingga dapat memperpanjang lama diare dan pemberian antibiotik tidak
rasional dapat mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik.
Antidiare tidak diberikan dan antibiotik hanya digunakan untuk:
← Diare invasif : Kotrimoksasol 50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 2 dosis selama
hari.
← Kolera : Tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis selama 2-3 hari.
← Amoeba, Giardia, Kriptosporodium : Metronidazol 30-50 mg/kgBB/hari,
dibagi 3 dosis selama 5 hari (10 hari untuk kasus berat)
5. Nasihat kepada orang tua. Kembali jika demam, tinja berdarah, berulang, makan
atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam
3 hari. Langkah promotif/ preventif: (1) ASI tetap diberikan, (2) kebersihan
perorangan, cuci tangan sebelum makan, (3) kebersihan lingkungan, buang
air besar di jamban, (4) imunisasi campak, (5) memberikan makanan

19
penyapihan yang benar, (6) penyediaan air minum yang bersih, (7) selalu
3,9,10
memasak makanan.
Penatalaksanaan Penyulit :
1. Dehidrasi8
- Tanpa dehidrasi : Rencana Terapi A
- Dehidrasi ringan-sedang : Rencana Terapi B
- Dehidrasi berat : Rencana Terapi C

20
21
22
23
2. Gangguan elektrolit
- Hiponatremia (Na < 130 mEq/L)
Kadar natrium diperiksa ulang setelah rehidrasi selesai, apabila masih
dijumpai hiponatremi dilakukan koreksi memakai Ringer Laktat atau Normal
Saline dengan rumus kadar Na koreksi (mEq/L) = 125- kadar Na serum yang
diperiksakan x 0,6 x BB (kg). Separh diberikan dalam 8 jam, sisanya
diberikan alam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2
mEq/L/jam.
- Hipernatremia (Na > 155 mEq/L)
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan
0,45% saline-5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan
menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma
setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan menggunakan 0,18%
saline-5% dextrose perhitungkan untuk 24 jam, bila sebaliknya lanjutkan 8
jam lagi, dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Tambahakan 10
mmol KCL pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing.
Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan
pemberian oralit oralit 10 ml.kgBB.setiap BAB, sampai diare berhenti.
Penurunan kadar Na tidak boleh lebih dari 10 mEq per hari karena bisa
menyebabkan edema otak.
- Hipokalemia (K < 3,5 mEq/L)
Bila kadar K 2.5 – 3.5 mEq/L (dengan atau tanpa gejala), berikan KCL 75
mEq/kgBB/hari per oral dibagi dalam 3 dosis.
Bila kadar K darah < 2.5 mEq/L (dengan atau tanpa gejala), berikan drip
intravena dengan dosis:
- 3,5 – kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam dalam 4 jam
pertama
- 3,5 – kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB (kg) dalam 20
jam berikutnya
- Hiperkalemia (K > 5 mEq/L)
Koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas 10% sebanyak 0,5-1
ml/kgBB i.v secara perlahan- lahan dalam 5-10 menit dengan monitor irama
6,7
jantung dengan EKG.

24
3. Gangguan keseimbangan asam-basa
- Asidosis metabolik
Apabila kadar bikarbonat < 22mEq/L dan kadar base excess (BE) tidak
diketahui → larutan bikarbonat 8.4% (1mEq = 1 ml) atau 7.5% (0.9 mEq =
1ml) sebanyak 2-4 mEq/kgBB. Bila BE diketahui : mEq NaHCO3 = BE x
BB x 0.3
- Alkalosis metabolik
Tergantung derajat dehidrasi berikan NaCl 0.9%, 10-20ml/kgBB dalam 1
jam. Bila telah diuresis, dilanjutkan dengan cairan 0.45 NaCl atau 2,5%
6,7
dekstrosa (2A) 40-80ml/kgBB + KCl 38 mEq/L dalam 8 jam.

25
BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN:

Nama : AF

Jenis Kelamin : laki-laki

Anak ke : 1 dari 2 bersaudara

Umur : 2 tahun

Alamat : Padang

ALLOANAMNESIS

Diberikan oleh : Ibu kandung

Keluhan utama :

BAB encer sejak 3 hari sebelum ke puskesmas

Riwayat Penyakit Sekarang:

 BAB encer sejak 3 hari yang lalu, frekuensi 5-6 kali/hari, jumlah ± 1/3 gelas/kali, ada

ampas, tidak berlendir dan tidak berdarah

 Muntah sejak 2 hari yang lalu, frekwensi 3 kali/hari, jumlah ½ gelas/kali berisi apa

yang dimakan, tidak menyemprot

 Demam sejak 1 hari yang lalu tidak tinggi , hilang timbul, tidak menggigil, tidak

berkeringat, dan tidak disertai kejang

 Penurunan berat badan tidak ada

 Pilek tidak ada, batuk tidak ada

 Sesak nafas tidak ada

 Perdarahan tidak ada.

 Buang air kecil jumlah dan warna biasa

26
Riwayat Penyakit Dahulu:

Anak tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga mengalami keluhan yang sama dengan pasien

Riwayat Kelahiran

Anak lahir spontan, berat lahir 2900 gram, panjang badan 51 cm, anak langsung menangis

Riwayat Makanan dan Minuman

- ASI : umur 0-1 tahun

- Susu formula : 6 bulan-sekarang

- Buah, biskuit : 6 bulan-sekarang

- Makanan biasa : makan 3x sehari, menghabiskan 1 porsi

Riwayat imunisasi.

Anak sudah mendapat imunisasi lengkap

Riwayat Perumahan dan Lingkungan

Rumah tempat tinggal : Permanen

Sumber air minum : PDAM

Buang air besar : WC sendiri pembuangan ke septic tank

Sampah : dibuang ke bak penampungan sampah

Pekarangan rumah : Biasa

Kesan : higiene dan sanitasi lingkungan baik

Pemeriksaan Umum

Keadaan : sakit ringan

Nadi : 100 kali/menit

Nafas : 24 kali/menit

Suhu : 36,6o C

Tinggi Badan : 85 cm

Berat Badan : 11,5 kg

27
Status gizi : BB/U : -2 SD sampai +2SD= normal

TB/U: -2 SD sampai +2 SD= normal

BB/TB: -2 SD sampai +2 SD

Kesan : Gizi baik

Anemis : (-)

Edema : (-)

Sianosis : (-)

Ikterus : (-)

Kulit : Teraba hangat

Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba pembesaran KGB

Kepala : bulat ,simetris, ubun ubun besar datar

Rambut : Hitam dan tidak mudah rontok

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,

diameter 2mm/2mm, tidak cekung, air mata ada

Telinga : tidak ada kelainan

Hidung : Nafas cuping hidung tidak ada

Tenggorok : Faring dan tonsil tidak ada kelainan

Gigi dan mulut : Mukosa bibir dan mulut basah,

Leher : Tidak ditemukan kelainan

Paru

Inpeksi : normochest, simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)

Auskultasi : Bronchovesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

Jantung

Auskultasi : irama regular, bising (-)

28
Abdomen

Inspeksi : tidak membuncit, distensi (-)

Palpasi : Turgor kemblai cepat, Supel, hepar dan lien tidak teraba

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Punggung : Tidak ditemukan kelainan

Alat Kelamin : Tidak ditemukan kelainan

Anus : Colok dubur tidak dilakukan

Anggota Gerak : Akral hangat, CRT < 2 detik,

Diagnosa Kerja:

Diare akut tanpa dehidrasi

Tatalaksana

Pomotif

1. Menjelaskan kepada orang tua untuk menjaga higiene dan sanitasi perorangan dan

lingkungan karena diare sangat erat kaitannya dengan higiene perorangan dan sanitasi

lingkungan yang buruk.

2. Menjelaskan mengenai diare dan pengobatannya.

3. Menjelaskan kepada orang tua cara membuat dan memberikan oralit

Preventif

1. Menjaga kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan

2. Menjaga kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban

3. Imunisasi campak

4. Penyediaan air minum yang bersih

5. Selalu memasak makanan.

Kuratif

 Oralit 100-200 ml/BAB encer


 Zinc 1x20 mg selama 10 hari
 Paracetamol 3x1/3 tab 500 mg jika suhu ≥38,50C

29
Rehabilitatif
1. Kontrol Keadaan pasien secara berkala.
2. Meningkatkan konsumsi nutrisi pada anak untuk memulihakn kembali fungsi-fungsi
tubuh yang terganggu akibat diare.
3. Memberikan makanan kepada balita sedikit-sedikit tetapi frekuensi sering.
4. Pemulihan sanitasi lingkungan.
5. Tersedianya air yang bersih tanpa tercemar dengan limbah.
6. Beri tahu ibu untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila:
 Berak cair lebih sering
 Muntah berulang
 Sangat haus
 Makan dan minum sangat sedikit
 Timbul demam
 Berak berdarah
 Tidak membaik dalam 3 hari

30
BAB IV

DISKUSI

Seorang anak laki-laki, umur 2 tahun datang ke KIA Anak Puskesmas Lubuk
Begalung dengan BAB encer sejak 3 hari yang lalu, frekuensi 5-6 kali/hari, jumlah ± 1/3
gelas/kali, ada ampas, tidak berlendir dan tidak berdarah. Buang air besar dengan konsistensi
lebih encer/cair dari biasanya, tiga kali atau lebih dalam satu hari, dapat/tidak disertai dengan
lendir/darah yang timbul secara mendadak dan berlangsung kurang dari 1 minggu
dikategorikan sebagai diare akut. Untuk BAB berdarah diketahui akibat disentri, diare
berlendir campur darah dapat disebabkan invaginasi. Pada BAB pasien ini tidak terdapat
darah atau lendir.
Muntah sejak 2 hari yang lalu, frekwensi 3 kali/hari, jumlah ½ gelas/kali berisi apa
yang dimakan, tidak menyemprot Demam sejak 1 hari yang lalu tidak tinggi , hilang timbul,
tidak menggigil, tidak berkeringat, dan tidak disertai kejang. Demam biasanya menyertai
diare dan diketahui sebagai gastroenteritis akut. Berdasarkan gejala muntah, nyeri perut, dan
demam, dapat dibedakan beberapa virus atau bakteri penyebab diare.
Penurunan berat badan tidak ada. Penurunan berat badan dapat terjadi akibat
berkurangnya cairan tubuh. Menurut derajat dehidrasi, penurunan berat badan dibawah 5%
dikategorikan sebagai tanpa dehidrasi.
Dari hasil pemeriksaan fisik anak tidak demam ( T = 36,6 C), nadi, nafas dalam
keadaan stabil. Selanjutnya didapatkan mata tidak cekung, air mata ada. UUB datar. Mukosa
bibir dan mulut basah. Turgor kulit baik atau kembali cepat. Dari hasil pemeriksaan tersebut
dapat menentukan derajat dehidrasi pasien.

31
Hasil pemeriksaan fisik lainnya telinga, hidung, tonsil, faring, leher, jantung, paru,
abdomen, genitalia, dalam batas normal. Untuk status gizi pasien yaitu gizi baik (-2 SD
sampai + 2 SD).
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka didapatkan diagnosis diagnosa
kerja pada pasien ini adalah diare akut tanpa dehidrasi.
Tatalaksana pada pasien ini meliputi tatalakasana promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif. Promotif merupakan suatu tindakan yang lebih memberikan informasi -
informasi sebagai edukasi mengenai kesehatan, termasuk masalah penyakit, sehingga
keluarga mengetahui bahaya - bahaya dari suatu penyakit dan bagaimana cara menghindari
dan mengatasinya. Tatalaksana promotif pada pasien ini adalah menjelaskan kepada orang tua
untuk menjaga higiene dan sanitasi perorangan dan lingkungan karena diare sangat erat
kaitannya dengan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan yang buruk, menjelaskan
mengenai diare dan pengobatannya, dan menjelaskan kepada orang tua cara membuat dan
memberikan oralit.
Tatalaksana preventif merupakan tindakan atau program yang dilakukan untuk
mencegah agar tidak terjadi penyakit. Tindakan preventif yang bisa dilakukan supaya tidak
terjadinya kembali diare pada pasien ini adalah menjaga kebersihan perorangan, cuci

32
tangan sebelum makan, menjaga kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban,
imunisasi campak, penyediaan air minum yang bersih, dan selalu memasak makanan.
Pada pasien dengan diare akut tanpa dehidrasi maka dilakukan rencana terapi A
yaitu ; cairan oralit 100-200 cc/ BAB encer sesuai umur pasien 2 tahun. Kemudian diberi zinc
1 x 20 mg po. Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan
nafsu makan anak.. Selanjutnya jika anak demam diberikan paracetamol. Pasien tidak
diberikan antibiotik karena diare pada pasien kemungkinan disebabkan infeksi virus.
Kemudian diberikan nasihat kepada ibu/ keluarga kembali jika demam, tinja berdarah,
berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik
dalam 3 hari.
Tatalaksana rehabilitatif adalah program untuk meminimalisasi dampak suatu penyakit.
Pada kasus ini dapat dikatakan tindakan rehabilitatif yang penting adalah untuk mencegah
komplikasi dari penyakit diare akut yakni terjadinya dehidrasi, tindakan yang dapat diberikan
adalah kontrol keadaan pasien secara berkala, meningkatkan konsumsi nutrisi pada anak
untuk memulihakn kembali fungsi-fungsi tubuh yang terganggu akibat diare, memberikan
makanan kepada balita sedikit-sedikit tetapi frekuensi sering, pemulihan sanitasi lingkungan,
tersedianya air yang bersih tanpa tercemar dengan limbah, serta memberi tahu ibu untuk
membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila berak cair lebih sering, muntah berulang
,sangat haus, makan dan minum sangat sedikit, timbul demam, berak berdarah ,dan jika diare
pada anak tidak membaik dalam 3 hari.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia tahun


2016. Jakarta : Kemenkes RI; 2016 :179-82
2. Depkes RI. Buku Ajar Diare Pegangan Bagi Mahasiswa. Dirjen PPM & PLP
Depkes RI, Jakarta, 2009.
3. Subagyo, Bambang dan Santoso NB. Diare Akut. Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi Jilid 1. Cetakan 1. Jakarta:IDAI; 2010:137-45
4. Staf Pengajar IKA FK- Unand. Ilmu Kesehatan Anak : Pedoman Diagnosis dan
Terapi.Padang, Bagian IKA FK- Unand / RSUP. Dr. M. Djamil,2009: 6 – 20
5. Suraatmaja, Sudaryat. Kapita Selekta Gastroenterologi. Jakarta, Sagung Seto,
2007
6. Wahyu, Hanariah, Alfa Yasmar, Iesye Martiza, dan Dwi Prasetyo.
Gastrohepatologi. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2.
Bandung. SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD/RSHS; 2000:237-50
7. Bhutta, Ahmed Z. Acute Gastroenteritis in Children. In: Behrman, Kliegman
RM, Jenson HB eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 18 th ed.Philadelphia.
Saunders; 2007
8. WHO. Diare. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI; 2009:131-55
9. Depkes RI. Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta: Depkes RI.2008.
10. Depkes RI. Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare. Jakarta: Depkes RI.2011

34

Anda mungkin juga menyukai